EFUSI PLEURA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi salah satu tugas stase
Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh :
BANDUNG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN AKIBAT EFUSI
PLEURA
A. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa
cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu
penyakit paru, 1994, 111).
B. Anatomi dan fisiologi
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut.
Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan
bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah
(John Gibson, MD, 1995, 121).
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru
dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua
lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal
menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut
pada radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.
Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti “bernafas
lagi” mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan
carbon dioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2
merupakan fungsi yang vital bagi kehidupan.
Proses respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :
1) Ventilasi
Adalah proses pengeluaran udara ke dan dari dalam paru. Proses ini terdiri atas 2
tahap :
Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi terjadi dengan
adanya kontraksi otot diafragma dan interkostalis eksterna yang menyebabkan
volume thorax membesar sehingga tekanan intra alveolar menurun dan udara
masuk ke dalam paru.
Ekspirasi yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru yang terjadi bila otot-
otot expirasi relaxasi sehingga volume thorax mengecil yang secara otomatis
menekan intra pleura dan volume paru mengecil dan tekanan intra alveola
menurun sehingga udara keluar dari paru.
2) Pertukaran gas di dalam alveol dan darah.
3) Transport gas
Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan
bantuan darah (aliran darah).
4) Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan.Metabolisme penggunaan
O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang juga disebut pernafasan seluler.
(Alsagaff H, Abdul Moekty, 1995, 15).
C. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragis
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena
cava superior, tumor, sindroma meig.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor,
ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
3) Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
4) Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada
penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma
nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan
tuberkolosis.
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga
pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis
pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila
tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan
bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma,
bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif
intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada umumnya efusi karena penyakit pleura hamper mirip plasma
(eskudat), sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat
plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder (akibat samping )terhadap
peradangan atau adanya neoplasma.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah
sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Proses terjadinya pneumotoraks
karena pecahnya alveoli dekat pleura perietalis sehingga udara akan masuk
kedalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli
pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik,
dialysis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, keganasan , atelektasis paru dan pneumotoraks . Efusi eksudat terjadi
bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh
darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau
kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan kedalam rongga pleura. Penyebab
pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberculosis
dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti
parapneumonia, parasit(amuba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia
atipik(virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik
seperti leuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti
pancreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi
payah/gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat memompakan darahnya
secara maksimal keseluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan
cairan yang berada dalam pleura, ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi
cairan tadi oleh kelenjar limfe dipleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang
abnormal/berlebihan. Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik sindrom,
malabsorbsi natau keadaan lain dengan asites dan edema anasarka) akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan cairan pleura dan reabsorsi
yang berkurang. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan
onkotik intravaskular yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk
kedalam rongga pleura.
Luas efusi yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada
kekakuan relative paru dan dinding dada. Pada volume dalam batas pernafasan
normal dinding dada cenderung recoil keluar sementara paru-paru cenderung
untuk recoil kedalam.
Web of causion (Muttaqin, 2008)
Ateleksis
Peningkatan permeabilitas
kapiler Akumulasi/penimbunan
cairan di kavum pleura
Gangguan ventilasi (pengembangan paru tidak optimal), ganguan difusi, distribusi, dan
transportasi oksigen
(biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau
bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama
sekali. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a) batuk kadang berdarah
b) demam, menggigil
c) pernafasan yang cepat
d) Lemas progresif disertai penurunan BB
e) Asites
f) Dipsnea
1. Dampak masalah terhadap individu
Sebagaimana penderita penyakit yang lain, pada pasien effusi pleura
akan mengalami suatu perubahan baik bio, psiko sosial dan spiritual yang akan
selalu menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh proses penyakit atau
pengobatan dan perawatan. Pada umumnya pasien dengan effusi pleura akan
tampak sakit, suara nafas menurun adanya nyeri pleuritik terutama pada akhir
inspirasi, febris, batuk dan yang lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas, rasa
berat pada dada akibat adnya akumulasi cairan di kavum pleura.
2. Dampak masalah terhadap keluarga
Pada umumnya keluarga pasien akan merasa dituntut untuk selalu
menjaga dan memenuhi kebutuhan pasien. Apabila ada salah satu anggota
keluarga yang sakit sehingga keluarga pasien akan memberi perhatian yang
lebih pada pasien. Keluarga menjadi cemas dengan keadaan pasien karena
mungkin sebagai orang awam keluarga pasien kurang mengerti dengan kondisi
pasien dan tentang bagaimana perawatannya. Lamanya perawatan pasien
banyaknya biaya pengobatan merupakan masalah bagi pasien dan keluarganya
terlebih untuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah.
Secara langsung peran pasien sesuai statusnya pun akan mengalami
perubahan bahkan gangguan selama pasien dirawat di rumah sakit.
F. Pemeriksaan Diagnostik (Muttaqin, 2008)
Pada flouroskopi maupun foto thoraks PA cairan yang kurang dari
300cc tidak bisa terlihat, mungkin kelainan yang tampak hanya berupa
penumpukan kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan
pleura lebih dari 300cc, frenicocostalis tampak tumpul dan diafragma
kelihatan meninggi. Untuk memastikannya, perlu dilakukan dengan foto
thoraks lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus).
a. Pemeriksaan Radiologi
b. Biopsi pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura
melalui biopsi jalur perkutaneus. Biopsy ini dilakukan untuk
mengetahui adanya sel- sel ganas atau kuman- kuman penyakit
(biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura).
c. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara resudial ke
kapasitas total paru, dan penyakit pleural pada tuberculosis kronis
tahap lanjut.
Kapasitas total paru adalah volume maksimal pengembangan paru-
paru dengan usaha inspirasi yang sebesar- besarnya kira- kira 5800
ml. (Syaifuddin, 2009)
d. Pemeriksaan laboratorium
Memeriksa cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan.
Analisa cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan
penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan
hemoragi, eksudat, dan transudat.
Haemorragic pleural effusion, biasanya terjadi pada klien
dengan adanya keganasan paru atau akibat infark paru
terutama disebabkan tuberculosis.
Yellow exudates pleural effusion, terutama terjadi pada
keadaan gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik,
hipoalbuminemia, dan perikarditis konstriktif.
Clear transudate pleural effusion, sering terjadi pada klien
dengan keganasan ekstrapulmoner.
e. Pemeriksaan darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah
leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri. Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali
normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai
turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan
dengan gambaran normokron dan normositer, gama globulin
meningkat dan kadar natrium darah menurun.
f. Pemeriksaan sputum
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura
adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas,
enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman
tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 %
(Soeparman, 1998: 788).
Analisa Data
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan
dianalisa sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada
penderita effusi pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam
diagnosa keperawatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data
sari hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di
kelompokkan menjadi diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan.
(Budianna Keliat, 1994,1)
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan effusi pleura antara lain :
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga
pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh,
pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).
3. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang
menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara
Engram).
5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk,
1998).
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
sehubungan dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram,
1993)
3. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan
untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.
(Budianna Keliat, 1994, 16)
1. Diagnosa Keperawatan I
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam
batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya
akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
a. Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat
menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan
setiap perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman
pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan
kondisi pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk,
dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada
sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan
respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi paru.
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas
pada bagian paru-paru.
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang
efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas
dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk
lebih efektif.
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-
obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban
pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia.
Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya
cairan dan kembalinya daya kembang paru.
2. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu
makan akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan
normal dan hasil laboratorium dalam batas normal.
Rencana tindakan :
a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh
kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan
pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b. Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat
menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu
makan.
d. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat
meningkatkan nafsu makan.
e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan
energi, banyak selingan memudahkan reflek.
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP
Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme
dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan
kalori dan semua asam amino esensial.
g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan
suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika
intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat
menambah asam lemak dalam tubuh.
3. Diagnosa Keperawatan III
Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian
yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya
sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu
beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal
klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur
dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali
permenit.
Rencana tindakan :
a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan
semi fowler.
Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti
sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
a. Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
b. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara
konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.
c. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
d. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi
masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam
mengurangi kecemasan.
e. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila
sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu
dapat diketahui.
4. Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang
menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan
istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan
nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat
tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan
pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per
hari.
Rencana tindakan :
a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan
akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.
b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan
kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan
sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.
c. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan
terhadap kondisi pasien.
5. Diagnosa Keperawatan V
Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan
dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal
mungkin.
Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien
kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene
pasien cukup.
Rencana tindakan :
a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat
aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.
Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam
melakukan aktivitas.
a. Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan
mandiri.
b. Awasi Px saat melakukan aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam
perawatan selanjutnya.
c. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas
secara penuh.
d. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara
aktivitas dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan
metabolisme.
e. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara
bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu
mengembalikan pasien pada kondisi normal.
6. Diagnosa Keperawatan VI
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
sehubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan
pengobatan.
Kriteria hasil :
a. Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
b. PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medik.
c. Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan
menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah
terulangnya masalah.
Rencana tindakan :
a. Kaji patologi masalah individu.
Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan.
Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi
dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka
panjang.
Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit
paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik
cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi
medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik,
istirahat, latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
4. Pelaksanaan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis
klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan
dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk
mengembalikan aktivitas seperti biasanya.
e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan
seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke
dokter atau perawat yang merawatnya.
f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang
berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan
yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum
minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan
tentang kondisi penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998
Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ;
1995
/.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi
Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press; 1994