Oleh
Oleh:
Grup 2K2
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Maksud
Memberikan corak sesuai motif repeat pada bahan kain campuran poliester-kapas
dengan menggunakan zat warna pigmen.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui hal-hal yang berpengaruh pada proses pencapan terhadap hasil
bahan yang diperoleh baik itu ketajaman dan kerataan motif maupun sifat bahan setelah
dicap, diantaranya tingkat intensitas warna dan sifat fisik pegangan kain.
BAB II
DASAR TEORI
Pencapan merupakan proses pelekatan zat warna secara tidak merata dengan
menimbulkan corak-corak tertentu. Proses pelekatan zat warna keatas permukaan kain ini
dilakukan secara mekanis. Disini digunakan metode menggunakan screen datar yang
merupakan kasa yang terpasang pada rangka. Kasa atau screen ini dapat digunakan secara
berulang-ulang dengan cara membersihkannya.
Proses awalnya agar didapat motif yang akan menempel pada kain, sebelumnya dibuat
terlebih dahulu gambar motif tersebut pada kertas gambar untuk kemudian dipindahkan ke
kertas transparan hingga mulai dilakukan proses exposing yang akan menghasilkan screen
yang terdapat beberapa bagian yang tertutup yang dihasilkan dari gambar yang tidak
bermotif, sedangkan bagian motifnya akan memberikan bagian screen yang berlubang hingga
pasta cap dapat menembusnya.
Kapas yang merupakan jenis serat selulosa. Penampang melintang dari serat kapas
tidak beraturan yaitu seperti ginjal. Bentuk penampang melintang seperti itu membuat hasil
pewarnaan pada permukaan jadi memiliki daya kilap yang kurang, akan tetapi bentuk seperti
itu memberikan daya penutup kain yang lebih besar.
Gambar diatas merupakan skema dari strukur molekul serat selulosa. Struktur molekul
diatas tersusun dari molekul selulosa yang merupakan pengulangan dari a-anhidroglukosa.
Pada serat kapas diatas memiliki gugus hidroksil (-OH) yang memberikan sifat
penyerapannya terhadap air. Meskipun demikian, selulosa yang banyak mengandung gugus
hidroksil dapat bersifat tidak larut didalam air. Hal tersebut dimungkinkan karena berat
molekul selulosa yang sangat besar, juga karena terjadinya ikatan hidrogen antar molekul
selulosa yang mempersukar kelarutan selulosa didalam air.
Gugus hidroksil tersebut selain dapat menarik gugus hidroksil dari molekul lainnya,
juga dapat menarik gugus hidroksil air. Hal tersebut membuat serat yang mengandung
banyak gugus hidroksil akan mudah menyerap air sehingga serat tersebut memiliki moisture
regain yang tinggi. Dengan kemudahan molekul air terserap kedalam serat, menyebabkan
serat mudah menyerap zat warna yang berbentup pasta atau larutan. Pereaksi-pereaksi
oksidasi, asam dan alkali kuat dengan disertai oksigen dari udara pada umumnya akan
menyerang bagian atom oksigennya dan memutuskannya, sehingga panjang molekulnya lebih
pendek, yang berarti menurunkan kekuatan seratnya.
Serat sintetik pada umumnya tidak memiliki gugus reaktif yang mampu memberikan
daya penyerapan terhadap air (hidrofob). Hal ini membuat kain dari serat sintetik sangat
sukar untuk dicelup dengan zat warna yang umumnya digunakan untuk serat alam, dimana
zat warna tersebut bersifat larut atau dapat dilarutkan dalam air. Hal tersebut diatas berlaku
pula pada serat poliester yang menjadi bahan kain proses, dimana serat ini bersifat hidrofob
dan sangat kompak susunan molekulnya, sehingga cara pencelupan yang konvensional tidak
dapat diterapkan.
Poliester dibuat dari reaksi antara senyawa asam tereftalat dengan etilena glikol.
Berikut ini skema pembuatan serat tersebut :
Struktur fisika serat poliester ini pada penampang melintangnya berbentuk bulat.
Bentuk seperti ini memberikan pantulan cahaya yang diberikan lebih sempurna dan membuat
warna hasil celupan terlihat lebih brilian (mengkilap) khususnya untuk warna muda. Sifat
elastisitasnya sangat baik seperti serat termoplastik lainnya, sehingga dalam keadaan normal,
kain dari poliester memiliki ketahanan kusut yang sangat baik. Karena titik lelehnya yang
sangat tinggi, maka kain dari serat poliester ini pun cukup tahan terhadap sinar matahari
langsung, dan tidak mudah menguning bila disimpan dalam waktu yang cukup lama.
Zat warna pigmen merupakan zat warna yang dapat digunakan untuk proses pencapan
semua jenis bahan tekstil sehingga banyak digunakan. Zat warna ini tidak mempunyai gugus
pelarut atau gugus yang dapat berikatan dengan serat. Sifat zat warna ini hanya menempel
saja pada permukaan kain dengan pengikat binder, dan itu sebabnya semua jenis serat dapat
dicap menggunakan zat warna pigmen ini. Sehingga hasil pencapan dengan menggunakan zat
warna ini akan menghasilkan sifat ketahanan gosok yang kurang disamping sifat kaku dan
pegangan yang kurang enak. Untuk menghindari efek ini biasanya dalam resep yang
digunakan ditambahkan zat pelembut.
Zat pigmen tidak larut dalam air, diperdagangkan dalam bentuk terdispersi yang sering
disebut emulsi pigmen. Terutama dibuat dari bahan baku sintetis, selain tersedia cukup
banyak warna-warna, untuk pigmen putih digunkan bahan dasar titanium dioksida, campuran
kupro dan alumunium untuk warna metalik serta besi oksida untuk mendapatkan warna
kecoklatan. Dalam memilih zat warna pigmen perlu diperhatikan selain harganya juga sifat-
sifat ketahanan lunturnya, kecerahan dan kekuatan pewarnaannya.
Zat pengikat atau binder sangat penting untuk meningkatkan daya tahan luntur warna,
dimana binder adalah suatu zat pembentuk lapisan film yang terdiri dari rantai panjang
makromolekul dan jika diaplikasikan bersama-sama dengan zat warna pigmen pada
permukaan bahan akan diperoleh ikatan tiga dimensi. Ikatan ini akan terbentuk paada saat
fiksasi yang sesuai, yaitu pada suhu dan pH asam.
Sebelum dilakukan poses pencapan, yaitu memberikan zat warna dengan menggunakan
rakel, terlebih dahulu diatur raportnya atau posisi motifnya. Hal tersebut dilakukan agar
sambungan dari masing-masing raport/motif tersebut cocok sehingga. Setelah dilakukan
pencapan maka hasil pencapan tidak akan terlihat adanya sambungan dari tiap motif, selain
itu juga untuk menyesuaikan terhadap tempat warna masing-masing motif/gambar. Agar
raport/motif cocok dan tidak memberikan sambungan, maka perlu untuk menggunakan ril
atau nok-nok yang terpasang pada ril dan dapat digeser. Cara mencap dilakukan secara
meloncat dari tiap raport/motif, misalnya 1, 3, 5 dan seterusnya baru kemudian dilakukan
pencapan pada raport 2, 4, 6 dan seterusnya. Akan tetapi metode ini tidak dapat digunakan
pada flat screen printing yang menggunakan screen datar. Maka agar hasil pencapan memiliki
sifat yang baik, kekentalan pasta harus diatur agar tidak terjadi bleeding dari zat warna yang
dibuat terlalu encer.
BAB III
PERCOBAAN
Alat:
Bahan:
Pembuatan Pengental
Pembuatan Pasta cap
Pencapan
Pengeringan
(100 oC, 2 menit)
Curing
(140-160oC, 2-3 menit)
Pencucian dan tidak pencucian
Evaluasi ketuaan warna, kerataan warna, ketajaman warna, dan hand feel
3.3. Cara Kerja
a. Pembuatan Pengental Emulsi
Memasukkan emulsi yang akan digunakan pada bejana
Menambahkan sebagian air dan minyak tanah dalam jumlah kecil
Mengaduk secara merata dengan menggunakan mixer
Sambil diaduk, ditambahkan air dan minyak sedikit demi sedikit secara bergantian.
Larutan diaduk terus hingga terbentuk emulsi yang kental.
b. Pembuatan Pasta Cap
Mengambil pengental emulsi yang telah jadi sesuai dengan kebutuhan, kemudian
memasukkan zat warna pigmen ke dalamnya dan diaduk terus sampai semua bagian
merata.
c. Pencapan
Kain yang akan dicap dipasang pada meja cap dengan posisi terbuka sempurna dan
konstan pada meja cap.
Meletakkan screen tepat berada pada bahan yang akan dicap
Pasta cap ditaburkan pada bagian pinggir screen (tidak mengenai motif).
Menahan screen agar tetap mengepres pada bahan, kemudian dilakukan proses
pencapan dengan cara memoles screen dengan pasta cap menggunakan rakel.
Pada proses pencapan, penarikan rakel harus kuat dan menekan ke bawah agar dapat
mendorong zat warna masuk ke motif.
Screen kemudian dilepaskan ke atas.
Berikutnya dilakukan perakelan untuk raport berikutnya dimana cara pengaturannya
dilakukan dengan menggunakan nok yang terpasang pada ril.
Untuk screen berikutnya (warna berbeda), dipasang screen dengan memposisikan
motif, agar kedua motif dapat berimpit dengan tepat.
Melakukan proses pencapan seperti point di atas.
Setelah selesai, pasta cap dibiarkan pada kain hingga sedikit mengering untuk
kemudian mengangkatnya secara hati-hati.
Dilakukan proses pengeringan, dengan cara dijemur atau dengan pemanasan lain.
Setelah kering, dilakukan proses curing (dengan cara penyetrikaan)
Untuk proses curing cara penyetrikaan, bahan yang akan disetrika terlebih dahulu
dilapisi kertas baru kemudian disetrika di bagian kertas di atasnya. Hal ini untuk
menghindari gambar rusak oleh gosokan setrika.
3.4. Fungsi Zat
DISKUSI
Pada hasil pencapan dengan menggunakan zat warna pigmen pada metoda screen
repeat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi
terhadap hasil pencapan dalam hal ketajaman motif, ketuaan warna, kerataan warna,
kekakuan dan ketahanan luntur. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ketajaman Motif
Ketajaman motif hasil pencapan sangat dipengaruhi oleh kekentalan pada pasta capnya.
Apabila pasta cap terlalu kental maka pasta tersebut akan semakin susah melewati lubang-
lubang kasa dari cetakan sehingga warna dan corak yang dihasilkan kurang sempurna,
sebaliknya apabila pasta cap yang digunakan terlalu encer maka motif yang dihasilkan akan
merembes keluar dari motif.
2. Ketuaan Warna
Hasil pencapan yang mengalami penyabunan akan menghasilkan warna motif yang lebih
muda jika dibandingkan dengan hasil pencapan yang tidak mengalami proses penyabunan.
Hal ini disebabkan karena pada proses penyabunan zat warna yang tidak terfiksasi kedalam
serat akan ikut larut dengan larutan sabun.
3. Kerataan Warna
Pada proses pencapan untuk mendapatkan warna yang lebih rata dipengaruhi oleh faktor
curing yang mempengaruhi binder yang akan berpolimerisasi. Semakin lama proses curing
maka jumlah binder yang berpolimerisasi membentuk ikatan dengan serat yang lebih banyak.
Reaksi binder dengan serat:
4. Kekakuan
Zat warna pigmen merupakan zat warna yang tidak mempunyai afinitas terhadap serat.
Sehingga agar zat warna pigmen dapat mewarnai kain, dalam prosesnya dibutuhkan binder
sebagai zat pengikat. Karena pada dasarnya binder yang berpolimerisasi, membentuk ikatan
dengan serat dipermukaan kain. Akibatnya hasil pencapan mempunyai pegangan yang kaku.
Untuk mengurangi kekakuan dapat dilakukan penyetrikaan dengan mesin kalander.
5. Ketahanan Luntur
Ketahanan luntur pada kain T/C dengan melakukan proses penyabunan setelah proses
curing memiliki ketahanan luntur terhadap gosokan yang lebih baik dibandingkan dengan
kain uji yang tidak diikuti dengan penyabunan. Karena dalam penyabunan zat warna yang
tidak terfiksasi dan zat pembantu lainnya akan hilang.
BAB V
KESIMPULAN
Pencapan dengan zat warna pigmen mempunyai beberapa keuntungan antara lain
pembuatan pasta capnya sederhana, tidak perlu pengerjaan iring setelah pencapan, zat warna
dapat dicapkan bersama-sama dengan zat warna lain, perbaikan rapot mudah dikerjakan.
Disamping keuntungan tersebut terdapat pula beberapa kekurangan, misalnya hasil pencapan
mempunyai tahan gosok dan cuci yang jelek dan pegangan yang kaku. Faktor yang dapat
mempengaruhi ialah pada proses curing, penyabunan dan kekentalan pasta. Semakin lama
proses curing maka binder yang berpolimerisasi akan semakin banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, A. (1998). Teknologi Pencapan Tekstil. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Purwanti, d. (1978). Pedoman Praktikum Pencapan dan Penyempurnaan. Bandung: Institut
Teknologi Tekstil.
Sunarto. (2008). Teknologi Pencelupan dan Pencapan JILID 3 untuk SMK. Jakarta:
Direktorak Pembinaan Skeolah Menengah Kejuruan.
Suprapto, A. (t.thn.). Bahan Ajar Praktikum Pencapan. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi
Tekstil.
Widayat, S. (1973). Serat-serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.