Anda di halaman 1dari 33

Case Report Session

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL

OLEH

Widyatul Aina 1740312206

Rezky Fajriani Anugra 1840312241

Preseptor

dr. Roza Sri Yanti, Sp.OG, (K)

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUP DR M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019

0
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perdarahan uterus abnormal (PUA) menjadi maalah yang sering dialami
oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan
mengeluhkan menoragia, sementara 21% mengeluh siklus yang lebih singkat,
17% mengeluh perdarahan dan 6% mengeluh perdarahan paska koitus.1 Sekitar 30
% wanita datang ke pusat pelayanan kesehatan dengan keluhan perdarahan uterus
abnormal selama masa reproduktif mereka.2
Penelitian di India menyatakan bahwa perdarahan uterus abnormal paling
sering terjadi pada wanita multipara pada dekade ke-4 dan ke-5. Pola perdarahan
yang paling umum adalah menoragia. Kelainan endometrium ditemukan pada
53% kasus. Hiperplasia endometrium (27%), pola campuran endometrium (1%),
endometritis (4%), polip endometrium (2%), dan karsinoma endometrium (1%).
Frekuensi hiperplasia endometrium tertinggi di multipara dan perempuan dalam
dekade ke-4. Gejala yang paling umum didapati pada hiperplasia adalah
menoragia (35%) dan menometroragia (30%), Empat puluh satu persen dengan
menometroragia memiliki kejadian hiperplasia endometrium. Pasien
pascamenopause telah didominasi proliferasi, hiperplastik dan pola campuran.3
Selain kelainan pada endometrium, kelainan pada otot polos miometrium
yaitu mioma uteri juga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan uteri abnormal.
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia, dan
dapat juga terjadi metroragia. Mioma uteri menyebabkan permukaan
endometrium menjadi lebih luas dari biasanya dan miometrium tidak dapat
berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium,
sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik
(Wiknjosasatro, 2008).

1
1.2. Batasan Masalah
Pembahasan referat ini dibatasi pada defenisi, epidemiologi, faktor risiko,
etiopatogenesis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi dan
prognosis dari perdarahan uterus abnormal.
1.3. Tujuan
Referat ini bertujuan untuk menambag pengetahuan dan pemahaman
tentang peradarahan uterus abnormal.
1.4. Metode Penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk kepada berbagai literatur.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal
jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak,
sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia
saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding
(HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor
koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi
merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus
disfungsional (PUD).5
Perdarahan utrus abnormal dapat dibagi menjadi:
1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan haid yang
banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah
kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi
PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.5
2. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk perdarahan
uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya
tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan dengan PUA akut.5
3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid yang
terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja
atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan
untuk menggantikan terminologi metroragia.5

3
Tabel 1. Terminologi perdarahan uterus

PUA

PUA Akut PUA Kronik PUA Tengah

Gambar 1. Pembagian PUA5

2.2 Epidemiologi
Perdarahan uterus abnormal adalah salah satu alasan paling umum bagi
perempuan untuk mencari perawatan. Sekitar setengah dari wanita dengan
perdarahan uterus abnormal berada pada usia reproduksi. Hal ini adalah masalah
baik medis maupun sosial. Selain itu, perdarahan uterus abnormal adalah

4
penyebab anemia defisiensi besi paling umum di negara maju dan penyebab
paling umum bagi penyakit kronis di negara berkembang. Prevalensi perdarahan
uterus abnormal dalam kelompok usia reproduksi berkisar antara 9% sampai
30%.6,7

2.3 Etiopatogenesis
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO), terdapat 9 kategori utama disusun sesuai dengan akronim PALM COEIN,
yakni polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy dan hiperplasia, coagulopathy,
ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet classified.6,7
Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan
berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok COEIN
merupakan kelainan non strruktural yang tidak dapat dinilai dengan teknik
pencitraan atau histopatologi. Sistem klasifikasi tersebut disusun berdasarkan
pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih faktor
penyebab PUA. 6,7

Klasifikasi PUA

(FIGO)

PALM COEIN

A. Polip E. Coagulopathy

B. Adenomiosis F. Ovulatory dysfunction

C. Leiomioma G. Endometrial

D. Malignancy and hyperplasia H. Iatrogenik

I. Not yet classified

Gambar 2. Klasifikasi PUA5

5
A. Polip (PUA-P)
1) Definisi
Polip adalah Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus,
baik bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan
kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium.
2) Gejala
a. Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan PUA.
Paling umum berupa perdarahan banyak dan di luar siklus atau perdarahan
bercak ringan pasca menopause
b. Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas.
3) Diagnosis
Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau
histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi. Histopatologi pertumbuhan
eksesif lokal dari kelenjar dan stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi
dan dilapisi oleh epitel endometrium. 6,7

Gambar 3. Polip endometrium

4) Terapi
a. Eksisi, namun cenderung berulang.
b. Untuk terapi definitif dapat dilakukan histerektomi, namun jarang dilakukan
untuk polip endometrium yang jinak

B. Adenomiosis (PUA-A)
1) Definisi
Adenomiosis adalah Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar
endometrium ektopik pada lapisan miometrium.7,8

6
2) Gejala:
a. Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat
buang air besar, atau atau nyeri pelvik kronik.7,8
b. Gejala nyeri tersebut di atas dapat disertai dengan perdarahan uterus abnormal
berupa perdarahan banyak yang terjadi dalam siklus.7,8
3) Diagnostik:
1) Pemeriksaan Fisik:
a. Fundus uteri membesar secara difus.7,8
b. Adanya daerah adenomiosis yang melunak, dapat diamati tepat sebelum atau
selama permulaan menstruasi. 7,8
2) Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalam jaringan endometrium
pada hasil histopatologi. Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya
kelenjar dan stroma endometrium etopik pada jaringan miometrium.6
3) Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan penelitian
MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup
untuk mendiagnosis adenomiosis. Hasil USG menunjukkan jaringan
endometrium heteropik pada miometrium dan sebagian berhubungan dengan
adanya hipertrofi miometrium.7,8

Gambar 4. Gambaran adenomiosis

4) Diagnosis banding
a. Kehamilan.
b. Leiomioma submukosa.
c. Hipertrofi uteri idiopatik.
d. Karsinoma endometrium.9

7
5) Terapi:

a. Simptomatik: diberikan jika masih ingin mempertahankan kemampuan untuk


memiliki anak.
b. Reseksi.
c. Terapi kuratif: histerektomi. 9

C. Leiomioma (PUA-L)
1) Definisi:
Leiomioma adalah pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan
miometrium.6
2) Klasifikasi
Jenis berdasarkan lapisan uterus tempat tumbuhnya:
a. Submukosa
b. Intramural
c. Subserosa.

8
Gambar 5. Subklasifikasi Leiomioma 8

Mioma submukosa dan subserosa ada yang bertangkai (pedunculated). Mioma


submukosa bertangkai seringkali sampai keluar melewati ostium uteri eksternum
yang disebut sebagai mioma lahir (myoom geburt).5

Gambar 6. Jenis-jenis mioma berdasarkan lapisan tempat tumbuhnya di


uterus

9
3) Gejala
a. Perdarahan uterus abnormal berupa pemanjangan periode, ditandai oleh
perdarahan menstruasi yang banyak dan/atau menggumpal, dalam dan di luar
siklus.2,4,5
b. Pembesaran rahim (bisa simetris ataupun berbenjol-benjol).5
c. Seringkali membesar saat kehamilan.5
d. Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada dinding
abdomen.1,5
e. Nyeri dan/atau tekanan di dalam atau sekitar daerah panggul.9
f. Peningkatan frekuensi berkemih atau inkontinensia. 9
4) Diagnosis Banding:
a. Kehamilan.
b. Adenomiosis.
c. Karsinoma uteri.5
5) Pemeriksaan Penunjang:
a. Darah lengkap dan urine lengkap.
b. Tes kehamilan.
c. Dilatasi dan kuretase pada penderita yang disertai perdarahan untuk
menyingkirkan kemungkinan patologi lain pada rahim (hyperplasia atau
adenokarsinoma endometrium).
d. USG. 5

Gambar 7. Mioma subserosa: tampak gambaran massa hipoekhoik yang


menonjol ke luar dinding uterus

10
Gambar 8. Mioma intramural: tampak gambaran massa hipoekhoik yang
berada di dalam dinding uterus.

Gambar 9. Mioma submukosa: tampak gambaran massa hipoekhoik yang


menekan endometrial line

6) Terapi:
a. Observasi: jika uterus diameternya kurang dari ukuran uterus pada masa
kehamilan 12 minggu tanpa disertai penyulit.
b. Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submukosa bertangkai atau mioma
lahir/geburt, umumnya dilanjutkan dengan tindakan dilatasi dan kuretase.
c. Laparotomi miomektomi: bila fungsi reproduksi masih diperlukan dan secara
teknis memungkinan untuk dilakukan tidakan tersebut. Biasanya untuk mioma
intramural, subserosa, dan subserosa bertangkai, tindakan tersebut telah cukup
memadai.
d. Laparotomi histerektomi:

11
d. Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi,
e. Pertumbuhan tumor sangat cepat.
f. Sebagai tindakan hemostatis, yakni dimana terjadi perdarahan terus menerus
dan banyak serta tidak membaik dengan pengobatan.

D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)


1) Definisi
Malignancy dan hiperplasia adalah pertumbuhan hiperplastik atau
pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium.
2) Gejala
Gejala berupa perdarahan uterus abnormal.
3) Diagnostik:
a. Meskipun jarang ditemukan, namun hyperplasia atipik dan keganasan
merupakan penyebab penting PUA.
b. Klasifikasi keganasan dari hiperplasia menggunakan system klasifikasi FIGO
dan WHO.
c. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.

E. Coagulopathy (PUA-C)
1) Definisi
Coagulopathy adalah gangguan hemostatis sistemik yang berdampak
terhadap perdarahan uterus.
2) Gejala
Perdarahan uterus abnormal
3) Diagnostik:
a. Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatik sistemik yang
terkait dengan PUA.
b. 13% perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan hemostatis
sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit von Willebrand.

12
Tabel 2. Perdarahan uterus abnormal – koagulasi.8

F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)


1) Definisi
Ovulatory dysfunction adalah kegagalan ovulasi yang menyebabkan
terjadinya perdarahan uterus.
2) Gejala
Perdarahan uterus abnormal.
3) Diagnostik:
- Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan
manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang
bervariasi.
- Dahulu termasuk dalam kriteria perdarahan uterus disfungsional (PUD).
- Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang,
hingga perdarahan haid banyak.
- Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium polikistik
(SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan,
anoreksia, atau olahraga berat yang berlebihan.

13
4) Tatalaksana
Bila tidak dijumpai faktor risiko untuk keganasan endometrium lakukan
penilaian apakah pasien menginginkan kehamilan atau tidak. Bila menginginkan
kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tata laksana infertilitas. Bila pasien
tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal dengan menilai
ada atau tidaknya kontra indikasi terhadap pil kontrasepsi kombinasi (PKK).
Bila tidak dijumpai kontra indikasi, dapat diberikan PKK selama 3 bulan
(rekomendasi A). Bila dijumpai kontra indikasi pemberian PKK dapat diberikan
preparat progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai
3 bulan siklus (rekomendasi A). Setelah 3 bulan dilakukan evaluasi untuk menilai
hasil pengobatan.
Bila keluhan berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau
distop sesuai keinginan pasien. Bila keluhan tidak berkurang, lakukan pemberian
PKK atau progestin dosis tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan
berhenti atau dosis maksimal). Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek
samping seperti sindrom pra haid.
Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma uteri
(rekomendasi A). Pertimbangkan tindakan kuretase untuk menyingkirkan
keganasan endometrium. Bila pengobatan medikamentosa gagal, dapat dilakukan
ablasi endometrium, reseksi mioma dengan histeroskopi atau histerektomi.
Tindakan ablasi endometrium pada perdarahan uterus yang banyak dapat
ditawarkan setelah memberikan informed consent yang jelas pada pasien. Pada
uterus dengan ukuran < 10 minggu.

G. Endometrial (PUA-E)
1) Definisi
Endometrial adalah Gangguan hemostatis local endometrium yang
memiliki kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus.
2) Gejala:
Perdarahan uterus abnormal.

14
3) Diagnostik:
a. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus
haid teratur.
b. Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostatis local
endometrium.
c. Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti
endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan aktivitas fibrinolisis.
d. Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengaha atau perdarahan yang
berlanjut akibat gangguan hemostatis local endometrium.
e. Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain pada
siklus haid yang berovulasi.

H. Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis
seperti penggunaan estrogen, progestin, AKDR. Perdarahan haid diluar jadwal
yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah
perdarahan sela atau breakthrough bleeding. Perdarahan sela terjadi karena
rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang disebabkan oleh sebagai
berikut :
a. Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi
b. Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
c. Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti koagulan
( warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam
klasifikasi PUA-C. 6,7

I. Not yet classified (PUA-N)


Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau
sulit dimasukkan dalam klasifikasi. Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini
adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena. Kelainan tersebut masih
belum jelas kaitannya dengan kejadian PUA.1,2

15
2.4 Sistem Penulisan
Kemungkinan penyebab PUA pada individu bisa lebih dari satu karena itu
dibuat sistem penulisan.5
a. Angka 0 : tidak ada kelainan pada pasien;
b. Angka 1 : terdapat kelainan pada pasien;
c. Tanda tanya (?) : belum dilakukan penelitian.
Sistem penulisan pada pasien yang mengalami PUA karena gangguan
ovulasi dan mioma uteri submukosum adalah PUA P0 A0 L1(SM) M0 - C0 O1 E0 I0
N0. Pada praktek sehari-hari gangguan di atas dapat ditulis PUA L(SM); O.5

2.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya faktor risiko
kelainan tiroid, penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta riwayat
kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya. Perlu ditanyakan siklus haid
sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal.6
Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan haid rata-
rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena itu perlu dilakukan
pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit von Willebrand. 6
Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat
kepatuhannya dan obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu koagulasi. 6
Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan
hemostasis dengan sensitivitas 90%. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
pada perempuan dengan hasil penapisan positif. 6

16
Tabel 3. Penapisan klinis pasien dengan perdarahan haid banyak karena
kelainan hemostatis

Tabel 4. Diagnosis banding PUA

b. Pemeriksaan Umum
1. Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik.
2. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak
berhubungan dengan kehamilan.
3. Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen, pembesaran
kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea
(hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis),
purpura dan ekimosis wajib diperiksa.6

17
c. Pemeriksaan ginekologi
1. Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan
pap smear.
2. Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma uteri, polip,
hiperplasia endometrium atau keganasan. 6
d. Penilaian Ovulasi
1. Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 hari.
2. Jenis perdarahan PUA-O bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea.
3. Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron
serum fase luteal atau USG transvaginal bila diperlukan. 6
e. Penilaian Endometrium
1. Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua
pasien PUA. Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada:
a. Perempuan umur > 45 tahun
b. Terdapat faktor risiko genetik
2. USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks
yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker endometrium
3. Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, nulipara
4. Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal
cancer memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan rerata
umur saat diagnosis antara 48-50 tahun
5. Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan uterus
abnormal yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan). 6
f. Penilaian Kavum Uteri
1. Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau
mioma uteri submukosum.
2. USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus dilakukan
pada pemeriksaan awal PUA.
3. Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum
disarankan untuk melakukan Saline Infusion Sonography (SIS) atau
histeroskopi. Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi adalah
diagnosis dan terapi dapat dilakukan bersamaan. 6

18
g. Penilaian Miometrium
1. Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau
adenomiosis.
2. Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal dan
abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI.
3. Pemeriksaan adenomiosis menggunakan MRI lebih unggul dibandingkan
USG transvaginal. 6
h. Pemeriksaan Laboratorium
1. Tes β-Human Chorionic Gonadotropin dan Hematologik
Keguguran, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa dapat
menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Komplikasi dari
kehamilan dapat secara cepat dieksklusi dengan penentuan kadar subunit beta
human chorionic gonadotropin (β-hCG) dari urin atau serum.9
Sebagai tambahan, pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal,
complete blood count dapat mengidentifikasi anemia dan derajat kehilangan
darah. Diperlukan juga skrining untuk gangguan koagulasi jika sebab yang
jelas tidak dapat ditemukan. Yang termasuk adalah complete blood count
dengan platelet count, partial thromboplastin time, dan prothrombin time dan
mungkin juga memeriksa tes spesial untuk penyakit von Willebrand.9
2. Pemeriksaan “Wet Prep” dan Kultur Serviks
Pemeriksaan mikroskopik dari sekresi serviks diperlukan jika
perdarahan dicurigai karena servisitis yang akan memperlihatkan gambaran
sel darah merah dan neutrofil. Servisitis sekunder karena herpes simplex virus
(HSV) juga dapat menyebabkan perdarahan dan diindikasikan untuk
melakukan kultur secara langsung. Trikomoniasis juga dapat menyebabkan
servisitis dan ektoserviks yang rapuh.9
i. Pemeriksaan Sitologi
Kanker serviks dan kanker endometrium dapat menyebabkan perdarahan
yang abnormal dan dapat sering ditemukan dengan skrining Pap smear.9
j. Biopsi Endometrium
Pada wanita dengan perdarahan abnormal, evaluasi histologi endometrium
mungkin mengidentifikasikan lesi infeksi atau neoplastik seperti hiperplasia

19
endometrium atau kanker. Terdapat perdarahan abnormal pada 80 sampai 90
persen wanita dengan kanker endometrium.9
k. Histeroskopi
Prosedur ini menggunakan endoskop optik dengan diameter 3 sampai 5
mm ke dalam kavitas endometrium. Kemudian kavitas uterus diregangkan dengan
menggunakan larutan salin. Keuntungan utama menggunakan histeroskopi adalah
untuk mendeteksi lesi intrakavitas seperti leiomioma dan polip yang mungkin
terlewati jika menggunakan sonografi atau endometrial sampling. Walaupun
akurat untuk mendeteksi kanker endometrium, namun histeroskopi kurang akurat
untuk mendeteksi hiperplasia

2.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Non-Bedah
Setelah keganasan dan patologi panggul yang signifikan telah
dikesampingkan, pengobatan medis harus dipertimbangkan sebagai pilihan terapi
lini pertama untuk perdarahan uterus abnormal. Target pengobatan untuk kondisi
medis yang mendasari yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi, seperti
hipotiroidisme, harus dimulai sebelum penambahan obat lainnya. Wanita yang
ditemukan anemia karena perdarahan uterus abnormal harus segera diberikan
suplementasi besi.5
Perdarahan menstruasi yang berat dan teratur dapat diatasi dengan pilihan
pengobatan hormonal dan non-hormonal. Perawatan non-hormonal seperti obat
antiinflamasi non-steroid dan antifibrinolitik dikonsumsi selama menstruasi untuk
mengurangi kehilangan darah, dan pengobatan ini efektif terutama saat
perdarahan menstruasi yang berat ketika waktu perdarahan dapat diprediksi.5
Perdarahan yang tidak teratur atau berkepanjangan paling efektif diobati
dengan pilihan terapi hormonal yang mengatur siklus menstruasi, karena
mengurangi kemungkinan perdarahan menstruasi dan episode perdarahan berat.
Progestin siklik, kontrasepsi hormonal kombinasi, dan levonorgesterel-releasing
intrauterine system adalah contoh pilihan yang efektif dalam kelompok ini. Terapi
medis juga berguna pada beberapa kasus untuk mengurangi kerugian menstruasi
yang berhubungan dengan fibroid atau adenomiosis.5

20
Non-hormonal Obat Antiinflamasi Non-Steroid
Antifibrinolitik
Hormonal Kontrasepsi hormonal kombinasi
Levonorgestrel-releasing intrauterine system
Progestin oral
Depot-medroxyprogesterone acetate
Danazol
GnRH-agonist
Tabel 5. Pilihan Tatalaksana Medis yang Efektif untuk Perdarahan Uterus
Abnormal5
2. Penatalaksanaan Bedah
Peran pembedahan dalam penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal
membutuhkan evaluasi yang teliti dari patologi yang mendasari serta faktor
pasien.5
Indikasi pembedahan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal
adalah: 5
a. Gagal merespon tatalaksana non-bedah
b. Ketidakmampuan untuk menggunakan terapi non-bedah (efek samping,
kontraindikasi)
c. Anemia yang signifikan
d. Dampak pada kualitas hidup
e. Patologi uterus lainnya (fibroid uterus yang besar, hiperplasia endometrium)
Pilihan tatalaksana bedah untuk perdarahan uterus abnormal tergantung pada
beberapa faktor termasuk ekspektasi pasien dan patologi uterus. Pilihan bedahnya
adalah : 5
a. Dilatasi dan kuretase uterus
b. Hysteroscopic Polypectomy
c. Ablasi endometrium
d. Miomektomi
e. Histerektomi

21
3. Penanganan Leiomioma Uteri (PUA-L).5
a. Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG;
b. Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan;
c. Histeroskopi reseksi mioma uteri submukosum dilakukan terutama bila
pasien menginginkan kehamilan (Rekomendasi B).
- Pilihan pertama untuk mioma uteri submukosum berukuran < 4 cm,
- Pilihan kedua untuk mioma uteri submukosum derajat 0 atau 1
(Rekomendasi B),
- Pilihan ketiga untuk mioma uteri submukosum derajat 2
(Rekomendasi C).
d. Bila terdapat mioma uteri intra mural atau subserosum dapat dilakukan
penanganan sesuai PUA-E / O) (Rekomendasi C). Pembedahan dilakukan
bila respon pengobatan tidak cocok;
e. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan pengobatan
untuk mengurangi perdarahan dan memperbaiki anemia (Rekomendasi
B).
f. Bila respon pengobatan tidak cocok dapat dilakukan pembedahan.
Embolisasi arteri uterina merupakan alternatif tindakan pembedahan
(Rekomendasi A).
Gambar 10. Penanganan Leiomioma Uteri.5

22
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

1. Nama : Ny. LY
2. Umur : 46 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. No. RM : 01.03.86.71
5. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6. Alamat : Anduriang,Padang

3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Seorang pasien wanita usia 45 tahun datang ke Poliklinik Ginekologi
RSUP dr. M Djamil Padang pada tanggal 28 Januari 2019 dengan keluhan
keluar darah terus menerus dari kemaluan selama 5-7 hari setelah tidak datang
haid lebih dari 1 bulan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
- Pasien mengaku bahwa bulan ini pernah mengalami keluar darah terus
menerus dari kemaluan selama 5-7 hari setelah tidak datang haid lebih
dari 1 bulan. Darah berhenti selama 2 hari, lalu keluar lagi. Banyaknya
2-3 ganti duk perhari. Darah berwarna merah kecokelatan dan tidak
menggumpal.
- Awalnya haid tidak teratur telah dirasakan sejak 1-2 tahun yang lalu.
Tidak datang haid lebih dari 1 bulan dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.
- Riwayat adanya benjolan di daerah perut (-)
- Riwayat nyeri perut (-)
- Keluar jaringan seperti daging (-) dan seperti mata ikan (-)
- Nyeri pinggang (-), nyeri abdomen (-)
- Nyeri ketika berhubungan (-)
- Riwayat post coital bleeding (-), keputihan berbau (-), demam (-)

23
- Riwayat menstruasi : menarche usia 15 tahun, pasien memiliki riwayat
menstruasi yang tidak teratur sebelum menikah. Setelah menikah
riwayat mentruasi pasien teratur, 1 kali 28 hari, selama 5-7 hari, 2 kali
ganti pembalut setiap hari, dan tidak nyeri saat haid.
- Pasien telah memiliki satu orang anak usia 17 tahun
- Riwayat penurunan berat badan tidak ada
- Riwayat Kehamilan/ Abortus/ Persalinan/KB
P1A0H0
 2001, perempuan, BB 2600 gram, cukup bulan, lahir spontan
pervaginam, ditolong bidan, hidup.
- Riwayat KB: Pasien tidak memiliki riwayat pemakaian KB hormonal
maupun non hormonal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati,paru, ginjal, DM,
hipertensi dan, tumor sebelumnya.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit tumor,
keturunan, menular, dan kejiwaan.

5. Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, Dan Kebiasaan


- Pasien menikah satu kali pada tahun 2000 dan suami pasien meninggal
tahun 2001
- Riwayat imunisasi (-)
- Pendidikan terakhir pasien adalah tamatan SMP. Pasien seorang ibu
rumah tangga dengan aktifitas harian sedang
- Kebiasaan merokok (-), konsumsi alkohol (-) dan konsumsi narkoba (-
).

24
3.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Composmentis kooperatif
c. Status Gizi : Baik
d. Vital sign
TekananDarah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Nafas : 20x/menit
Temperatur : 36,60C
e. Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
f. Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak tampak
membesar, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
g. Paru
Inspeksi : gerakan normal simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri sama dan kanan
Perkusi : sonor kiri sama dengan kanan
Auskultasi : suana napas vesikuler , rhonki -/-, wheezing -/-
h. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ 1- BJ 2 reguler, bising (-)
i. Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak ada distensi
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba,
nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bunyi usus (+) normal
j. Ekstermitas : Edema (-/-), akral teraba hangat, CRT <2 detik

25
2. Status Ginekologi
a. Genitalia : V/U tenang, PPV (-)
b. Inspekulo
Vagina : tumor (-), laserasi (-), fluksus (-)
Portio : multipara, ukuran sebesar jempol kaki dewasa,
laserasi (-), fluksus (-).
Pemeriksaan sonde : sonde masuk 8 cm
c. VT bimanual
- Vagina : Introitus vagina lapang, tumor (-), laserasi (-)
- Portio : multipara,ukuran sebesar jempol kaki dewasa, konsistensi
kenyal, OUE tertutup, nyeri goyang (-)
- CUT : Antefleksi dengan ukuran sebesar telur puyuh
- Adneksa dan Parametrium: lemas kiri kanan, tumor (-)
Cavum Douglasi : tidak menonjol

3.4 Diagnosis Kerja

PUA ec PALMCOEIN

3.5Pemeriksaan Penunjang

1. Hasil Pemeriksaan Hematologi


Hb 7,8 gr/dl Kalium 4,5 Mmol/L

Leukosit 7.030/mm3 Klorida 109 Mmol/L

Trombosit 399.000/mm3 Protein total 7,5 gr/dl

Hematokrit 27% Albumin 4,0 gr/dl

GDS 112 mg/dl Globulin 3,5 gr/dl

PT 10,3 SGOT 16 u/l

26
APTT 31,7 SGPT 12 u/l

Ureum 15 mg/dl Bilirubin total 0,2 mg/dl

Kreatinin 0,6 mg/dl Bilirubin direk 0,1 gr/dl

Kalsium 7,9 mg/dl Bolirubin indirek 0,1 gr/dl

Natrium 139 Mmol/L Hbs Ag Non reaktif

Kesan : anemia sedang, kalsium menurun, globulin meningkat

2. Pemeriksaan USG

Kesan: Polip Endometrium


3. Pemeriksaan foto polos thorak
Kesan : cor dan pulmo dalam batas normal
Skoliosis vertebrae
3.6 Diagnosis
PUA ec Polip Endometrium

27
3.7 Tatalaksana
- Kontrol Keadaan umum dan vital sign
- Rencana Histeroskopi tanggal 1 Februari 2019
- Konsul Interne dan jantung untuk toleransi operasi
- Persiapan tranfusi darah PRC 2 unit

28
BAB 4

DISKUSI

Seorang pasien wanita usia 45 tahun datang ke IGD RSUP dr. M Djamil
kiriman RST Padang dengan keluhan keluar darah terus menerus dari kemaluan
selama 5-7 hari setelah tidak datang haid lebih dari 1 bulan. Darah sempat
berhenti selama 2 hari lalu keluar lagi. Banyaknya darah sekitar 2-3 ganti duk
perhari. Darah berwarna merah kecokelatan dan tidak menggumpal. Awalnya haid
tidak teratur telah dirasakan sejak 1-2 tahun yang lalu.
Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal
jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak,
sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan.5 Pada pasien terjadi ini
terjadi perdarahan yang sebelumnya didahului oleh siklus haid yang tidak teratur.
Riwayat post coital bleeding (-), keputihan berbau (-), demam (-). Hal ini
perlu ditanyakan untuk menyingkirkan diagnosa banding keganasan.
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat
menstruasi yang tidak teratur sebelum menikah. Hal ini mendukung diagnosis
PUA karena pasien memiliki siklus haid yang tidak normal.
Dari pemeriksaan fisik abdomen didapatkan perut tidak tampak
membuncit, nyeri tekan (-) dan nyeri lepas (-). Hal ini perlu diperiksa karena
beberapa keganasan ginekologi dapat bermanifestasi sebagai perut yang
membuncit akibat adanya masa. Dari pemeriksaan inspekulo pemeriksaan vagina
didapatkan tidak tampak adanya tumor, laserasi, dan fluksus (+).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka pasien didagnosis
sebagai PUA ec PALMCOEIN. Berdasarkan International Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat 9 kategori utama disusun sesuai
dengan akronim PALM COEIN, yakni polip, adenomiosis, leiomioma,
malignancy dan hiperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial,
iatrogenik, dan not yet classified.6,7
Dari pemeriksaan laboraturium didapatkan Hb pasien hanya 7,8 g/dl yang
berarti pasien mengalami anemia sedang. Menurut studi epidemiologi, perdarahan

29
uterus abnormal adalah penyebab anemia defisiensi besi paling umum di negara
maju dan penyebab paling umum bagi penyakit kronis di negara berkembang.6,7
Pemeriksaan USG berguna untuk mengetahui adanya kelainan struktural
yang ada pada organ genitalia interna yang menyebabkan PUA. Dari hasil
pemeriksaan USG didapatkan hasil terdapat gambaran polip endometrium. Dari
hasil pemeriksaan penunjang inilah maka PUA pada pasien ini dapat
diklasifikasikan sebagai PUA-P karena disebabkan oleh adanya polip
endometrium.
Untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi
melalui tindakan histereskopi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Zinger M. Epidemiology of Abnormal Uterine Bleeding in Modern


Management of Abnormal Uterine Bleeding. Informa Healthcare: London.
2008
2. Singh S, Best C, Dunn S, Leyland N, Wolfman WL, Allaire C, et al.
Abnormal Uterine Bleeding in Pre-menopausal Women. Journal of
Obstetrics and Gynaecology Canada, 2013[5]: 1-8
3. Ishikawa H, Reierstad S, Demura M, Rademaker A.W, Kasai T, Inoue M,
et al. High Aromatase Expression in Uterine Leiomyoma Tissues of
African- American Women. J Clin Endocrinol Metab, 2009. 94(5)
4. Wiknjosastro H, Saifudin AB, Rachimhadi T. Editor. Edisi Ke-2. Yayasan
Bina Pustaka: Jakarta. 2009.

5. Baziad, A., Hestiantoro, A., Wiweko, B. Panduan Tata Laksana


Perdarahan Uterus Abnormal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan
Fertilitas Indonesia, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
2011; 3-19
6. Munro, M.G., Critchley, H.O., Fraser, I.S. The FIGO system for
nomenclature and classification of causes of abnormal uterine bleeding in
the reproductive years: who needs them. American Journal of Obstetric
and Gynecology. 2012; p:259-65.
7. Cavazos, A.G., Mola, J.R. Abnormal Uterine Bleeding: New Definitions
and Contemporary Terminology. The Female Patient. 2012; 37:27-36.
8. Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., et all. Pelvic Mass. In:
Wiliams Gynecology, 2nd ed. McGraw-Hill Companies, Inc. New York.
2012; p:246-74
9. Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., et all. Abnormal Uterine
Bleeding. In: Wiliams Gynecology, 2nd ed. McGraw-Hill Companies, Inc.
New York. 2012; p:219-40
10. Rowe, T., Senikas, V. Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal
Women. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2013; 35(5):1-28

31
32

Anda mungkin juga menyukai