Anda di halaman 1dari 2

Amos Junianto

1740050108

PBB Minta Kasus Rohingya Dibawa ke Mahkamah Internasional

Komisioner Tinggi PBB untuk HAM Zeid Ra'ad al-Hussein pada, Jumat (9/3/2018), meminta
agar kasus kekejaman yang dilakukan terhadap kelompok warga minoritas
Muslim Rohingya dibawa ke Mahkamah Kejahatan Internasional.
Al-Hussein juga mendesak pemerintah Myanmar mengizinkan para pemantau memasuki
negara bagian Rakhine di bagian utara negara itu agar dapat menyelidiki peristiwa, yang
disebutnya sebagai "aksi genosida" terhadap minoritas Muslim.

Yang ingin kami katakan adalah, ada kecurigaan kuat bahwa, ya, aksi -aksi genosida
kemungkinan telah terjadi. Tapi hanya pengadilan yang bisa memastikan ini," kata Zeid
dalam acara jumpa pers di Jenewa, Swiss.

Sementara itu pada awal pekan ini, pejabat bidang HAM PBB, Andrew Gilmour mengatakan,
"pembersihan etnis" oleh Myanmar terhadap kelompok Muslim Rohingyaberlanjut.
Keadaan itu masih terjadi lebih dari enam bulan sejak serangan pemberontak menyulut
pasukan keamanan melancarkan tindakan, yang telah membuat hampir 700.000 warga
mengungsi ke Bangladesh.
Gilmour, yang menjabat sebagai asisten Sekjen PBB untuk HAM, mengeluarkan komentar itu
setelah ia selama empat hari mengunjungi distrik Cox'x Bazar di negara tetangga Myanmar,
Bangladesh.

Dalam kunjungan tersebut, Gilmour menemui orang-orang yang mengungsikan diri dari
Myanmar baru-baru ini.

Setelah para pemberontak Rohingya menyerang 30 kantor polisi dan sebuah markas militer
pada 25 Agustus 2017, tentara-tentara dan polisi Myanmar menyisir desa-desa dalam
gerakan, yang disebut pemerintah sebagai operasi sah untuk mencabut akar "teroris -teroris".

Para warga Rohingya yang mencari tempat penampungan di Bangladesh telah melaporkan
bahwa pasukan keamanan Myanmar melakukan pemerkosaan, pembunuhan dan pembakaran.

PBB dan Amerika Serikat telah menyimpulkan gerakan oleh pasukan keamanan Myanmar itu
sudah menjadi pembersihan etnis.
Amos Junianto
1740050108

Gilmour berbicara dengan para pengungsi, yang menceritakan penculikan -penculikan oleh
pasukan keamanan dan setidaknya ada satu pria Rohingya yang tewas dalam penahanan pada
Februari.

"Tampaknya kekerasan yang meluas dan sistematis terhadap Rohingya terus berlangsung,"
kata Gilmour.

"Sifat kekerasan tersebut telah berubah dari pertumpahan darah tak terkendali dan
pemerkosaan massal tahun lalu menjadi operasi teror dengan intensitas yang lebih rendah
serta serta kelaparan yang dipaksakan, yang tampaknya diatur untuk membuat warga -warga
Rohingya yang masih ada meninggalkan rumah-rumah mereka menuju Bangladesh,"
tambahnya.

Walaupun Myanmar mengatakan pihaknya siap menerima kembali para pengungsi, di bawah
kesepakatan yang ditandatangani dengan Bangladesh pada November, menurutnya
pemulangan yang aman, bermartabat dan berkelanjutan tentu saja tidak mungkin terjadi di
tengah kondisi saat ini. [Antara]

Anda mungkin juga menyukai