Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Prevalensi HIV pada penduduk asli Papua lebih tinggi (2,8 persen) dari prevalensi
penduduk non-pribumi (1,5 persen) dan lebih tinggi pada laki-laki (2,9 persen)
dibandingkan pada perempuan (1,9 persen) (Unicef, 2012).
Metodologi
Pembahasan
Tahun
Epidemi HIV 2005 2010 2016
Infeksi baru HIV 61.000 61.000 48.000
(55.000-67.000) (55.000-67.000) (43.000-52.000)
Kasus HIV per 0,28 0,26 0,19
1000 penduduk (0,25-0,3) (0,24-0,28) (0,17-0,21)
Kematian karena 8.800 23.000 38.000
AIDS (6.600-11.000) (19.000-27.000) (34.000-43.000)
Orang dengan HIV 290.000 510.000 620.000
(260.000-330.000) (450.000-580.000) (530.000-730.000)
Sumber: (UNAIDS, 2017b)
Kasus Infeksi baru HIV di Indonesia telah mengalami penurunan yaitu dari
61.000 di tahun 2005 menjadi 48.000 di tahun 2016 atau terjadi penurunan sekitar 21%.
Jika dibandingkan dengan wilayah Asia Pasifik lainnya, angka kasus infeksi baru HIV di
Indonesia ini relatif tinggi, menempati urutan tiga tertinggi setelah India dan China
(UNAIDS, 2017b). Trend penurunan juga terjadi pada kasus HIV di Indonesia. Angka
kasus HIV mengalami penurunan hinga 32% dari puncak epidemi di tahun 2005 hingga
tahun 2016. Walaupun di tahun 2016 kasus HIV berada pada 0,19 per 1000 penduduk,
masih di bawah kasus HIV secara global (0,26 per 1000 penduduk), tetapi angka tersebut
juga relatif tinggi jika dibandingkan angka rata-rata di wilayah Asia Tenggara (0,08 per
1000 penduduk) (World Health Statistics, 2018). Terkait kematian karena AIDS, justru
berbanding terbaik dengan kasus infeksi baru HIV dan kasus HIV. Kematian karena
AIDS mengalami peningkatan di tahun 2016 bahkan mencapai 331% jika dibandingkan
tahun 2005.
Penularan infeksi HIV di Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar
terkonsentrasi pada kelompok populasi kunci, yaitu wanita pekerja seks (WPS), pengguna
NAPZA suntik (penasun), laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki (LSL),
transgender, dan tahanan (Kemenkes RI, 2017). Kasus infeksi baru sebagian besar berasal
dari populasi kunci dan pasangan seksual mereka. Oleh karena itu salah satu langkah
efektif untuk menahan laju penyebaran HIV/AIDS di Indonesia adalah melalui program
yang difokuskan pada kelompok populasi kunci.
Berdasarkan gambaran situasi epidemi tersebut dapat dinyatakan bahwa epidemi
HIV/AIDS di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang baik. Namun masih
diperlukan upaya percepatan pada sistem kesehatan, khususnya pada populasi kunci agar
epidemi HIV mampu mencapai getting to zero yang juga merupakan target SDGs di
tahun 2030. Program getting to zero ini mencakup zero new infection, zero related
deaths, dan zero discrimination.
5
Jumlah kasus HIV di Papua tumbuh dengan cepat, baik dari sisi wilayah
penyebaran maupun pola penyebaran. Dari sisi wilayah pada gambar 1. Peta Administrasi
Provinsi Papua, infeksi HIV telah menyebar ke hampir seluruh wilayah di Papua, hampir
tidak ada lagi kabupaten/kota yang bisa dikatakan kebal terhadap penyebaran virus
tersebut. Sementara itu jika melihat pola penyebaran penularannya, kini tidak hanya pada
kelompok masyarakat beresiko tinggi yang terjangkit, tetapi sudah menjalar pada
kelompok masyarakat nonresiko tinggi. Bahkan penularan orang yang terinfeksi HIV pun
bisa terjadi pada semua kelompok umur. Jika pada mulanya infeksi HIV tersebut hanya
terpapar pada penduduk yang termasuk dalam kelompok umur di atas 25 tahun, namun
berdasarkan pelaporan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sampai Maret 2018, sudah ada
17 kasus terjadi pada kelompok umur kurang 1 tahun dan 260 kasus pada kelompok umur
1 – 14 tahun positif terinfeksi HIV. Yang lebih memprihatinkan adalah penduduk usia
produktif antara 15 – 24 tahun yang hidup terinfeksi HIV mencapai 6.741 kasus.
Jika dilihat dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin, penduduk
perempuan hidup dengan infeksi HIV mencapai 7.440 kasus, lebih tinggi dari penduduk
laki – laki hidup dengan infeksi HIV sebanyak 5.825 kasus.
Kasus infeksi HIV terlapor terus meningkat menjadi di atas 1.000 kasus sampai
dengan tahun 2009. Sesudah tahun 2009 sampai 2013 kasus meningkat tajam dari 1.736
menjadi 3.974 kasus. Kasus sempat menurun menjadi 3.278 kasus di tahun 2014 dan
kemudian terus meningkat tiap tahunnya sampai mencapai angka kumulatif 13.327 kasus
pada Maret tahun 2018. Gambaran tersebut menunjukkan trend kasus infeksi HIV tidak
6
selinier dengan trend kasus infeksi baru HIV Indonesia. Hal ini dikarenakan peningkatan
jumlah kasus HIV baru dipengaruhi oleh meningkatnya kesadaran penderita untuk
melaporkan diri dan keaktifan pihak- pihak yang terlibat dalam pelaksanaan tes darah
seperti Pukesmas, rumah sakit, dan PMI.
Berbeda dengan trend kasus infeksi HIV, trend kasus AIDS dari tahun ke tahun
lebih variatif. Sampai dengan tahun 2009 jumlah kasus AIDS mencapai 4.409 kasus.
Jumlah kasus AIDS di Papua meningkat pesat dalam 5 tahun terakhir (2010-2015) dari
1.330 kasus sampai 2.414 kasus. Peningkatan drastis terjadi di tahun 2012 di mana
jumlah kasus AIDS baru menembus angka 2.620 kasus.
Tetapi untuk beberapa tahun berikutnya (2016-2017) jumlah kasus AIDS baru
mengalami penurunan, berada pada angka 1.584 kasus pada tahun 2016 dan 804 kasus
tahun 2017. Jika jumlah kasus AIDS dikumulatifkan, maka jumlah kasus AIDS terlapor
secara resmi lebih banyak dari kasus infeksi HIV pada periode yang sama (Maret tahun
2018) , kasus AIDS mencapai 22.510 kasus.
Dalam kasus AIDS pun pola penyebaran sudah menjalar pada populasi nonresiko
tinggi. Selain itu, kasus AIDS juga sudah menyebar di seluruh kelompok umur. Jika pada
mulanya kasus AIDS tersebut hanya menginfeksi penduduk yang termasuk dalam
kelompok umur di atas 25 tahun, kondisi saat ini sudah ada 17 kasus pada kelompok
umur kurang 1 tahun dan 578 kasus pada kelompok umur 1 – 14 tahun yang terpapar
AIDS. Dan yang menjadi keprihatinan adalah penduduk usia produktif antara 15 – 24
tahun yang hidup terpapar AIDS mencapai 7.820 kasus.
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin, penduduk perempuan hidup dengan
AIDS mencapai 11.208 kasus, hampir sama dengan penduduk laki – laki hidup dengan
AIDS sebanyak 11.267 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun jumlah kasus AIDS
penduduk perempuan lebih sedikit, tetapi menunjukkan trend meningkat.
Berdasarkan gambaran situasi epidemi tersebut dapat dinyatakan bahwa epidemi
HIV/AIDS di Papua telah menunjukkan perkembangan yang baik. Namun masih
diperlukan upaya percepatan pada ketersediaan fasilitas kesehatan baik kuantitas maupun
kualitasnya, khususnya untuk memacu kesadaran masyarakat aktif memeriksakan diri ke
tempat fasilitas kesehatan terdekat.
Jenis Kelamin
Secara umum kasus HIV/AIDS lebih banyak ditemukan pada laki-laki, tetapi
dalam perkembangannya kasus HIV/AIDS pada perempuan juga mengalami peningkatan.
Data menunjukkan bahwa proporsi kasus HIV di Papua pada perempuan mencapai 52%
(7440 kasus) dan laki -laki sekitar 48% (5825 kasus). Berbeda yang terjadi pada kasus
AIDS, proporsi laki-laki 50,13% (11.267 kasus) dan perempuan 49,87% (11.208) kasus).
Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS di kalangan
7
Kelompok Umur
Kasus HIV/AIDS di Papua telah menjangkit di semua kelompok umur, mulai dari
bayi, balita, remaja, dewasa hingga orang tua. Jumlah kasus HIV/AIDS yang tertinggi
terjadi pada kelompok umur 25 - 49 tahun, jumlah kasus mencapai 20.671 kasus atau
sekitar 57,68% dari seluruh kasus AIDS yang diketemukan di Papua. Proporsi tertinggi
kedua jumlah kasus HIV/AIDS terjadi pada kelompok umur 20 - 24 tahun mencapai 8403
kasus atau sekitar 23,45%. Dengan demikian penduduk pada kedua kelompok umur
tersebut telah terinfeksi virus HIV pada rentang usia yang masih sangat muda.
Hal yang cukup memprihatinkan adalah kasus AIDS telah ditemukan pada
kelompok umur yang kurang beresiko seperti bayi dan balita. Data menunjukkan bahwa
sampai Maret 2018 terdapat sekitar 49 kasus HIV/AIDS yang ditemukan pada kelompok
umur kurang 1 tahun, 838 kasus HIV/AIDS pada kelompok umur 1 – 14 tahun dan 4158
kasus HIV/AIDS pada kelompok umur 15 – 19 tahun. Anak – anak yang terinfeksi
HIV/AIDS akan mengalami beberapa kesulitan, seperti diskriminasi yang menghambat
akses mendapatkan pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan. Selain itu anak yang
terinfeksi akibat penularan dari orang tua, juga akan mengalami kesulitan dalam
pembiayaan pengobatan karena merawat orang tuanya yang sakit.
Tingginya proporsi kelompok umur usia produktif yang terpapar HIV/AIDS,
mempunyai kecenderungan menurunkan angka harapan hidup. Penurunan angka harapan
hidup pada usia produktif menurunkan kontribusi mereka pada ekonomi daerah dan
perkembangan sosial. Berkurangnya penduduk usia produktif/ usia kerja, mengakibatkan
penurunan pendapatan, pengalihan sumber daya produktif untuk perawatan kesehatan,
dan waktu yang terbuang untuk merawat anggota keluarga yang sakit.
Tingginya proporsi kelompok umur usia produktif yang terpapar HIV/AIDS juga
sulit dicegah karena orang muda memiliki akses yang terbatas terhadap informasi dan
pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi. Ini berkaitan dengan persepsi umum yang
menganggap pendidikan seks sebagai sesuatu yang tabu dan bahkan disalahartikan
sebagai tindakan kriminal (Unicef, 2012).
Faktor Resiko
Awal kasus infeksi HIV/AIDS di Indonesia ditemukan pada laki-laki dari
kelompok homoseksual dan biseksual. Perilaku seksual kelompok homoseks/biseks
cenderung rentan terpapar virus HIV/AIDS karena hubungan seks mereka cenderung
dilakukan melalui anus.
Distribusi kasus HIV/AIDS di Papua menunjukkan bahwa kasus HIV/AIDS
terbesar diketemukan pada kelompok heteroseksual yang melakukan hubungan seksual
tidak sehat dan tidak aman. Dari sekitar 35.837 kasus HIV/AIDS, 34.838 kasus atau
97,21% di antaranya diakibatkan oleh hubungan seks heteroseksual. Lebih lanjut data
8
pada periode yang sama juga mengungkapkan bahwa metode penularan dari ibu ke anak
berkontribusi terhadap 604 kasus HIV/AIDS. Sisanya kasus HIV/AIDS ditularkan
melalui hubungan seks homo-biseksual 160 kasus, transfusi 51 kasus, IDU 20 kasus dan
tidak diketahui 164 kasus. Data tersebut menunjukkan bahwa fenomena HIV/AIDS sudah
merambah ke populasi nonrisiko tinggi mengingat telah ditemukan kasus AIDS di tingkat
keluarga, an tara lain pada istri yang tertular dari suami serta bayi/anak yang tertular dari
ibunya.
Fakta menarik di tanah Papua, pola penularan utama virus HIV/AIDS berbeda
dengan provinsi lainnya di Indonesia. Di Papua penularan utama adalah melalui
hubungan seksual yang tidak aman. Kemiskinan yang terjadi karena kesenjangan
pembangunan dan eksploitasi sumberdaya alam, ketidakadilan etnis dan bahasa,
rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang HIV, diskriminasi gender, inisiasi
seksual pada usia muda dan norma – norma sosial dan budaya lainnya, merupakan
penyebab dasar dan struktural yang khas di Papua (Unicef, 2012).
Kabupaten Mimika dengan jumlah kasus lebih dari 5000 kasus, yaitu masing-masing
dengan 5515 kasus dan 5371 kasus. Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Merauke
terlapor kasus HIV/AIDS nya lebih dari 2000 kasus, masing – masing 2756 kasus dan
2070 kasus.
Distribusi Kasus HIV/AIDS Provinsi Papua menunjukkan terdapat 10
kabupaten/kota yang kejadian kasus HIV/AIDS kurang dari 100 kasus, yaitu Intan Jaya,
Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Nduga, Puncak, Sarmi, Supiori, Waropen,
Yahukimo dan Yalimo. Kabupaten/ kota dengan jumlah kasus HIV/AIDS paling rendah
dengan jumlah kasus kurang dari 10 kasus, yaitu Kabupaten Nduga (1 kasus) dan
Kabupaten Sarmi (5 kasus).
Dilihat dari jumlah kasusnya perkembangan tertinggi kasus HIV/AIDS terdapat
di Kabupaten Nabire dengan jumlah kasus mencapai 6640 kasus. Tingginya kasus AIDS
di Nabire selain karena kabupaten Nabire menjadi kabupaten rujukan dari beberapa
kabupaten lain di wilayah Meepago dalam pemeriksaan kasus HIV/AIDS, juga
dikarenakan perilaku hidup tidak sehat seperti melakukan seks bebas berganti-ganti
pasangan. Disamping itu, peningkatan jumlah kasus juga dipengaruhi oleh giatnya deteksi
pemeriksaan HIV/AIDS oleh petugas kesehatan lapangan.
Penyebaran HIV/AIDS bukan hanya terjadi di daerah - daerah porstitusi di
wilayah pantai melainkan sudah meluas sampai ke wilayah pegunungan tengah, terlihat
dari tingginya kasus HIV/AIDS di Kabupaten Jayawijaya yang geografisnya merupakan
daerah dataran tinggi. Salah satu fenomena yang terjadi dengan adanya dana otonomi
khusus melalui program Rencana Strategis Pembangunan Kampung Respek yang
diterima oleh masyaraka,t tidak jarang digunakan oleh pemuda kampung untuk
mendapatkan kenikmatan sesaat bersama pekerja seks komersial tanpa alat pelindung
atau kondom. Disebutkan juga bahwa penyebaran HIV AIDS awalnya disebarkan oleh
para pelaut dari Thailand namun kini sudah menyebar bahkan sampai ke wilayah negara
tetangga Papua Nugini PNG.
Kesimpulan
Kasus HIV Papua telah mengalami kenaikan pada 5 tahun terakhir, dari jumlah
3974 kasus tahun 2013 menjadi 4358 kasus tahun 2017. Kasus AIDS mengalami
penurunan dari 2567 kasus pada tahun 2013 menjadi 804 kasus tahun 2017. Kenaikan ini
adalah hasil dari peningkatan pelayanan kesehatan yang bersifat proaktif dengan
menurunkan petugas kesehatan aktif mengunjungi daerah – daerah untuk melakukan
pendataan dan pengobatan. Selain itu kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri
atau keluarga penderita HIV/AIDS ke fasilitas kesehatan juga meningkat. Jika dilihat dari
sudut pandang kesiapan pemerintah untuk melaksanakan target SDGs dalam hal
penanggulangan epidemi HIV/AIDS ada tiga hal yang bisa dinilai: 1) peningkatan jumlah
kasus HIV merupakan bukti bahwa penyediaan kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan
dan tenaga medis semakin meningkat; Penurunan jumlah kasus AIDS merupakan bukti
peran terapi ARV pada penderita infeksi HIV sangat penting, sehingga tidak menjadi
kasus AIDS; Dari point pertama menunjukkan peningkatan kapasistas pemerintah dalam
upaya penanggulangan epidemi HIV/AIDS. 2) namun demikian ada hal yang harus
ditindaklanjuti, yaitu masih adanya perbedaan pemerataan ketersediaan fasilitas
kesehatan baik kuantitas maupun kualitas di tingkat kabupaten/kota. Terlihat dari kasus
HIV/AIDS terlapor yang tinggi terdapat di kabupaten/kota yang memiliki fasilitas
kesehatan lengkap, sedangkan kabupaten/kota yang fasilitas kesehatannya minim, kasus
13
Referensi
Kemenkes RI. (2011). Pedoman nasional tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi
antiretroviral : pada orang dewasa. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Diakses
melalui http://spiritia.or.id/Dok/pedomanart2011.pdf
Kemenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 87 tahun 2014 tentang
pedoman pengobatan antiretroviral. Diakses melalui
http://preventcrypto.org/wp-
content/uploads/2015/10/IndonesiaAdultARTguidelines20141432907 982.pdf
Kemenkes RI. (2017). Kajian epidemiologi HIV Indonesia 2016. Jakarta. Diakses melalui
http://siha.depkes.go.id/files_upload/KAJIAN_EPIDOMIOLOGY_
HIV_INDONESIA_2016.pdf
Zeth Arwam, dkk, (2010). Perilaku dan Risiko Penyakit HIV/AIDS di Masyarakat Papua
Studi Pengembangan Model Lokal Kebijakan HIV-AIDS, Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan, Vol. 13 No 4 Desember 2010
14
https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/09/02/pef7pv383-kasus-baru-
hivaids-di-papua-mencapai-2003-kasus
http://www.mimikakab.go.id/baru/penderita-hivaids-di-mimika-tertinggi-di-indonesia/
https://www.pasificpos.com/item/29873-hiv-lebih-banyak-diderita-perempuan-di-papua
UNAIDS. (2017a). The sustainable development goals and the HIV response: stories of
putting people at the centre. Geneva: UNAIDS. Diakses melalui
http://www.unaids.org/sites/default/files/media_asset/SDGsandHIV_ en.pdf
United Nations. (2015). Transforming our world: the 2030 agenda for sustainable
development. New York. Diakses melalui
https://sustainabledevelopment.un.org/content/documents/2125203 0 Agenda for
Sustainable Development web.pdf
United Nations. (2018). The sustainable development goals report 2018. New York.
Diakses melalui
https://unstats.un.org/sdgs/files/report/2018/TheSustainableDevelopmentGoals
Report2018-EN.pdf
World Health Statistics. (2018). Monitoring health for the SDG’s (Sustainable
development goals). Geneva: World Health Organization. Diakses melalui
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/272596/978924156 5585-
eng.pdf?ua=1
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2017.pdf
15
UNAIDS. (2018b). Global AIDS monitoring 2018, Indicators for monitoring the 2016
united nations political declaration on ending AIDS. Geneva. Diakses melalui
http://www.unaids.org/sites/default/files/media_asset/2017-Global- AIDS-
Monitoring_en.pdf
Unicef Indonesia. 2012. Respon Terhadap HIV/AIDS. Ringkasan Kajian: Oktober 2012
Utami Sri. 2018. HIV/AIDS Dalam Sustainable Development Goals (SDGs): Insiden,
Permasalahan, Dan Upaya Ketercapaian di Indonesia. Peran Matematika, Sains,
dan Teknologi dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ SDGs.