Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

HIV/AIDS merupakan salah satu epidemi yang masih menjadi masalah

darurat di bidang kesehatan dunia. Human Immunodeficiency Virus atau yang

sering disebut sebagai HIV merupakan sebuah virus yang dapat menurunkan

kekebalan tubuh manusia karena telah menginfeksi sel darah putih. Sementara

itu, gejala-gejala penyakit yang timbul dari HIV itu sendiri disebut sebagai

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (Kementerian Kesehatan

RI, 2007). Penularan penyakit ini akan mudah tersebar melalui hubungan

seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik, dan lain sebagainya.

Penyakit AIDS tergolong mematikan karena memiliki case fatality rate dalam

jangka waktu 5 tahun. Hal tersebut mengartikan bahwa dalam jangka waktu

rata-rata 5 tahun setelah dinyatakan menderita AIDS, pasien tersebut dapat

meninggal. Sayangnya sampai saat ini masih belum ditemukan metode

pengobatan ataupun vaksin yang dapat mencegah penyakit ini.

Laporan dari World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa

pada tahun 2020 terjadi penambahan kasus baru HIV sebanyak 1,5 juta kasus

di seluruh dunia sehingga di tahun yang sama diperkirakan terdapat 37,7 juta

kasus populasi dunia yang terjangkit HIV. Penambahan kasus baru HIV pada

tahun ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang semula

hanya mecapai 1,7 juta kasus baru. Hal tersebut juga selaras dengan penurunan

kasus kematian akibat AIDS di tahun 2019 yang semula sebanyak 690 ribu
kasus menjadi 680 ribu kasus di tahun 2020. Walaupun terjadi penurunan kasus

baru HIV dan kematian akibat AIDS di tahun 2020, angka tersebut masih

berada di atas target yang telah ditetapkan WHO (UNAIDS, 2021).

Kawasan Afrika menempati posisi pertama sebagai penyumbang kasus

HIV terbanyak di dunia dengan 880 ribu kasus yang kemudian disusul oleh

kawasan Eropa, Amerika, Pasifik Barat, Asia Tenggara, dan Mediterania

Timur. Pada kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati posisi pertama

sebagai negara dengan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS tertinggi dari tahun

2005 hingga 2020, yakni dengan 549.291 jumlah kasus.

70000

60000

50000

40000

30000

20000

10000

0
2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022

Gambar 1. Perkembangan Kasus Baru HIV/AIDS di Indonesia Tahun


2011-2020
Sumber : Kementerian Kesehatan RI, diolah

Apabila dilihat dari sisi perkembangan kasus baru HIV/AIDS-nya, dalam

periode 10 tahun terakhir kasus baru HIV/AIDS di Indonesia terus mengalami

kenaikan hingga tahun 2017 dengan jumlah kasus baru tertinggi sebanyak

58788. Kemudian, sejak tahun 2018 hingga 2020, jumlah kasus baru
HIV/AIDS cenderung mengalami penurunan. Penurunan signifikan terjadi

pada tahun 2020 yang diindikasikan sebagai dampak dari pemberlakuan

pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) akibat pandemi Covid-19.

Gambar 2. Penyebaran Kasus Baru HIV/AIDS Tahun 2020


Sumber: Kementerian Kesehatan RI 2021, diolah

Berdasarkan peta tematik di atas dapat diketahui bahwa kasus baru

HIV/AIDS dilaporkan oleh setiap provinsi di Indonesia. Selain itu, dapat

diketahui pula bahwa penyebaran kasus Baru HIV/AIDS cenderung terpusat di

Pulau Jawa. Hasil dari Laporan Perkembangan HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi

Menular Seksual Tahun 2020, menyatakan bahwa Provinsi Jawa Timur, Jawa

Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kasus baru

HIV/AIDS yang tergolong tinggi diantara provinsi lain di Indonesia. Sementara

itu, Provinsi Banten dan DI Yogyakarta secara berturut-turut dapat


digolongkan sebagai provinsi dengan jumlah kasus baru HIV/AIDS yang

sedang dan rendah. Dari hasil laporan itu pula diketahui bahwa Provinsi Jawa

Timur menjadi provinsi dengan kasus baru HIV/AIDS tertinggi di Indonesia

pada tahun 2020.

Tingginya kasus kasus baru HIV/AIDS yang terjadi tentunya mendorong

pemerintah untuk meluncurkan kebijakan agar penambahan kasus HIV/AIDS

dapat ditekan kedepannya. Hal ini juga sejalan dengan salah satu target dari

tujuan SDG’s (Sustainable Development Goals) yang ketiga yaitu mengakhiri

epidemi HIV/AIDS serta penyakit menular lainnya pada tahun 2030. Selain itu,

pada skala nasional upaya pemerintah dalam menekan pertumbuhan kasus

HIV/AIDS tercermin dalam Visi Indonesia Emas 2045 pilar pertama, yakni

pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada

pilar ini, salah satu target dari sisi kesehatan yang ingin dicapai adalah

penurunan penyakit HIV/AIDS. Sebelum menentukan kebijakan yang akan

digunakan, tentunya pemerintah perlu melakukan identifikasi faktor-faktor

yang menyebabkan penambahan dan penyebaran kasus baru HIV/AIDS.

Langkah ini sangat penting karena bertujuan agar kebijakan yang diterapkan

tersebut dapat tepat sasaran dan berjalan secara efisien.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

dapat disimpulkan secara umum, bahwa penambahan kasus baru HIV/AIDS

dipengaruhi oleh faktor non spasial atau disebut juga sebagai faktor mondial

beserta faktor spasial (Rohimah & Riyantobi, 2019). Kemudian, faktor-faktor

mondial yang memiliki pengaruh pada penambahan kasus baru HIV/AIDS

merupakan variabel-variabel tertentu yang dapat dikelompokkan ke dalam


faktor lingkungan, faktor perilaku manusia, dan faktor pelayanan kesehatan

(Miju & Prasetyo, 2021).

Faktor-faktor mondial yang berpengaruh pada jumlah kasus

HIV/AIDS juga dipengaruhi oleh faktor lain, yakni faktor spasial, keadaan

wilayah lain yang berdekatan dengan wilayah tempat tinggal (Marsudi, 2011).

Secara lebih jelas, faktor spasial yang dimaksud ialah wilayah tetangga yang

akan memengaruhi jumlah kasus HIV/AIDS di suatu wilayah tempat tinggal

(Rohimah & Riyantobi, 2019). Artinya, apabila suatu wilayah tempat tinggal

memiliki kasus penderita HIV/AIDS yang tinggi, maka wilayah tempat tinggal

yang bertetanggaan dengan wilayah tempat tinggal tersebut juga cenderung

memiliki jumlah kasus yang tinggi pula. Begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai

dengan hukum Tobler yang berbunyi bahwa segala sesuatu saling terkait satu

sama lain, namun sesuatu yang dekat lebih berkaitan daripada yang berjauhan

(Tobler dalam Anselin, 1988). Hal tersebut memiliki makna bahwa efek

spasial dapat memiliki pengaruh yang kuat dalam penambahan kasus baru

HIV/AIDS. Maka dari itu, diperlukan dilakukannya penelitian mengenai pola

persebaran spasial jumlah kasus baru HIV/AIDS di Provinsi Jawa Timur pada

tahun 2020 dan variabel yang memengaruhinya.


1.2 Identifikasi Masalah

10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022

Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah


DKI Jakarta Papua

Gambar 3. Perkembangan Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS di Lima


Provinsi dengan Kasus Tertinggi Tahun 2011-2020
Sumber: Kementerian Kesehatan RI, diolah

Di Indonesia, penyebaran HIV/AIDS dari tahun-ketahun cenderung

tinggi. Berdasarkan Laporan Perkembangan HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi

Menular Seksual Tahun 2020, dapat diketahui lima provinsi di Indonesia yang

menyumbangkan kasus baru HIV/AIDS tertinggi. Kelima provinsi tersebut

diantaranya adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan

Papua. Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi dengan penyumbang kasus baru

HIV/AIDS tertinggi di Indonesia selama tahun 2020 dengan pertambahan

kasus sebanyak 7157 (Kementerian Kesehatan RI, 2021). Selama periode

sepuluh tahun terakhir, Provinsi Jawa Timur selalu menjadi salah satu dari tiga

provinsi penyumbang kasus baru HIV/AIDS terbanyak di Indonesia. Bahkan,

sejak tahun 2016 hingga tahun 2020, Provinsi Jawa Timur selalu menempati
peringkat pertama (Kementerian Kesehatan RI, 2021). Kasus HIV/AIDS pun

telah ditemukan di semua wilayah kabupaten/kota di dalam wilayah Provinsi

Jawa Timur. Berdasarkan tempat tinggal, sebagian besar kasus AIDS

ditemukan di Kota Surabaya, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan,

Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Jember (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Timur, 2021).

Masih tingginya tingkat penyebaran kasus HIV/AIDS di Indonesia

tentunya dipengaruhi oleh variabel-variabel penyebab. Penelitian yang

dilakukan oleh Rohimah (2015) menyatakan bahwa jumlah warga tuna susila,

jumlah korban penyalahgunaan NAPZA, jumlah keluarga fakir miskin, dan

jumlah wanita rawan sosial ekonomi memengaruhi jumlah penderita

HIV/AIDS di Jawa Timur pada tahun 2010. Dari penelitian itu pula maka

dapat dikatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi selama hubungan seksual

serta penyalahgunaan narkoba juga memiliki peran besar dalam menyumbang

kasus baru.

Pada tahun 2020, Provinsi Jawa Timur menempati peringkat kedua

sebagai provinsi dengan tingkat pidana narkoba tertinggi di Indonesia setelah

Sumatera Utara dengan kasus sebanyak 6193 (Badan Narkotika Nasional,

2021). Di sisi lain, berdasarkan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (2020), dapat diketahui

bahwa angka prevalensi kontrasepsi modern di Provinsi Jawa Timur adalah

62,1 persen. di atas angka nasional yang sebesar 57,9 persen (BKKBN, 2020).

Diketahui pula bahwa tingkat pengobatan HIV/AIDS di Jawa Timur menjadi

yang tertinggi di antara provinsi lain di Indonesia. Pada tahun 2020, ODHA
(Orang Dengan HIV/AIDS) yang menjalani pengobatan ARV (Antiretroviral)

adalah sebanyak 5396 (Kementerian Kesehatan RI, 2021). Tingginya tingkat

prevalensi kontrasepsi modern dan jumlah ODHA yang telah menjalani

pengobatan ARV sejatinya dapat menekan peningkatan kasus baru

HIV/AIDS. Namun pada kenyataannya, tingkat kasus baru HIV/AIDS di

Provinsi Jawa Timur masih menjadi yang tertinggi di tahun 2020.

Penyebaran jumlah kasus baru HIV/AIDS yang terjadi dipengaruhi

pula oleh faktor spasial. Akibat dari faktor spasial ini adalah jumlah kasus

baru HIV/AIDS di suatu wilayah akan dipengaruhi oleh jumlah kasus baru

HIV/AIDS di wilayah yang bertetanggaan. Selain itu, jumlah kasus baru

HIV/AIDS juga merupakan data yang mengikuti distribusi poisson. Distribusi

poisson merupakan distribusi probabilitas diskrit yang menyatakan peluang

jumlah peristiwa yang terjadi pada periode waktu tertentu apabila rata-rata

kejadian tersebut diketahui dan dalam waktu yang saling bebas sejak kejadian

terakhir. Untuk menganalisis jenis data ini, tentunya analisis spasial dengan

model regresi poisson lah yang paling tepat digunakan. Namun, dalam

penerapan regresi ini, data variabel respon yang dianalisis haruslah memiliki

mean dan varians yang sama (equidispersi). Apabila syarat ini tidak dapat

terpenuhi, maka hal yang mungkin terjadi pada data variabel respon hanyalah

nilai varians yang lebih besar daripada nilai mean (overdispersi) ataupun nilai

varians yang lebih kecil dari pada nilai mean (underdispersi).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dan Darsyah (2021),

sebaran kasus HIV/AIDS di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2018 mengalami

overdispersi. Hal tersebut juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan


oleh Tohari (2020), yang menyatakan bahwa overdispersi terjadi pada

penyebaran kasus HIV/AIDS tahun 2018 di Provinsi Jawa Timur. Dari kedua

penelitian tersebut, dapat diperkirakan bahwa masalah overdispersi juga

mungkin saja terjadi pada data jumlah kasus baru HIV/AIDS Provinsi Jawa

Timur tahun 2020. Pendekatan analisis spasial dengan model regresi binomial

negatif dapat dijadikan salah satu cara penanganan masalah overdispersi pada

data tersebut.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka akan dilakukan

penelitian menggunakan analisis spasial dengan metode geographically

weighted negative binomial regression (GWNBR) guna mengetahui variabel-

variabel apa saja yang memengaruhi jumlah kasus baru HIV/AIDS di Provinsi

Jawa Timur pada tahun 2020. Variabel prediktor yang akan digunakan pada

penelitian ini antara lain adalah …..

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui gambaran umum tentang karakteristik penderita baru HIV/AIDS

di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2020.

2. Menganalisis pengaruh spasial dalam penyebaran kasus baru HIV/AIDS di

Probinsi Jawa Timur pada tahun 2020.

3. Menganalisis variabel-variabel apa saja yang signifikan berpengaruh pada

kasus baru HIV/AIDS di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2020.


1.4 Sistematika Penelitian

Sistematika Bab pada skripsi ini terdiri dari lima bab yang berurutan dari

Bab I hingga Bab V. Hal tersebut berguna agar mempermudah dalam

dilakukannya pembahasan serta memperoleh informasi rinci dari skripsi ini.

Bab I adalah bagian pendahuluan. Pada bab ini latar belakang, identifikasi

masalahan, serta tujuan dari penelitian ini akan dipaparkan secara jelas dan rinci.

Selain itu, sistematika penulisan skripsi ini akan diuraikan satu per satu.

Bab II merupakan bagian kajian pustaka. Teori-teori dari ahli yang

melatarbelakangi dilakukannya penelitian akan disajikan pada bab ini. Teori-teori

ini pula lah yang akan menjadi pendukung penelitian ini dilakukan. Selain itu,

hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini juga akan

dipaparkan karena berperan sebagai pendukung. Selanjutnya, pada bab ini pula

akan dijelaskan alur pikir peneliti dalam melaksanakan penelitian ini serta

hipotesis awal peneliti akan dirumuskan.

Bab III merupakan bagian metodologi penelitian. Pada bab ini berisi

sumber-sumber data yang digunakan serta terdapat sistematika prosedur

pembentukan model penelitian.

Bab IV merupakan bagian hasil dan pembahasan. Hasil penelitian yang

dilihat dari sisi spasial akan menjadi fokus penelitian pada bab ini. Selain itu,

analisis secara deskriptif dan secara inferensia akan dilakukan pada bab ini pula.

Bab V adalah bagian kesimpulan dan saran. Bab ini akan berisi

kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan disesuaikan berdasarkan
tujuan penelitian ini dilakukan. Saran untuk hasil penelitian ini juga akan

disertakan dalam Bab V.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1.1 Landasan Teori

Teori 1

Teori 2

Teori 3

1.2 Penelitian Terkait

1.3 Kerangka Pikir

Gambar 6. Kerangka pikir penelitian

1.4 Hipotesis Penelitian

1.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data

Definisi Operasional

Definisi operasional dari seluruh variabel yang digunakan dalam analisis

3.3 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan

Analisis Deskriptif

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif

Analisis Inferensia (tuliskan misal regresi linear berganda)

tuliskan prosedur yang dilakukan

Kerangka Analisis
Gambar 7. Flowchart analisis yang dilakukan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 untuk tujuan 1

4.2 untuk menjawab tujuan 2

poin interest 1

poin interes 2

Sumber :
Gambar 18.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini, maka saran yang dapat

diajukan oleh penulis yaitu:


1
DAFTAR PUSTAKA

Anselin, L. 1988. Spatial Econometrics: Methods and Models. Dordrecht: Kluwer.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2020). Laporan Kinerja Instansi

Pemerintah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Jakarta:

BKKBN.

Badan Narkotika Nasional. (2021). Indonesia Drugs Report Tahun 2021. Jakarta: Puslitdatin

BNN.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2021). Profil Kesehatan Jawa Timur 2020. Jawa

Timur: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Heriana, C., Nurjannah, S. N., & Suparman, R. (2015). Distribusi Spasial Dan Determinan

Kejadian HIV/AIDS Di Propinsi Jawa Barat Tahun 2014. Jurnal Ilmu Kesehatan

Bhakti Husada: Health Sciences Journal, 4(2), 1-10.

Marsudi, M. S. (2011). Analisis Kestabilan Model Epidemik HIV/AIDS dengan Pengaruh

Kelompok Umur dan Kepadatan Penduduk. Malang: Universitas Brawijaya.

Miju, R., & Prasetyo, A. (2021, November). Geographically Weighted Negative Binomial

Regression (GWNBR) Modeling to Analyze Factors Affecting the Number of New

HIV/AIDS Cases on The Island of Java in 2019. In Seminar Nasional Official

Statistics (Vol. 2021, No. 1, pp. 858-867).

2
Kementerian Kesehatan RI. (2007). Situasi HIV/AIDS Indonesia Tahun 1986-2006. Jakarta:

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI (2021). Laporan Perkembangan HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi

Menular Seksual (PIMS) Tahun 2020. Jakarta: Pusat Data dan Informasi

Kementerian Kesehatan RI.

Rohimah, S. R. (2015). Model Spasial Autotoregresif Poisson Untuk Mendeteksi Faktor-

faktor Yang Berpengaruh Terhadap Jumlah Penderita HIV Di Provinsi Jawa Timur.

Indonesian Journal of Mathematics and Natural Sciences, 38(2), 169-175.

Rohimah, Siti Rohmah, & Riyantobi, Ariq Muammar (2019). Model Spasial Otoregresif

Poisson untuk Mendeteksi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah

Penderita HIV AIDS di Jakarta Timur. Jurnal Statistika dan Aplikasinya, 3(2), 35-

44, ISSN 2620-8369, Universitas Negeri Jakarta,

<https://doi.org/10.21009/jsa.03205>

Tohari, A. (2020). Estimasi Model Regresi Binomial Negatif Birespon Dengan Pendekatan

Estimator Lokal Linier (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).

UNAIDS. (2021). UNAIDS Data 2021. Geneva. World Health Organization (WHO): 2021.

Wahyuni, S. T., Utami, T. W., & Darsyah, M. Y. (2021). Pemodelan Generalized Additive

Model For Location, Scale, and Shape (Gamlss) Dengan Pemulusan Locally

Estimated Scatterplot Smoothing (Loess) pada Kasus Hiv/Aids Di Jawa Timur:

Pemodelan Generalized Additive Model For Location, Scale, and Shape (Gamlss)

Dengan Pemulusan Locally Estimated Scatterplot Smoothing (Loess) pada Kasus

Hiv/Aids Di Jawa Timur. Jurnal Litbang Edusaintech, 2(1), 18-26.

3
LAMPIRAN

Lampiran 1.
lampiran berisi

● data
● script (walau pakai eviews, spss, smartpls tetap dilampirkan scriptnya)
● output.

4
“… sengaja dikosongkan …”

5
RIWAYAT HIDUP

Anda mungkin juga menyukai