Anda di halaman 1dari 9

DILEMA PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

MAKALAH
Tugas ini ditulis Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu :
Afif Wahyudi H, S.Pd., MARS

Oleh :
Nama : Annisa Adillah
NIM : 030720094

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


INSTITUT MEDIKA Drg. SUHERMAN
TAHUN 2020

Jl. Raya Mayor Oking Atmaja No. 9 Cibinong Bogor 16911


Telp. (021) 89111110 (Hunting) Fax. (021) 8905196 E-mail:
info@imds.ac.idWebsite: www.imds.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN

Sudah menjadi rahasia umum apabila penegakan hokum di Indonesia berjalan


terseok seok sangat jauh dari harapan semua elemen masayarakat bangsa ini kasus
–kasus dan permasalahan hokum hilir mudik silih berganti muncul ke permukaan
dan menjadi bahan pembicaraan dan tontonan yang sayang untuk di lewatkan oleh
masayarakat kita,belum selesai masalah yang satu tiba- tiba muncul permasalahan
lagi yang tidak kalah serunya
.Hukum di negri ini seolah olah tak berdaya menghadapi berbagai rentetan
peristiwa hokum yang terjadi ,sudah jelas yang lemahlah yang akan menjadi
korbanya ,bagi mereka keadilan menjadi sesuatu yang sangat mahal harganya dan
sulit untuk di dapatkan .
Bila kita cermati gejala peristiwa di atas tidak mengherankan apabila banyak
kalangan memberikan saran kritik harapan bahkan hujatan kepada pihak pihak
yang di anggap sebagai pembuat ketimpangan hokum baik pemerintah maupun
badan penegak hokum di replublik ini.
Memang tidak bisa di pungkiri penegakan hokum di Indonesia tidak
semudah seperti membalikkan telapak tangan .Secara konseptual dalam kajian
penegakan hokum di nyatakan bahwa efektivitasa penegakan hokum baru akan
tercipta apabila lima pilar hokum telah terpenuhi dan dapat di tegakkan ,yakni
pertama instrument hokum yang baik ,aparat penegak hokum yang professional
,sarana dan prasana yang mendukung ,kesadaran hokum masyarakat yang tinggi
,dan pemerintahan yang baik .sedangakan di negara kita iniProfesionalisme para
penegak hukum masih banyak dipertanyakan pelbagai kalangan. Isu mafia
peradilan mewarnai kehidupan hukum di Indonesia. Independensi penegak hukum
mulai dipertanyakan, bahkan seluruh pelaksana-pelaksana yang berkaitan dengan
penegakan hukum dan pemberi keadilan diragukan. Persamaan hak dihadapan
hukum hanya sekedar pemanis dalam pelaksanaan hukum.
Untuk itu sebagai mahasiswa yang menjadi bagian dari masayarakat sudah
selayaknya kita ikut berpartisipasi dalam penegakan hokum jangan hanya bisa
mengumpat di belakang ,dan menghina para penegak hokum seenak jidadnya
sendiri tanpa memiliki andil yang nyata dalam ranah penegakan hokum di negri
tercinta kita ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurana untuk itu
saran dan kritik dari semuanya sangatlah penyusun harapkan untuk
membenahinya.akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat baik dunia
maupun akherat serta dapat di gunakan sebagaiman mestinya .
BAB II
POKOK PEMBAHASAN

BAB I Hukum di Indonesia

Hingga kini proses penegakan hukum masih buram. Menurut Munarman hal ini
terjadi akibat proses panjang sistem politik masa lalu yang menempatkan hukum
sebagai subordinasi politik. Sistem peradilan yang tidak independen dan memihak
dengan dalih dan banyaknya kepentingan. Reformasi hukum yang dilakukan
hingga kini belum menghasilkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Keadilan
masih dibayangi oleh kepentingan dan unsur kolusi para aparat penegak keadilan
dinegeri yang ber-keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia ini.

Intervensi terhadap hukum masih belum dapat dihindari. Hal ini mempengaruhi
mentalitas penegak hukum. Padahal mentalitas yang bermoral adalah kekuatan
penegak hukum sebagai dasar dari profesionalismenya. Moral dan keberanian
dalam menegakan supremasi hukum masih minim dimiliki oleh penegak hukum
di Indonesia. Sehingga banyak kasus-kasus hukum diselesaikan tetapi tidak
memuaskan pelbagai pihak atau pun merugikan dilain pihak. Timbul pertanyaan
apakah keadilan hanya milik ‘penguasa’ ?

Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang


terjabarkan dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan yang mantap dan
mengejawantahkannya dalam sikap, tindak sebagai serangakaian penjabaran nilai
tahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup (Soejono Soekamto,
1983). Kepastian hukum hanya dibuat untuk dalih meraih keuntungan sepihak.
Yang dikatakan ”demi kepastian hukum” sering hanya retorika untuk membela
kepentingan pihak tertentu. Akhirnya, proses hukum di luar dan di dalam
pengadilan menjadi eksklusif milik orang tertentu yang berkecimpung dalam
profesi hukum. Proses hukum menjadi ajang beradu teknik dan keterampilan.
Siapa yang lebih pandai menggunakan hukum akan keluar sebagai pemenang
dalam berperkara. Bahkan, advokat dapat membangun konstruksi hukum yang
dituangkan dalam kontrak sedemikian canggihnya sehingga kliennya meraih
kemenangan tanpa melalui pengadilan. (Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara,
Kompas).

I.II Penegakan Hukum & Carut Marutnya Di Indonesia.

Penegakkan hukum di Indonesia sudah lama menjadi persoalan serius bagi


masyarakat di Indonesia. Bagaimana tidak, karena persoalan keadilan telah lama
diabaikan bahkan di fakultas-fakultas hukum hanya diajarkan bagaimana
memandang dan menafsirkan peraturan perundang-undangan. Persoalan keadilan
atau yang menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam sistem
pendidikan hukum di Indonesia.
Hal ini menimbulkan akibat-akibat yang serius dalam kontek penegakkan hukum.
Para hakim yang notabene merupakan produk dari sekolah-sekolah hukum yang
bertebaran di Indonesia tidak lagi mampu menangkap inti dari semua
permasalahan hukum dan hanya melihat dari sisi formalitas hukum. Sehingga
tujuan hukum yang sesungguhnya malah tidak tercapai.
Sebagai contoh, seluruh mahasiswa hukum atau ahli-ahli hukum mempunyai
pengetahuan dengan baik bahwa kebenaran materil, kebenaran yang dicapai
berdasarkan kesaksian-kesaksian, adalah hal yang ingin dicapai dalam sistem
peradilan pidana. Namun, kebanyakan dari mereka gagal memahami bahwa tujuan
diperolehnya kebenaran materil sesungguhnya hanya dapat dicapai apabila
seluruh proses pidana berjalan dengan di atas rel hukum. Namun pada
kenyataannya proses ini sering diabaikan oleh para hakim ketika mulai mengadili
suatu perkara. Penangkapan yang tidak sah, penahanan yang sewenang-wenang,
dan proses penyitaan yang dilakukan secara melawan hukum telah menjadi urat
nadi dari sistem peradilan pidana. Hal ini terutama dialami oleh kelompok
masyarakat miskin. Itulah kenapa, meski dijamin dalam UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan lainnya, prinsip persamaan di muka hukum gagal dalam
pelaksanaannya.
Kebenaran formil, kebenaran yang berdasarkan bukti-bukti surat, adalah
kebenaran yang ingin dicapai dalam proses persidangan perdata. Namun, tujuan
ini tentunya tidak hanya melihat keabsahan dari suatu perjanjian, tetapi juga harus
dilihat bagaimana keabsahan tersebut dicapai dengan kata lain proses pembuatan
perjanjian justru menjadi titik penting dalam merumuskan apa yang dimaksud
dengan kebenaran formil tersebut. Namun, pengadilan ternyata hanya melihat
apakah dari sisi hukum surat-surat tersebut mempunyai kekuatan berlaku yang
sempurna dan tidak melihat bagaimana proses tersebut terjadi.
Persoalan diatas makin kompleks, ketika aparat penegak hukum (hakim, jaksa,
polisi, advokat) juga mudah atau dimudahkan untuk melakukan berbagai tindakan
tercela dan sekaligus juga melawan hukum. Suatu tindakan yang terkadang
dilatarbelakangi salah satunya oleh alasan rendahnya kesejahteraan dari para
aparat penegak hukum tersebut (kecuali mungin advokat). Namun memberikan
gaji yang tinggi juga tidak menjadi jaminan bahwa aparat penegak hukum tersebut
tidak lagi melakukakn tindakan tercela dan melawan hukum, karena praktek-
praktek melawan hukum telah menjadi bagian hidup setidak merupakan
pemandangan yang umum dilihat sejak mereka duduk di bangku mahasiswa
sebuah fakultas hukum.
Persoalannya adalah bagaimana mengatasi ini semua, tentunya harus dimulai dari
pembenahan sistem pendidikan hukum di Indonesia yang harus juga diikuti
dengan penguatan kode etik profesi dan organisasi profesi bagi kelompok
advokat, pengaturan dan penguatan kode perilaku bagi hakim, jaksa, dan polisi
serta adanya sanksi yang tegas terhadap setiap terjadinya tindakan tercela, adanya
transparansi informasi hukum melalui putusan-putusan pengadilan yang dapat
diakses oleh masyarakat, dan adanya kesejahteraan dan kondisi kerja yang baik
bagi aparat penegak hukum.

Berbicara masalah reformasi hukum, tentu tidak terlepas dari peran berbagai pihak
termasuk aparatur dan institusi yang bergerak di bidang hukum. Peran yang jelas
tidak akan berarti apa-apa tanpa dukungan dan keterlibatan pihak lain terutama
aparatur pemerintah yang bergerak diluar bidang hukum dan masyarakat secara
umum. Peran ini tentu saja tidak hanya terletak pada bagaimana sistem hukum
yang ada bisa dibenahi, tapi juga bagaimana sistem hukum yang diformulasikan
dalam bentuk aturan-aturan hukum baik materiil maupun formal itu ditegakkan
secara konsekuen. Dalam situasi dimana institusi formal yang bertanggung jawab
melakukan reformasi di bidang hukum belum memberikan perubahan yang
berarti, kehadiran state auxiliary agencies seperti KPK, Komnas HAM, KON dan
KHN tentu diharapkan mampu memainkan peran yang signifikan dalam upaya
pembaharuan hukum. (Sudi Prayitno, S.H., LL.M, dalam artikelnya Peran
Beberapa State Auxiliary Agencies Dalam Mendukung Reformasi Hukum Di
Indonesia).

Sistem hukum yang baik harus dimulai dari moral penegak hukum yang baik. Ada
adagium yang melekat dalam proses hukum kita, yaitu kalau berurusan dengan
hukum, ketika kehilangan kambing maka akan kehilangan sapi. Karena baik
polisi, jaksa, hakim, maupun pengacara terlibat dalam suatu mafia peradilan.
Mereka melakukan proses jual beli, berdagang hukum diantara pelaku hukum
tersebut. Itulah tantangan besar bagi masyarakat untuk memperjuangkan hukum
yang bersih, independen, dan bebas dari kepentingan politik ataupun kepentingan
lainnya. Itu agenda yang teramat penting dan seharusnya dipelopori oleh institusi
penegak hukum. (Munarman, Hukum Dimainkan Politik, dalam kumpulan
wawancara perspektif baru 2003 – 2005).
BAB II
PENUTUP

Penegakan hukum dalam mewujudkan keadilan harus selaras dengan mentalitas


yang bermoral bagi aparat penegak hukum. Hukum sebagai panglima
mewujudkan keadilan menjadi barometer dalam kemajuan bidang lainnya.
Sehingga kemajuan sektor lainnya dapat berjalan dalam koridor hukum yang baik.
Penegakan hukum dalam masyarakat yang pluralis harus memperkuat tatanan
kehidupan sesuai Pancasila, UUD 1945, semangat bhinneka tunggal ika, dan
keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam memperkuat keutuhan NKRI.

Proses ini harus dikontrol oleh rakyat secara aktif dalam bentuk partisipasi politik
mereka. Martabat manusia tidak boleh dilanggar oleh siapapun termasuk oleh
negara, kepastian ini harus diatur dalam perundang-undangan yang pembuatannya
melibatkan partisipasi rakyat. Kemerdekaan pengadilan dan hakim dari intervensi
siapa pun atau apapun merupakan syarat mutlak suatu negara yang berdasarkan
hukum. Dan partisipasi rakyat dalam pembuatan perundangan-undangan yang
akan dijalankan oleh pengadilan adalah mutlak sebagai pengejawantahan dari hak
menentukan nasib sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

https://search.yahoo.com/search?
fr=mcafee&type=E210US91215G0&p=kasus+masalah+Penegakan+Hukum+
di+Indonesia.

https://laliumah.blogspot.com/2013/02/dilema-penegakan-hukum-di-
indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai