Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM PENCAPAN

POLIESTER DENGAN ZAT WARNA DISPERSI

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum


Teknologi Pencapan 2

Dosen Pengampu : Hardianto, S.S.T., M.Eng


Yayu E.T., S.S.T
Hilmi Amanah A.C., M.Sc
Oleh :
Kelompok 3 3K4
Farid Hafiyyan (21420065)
Nadya Fadjriani (21420068)
Dila Azzahra Hayati (21420070)
Merliana Br Pasaribu (21420072)
Halimi Ikhwan (21420074)

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2023
I. MAKSUD DAN TUJUAN
1.1. Maksud
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana proses pencapan pada kain poliester
dengan zat warna dispersi
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh suhu termofiksasi pada pendapan poliester dengan zat
warna dispersi

II. TEORI DASAR


2.1. Serat Poliester
Serat poliester adalah serat sintetik yang terbentuk dari molekul polimer
poliester linier dengan susunan paling sedikit 85% berat senyawa dari hidroksi
alcohol dan asam terftalat.Poliester atau yang dikenal dengan nama Terylene di
Inggris ini dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol. Etilena yang berasal dari
penguraian minyak tanah dioksidasi dengan udara, menjadi etilena oksida yang
kemudian dihidrasi menjadi etilena glikol. Asan tereftalat dibuat dari pra-Xilena
yang harus bebas dari isomer meta dan orto. P-Xilena merupakan bagian dari
destilasi minyak tanah dan tidak dapat dipisahkan dari isomer meta dan orto dengan
cara destilasi.
Poliester termasuk ke dalam serat sintetik yang sangat pesat sekali
perkembanganya dan banyak digunakan untuk tekstil. Serat poliester cepat sekali
memperoleh perhatian konsumen oleh karena sifat mudah penanganannya (ease of
care), bersifat cuci pakai (wash and wear), tahan kusut dan awet. Sifat-sifat
pakaiannya lebih sempurna apabila dicampur dengan serat wol atau kapas.

Gambar 4 Reaksi Pembentukan Poliester

Pencelupannya dapat dilakukan pada suhu 100°C dengan dibantu zat


penggelembung serat. Zat tersebut akan memudahkan zat warna masuk kedalam
serat.
2.1.2. Sifat-sifat poliester:
2.1.2.1. Sifat fisika
Poliester memiliki sifat yang khas, yakni dalam pengerjaan dengan larutan
kaudtik soda bagian kulitnya akan larut, sehingga diperoleh kain, benang atau serat
yang lebih tipis dengan tidak mengubah serat secara hebat. Pengerjaanini membuat
poliester mempunyai sifat pegangan seperti sutera. Pada umumnya kehilangan berat
sebesar 5% dianggap cukup baik.
1. Kekuatan dan mulur
Terylene mempunyai kekuatan 4.5 gram/denier sampai 7.5 gram/denier dan
mulur 25% sampai 7.5% tergantung pada jenisnya. Kekuatan dan mulur dalam
keadaan basahnya hampir sama dengan dalam keadaan kering. Kekuatan poliester
dapat tinggi disebabkan karena proses peregangan dingin pada waktu
pemintalannya akan menyebabkan terjadinya pengkristalan molekul dengan baik,
demikian pula berat molekulnya dapat tinggi.
2. Modulus dan elastisitas
Poliester mempunyai modulus yang tinggi. Pada pembeban 0.9 gram/denier
poliester hanya mulur 1% dan pada pembeban 1.75 gram/denier hanya mulur 2%.
Modulus yang tinggi menyebabkan poliester pada tegangan kecil di dalam
penggulungan tidak akan mulur. Poliester mempunyai elastisitas yang baik
sehingga kain poliester tahan kusut. Jika benang poliester ditarik dan kemudian
dilepaskan pemulihan yang terjadi dlam 1 menit adalah sebagai berikut:
Penarikan 2%.................... pulih 97%
Penarikan 4%.................... pulih 90%
Penarikan 8%.................... pulih 80%
3. Moisture Regain dan Berat jenis
Dalam kondisi standard moisture regain poliester hanya 0.4%. Dalam RH
100% moisture regainnya hanya 0.6-0.8%. Berat jenis poliester 1.38
2.1.2.2. Sifat kimia
Poliester tahan asam lemah meskipun pada suhu didih dan tahan asam kuat
dingin. Poliester tahan basa lemah tetapi kurang tahan basa kuat. Poliester tahan zat
oksidasi,alcohol,keton,sabun dan zat-zat untuk pencucian kering. Demikian pula
tahan terhadap serangga, jamur dan bakteri, sedangkan terhadap sinar matahari
ketahanannya cukup baik. Poliester larut dalam meta-kresol panas, trifluoroasetat-
orto-khlorofenol, campuran 7 bagian berat trikhlorofenol dan 10 bagian fenol dan
campuran 2 bagian berat tetrakhloroetena dan 3 bagian fenol. Poliester akan
menggelembungkan dalam larutan 2% asam benzoate asam salisilat, fenol dan
meta-kresol dalam air, disperse ½% monokhlorobenzena, p-dikhlorobenzena,
tetrahidronaftalena, metilbenzoat dan metal salisilat dalam air, disperse 0.3% orto-
fenil-fenol dan para-fenifenol dalam air. Poliester meleleh diudara pada suhu 250°C
dan tidak menguning pada suhu tinggi. Poliester tahan serangga, jamur dan bakteri.
Seperti serat tekstil lainnya, poliester juga berkurang kekuatannya dalam
penyinaran yang lama tetapi tahan sinarnya masih cukup baik dibanding dengan
serat lain. Dibalik kaca tahan sinar poliester lebih baik dari kebanyakan serat.
Benang terylena apabila direndam dalam air mendidih akan mengkeret sampai 7%
atau lebih. Dimensi kain poliester dapat distabilkan dengan cara heat-set. Heat-set
dilikukan dengan cara mengerjakan kain dalam dimensi yang telah diatur (biasanya
dalam bentuk lebih) pada suhu 30-40°C lebih tinggi dari suhu penggunaan kain
sehari-hari. Untuk pakaian biasanya pada suhu 220-230°C.
2.2. Pencapan
Pencapan pada kain tekstil mungkin lebih sesuai jika digambarkan sebagai
suatu teknologi seni pemindahan desain-desain pada kain tekstil.Pencapan adalah
suatu proses untuk mewarnai bahan tekstil dengan melekatkan zat warna pada kain
secara tidak merata sesuai dengan motif yang diinginkan. Motif yang akan
diperoleh pada kain cap nantinya harusnya dibuat dulu gambar pada kertas.
Kemudian dari gambar ini masing-masing warna dalam komponen gambar yang
akan dijadikan motif dipisahkan dalam kertas film.
Dari kertas film inilah motif dipindahkan ke screen, dimana dalam screen
ini bagian-bagian yang tidak ada gambarnya akan tertutup oleh zat peka cahaya
sedangkan untuk bagian-bagian yang merupakan gambar akan berlubang dan dapat
meneruskan pasta cap ke bahan yang akan dicap.Pada pencapan pelekatan zat
warna pada kain lebih banyak secara mekanis. Pada pencapan bermacam-macam
golongan zat warna dapat dipakai bersama-sama dalam satu kain dengan tidak
saling mempengaruhi warna aslinya.
2.3. Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi adalah zat warna yang kelarutannya dalam air hanya
sedikit, akan tetapi mudah didispersikan atau disuspensikan dalam air, serta
mempunyai daya substantivitas terhadap serat-serat yang bersifat hidrofob. Zat
warna dispersi merupakan zat warna non iionik yang tidak atau sedikit larut dalam
air dan mempunyai molekul yang relatif kecil, sederhana dan tidak mempunyai
gugus pelarut. Oleh karena itu zat warna dispersi sedikit larut dalam air dan sering
digunakan untuk mencap serat-serat hidrofob seperti poliester. Beberapa jenis zat
warna dispersi yaitu antrakuinon, azo dan difenilamina

2.3.1. Sifat Zat Warna Dispesi


Sifat-sifat umum zat warna disperse, baik sifat kimia maupun sifat fisika
merupakan faktor penting dan erat hubungannya dengan penggunaannya dalama
proses pencelupan. Sifat – sifat umum zat warna disperse untuk pencelupan
polyester (tipe B,C, dan D) adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai titik leleh sekitar 1500C dan kekritalinan yang tinggi.
2. Apabila digerus sampai halis dan didispersikan dengan zat pendispersi dapat
menghasilkan disperse yang yang stabil dalam larutan pencelupan dengan
ukuran partikel 0,5 – 0,2 mikron.
3. Mempunyai berat molekul yang relative rendah.
4. Mempunyai tingkat kejenuhan 30 – 200 mg/g dalam serat.
5. Relative tidak mengalami perubahan kimia selama proses pencelupan
berlangsung.
6. Pada dasarnya bersifat nonionic walaupun mengandung gugus NH2, NHR
dan -OH yang bersifat agak polar.
7. Kelarutan dalam air kecil sekali (kurang dari 30 mg/kg zat warna)
8. Ketahanan luntur warna hasil pencelupan terhadap keringat dan pencucian
sangat baik tetapi ketahanan sinarnya jelek.
2.3.2. Golongan Zat warna dispersi
Berdasarkan ketahanan sublimasinya, zat warna dispersi dapat digolongkan
menjadi:
Suhu Suhu Metoda Celup
Bentuk Kelompo Sumitom
sublimas Termosol HT/H
molekul k o BASF Carrier
i Thermosol P
0 0 0
1000C
A 170 C 180 C 130 C
B E 1900C 2000C X x V

C SE 2000C 2100C V V V

D S 2100C 2200C V V x

1. Zat warna dispersi golongan A


Zat warna ini mempunyai berat molekul yang terkecil, tingkat ketahanan
sublimasinya rendah, tersublimasi penuh ( 90 - 100 % ) pada suhu sekitar 1300 C
dan mempunyai sifat kerataannya yang baik sekali. Zat warna golongan ini
umumnya digunakan pada pencpan trasfer.
2. Zat warna dispersi golongan B
Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang sedang, tersublimasi
penuh pada suhu sekitar 1500 C - 1700 C, dan mempunyai sifat kerataan yang baik.
Zat warna ini dapat digunakan untuk mencap serat poliester dengan menggunakan
bantuan zat pengembang dan pada pencelupan suhu tinggi dan tekanan
tinggi/normal.
3. Zat warna dispersi golongan C
Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang tinggi, tersublimasi
penuh pada suhu sekitar 1900C. zat warna ini biasanya digunakan untuk mencap
poliester dengan menggunakan metode suhu tinggi dan pemberian tekanan dan
metode udara kering.
4. Zat warna dispersi golongan D
Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang tinggi, tersublimasi
penuh pada suhu 2200 C. zat warna ini biasanya digunakan untuk pencapan poliester
dengan menggunakan metode udara kering dengan penyerapan 60%.
Untuk membedakan sifat pencelupan zat warna dispersi terhadap serat poliester,
maka zat warna dispersi digolongkan berdasarkan ukuran berat molekulnya. Besar
kecilnya berat molekul zat warna dispersi sangat erat kaitanya dengan ketahanan
sublimasi zat warna. Semakin besar berat molekul yang dimiliki zat warna dispersi,
maka ketahanan sublimasinya semakin besar, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan sturuktur kimianya, zat warna dispersi terbagi menjadi 3
golongan yaitu:

1. Golongan Azo (-N=N-)

C2H5

O2N N N N

C2H4OH

2. Golongan Antrakuinon
NO2 O OH

OH O NH
3. Golongan Difenil amin

N SO2NH

NH

2.3.3. Sifat-sifat
1. Sifat dasar mempunyai berat molekul yang rendah dengan inti kromofor,
diantaranya : azo, antrakuinon, dan dipenilamina.
2. Meleleh pada temperatur tinggi (lebih besar dari pada 150 0C), kemudian dapat
mengkristal lagi.
3. Sifat dasar adalah non ionic meskipun mempunyai gugus –OH, -NH2, dan
gugus –NHR, dansebagainya yang bertindak sebagai gugus pemberi (donor)
hydrogen untuk mengadakan ikatan dengan serat (gugus karbonil).
4. Gugus –OH, -NH2, dan gugus fungsional yang sejenis menyebabkan zat warna
dispersi sedikit larut dalam air (± 0,1 miligram/l), tapi mempunyai kejenuhan
yang tinggi pada serat pada kondisi pencelupan.
5. Penambahan zat pendispersi ke dalam larutan celupnya akan menyebabkan zat
warna dispersi stabil dalam air.
6. Secara relatif kerataan penyerapan zat warna dalam serat adalah tinggi (10 –
50 mg/g serat).
Ikatan yang utama antara zat warna disperse dengan poliester adalah ikatan
hidrofobik, namun untuk beberapa kasus dapat pula terjadi ikatan hydrogen atau
ikatan dwi kutub.
Dalam perdagangan umumnya zat warna disperse mengandung gugus
aromatic dan alifatik yang mengakibatkatkan gugus fungsional seperti : -OH, -
NH2,-NHR. Gugus fungsional tersebut merupakan pengikat dipol atau dwi kutub
juga membentuk ikatan hydrogen dengan gugus karboknil atau gugus asetil. Berikut
adalah reaksi terjadinya ikatan hydrogen pada proses pencelupan serat poliester
dengan zat warna dispersi.

δ- δ+ δ- δ+

O2N N N N H C
O
Ikatan hidrogen
H
OH
2.3.4. Teknik pencapan
Secara umum pencapan zat warna dispersi terdiri dari beberapa cara yaitu
sebagai berikut;
1. Pencapan dengan fiksasi steam tekanan normal
Pasta cap pada metoda ini mengandung zat warna, pengental dan zat pembantu
lainnya, kemudian dicapkan pada bahan. Setelah kering kemudian dilakukan
fiksasi pada uap jenuh dengan suhu 100-102OC selama 20-30’. Jenis zat warna
yang dapat digunakan adalah zat warna tipe B, untuk mendapatkan kerataan
warna digunakan zat warna dalam bentuk pasta dan atau ditambahkan sedikit
carrier.
2. Pencapan dengan fiksasi steam tekanan tinggi
Pasta cap pada metoda ini mengandung zat warna, pengental dan zat pembantu
lainnya, kemudian dicapkan pada bahan. Setelah kering kemudian dilakukan
fiksasi pada uap jenuh dengan suhu 128-130OC (2,5-3atm) selama 20-30’. Jenis
zat warna yang dapat digunakan adalah zat warna tipe B dan C, untuk
mendapatkan kerataan warna digunakan zat warna dalam bentuk pasta dan atau
ditambahkan sedikit carrier.
3. Pencapan dengan fiksasi suhu tinggi
Pasta cap pada metoda ini mengandung zat warna, pengental dan zat pembantu
lainnya, kemudian dicapkan pada bahan. Setelah kering kemudian dilakukan
fiksasi pada uap lewat jenuh (termik) dengan suhu 160-185OC selama 8-1’.
Jenis zat warna yang dapat digunakan adalah zat warna tipe C. Untuk
mendapatkan kerataan warna dan ketuaan warna yang baik digunakan zat
higroskopik (urea) minimum 50g/kg pasta cap (10% pasta cap) dan digunakan
pengental dengan kandungan high solid conten <12%.
4. Pencapan dengan fiksasi udara panas
Pasta cap pada metoda ini mengandung zat warna, pengental dan zat pembantu
lainnya, kemudian dicapkan pada bahan. Setelah kering kemudian dilakukan
fiksasi pada uap lewat jenuh (termik) dengan suhu 180-210OC selama 8-1’.
Jenis zat warna yang dapat digunakan adalah zat warna tipe C. Untuk
mendapatkan kerataan warna dan ketuaan warna yang baik digunakan zat
higroskopik (urea) minimum 50g/kg pasta dan digunakan pengental
emulsi/semi emulsi.
2.4. Pasta cap
Penggunaan komposisi pasta cap dialuakun dengan memilih kesesuaian zat
warna terhadap jenis serat yang akan dicap. Selanjutnya adalah seleksi terhadap
kesesuaian jenis pengental, zat-zat pembantu, metoda pencapan yang digunakan
dan kondisi-kondisi pengeringan, fiksasi zat warna serta kondisi setelah pencapan,
misalnya pencucian.Pasta cap dibuat dengan disesuaikan selain terhadap jenis
serat/kain juga terhadap jenis mesin yang akan digunakan, sifat ketahanan warna
yang diminta dan beberapa sifat hasil pencapan lainnya yang digunakan. Resep
pasta cap secara garis besar yaitu zat warna, zat pembantu pelarutan (misalnya
urea), air, pengental (misalnya tapioka), zat kimia untuk fiksasi zat warna, zat anti
reduksi, zat anti busa.
Tingkat kekentalan/viskositas pasta cap tergantung beberapa faktor, antara
lain metoda proses pencapan, jenis dan struktur kain yang akan dicap, kehalusan
motif cap dan lain-lain.Dalam pencapan pengental berfungsi unutk mendapatkan
kekentalan pasta cap, memindahkan atau melekatkan zat warna kedalam bahan,
memperoleh warna yang rata, penetrasi yang baik, dan batas warna motif yang
tajam.

2.4.1. Syarat pengental:


- Daya lekat baik (basah maupun kering)
- Stabil selama proses pencapan
- Tidak berwarna dan berbusa
- Mudah kering dan rata
- Dapat menahan resapan larutan / uap sehingga diperoleh motif yang
tajam
- Dapat memindahkan zat warna sebanyak mungkin kedalam bahan
- Dapat dicampur dengan zat pembantu dan tidak bereaksi
- Mudah hilang dalam pencucian.
2.4.2. Pada pasta cap terdapat:
- Zat warna
- Pengental
- Zat pembantu tekstil
- Air
2.5. Pengental Alginat
Pengental alginate merupakan komponen utama dari getah rumput laut
coklat yang selama ini belum dimanfaatkan dengan baik di Indonesia, padahal
keberadaannya cukup melimpah. Salah satu aplikasi alginate adalah sebagai zat
pengental pada pencapan kain (textile printing). Alginat terbukti menghasilkan
pengental yang kadarnya tinggi, mudah masuk kedalam serat, mudah dihilangkan
kembali, selain itu juga hasil pencapan sangat memuaskan karena membuat wama
dan gambar lebih tajam. Namun kekurangan dari pengental alginat yang dijual di
pasaran adalah sering tejadinya fluktuasi dalam harga maupun

III. Percobaan

3.1 Prinsip kerja

Prinsip kerja pencapan poliester dengan zat warna dispersi adalah


dengan menekan zat warna dispersi masuk kedalam inti serat poliester. Inti
serat poliester dibuka dengan metoda termofiksasi, sehingga pori-pori serat
terbuka dan zat warna dapat masuk ke dalam serat.
Proses pewarnaan zat warna dispersi pada serat poliester
merupakan distribusi yang bersifat padat kedalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur, ikatan yang terjadi antara serat poliester dengan zat warna
dispersi adalah ikatan hidrofobik dan ikatan van der walls.

3.2 Alat dan Bahan

Alat Bahan
Kasa screen bermotif Zat warna dispersi
Batang pengaduk Zat pendispersi
Rakel Asam sitrat
Mixer Pengental alginat
Kompor Kain poliester
Baki Air
Neraca Urea
Gelas ukur N𝑎2 𝐶𝑂2
Mesin stenter N𝑎2 𝑆2 𝑂4

3.3 Resep
3.2.1 Resep Pasta Cap
- Zat warna dispersi (Foron Yellow) = 20 g/L
- Zat pendispersi = 20 g/L
- Asam sitrat = 20 g/L
- Alginat = 700 g
- Variasi urea = 0 g/L
- Balance =
- Variasi suhu termofikasasi = 160°C , 170°C, 180°C,
190°C dan 200°C
- Waktu = 2 menit

3.2.2 Resep Cuci Reduksi


- Pembasah = 1g/L
- Na2 CO2 = 1g/L
- Na2 S2 O4 = 1g/L
- Suhu = 90°C
- Waktu = 10 menit

3.4 Fungsi zat

1. Zat warna dispersi : Sebagai zat yang memberikan warna pada kain.
2. Urea : Zat higroskopis untuk menjaga kelembaban zat
warna.
3. Zat pendispersi : Untuk mendispersikan zat warna dispersi supaya
terdispersi di dalam pasta cap.
4. Alginat : Pengental yang berfungsi untuk memindahkan zat
warna ke kain.
5. Asam sitrat : Sebagai pemberi suasana asam untuk membentuk
tempat-tempat positif.
6. Balance : Membentuk viskositas pasta cap yang sesuai
7. Pembasah : Menyabunkan atau melepaskan zat-zat yang
tidak terfiksasi oleh serat berada di
permukaan bahan.
8. Na2 S2 O4 : Sebagai reduktor untuk menghilangkan zat
warna yang tidak terfiksasi.
9. Na2 CO2 : Memberikan suasana alkali pada pencucian.

3.5 Langkah kerja

1. Persiapan alat dan bahan


2. Hitung kebutuhan pasta cap
3. Membuat larutan pengental
4. Membuat pasta pencapan sesuai perhitungan
5. Tempelkan kain pada meja cap
6. Pencapan sesuai motif yang telah dibuat
7. Drying selama 1 menit
8. Bilas dengan air dingin mengalir
9. Cuci reduksi selama 10 menit
10. Termofikasi dengan variasi suhu 160°C , 170°C, 180°C, 190°C dan
200°C selama 2 menit
11. Evaluasi kerataan, ketuaan dan ketajaman motif pada kain

3.6 perhitungan

3.6.1 Resep Pasta Cap


20
- Zat warna dispersi = x 50 = 1 g/L
1000
20
- Zat pendispersi = x 50 = 1 g/L
1000
20
- Asam Nitrat = 1000 x 50 = 1 g/L
700
- Alginat = 1000 x 50 = 35 g/L
- Balance = 12 g/L

3.6.1 Resep Cuci Reduksi

- Pembasah = 0,3 g
- Na2 S2 O4 = 0,3 g
- Na2 CO2 = 0,3 g
(dibuat untuk satu kelas)
IV. Contoh Resep dan Skeema Proses

4.1 Contoh Resep Pencapan


- Zat pendispersi : 20 g/L
- Zat warna disperse : 20 g/L
- Asam sitrat ph 5 : 20 g//L
- Alginat : 700 g
- Urea : 40 g/L

Pencucian RC
- Pembasah : 1 g/L
- Na2S2O4 : 1 g/L
- Na2CO3 : 1 g/L
Suhu : 90oC
Waktu : 10 – 15l

4.2 Skema Proses

V. Data Pengamatan

5.1 Data Pengamatan


• Metode Thermofiksasi
- Variasi Urea 0 g/l (Kelompok 4)
Suhu 160C Suhu 170C Suhu 180C Suhu 190C Suhu 200C

Ketuaan: 1 Ketuaan:2 Ketuaan: 3 Ketuaan: 4 Ketuaan: 5


Ketajaman: 1 Ketajaman: 2 Ketajaman: 3 Ketajaman: 5 Ketajaman: 5
Kerataan: 2 Kerataan: 3 Kerataan: 3 Kerataan: 5 Kerataan:4

- Variasi Urea 20 g/l (Kelompok 2)


Suhu 160C Suhu 170C Suhu 180C Suhu 190C Suhu 200C

Ketuaan: 1 Ketuaan:2 Ketuaan: 3 Ketuaan: 4 Ketuaan: 5


Ketajaman: 3 Ketajaman: 3 Ketajaman: 3 Ketajaman: 5 Ketajaman: 5
Kerataan: 4 Kerataan: 4 Kerataan: 4 Kerataan: 5 Kerataan:4

- Variasi Urea 40 g/l (Kelompok 3)


Suhu 160C Suhu 170C Suhu 180C Suhu 190C Suhu 200C

Ketuaan: 1 Ketuaan:2 Ketuaan: 3 Ketuaan: 5 Ketuaan: 4


Ketajaman: 4 Ketajaman: 4 Ketajaman: 3 Ketajaman: 4 Ketajaman: 5
Kerataan: 4 Kerataan: 4 Kerataan: 4 Kerataan: 4 Kerataan:4

• Metode Steaming
- Variasi Urea 20 g/l (Kelompok 1)
Waktu 5 menit Waktu 10 menit Waktu 15 menit Waktu 20 menit

Ketuaan: 1 Ketuaan: 2 Ketuaan: 3 Ketuaan: 4


Ketajaman: 4 Ketajaman: 4 Ketajaman: 4 Ketajaman: 4
Kerataan: 4 Kerataan: 3 Kerataan: 3 Kerataan: 4

- Variasi Urea 40 g/l (Kelompok 5)


Waktu 5 menit Waktu 10 menit Waktu 15 menit Waktu 20 menit
Ketuaan: 1 Ketuaan: 2 Ketuaan: 3 Ketuaan: 4
Ketajaman: 3 Ketajaman: 3 Ketajaman: 3 Ketajaman: 4
Kerataan: 2 Kerataan: 2 Kerataan: 2 Kerataan: 4

VI. Pembahasan
Pencapan merupakan proses pemberian warna pada kain dengan warna yang
tidak merata membentuk motif yang diinginkan. Pencapan zat warna dispersi ini
sangat cocok ketika dilakukan dengan serat polieser karena memiliki sifat hidrofob.
Zat warna dispersi yang biasa digunakan untuk proses pencapan adalah zat warna
dispersi jenis azo, antrakuinon, difenilamin, kumarin, atau kuinolin yang bersifat
tidak larut dalam air (terdispersi). Zat warna dispersi memiliki sifat yang tidak larut
dalam air sehingga harus ditambahkan zat pendispersi agar zat warna mudah
terdispersi dalam pasta cap. Zat warna dispersi yang digunakan pada proses
pencapan ini dalam bentuk bubuk, dimana dalam fasa ini memiliki tingkat
kemurnian 20-40%. Untuk mendapatkan pewarnaan yang baik, maka diperlukan
pengerjaan pada kondisi suhu yang tinggi sehingga dalam proses fiksasinya berada
pada suhu tinggi dengan adanya bantuan zat pendispersi.
Serat poliester memiliki sifat hidrofob dan memiliki kristalin yang tinggi serta
zat warna yang terbentuk yaitu dalam fasa terdispersi. Fasa terdispersi ini
menunjukkan bahwa zat warna tidak larut didalam air ataupun dalam pengentalnya
itu sendiri hanya saja terdispersi menjadi intramonomolekuler. Zat warna dalam
bentuk agregat dan monomolekuler larut dalam jumlah yang sangat sedikit tapi akan
lebih mudah masuk kedalam bahan (serat polyester), yaitu absorbsi pada pori-pori
permukaan serat difusi dalam serat dan terjadi ikatan saat fiksasi.
Proses pewarnaan zat warna dispersi pada serat poliester merupakan distribusi
zat warna yang bersifat padat kedalam dua pelarut yang tidak saling bercampur,
yaitu zat warna merupakan zat padat yang larut dalam medium serat (solid
solution), ikatan yang terjadi antara serat polyester dengan zat warna disperse
adalah ikatan hidrofobik dan ikatan van der waals. Gugus OH, -NH2, NHR dari zat
warna sebagai pemberi (donor) hydrogen. Sebagai pengikat dwi kutub (dipole)
membentuk ikatan hydrogen dengan karbonil C=O atau asetil –C-O-C-CH3= O dari
serat.
Pada praktikum pencapan dengan zat warna disperse pada kain polyester
dilakukan variasi konsentrasi urea, suhu termofiksasi, waktu steaming yaitu;
konsentrasi urea 0 g/L sampai 40 g/L dan suhu 160℃ sampai 200℃ untuk
mendapatkan hasil optimum berdasarkan ketuaan warna, kerataan warna, dan
ketajaman motif. Dari evaluasi yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai
berikut:

Diagram Batang Evaluasi Ketuaan Warna


Pada Pencapan Poliester dengan Zat
Warna Dispersi
6

4
Urea 0 g/L
3
Urea 20 g/L
2 Urea 40 g/L
1

0
160˚C 170˚C 180˚C 190˚C 200˚C
Diagram Batang Evaluasi Kerataan Warna
pada Pencapan Poliester dengan Zat
Warna Dispersi
6

4
Urea 0 g/L
3
Urea 20 g/L
2
Urea 40 g/L
1

0
160°C 170°C 180°C 190°C 200°C

Diagram Batang Evaluasi Ketajaman


Warna pada Pencapan Poliester dengan
Zat Warna Dispersi
6

3 Urea 0 g/L
Urea 20 g/L
2
Urea 40 g/L
1

0
160°C 170°C 180°C 190°C 200°C

Ditinjau dari diagram batang yang pertama, berdasarkan evaluasi ketuaan


warna, hasil cap optimum yang paling tua yaitu pada variasi suhu termofiksasi
200˚C dengan variasi konsentrasi urea 0g/L dan 20g/L, sedangkan urea 40g/L hasil
cap optimum yang paling tua pada variasi suhu termofiksasi 190˚C. Ini berarti tanpa
urea ataupun dengan konsentrasi urea rendah, pada suhu termofiksasi 200˚C sudah
mencapai titik optimum ketuaan warna. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
suhu, maka proses fiksasi semakin baik sehingga ketika dilakukan proses washing
off dan proses RC warna pada kain cap cenderung tahan terhadap proses tersebut
dan tidak luntur. Fungsi urea untuk melembabkan kain saat proses fiksasi.
Berdasarkan evaluasi kerataan warna, tanpa urea ataupun dengan konsentrasi
sedikit dan semakin tinggi suhu termofiksasi dapat mempengaruhi kerataan warna.
Jika ditinjau secara visual, kain cap dengan variasi suhu termofiksasi 190˚C dengan
konsentrasi urea 0g/L – 20g/L menunjukkan hasil cap yang paling rata. Kerataan
hasil cap bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti proses washing off atau
proses RC, juga dipengaruhi oleh tekanan perakelan yang berbeda sehingga hasil
pencapan kurang rata karena akan berpengaruh pada ketebalan zat warna yang
menempel pada serat, mungkin pula dipengaruhi oleh kelarutan zat warna disperse
dan zat pembantu lainnya dalam pasta cap.
Berdasarkan evaluasi ketajaman warna, semakin tinggi variasi urea dan
semakin tingg suhu termofiksasi mempengaruhi ketajaman warna pada kain.
Ketajaman motif dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti penekanan dalam
proses perakelan, kekentalan pasta cap dan lainnya. Jika ditinjau dari evaluasi, kain
cap dengan variasi suhu termofiksasi 200˚C dengan konsentrasi urea 0g/L-40g/L
menunjukkan ketajaman motif yang paling tinggi.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pencapan dengan zat warna dispersi pada kain
poliester, maka dapat disimpulkan bahwa pada metode thermofikasasi, suhu yang
digunakan dapat mempengaruhi ketuaan, ketajaman, dan kerataan warna pada kain
hasil pencapan. Sedangkan pada penambahan konsentrasi urea tidak berpengaruh,
dan memiliki titik optimum sebesar 0-20g/l pada penggunaan urea.

Anda mungkin juga menyukai