Anda di halaman 1dari 92

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

Rubonucleat Acid (RNA) yang spesifik menyerang sistem kekebalan tubuh/

imunitas manusia yang menyebabkan Aqciured Immunodeficiency Symndrom .

Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala

dan infeksi syndrome yang timbul karena rusaknya system kekebalan tubuh

(Sunaryanti, 2011). HIV/ AIDS salah satu penyakit yang mendapatkan

perhatian khusus dunia kesehatan. Menurut World Health Organization

(WHO) kejadian HIV di dunia mencapai 36,9 juta orang hidup dengan HIV/

AIDS pada tahun 2017 (UNAIDS, 2017). Pada tahun 2017 HIV mengalami

peningkatan dibandingkan tahun 2016 dengan 36,7 juta orang. WHO dan

UNAIDS (United Nation of AIDS) memberikan peringatan kepada tiga negara

Asia yaitu China, India, dan Indonesia negara yang populasi penduduk terbesar

didunia memiliki titik infeksi HIV/ AIDS berada dalam posisi serius

(UNAIDS, 2017).

Menurut Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016, kasus HIV pada

tahun 2015 dilaporkan sebanyak 30.935 kasus dibandingkan dengan tahun

2016 cenderung meningkat sebanyak 41.250 kasus. Pada tahun 2017

mengalami penurunan mencapai 33.660 kasus Sedangkan jumlah kasus AIDS

sedikit meningkat dibandingkan tahun 2015 yaitu sebanyak 7.491 secara

1
2

kumulatif kasus AIDS sampai dengan 2016 sebesar 86.780 kasus. Menurut

jenis kelamin kasus HIV dan AIDS tahun 2016 laki-laki lebih besar

dibandingkan perempuan, sedangkan proporsi kasus HIV/ AIDS masih pada

penduduk usia produktif (15-49 tahun), kemungkinan penularan pada usia

remaja. Laporan dari Kementrian Kesehatan RI dari bulan Januari-Maret 2017

jumlah HIV yang dilaporkan sejumlah 10.376 orang dengan presentase HIV/

AIDS pada kelompok umur 25-49 tahun (69,6%), diikuti umur 20-24

(17,6%) ,dan kelompok umur ≥50 tahun (6,7%) dengan rasio HIV/ AIDS

antara laki-laki dan perempuan 2:1. Persentase factor resiko HIV/ AIDS

tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada LSL (lelaki seks lelaki) (28%),

heteroseksual (24%), lain-lain (9%) dan penggunaan jarum, suntik tidak steril

pada penasun (2%) (Kemenkes RI, 2017).

Pada kasus infeksi HIV/ AIDS di Indonesia ditemukan pada laki-laki

kelompok homoseksual dan biseksual yang telah menyebar ke semua orang

tidak hanya pada populasi resiko tinggi. Data yang ada menunjukkan bahawa

HIV-AIDS telah menginfeksi ibu rumah tangga, bahkan pada anak kandung

yang tertular dari ibu mengindap HIV/ AIDS (Nugroho dan Sugih, 2009).

Data kementerian Kesehatan tahun 2015 menyebutkan Ibu rumah

tangga menempati urutan terbesar orang dengan HIV/ AIDS (ODHA), menurut

kelompok mata pencahariannya, sebanyak 9.096. Sementara urutan kedua yaitu

karyawan 8.287, sementara yang tidak diketahui profesinya mencapai 21.434

orang. Namun data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI


3

menunjukkan bahwa yang tertinggi justru bukan profesi tersebut. Jumlah

kumulatif AIDS yang dilaporkan menurut jenis pekerjaan sampai dengan Juni

2016 menunjukkan ibu rumah tangga justru paling banyak hidup dengan AIDS

(11.655 orang), wiraswasta (10.565 orang), karyawan swasta (10.488 orang),

dan pekerja seks justru lebih rendah (2.818 orang). Sedangkan infeksi HIV

dominan terjadi pada heteroseksual dengan jumlah 4.672 laporan yang didapat.

Dalam kasus ini, Ibu Rumah Tangga menjadi yang paling rentan terpapar virus

ini karena perilaku seksual pasangannya (Kemenkes RI, 2015).

Menurut Profil Kesehatan Profil Jawa Tengah tahun 2016 kasus HIV/

AIDS di Jawa Tengah dari tahun menahun meningkat. Jumlah kasus baru HIV/

AIDS pada tahun 2016 sebanyak 1.867 kasus, lebih tinggi dibandingkan tahun

2015 sebanyak 1.467 kasus. Penemuan kasus HIV pada laki-laki lebih banyak

dibandingkan perempuan (55,6%). Bila dilihat berdasarkan umur maka

penderita HIV terbanyak umur 25-49 tahun sebesar (67,33%), 20-24 tahun

(16,01 %), umur ≥50 tahun (9,48%). Jumlah kasus baru HIV/ AIDS menurut

provinsi tahun 2015-2017 Jawa Tengah pada tahun 2015 mengalami 3.005

kasus baru, terjadi peningkatan pada tahun 2016 sebesar 4.032 kasus baru, dan

pada tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 3.731 kasus baru (Kemenkes,

2018). Jumlah kumulatif infeksi HIV/ AIDS yang dilaporkan sampai dengan

bulan Juni 2018 sebanyak 301.959 jiwa (47% dari estimasi ODHA jumlah

orang dengan HIV/ AIDS tahun 2018 sebanyak 640.443 jiwa) yang paling

banyak ditemukan pada umur 25-49 tahun dan 20-24 tahun. Adapun provisi
4

dengan jumlah kasus dengan kasus HIV/ AIDS tertinggi, Provinsi Jawa Tengah

adalah salah satunya dengan 24.757 kasus HIV/ AIDS (Depkes,2018).

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang tahun 2016 kasus HIV/

AIDS pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebanyak 463 kasus lebih

tinggi dibandingkan pada tahun 2015 sebanyak 381 kasus. Penemuan kasus

tersebut pada laki laki lebih besar dibandingkan perempuan. Berbagai usaha

yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Semarang untuk menangani kasus

HIV di Kabupaten Semarang petugas kesehatan melakukan penyuluhan untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk datang periksa ke klinik VCT

(Voluntary Conseling Test). Kegiatan yang dilakukan yaitu memberikan

dukungan psikologis kepada kelompok sasaran yang terdampak HIV/AIDS

serta kelompok sasaran rentan lainnya, memberikan pemahaman kepada

masyarakat tentang HIV/AIDS dan melakukan pendampingan ODHA untuk

teratur minum obat seumur hidup, sedangkan pada kalangan beresiko tertular

HIV/ AIDS diberikan penyuluhan dengan tujuan agar perilaku hidup bersih dan

sehat (PHBS), sehingga dengan dukungan dan kerjasama dari LSM (PKBI) dan

Global Fund (GF).

Berdasarkan data komulatif KPA data komulatif tahun 2016 angka

HIV/ AIDS di Kabupaten Semarang berdasarkan Kecamatan ditemukan

penderita HIV/ AIDS tertinggi yaitu kecamatan Bergas dengan 60 orang,

kemudian disusul urutan kedua yaitu wilayah Bawen sebanyak 40 orang, dan

ketiga yaitu wilayah Bandungan sebanyak 38 kasus HIV/ AIDS. Menurut

Survilens Pukesmas Duren Bandungan tahun 2016 HIV/ AIDS mencapai 6


5

kasus dengan rentang usia 25-49 tahun yang mendomisili pada wanita pekerja

seks (WPS) dan ibu rumah tangga. Dibandingkan dengan 2016, pada tahun

2017 angka kejadian HIV/AIDS di wilayah kerja Puskesmas Duren mencapai

peningkatan yaitu 9 kasus diantarannya 7 WPS dan 2 ibu rumah tangga.

Dibandingkan dengan tahun 2017, tahun 2018 mengalami penurunan sebanyak

3 kasus diantaranya adalah WPS yang terdeteksi. Tinggal dilingkungan

berisiko dan memiliki risiko tinggi tertular HIV- AIDS, partisipasi

pemanfaatan VCT pada ibu rumah tangga yang tinggal di Kawasan Bandungan

sangat penting sebagai upaya pencegahan, deteksi dini dan perawatan penyakit

HIV-AIDS pada ibu rumah tangga. Berdasarkan Theory of Reasoned Action

(TRA) praktik VCT seseorang dapat dipengaruhi oleh keyakinan (belief), sikap

(attitude), dan kehendak (intention) (Priyoto, 2014).

Pencegahan penularan HIV/ AIDS merupakan tanggung jawab masing-

masing individu, yang umumnya sangat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan

(Murni, dkk, 2009). Mereka yang memiliki tingkat pengetahuan HIV/ AIDS

tinggi, sikap dan perilaku pencegahan HIV/ AIDS pun semakin baik (Siwy,

2010). Menurut Penelitian Leny (2014) dengan judul Hubungan Pengetahuan

dan Pencegahan HIV/ AIDS Pada Ibu Rumah Tangga di Tanah Bumbu Tahun

2014, tingkat pengetahuan dan kesadaran mengenai pencegahan HIV/ AIDS

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya peningkatan kasus

penderita penyakit HIV/ AIDS. Terdapat hubungan yang bermakna antara

tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang HIV/ AIDS dengan pencegahan

HIV/ AIDS. Rendahnya pengetahuan mengenai cara pencegahan HIV yang


6

benar merupakan salah satu penyebab meningkatnya kasus HIV/ AIDS pada

ibu rumah tangga.

Peneliti mengambil kasus HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga karena

sangat tingginya kasus HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga dikarenakan secara

biologis perempuan mempunyai resiko lebih besar terkena HIV/ AIDS dari

laki-laki (suami) yang sering jajan di luar tanpa pengaman kondom (Kemenkes

RI, 2012). Pencegahan HIV/ AIDS pada IRT (ibu rumah tangga) sangat

bergantung dengan tingkat pengetahuannya. Untuk memperoleh pengetahuan

dengan adanya pendidikan. Pendidikan memiliki peranan penting dalam

menentukan kualitas manusia, dengan pendidikan manusia akan memperoleh

pengetahuan dan informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

akan semakin berkualitas hidupnya (Efendi dan Makhfudli, 2009). Sehingga

peneliti melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Duren Bandungan

dikarenakan Puskesmas Duren Bandungan terdapat kasus HIV/ AIDS pada ibu

rumah tangga tepatnya didusun Junggul Bandungan dengan 2 kasus, kemudian

peneliti melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Duren dengan mengambil

10 ibu rumah tangga di wilayah kerja puskesmas Duren tepatnya di dusun

Junggul dengan hasil 3 orang (30%) memiliki pengetahuan yang baik yaitu

mereka mengetahui tentang HIV/ AIDS dan pencegahan HIV/ AIDS seperti

berganti-ganti pasangan, memakai kondom saat berhubungan seks, tidak

meminta tranfusi darah sembarangan, dan tidak memakai jarum suntik bekas,

dan 7 orang (70%) memiliki pengetahuan kurang yaitu mereka tidak

mengetahui tentang HIV/ AIDS dan pencegahan HIV/ AIDS dan mengatakan
7

bahwa berganti- ganti pasangan tidak memicu terjadinya penularan HIV/

AIDS, dan bersalaman dapat memicu penularan HIV/ AIDS. Peneliti memilih

lokasi penelitian di dusun Junggul dengan alasan banyak tempat rekreasi,

tempat kos, tempat losmen, hotel, karaoke, lingkungan pekerja PSK dan lain-

lain. Di wilayah kerja Pukesmas Duren sudah terdapat promosi kesehatan

terutama untuk pencegahan HIV-AIDS yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Kondisi lingkungan seperti ini yang memungkinkan ibu rumah tangga

cenderung rentan terhadap kasus HIV-AIDS. Berdasarkan data-data yang telah

dipaparkan diatas maka perlu diketahui mengenai HIV-AIDS pada ibu rumah

tangga. Hal inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk mengangkat

penelitian mengenai “Gambaran Tingkat Pengetahuan HIV/AIDS Pada Ibu

Rumah Tangga di Dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten

Semarang.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat peneliti

merumuskan masalah dalam penelitian ini “Gambaran Tingkat Pengetahuan

HIV/AIDS Pada Ibu Rumah Tangga di dusun Junggul Kecamatan Bandungan

Kabupaten Semarang.”
8

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui tingkat pengetahuan tentang HIV/ AIDS pada ibu

rumah tangga di dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten

Semarang

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran pengertian HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga di

dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

b. Mengetahui gambaran patofisiologis HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga

di Dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

c. Mengetahui gambaran tanda gejala HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga di

dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

d. Mengetahui gambaran penularan HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga di

Dusun JunggulKecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

e. Mengetahui gambaran penyebab HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga di

Dusun JunggulKecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

f. Mengetahui gambaran pencegahan HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga di

Dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

g. Mengetahui gambaran deteksi dini HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga di

Dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

h. Mengetahui gambaran pengobatan HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga di

Dusun JunggulKecamatan Bandungan Kabupaten Semarang


9

D. Manfaat

1. Bagi Masyarakat

Sebagai tambahan pengetahuan bagi masyarakat tentang HIV/AIDS

sehingga dapat mendeteksi dini dengan mengetahui cara pencegahan, dan

melakukan pemeriksaan VCT di Klinik

2. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi puskesmas untuk lebih

memperhatikan masalah kesehatan terutama HIV/ AIDS pada ibu rumah

tangga.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan referensi

sehingga dapat digunakan dalam menambah wawasan tentang HIV/ AIDS

dan referensi penelitian sejenis dan peneliti selanjutnya

4. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian

serta mengasah kemampuan analisis peneliti dan dapat meningkatkan

pengetahuan tentang HIV/ AIDS

5. Bagi Ibu Rumah Tangga

Diharapkan dapat menjadi masukan bagi ibu rumah tangga sehingga

dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang HIV/ AIDS

dari berbagai sumber lain tentang ilmu pengetahuan yang didapat serta

membantu meningkatkan kepedulian terhadap pencegahan HIV/ AIDS


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2018) adalah hasil penginderaan

manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang

dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).Dengan sendirinya,

pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Sebagian

besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran

(telinga), dan indera penglihatan (mata).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2018) tingkat pengetahuan mencangkup 6

tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau

mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-

pertanyaan.

10
11

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus

dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui

tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen

yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi

bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis

adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau

memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap

pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yanh dimiliki. Dengan kata lain,

sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada.


12

f. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini

dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor factor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Lestari

(2015) yaitu:

a. Tingkat pendidikan

Upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga yang terjadi perubahan

perilaku positif yang meningkat.

b. Informasi

Seseorang yang mendapatkan informasi lebih banyak akan menambah

pengetahuan yang lebih luas.

c. Pengalaman

Sesuatu yang pernah dilakukan seseorang akan menambah pengetahuan

tentang sesuatu yang bersifat informal

d. Budaya

Tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap

dan kepercayaan

e. Sosial Ekonomi

Kemampuan seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya.


13

Menurut Lestari (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

adalah:

a. Sosial Ekonomi

Lingkungan social akan mendukung tingginya pengetahuan

seseorang bila ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi maka tingkat

pengetahuan juga akan tinggi

b. Kultur (budaya dan agama)

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

seseorang karena informasi yang baru akan disaring sesuai atau tidaknya

dengan budaya yang ada apapun agama yang dianut

c. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan maka akan mudah menerima hal baru

dan akan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut

d. Pengalaman

Pengalaman yang berkaitan dengan umur dan pendidikan individu.

Pendidikan yang tinggi, maka otomatis pengalaman akan lebih luas,

sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalamannya lebih

banyak.
14

4. Cara memperoleh pengetahuan

Cara memeperoleh pengetahuan menurut Lestari (2015) adalah

sebagai berikut:

a. Cara Kuno untuk memperoleh pengetahuan

1) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara coba salah ini telah dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan

itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai

masalah tersebut dapat dipecahkan.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan ini dapat berupa pemimpin-pemimpin

masyarakata baik formal atau informal, ahli agama, pemegang

pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima,

mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang memiliki otoritas,

tanpa kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun

penalarannya sendiri

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Berdasarkan pengalam pribadi sebagai upaya untuk memperoleh

pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan dimasalalu.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara modern ini dapat diperoleh dengan metodologi penelitian dengan

cara penelitian ilmiah.


15

5. Sumber Pengetahuan

Menurut Hutapea (2015) berbagai upaya dan cara dipergunakan dalam

memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut:

a. Orang yang Memiliki Otoritas

Dengan bertanya dengan yang lebih tau atau memiliki otoritas

maka seseorang dapat memperoleh pengetahuan.

b. Indra

Indra ini sebagai sumber internal pengetahuan. Menurut filsafat

science modern menyatakan bahwa pengetahuan pada dasarnya adalah

hanyalah pengalaman konkrit yang terbentuk persepsi indra, seperti

persepsi penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pencicipan

dengan lidah

c. Akal

Dalam kenyataan ada pengetahuan tertentu yang biasa dibangun

oleh manusia tanpa harus atau tidak biasa mempersepsinya dengan indra

terlebih dahulu. Pengetahuan dapat diketahui dengan pasti dan dengan

sendirinya karena potensi akal.

d. Intuisi

Salah satu sumber pengetahuan yang mungkin adalah intuisi atau

pemahaman yang langsung tentang pengetahuan yang tidak merupakan

hasil tentang pengetahuan yang sadar atau persepsi rasa yang langsung.

Intuisi dapat berarti kesadaran tentang data-data yang langsung

dirasakan.
16

6. Pengukuran Pengetahuan

a. Menurut Lestari (2015) pengukuran pengetahuan dilakukan dengan

wawancara maupun angket yang menanyakan tentang isi materi yang

akan diukur dari subyek penelitian kedalam pengetahuan yang ingin

diukur dan disesuaikan dengan tingkat domain melalui subjek penelitian

atau responden yang disesuaikan dengan tingkat pengetahuan yang

diukur.

1) Wawancara

Menurut Notoatmodjo (2018) wawancara adalah suatu metode

yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti

mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang

sasaran penelitian (responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka

dengan orang tersebut (face to face). Jadi data tersebut diperoleh

langsung dari responden melalui suatu pertemuan atau percakapan.

Ada beberapa jenis wawancara menurut Notoatmodjo (2018) adalah

sebagai berikut:

a) Wawancara tidak terpimpin (No Directive or Us guided Interview)

Tidak ada pokok persoalan yang menjadi focus dalam wawancara

tersebut. Jadi pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan tidak

sistematis.

b) Wawancara terpimpin (Structured Interview)

Interview ini berdasarkan pedoman-pedoman berupa koesioner

yang telah disiapkan masak-masak sebelumnya. Sehingga


17

interview tinggal membacakan pertanyaan-pertanyaan tersebut

kepada interviewee.

c) Wawancara bebas Terpimpin

Wawancara ini kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan

wawancara terpimpin. Meskipun terdapat unsur kebebasan, tetapi

ada pengarahan pembicaraan secara tegas dan mengarah.

Teknik wawancara menurut Notoatmodjo (2018) berhasil atau

tidaknya wawancara garis besarnya tergantung pada tiga hal, yaitu:

a) Hubungan baik antara pewawancara dengan sasaran (Interviewee)

b) Keterampilan social Interviewer

c) Pedoman dan cara pencatatan wawancara

2) Angket

Menurut Notoatmodjo (2018) Angket adalah suatu cara

pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang

umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak).

Angket dilakukan dengan mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang

berupa formulir-formulir, diajukan secara tertulis kepada sejumlah

subjek untuk mendapatkan tanggapan, informasi, jawaban, dsb.

Teknik ini cocok digunakan untuk memperoleh data yang cukup luas,

dari kelompok atau masyarakat yang berpopulasi besar, dan

bertebaran tempatnya.

Angket ini berbentuk formulir- formulir yang berisikan

pertanyaan-pertanyaan (question), maka angket sering disebut


18

“questionnaire”. Tetapi tidak berarti kuesioner itu sama dengan

angket. Sebab kuesioner (daftar pertanyaan) itu tidak selalu responder

sendiri yang mengisi, dimana kuesioner ditanyakan secara lisan

kepada responden melalui wawancara, dan mengisi kuesioner itu

adalah interviewer berdasarkan jawaban lisan dari responden. Jadi ada

kuesioner yang langsung diisi oleh responden sendiri yang disebut

“angket”, dan ada kuesioner sebagai pedoman (pegangan) wawancara

(Notoatmodjo, 2018). Terdapat beberapa tipe angket adalah sebagai

berikut:

a) Menurut sifatnya yaitu angket umum dan angket khusus

b) Menurut cara penyampaiannya yaitu angket langsung dan angket

tak langsung

c) Menurut bentuk strukturnya yaitu angket struktur dan angket tak

berstruktur (Notoatmodjo, 2018).

Menurut Notoatmodjo (2018) psikologi menjawab angket sifat

kerja sama adalah syarat penting dalam penelitian yang mengunakan

angket. Peneliti harus memahami lebih dahulu psikologi menjawab

angketnya, minatnya, motivasinya, kesediaannya, dan kejujuran dalam

memberikan jawabannya. Hal yang harus dijawab lebih dahulu

sbelum peneliti melakukan angket, adalah pertanyaan-pertanyaan

antara lain sebagai berikut:

a) Mengapa Mereka (responden) harus menjawab pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan


19

b) Adakah cukup alasan bagi penjawab untuk bersusah payah

menjawab angket

c) Apakah ada kepastian tentang perhatian, simpati, kesediaan, dan

sebagainya dari responden.

B. Perilaku

1. Teori Lawrence Green

Teori Lawrence Green menurut Lestari (2015) mencoba menganalisis

perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni: Faktor perilaku

(behavior cause) dan faktor diluar perilaku (non-behavior causes). Perilaku

dapat terbentuk dari 3 faktor sebagai berikut:

a. Faktor Pendorong (predisposing Factors)

Faktor ini mempermudah atau mempresdisposisi terjadinya

perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan,

kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dsb. Contohnya: seorang ibu membawa

anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa di posyandu akan dilakukan

penimbangan anaknya untuk mengetahui pertumbuhan. Tanpa adanya

pengetahuan ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke

posyandu.

b. Faktor Pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau

tindakan. Faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas


20

untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya: Puskesmas, rumah sakit ,

tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, dsb.

c. Faktor Penguat (reinforcing factor)

Faktor yang mendorong atau mempserkuat terjadinya perilaku.

Terkadang meskipun orang tahu dan mapu untuk berperilaku sehat, tetapi

tidak melakukannya. Contohnya: Seorang ibu hamil tahu manfaat periksa

hamil dan di dekat rumahnya ada polindes, dekat dengan bidan, tetapi ia

tidak mau memeriksakan kehamilannya karena ibu lurah dan ibu tokoh-

tokoh lain tidak pernah periksa hamil namun anaknya tetap sehat. Dalam

hal ini berperilaku sehat memerlukan contoh dari tokoh masyarakat

(Lestari, 2015).

C. HIV/AIDS

1. Pengertian Human Immunodeficiency Vyrus (HIV)

Human Immunodeficiency Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia HIV (Noviana, 2013). Human

Immunodeficiency Vyrus (HIV) adalah virus yang memperlemah kekebalan

tubuh manusia. HIV menyerang tubuh manusia dengan cara membunuh sel-

sel yang berperan dalam kekebalan tubuh sehingga kemampuan tubuh untuk

melawan infeksi dan kanker menurun drastic (Sunaryanti, 2011).

2. Pengertian Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS)

Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom

kekebalan tubuh oleh nfeksi HIV (Noviana, 2013). Acquired

Immunodeficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala dan


21

infeksi syndrome yang timbul karena rusaknya system kekebalan tubuh.

AIDS itu sendiri menimbulkan penyakit lainnya seperti penyakit paru-paru,

saluran pencernaan, saraf dan kejiwaan, tumor ganas (malignan) dan infeksi

oportunistik lainnya (Sunaryanti, 2011).

3. Tanda Gejala HIV/AIDS

Menurut Hutapea (2011), tanda dan gejala yang mungkin timbul pada

HIV/AIDS antara lain :

a. Rasa lelah berkepanjangan.

b. Demam lebih dari 38 derajat celcius.

c. Sesak nafas dan batuk berkepanjangan.

d. Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas.

e. Keringat malam tanpa sebab yang jelas.

f. Berat badan menurun secara drastis.

g. Kandidasi pada mulut.

h. Pembesaran kelenjar dileher, ketiak, lipatan paha tanpa sebab yang jelas.

Menurut Noviana, Nana (2013) bahwa gejala yang terkena HIV

menjadi AIDS bias dilihat dari 2 gejala yaitu:

a. Gejala mayor (umum terjadi)

1) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

2) Demam berkepanjangan

3) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

4) Dimensi/ HIV ensefalopati

5) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan


22

b. Gejala minor (tidak umum terjadi)

1) Kandidas orofaringeal

2) Batuk menetap lebih dari 1 bulan

3) Limfadenopati generalisata

4) Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang

5) Retinitis virus sitomegalo

6) Batuk menetap lebih dari 1 bulan

7) Infeksi jaur berulang pada alat kelamin wanita

8) Herpes simpleks kronis progresif

4. Penyebab HIV/AIDS

Psikolog Robert Root-bernstein mempunyai pendirian sendiri tentang

asumsi bahwa HIV menyebabkan AIDS. Untuk dapat mengetri jalan pikiran

Bernstein, kita harus paham bahwa suatu kasus atau suatu peristiwa adalah

kondisi yang perlu dan memadai (necessary and suffcficient) untuk

menimbulkan terjadinya peristiwa tersebut. Dalam bukunya Rething

AJDS’Root-Bernstein mengakui bahwa HIV memang berperan dalam

timbulnya AIDS tetapi tidak dapat menimbulkan AIDS dengan sendirinya.

HIV memang dibutuhkan (necessary) untuk terjadinya AIDS, tetapi tidak

cukup (suflicient).

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu

HTL ,II, RAV yang nama ilmiahnya disebut dengan Immunodeficiency

Virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang

ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosis T
23

(Depkes, 2009). Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen

antiviral yang disebut HIV dari kelompok Retrovirus Ribonucleic Acid

(RNA).

Menurut Hudak dan Gallo (2010) retrovirus mempunyai afinitas yang

kuat terhadao limfosit T. Menurut Brawijaya dan Rengganis (2010) tipe

HIV ada 2 yaitu Tipe 1 (HIV-1) penyebab utama AIDS yang merupakan

bentuk virus yang paling virulen, prevalensinya lebih banyak dan bermutasi

lebih cepat. Tipe 2 (HIV-2) menyebabkan penyakit yang serupa dengan

HIV-1. Patogenesisnya lebih rendah dibandingkan dengan HIV-1.

5. Klasifikasi Penyakit

Menurut Geri dan Carole (2009) CDC menetapkan tiga kategori HIV/AIDS

a. Kategori A: Infeksi HIV tanpa menunjukkan gejala

1) Infeksi HIV primer akut yang ditandai dengan demam, malaise,

limfadenopati, dan ruam kulit

2) Limfadenopati menyeluruh yang peristen tidak menunjukkan gejala

b. Kategori B: Kondisi Sistomatik yang tidak termasuk kategori A atau C

1) Kandidias vulvovaginal-peristen lebih dari sebulan, kurang berespons

terhadap pengobatan

2) Kandidas orofaring

3) Angiomatosis basilaris

4) Displasia serviks-berkembang cepat menjadi karsinoma in situ

5) Gejala umum, seperti demam atau diare-lebih dari sebulan


24

c. Kategori C: AIDS

1) Hitung sel CD4<200

2) Infeksi oportunistik

a) Sitomegalovirus yang menyebabkan retinitis dan kardiomiopati

b) Sarkoma Kaposi

c) Pnemonia Pneumocystis carini

d) Limfoma Non-Hodgkin

e) Ensefalitis toksoplasma

f) Diseminata mycrobacterium avium complex (MAC)

g) Tuberkulosis

3) Malnutrisi berat, penurunan berat badan dan kematian

6. Penularan HIV/ AIDS

Menurut Hutapea (2014) penularan HIV/ AIDS adalah sebagai berikut:

a. Pria Gay dan Lesbian

Hubungan seks yang dilakukan oleh kalangan pria gay dengan

adanya hubungan seks per anal. Berhubungan seks dengan sesama pria

sudah menurun angka infeksinya terutama dilakukannya seks lebih aman

seperti menggunakan kondom.

Hubungan seks yang dilakukan kalangan wanita dengan wanita

(lesbian) ini penularan HIV diduga penularannya timbul karena

hubungan seks oral atau berciuman, sekalipun dugaan akan pola

penularan ini masih bersifat spekulatif.


25

b. Pemakai Obat Suntik

Infeksi HIV/ AIDS disebabkan oleh pemakai obat suntik secara liar

(kebanyakan pria) semakin meningkat dan yang berhubungan dengan

mereka (kebanyakan wanita). Obat suntik ini yang sering digunakan

adalah heroin dan kokain.

Pada kalangan wanita infeksi ini juga disebabkan oleh penyuntikan

kokain. Wanita yang memakai kokain dengan cara lain lebih sering

terlibat dalam perilaku seksual yang mengandung risiko, seperti

pelacuran atau hubungan seks yang tidak dilindungi dengan orang yang

menyuntik obat, dibandingkan dengan wanita yang tidak memakai

kokain.

c. Pekerja Seks

Kegiatan seks ataupun penyalahgunaan obat pada pelacur tanpa alat

pelindung dengan tamu atau orang yang menyuntik obat menempuh

resiko tinggi.

d. Pria Pengunjung Tempat Pelacuran

Hasil survey dari para remaja menunjukkan sebagian kecil saja pria

muda mengawali pengalaman seksnya dengan pelacur. Seks dengan

pelacur dianggap sebagai factor yang paling penting dalam transmisi

heterekseksual dari HIV. Kontak regular dengan wanita pelacur jalanan

merupakan factor dalam transmisi HIV pada Pria. Pelacur menempuh

resiko tertular dari tamu-tamunya, terutama yang tidak menggunakan

kondom.
26

e. Penularan darah

Pengunaan Narkoba, penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan

melalui darah yang ternyata darah yang ditransfusikan mengandung HIV,

darah ibu ke bayi yang dikandung dalam rahimnya, dan alat suntik

ataupun barang tajam yang tercemar darah yang mengandung HIV-AIDS

(Depkes RI, 2012).

f. Penularan melalui ASI ibu yang mengindap HIV kepada bayinya.

Diperkirkan 50% bayi yang lahir dari ibu yang HIV positif (+) akan

terinfeksi HIV sebelum, selama dan tidak lama sesudah melahirkan ibu-

ibu yang menderita HIV/AIDS memerlukan konseling. Sebaiknya ibu

dengan HIV/AIDS tidak hamil. Mencegah perluasan epidemic HIV dari

kelompok IDU ke masyarakat luas (general population), terutama pada

pasangan seksual IDU dan pada bayi-bayi yang dikandungnya (Depkes

RI, 2012).

7. Cara Pencegahan HIV/AIDS

Menurut International Labour Organization (ILO) (2011) cara

pencegahan HIV/ AIDS bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Cara pencegahan HIV/ AIDS melalui kontak seksual

1) Absen hubungan seksual

Tidak melakukan hubungan seksual. Pencegahan ini terutama

mereka yang belum pernah berhubungan seks atau belum menikah.

Pesan inti dari pencegahan tipe A yaitu agar perilaku tersebut


27

dipertahankan selama mungkin sampai menemukan pasangan tetap

atau menikah.

2) Berlaku saling setia

Melakukan hubungan seksual dengan satu orang dan saling

setia. Baik pasangan hanya berhubungan dengan satu orang seks,

maka HIV dapat dicegah, dengan catatan tidak melakukan perilaku

lain yang juga dapat menularkan HIV/ AIDS seperti: narkoba suntik

atau menerima transfuse darah yang sudah tercemar HIV.

3) Cegah dengan Kondom

Apabila dari salah seorang pasangan sudah tidak setia maupun

terkena HIV maka gunakan kondom. Hal ini juga berlaku untuk

pasangan untuk memakai kondom apabila salah satu dari pasangan

memakai narkoba suntik. Kondom berbahan latex yang berfungsi

untuk mencegah kehamilan dan mencegah penularan HIV maupun

IMS.

b. Cara pencegahan HIV/ AIDS melalui darah dan ibu ke anak

Menurut International Labour Organization (ILO) (2011) cara

pencegahan HIV/ AIDS bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Mencegah melalui darah

a) Pastikan hanya menerima transfuse darah yang tidak mengandung

HIV.

b) Orang yang terkena HIV tidak disarankan tidak menjadi pendonor

darah maupun organ tubuh.


28

c) Hanya menggunakan alat-alat yang menusuk kulit ( jarum suntik,

jarum tattoo, dsb) yang masih atau sudah disterilkan. Pastikan

untuk melihat bahwa alat itu masih baru atau sudah disterilkan.

2) Pencegahan melalui ibu ke bayi

a) Bagi perempuan yang positif HIV, tidak disarankan atau supaya

mempertimbangkan lagi untuk hamil.

b) Bagi ODHA yang hamil, hubungi layanan PPTCT di rumah sakit

terdekat. PPTCT (Prevention from Parent to Child Transmission)

merupakan pelayanan yang dikhususkan kepada ibu yang terinfeksi

HIV. Pelayanan yang diperoleh antara lain konseling, pemeriksaan

rutin kehamilan, Terapi ARV, proses kelahiran dan penanganan ibu

dan anak dari pasca persalinan.

3) VCT (Voluntary Counseling Testing)

Konseling dan tes HIV atas inisiatif klien atau konseling dengan

tes HIV sukarela adalah layanan tes HIV secara pasif. Pada layanan

tersebut klien datang sendiri untuk meminta dilakukan tes HIV atas

berbagai alasan baik kefasilitas kesehatan atau layanan tes HIV

berbasis komunitas. Layanan ini menekankan penilaian dan

pengelolaan risiko infeksi HIV dari klien yang dilakukan seorang

konselor, membahas perihal keinginan klien untuk menjalani tes HIV

dan strategi untuk mengurangi risiko tertular HIV.

Menurut Depkes RI (2012) ada 3 cara pencegahan HIV/ AIDS (ABCDE)

yaitu:
29

a. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual (ABC)

1) A: Abstinence: Puasa, yaitu tidak melakukan hubungan sebelum

menikah. Hubungan seksual hanya dilakukan melalui pernikahan yang

sah.

2) B: Be faithful: Setia pada pasangan, yaitu jika telah menikah

melakukan hubungan seksual dengan pasangannya saja (suami atau

istri saja). Tidak melakukan hubungan seksual diluar rumah.

3) C: Using condom: Sama dengan menggunakan kondom, yaitu bagi

salah satu pasangan suami istri yang terinfeksi HIV agar tidak

menularkan pada pasangannya.

b. Pencegahan penularan melalui darah (DE)

1) D: Drug: Tidak menggunakan narkoba, saat sakau (gejala putus obat)

tidak ada pengguna narkoba yang sadar atau akan keseterilan jarum

suntik, apalagi ada rasa kekompakan untuk memakai jarum suntik

secara bergantian, dan menularkan HIV dari pecandu yang telah

terinfeksi ke pecandu lainnya.

2) E: Equitment: Mewaspadai semua alat-alat tajam yang ditusukkan

dalam tubuh atau dapat melukai kulit, jarum akupuntur, alat tindik,

pisau cukur, agar semuanya steril dari HIV lebih dulu sebelum

digunakan atau pakai jarum atau alat baru yang belum digunakan

3) Mewaspadai darah yang diperlukan untuk transfuse, pastikan telah

dites bebas HIV


30

c. Pencegahan penularan dari ibu kepada anak

Transmisi HIV dari ibu kepada anak terjadi melalui rahim (in utero)

selama masa kehamilan yaitu minggu terakhir kehamilan dan saat

persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu kepada anak

selama kehamilan dan persalinan sebesar 25-45%, resiko ini lebih besar

apabila ibu sudah terjangkit AIDS. Resiko yang dapat ditularkan sebagai

berikut:

1) Intervensi berupa pemberian obat antiretroviral (ARV) kepada ibu

selama masa kehamilan (dimulai dari kehamilan 36 minggu)

2) Kemudian ibu melakukan persalinan menggunakan bedah (Caesar)

3) Pemberian susu formula sebagai ganti ASI, karena asi yang mengidap

HIV mengandung virus.

8. Pengobatan

Menurut Silvianti (2010), pengobatan yang dapat dilakukan terhadap

orang yang terinfeksi HIV/AIDS adalah :

a. Protease inhibitor (PI)

Menghalangi kerja enzim protease yang berfungsi memotong DN

yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar untuk memproduksi

virus baru.

b. Vaksin terhadap HIV

Vaksin virus secara khas bersifat mencegah, yaitu diberikan pada

individu yang tidak terinfeksi untuk mencegah infeksi maupun penyakit.

Perlu dipikirkan juga kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik,


31

yaitu individu yang terinfeksi HIV akan diobati dengan tujuan memicu

respon imun anti-HIV, menurunkan jumlah sel yang terinfeksi virus, atau

memperlambat gejala timbulnya AIDS.

c. Obat Antivirus

Empat obat antivirus untuk mengobati infeksi HIV. Semunyanya

merupakan penghambat nukleosida enzim transkriptase balik virus. Obat-

obatan itu adalah ziduvudin (AZT), didanosin (ddl), zalsitabin (ddc), dan

stavudin (d4T). Obat-obat ini memperlambat progesivitas penyakit dan

memungkinkan pasien untuk hidup yang lebih baik. Namun, tidak ada

obat yang dapat mencegah gejala awal AIDS, semuanya memiliki efek

samping resisten obat. Menurut Nursalam (2013), beberapa jenis obat-

obatan antiretriviral (ARV) adalah sebagai berikut :

1) Nucleoside reverse transcriptase inhibotor (NRTI)

Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses

perubahan RNA virus menjadi DNA (proses ini dilakukan oleh virus

agar bisa berreplikasi).

2) Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI)

Yang termasuk golongan ini adalah Tenofovir (TDF)

3) Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)

Golongan ini juga bekerja dengan menghambat proses pertumbuhan

RNA menjadi DNA dengan cara mengikat reverse transcriptase

sehingga tidak berfumgsi.


32

4) Protease inhibitor (PI)

Menghalangi kerja enzim protease yang berfungsi memotong DN

yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar untuk

memproduksi virus baru.

9. Faktor- factor Resiko HIV-AIDS

a. Umum pada setiap Orang

1) Viral Load yang tertinggi

2) Adanya AIDS

3) Sorokonversi (perubahan antibody negative menjadi positif)

4) Jumlah CD4 rendah

b. Seksual

1) Terjadi bersama dengan PMS lain

2) Perilaku seksual resentif atau insertif

3) Tidak disirkumsisi

4) Peningkatan jumlah pasangan seksual

c. Penggunaan obat suntik

1) Menggunakan peralatan secara bersama-sama dan penggunaan

berulang-ulang

2) Penggunaan IV atau subkutan

d. Pekerjaan

1) Trauma dalam

2) Darah yang terlihat dalam peralatan

3) Penempatan alat arteri atau vena sebelumnya


33

e. Transmisi vertical

1) Pecah ketuban lama

2) Persalinan pervaginam

3) Menyusui

4) Tidak ada profilaksis HIV

10. Patofisiologis

HIV adalah jenis parasite obligat yaitu virus yang hanya hidup

dalam sel atau media hidup. Virus HIV ini dapat hidup atau berkembang

biak di sel darah putih manusia. HIV ada pada cairan tubuh yang

mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan plasenta, cairan sperma,

cairan sumsum tulang, acairan vagina, ASI atau cairan otak. HIV

menyerang salah satu jenis sel darah putih yang bertugas menangkal

infeksi. Sel darah putih ini termasuk limfosit yang disebut “sel T-4” atau

disebut juga “sel CD-4”. Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan

mengalami gejala yang disebut sindrom HIV skut. Gejala HIV ini

memiliki kesamaan dengan infeksi virus pada umumnya berupa demam,

sakit kepala, sakit tenggorokan, miagia (pegal-pegal di ekstremitas

bawah), pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Sebagian orang, infeksi

berat dapat disertai dengan kesadaran menurun. Dalam waktu 3-6 bulan

kemudian, tes serologi baru akan positif, karena telah terbentuk anti body.

Masa 3-6 bulan disebut Window Periode, dimana penderita menularkan

namun secara laboratorium hasil HIV nya masih negative (Rukiyah,

2010).
34

Menurut Pinem (2010), perjalanan infeksi HIV dibagi menjadi

dalam dua fase yaitu :

a. Fase tanpa gejala

Seseorang yang terinfeksi HIV biasanya tidak menunjukkan

gejala selama beberapa tahun. Mereka merasa sehat-sehat saja tetapi

mereka akan menjadi pembawa dan penular HIV bagi orang lain

melalui tindakan dan perilaku beresiko terhadap penularan AIDS.

Kelompok yang sudah terinfeksi HIV tanpa gejala ini dibagi

menjadi kelompok yaitu : kelompok yang tanpa gejala dan tes darahnya

negatif karena antibody terhadap HIV belum terbentuk. Waktu antara

masukknya kuman HIV ke dalam peredaran darah dan terbentukknya

antibody terhadap HIV disebut window period (periode jendela) yang

memerlukan waktu 15 hari sampai 3 bulan. Pada umumnya tes HIV

baru positif setelah 3 bulan sejak terinfeksi. Pada masa ini virus

berkembang secara aktif dengan menurunya limfosit T4. Kelompok

yang sudah terinfeksi HIV, tanpa gejala, tetapi tes darah positif.

Keadaan tanpa gejala ini dapat berjalan sampai 5 tahun atau lebih,

namun dapat berkisar 2-10 tahun sesuai infeksi bahkan dapat lebih

lama.

b. Fase dengan gejala

Pada fase ini gejala penyakit mulai timbul dengan jelas. Gejala

yang sering timbul antara lain :

1) Rasa lelah berkepanjangan.


35

2) Demam lebih dari 38 derajat celcius.

3) Sesak nafas dan batuk berkepanjangan.

4) Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas.

5) Keringat malam tanpa sebab yang jelas.

6) Berat badan menurun secara drastis.

7) Kandidiasis pada mulut.

8) Pembesaran kelenjar dileher, ketiak, lipatan paha tanpa sebab yang

jelas.

Menurut Nursalam (2013), stadium HIV antara lain sebagai berikut:

a. Stadium pertama : HIV

Infeksi dimulai dengan masukknya HIV dan diikuti terjadinya

perubahan serologis ketika antibody terhadap virus tersebut berubah

dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV menjadi positif

disebut window period, lamanya antara 1-3 bulan bahkan ada yang

berlangsung sampai 6 bulan.

b. Stadium Kedua : Asimtomatik (tanpa gejala)

Asimtomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi

tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung

rata-rata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang

tampak sehat ini dapat menularkan HIV kepada orang lain.


36

c. Stadium ketiga

Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent

Generalized Lymphadenopath), tidak hanya muncul satu tempat saja

dan berlangsung lebiih satu bulan.

d. Stadium keempat : AIDS

Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain

penyakit konstitusional, penyakit saraf dan penyakit infeksi sekunder.

11. Prognosis

Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan,

beberapa orang yang terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak

terinfeksi. Seseorang yang terinfeksi bisa tidak menampakkan gejala

selama lebih dari 10 tahun. HIV apabila tidak diobatkan berisiko menjadi

AIDS ditahun pertama. Risiko meningkat 5% setiap tahunnya, teknik

perhitungan jumlah virus HIV (plasma RNA) dalam darah seperti

polymerase chain reaction (PCR) dan branched deoxyribonucleid acid

(bDNA) tes membantu dokter untuk memonitor efek pengobatan dan

membantu penilaian prognosis penderita. Kadar virus bervariasi mulai

kurang dari beberapa ratus sampai lebih dari sejuta virus RNA/mL plasma.

Antibody penderita HIV dihasilkan jangka waktu 3-8 minggu. Tahap

selanjutnya sebelum antibody tersebut dapat terdeteksi dikenal sebagai

“tahap jendela atau window periode”. Pengujian dapat mengunakan

sampel darah, air ludah, dan air kencing. Hasil dari pengujian dikatakan

positif biasanya menurut suatu hasil konfimatori lebih lanjut. Pengujian


37

HIV harus dilaksanakan sejalan dengan bimbingan sebelum-selamma-dan

sesudahnya. Jumlah normal dari sel-sel CD4+T pada orang sehat adalah

800-1200 sel/ml kubik darah. Ketika seseorang mengindap HIV sel

CD4+T nya terhitung dibawah 200, dia akan semakin mudah diserang oleh

infeksi-infeksi oportunistik.

12. Komplikasi

Menurut Silvianti (2010), beberapa penyakit yang kemungkinan

dapat diderita ODHA, diantaranya :

a. Pneumonia pneumocystis

Penyakit ini disebabkan oleh fungsi pneumocystis jerovecii.

Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan profilaksis rutin efektif di

Negara barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di

Negara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama

AIDS pada orang yang belum dites, walaupun umumnya tidak muncul

kecuali jumlah CD4 kuramg dari 200.

b. Tuberculosis

Tuberculosis (TBC) merupakan infeksi unik diantara infeksi

terkait HIV lainnya, karena dapat ditularkan keorang yang

imunokompeten melalu rute respirasi. TBC dapat dengan mudah

ditangani setelah diidentifikasi, dapat dicegah dengan terapi obat. Pada

infeksi HIV, TBC sering muncul bersamaan dengan penyakit

ekstrapulmoner (sistemik). Percikan dahak yang mengandung bakteri

TBC masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan.


38

c. Penyakit Saluran Pencernaan Utama

1) Esofagitis

Esofagitis adalah peradangan pada esophagus (tabung berotot

pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian

mulut ke lambung). Pada individual yang terinfeksi HIV, hal ini

terjadi karena infeksi jamur (Kandidiasis) atau virus (herpes

Simpleks-1 atau sitomegalovirus).

2) Diare kronik yang tidak dapat dijelaskan

Diare kronik yang tidk dapat dijelaskan pada infeksi HIV

terjadi akibat berbagia penyebab, termasuk infeksi bakteri

(Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, atau Escherechia

oli) serta parasit yang umum, dan infeksi oprtunistik tidak umum

seperti kriptosporidiosis, mikroporisdios, colitis kompleks

Mycobakterium avium, dan sitomegalovirus (CMV).

d. Penyakit saraf Utama

1) Leukosensefalopati Multifokal Progresif

Leukosensefalopati Multifokal Progresif adalah penyakit

demielinasi, yang merupakan pengahncuran sedikit demi sedikit

selubung mielin yang menutupi aksonb sel saraf sehingga merusak

penghantar implus saraf.

2) Toksoplasmosis

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel

satu yang disebut Toxoplasma Gondii.


39

3) Kompleks Demensia AIDS

Kompleks Demensi AIDS adalah ensefalopati metabolik yang

disebabkan oleh infeksi HIV dan didorong aktivasi imun makrofas

dan microglia otak yang terinfeksi HIV, yang mengeluarkan

neuorotoksin.

4) Meningitis Kriptokokal

Meningitis Kriptokokal adalah infeksi meninges (membrane yang

menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur

Cryptococcus Neofoemans.

a) Kanker yang berhubungan dengan HIV

(1)Sarkoma Kaposi

Sarkoma kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang

pasien HIV. Penyakit ini sering muncul dikulit dalam bentuk

bintil keungu-unguan, tetapi dapat menyerang orang lain,

terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.

(2)Limfoma

Limfoma sistem saraf pusat primer muncul lebih sering pada

pasien terinfeksi HIV. Kanker ini sering mengakibatkan

prognosis yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma ini

merupakan tanda utama AIDS.

(3)Tumor lainnya

Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya,

seperti Limfoma Hodgin, karsinoma anal, dan karsinoma usus


40

besar. Serangan AIDS yang berhubungan dengan AIDS

menurun, tapi seiring dengan itu kanker secara keseluruhan

menjadi penyebab kematian paling umum pada pasien yang

terinfeksi HIV.

(4)Infeksi Oportunistik lainnya

Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oprtunistik dengan

gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan

berat badan.

D. Ibu Rumah Tangga

1. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu rumahtangga dapat

diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraanberbagai

macam pekerjaan rumahtangga , atau iburumahtangga merupakan seorang

istri (ibu) yang hanya mengurusiberbagai pekerjaan dalam rumahtangga

(tidak bekerja di kantor). Ibu rumah tangga merupakan seorang wanita yang

telah menikah serta menjalankan pekerjaan rumah keluarga merawat anak-

anaknya, memasak, membersihkan rumah dan tidak bekerja di luar rumah.

Seorang ibu rumahtangga sebagai wanita menikah yang bertanggung jawab

atas rumah tangganya.

2. Program Pemerintah terkait HIV/ AIDS

Kasus HIV pada ibu rumah tangga sehingga mulai diintensifkan upaya

pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS). Upaya tersebut


41

diiintegrasikan dalam Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2010-2014

(integrasi dalam RPJMN) dengan fokus pada populasi kunci di 141

Kab/Kota prioritas (Kemenkes, 2014). Penularan kepada ibu rumah tangga

dan mulai terjadi peningkatan  penularan dari Ibu positif HIV kepada bayi-

bayi yang dilahirkan. Oleh karena itu, Kemenkes melakukan akselerasi

peningkatan cakupan dan layanan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak

(PPIA), dengan tujuan utama untuk memutus rantai penularan dari orang tua

ke bayinya. Hingga akhir tahun 2013, telah terdapat layanan PPIA di 91 RS

dan di 23 Puskesmas.Tetapi upaya pemerintah untuk melakukan tes

terhadap ibu rumah tangga, dianggap tidak cukup untuk mencegah

penularan HIV terhadap kelompok ini.

3. Pengetahuan HIV/ AIDS Pada Ibu Rumah Tangga

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lenci dan Ratih (2018) Kasus

HIV cenderung meningkat. Tingginya proporsi laki-laki penderita HIV

diasumsikan karena banyaknya laki-laki yang melakukan hubungan seksual

berisiko dan menggunakan napza suntik (penasun) dibandingkan per

Dalimoenthe.empuan yang sering mendapatkannya dari pasangan seksual

mereka. Jumlah HIV cukup besar terjadi pada laki-laki yang merupakan

pelanggan pekerja seksual karena telah terinfeksi HIV dan baru terdapat

terdeteksi di kemudian hari. Penyebaran kasus HIV terhadap kejadian

penularan HIV pada pasangan pelanggan wanita perilaku seksual

meningkat. Terlihat pada ibu rumah tangga terkena HIV menempati


42

peringkat 1 karena tingkat ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan

kurangnya pemeriksaan kesehatan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dalimoenthe (2011)

penyebaran virus HIV/ AIDS tidak hanya mengancam kelompok dengan

perilaku seks yang tidak aman, tetapi juga telah mengancam kalangan ibu

rumah tangga yang suaminya sudah terjangkit virus itu. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ibu rumah tangga yang tergolong kelompok normal

dapat juga terjangkit virus HIV/ AIDS. Akses informasi dan pendidikan

perempuan jauh lebih rendah sehingga mereka tidak memiliki pengetahuan

yang cukup mengenai kesehatan reproduksi, termasuk persoalan seputar

HIV/ AIDS dan pelayanan kesehatan yang menjadi hak mereka. Perempuan

disosialisasikan sedemikian rupa untuk menomorduakan kebutuhan

kesehatannya sesudah anggota keluarganya. Ada stereotip bahwa penyakit

yang berkaitan dengan reproduksi dianggap suatu hal yang memalukan dan

kotor jika terjadi pada perempuan. Umumnya perempuan terjangkit virus

HIV/ AIDS dari suaminya, tanpa diketahui suami telah terjangkit virus HIV/

AIDS.

Menurut jurnal penelitian yang dilakukan oleh Octavianty (2015)

menyatakan bahwa penelitian di Kabupaten Tanah Bumbu didapatkan juga

pada responden yang memiliki pengetahuan yang baik terdapat 7 responden

(35%) yang melakukan upaya pencegahan rendah, hal ini dapat dikarenakan

kurangnya kesadaran atau ketidak pedulian akan bahaya terinfeksi HIV/

AIDS. Pengetahuan dan pemahaman yang keliru akan sebuah informasi


43

khususnya HIV/ AIDS dapat mempengaruhi tingkat pendidikan yang

dimilikinya. Rendahnya pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan

pemahaman tentang HIV/ AIDS. Tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan

saja yang mempengaruhi perilaku seseorang, tetapi ada 3 faktor yang

mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak yaitu presdiposisi factors

(faktor pemudah) yang meliputi pengetahuan dan sikap seseorang, faktor

pemungkin (enabling factors) yang meliputi sarana, prasarana, dan fasilitas

yang dapat memfasilitasi dan mendukung terjadinya perubahan perilaku

yang positif dan negative, faktor penguat (reinforching factors) faktor yang

penguat bagi seseorang untuk mengubah perilaku seperti keluarga, teman

sebaya, tokoh masyarakat, UU, peraturan-peraturan, dan surat keputusan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Harneda (2017) tingkat

pengetahuan yang diukur dalam penelitiannya adalah tingkat knowlage

(mengetahui). Hasil penelitian meunjukkan bahwa jumlah ibu rumah tangga

yang mempunyai pengetahuan tentang HIV/ AIDS di RW XIV Kelurahan

Sosromenduran dalam kategori baik yaitu 30 orang (60%), pengetahuan

dalam kategori cukup 15 orang (30%) pengetahuan dalam kategori kurang

sebanyak 5 (10%). Menurut Notoatmodjo (2010) ada beberapa hal yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu pertama tingkat pendidikan.

Pendidikan adalah upaya memberikan pengetahuan, sehingga terjadi

pemahaman perilaku positif yang meningkat. Dalam penelitian ini terdapat

hubungan antara pengetahuan tentang HIV/ AIDS dengan sikap pencegahan

HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga signifikan. Dapat ditarik kesimpulan
44

bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap

pencegahan HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga di RW XIV Kelurahan

Sosromenduran kota Yogyakarta sehingga kedua variable tersebut tidak

mempengaruhi. Hal ini berarti ibu rumah tangga yang memiliki tingkat

pengetahuan HIV/ AIDS yang baik akan melakukan sikap pencegahan HIV/

AIDS yang baik, begitu pula sebaliknya ibu rumah tangga yang memiliki

tingkat pengetahuan yang kurang akan melakukan sikap pencegahan HIV/

AIDS yang kurang juga.


45

E. Kerangka Teori

Pengetahuan: HIV/ AIDS


1. Tingkat 1. Pengetian
Pendidikan
2. Tanda Gejala
2. Informasi
3. Penyebab
3. Pengalaman
4. Klasifikasi
4. Budaya
5. Penularan
5. Sosial 6. Cara Pencegahan
ekonomi
7. Pengobatan
8. Faktor-faktor
resiko
9. Patofisiologis
Ibu rumah tangga: 10. Prognosis
11. Komplikasi
1. Pengertian
2. Program
Pemerintah
3. HIV/ AIDS pada
ibu rumah tangga

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Depkes (2009), Depkes (2012),Geri Carole (2009), Hudak dan Gallo (2010),

Hutapea (2014), Hutapea (2015), Lestari (2015), Notoatmodjo (2018), Nursalam

(2013), Silvianti (2010), Sunaryanti (2011), Noviana Nana (2013)


46

F. Kerangka Konsep
Faktor-faktor yang Pengetahuan Ibu rumah
mempengaruhi Tangga Tentang HIV/
pengetahuan: AIDS

1. Tingkat
Pendidikan
2. Informasi
3. Pengalaman
4. Budaya
5. Sosial
ekonomi Baik Cukup Kurang

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep:

: Teliti

: Tidak diteliti
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan deskriptif dengan pendekatan cross

sectional. Deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan

tujuan untuk melihat/ mengetahui gambaran suatu keadaan yang obyektif

ataupun untuk melihat hubungan antara gejala dan peristiwa yang mungkin

akan timbul dengan munculnya gejala tersebut (Notoatmodjo, 2018). Penelitian

ini mengambarkan pengetahuan HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga.

Sedangkan metode pendekatan cross sectional merupakan rancangan penelitian

dengan melakukan pengukuran dan pengamatan pada saat bersamaan (sekali

waktu) antara faktor resiko atau paparan dengan penyakit, subyek hanya

diobservasi sekali dan pengukuran terhadap variable dilakukan pada saat

penelitian(Notoatmodjo, 2018).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dusun Junggul Bandungan

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 14 Juli -16 Juli 2019

47
48

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2016).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga di

dusun Junggul sebanyak 220 ibu rumah tangga.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Bila populasinya besar, dan peneliti mungkin mempelajari

semua yang ada pada populasi, contohnya karena keterbatasan dana, tenaga,

dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil ari

populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu yaitu kesimpulannya akan

berlaku untuk populasi. Sampel yang diambil dari populasi tersebut harus

benar-benar representative (Sugiyono, 2016).

Menurut Nursalam (2011), menentukan besarnya sampel penelitian

dengan jumlah populasi kurang dari 1000 menggunakan rumus Slovin

sebagai berikut:

N
n=
1+N(d2)
49

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi

d : Standar error tolerance/ tingkat kepercayaan (10%)

Berdasarkan jumlah populasi yang diperoleh, maka perhitungan jumlah

sampel yaitu sebagai berikut :

N
n=
1+N(e2)
N
n=
1+N(0,1)2
220
n=
1+220(0,01)
220
n=
1+2,2
220
n=
3,2
68,75
n=
69

Berdasarkan hasil perhitungan di atas didapatkan jumlah sampel yang

harus diteliti adalah 69 orang ibu rumah tangga.

3. Teknik Sampling

Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan

sampel benar-benar sesuai dengan seluruh obyek penelitian. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu proportional

random sampling adalah pengambilan sampel secara acak sederhana,

dengan teknik mengundi (lottery teqnique) yang sama tiap wilayahnya

(notoatmodjo, 2018). Alasan pengambilan teknik sampling ini antara lain


50

sifat populasi adalah homogen, keadaan anggota populasi tidak terlalu

tersebar secara geografis dan ada kerangka sampling (frame) yang jelas.

Penelitian akan melakukan pengambilan sampel secara proportional

dengan cara mengambil setiap ibu rumah tangga yang memiliki kriteria

dengan banyaknya ibu rumah tangga yang dipilih dikalikan dengan

kebutuhan sampel. Kemudian dilakukan pengambilan sampel secara acak

sederhana dengan cara mengundi (lottery teqnique) ibu rumah tangga.

Undian berdasarkan daftar nama responden dengan memperhatikan

proportional pada tiap RT didusun Junggul.

Besar sampel yang diperlukan 69 dan sampel setiap RT menggunakan

rumus sebagai berikut:

Ni
¿= xn
N

Keterangan:

ni : Berdasarkan populasi berdasarkan strata

Ni : Besar sampel yang diambil berdasarkan strata

N : Besar Populasi

N : Besar sampel yang diambil


51

Dari jumlah sampel sebanyak 69 ibu rumah tangga maka sampel

penelitian tiap-tiap RT sebagai berikut:

No RT Jumlah IRT/ RT Sampel


1. 01 23 7
x 69=7,2
220
2. 02 33 10
x 69=10,35
220

3. 03 23 7
x 69=7,2
220
4. 04 47 15
x 69=14,74
220
5. 05 35 11
x 69=¿10,9
220
6. 06 24 8
x 69=7,5
220
7. 07 18 6
x 69=5,6
220
8. 08 15 5
x 69=¿4,7
220
Total 69

D. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variable-variabel diamati/ diteliti, perlu sekali variable-variabel

tersebut diberi batasan atau definisi operasional (Notoatmodjo, 2018). Berikut

skala ukur pengetahuan dengan pencegahan HIV/ AIDS menggunakan

kuesioner menurut Arikunto (2012) dipresentasikan dengan menggunakan

kategori sebagai berikut:


52

Tabel 3.1Definisi Operasional Penelitian

Skala
Definisi Alat Hasil
N Cara
Variabel Operasiona Ukur Ukur
O Ukur
l
1 Pengetahu Kemampua Membagik Kuesione 1. Baik: Ordin
an tentang n ibu rumah an lembar r jika
HIV/ tangga kuesioner sebanyak 76- al
AIDS untuk 20 100%
menjawab pertanya 16- 20
pertanyaan an soal
tentang dengan di
HIV/AIDS pilihan jawab
yang jawaban benar
meliputi :Pe benar 2. Cuku
ngertian, dinilai 1 p: jika
Patofisiolog dan salah 56-
is, tanda dinilai 0 76%
gejala, 12-15
Penularan, soal
penyebab, di
Pencegahan jawab
, deteksi benar
dini dan 3. Kuran
pengobatan g:
Jika
<56%
0-11
soal
jika
dijaw
ab
benar
(Arik
unto,
2013)
53

E. Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota

suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain

(Notoatmodjo, 2018). Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran HIV/

AIDS. Menurut Notoatmodjo (2018) variabel terdiri dari:

Variabel terdiri dari

1. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.

2. Variabel Dipenden (Variabel Terikat)

Variabel depenen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas.

F. Prosedur Pengambilan Data

Pengumpulandata dilakukan secara langsung pada ibu rumah tangga di

dusun Junggul. Teknik dan alat yang dipakai dalam pengumpulan data sebagai

berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data atau materi yang dikumpulkan sendiri oleh

peneliti pada saat berlangsungnya penelitian (Notoatmodjo, 2012). Data

primer pada penelitian ini yaitu hasil wawancara yang menggali tingkat

pengetahuan tentangHIV/ AIDS pada ibu rumah tangga di dusun Junggul

Bandungan Kabupaten Semarang


54

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil catatan yang

sudah ada (Notoatmodjo, 2012). Data sekunder penelitian ini seperti data

laporan yang diperoleh dari puskesmas dan data warga didusun Junggul

Bandungan Kabupaten Semarang.

G. Prosedur Penelitian

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan efisien

serta data yang diperoleh sistematis sehingga mempermudah saat mengolah

(Sugiyono, 2013).Instrumen yang digunakan untuk mengukur nilai variable

yang diteliti. Jumlah instrument yang akan digunakan penelitian tergantung

pada jumlah variable yang diteliti (Sugiyono, 2016). Pada penelitian ini

menggunakan bentuk pertanyaan yang tertutup dengan jumlah pertanyaan

sebanyak 20 pertanyaan. Kisi-kisi kuesioner pengetahuan dengan

pencegahan HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga disajikan pada table berikut:
55

Tabel 3.2 kisi-kisi kuesioner

Jumlah Jumlah
N
Variabel Indikator Pertanya Pertanyaan
O
an Positif Negative
1 Pengetahuan Pengertian HIV/ 2 1,2 -
AIDS
Patofisiologis 2 3,4 -
HIV/ AIDS
Tanda gejala 2 5,6 -
HIV/ AIDS
Penularan HIV/ 4 7,9,10 8
AIDS
Penyebab HIV/ 3 11,12 13
AIDS
Pencegahan 2 14,15 -
HIV/ AIDS
Deteksi Dini 1 16 -
HIV/ AIDS
Pengobatan 2 17,18 -
HIV/ AIDS

Lembar kuesioner untuk variabel pengetahuan dan pencegahan

dibuat oleh peneliti berdasarkan teori yang ada di bab II, sehingga perlu

dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Lembar kuesioner untuk

variabel pengetahuan dan pencegahan adalah lembar kuesioner tidak baku,

sehingga sebelum digunakan untuk pengambilan data dilakukan uji validitas

dan rehabilitas.

a. Uji Validitas

Sebelum instrument atau alat ukur digunakan untuk mengumpulkan

data penelitian maka perlu dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari

kevalidan alat ukur (Riwikdo, 2012). Uji valid akan dilakukan di dusun

Gintungan Kecamatan Bandungan terhadap 20 responden dengan alasan

karakteristik kedua dusun tersebut hampir sama. Instrument yang valid


56

mempunyai validitas yang tinggi dan instrument yang kurang valid maka

dilakukan korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skore total,

dengan rumus Product Momen Corelation (Arikunto, 2010).

Menurut Sugiyono (2011) korelasi Product Momen

Corelationdigunakan untuk menentukan signifikasi dari pertanyaan.

N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )
r = ¿¿
xy √¿ ¿ ¿
Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi antara X dan Y

ΣX : Jumlah skor dari setiap item.

ΣY : Jumlah skor total item

ΣXY : Jumlah perkalian skor X dan Y semua subyek.

N : Jumlah subyek

Kuesioner dikatakan valid jika r hitung > r tabel.Hasil uji validitas

yang dibandingkan dengan nilai r tabel pada n : 10 dan taraf signifikansi

5% sehingga diperoleh nilai r tabel sebesar 0,632.

Hasil perhitungan tiap-tiap item akan dibandingkan dengan table

nilai product moment instrument dimana suatu pertanyaan dikatakan

valid apabila r hitung ≥ r table (Arikunto, 2013).

Berdasarkan hasil uji validitas diperoleh 2 item tidak valid, yaitu

nomor 11 dengan nilai r hitung -0,025 < r tabel (0,632) dan nomor 17

dengan nilai r hitung -0,188 < r tabel (0,632). Sedangkan item-item

lainnya dinyatakan valid karena memiliki nilai r hitung > r tabel (0,632).
57

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas berarti instrument yang bila diguanakan beberapa kali

untuk mengukur obyek yang sama, menggunakan data yang sama.

Peneliti menggunakan reabilitas internal karena memperoleh dengan cara

menganalisis data dari satu kali pengetesan. Pengukuran uji dihitung

dengan menggunakan reliabilitas internal dengan rumua alpha Cronbach

yaitu:

Instrumen pada penelitian ini dikatakan reliabel dengan kesalahan

5% bila nilai Cronbach alpha (α) >0,60 (Notoatmodjo, 2012).


2
k ∑ ab
r=[ ⦌ ⦋ 1− ⦌
k−1 σ 2t

Keterangan :

r : Reliabilitas instrumen

k : Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑ ab 2: Jumlah varian butir

σ 2t : Varian total

Berdasarkan uji reliabilitas untuk kuesioner pengetahuan

diperoleh nilai Cronbach alpha sebesar 0,960 > 0,60, sehingga dapat

disimpulkan bahwa kuesioner tersebut dapat dinyatakan reliabel.


58

2. Pelaksanaan Penelitian

Guna memudahkan jalannya penelitian, maka ditetapkan serangkaian

kegiatan penelitian dilapangan dengan tahap-tahap berikut ini:

a. Mengajukan surat pengantar ke BAAK ( Badan Administrasi Akademik)

yang ditujukan ke Kesbangpol Kabupaten Semarang, Dinas Kesehatan,

Puskesmas Duren, dan Bidan Desa Junggul

b. Mengajukan surat izin ke Puskesmas Duren Bandungan untuk melakukan

penelitian.

c. Setelah mendapat izin dari Puskesmas Duren peneliti menemui bidan

desa Junggul Bandungan

d. Setelah mendapat izin dari bidan desa Junggul Bandungan peneliti

menentukan sampel penelitian yaitu 69 responden. Pemilihan sampel

dengan teknik slovin (10%).

e. Peneliti melakukan penelitian dengan cara melakukan pendekatan dengan

responden serta memberi penjelasan mengenai yang di teliti, tujuan

penelitian, manfaat, hak dan kewajiban menjadi responden kemudian

peneliti memberikan lembar persetujuan kepada responden. Penelitian

dilakukan selama 4 hari sejak 13-16 Juli 2019

1) 14 Juli 2019 dari pukul 08.00-21.00 WIB mendapatkan 31 responden

secara door to door

2) 15 Juli 2019 dari pukul 08.00-21.00 WIB mendapatkan 28 responden

secara door to door

3) 16 Juli 2019 dari pukul 08-16.00 WIB mendapatkan 10 responden


59

f. Peneliti membagikan lembar kuesioner dan meminta responden untuk

mengisi seluruh pertanyaan yang disediakan dalam kuesioner,dan peneliti

mendampingi responden.

g. Setelah semua pertanyaan diisi lengkap oleh responden, responden

diminta untuk mengembalikan kuesioner yang telah dijawab kepada

peneliti

h. Setelah semua data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data

dalam bentuk distribusi frekuensi, dan presentase.

H. Etika Penelitian

Dalam kegiatan keiilmuan yang berupa penelitian memiliki etika

penelitian, etika penelitian merupakan ilmu atau pengetahuan yang membahas

manusia, terkait dengan perilakunya terhadap manusia lain atau sesame

manusia (Notoatmodjo, 2018).

1. Persetujuan Menjadi responden (Inform Consent)

Inform Consent bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian yang diberikan sebelum penelitian menjelaskan maksud dan

tujuan terkait dengan penelitian didusun Junggul Bandungan

2. Anonimitas(tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan

atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menulis kode pada lembaar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
60

disajikan (Sugiyono, 2013). Rencananya penelitian ini dipastikan asas

anomitas yang baik, yaitu tanpa mencantumkan nama responden dan sampel

untuk menjaga privasi responden.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh

peneliti, hanya kelompok tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

sebagai pertanggung jawaban (Sugiyono, 2013).

I. Pengolahan Data

Pengolahan data yang diulakukan pada penelitian ini adalah dengan cara

sebagai berikut :

1. Edit atau editing

Kuesioner yang telah terkumpul diperiksa kelengkapan isi

datanya.Setelah data lengkap, data dikelompokkan dan di tabulasi

berdasarkan sub variabel yang diteliti.

2. Skor atau scoring

Memberikan skor atau nilai pada masing-masing jawaban responden

dari masing-masing variable setelah semua kuesioner terkumpul. Klasifikasi

dilakukan dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan kode

berupa angka. Pemberian skor atas pernyataan variable pengetahuan HIV/

AIDS antara lain:

a. Pertanyaan positif b. Pertanyaan negative

1) Benar diberi skor : 1 1) Salah diberi skor : 1


61

2) Salah diberi skor : 0 2) Benar diberi skor : 0

3. Coding

Dalam rencanapenelitian ini menggunakan kode-kode yang di

gunakan untuk mengetahui pengetahuan HIV/AIDS pada ibu rumah

tanggasebagai berikut:

a. Baik : 76% - 100% diberi kode 3

b. Cukup : 56% - 75% diberi kode 2

c. Kurang : < 56% diberi kode 1

4. Tabel atau tabulating

Kegiatan atau langkah memasukkan data-data hasil penelitian

kedalam tabel-tabel sesuai dengan item pertanyaan.

5. Memasukkan data atau data entry

Kegiatan memasukkan dengan memasukkan di computer dan

kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS sesuai dengan item

pertanyaan.

6. Penyajian data

Penyajian data suatu kegiatan pembuatan laporan hasil penelitian yang

dilakukan agar dipahami dan dianalisis sesuai yang diinginkan.


62

K. Analisis Data

Analisis dalam suatui penelitian, biasannya melalui prosedur bertahap

antara lain (Notoatmodjo, 2018):

1. Analisis Univariate (Analisis Diskriptif)

Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan

karakteristik setiap variable penelitian. Dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variable. Analisis

data dinyatakan dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase kemudian

dianalisis secra univariate. Untuk memperoleh presentase (P) dihitung

dengan nama:

Χ
Ρ= × 100 %
Ν

Keterangan: N: Jumlah skor total

P: Presentase

X: Jumlah skor yang didapat

I. Jadwal Penelitian

Terlampir
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian mengenai analisis gambaran tingkat

pengetahuan HIV/AIDS pada ibu rumah tangga di dusun Junggul Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang. Responden dalam penelitian ini adalah para ibu

rumah tangga di dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang,

sejumlah 69 orang. Hasil-hasil dari penelitian ini disajikan pada tabel-tabel

berikut.

A. Karakteristik Responden

1. Umur

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Ibu Rumah Tangga di


Dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Umur Frekuensi Persentase (%)


Dewasa Awal (26-35 th) 30 43,5
Dewasa Akhir (36-45 th) 18 26,1
Lansia Awal (46-55 th) 15 21,7
Lansia Akhir (56-65 th) 6 8,7
Jumlah 69 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 69 responden ibu

rumah tangga di Dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten

Semarang, sebagian besar berumur 36-45 tahun (dewasa awal), sejumlah

30 orang (43,5%).

63
64

2. Pendidikan

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Ibu Rumah


Tangga di Dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten
Semarang

Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


SD 16 23,2
SMP 17 24,6
SMA 29 42,0
Perguruan Tinggi 7 10,2
Jumlah 69 100,0
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari 69 responden ibu

rumah tangga di Dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten

Semarang, sebagian besar berpendidikan SMA, sejumlah 29 orang

(42,0%).

3. Pekerjaan

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Ibu Rumah


Tangga di Dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten
Semarang

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)


Tidak Bekerja 47 68,1
Swasta 18 26,1
Pedagang 4 5,8
Jumlah 69 100,0
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa dari 69 responden ibu

rumah tangga di Dusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten

Semarang, sebagian besar tidak bekerja, sejumlah 47 orang (68,1%).

B. Analisis Univariat
65

1. Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang HIV/AIDS

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Rumah


Tangga tentang HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang

Pengetahuan tentang Frekuensi Persentase (%)


HIV/AIDS
Kurang 11 15,9
Cukup 25 36,2
Baik 33 47,9
Jumlah 69 100,0
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu

rumah tangga tentang HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam kategori baik,

sejumlah 33 orang (47,9%).

2. Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang Pengertian HIV/AIDS

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Rumah


Tangga tentang Pengertian HIV/AIDS di Dusun Junggul
Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Pengetahuan tetang Frekuensi Persentase (%)


Pengertian HIV/AIDS
Kurang 26 37,7
Baik 43 62,3
Jumlah 69 100,0
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu

rumah tangga tentang pengertian HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam kategori baik,

sejumlah 43 orang (62,3%).


66

Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang


Pengertian HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang

No Pernyataan Benar % Salah %


1 HIV adalah Human 48 69,6 21 30,4
Immunodeficiency Virus
2 AIDS adalah Aqciured 51 73,9 18 26,1
Immunodeficiency Symndrom
Berdasarkan tabel 4.6 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

pengertian HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

favourable nomor 1 yaitu: “HIV adalah Human Immunodeficiency Virus”

Mayoritas ibu rumah tangga sudah menjawab dengan benar sebanyak 48

responden (69,6%). Dimana pernyataan tersebut menjelaskan indikator

tentang pengertian HIV.

Pada item pernyataan favourable nomor 2 yaitu: “AIDS adalah

Aqciured Immunodeficiency Symndrom”. Mayoritas ibu rumah tangga

sudah menjawab dengan benar sebanyak 51 responden (73,9%). Dimana

pernyataan tersebut menjelaskan indicator tentang pengertian AIDS.

3. Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang Patofisiologi HIV/AIDS

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Rumah


Tangga tentang Patofisiologi HIV/AIDS di Dusun Junggul
Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Pengetahuan tentang Frekuensi Persentase (%)


Patofisiologi HIV/AIDS
Kurang 34 49,3
Baik 35 50,7
Jumlah 69 100,0
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu

rumah tangga tentang patofisiologi HIV/AIDS di Dusun Junggul


67

Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam

kategori baik, sejumlah 35 orang (50,7%).

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang


Patofisiologi HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang

No Pernyataan Benar % Salah %


1 HIV/ AIDS menyerang kekebalan 59 85,5 10 14,5
tubuh/ system imunitas manusia
2 HIV/ AIDS menyerang sel darah 43 62,3 26 37,7
putih atau disebut juga sel CD-4
pada tubuh manusia

Berdasarkan tabel 4.8 pada distribusi frekuensi jawaban responden

di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui patofisiologi HIV/

AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan favourable nomor 3

yaitu: “HIV/ AIDS menyerang kekebalan tubuh/ system imunitas

manusia”. Mayoritas ibu rumah tangga sudah menjawab dengan benar

sebanyak 59 responden (85,5%). Dimana pernyataan tersebut menjelaskan

indicator tentang patofisiologi HIV/ AIDS.

Berdasarkan tabel 4.8 pada distribusi frekuensi jawaban responden

di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui patofisiologi HIV/

AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan favourable nomor 4

yaitu: “HIV/ AIDS menyerang sel darah putih atau disebut juga sel CD-4

pada tubuh manusia ”. Mayoritas ibu rumah tangga sudah menjawab

dengan benar sebanyak 43 responden (62,3%). Dimana pernyataan

tersebut menjelaskan indicator tentang patofisiologi HIV/ AIDS.


68

4. Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang Tanda dan Gejala HIV/AIDS

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Rumah


Tangga tentang Tanda dan Gejala HIV/AIDS di Dusun
Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Pengetahuan tentang Tanda Frekuensi Persentase (%)


dan Gejala HIV/AIDS
Kurang 33 47,8
Baik 36 52,2
Jumlah 69 100,0
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu

rumah tangga tentang tanda dan gejala HIV/AIDS di Dusun Junggul

Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam

kategori baik, sejumlah 36 orang (52,2%).

Tabel 4.10 Distribusi Jawaban Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang


Tanda dan Gejala HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang

No Pernyataan Benar % Salah %


1 Orang yang baru terkena HIV tidak 44 63,8 25 36,2
menunjukkan gejala sakit
2 Orang yang sudah memasuki tahap 50 72,5 19 27,5
AIDS apakah adanya penurunan
berat badan lebih dari 10% dalam
satu bulan
Berdasarkan tabel 4.10 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui Tanda

Gejala HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan favourable

nomor 5 yaitu: “Orang yang baru terkena HIV tidak menunjukkan gejala

sakit”. Mayoritas ibu rumah tangga sudah menjawab dengan benar

sebanyak 44 responden (63,8%). Dimana pernyataan tersebut menjelaskan

indicator tentang tanda dan gejala HIV/ AIDS.


69

Berdasarkan tabel 4.10 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

patofisiologi HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

favourable nomor 4 yaitu: “Orang yang sudah memasuki tahap AIDS

apakah adanya penurunan berat badan lebih dari 10% dalam satu bulan”.

Mayoritas ibu rumah tangga sudah menjawab dengan benar sebanyak 50

responden (72,5%). Dimana pernyataan tersebut menjelaskan indicator

tentang tanda dan gejala HIV/ AIDS.

5. Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang Penularan HIV/AIDS

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Rumah


Tangga tentang Penularan HIV/AIDS di Dusun Junggul
Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Pengetahuan tentang Frekuensi Persentase (%)


Penularan HIV/AIDS
Kurang 20 29,0
Cukup 24 34,8
Baik 25 36,2
Jumlah 69 100,0
Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu

rumah tangga tentang penularan HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam kategori baik,

sejumlah 25 orang (36,2%).

Tabel 4.12 Distribusi Jawaban Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang


Penularan HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang

No Pernyataan Benar % Salah %


1 Penggunaan jarum suntik 65 94,2 4 5,8
bergantian dapat menularkan
HIV/ AIDS
2 Bersalaman dapat menularkan 39 56,5 30 43,5
HIV/ AIDS
70

3 Berhubungan seksual dengan 55 79,7 14 20,3


faktor resiko dapat terjadi
penularan HIV/ AIDS
4 HIV/ AIDS dapat menurun dari 49 71 20 29,0
ibu ke anak yang sedang di
kandungnya
Berdasarkan tabel 4.12 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

penularan HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

favourable nomor 7 yaitu: “Penggunaan jarum suntik bergantian dapat

menularkan HIV/ AIDS”. Mayoritas ibu rumah tangga sudah menjawab

dengan benar sebanyak 65 responden (94,2%). Dimana pernyataan

tersebut menjelaskan indicator tentang penularan HIV/ AIDS.

Berdasarkan tabel 4.12 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

penularan HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

unfavourable nomor 8 yaitu: “Bersalaman dapat menularkan HIV/ AIDS”.

Mayoritas ibu rumah tangga menjawab dengan benar sebanyak 39

responden (56,5%). Dimana pernyataan tersebut menjelaskan indicator

tentang penularan HIV/ AIDS.

Berdasarkan tabel 4.12 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

penularan HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

favourable nomor 9 yaitu: “Berhubungan seksual dengan faktor resiko

dapat terjadi penularan HIV/ AIDS”. Mayoritas ibu rumah tangga


71

menjawab dengan benar sebanyak 39 responden (79,7%). Dimana

pernyataan tersebut menjelaskan indicator tentang penularan HIV/ AIDS.

Berdasarkan tabel 4.12 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

penularan HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

favourable nomor 10 yaitu: “HIV/ AIDS dapat menurun dari ibu ke anak

yang sedang di kandungnya”. Mayoritas ibu rumah tangga menjawab

dengan benar sebanyak 49 responden (71,0%). Dimana pernyataan

tersebut menjelaskan indicator tentang penularan HIV/ AIDS.

6. Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang Penyebab HIV/AIDS

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Rumah


Tangga tentang Penyebab HIV/AIDS di Dusun Junggul
Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Pengetahuan tentang Frekuensi Persentase (%)


Penyebab HIV/AIDS
Kurang 11 15,9
Cukup 37 53,6
Baik 21 30,5
Jumlah 69 100,0
Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu

rumah tangga tentang penyebab HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam kategori cukup,

sejumlah 37 orang (53,6%).

Tabel 4.14 Distribusi Jawaban Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang


Penyebab HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang

NO Pernyataan Benar % Sala %


h
1 Transfusi darah sembarangan dapat 54 78,3 15 21,7
menyebabkan penyakit HIV/ AIDS
72

2 Berganti-ganti pasangan dapat 51 88,4 8 11,6


menyebabkan penyakit HIV/ AIDS
3 Penggunaan alat cukur secara 31 11,6 38 55,1
bergantian bukan penyebab penyakit
HIV/ AIDS

Berdasarkan tabel 4.14 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

penyebab HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

favourable nomor 11 yaitu: “Transfusi darah sembarangan dapat

menyebabkan penyakit HIV/ AIDS”. Mayoritas ibu rumah tangga

menjawab dengan benar sebanyak 54 responden (78,3%). Dimana

pernyataan tersebut menjelaskan indicator tentang penyebab HIV/ AIDS.

Berdasarkan tabel 4.14 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

penyebab HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

favourable nomor 12 yaitu: “Berganti-ganti pasangan dapat menyebabkan

penyakit HIV/ AIDS”. Mayoritas ibu rumah tangga menjawab dengan

benar sebanyak 61 responden (88,4%). Dimana pernyataan tersebut

menjelaskan indicator tentang penyebab HIV/ AIDS.

Berdasarkan tabel 4.14 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

penyebab HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

unfavourable nomor 13 yaitu: “Penggunaan alat cukur secara bergantian

bukan penyebab penyakit HIV/ AIDS”. Mayoritas ibu rumah tangga


73

menjawab dengan salah sebanyak 38 responden (55,1%). Dimana

pernyataan tersebut menjelaskan indicator tentang penyebab HIV/ AIDS.

7. Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang Pencegahan HIV/AIDS

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Rumah


Tangga tentang Pencegahan HIV/AIDS di Dusun Junggul
Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Pengetahuan tentang Frekuensi Persentase (%)


Pencegahan HIV/AIDS
Kurang 21 30,4
Baik 48 69,6
Jumlah 69 100,0
Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu

rumah tangga tentang pencegahan HIV/AIDS di Dusun Junggul

Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam

kategori baik, sejumlah 48 orang (69,6%).

Tabel 4.16 Distribusi Jawaban Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang


Pencegahan HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang

NO Pernyataan Benar % Sala %


h
1 Penggunaan kondom saat 52 75,4 17
24,6
berhubungan seksual dapat
mencegah penyakit HIV/ AIDS
2 Saling setia dengan satu pasangan 61 88,4 8 11,6
yang sah dapat mencegah HIV/
AIDS
Berdasarkan tabel 4.16 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

pencegahan HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

favourable nomor 14 yaitu: “Penggunaan kondom saat berhubungan

seksual dapat mencegah penyakit HIV/ AIDS”. Mayoritas ibu rumah


74

tangga menjawab dengan benar sebanyak 52 responden (75,4%). Dimana

pernyataan tersebut menjelaskan indicator tentang penyebab HIV/ AIDS.

Berdasarkan tabel 4.16 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

pencegahan HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

favourable nomor 15 yaitu: “Saling setia dengan satu pasangan yang sah

dapat mencegah HIV/ AIDS”. Mayoritas ibu rumah tangga menjawab

dengan benar sebanyak 61 responden (88,4%). Dimana pernyataan

tersebut menjelaskan indicator tentang penyebab HIV/ AIDS.

8. Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang Deteksi Dini HIV/AIDS

Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Rumah


Tangga tentang Deteksi Dini HIV/AIDS di Dusun Junggul
Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Pengetahuan tentang Deteksi Frekuensi Persentase (%)


Dini HIV/AIDS
Kurang 14 20,3
Baik 55 79,7
Jumlah 69 100,0

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu

rumah tangga tentang deteksi dini HIV/AIDS di Dusun Junggul

Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam

kategori baik, sejumlah 55 orang (79,7%).

Tabel 4.18 Distribusi Jawaban Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang


Pencegahan HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang

NO Penyataan Benar % Sala %


h
1 Mengenali tanda gejala awal dapat 55 79,7 14 20,3
mendeteksi dini HIV/ AIDS
75

Berdasarkan tabel 4.18 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

pencegahan HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

favourable nomor 16 yaitu: “Mengenali tanda gejala awal dapat

mendeteksi dini HIV/ AIDS”. Mayoritas ibu rumah tangga menjawab

dengan benar sebanyak 55 responden (79,7,%). Dimana pernyataan

tersebut menjelaskan indicator tentang deteksi dini HIV/ AIDS.

9. Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang Pengobatan HIV/AIDS

Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Rumah


Tangga tentang Pengobatan HIV/AIDS di Dusun Junggul
Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Pengetahuan tentang Frekuensi Persentase (%)


Pengobatan HIV/AIDS
Kurang 36 52,2
Baik 33 47,8
Jumlah 69 100,0
Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu

rumah tangga tentang pengobatan HIV/AIDS di Dusun Junggul

Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam

kategori kurang, sejumlah 36 orang (52,2%).

Tabel 4.20 Distribusi Jawaban Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang


Pengobatan HIV/AIDS di Dusun Junggul Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang

NO Pernyataan Benar % Salah %


1 Konsumsi obat antiretroviral (ARV) 43 62,3 26 37,7
dapat membantu memperlambat
perkembangan virus dalam tubuh
sehingga orang yang terinfeksi dapat
hidup lebih lama
2 Konsumsi obat antiretroviral (ARV) 42 60,9 27 39,1
selama 6 bulan setelah terdeteksi
76

dapat mencegah penularan dari ibu ke


anak yang dikandungnya
Berdasarkan tabel 4.20 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

pencegahan HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

favourable nomor 17 yaitu: “Konsumsi obat antiretroviral (ARV) dapat

membantu memperlambat perkembangan virus dalam tubuh sehingga

orang yang terinfeksi dapat hidup lebih lama”. Mayoritas ibu rumah

tangga menjawab dengan benar sebanyak 43 responden (62,3,%). Dimana

pernyataan tersebut menjelaskan indicator pengobatan HIV/ AIDS.

Berdasarkan tabel 4.20 pada distribusi frekuensi jawaban

responden di Junggul banyak ibu rumah tangga yang mengetahui

pencegahan HIV/ AIDS. Hal ini dapat dilihat pada item pernyataan

favourable nomor 18 yaitu: “Konsumsi obat antiretroviral (ARV) selama 6

bulan setelah terdeteksi dapat mencegah penularan dari ibu ke anak yang

dikandungnya”. Mayoritas ibu rumah tangga menjawab dengan benar

sebanyak 42 responden (60,9%). Dimana pernyataan tersebut menjelaskan

indicator pengobatan HIV/ AIDS.


77
BAB V

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian frekuensi tertinggi karakteristik responden

berdasarkan umur yaitu 26-35 tahun sebanyak 30 orang (43,5%) dan frekuensi

terendah karakteristik responden berdasarkan umur yaitu 56-65 tahun sebanyak

6 orang (8,7). Menurut kementrian kesehatan RI tahun (2014) HIV AIDS 2014

infeksi HIV yang paling banyak terjadi pada kelompok usia produktif 25-49

tahun.

Berdasarkan hasil penelitian frekuensi tertinggi karakteristik responden

berdasarkan pendidikan yaitu SMA sebanyak 29 orang (42,0%), frekuensi

terendah karakteristik responden berdasarkan pendidikan yaitu perguruan

tinggi yaitu sebanyak 7 orang (10,2%).

Berdasarkan hasil penelitian frekuensi tertinggi karakteristik responden

berdasarkan pekerjaan yaitu tidak bekerja sebanyak 47 orang (68,1%),

frekuensi terendah karakteristik responden berdasarkan pekerjaan yaitu

pedagang yaitu 4 orang (5,8%).

IRT mempunyai kerentanan terinveksi HIV/ AIDS disebabkan secara

biologis perempuan mempunyai resiko lebih besar terkena HIV/ AIDS dari

laki-laki (suami) yang sering jajan di luar tanpa pengaman kondom saat

berhubunagn seks, sehingga lebih rentan tertular HIV/ AIDS (Kemenkes RI,

2012).

78
79

B. Analisis Univariat

1. Gambaran tingkat pengetahuan tentang pengertian HIV/ AIDS pada ibu

rumah tangga didusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana telah disajikan pada tabel

4.4 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu rumah tangga tentang pengertian

HIV/ AIDS sebagian besar dalam kategori baik yaitu 43 orang (62,3%),

sedangkan untuk yang kurang sebanyak 26 orang (37,7%). Sebagian besar

responden sudah mengetahui pengertian tentang HIV/ AIDS. Hal ini

disebakan informasi yang diterima oleh ibu rumah tangga tentang

pengertian HIV/ AIDS yang didapatkan dari media social, tv, radio, koran,

dan majalah.

Human Immunodeficiency Vyrus (HIV) adalah virus yang

memperlemah kekebalan tubuh manusia. HIV menyerang tubuh manusia

dengan cara membunuh sel-sel yang berperan dalam kekebalan tubuh

sehingga kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan kanker menurun

drastic (Sunaryanti, 2011). Sedangkan, Acquired Immunodeficiency

Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala dan infeksi syndrome yang

timbul karena rusaknya system kekebalan tubuh. AIDS itu sendiri

menimbulkan penyakit lainnya seperti penyakit paru-paru, saluran

pencernaan, saraf dan kejiwaan, tumor ganas (malignan) dan infeksi

oportunistik lainnya (Sunaryanti, 2011).


80

2. Gambaran tingkat pengetahuan tentang patofisiologi HIV/ AIDS pada ibu

rumah tangga didusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana telah disajikan pada tabel

4.5 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu rumah tangga tentang

patofisiologis HIV/ AIDS sebagian besar dalam kategori baik yaitu 35 orang

(50,7%) sedangkan dalam kategorik kurang sebesar 34 orang (49,3%).

Sebagian besar responden sudah mengetahui pengertian tentang HIV/ AIDS.

Hal ini disebakan informasi yang diterima oleh ibu rumah tangga tentang

patofiologi HIV/ AIDS yang didapatkan dari media social, tv, radio, koran,

dan majalah.

Patofisiologis HIV/ AIDS dimana virus HIV ini dapat hidup atau

berkembang biak di sel darah putih manusia. Virus HIV ini dapat hidup

atau berkembang biak di sel darah putih manusia. Maka virus ini

menyerang kekebalan tubuh maupun imunitas manusia (Rukiyah, 2010).

3. Gambaran tingkat pengetahuan tentang tanda gejala HIV/ AIDS pada ibu

rumah tangga didusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana telah disajikan pada tabel

4.6 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu rumah tangga tentang tanda

gejalaHIV/ AIDS sebagian besar dalam kategori baik yaitu 36 orang dengan

frekuensi (52,2%). Sedangkan kategorik kurang sebesar 33 orang dengan

frekuensi (47,8%). Hal ini disebakan informasi yang diterima oleh ibu

rumah tangga tentang tanda gejala HIV/ AIDS yang didapatkan dari media

social, tv, radio, koran, dan majalah.


81

Seseorang yang terinfeksi HIV biasanya tidak menunjukkan gejala selama

beberapa tahun. Mereka merasa sehat-sehat saja tetapi mereka akan menjadi

pembawa dan penular HIV bagi orang lain melalui tindakan dan perilaku

beresiko terhadap penularan AIDS. HIV/ AIDS Sedangkan gejala penyakit

mulai timbul dengan jelas. Gejala yang sering timbul yaitu seperti berat

badan menurun secara drastic (Pinem, 2010).

4. Gambaran tingkat pengetahuan tentang penularan HIV/ AIDS pada ibu

rumah tangga didusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana telah disajikan pada tabel

4.7 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu rumah tangga tentang penularan

HIV/ AIDS sebagian besar dalam kategori baik yaitu 25 orang (36,2%),

sedangkan untuk yang cukup sebesar 24 orang (34,8%) dan kurang

sebanyak 20 orang (34,8%). Sebagian besar responden sudah mengetahui

tentang penularan HIV/ AIDS. Hal ini disebakan informasi yang diterima

oleh ibu rumah tangga tentang penularan HIV/ AIDS yang didapatkan dari

media social, tv, radio, koran, dan majalah.

Penularan HIV/ AIDS ditularkan melalui cairan tubuh manusia.

Seperti pemakaian jarum suntik secara bergantian, factor yang paling

penting dalam transmisi heterekseksual dari HIV. Kontak regular dengan

wanita pelacur jalanan merupakan factor dalam transmisi HIV pada pria.

Pelacur menempuh resiko tertular dari tamu-tamunya, terutama yang tidak

menggunakan kondom (Hutapea, 2014). Tetapi bersalaman dengan ODHA

tidak menularkan HIV/ AIDS.


82

5. Gambaran tingkat pengetahuan tentang penyebab HIV/ AIDS pada ibu

rumah tangga didusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana telah disajikan pada tabel

4.8 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu rumah tangga tentang penyebab

HIV/ AIDS sebagian besar dalam kategori cukup yaitu 37 orang (53,6%),

sedangkan untuk yang baik sebesar 21 orang (30,5%) dan kurang sebanyak

11 orang (15,9%). Sebagian besar responden cukup mendapatkan informasi

tentang penyebab hanya saja responden tidak memahami jika transfuse

darah sembarangan dapat menyebabkan HIV/ AIDS serta penggunaan alat

cukur secara bergantian menjadikan pemicu HIV/ AIDS.

Menurut Departemen Kesehatan tahun (2012) Diperkirkan 50% bayi

yang lahir dari ibu yang HIV positif (+) akan terinfeksi HIV sebelum,

selama dan tidak lama sesudah melahirkan ibu-ibu yang menderita

HIV/AIDS, apabila dari salah seorang pasangan sudah tidak setia maupun

terkena HIV maka gunakan kondom

6. Gambaran tingkat pengetahuan tentang pencegahan HIV/ AIDS pada ibu

rumah tangga didusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana telah disajikan pada tabel

4.9 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu rumah tangga tentang pencegahan

HIV/ AIDS sebagian besar dalam kategori cukup yaitu 37 orang (53,6%),

sedangkan untuk yang baik sebesar 21 orang (30,5%) dan kurang sebanyak

11 orang (15,9%). Sebagian besar responden sudah cukup mengetahui

tentang pencegahan HIV/ AIDS. Hal ini disebakan informasi yang diterima
83

oleh ibu rumah tangga tentang penularan HIV/ AIDS yang didapatkan dari

media social, tv, radio, koran, dan majalah cukup membantu mengetahui

tentang pencegahan akan tetapi sebangian banyak responden kurang

mengerti cara pencegahan.

Menurut Departemen Kesehatan (2012) HIV/ AIDS dapat dicegah

melalui melalui hubungan seksual seperti Abstinence, be faithfull, dan using

condom, dapat dicegah melalui melalui darah seperti drug, equithmen, dan

tranfusi darah, dan pencegahan melalui ibu ke anak yang dikandungnya.

7. Gambaran tingkat pengetahuan tentang deteksi dini HIV/ AIDS pada ibu

rumah tangga didusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana telah disajikan pada tabel

4.10 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu rumah tangga tentang deteksi

dini HIV/ AIDS sebagian besar dalam kategori baik yaitu 55 orang

(79,7%), sedangkan untuk kategori kurang sebesar 14 orang (20,3%). Hal

ini disebakan informasi yang diterima oleh ibu rumah tangga tentangdeteksi

dini HIV/ AIDS yang didapatkan dari media social, tv, radio, koran, dan

majalah sangat membantu untuk mengetahui deteksi dini HIV/ AIDS.

8. Gambaran tingkat pengetahuan tentang pengobatan HIV/ AIDS pada ibu

rumah tangga didusun Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana telah disajikan pada tabel

4.10 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu rumah tangga tentang

pengobatan HIV/ AIDS sebagian besar dalam kategori kurang yaitu 36

orang (52,2%), sedangkan untuk kategori baik sebesar 33 orang (47,8%).


84

Hal ini disebakan informasi yang diterima oleh ibu rumah tangga tentang

pengobatan HIV/ AIDS sangat minim. Sebagian responden menganggap

bahwa obat ARV itu tidak memperlambat virus HIV/ AIDS dan penyakit

HIV/ AIDS itu tidak dapat dicegah dari ibu ke anak yang dikandungnya.

Menurut Nursalam (2013), beberapa jenis obat-obatan antiretriviral (ARV)

adalah Nucleoside reverse transcriptase inhibotor (NRTI) sebagai analog

nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA

(proses ini dilakukan oleh virus agar bisa berreplikasi), Nucleotide reverse

transcriptase inhibitor (NtRTI) yang termasuk golongan ini adalah

Tenofovir (TDF), Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)

golongan ini juga bekerja dengan menghambat proses pertumbuhan RNA

menjadi DNA dengan cara mengikat reverse transcriptase sehingga tidak

berfungsi, Protease inhibitor (PI) menghalangi kerja enzim protease yang

berfungsi memotong DN yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang

benar untuk memproduksi virus baru. Sumber informasi juga menjadi salah

satu penyebab kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS karena jarang

mendapat informasi atau jarang mengikuti penyuluhan tentang

pendidikan kesehatan seksualitas khususnya HIV/AIDS sehingga

pengetahuan responden hanya sebatas pengetahuan yang umum saja.

9. Gambaran tingkat pengetahuan HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga didusun

Junggul Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

pengetahuan ibu rumah tangga tentang HIV/AIDS di dusun Junggul


85

Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang adalah baik sebanyak 33

responden (47,9%), sehingga dapat disimpulkan pengetahuan ibu rumah

tangga dalam kategorik baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Bhagavathula.

(2015) bahwa Hampir dua pertiga responden memiliki pengetahuan yang

jelas tentang singkatan yang digunakan untuk HIV/AIDS. Anggota keluarga

dewasa dari ODHA telah menyatakan jawaban positif terhadap HIV/AIDS

dan tingkat tinggi KAP-MV Skor pada isu yang berhubungan dengan

transmisi HIV/AIDS, mengingat mayoritas responden telah menjawab

dengan benar. Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu dari

manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan dari manusia untuk

memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-barang

baik lewat indra maupun lewat akal, dapat pula objek dipahami berbentuk

ideal atau bersangkutan dengan masalah kejiwaan (Notoatmodjo, 2012).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Becca S. Feldman

lebih dari separuh pria (57%) dan dua pertiga perempuan (69%) nilai tinggi

(Skor 8 – 9) pada skala pengetahuan HIV/AIDS, sementara 17% pria dan

9% perempuan mencetak gol rendah (1 – 5) pengetahuan dikaitkan dengan

pendidikan, usia, agama, status perkawinan, dan aktivitas seksual, meskipun

terdapat perbedaan sederhana secara statis signifikan karena ukuran sampel

yang besar. Notoatmodjo (2018) usia berpengaruh terhadap daya tangkap

dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah tua akan semakin berkembang
86

pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Tham Jen Sern

(2018) keseluruhan, lebih dari 90 persen responden mengetahui mode

penularan HIV/ AIDS menunjukkan sebagian besar responden yang disurvei

setuju bahwa HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom

(93,2%) dan kehamilan (69,1%). Maka dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan yang dimiliki baik, penelitian yang mereka temukan bahwa

perempuan lebih berpengetahuan daripada laki-laki tentang pengetahuan

umum tentang HIV / AIDS. Hal ini disebabkan oleh faktor pengalaman dan

faktor hubungan sosial  yang mempengaruhi pengetahuan seseorang,

pengalaman merupakan guru terbaik, pengalaman merupakan sumber

pengetahuan, dan pengalaman itu adalah suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2010) pengalaman pribadi

pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan dengan

cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam

pemecahan masalah.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Haider (2009) Knowledge

about AIDS/ HIV infections among women attending obstetrics and

gynaecology clinic at a university hospital sebagian besar wanita tahu

bahwa itu ditularkan melalui hubungan seksual yang dekat, melalui darah

yang terinfeksi, dapat ditularkan dari ibu ke bayi dan tahu bahwa itu

ditularkan melalui penggunaan kembali jarum yang terinfeksi sementara


87

hanya 40,7% yang tahu bahwa itu dapat ditularkan selama persalinan. Para

responden memiliki pengetahuan bahwa banyak pasangan seksual (79,4%),

pelacur dan laki-laki homoseksual (49,7%), pecandu narkoba (49,7%)

adalah kelompok berisiko tinggi. Mengenai pencegahan AIDS, 70,9%

disebutkan menghindari homoseksualitas, 58,7% tahu penggunaan kondom

dan 74,7% wanita tahu bahwa skrining darah di laboratorium sebelum

transfusi dapat mencegah AIDS.  Seratus enam puluh lima (85,7%) wanita

berpendidikan dan 24 (12,7%) buta huruf. Pendidikan adalah proses

perubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok dan merupakan

usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan

(Riyanto, 2013). Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin cepat

menerima dan memahami suatu informasi sehingga pengetahuan yang

dimiliki juga semakin tinggi (Sriningsih, 2011).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Bastian (2016) Spread of

Human Immunodeficiency Virus Among Housewives: A Qualitative Study

in Kediri City bahwa pengetahuan ibu rumah tangga memiliki pengetahuan

yang buruk tentang penyakit HIV, mereka tidak memiliki persepsi tentang

kemungkinan tertular, karena kurangnya pengetahuan menjadikan takut

distimatisasi dan lingkungan. Menurut Riyanto (2013) Lingkungan

mempengaruhi proses masuknya pengetahuan kedalam individu karena

adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspons sebagai

pengetahuan oleh individu. Lingkungan yang baik akan pengetahuan yang


88

didapatkan akan baik tapi jika lingkungan kurang baik maka pengetahuan

yang didapat juga kurang baik .

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Octavianty (2015) Pengetahuan, sikap dan pencegahan HIV/ AIDS pada ibu

rumah tangga menyatakan dalam distribusi frekuensi pengetahuan umum

tentang HIV/ AIDS pada responden yang memiliki suami sopir di

Kabupaten Tanah Bambu dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu

pengetahuan rendah dan tinggi terdapat 20 responden (50%), dan responden

yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi terdapat 20 responden (50%).

Pengetahuan dan pemahaman yang salah akan sebuah informasi khususnya

HIV/ AIDS dapat mempengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimilikinya.

Rendahnya pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan pemahaman

tentang HIV/ AIDS.

C. Keterbatasan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada waktu pagi,siang,sore dan malam

pada saat semua ibu rumah tangga berada dirumah dan pulang kerja, sehingga

dimungkinkan responden kurang focus terhadap kuesioner dan ibu rumah

tangga yang susah ditemui dalam kurun waktu sehari disebabkan ibu rumah

tangga yang mempunyai kesibukan.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil distribusi frekuensi gambaran tingkat pengetahuan HIV/ AIDS

pada ibu rumah tangga didusun Junggul kecamatan Bandungan kabupaten

Semarang adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan ibu rumah tangga tentang HIV/ AIDS sebagian besar dalam

kategorik baik sebesar 33 responden (47,9%).

2. Pengetahuan ibu rumah tangga tentang pengertian HIV/ AIDS sebagian

besar dalam kategorik baik sebesar 43 responden (62,3%).

3. Pengetahuan ibu rumah tangga tentang patofisiologi HIV/ AIDS sebagian

besar dalam kategorik baik sebesar 36 responden (52,2%).

4. Pengetahuan ibu rumah tangga tentang tanda dan gejala HIV/ AIDS

sebagian besaar dalam kategorik baik sebesar 36 responden (52,2%).

5. Pengetahuan ibu rumah tangga tentang penularan HIV/ AIDS sebagian

besar dalam kategorik baik sebesar 25 responden (36,2%).

6. Pengetahuan ibu rumah tangga tentang penyebab HIV/ AIDS sebagian

besar dalam kategorik cukup sebesar 37 responden (53,6%).

7. Pengetahuan ibu rumah tangga tentang pencegaham HIV/ AIDS sebagian

besar dalam kategorik baik sebesar 48 responden (69,6%).

8. Pengetahuan ibu rumah tangga tentang deteksi dini HIV/ AIDS sebagian

besar dalam kategorik baik sebesar 55 responden (79,7%)

89
90

9. Pengetahuan ibu rumah tangga tentang pengobatan HIV/ AIDS sebagian

besar kurang sebesar 36 responden (52,2%).

B. Saran

Setelah peneliti melakukan penelitian tentang gambaran tingkat

pengetahuan HIV/ AIDS pada ibu rumah tangga didusun Junggul kecamatan

Bandungan kabupaten Semarang peneliti memiliki saran sebagai berikut :

1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat dijadikan sebagai panduan pustaka bagi mahasiswa yang

lain.

2. Bagi Ibu Rumah Tangga

Diharapkan ibu rumah tangga dapat meningkatkan pengetahuan tentang

HIV/ AIDS dengan dating ke tenaga kesehatan dan melihat media-media

informasi. Sehingga dapat mempermudah meningkatkan pengetahuan

tentang HIV/AIDS.

3. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dapat menyediakan

waktu dan tempat untuk memberikan sosialisasi tentang HIV/AIDS metode

yang mudah dipahami oleh kalangan ibu rumah tangga dan masyarakat

secara umum sehingga dapat membantu bidan dan petugas kesehatan lain

dalam memberikan pendidikan kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2010). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta


Bastian. (2016). Spread of Human Immunodeficiency Virus Among Housewives: A
Qualitative Study in Kediri CityBastian (2016) Spread of Human
Immunodeficiency Virus Among Housewives: A Qualitative Study in
Kediri City
Bhagavathula. (2015). A cross sectional study: the knowledge, attitude,
perception, misconception and views (KAPMV) of adult family members of people
living with human immune virus-HIV acquired immune deficiency syndrome-AIDS
(PLWHA)https://search.proquest.com/docview/1749592055/B372FC0C6A84B65
PQ/1?accountid=62691
Brawijaya, Rengganis. (2010). Imunologi Dasar Edisi 9. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Dalimoenthe. (2011). Perempuan dalam Cengkeraman HIV/ AIDS: Kajian
Sosiologi Feminis Perempuan Ibu Rumah Tangga
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Nasional
Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral
Dewi, Wawan. (2011). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika
Dinkes Jateng. (2016). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016.
Semarang: Dinkes Jateng
Hidayat, A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika
Hudak, Gallo. (2010). Keperawatan Kritis Edisi 6. Jakarta: EGC
Hutapea, Ronald. (2011). AIDS & PMS dan Pemerkosaan. Jakarta : Riena Cipta
Kemenkes RI. (2015). Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan
HIV dan Sifilis Dari Ibu Ke Anak. Jakarta: Kemenkes RI 2015
Kemenkes RI. (2016). Petunjuk Teknis Program Pengendalian HIV AIDS dan
PIMS Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Kemenkes RI 2016
Kemenkes RI. (2017). Kajian Nasional Respon HIV Di Bidang Kesehatan
Republik Indonesia
Kemenkes RI. (2017). Laporan Perkembangan HIV-AIDS & PIMS Triwulan 1
Tahun 2017. Jakarta: Kemenkes RI 2017
Kemenkes RI. 2015. HIV tertinggi di Indonesia. http://www.depkes.go.id
Kementrian Kesehatan RI. (2012). Buku Petunjuk Penggunaan Media KIE Versi
Pekerja dan Mahasiswa ”Aku Bangga Aku Tahu”: Jakarta
KPAD Jawa Tengah, 2015. Restra KPA Jawa Tengah 2007-2015.
http://www.aidsjateng.or.id/. Diakses pada 12 Januari 2018
Lestari, T. (2015). Kumpulan Teori Untuk Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Noviana, Nana. (2013). Kesehatan Reproduksi dan HIV/AIDS. Jakarta : Trans
Info Media
Noviva, Harneda. 2017. Hubungan Pengetahuan Tentang HIV/ AIDS Dengan
Sikap Pencegahan HIV/ AIDS Pada Ibu Rumah Tangga di RW XIV
Kelurahan Sosromeduran Kota Yogyakarta
Nursalam. (2009). Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/ AIDS.
Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2013). Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeki HIV/AIDS. Jakarta
: Salemba Medika
Octavianty, Lenny; Atikah Rahayu; Fauzie Rahman; Dian Rosadi. 2015.
Pengetahuan, Sikap dan Pencegahan HIV/ AIDS Pada Ibu Rumah Tangga
Priyoto. (2014). Teori Sikap dan Perilaku dalam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Reber, SA. (2010). Kamus Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Silvianti, F. (2010). Mengenal HIV/AIDS. Jakarta : Nobel Edumedia
WHO. (2016-2021). Global Health Sector Strategy On HIV 2016-2021 Towards
EndingAID

Anda mungkin juga menyukai