Esai
Oleh
Riska Hasanah
NIM 160910201052
UNIVERSITAS JEMBER
2017
Pemerintahan adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan
menerapkan hukum serta undang – undang di wilayah tertentu. Sebuah negara tentunya
memiliki sistem pemerintahannya masing – masing, namun dalam penerapannya sebuah
negara tentu mencita – citakan terbentuknya suatu pemerintahan yang bersih dan baik.
Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang aktif dalam menegakkan keadilan,
melaksanakan pelayanan umum, memiliki orientasi terhadap kesejahteraan masyarakat, dan
yang paling penting adalah tidak bertindak sewenang – wenang terhadap warga negaranya.
Tidak seorangpun dapat menjamin bagaimana bentuk dari pemerintahan yang baik,
melainkan diperlukan adanya sebuah tolok ukur yang dapat menjamin apakah tindakan
pemerintahan sesuai dengan hukum atau tidak. Di Indonesia, tolok ukur tersebut dikenal
dengan istilah “Asas – asas Umum Pemerintahan yang Baik” (AAUPB).
Asas – asas umum pemerintahan yang baik merupakan asas yang dijadikan sebagai
dasar dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan yang baik, asas tersebut berupa nilai –
nilai etik yang hidup dan berkembang di lingkungan hukum administrasi negara. Asas – asas
umum pemerintahan yang baik memiliki beberapa fungsi, diantaranya: sebagai pedoman bagi
para pejabat negara dalam menjalankan fungsinya untuk mewujudkan pemerintahan yang
baik dan bersih, sebagai pencari keadilan dan dapat digunakan sebagai dasar gugatan bagi
warga negara, sebagai alat uji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan badan atau
pejabat tata usaha negara bagi hakim tata usaha negara, serta sebagai acuan untuk menyusun
atau merancang suatu peraturan perundang – undangan oleh lembaga legislatif. Kedudukan
AAUPB sebagai norma hukum positif telah menempatkan AAUPB sebagai asas yang
mengikat kuat, yangmana sebagian besar telah menjadi norma hukum tertulis dan sebagian
lainnya merupakan prinsip yang tidak tertulis.
Jakarta - Tragedi keadilan seakan tak habisnya mewarnai wajah hukum Indonesia. Terakhir
terungkap ada seorang pemilik laundry kiloan, Rosmalinda (35) harus menghuni bui 3 bulan
penjara karena persoalan cucian seharga Rp 78 ribu.
Berikut beberapa catatan yang berhasil dirangkum detikcom atas kasus-kasus serupa, Selasa
(18/4/2017):
1. Kasus Penjual Cobek
Penjual cobek miskin Tajudin harus meringkuk di penjara selama 9 bulan. Polsek Tangerang
Selatan menjebloskan Tajudin dengan tuduhan mengeksploitasi anak dengan cara
mempekerjakan mereka berjualan cobek, pada April 2016. Padahal, Tajudin hanyalah penjual
cobek miskin dari Bandung Selatan. Yang membantu menjual cobek adalah keponakan yang
putus sekolah. Mereka membantu untuk menyambung hidup.Tudingan jaksa itu akhirnya
terbantahkan dan Tajudin divonis bebas oleh PN Tangerang pada Kamis (12/1). Tapi
senyatanya, Tajudin baru menghirup udara bebas pada Sabtu (14/1) siang setelah bisa keluar
dari penjara, dikarenakan menunggu petikan putusan yang dibuat hakim. Jaksa tidak terima
dengan putusan itu dan mengajukan kasasi. Hingga hari ini, MA belum memutuskan kasus
itu.
2. Kasus Buruh Pabrik
Seorang buruh pabrik Krisbayudi dijebloskan dalam tahanan Polda Metro Jaya karena
tuduhan terlibat kasus pembunuhan. Usai digelandang ke Polda Metro Jaya, Krisbayudi
disiksa untuk mau mengakui skenario cerita pembunuhan versi polisi. Tidak hanya itu Kris
juga disiksa oleh sesama tahanan. Akhirnya, Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut)
membebaskan Krisbayudi pada awal 2012, setelah ditahan 8 bulan lamanya. Sebab
pembunuh sebenarnya adalah teman Krisbayudi, Rahmat Awafi. Kepada majelis, Rahmat
tiba-tiba mengaku kepada majelis hakim bahwa dia melakukannya seorang diri. Majelis
hakim PN Jakut menyatakan BAP tersebut batal demi hukum. Krisbayudi pun bebas
sedangkan Rahmat divonis mati di tingkat kasasi.
3. Kasus Laundry Kiloan
Rose Lenny menyerahkan cucian kepada Rosmalinda pada Januari 2012. Tapi Rose tidak
kunjung mengambil baju itu lebih dari setahun. Biaya cucian Rp 78 ribu dengan ketentuan Rp
3.000 per kg. Pada awal 2013, Rose tiba-tiba menagih cuciannya dan Linda mengambil baju
itu sudah dalam keadaan rusak dan kotor karena setahun tak kunjung diambil.
Anehnya, Rose memperkarakan Linda hingga ke meja hijau. Linda awalnya tidak ditahan
polisi. Hingga akhirnya jaksa menjebloskan Linda ke penjara hingga 3 bulan lamanya. Tak
tanggung-tanggung, jaksa menuntut Linda selama 1 tahun penjara. Belakangan, Linda
dibebaskan PN Jaktim pada Oktober 2013 dan dikuatkan Mahkamah Agung pada November
2016. (adf/asp)
Ketiga kasus diatas menggambarkan tidak berlakunya fungsi AAUPB sebagai pencari
keadilan, serta merupakan bukti dari adanya pelanggaran terhadap beberapa Asas Umum
Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik, diantaranya:
1. Pelanggaran terhadap asas kepastian hukum
Dapat dilihat dari kasus pertama, yangmana MA hingga saat ini belum memutuskan
kasus tersebut. Hal tersebut membuktikan belum adanya kepastian hukum atas kasus
tersebut, meskipun terdakwa sudah dibebaskan.
2. Pelanggaran terhadap asas keadilan dan kewajaran
Pada kasus kedua, terdakwa dipaksa mengakui skenario pembunuhan versi polisi
yang belum tentu benar, hingga terdakwa disiksa oleh sesama tahanan lainnya. Pada
kasus ketiga, jaksa menuntut 1 tahun penjara terhadap terdakwa yang senyatanya
tidak bersalah. Kedua hal tersebut menggambarkan belum tegaknya keadilan dan
terjadinya ketidakwajaran penegakan hukum di Indonesia.
3. Pelanggaran terhadap asas pemainan yang layak
Yangmana para terdakwa seakan memiliki ruang yang sangat sedikit untuk
melakukan tuntutan ketika tidak memperoleh keadilan, sehingga para terdakwa harus
merasakan hukuman penjara terlebih dahulu.
4. Pelanggaran terhadap asas bertindak cermat
Para penegak hukum terkesan memberikan hukuman semaunya tanpa mengumpulkan
bukti – bukti yang jelas terlebih dahulu sehingga banyak terjadi kesalahpahaman
tuduhan. Hal tersebut mencerminkan penegak hukum yang kurang bertindak cermat
dalam memutuskan perkara.