Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCELUPAN 2

“PROSES PENCELUPAN POLIESTER DENGAN ZAT WARNA DISPERSI METODA HT/HP VARIASI
ZAT ANTI CREASE MARK”

Disusun Oleh:
Kelompok 6
Ahmad Syifa Z (15020002)
Hana Wulandari (15020012)
Hilda Amelya (15020014)
Silvy Ramadhani (15020028)

POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL

BANDUNG

2017
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bandung, Oktober 2017


Penyusun
Daftar isi

Kata pengantar ............................................................................................i


Daftar isi ......................................................................................................ii
Bab I pendahuluan .......................................................................................1
A. Latar belakang ........................................................................................1
B. Rumusan masalah ....................................................................................2
C. Tujuan penelitian .................................................................................... 3
D. Manfaat penelitian ...................................................................................3

Bab II tinjauan pustaka dan kerangka berfikir............................................... 4


A. Tinjauan pustaka .................................................................................... 4
B. Kerangka berpikir .................................................................................. 5

Bab III Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................... 6


A. Kesalahan fonologi ................................................................................ 6
B. Kesalahan morfologi ............................................................................. 10
C. Kesalahan sintaksis ............................................................................... 11
D. Kesalahan leksikon................................................................................ 11

Bab IV Kesimpulan dan Saran ....................................................................12


A. Kesimpulan ............................................................................................12
B. Saran .....................................................................................................12
Daftar pustaka ............................................................................................13
ABSTRAK

Poliester merupakan serat yang memiliki keteraturan struktur rantai sehingga menyebabkan serat
memiliki struktur yang rapat dan bersifat hidrofob yang membuat serat sulit dimasuki oleh zat
warna. Maka dari itu untuk mencelup serat yang bersifat hidrofob ini, maka dipilihlah zat warna
yang bersifat hidrofob juga. Sebab zat warna dispersi memiliki afinitas yang tinggi terhadap serat-
serat hidrofob. Pencelupan metoda suhu dan tekanan tinggi (HT/HP) ini membantu difusi zat
warna ke dalam serat dan mempercepat proses pencelupan. Dalam Praktikum kali ini dilakukan
proses pencelupan dengan menggunakan zat warna dispersi Terasil Blue dan memvariasikan
zat anti crease mark. Zat anti crease mark membantu penyerapan zat warna pada lipatan-lipatan
kain, sehingga mencegah terjadinya hasil celup muda atau belang pada bagian lipatan kain. Zat
anti crease mark biasanya dipake untuk mencelup kain yang bersifat rope pada mesin jet dyeing
yang kemungkinan terjadinya lipatan-lipatan pada kain tinggi. Didalam zat anti crease mark
mengandung zat penetrasi agent yang membuat zat warna bisa masuk ke bagian lipatan yang
strukturnya lebih rapat. konsentrasi zat anti crease mark yang dipakai sebesar 0,1,2,3 mg/L. Dari
hasil praktikum didapat kerataan hasil celup yang baik pada konsentrasi zat anti crease mark
sebesar 3 mg/L dan hasil celup paling tua juga sama pada konsentrasi zat anti crease mark
sebesar 3 mg/L.
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada industri tekstil serat poliester merupakan serat yang paling banyak dipakai untuk bahan
tekstil. Ini dikarenakan sifat poliester yang tahan lama. Serat poliester ini terbuat dari monomer
asam tereftalat dan etilena glikol. Serat ini memiliki struktur yang rapat dan bersifat hidrofob
sehingga susah untuk dimasuki zat warna. Zat warna yang dapat masuk keserat poliester
merupakan zat warna yang bersifat hidrofob juga sebab afinitas zat warna hidrofob lebih tinggi
terhadap serat dibandingkan larutan. Maka dari itu dipilih zat warna yang bersifat hidrofob yaitu
zat warna dispersi. Zat warna dispersi memiliki kelarutan dalam air yang kecil sekali. Oleh karena
itu dalam pemakaiannya harus didispersikan dalam larutan. Untuk mendispersikan zat warna
dispersi bisa menggunakan zat pembantu berupa zat pendispersi atau dengan adanya suhu
tinggi. Maka dari itu kebanyakan industri tekstil menggunakan metoda pencelupan HT/HP (high
temperature/ high pressure) yang memiliki kelebihan yaitu proses lebih singkat dan hemat.
Proses pencelupan menjadi lebih cepat karena proses difusi berlangsung cepat, dan proses
pencelupan lebih hemat karena kelarutan zat warna dispersi lebih besar pada suhu tinggi
sehingga dapat menghemat penggunaan zat pembantu yaitu zat pendispersi. Pada proses
pencelupan dapat terbentuk lipatan-lipatan pada hasil celup. Pembentukan lipatan pada kain
terjadi saat kain diproses dalam bentuk rope atau tubular dimesin haspel, jet dyeing, atau
overflow. Lipatan-lipatan kain juga bisa terjadi karena pada saat proses kain tidak bergerak dan
tidak berpindah sehingga rentan terjadi lipatan. Terjadinya lipatan ini tidak diinginkan, sebab
lipatan-lipatan yang terjadi sulit dihilangkan atau diperbaiki dan konsekuensinya terjadi
ketidakrataan warna hasil celupan, disebabkan penetrasi larutan zat warna yang tidak cukup
dibagian lipatan-lipatan kain. Maka dari itu digunakan zat pembantu yaitu zat anti crease mark
yang membantu mencegah dan meminimalisir terjadinya lipatan-lipatan selama proses.
Berdasarkan uraian diatas dilakukan proses pencelupan dengan memvariasikan zat anti crease
mark. Ini dilakukan agar dapat mengetahui berapa besar pengaruh zat anti crease mark pada
hasil pencelupan, apa perbedaan yang dihasilkan pada masing-masing variasi zat anti crease
mark.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui pengaruh penambahan zat anti crease mark terhadap hasil pencelupan
berupa ketuaan warna, kerataan warna, dan tahan luntur warna
b. Mengetahui perbedaan hasil pencelupan pada masing-masing variasi zat anti crease
mark
BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Pembahasan Teori

A. Serat Poliester

Poliester adalah serat sintetik yang paling banyak digunakan untuk bahan tekstil.
Poliester merupakan hasil reaksi antara monomer asam tereftalat dan etilena glikol
dengan reaksi dapat dilihat pada Gambar-1 sebagai berikut:

nHOOC COOH + nHO(CH 2)2 OH

A sam tereftalat Etilena glikol

HO OC COO(CH 2) 2O H + (2n-1)H 2O
n

Dacron A ir

Gambar-1 Reaksi Pembuatan Poliester

Etilena glikol didapat dari etilena yang berasal dari penguraian minyak tanah yang
dioksidasi dengan udara menjadi etilena oksida yang selanjutnya dihidrasi menjadi etilena
glikol. Sedangkan asam tereftalat dibuat dari para-xilena yang harus bebas dari isomer
orto dan meta dengan pemisahan kristalisasi.

Polimer yang terbentuk disebut poliester yang memiliki keteraturan struktur rantai
yang menyebabkan serat memiliki struktur yang rapat akibat rantai yang saling
berdekatan membentuk ikatan hidrogen antara gugud –OH dan gugus –COOH dalam
molekulnya. Oleh karena itu serat poliester bersifat hidrofob dan sulit dimasuki air maupun
zat warna.

Karakteristik serat poliester adalah sebagai berikut :

1. Morfologi
Penampang membujur serat poliester berbentuk seperti silinder dengan
penampang melintang berbentuk bundar. Dapat dilihat pada Gambar-2 berikut:
Gambar-2 Penampang Serat Poliester
Sumber: weavingandsilk.blogspot.co.id
2. Sifat fisika
a. Kekuatan dan mulur
Terylene memilki kekuatan 4,5-7,5 g/denier dan mulur 25-7,5%. Dacron mempunyai
kekuatan 4-6,9 g/denier dan mulur 40-11%.

b. Elastisitas
Pemulihan selama 1 menit setelah penarikan:

- Penarikan 2% ...... pulih 97%

- Penarikan 4% ……pulih 90%

- Penarikan 8% ...... pulih 80%

c. Moisture Regain
Kondisi standar = 0,45%. Pada RH 100% = 0,6-0,8%.

d. Titik leleh
Meleleh pada udara panas bersuhu 250oC.

e. Berat jenis
Berat jenis poliester adalah 1,38.

3. Sifat kimia
a. Tahan asam lemah walaupun pada suhu mendidih, dan tahan asam kuat dingin.
b. Tahan oksidator, alkohol, keton sabun, dan zat-zat untuk pencucian kering.
c. Larut dalam meta-kresol panas, asam trifloroasetat-orto-klorofenol.
4. Tahan serangga, jamur, dan bakteri.
B. Zat warna Dispersi
Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang terbuat secara sintetik. Kelarutannya
dalam air kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan dispersi atau partikel-partikel yang
hanya melayang dalam air.

Zat warna dispersi mula-mula digunakan untuk mewarnai serat selulosa. Kemudian
dikembangkan lagi, sehingga dapat digunakan untuk mewarnai serat buatan lainnya yang lebih
hidrofob dari serat selulosa asetat, seperti serat poliester, poliamida, dan poliakrilat.

Zat warna dispersi merupakan zat warna yang terdispersi dalam air dengan bantuan zat
pendispersi. Adapun sifat-sifat umum zat warna dispersi adalah sebagai berikut:

1. Zat warna dispersi mempunyai berat molekul yang relatif kecil (partikel 0,5-2).
2. Bersifat non-ionik terdapat gugus-gugus fungsional seperti –NH2, -NHR, dan-OH. Gugus-
gugus tersebut bersifat agak polar sehingga menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.
3. Kelarutan zat warna dispersi sangat kecil, yaitu 0,1 mg/l pada suhu 80C.
4. Tidak megalami perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung
C. Penggolongan Zat Warna Dispersi
Berdasarkan ketahanan sublimasinya, zat warna dispersi dikelompokkan menjadi 4
golongan yaitu:

1. Golongan A
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai berat molekul kecil sehingga sifat pencelupannya
baik karena mudah terdispersi dan mudah masuk ke dalam serat, sedangkan ketahanan
sublimasinya rendah yaitu tersublim penuh dengan suhu 100C. pada umumnya zat warna
dispersi golongan ini digunakan untuk mencelup serat rayon asetat dan poliamida, tetapi juga
digunakan untuk mencelup poliester pada suhu 100C tanpa penambahan zat pengemban.

2. Golongan B
Zat warna dispersi golongan ini memiliki sifat pencelupan yang baik dengan ketahanan
sublimasi cukup, yaitu tersublim penuh suhu 190C. sangan baik untuk pencelupan poliester,
baik pencelupan poliester, baik dengan cara carrier/pengemban pada suhu didih (100C)
maupun cara pencelupan suhu tinggi (130C).
3. Golongan C
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai sifat pencelupan cukup dengan ketahanan
sublimasi tinggi, yaitu tersublim penuh pada suhu 200C. bisa digunakan untuk mencelup
cara carrier, suhu tinggi ataupun cara thermosol dengan hasil yang baik

4. Golongan D
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai berat molekul paling besar diantara keempat
golongan lainnnya sehingga mempunyai sifat pencelupan paling jelek karena sukar
terdispersi dalam larutan dan sukar masuk kedalam serat. Akan tetapi memiliki ketahanan
sublimasi paling tinggi yaitu tersublim penuh pada suhu 220C. zat warna ini tidak digunakan
untuk pencelupan dengan zat pengemban, namun baik sangat baik untuk cara pencelupan
suhu tinggi dan cara thermosol.

Berdasarkan sturuktur kimianya, zat warna dispersi terbagi menjadi 3 golongan yaitu:

1. Golongan Azo (-N=N-)


Zat warna golongan ini umumnya menghasilkan warna kuning, orange, merah, dan beberapa
warna ungu, biru dan hitam. Salah satu contoh zat warna disperse golongan azo dapat dilihat
pada Gambar-3 berikut:

Gambar-3 Zat Warna Disperse Golongan Azo (C.I. Disperse Orange 3)


Sumber: www.sigmaaldrich.com
2. Golongan antrakuinon
Ditandai dengan adanya gugus karboksil, umumnya menghasilkan warna pink, merah, ungu
dan biru. Kelebihan zat warna ini adalah warna sangat cerah, tahan sinar sangat baik, mudah
rata, namun kekurangannya adalah harganya mahal, dan tahan luntur terhadap pencucian
kurang. Contoh zat warna golongan ini dapat dilihat pada Gambar-4 berikut:
Gambar-4 Zat Warna Disperse Golongan Antrakuinon (C.I. Disperse Blue 1)
Sumber: www.worlddyevariety.com
D. Sifat-Sifat Zat Warna Dispersi
Sifat-sifat umum zat warna sangat penting dan berhubungan dengan penggunaannya dalam
pencelupan. Berikut merupakan sifat-sifat umun zat warna dispersi:
1. Mempunyai titik leleh sekitar 1500C dan kekristalinan yang tinggi
2. Mempunyai berat molekul yang relatif rendah
3. Mempunyai tingkat kejenuhan 30-200 mg/g dalam serat
4. Tidak mengalami perubahan kimia selama proses pencelupan
5. Bersifat nonion
6. Kelarutan dalam air kecil
7. Ketahanan luntur warna hasil pencelupan pencucian sangat baik tetapi terhadap sinar
jelek
E. Zat Pembantu
Zat pembantu (auxiliaries) adalah zat tambahan selain zat warna yang digunakan
pada proses pencelupan agar menghasilkan celupan yang penyerapan zat warnanya
maksimum, warnanya rata dan sesuai target warna yang diinginkan, serat tahan luntur
warnanya baik. Zat pembantu ini meliputi zat pengatur pH, zat pendispersi, zat perata, zat
anti crease mark dan zat anti sadah.

Zat Pengatur pH

Pencelupan poliester dengan zat warna dispersi umumnya berlangsung dalam


suasana asam pH 4.0 – 5.5. kondisi pH ini dimaksudkan agar tidak terjadi hidrolisis pada
serat poliester dan sebagian besar zat warna dispersi akibat pH alkali. Untuk
mendapatkan pH larutan celup tersebut perlu ditambahkan asam asetat (CH3COOH 30%)
kurang lebih 0,5 mL/L.
Zat Pendispersi

Zat warna dispersi bersifat hidrofob dan kelarutannya di dalam air sangat kecil sekali,
oleh karena itu partikel zat warna disperse yang tidak larut tersebut harus didispersikan
secara homogen di dalam larutan. Untuk menjamin kestabilan pendispersian dan
mencegah agregasi zat warna pada suhu tinggi perlu dibantu dengan zat pendispersi. Zat
ini berupa suatu senyawa surfaktan anionik atau senyawa polielektrolit anionik (turunan
lignosulfat) yang tahan suhu tinggi dan bekerja dengan cara bagian hidrofob dari zat
pendispersi menarik partikel zat warna bagian hidrofil yang bermuatan negatif mengarah
ke larutan dan menjaga jarak antar partikel zat warna agar tidak beragregasi sehingga
partikel zat warna tetap terdispersi secara homogen di dalam larutan.

Zat Perata (Levelling Agent)

Zat perata yang digunakan adalah jenis leveler yang bekerja memperbesar migrasi
zat warna di dalam serat serta memperbaiki pendispersian zat warna. Zat perata yang
digunakan dapat berupa campuran pendispersi anionik dan nonionik serta zat perata yang
mengandung carrier (campuran zat pendispersi anionik + pendispersi nonionik + carrier).
Leveler yang tidak mengandung carrier ditujukan untuk mengatasi belang spot akibat
pendispersian yang kurang sempurna, sedangkan leveler yang mengandung carrier
digunakan untuk mengatasi belang akibat efek barrier.

Zat Anti Crease Mark

Zat ini digunakan untuk pencelupan kain dalam bentuk rope pada mesin jet dyeing
dimana bisa terjadi belang pada lipatan kain dan timbul bulu pada kain akibat adanya
gesekan kain dengan nozzle. Zat anti crease mark ini mengandung koloid pelindung untuk
meminimumkan gesekan antara kain dengan nozzle serta mengandung zat penetrasi
sehingga zat warna bisa masuk dengan baik ke bagian lipatan kain yang lebih rapat.

Zat Anti Sadah

Air proses yang mengandung logam Ca2+, Mg2+, Fe2+, Mn2+, Cu2+, Zn2+ dapat
mengganggu kerja pendispersi anionik sehingga pendispersian zat warna tidak sempurna
(tidak terdispersi secara monomolekuler) maka zat warna menjadi terdispersi dalam
bentuk agregat sehingga molekulnya menjadi besar. Hal tersebut akan menggangu
proses difusi zat warna kedalam serat sehingga akan terbentuk ring dyeing (pencelupan
cincin) yang tahan lunturnya jadi lebih rendah dan warnanya menjadi lebih suram. Zat anti
sadah yang sering digunakan adalah jenis EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid)
yang relatif stabil pada kondisi proses pencelupan metode HT/HP.

F. Mekanisme Pencelupan

Zat warna dispersi berpindah dari keadaan agregat dalam larutan celup masuk kedalam
serat sebagai bentuk molekuler. Pigmen zat warna dispersi larut dalam jumlah yang kecil sekali,
tetapi bagian zat warna yang terlarut tersebut sangat mudah terserap oleh bahan. Sedangkan
bagian yang tidak larut merupakan timbunan zat warna yang sewaktu-waktu akan larut
mempertahankan kesetimbangan.
Bagian zat warna dalam bentuk agregat, pada suatu saat akan terpecah menjadi terdispersi
monomolekuler. Zat warna dispersi dalam bentuk ini akan masuk ke dalam serat melalui pori-pori
serat.

Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat, selanjutnya terjadi
difusi zat warna dari permukaan ke dalam serat. Adsorpsi dan difusi zat warna ke dalam serat
dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur proses.

Dalam air, serat poliester akan memiliki gaya dipol antar serat dimana ikatannya
digambarkan sebagai berikut:

Gaya ini terjadi karena atom karbon bermuatan parsial positif (d+)dan atom oksigen

O O
HO OC CO(CH 2) 2 O n H

Gaya Dipol
O O
HO OC CO(CH 2) 2 O n H

bermuatan parsial negatif (d-). Gaya dipol akan renggang pada saat pemanasan di atas 80oC
sehingga zat warna bisa masuk ke dalam serat.

Pada suhu tinggi, rantai-rantai molekul serat pada daerah amorf mempunyai mobilitas
tinggi dan pori-pori serat mengembang. Kenaikan suhu menyebabkan adsorpsi dan difusi zat
warna bertambah. Energi rantai molekul serat bertambah sehingga mudah bergeser satu sama
lain dan molekul zat warna dapat masuk ke dalam serat dengan cepat. Masuknya zat warna ke
dalam serat dibantu pula dengan adanya tekanan tinggi.
Rantai molekul serat poliester tersusun dengan pola zig-zag yang rapi dan celah-celah
yang akan dimasuki zat warna sangat sempit. Rantai molekul sangat sulit untuk mengubah
posisinya. Akibatnya molekul zat warna sulit menembus serat dan pencelupan akan berjalan
sangat lambat bila dilakukan tanpa pemanasan dengan suhu tinggi. Zat warna akan menempati
bagian amorf dan terorientasi dari serat poliester. Pada saat pencelupan berlangsung, kedua
bagian tersebut masih bergerak sehingga zat warna dapat masuk di antara celah-celah rantai
molekul dengan adanya ikatan antara zat warna dengan serat. Ikatan yang terjadi antara serat
dengan zat warna mungkin merupakan ikatan fisika, tetapi dapat pula merupakan ikatan hidrogen
yang terbentuk dari gugusan amina primer pada zat warna dengan gugusan asetil pada molekul
serat.
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional dengan serat poliester ada dua macam yaitu:

Ikatan Hidrogen

Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan atom hidrogen dengan atom lain
yang bersifat elektronegatif. Pada umumnya zat warna dispersi tidak mengadakan ikatan
hidrogen dengan serat poliester karena zat warna dispersi dengan serat poliester bersifat
nonpolar, hanya sebagian zat warna dispersi yang mengadakan ikatan hidrogen dengan serat
poliester yaitu zat warna dispersi yang mempunyai donor proton seperti –OH atau NH2.

Ikatan Hidrofobik

Zat warna dispersi dan serat poliester merupakan senyawa hidrofob dan cenderung
bersifat non polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob dan bersifat nonpolar ini yang
disebut dengan iatan hidrofobik. Gaya berperan dalam terbentunya ikatan hidrofobik antara serat
poliester dengan zat warna dispersi adalah gaya Dispersi London yang termasuk kedalam gaya
Van der Waals (gaya fisika) yang terjadi berdasarkan interaksi antara kedua molekul yang
berbeda. Iatan Van der Waals terdiri dari kedua komponen yaitu ikatan dipol (kutub) dan Dispersi
London akan tetapi sifat zat warna dispersi cenderung polar, sehingga gaya yang lebih berperan
dalam terbentukya ikatan antara zat warna dispersi dan serat poliester adalah gaya Dispersi
London.

Setelah proses pencelupan perlu diperlukan penghilangan sisa zat warna yang tidak
terfiksasi pada permukaan bahan agar ketahanan luntur warnannya tidak turun, caranya yaitu
dengan dicuci reduksi atau di heat sett pada suhu 170OC selama 2 menit.
G. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan zat warna dispersi :

Pengaruh suhu terhadap penyerapan pencelupan

Dalam proses pencelupan poliester dapat menggunakan zat warna dispersi diperlukan
pemanasan, dimana dalam proses pemanasan kelarutan zat warna akan bertambah besar,
molekul-molekul zat warna relatif bergerak lebih cepat dan aktif sehingga zat warna lebih mudah
masuk ke dalam serat

Serat poliester dalam keadaan biasa, strukturnya padat dan kompak. Pada proses
pemanasan susunan rantai-rantai polimer pada bagian-bagian amorf akan mudah bergerak,
sehingga ruangan antar molekulnya menjadi lebih besar, maka molekul zat warna lebih banyak
masuk kedalam serat.

Dengan kenaikan suhu, kecepatan difusi zat warna akan bertambah besar karena energi
kinetik zat warna akan bertambah besar. Struktur molekul zat warna yang sederhana atau lebih
kecil akan mempunyai energi kinetik yang lebih besar dibandingkan dengan zat warna yang
mempunyai energi kinetik yang kecil dicampur, maka zat warna yang masuk lebih dulu kedalam
serat adalah yang mempunyai energi kinetik yang lebih besar, sehingga bisa menghasilkan warna
yang tidak sesuai dengan yang diinginkan.

Pengaruh molekul zat warna

Pada pencelupan pada kain poliester ini salah satunya dipengaruhi oleh besar kecilnya
molekul zat warna. Semakin kecil molekul zat warna akan mempermudah zat warna untuk masuk
kedalam serat, karena serat poliester memiliki pori-pori yang sangat kecil sehingga zat warna
dispersi yang memiliki molekul kecil akan dengan sangat mudah larut dan mewarnai serat
poliester.

Pengaruh pH

Pada pencelupan poliester dengan zat warna disperse ini umumnya berlangsung dalam
suasana asam pH 4.0-5.5. Kondisi pH ini dimaksudkan agar tidak terjadi hidrolisis pada serat
polyester dan sebagian bersar zat warna disperse akibat pH alkali. Untuk mendapatkan pH
larutan celup tersebut perlu ditambahkan asam asetat (CH3COOH 30%).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


a. Alat
 Gelas ukur dan alat pencelupan lainnya
 Mesin pencelupan HT-Dyeing
b. Bahan

 Zat Warna Dispersi Terasil Blue


 Kain Poliester
 Asam Asetat 30%
 Pendispersi
 Na2S2O4
 NaOH padat
3.2 Diagram Alir
Persiapan bahan dan
larutan celup

Pencelupan

Proses Cuci Reduksi Proses Non Cuci


Reduksi

Pencucian

Pengeringan

Evaluasi: Ketuaan,
Kerataan, Tahan luntur
Warna
3.3 Skema Proses

120

100 Air
Asam Asetat
80 Zat Pendispersi
Zat Perata R/C 70OC
Suhu (OC)

60 Zat anti crease mark

40

20

0
0 10 25 55 65 100
Waktu (Menit)

Gambar-6 Skema Proses Pencelupan


3.4 Resep
a. Pencelupan zat warna Dispersi

Resep Pencelupan Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4

Zat warna Dispersi 2 2 2 2


(%)

Pendispersi (ml/L) 1 1 1 1

Asam asetat 30 % pH 5 pH 5 pH 5 pH 5

Perata (ml/L) 1 1 1 1

Zat Anti Crease (ml/L) 0 1 2 3

Vlot 1:20 1:20 1:20 1:20

Waktu (menit) 30 30 30 30

Suhu 1300C 1300C 1300C 1300C


b. Cuci reduksi

Resep Cuci Reduksi Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4

Na2S2O4 (g/L) 2 2 2 2

NaOH Padat (g/L) 1 1 1 1

Suhu 700C 700C 700C 700C

Vlot 1:20 1:20 1:20 1:20

Waktu (menit) 10 10 10 10
BAB IV PEMBAHASAN
Serat poliester memiliki keteraturan struktur rantai yang menyebabkan serat memiliki
struktur yang rapat. Struktur poliester yang rapat diakibatkan rantai yang saling berdekatan
membentuk ikatan hidrogen antara gugus -OH dan gugus –COOH dalam molekulnya. Akibatnya
serat poliester bersifat hidrofob dan sulit dimasuki air maupun zat warna. Maka dari itu perlu
proses pencelupan menggunakan suhu tinggi. Kenaikan suhu mengakibatkan adanya vibrasi
molekul yang memperlemah ikatan antar molekul, yang menjadikan jarak antar rantai lebih
longgar, serat juga menjadi lebih plastis sehingga air dan zat warna bisa masuk kedalam serat.
Diperlukan juga tekanan tinggi yang berfungsi untuk menaikkan suhu proses dan membantu
difusi zat warna kedalam serat.

Pada pencelupan kali ini dilakukan variasi zat anti crease. Variasi 1 tidak menggunakan
zat anti crease dengan nilai k/s sebesar (23.03102) dan nilai Standar deviasi sebesar (1.388063).
Variasi 2 menggunakan zat anti crease sebanyak 1 mg/L dengan nilai k/s sebesar (23.42656)
dan nilai Standar deviasi sebesar (0.705696). Variasi 3 menggunakan zat anti crease sebanyak
2 mg/L dengan nilai k/s sebesar (24.42134) dan nilai Standar deviasi sebesar (0.572439). Variasi
4 menggunakan zat anti crease sebanyak 3 mg/L dengan nilai k/s sebesar (24.66444) dan nilai
Standar deviasi sebesar (0.541594).

Pada pencelupan kali ini, juga divariasikan proses cuci reduksi. Variasi 1 dan 2
menggunakan zat anti crease sebanyak 1 dan 2 mg/L dengan dilakukan proses cuci reduksi,
masing – masing nilai k/s sebesar (23.42656 dan 24.42134) dan nilai Standar deviasi masing-
masing sebesar (0.705696 dan 0.572439) sedangkan resep 3 dan 4 menggunakan zat anti
crease sebanyak 1 dan 2 mg/L tanpa dilakukan proses cuci reduksi, masing-masing nilai k/s
sebesar (24.17869 dan 25.52393) dan nilai Standar deviasi masing-masing sebesar (1.281725
dan 0.665981).

A. Ketuaan Warna dan Kerataan Warna


Pada variasi zat anti crease didapatkan hasil celup yang lebih tua dan lebih rata pada variasi 4
dengan zat anti crease sebesar 3 mg/L. Sedangkan hasil celup yang lebih muda dan kurang rata
ada pada variasi 1 tanpa menggunakan zat anti crease seperti yang terlihat pada grafik hubungan
ketuaan warna serta kerataan warna terhadap variasi zat anti crease mark pada Gambar-1 dan
Gambar-2 berikut:
Grafik Nilai Ketuaan Warna
25

24.5

24
Nilai K/S

23.5

23

22.5

22
0 mg/L 1 mg/L 2 mg/L 3 mg/L
23.03102 23.42656 24.42134 24.66444

Gambar-1 Grafik Ketuaan Warna

Grafik Kerataan Warna


1.6
1.4
Nilai Standar Deviasi

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 mg/L 1 mg/L 2 mg/L 3 mg/L
1.388063 0.705696 0.572439 0.541594

Gambar-2 Grafik Kerataan Warna Variasi Zat Anti Crease

Zat anti crease yang dipakai pada pencelupan ini bertujuan untuk membantu penyerapan zat
warna pada lipatan-lipatan kain, apabila tidak memakai zat anti crease maka akan menyebabkan
warna muda pada lipatan-lipatan kain. Pada variasi 4 didapatkan hasil celup yang lebih tua dan
rata sebab zat anti crease mengandung zat penetrasi agent yang memiliki molekul lebih kecil
dibandingkan dengan zat pembasah, yang membuat zat warna dapat masuk ke lipatan-lipatan
kain yang struktur nya lebih rapat. Semakin banyak penggunaan zat anti crease maka makin
banyak zat warna yang dapat masuk ke lipatan-lipatan kain dan menyebabkan kain menjadi lebih
tua dan lebih rata.

Pada variasi proses cuci reduksi didapatkan hasil celup yang lebih tua pada variasi 3 dan 4 yang
tidak dilakukan proses cuci reduksi. Hal ini disebabkan karena belum hilangnya zat warna yang
belum terfiksasi di permukaan serat. sedangkan untuk kerataan lebih baik pada variasi 1 dan 2
sebab sudah hilangnya zat warna yang belum terfiksasi dipermukaan serat.

B. Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian


Pada variasi zat anti crease hasil celup yang kurang tahan terhadap pencucian terdapat pada
variasi 1 dengan tidak ditambahkan zat anti crease. Hal ini disebabkan karena penyerapan zat
warna kedalam lipatan-lipatan kain sukar dan membuat warna muda pada lipatan. Sehingga pada
saat pencucian zat warna yang tidak terserap pada lipatan-lipatan kain akan luntur.

Pada variasi proses cuci reduksi hasil celup yang kurang tahan terhadap pencucian terdapat pada
variasi 3 dan 4 yang tidak dilakukan proses cuci reduksi. Hal ini disebabkan karena zat warna
yang tidak terfiksasi dipermukaan serat belum hilang sehingga pada saat proses pencucian akan
sedikit luntur

C. Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan


Pada variasi zat anti crease hasil celup yang kurang tahan terhadap gosokan terdapat pada
variasi 1 dengan tidak ditambahkan zat anti crease. Hal ini disebabkan karena penyerapan zat
warna kedalam lipatan-lipatan kain sukar atau kurang. Sehingga pada saat penggosokan zat
warna yang tidak terserap pada lipatan-lipatan kain akan sedikit menodai kain.

Pada variasi proses cuci reduksi hasil celup yang kurang tahan terhadap gosokan terdapat pada
variasi 3 dan 4 yang tidak dilakukan proses cuci reduksi. Hal ini disebabkan karena zat warna
yang tidak terfiksasi dipermukaan serat belum hilang sehingga pada saat proses penggosokan
akan sedikit menodai kain.
BAB V KESIMPULAN
- Makin banyak penggunaan zat anti crease maka hasil celup akan rata dan tua begitu juga
sebaliknya
- Proses cuci reduksi berfungsi untuk menghilangkan zat warna yang belum terfiksasi
- Jika tidak dilakukan proses cuci reduksi ketahanan luntur warna terhadap gosokan dan
pencucian kurang baik

Daftar Pustaka
 Anonim. 2013. Proses Pencelupan dengan Zat Warna Dispersi terdapat dalam situs
https://www.scribd.com/doc/41409159/Pencelupan-Poliester-Dengan-Zat-Warna-Dispersi
 M. Ichwan dan Rr. Wiwiek Eka Mulyani. 2013. Bahan Ajar Praktikum Teknologi Pencelupan
II. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Anda mungkin juga menyukai