Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA

DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS BERGAS,KECAMATAN


BERGAS,KABUPATEN SEMARANG

Adhe Bagus.Mona Saparwati.M.Imron Rosyidi


Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran
Dosen S1 Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran
email : adhebagus04@gmail.com

Universitas Ngudi Waluyo Ungaran

Program Studi Keperawatan

Skripsi, Juli 2019

Hubungan tingkat kecemasan dengan mekanisme koping pada ODHA di Puskesmas Bergas, Kecamatan
Bergas, Kabupaten Semarang

XIV+ 80 halaman +5 tabel+ 10 lampiran

ABSTRAK

Masalah HIV HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan global yang penting karena
frekuensi dan tingkat kematian yang tinggi. Perilaku dan koping yang postif diharapkan mempengaruhi
repon sosial emosional pada pasien HIV/AIDS dimana respon emosi tetap stabil, respon kecemasan
berkurang, dan respon interaksi sosial meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan tingkat kecemasan dengan mekanisme koping pada ODHA di Puskesmas Bergas, Kecamatan
Bergas, Kabupaten Semarang.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ODHA di
Puskesmas Bergas, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 47 orang. Teknik sampling
yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 47 orang. Pengumpulan data
menggunakan instrumen data dianalisis menggunakan uji chi square

Hasil penelitian, diketahui sebagian besarresponden mempunyai tingkat kecemasan dalam kategori
berat yaitu sebanyak 18 responden (38,3 %) dan paling banyak responden yang mempunyai mekanisme
koping dalam kategori adaptif yaitu sebanyak 26 responden (55,3 %).Hasil uji statistik menggunakan uji chi
square diketahui ada hubungan yang signifikanantara tingkat kecemasan dengan mekanisme koping
padaODHA di KDS PuskesmasBergas, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang dengan nilai p value 0,000

Diharapkan ODHA mampu melakukan koping bersifat adaptif untuk mengurangi tingkat stress dan
kecemasanmereka alami akibat penyakit yang di deritanya saat ini.

Kata kunci : tingkat kecemasan, mekanisme koping, ODHA

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA
PUSKESMAS BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 1
Kepustakaan : 23 kepustakaan (2005 -2014)

Ngudi Waluyo University Ungaran

Nursing Study Program

Thesis, July 2019

Relationship between anxiety level and coping mechanism for people with HIV and AIDS in Bergas Health
Center, Bergas District, Semarang Regency.

XIV + 80 pages + 5 tables + 10 attachments

ABSTRACT

HIV Issues HIV / AIDS is one of the important global health problems because of the high frequency and
mortality rate. Positive behaviors and coping are expected to influence social emotional responses in HIV /
AIDS patients where emotional responses remain stable, anxiety responses decrease, and responses to
social interactions increase. The purpose of this study was to determine the relationship of anxiety levels
with coping mechanisms on people with HIV and AIDSin Bergas Health Center, Bergas District, Semarang
Regency.

This type of research is descriptive correlational using a cross sectional approach using a
questionnaire as a data collection tool. The population in this study were all people with HIV and AIDS in
Bergas Health Center, Bergas District, Semarang Regency, which were 47 people. The sampling technique
used was total sampling with a total sample of 47 people. Data collection using data instruments was
analyzed using the chi square test The results of the study, it is known that the majority of respondents had
an anxiety level in the heavy category, namely as many as 18 respondents (38.3%) and most respondents
had coping mechanisms in the adaptive category as many as 26 respondents (55.3%).

The results of statistical tests using the chi square test revealed that there was a significant
relationship between anxiety levels and coping mechanisms on people with HIV and AIDSin Bergas
Community Health Center, Bergas District, Semarang Regency with a p value of 0,000 It is expected that
people with HIV and AIDS will be able to do coping that is adaptive to reduce the level of stress and anxiety
they experience due to the disease that is currently suffering.

Keywords: anxiety level, coping mechanism, people with HIV and AIDS

Literature: 23 libraries (2005 -2014)

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA
PUSKESMAS BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 2
BAB I sebanyak 17 kasus (Dinkes Kabupaten
PENDAHULUAN Semarang, 2014). Dan kasus HIV-AIDS di
Ungaran lebih dari 20 orang (KPA, 2015).
A. Latar Belakang Dari penemuan kasus HIV-AIDS,
Kejadian HIV/AIDS mencapai 40 juta menunjukkan bahwa kasus AIDS lebih besar
orang diseluruh dunia telah mengidap dibandingkan dengan kasus HIV, dengan
HIV/AIDS, dari jumlah ini 37,2 juta penemuan terbanyak pada kelompok remaja
diantaranya adalah orang dewasa dan 2,7 juta produktif usia 20-29 tahun, hal ini
adalah anak–anak yang berusia kurang dari 15 dikarenakan terbatasnya akses informasi dan
tahun, di Amerika Serikat 17,6 juta atau 47 % pelayanan kesehatan yang diterima kelompok
wanita dewasa pengidap HIV (Patricia, et al., remaja produktif usia 20-29 tahun, sehingga
2013). Kecenderungan peningkatan jumlah dampak yang ditimbulkan dari rendahnya
kasus HIV dari tahun ke tahun meningkat pengetahuan komperhensif mengenai HIV-
sejak pertama kali dilaporkan tahun 1987. AIDS adalah penderita khususnya remaja baru
Sebaliknya jumlah kasus AIDS menunjukkan menyadari bahwa dirinya terinfeksi HIV dan
kecenderungan meningkat secara lambat sudah masuk fase AIDS positif yang bisa
bahkan sejak tahun 2012 jumlah kasus AIDS menular kepada orang lain.
mulai menurun. Jumlah kumulatif penderita Permasalahan yang dihadapi Orang
HIV/AIDS dari tahun 1987 sampai september dengan HIV/AIDS (ODHA) bukan hanya
2014 sebanyak 150.296 orang, sedangkan total masalah medis atau kesehatan, tetapi juga
kumulatif kasus AIDS sebanyak 55.799 orang. menyangkut permasalahan sosial, politik, dan
Pola penularan HIV berdasarkan 5 tahun ekonomi (Arifin, 2008). Banyak perubahan
terakhir banyak terjadi pada usia produktif 25- yang terjadi dalam diri individu setelah
49 tahun, diikuti kelompok 20-24 tahun terinfeksi HIV/AIDS. Perubahan fisik akibat
(KEMENKES, 2014). gejala-gejala penyakit yang disebabkan
Kasus HIV di Indonesia (2014), menurunnya sistem kekebalan tubuh pada diri
mcncapai 15.534 kasus baru, diantaranya 91 ODHA mempengaruhi kehidupan pribadi,
,3% adalah kelompok usia produktif (15-49 sosial, belajar, karir dan bahkan kehidupan
tahun) dengan 6.528 orang (42%) di antaranya keluarga. Selain itu juga isu-isu stigma dan
adaJah perempuan. Kasus AIDS bam pada diskriminasi yang dialami ODHA, baik dari
kelompok ibu rumah tangga menempati urutan keluarga, tetangga, dunia kerja, sekolah, dan
kedua, yang apabila hamil berpotensi anggota masyarakat lainnya, semakin
menularkan infeksi I-IIV ke bayinya, lebih memperparah kondisi dirinya dan bahkan
dari 90% bayi terinfeksi HIV tertular dari lebih sakit daripada dampak penyakit yang
ibunya yang dapat tertular pada masa dideritanya.
kehamilan saat persalinan dan selama Perubahan yang terjadi di dalam diri
menyusui (Depkes, 2015). dan di luar diri ODHA membuat mereka
Data kasus HIV-AIDS di Jawa Tengah memiliki persepsi yang negatif tentang dirinya
dari tahun 1987-September 2014 sebanyak dan mempengaruhi perkembangan konsep
9.032 kasus (PUSDATIN, 2014). Sedangkan dirinya. ODHA cenderung menunjukkan
penemuan kasus HIV-AIDS di Kabupaten bentuk-bentuk reaksi sikap dan tingkah laku
Semarang tahun 2014 juga meningkat yang salah. Hal ini disebabkan
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun ketidakmampuan ODHA menerima kenyataan
2014 ditemukan 63 kasus HIV, sedangkan dengan kondisi yang dialami. Keadaan ini
tahun 2013 kasus HIV yang ditemukan diperburuk dengan anggapan bahwa HIV
sebanyak 22 kasus. Untuk kasus AIDS pada merupakan penyakit yang belum ada obatnya.
tahun 2014 sebanyak 19 kasus, sedikit Beberapa masalah yang dialami ODHA baik
meningkat dibanding tahun 2013 yang secara fisik maupun psikologis, antara lain:
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA
PUSKESMAS BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 3
muncul stress, penurunan berat badan, mental maupun perilaku, untuk menguasai,
kecemasan, gangguan kulit, frustasi, bingung, mentoleransi, mengurangi atau meminimalisir
kehilangan ingatan, penurunan gairah kerja, suatu situasi atau kejadian yang penuh
perasaan takut, perasaan bersalah, penolakan, tekanan.
depresi bahkan kecenderungan untuk bunuh Hidup seorang HIV/AIDS sangat
diri. Kondisi ini menghambat aktivitas dan tertekan, karena hidupnya sudah divonis tidak
perkembangan ODHA sehingga kehidupan akan lepas dari virus yang akan bersarang
efektif sehari-harinya terganggu (Arifin, dalam tubuhnya, juga trauma yang diperoleh
2008). dari masyarakat. Orang dengan HIV/AIDS
Permasalahan yang biasa muncul pada akan merasa hidupnya tidak berarti.
ODHA adalah selain masalah fisik juga Pandangan dan harapan masa depan menjadi
adanya stigma yaitu reaksi sosial terhadap suram dan gelap gelap, dimana hasil dari
ODHA yang jelek. Stigma ini muncul karena segala sesuatunya sangat buruk, yang dapat
penyakit ini berkaitan dengan perilaku memicu usaha untuk bunuh diri. Dengan
homoseksual dan pemakai narkoba suntik mencermati adanya keterkaitan antara kondisi
sehingga ODHA dianggap tidak bermoral. stres dengan progresivitas penyakit maka
Isolasi sosial menjadi permasalahan yang perlunya menciptakan lingkungan yang
terjadi berikutnya. Permasalahan yang begitu kondusif selama proses pengobatan yaitu
kompleks pada ODHA diiringi dengan dengan cara meningkatkan dukungan sosial
kehilangan dukungan sosial seperti kurangnya pada pasien HIV/AIDS.
perhatian keluarga dan masyarakat. Reaksi Dukungan sosial tersebut dapat sangat
tersebut menjadi pengalaman buruk bagi membantu setelah mengalami stres dan
ODHA dimana disaat dia membutuhkan penting untuk mengurangi gangguan
dukungan tidak ada yang membantunya psikologik yang berkaitan dengan HIV/AIDS.
sehingga banyaknya muncul harga diri rendah Tersedianya dukungan sosial akan sangat
serta depresi pada ODHA (Rihaliza, 2010). diperlukan sehubungan dengan rasa
Penyakit HIV/AIDS yang mengubah keputusasaan dan depresi pasien dan
pola hidup dapat juga menurunkan perasaan diharapkan dengan dukungan keluarga stres
nilai diri, sedangkan harga diri pada pasein berkurang dan respon sosial emosional akan
HIV/AIDS adalah rasa ingin dihormati, lebih baik, dimana respon emosi, kecemasan
diterima, kompeten dan bernilai. Orang dan interaksi sosialnya menjadi lebih positif.
dengan harga diri rendah, sering merasa tidak Perilaku dan koping yang postif maka
dicintai dan sering mengalami depresi dan diharapkan mempengaruhi repon sosial
kecemasan. Ketidakmampuan untuk emosional pada pasien HIV/AIDS dimana
memenuhi harapan orang tua, harga diri pada respon emosi tetap stabil, respon kecemasan
orang dewasa mencakup ketidakberhasilan berkurang, dan respon interaksi sosial
dalam pekerjaan dan kegagalan dalam meningkat. Hal ini akan mempengaruhi pula
hubungan sosial (Potter, 2010). modulasi sistem imun, yang ditunjukan
Untuk mampu beradaptasi tiap dengan meningkatnya jumlah limfosit dan
individu akan berespon terhadap kebutuhan sitokin serta menurunya viral load sehingga
fisiologis, konsep diri yang positif, mampu progresivitas penyakit dapat di hambat.
memelihara integritas diri, selalu berada pada Ketidakmampuan penyesuain diri yang
rentang sehat sakit untuk memelihara proses ditimbulkan apabila individu tidak melakukan
adaptasi. Demikian besar dampak mekanisme penyesuin diri terhadap lingkungannya
koping adaptif untuk kualitas hidup pada menurut Supriyo (2008), akan berdampak
pasein HIV reaktif maka diperlukan pada kesulitan bergaul seperti kesulitan
pertukaran informasi secara mendetail dan komunikasi dengan orang lain, minder yaitu
menyeluruh antar sesama pasien HIV. Strategi tidak punya keberanian takut, salah jika
koping menunjukan pada berbagai upaya, baik individu tersebut berkomunikasi dengan orang
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 4
lain, tertutup, jika sudah menjadi minder, KDS Bergas, Kecamatan Bergas,
maka akan tertutup terhadap orang lain. Kabupaten Semarang
Dikucilkan oleh masyarakat sekitar, karena 2. Tujuan khusus
masyarakat akan mengaggap orang tersebut a. Untuk mengetahui gambaran tingkat
menyimpang dari yang seharusnya ada dalam kecemasan pada ODHA di KDS
masyarakat tersebut dimana individu itu Bergas, Kecamatan Bergas, Kabupaten
tinggal. Semarang
Studi pendahuluan dilaksanakan di b. Untuk mengetahui strategi koping
KDS (Kelompok Dukungan Sebaya) Bergas terhadap penyesuaian diri pada Odha
pada bulan April didapatkan data jumlah di KDS Bergas, Kecamatan Bergas,
ODHA yang berada dan di tangani oleh KDS Kabupaten Semarang
bergas pada tahun 2017 yaitu 41 orang dengan c. Untuk mengetahui hubungan tingkat
rincian jumlah ODHA yang berjenis kelamin kecemasan dengan strategi koping
laki-laki dengan usia 15-30 tahun sebanyak 6 terhadap penyesuaian diri pada
orang dan berusia >30 tahun sebanyak 11 D. Manfaat Penelitian
orang, sedangkan ODHA yang berjenis 1. Bagi Petugas Pelayanan Kesehatan
kelamin perempuan yang berusia 15-30 tahun Diharapkan penelitian ini sebagai
sebanyak 16 orang dan yang berusia >30 tahun wawasan bagi petugas kesehatan untuk
sebanyak 8 orang, dan tidak ditemukan ODHA meningkatkan pelayanan PITC (provider-
yang berumur <15 tahun. Berdasarkan hasil initiated testing and counseling), dan
wawancara terhadap ketua KDS Bergas meningkatkan program KDS (kelompok
diketahui bahwa semua ODHA yang menjadi dukungan sebaya) bagi ODHA untuk
binaan di KDS Bergas setiap minggu meningkatkan mekanisme koping ke arah
melakukan hearing dan konseling secara yang positif .
bergantian dengan setiap jadwal pertemuan di 2. Bagi Keluarga dan Masyarakat
hadiri kurang lebih sebanyak 15-20 orang baik Diharapkan penelitian ini mampu
laki-laki maupun perempuan ODHA. mengubah stigma atau persepsi keluarga
Fenomena ini yang menstimulasi dan dan masyarakat bahwa ODHA tidak untuk
memotivasi bagi penulis untuk memahami dijauhi, tetapi support keluarga dan
dan mengkaji lebih dalam tentang ODHA masyarakat akan meningkatkan harga diri
maka peneliti berminat untuk mengangkat ODHA selain dari kelompok dukungan
judul “Hubungan tingkat kecemasan dengan sebaya.
strategi koping terhadap penyesuaian diri pada 3. Bagi Institusi Pendidikan
ODHA di KDS Bergas, Kecamatan Bergas, Diharapkan penelitian ini dapat
Kabupaten Semarang” bermanfaaat untuk menambah
perkembangan ilmu keperawatan.
B. Rumusan Masalah 4. Bagi Penderita HIV/AIDS
Berdasarkan latar belakang tersebut Diharapkan penelitian ini dapat
maka rumusan masalah penelitian ini adalah meningkatkan mekanisme koping ke arah
adakah hubungan tingkat kecemasan dengan yang positif pada ODHA dengan adanya
strategi koping terhadap penyesuaian diri pada dukungan yang diberikan oleh keluarga
ODHA di KDS Bergas, Kecamatan Bergas, 5. Bagi Peneliti
Kabupaten Semarang. Diharapkan penelitian ini mampu
meningkatkan pengetahuan baru bagi
C. Tujuan Penelitian peneliti dan peneliti berikutnya tentang
1. Tujuan umum mekanisme koping dengan stress pada
Untuk mengetahui hubungan tingkat ODHA di KDS Gunung Pati Kotamadya
kecemasan dengan strategi koping Semarang
terhadap penyesuaian diri pada ODHA di
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 5
maupun
psikologis
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif korelasional dengan menggunakan kecema Gangguan Menggunakan Tingkat ordina
pendekatan cross sectional, dimana data yang san alam kuisioner FIRS- kecemasa l
menyangkut variabel bebas dan terikat perasaan A (hamilton n di
dikumpulkan dalam waktu bersama-sama. ketakutan rating scale for kategorik
Tiap subyek penelitian hanya diobservasi atau anxiety), yang an
sekali saja dan pengukuran dilakukan kekhawatira terdiri dari 14 a). tidak
terhadap status karakter atau variabel subyek n yang item pertanyaan. ada
pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2010). mendalam Penilaian Skor kecemasa
B. Populasi dan Sampel ketika antara 0-4, yang n >14
1. Populasi. seseorang artinya b)
Populasi dalam penelitian ini adalah semua dalam 0 : tidak ada kecemasa
ODHA di KDS Bergas, kecamatan bergas, kondisi sakit gejala(keluhan) n ringan
kabupaten semarang yaitu sebanyak 47 dan 1 : gejala ringan 14-20
orang pada tahun 2019 pengobatan (satu pilihan c)
2. Sampel dari gejala yang kecemasa
Tehnik sampling yang digunakan dalam ada) n sedang
penelitian ini adalah tehnik total populasi 2: gejala sedang 21-27
dimana semua anggota populasi dijadikan (separuh dari d)
sampel dalam penelitian ini yaitu sejumlah gejala yang ada kecemasa
47 ODHA 3: gejala berat n berat
C. Definisi Operasional (lebih dari 28-41
Variabe Definisi Alat Ukur Hasil Skala separuh gejala e)Kecema
l Ukur yang ada) san berat
Mekani Mekanisme Menggunakan Jumlah ordina 4: gejala berat sekali:
sme atau cara kuesioner total Skor l sekali (semua 42-56
koping yang dengan Skala pertanyaa gejala ada)
diguankan likert yang n
perempuan terdiri dari 20 dikategori D. Analisi Data
ODHA item pertanyaan kan 1. Analisi Univariat
dalam I : tak ada atu menjadi Dalam penelitian ini yang dianalisa
menyelesaik tidak pernah adaptif=5 adalah variabel tentang tingkat kecemasan
an masalah 2: sesuai yang 1-80 dengan mekanisme koping pada ODHA di
dan dialami sampai Maladptif KDS Bergas, Kecamatan Bergas,
mengatasi tingkat =20-50 Kabupaten Semarang. Pengujian masing-
peruabhan tertentu/kadang masing variabel dengan menggunakan tabel
akibat 3: sering dan diinterprestasikan berdasarkan hasil
penyakit 4: sangat sesuai yang diperoleh. Setelah data primer
HIV/AIDS dengan yang dimasukkan dalam tabel tabulasi kemudian
yang di dialami atau dimasukkan ke dalam tabel distribusi
deritanya hampir setiap frekuensi
baik dari saat. 2. Analisi Bivariat
fisik Uji statistik yang digunakan dalam
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 6
penelitian ini adalah uji kendall's tau. kecemasan dengan mekanisme koping pada
Menurut Sugiono (2013) bila ada data yang ODHA di KDS Puskesmas Bergas,
diambil dari dua variabel adalah kata Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang
kategorik maka uji statistik yang digunakan
adalah uji chi square atau kai kuadrat. BAB V
PEMBAHASAN

BAB IV A. Analisis univariat


HASIL PENELITIAN 1. Kecemasan
Berdasarkan hasil penelitian
A. Analisa Univariat diketahui bahwa sebagian besar responden
1. Tingkat kecemasan pada ODHA di KDS dalam penelitian ini mengalami gangguan
Puskesmas Bergas, Kecamatan Bergas, kecemasan dalam tingkat yang berat yaitu
Kabupaten Semarang sejumlah 18 responden (38,3). Tingkat
Diketahui bahwa paling banyak kecemasan dalam kategori berat tersebut
responden yang mempunyai tingkat dapat dilihat dari hasil penelitian dimana
kecemasan dalam kategori berat yaitu sebagian besar responden dalam penelitian
sebanyak 18 responden (38,3 %). ini mengalami beberapa perasaan
2. Mekanisme koping pada Odha di KDS psikologis, somatik maupun fisiologis
Bergas, Kecamatan Bergas, Kabupaten yang mengarah pada tanda dan gejala
Semarang kecemasan berat.
Diketahui bahwa paling banyak Hal tersebut dapat dilihat dari hasil
radalah responden yang mempunyai penelitian dimana sebagian besar
mekanisme koping dalam kategori adaptif responden mengalami tanda dan gejala
yaitu sebanyak 26 responden (55,3 %). kecemasan dalam kategori berat di tinjau
B. Analisa Bivariat dari aspek psikologis dimana sebagian
Hubungan tingkat kecemasan dengan besar responden menyatakan bahwa
mekanisme koping pada ODHA di KDS mereka mempunyai perasaan ansietas
Puskesmas Bergas, Kecamatan Bergas, dengan gejala berat (35,5 %) beruapa rasa
Kabupaten Semarang cemas (100 %), adanya perasaan buruk
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui (64,7 %), mudah tersinggung (58,8 %) dan
bahwa, responden yang memiliki tingkat takut akan pikiran sendiri (82,4 %).
kecemasan dalam kategori sangat berat Sebagian besar responden juga
semuanya yaitu sebanyak 13 responden (100 mengeluhkan bahwa mereka mengalami
%) mempunyai mekanisme koping maladaptif, ketegangan dengan gejala berat (35,3 %)
sedangkan responden dengan tingkat berupa rasa gelisah (88,2 %), mudah
kecemasan dalam kategori berat sebagian menangis (58,8 %), merasa lesu (94,1 %)
besar mempunyai mekanisme koping adaptif dan merasa tegang (64,7 %). Selain itu
yaitu sejumlah 11 responden (61.1 %) dan sebagian besar responden juga menyatakan
responden yang mempunyai tingkat bahwa mereka merasa depresi dengan
kecemasan sedang sebagian besar mempunyai gejala berat (94,1 %) yaitu berupa adanya
mekanisme koping adaptif yaitu sebanyak 15 perasaan berubah-ubah sepanjang hari
responden (93.8 %). Dari hasil uji statistik (76,5 %), sedih (88,2 %), hilangnya minat
menggunakan uji chi square dengan taraf (70,6 %) dan berkurangnya kesenangan
signifikansi 5 % (0,05) didapatkan p value pada hobi (64,7 %). Beberapa hal tersebut
sebesar 0,0001 (Apabila nilai p value/ < 0,05 menunjukkan adanya gangguan
maka hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima). kecemasan dalam kategori berat yang
Nilai p tersebut menunjukkan bahwa ada dialami oleh sebagian besar responden di
hubungan yang signifikan antara tingkat tinjau dari aspek psilogis responden.
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 7
Respon psikologis secara umum ODHA baik karena gejala penyakit yang
berhubungan adanya ansietas menghadapi bersifat organik maupun beban psikososial
kondisi yang dialami saat ini, diagnosa dapat menimbulkan rasa cemas.
penyakit yang belum pasti Kenyataan bahwa belum ditemukan obat
kesembuhannya, keganasan, ketidaktahuan untuk menyembuhkan HIV/AIDS dan
dan sebagainya (Long, 2013). Hal tersebut banyaknya berita tentang kematian ODHA
juga sesuai dengan pendapat Muttaqin & dapat menyebabkan munculnya
Kumala, (2009), yang menyatakan bahwa kecemasan kematian pada karyawan
cemas disebabkan oleh hal-hal yang tidak ODHA
jelas. Perasaan yang tidak menyenangkan Menurut Nurhidayat (2010),
ini umumnya menimbulkan gejala-gejala ODHA mengalami kondisi psikologis
psikologis (seperti panik, tegang, bingung, yang selalu berubah-ubah dimana suatu
tak dapat berkonsentrasi dan sebagainya). hari mereka penuh harapan dan kekuatan,
Perbedaan intensitas kecemasan namun di hari lain merasa begitu
tergantung pada keseriusan ancaman dan tertekan/depresi. Dan jika kondisi ODHA
kemampuan dari mekanisme keamanan ini kita hubungkan dengan faktor dari
yang dimiliki seseorang. Perasaan- dalam (inner component) sebagaimana
perasaan tertekan dan tidak berdaya akan yang disebutkan diatas, bahwa adanya
muncul apabila orang tidak siap perubahan yang terjadi di dalam diri
menghadapi ancaman. seseorang berupa keadaan tidak puas atau
Menurut Guyton (2013), Videbeck ketegangan psikologis akan mengganggu
(2008) dan Hawari (2013), menjelaskan kondisi psikolgis seseorang, tentunya
neurofisiologi kecemasan adalah sebagai kondisi psikologis ODHA akan
berikut : respon sistem saraf otonom mempengaruhi perasaan dan emosinya
terhadap rasa takut dan ansietas sehingga akan timbul kecemasan yang
menimbulkan aktivitas involunter pada terus menerus. Kecemasan terjadi saat
tubuh yang termasuk dalam mekanisme individu merasa tidak nyaman padahal ia
pertahanan diri. ODHA sebagai responden tidak mengetahui objek penyebab
pada penelitian ini, menyadari bahwa terjadinya ketidaknyamanan tersebut
rentang terhadap penyakit yang akan (Videbeck, 2008). Hal ini seperti
menggangu kesehatan fisik mereka karena diungkapkan oleh Hawari (2011) bahwa
sistem imunitas yang menurun dan jika kecemasan merupakan gangguan yang
koping individu tidak baik maka akan menyerang alam bawah sadar seseorang
mengganggu kesehatan psikologi. sehingga dapat menimbulkan suatu
Menurut Irawati, Subandi & perasaan ketakutan dan kekhawatiran yang
Kumolohadi (2011), menyatakan bahwa berlebihan. ODHA (Orang dengan HIV-
gangguan psikologis yang dialami ODHA AIDS).
dikelompokkan menjadi empat kelompok
oleh (menjadi empat jenis gangguan, yaitu Kecemasan dalam kategori berat
gangguan afektif, gangguan kecemasan yang dialami oleh sebagian besar
menyeluruh, keinginan untuk bunuh diri, responden dalam penelitian ini juga dapat
dan gangguan otak organik yang dilihat dari aspek fisologis yang dialami
disebabkan adanya infeksi oportunistik. oleh responden dimana sebagian besar
Hal utama yang dirasakan pada saat responden menyatakan bahwa mereka
ODHA pertama di diagnosa yaitu merasakan beberapa tanda gejala somatik
kecemasan terhadap kematian, walaupun seperti sakit dan nyeri di otot-otot (82,4
tidak mengesampingkan kecemasan %), bdan terasa kaku (76,5 %), merasa
lainnya. Nurhidayat, (2012), lemah (94,1 %), perasaan seperti di tusuk-
mengungkapkan beban yang diderita tusuk (64,7 %), jantung berdebar-debar
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 8
(94,1 %), perasaan lesu/lemas seperti mau Berdasarkan hasil penelitian dan
pingsan (64,7 %), perut meililit (70,6 %) uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
dan perasaan terbakar diperut (82,4 %) sebagian besar responden mengalami
yang kesemua tanda gejala somatik kecemasan dalam kategori berat (38,3 %)
tersebut terjadi dalam rentang yang yang di tandai dengan timbulnya tanda
berulang-ulang dan terasa menyiksa dalam gejala baik psikolgis maupun fisiologis
hidup sebagian besar responden. yang mengarah pada tingkat kecemasan
Menurut Long (2013) menyatakan berat. Tingkat kecemasan diklasifikan
bahwa reaksi fisiologis terhadap ansietas dalam kategori berat dalam penelitian
merupakan reaksi yang pertama timbul dikarenakan responden mengalami tanda
pada sistem saraf otonom, meliputi dan gejala lebih dari separuh dari tanda
peningkatan frekuensi nadi dan respirasi, gejala baik fisik, maupun psikologis yang
pergeseran tekanan darah dan suhu, tercantum dalam alat ukur dalam
relaksasi otot polos pada kandung kemih penelitian ini yaitu hamilton rating scale
dan usus, kulit dingin dan lembab. for anxiety (HRS-A).
Sedangkan Potter & Perry, (2010), Hasil penelitian tersebut di dukung
menyatakan bahwa kecemasan merupakan oleh penelitian yang dilakukan Putra I,G
suatu respon terhadap suatu pengalaman tentang Tingkat Kecemasan Pasien DM di
yang dianggap oleh pasien sebagai suatu RSUD Sanjiwani Gianjar, menunjukkan
ancaman terhadap perannya dalam hidup, bahwa responden yang mengalami tingkat
integritas tubuh bahkan kehidupan sendiri. kecemasan berat sebanyak 81,82% (Putra
Pada pasien yang mengalami kecemasan I,G 2012). Kecemasan merupakan reaksi
terdapat respon yang mempengaruhi salah terhadap penyakit karena dirasakan
satunya respon fisiologi pada kecemasan sebagai suatu ancaman, ketidaknyamanan
meliputi palpitasi, jantung berdebar, akibat nyeri dan keletihan, perubahan diet,
tekanan darah meningkat, denyut nadi berkurangnya kepuasan seksual, timbulnya
menurun dan nafas cepat. krisis finansial, frustasi dalam mencapai
Hal ini diperkuat oleh Djoerban tujuan, kebingungan dan ketidakpastian
(2009), mengatakan bahwa pasien yang masa kini dan masa depan (Smeltzer,
terdiagnosa HIV/AIDS mengalami 2013).
kecemasan berat, dimana pada saat Menurut Sarafino (2013), suatu
mengetahui dirinya mengidap penyakit penyakit dan akibat yang diderita, baik
AIDS, banyak ODHA yang tidak bisa akibat penyakit ataupun intervensi medis
menerima kenyataan bahwa dirinya tertentu dapat menimbulkan perasaan
tertular HIV/AIDS. Manifestasi pada negatif seperti kecemasan, depresi, marah,
kecemasan ini umumnya adalah kelelahan ataupun rasa tidak berdaya dan perasaan-
meningkat, ketegangan otot, bicara cepat, perasaan negatif. Menurut Kaplan dan
kemampuan konsentrasi menurun, mudah Sadock (2012) mengatakan bahwa
tersinggung, marah dan menangis. kecemasan dapat menampilkan diri dalam
(Gakidau, dkk 2008). Berdasarkan hasil gejala-gejala fisik dan gejala-gejala
penelitian di Klinik VCT RSUD Wahab psikologik meliputi gejala fisik berupa
Sjahranie Samarinda terdapat 38% ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan
mengalami kecemasan dalam kategori menjadi tidak teratur, detak jantung
sangat berat, dikarenakan kurangnya bertambah cepat, keringat bercucuran,
pembiayaan untuk berobat dan juga reaksi tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang,
meningkatnya keluhan fisik maupun sesak nafas dan gejala psikologis meliputi
psikis, seperti tangan sering berkeringat, rasa takut, perasaan takut akan ditimpa
perubahan kegiatan jantung, dan tubuhnya bahaya atau kecelakaan, tidak mampu
merasa gatal-gatal. memusatkan perhatian, tidak berdaya, rasa
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 9
rendah diri, hilangnya rasa percaya diri, negosiasi, tahap depresi, dan tahap
tidak tenteram dan sebagainya. penerimaan. Tidak semua individu dapat
Berdasarkan hasil penelitian dan melewati kelima tahapan berduka dengan
uraian diatas menunjukkan bahwa baik, dan individu yang mengalami
sebagian besar responden dalam penelitian kegagalan adapatasi akan menyebabkan
ini mengalami tingkat kecemasan dalam reaksi-reaksi lain (Dalami, et al, 2009).
kategori berat akibat penyakit yang Banyak hal yang dipikirkan oleh ODHA
dideritanya saat ini. Kecemasan dalam saat baru didagnosa seperti kondisi
kategori berat yang dialami oleh sebagian kesehatannya mendatang, sisa usia yang
besar responden menurut asumsi peneliti ada, respon dari keluarga serta lingkungan
dikarenakansebagian besar responden mengenai penyakitnya, pekerjaannya, dan
dalam penelitian ini adalah penderita lain sebagainya, sehingga emosi yang
HIV/AIDS yang masih menjalani terapi dirasakan menjadi tidak stabil, dan salah
pengobatan kurang dari 6 tahun dan lama satu akibat dari gangguan tersebut yaitu
menderita kurang dari 1 tahun. Hal timbulnya kecemasan.
tersebut menurut peneliti menjadi salah Kenyataan bahwa belum
satu alasan timbulnya kecemasan pada ditemukan obat untuk menyembuhkan
sebagian besar responden akibat penyakit HIV-AIDS sering membuat orang yang
yang baru saja mereka alami saat ini. terinfeksi semakin merasa down dan
Responden yang baru saja di vonis bahkan apatis. Padahal dalam keadaan
menderita HIV/AIDS menurut peneliti seperti itu kebutuhan terbesar si penderita
akan merasa panik, khawatir, cemas, adalah dalam bentuk perhatian,
depresi, putus asa dan sudah tidak penghargaan dan juga motivasi sebagai
mempunyai harapan lagi untuk penyemangat untuk terus bertahan.
meneruskan hidupnya. Walaupun telah divonis tidak bisa
Beberapa hal tersebut menurut disembuhkan dan memiliki umur yang
peneliti merupakan salah hal yang dapat tidak panjang, namun dengan motivasi
menyebakan stressor bagi responden tentunya orang dengan HIV-AIDS akan
dalam penelitian ini. Vonis bahwa dapat melakukan hal-hal yang positif
seseorang dinyatakan menderita dalam hidupnya. Hal ini tentunya
HIV/AIDS dapat menjadi suatu stressor membutuhkan dukungan sosial dari
yang menekan dan mengancam kehidupan masyarakat untuk tetap merasa nyaman
responden sehingga timbul kecemasan dan diterima dilingkungannya. Oleh
tersebut. Sebagaimana Semiun (2010) karena itu dukungan sosial merupakan hal
menyatakan bahwa sumber stressor yang paling berharga buat ODHA (Yatim,
kecemasan adalah adanya ancaman 2009).
terhadap integritas seseorang dan ancaman Selain faktor lama menderita yang
terhadap sistem diri. kurang dari 1 satu tahun, beberapa faktor
Kecemasan biasanya timbul saat lainya yang dapat berpengaruh terhadap
individu baru di diagnosa suatu penyakit tingkat kecemasan berat yang dialami oleh
akut ataupun kronis (Kirunda 2007). sebagian besar responden dalam penelitian
Sesuai dengan hasil pengumpulan data ini menurut peneliti adalah faktor jenis
yang sudah dilakukan, diketahui bahwa 22 kelamin, dimana sebagian besar responden
ODHA (46,8%) dari 46 responden dalam penelitian ini adalah berjenis
merupakan respoden yang baru didiagnosa kelamin perempuan (59,6 %). Hal tersebut
dan divonis menderita HIV/AIDS dalam 1 menurut peneliti menjadi salah satu faktor
tahun terakhir. ODHA yang baru di penyebab banyaknya responden yang
diagnosa akan mengalami proses berduka mengalami kecemasan dalam kategori
yaitu tahap denial, tahap kemarahan, tahap berat, dikarenakan menurut asumsi peneliti
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 10
seorang wanita akan lebih mengedapankan sendiri.
emosinya daripada logika atau akal 2. Mekanisme koping
sehatnya dalam bertindak, berpikir dan Berdasarkan hasil penelitian
bersikap atau berperilaku khususnya dalam diketahui bahwa paling banyak radalah
menyikapi status penyakit yang responden yang mempunyai mekanisme
disandangnya saat ini. koping dalam kategori adaptif yaitu
Perempuan memiliki kehangatan, sebanyak 26 responden (55,3 %).
emosionalitas, sikap hati-hati, sensitivitas, Mekaniseme koping dalam bentuk adapaif
dan konformitas lebih tinggi daripada laki- tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian
laki, sedangkan laki-laki lebih tinggi dimana sebagian besar responden
dalam stabilitas emosi, dominasi dan menyatakan bahwa mereka sering
impulsivitas dari pada perempuan (Unaids, berdiskusi dengan temannya untuk
2011) Seperti juga diungkapkan oleh menyelesaikan masalah yang sedang
Fortinash dalam Abidah (2010) yang dihadapinya saat ini (38,3 %), mereka juga
menyatakan bahwa perempuan sering bercerita dengan teman atau
mempunyai kecemasan lebih tinggi sahabatnya ketika emnghadapi masalah
daripada laki-laki. Wanita mempunyai (48,9 %), mereka juga sering bersenang-
tingkat kecemasan lebih tinggi daripada senang (jalan-jalan, shoping, nongkrong
laki-laki dengan perbandingan 2:1. Kaplan dll) ketika sedang menghadapi masalah
dan Sadock (2013) menyatakan bahwa (36,2 %) dan sering meminta bantuan
gangguan kecemasan lebih sering terjadi orang lain untuk membantu menyelesaikan
pada wanita. masalah yang sedang dihadapinya (31,9
Kecemasan adalah suatu keadaan %).
sadar yang diketahui dengan subyektif Beberapa hal tersebut
oleh individu berdasarkan pengalaman menunjukkan adanya mekanisme koping
tentang rasa nyeri, kemasgulan dan dalam bentuk adapatif yang diaplikasikan
ketenangan. Kecemasan terjadi ketika dengan berinteraksi dengan orang lain atau
adanya ketidakpastian dan ketidakstabilan teman dekat saat responden sedang
elemen kehidupan dalam masyarakat mengalami masalah dengan bentuk
dewasa ini. Setyobroto (2011) mengatakan bercerita, berdiskusi, bertukar informasi
bahwa seeorang yang emosinya stabil ataupun bersenang-senang bersama baik
dapat bereaksi secara konstruktif. Reaksi dengan teman sesama ODHA maupun
emosi seperti kecewa, marah, tindakan teman dekat lainnya. Menurut peneliti
tidak terkendali harus dapat diatasi karena dengan bercerita dan berdiskusi dengan
itu perlu bagi seseorang untuk mengontrol orang lain maka mereka dapat membagi
diri sendiri. Kemampuan mengontrol diri beban berat masalah yang mereka hadapi
sendiri tergantung pada kemampuan saat ini dengan orang lain sehingga beban
individu mengontrol emosinya dan tetap tersebut akan dapat berkurang walaupun
terfokus. Reaksi-reaksi terhadap kesalahan mungkin hal tersebut tidak dapat
adalah proses belajar. Dengan mengontrol menyesaikan masalah dengan sepenuhnya
diri sendiri berarti mengawasi segala akan tetapi dengan adanya teman yang
pemikiran dan tindakan yang dapat bisa diajak berbagi dan berinteraksi maka
berakibat negatif yang dapat merugikan hal tersebut merupakan salah satu bentuk
diri orang tersebut. Dalam meningkatkan koping adapatif yang dapat meningkatkan
kemampuan mengontrol diri sendiri sudah moral dan kondisi psikologis responden
barang tentu banyak manfaat yang didapat, untuk sejenak melupakan penyakit yang
setidaknya seseorang akan terhindar dari dideritanya saat ini.
konflik dalam dirinya atau “internal Upaya ODHA dalam peneltian ini
conflict” yang dapat merugikan diri untuk mengurangi tekanan HIV adalah
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 11
dengan koping seeking social support penting, karena dengan berinteraksi akan
dengan mencari kenyaman dengan membangun kepercayaan diri dan
berkeluh kesah menceritakan kondisi serta optimisme dalam menghadapi hidup di
apa saja yang dirasakan termasuk tekanan masa yang akan datang serta
penyakit kepada orang terdekatnya. Hasil meningkatkan kualitas hidup mereka.
penelitian ini dikuatkan dengan hasil (Komisi Penanggulangan AIDS, 2015).
penelitian lain yang menyebutkan bahwa Dukungan sosial sangat
pemilihan strategi sangat membantu berpengaruh terhadap keefektifan koping
penderita HIV untuk mengurangi tekanan yang dilakukan oleh penderita HIV positif.
dan tingkat depresi penderita sebagai Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian
akibat dari HIV(Wayne A. Bardwell yang meneliti hubungan dukungan sosial
PhD,et al, 2011). Salah satu koping yang dengan kejadian depresi penderita HIV
dilakukan untuk mengurangi tekanan Positif. Ada sejumlah faktor psikososial
adalah upaya mendapatkan dukungan yang diprediksi sebagai penyebab
sosial keluarga maupun masyarakat. gangguan mental pada seseorang yang
Dukungan sosial emosional bagi pada umumnya berhubungan dengan
ODHA, terutama yang didapatkan dari kehilangan. Faktor psikososial tersebut
teman terdekat sangat diperlukan untuk adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya
memberikan spirit motivasi dalam otonomi,kematian teman atau sanak
menjalani hidup. Dengan dukungan sosial saudara, penurunan kesehatan,
emosional, ODHA akan menjadi lebih peningkatan isolasi diri, keterbatasan
fokus , lebih tenang dalam menjalani finansial, dan penurunan fungsi
hidup dan program pengobatan yang kognitif(Yaunin, 2014).
diikutinya. Dukungan sosial diperlukan Berdasarkan hasil penelitian
juga agar mereka tidak merasa sendiri diketahu salah satu bentuk mekanisme
dalam menyelesaikan masalahnya dan koping dalam bentuk adapatif lainnya
masih ada orang yang peduli dengan yang dilakukan ODHA salah satunya
kondisinya. adalah dengan mendekatkan diri kepada
Dalam proses interaksi manusia, Tuhan YME dan menerima kenyataan
stimulus yang diberikan ODHA tidak tentang penyakitnya. Hal tersebut dapat
langsung begitu saja menimbulkan respon, dilihat dari hasil penelitian dimana
akan tetapi stimulus yang diberikan dan sebagian besar responden menyatakan
respon yang terjadi sesudahnya melalui bahwa mereka daspat menerima kenyataan
proses interpretasi oleh ODHA. Sehingga bahwa masalah yang sedng dihadapinya
dalam proses interaksi tersebut strimulus telah terjadi dan itu adalah kenyataan yang
respon melewati proses pemikiran oleh tidak bisa dihindarinya (25,5 %) dan
individu-individu baik respon yang mereka juga selalu berdoa keada Tuhan
diterima maupun stimulus yang diberikan dan yakin bahwa Tuhan akan
(Bachtiar, Wardi., 2010). ODHA yang menolongnya (31,9 %). Hal tersebut
mampu berinteraksi sosial dengan baik merupakan salah satu bentuk mekanisme
maka akan menjadikan terbentuknya koping adapatif yang dapat dilakukan oleh
interaksi pada ODHA karena ODHA ODHA dengan cara meningkatkan
tersebut terlibat secara aktif dengan spiritualitas mereka dan menyerahkan
kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat semuanya atas kehendak Tuhan YME.
maupun di lingkungan keluarga, hal ini Fowler dan Hill (2014),
sangat mempengaruhi kesehatan fisik, mengemukakan bahwa spiritualitas
mental maupun spiritual ODHA tersebut. merupakan tipe yang lain dari koping,
Kita harus menyadari interaksi sosial pada yang menunjukkan persepsi dan interaksi
penderita HIV/AIDS atau ODHA sangat dengan kerohanian dan perasaan yang kuat
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 12
dari dalam diri dalam kehidupan sehari- terhadap kematian itu sendiri dan
hari. Dalam kesempatan lain, diungkapkan merasakan bahwa kecemasan yang
bahwa religious ini pada umumnya selalu dirasakan akan diarahkan pada hal positif.
menunjukkan hubungan petunjuk agama Hal positif seperti semakin besarnya
seperti system kepercayaan, ritual dan kecemasan yang dirasakan subjek maka,
perilaku. Hal tersebut ada kesesuaian akan semakin besar pula keinginan subjek
dimana perilaku penerimaan dan untuk memaknai dan mencari makna
penyerahan diri akan memunculkan suatu hidupnya.
perilaku yang positif, yaitu akan Koping yang efektif atau
meningkatnya tingkat religious. ODHA mekanisme koping yang positif menepati
dengan tingkat religiusitas yang tinggi tempat yang sentral terhadap ketahanan
cenderung lebih berserah diri dan akan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap
merasakan dekat dengan tuhan, menerima gangguan maupun serangan suatu penyakit
masalah yang dihadapi dan mengambil baik bersifat fisik maupun psikis dan
hikmah dari permasalahan tersebut. social (Nursalam dan Ninuk 2013). Roy
Penerimaan dan penyerahan diri inipun (dalam Winarto, 2010) memandang
dapat diakibatkan pula karena manusia yang utuh dan sehat, individu
ketidakberdayaan ODHA menghadapi mampu berfungsi untuk memenuhi
penyakit yang dideritanya. Tumbuhnya kebutuhan biopsikososial setiap orang
kesadaran dan penerimaan terhadap menggunakan koping yang positif maupun
penyakit yang dideritanya menjadikan yang negatif. Untuk mampu beradaptasi
ODHA akan semakin kuat dan termotivasi tiap individu akan berespon terhadap
untuk mempertahankan hidup selama kebutuhan fisiologis, konsep diri yang
mungkin. Agama dan spiritualitas positif, mampu memelihara integritas diri,
membantu ODHA meninjau kembali selalu berada pada rentang sehat sakit
kehidupan mereka, menafsirkan apa yang untuk memelihara proses adaptasi.
mereka temukan, dan menerapkan apa Demikian besar dampak mekanisme
yang telah mereka pelajari untuk koping adaptif untuk kualitas hidup pada
kehidupan baru dan membantu seseorang pasien HIV reaktif maka diperlukan
menemukan makna hidup setelah pertukaran informasi secara mendetail dan
didiagnosis HIV. menyeluruh antar sesama pasien HIV.
Alasan lain yang dapat Strategi coping menunjuk pada berbagai
menjelaskan hasil penelitian ini adalah upaya, baik mental maupun perilaku,
bahwa kecemasan terhadap kematian yang untuk menguasai, mentoleransi,
dirasakan oleh subjek menjadikan subjek mengurangi, atau minimalisasikan suatu
semakin ingin mencari makna hidupnya. situasi atau kejadian yang penuh tekanan.
Hal ini dilakukan untuk membuat
hidupnya menjadi lebih bermakna dengan A. Analisa Bivariat
segala kondisi subjek saat ini dan merasa Hubungan tingkat kecemasan dengan
bahwa apa yang telah ia lakukan menjadi mekanisme koping pada ODHA di KDS
baik dan berguna bagi dirinya dikematian Puskesmas Bergas, Kecamatan Bergas,
nanti. Hal ini sejalan dengan penelitian Kabupaten Semarang
yang dilakukan oleh Neimeyer, Berdasarkan hasil penelitian
Wittkowski dan Moser (2014), diketahui bahwa, responden yang memiliki
mengemukakan bahwa individu yang tingkat kecemasan dalam kategori sangat
mampu memaknai hidupnya secara positif berat semuanya yaitu sebanyak 13
mungkin juga akan mampu memaknai responden (100 %) mempunyai
kematian sebagai hal yang positif, mekanisme koping maladaptif, sedangkan
sehingga dapat meningkatkan penerimaan responden dengan tingkat kecemasan
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 13
dalam kategori berat sebagian besar menetralisirnya, dan mekanisme koping
mempunyai mekanisme koping adaptif berfokus pada emosi adalah dimana pasien
yaitu sejumlah 11 responden (61.1 %) dan berorientasi pada tekanan emosional
responden yang mempunyai tingkat moderat,yang dikenal sebagai mekanisme
kecemasan sedang sebagian besar pertahanan, melindungi orang dari
mempunyai mekanisme koping adaptif perasaan tidak mampu dan tidak berharga
yaitu sebanyak 15 responden (93.8 %). dan mencegah kecemasan
Dari hasil uji statistik menggunakan uji chi Ketika orang mengalami
square dengan taraf signifikansi 5 % (0,05) kecemasan maka akan memicu munculnya
didapatkan p value sebesar 0,0001 usaha-usaha yang akan dilakukan guna
(Apabila nilai p value/ < 0,05 maka mengatasi kecemasan yang dialami
hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima). tersebut. Usaha-usaha atau teknik-teknik
Nilai p tersebut menunjukkan bahwa ada yang digunakan untuk mentolerir dan
hubungan yang signifikan antara tingkat mengurangi stres dan kecemasan itulah
kecemasan dengan mekanisme koping yang disebut dengan mekanisme koping.
pada ODHA di KDS Puskesmas Bergas, Mekanisme koping merupakan respon dan
Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang strategi yang dilakukan individu terhadap
. Hasil penelitian ini sejalan dengan stres untuk mentolerir dan mengurangi
penelitian Romani (2012) yang efek negative dari situasi yang dihadapi,
menyatakan bahwa ada hubungan termasuk didalamnya ketika orang
signifikan antara mekanisme koping mengalami kecemasan..Kondisi tersebut di
individu dengan tingkat kecemasan pasien atas juga dapat dikenakan pada subjek
gagal ginjal kronis di Unit Hemodialisa penelitian. Ketika subjek penelitian adalah
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. pelaku yang terinveksi HIV/AIDS, maka
Sedangkan penelitian Taluta (2014) pelaku pun mengalami kondisi yang tidak
menunjukkan bahwa ada hubungan antara enak atau tidak nyaman, yang dinamakan
tingkat kecemasan dengan mekanisme stres, serta reaksi dari stres tersebut
koping pada penderita DM tipe II di bermacam-macam, salah satunya adalah
poliklinik penyakit dalam RSUD Tobelo. kecemasan. Kecemasan yang dialami
Menurut Stuart (2013) ketika pelaku bermacam-macam, dapat berupa
seseorang mengalami kecemasan, individu sindrom kecemasan, mulai episode singkat
menggunakan berbagai mekanisme koping dari mood yang cemas, disertai gangguan
untuk mengatasi cemas, kemampuan penyesuaian diri, samapi pada gangguan
individu, dukung sosial, asset material, cemas yang lebih berat, seperti gangguan
keyakinan positif individu. Apabila panik atau gangguan stres akut (Hidayanti,
individu tidak mampu mengatasi 2013). Saat para pelaku mengalami
keccemasan secara konstruktif, maka kecemasan, maka akan melakukan usaha-
dapat menjadi penyebab terjadinya usaha yang dapat mentolerir atau
perilaku yang patologis. Model yang mengurangi kecemasan yang dialaminya.
dipakai dalam pengolongan mekanisme Usaha-usaha tersebut dinamakan coping
koping menurut Stuart (2013) mekanisme stress. Ada yang melakukan usaha yang
koping yang berfokus pada masalah adalah diarahkan untuk meredakan/menetralisir
mekanisme koping yang melibatkan tugas emosi ada juga yang melakukan usaha
dan upaya langsung untuk melibatkan yang diarahkan untuk memecahkan
tugas dan upaya langsung untuk mengatasi masalah, artinya melakukan usaha-usaha
ancaman itu sendiri, mekanisme koping untuk mengatasi masalah yang dialami,
berfokus pada kognitif adalah dimana dalam hal ini terkait dengan terinveksinya
seseorang mencoba untuk mengontrol HIV/AIDS.
makna dari suatu masalah dan dengan Berdasarkan hasil penelitian
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 14
didapatkan data bahwa untuk mengurangi mengenaifaktor lainnya yang berhubungan
kecemasan mereka sehubungan dengan dengan mekanisme koping pada ODHA.
HIV/AIDS yang ia alami, hal yang
dilakukan oleh mereka adalah dengan BAB VI
menceriterakan kondisinya kepada PENUTUP
keluarga atau teman. Melalui keterbukaan
kepada keluarga dan teman, beban subyek A. Kesimpulan
menjadi berkurang karena mereka Ada hubungan yang signifikan antara tingkat
memberikan semangat hidup dan aktif di kecemasan dengan mekanisme koping pada
dalam kegiatan kelompok yang diadakan ODHA di KDS Puskesmas Bergas,
oleh lembaga yang menaungi ODHA Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang
sehingga melalui melalui kegiatan tersebut dengan nilai p value 0,000
sesama anggota dapat saling sharing dan
ODHA dapat terbuka dalam menceritakan B. Saran
pengalaman dan perasaan mereka serta 1. Bagi Petugas Pelayanan Kesehatan
melihat bahwa bukan hanya dia yang telah Diharapkan penelitian ini sebagai
terinfeksi HIV/AIDS, sehingga ia tidak wawasan bagi petugas kesehatan untuk
lagi merasa sendirian, kesepian, ataupun meningkatkan pelayanan PITC (provider-
terkucilkan. Hal tersebut menunjukkan initiated testing and counseling), dan
bahwa emotion focuse coping maupun meningkatkan program KDS (kelompok
problem focused coping, mampu dukungan sebaya) bagi ODHA untuk
menurunkan kecemasan. Ketika seseorang memperbaiki mekanisme kopingnya
kurang mampu melakukan coping, maka sehingga terbentuk koping yang adapatif
kecemasan akan semakin pada ODHA.
tinggi/meningkat. 2. Bagi Keluarga dan Masyarakat
Diharapkan penelitian ini mampu
B. Keterbatasan Penelitian mengubah persepsi keluarga dan
Setiap penelitian pastinya mempunyai masyarakat bahwa ODHA tidak untuk
keterbatasan di dalam pelaksanaan dijauhi, tetapi dukungan keluarga dan
penelitiannya, begitu pula dengan penelitian masyarakat akan meningkatkan koping
ini. Keterbatasan yang ada diharapkan dapat adapatif pada ODHA selain dari kelompok
dijadikan sebagai bahan acuan dan dukungan sebaya.
pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi Institusi Pendidikan
Adapun keterbatasan-keterbatasan yang Diharapkan penelitian ini dapat
terdapat dalam penelitian ini antara lain : bermanfaaat untuk menambah
1. Peneliti tidak dapat mengawasi semua perkembangan ilmu keperawatan.
responden secara satu persatu pada saat 4. Bagi Penderita HIV/AIDS
responden mengisi instrumen penelitian. Diharapkan penelitian ini dapat membuat
2. Penelitian ini hanya untuk meneliti mekanisme koping pada ODHA
hubungan kecemasan dengan mekanisme meningkat dengan baik dan dapat
koping pada ODHA di Puskesmas Bergas mengurangi kecemasan yang dialami.
dan tidak mengidentifikasi faktor-faktor 5. Bagi Peneliti
lainnya yang mempengaruhi mekanisme Diharapkan penelitian ini mampu
koping responden seperti faktor persepsi meningkatkan pengetahuan baru bagi
dan stigma masyarakat, faktor dukungan peneliti dan peneliti berikutnya mampu
teman atau orang lain, faktor lama meneliti mengenai bagaimana proses
menderita penyakit dan faktor lainnya terjadinya penularan HIV/AIDS pada
sehingga diharapkan pada penelitian ODHA yang di sebabkan oleh hubungan
selanjutnya dilakukan penelitian
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 15
sejenis atau pemakaian obat-obatan 2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan
terlarang. RI, 2015.

Kementrian Kesehatan RI .(2014). Pusat Data


Dan Informasi kementrian kesehatan RI
DAFTAR PUSTAKA (Situasi dan analisis HIV/AIDS).
Retrieved September, 2015 from
Azwar, S. 2010. Sikap Manusia, Teori dan :WWW.depkes.go.id/pustadin.
Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan
Departemen Kesehatan RI.(2009). Sehat dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
positif untuk ODHA, Jakarta : Pusat .(2012). Laporan Pencapaian Tujuan
Promosi Kesehatan. Pembangunan Milinium (MGDS) Di
Indonesia 2011.
Depertemen Kesehatan RI.(2010). Modul
pelatihan konseling dan tes sukarela HIV Kemenkes RI. 2012 . Buku Pedoman
(Voluntary Caoucelling and testing =VCT) Diskriminasi bagi Pengelola Program,
untuk konselor profesional panduan Petugas Layanan Kesehatan dan Kader
peserta. Jakarta : Direktorat Jendral
Pegendalian Penyakit dan Penyehatan Komisi Penanggulangan AIDS .(2015). Semarang
Lingkungan. penyumbang Angka HIV/AIDS terbesar
se-Jawa Tengah .(Online).(WWW.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Metrosemarang.com - 7 Desember 2014,
(2017). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) diakses 2 oktober 2016).
2016. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Komisi Penanggulangan AIDS Nasiona. (2009).
ODHA dan akses pelayanan kesehatan
Effendy, M.M, Bowden.R.V, Jones.G.E (2010). dasar penelitian partisipasif : Jakarta :
Buku ajar keperawatan keluarga riset, SAGE Publication.
teori dan praktik edisi 5, Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EGC. Notoatmodjo Soekidjo.(2010). Metodologi
penelitian kesehatan. Ed.Rev. Jakarta:
French, K., Angelina, B., & Damayanti, R. Rineka Cipta.
(2015). Sexual Health/Kesehatan
Seksualitas. In: K. French (editor). Noviana, N .(2013).Kesehatan Reproduksi HIV –
HIV/AIDS (pp. 63-86). Jakarta: Bumi AIDS.Jakarta:Trans Info Media.
Medika.
Nursalam (2007). Asuhan kperawatan pada
Hermawan, G. (2011). Perspektif Masa Depan pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta:
Imunologi-Infeksi. Surakarta: Sebelas Rineka Cipta.
Maret University Press.
Patricia et.al. (2011). Keperawatan Kritis :
Hutapea. R 2007. AIDS & PMS dan Pendekatan Asuhan Holistik (Edisi 8),
Pemerkosaan, jakarta : Raja Gavindo Volume dua. Jakarta: EGC.

Kementrian Kesehatan. Rencana Strategis Price, A & Wilson .(2013). Patofisiologi konsep
Kementerian Kesehatan Tahun 2015- klinis proses – proses penyakit (Edisi 4),
Volume satu. Jakarta: EGC.
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 16
Ritzer, George. (2010). Sosiologi Ilmu Robbins, P. S; 2010. Perilaku organisasi, Jakarta:
Pengetahuan Berparadigma Ganda. Indeks Gramedia
Jakarta: Rajawali Pers
Soedarto. (2010). Virologi Klinik: Membahas
Penyakit-Penyakit Virus Termasuk AIDS,
Flu Burung, Flu Babi dan SARS. Jakarta:
CV. Sagung Seto

Spiritia. Hidup Dengan HIV/AIDS. April .(2009);


[Diakses pada tanggal 30 November
2015].

Simajuntak, 2011. Upaya mengatasi stigma


masyarakat pada narapidana, Depok:
Fakultas psikologi UI

Sobur, A (2011). Psikologi Umum. CV Pustaka


Setia : Bandung.

Soekanto, Soerjono. (2010). Sosiologi Suatu


Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers

Sunaryo. 2010. Psikologi Untuk Keperawatan.


Jakarta : EGC
Tanto Chris et. Al .(2014). Kapita Selekta
Kedokteran (Edisi ke 4). Jakarta:FKUI.

UNAIDS. (2013). The impact of voluntary


caounseling and testing : aglobal review
of the benefit and challenges. diperoleh
dari http://www.uniads.org tanggal 28
Oktober 2016.
Widyarsono, S. (2013). Hubungan Antara
Depresi Dengan Kualitas Hidup Aspek
Sosial Pada Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA). (Skripsi), repository.upi.edu.

Walgito, B .2010, Psikologi Umum.


Yogyakarta:Andi

WHO. (2012). World Health Organization


HIV/AIDS. WHO.

Widayatun, T. (2011). Ilmu Perilaku. Jakarta :


Fajar Interpratama.

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN MEKANISME KOPING PADA ODHA DI KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA PUSKESMAS
BERGAS,KECAMATAN BERGAS,KABUPATEN SEMARANG 17

Anda mungkin juga menyukai