C. Fase Resolusi
Pada fase lanjut DKA, IL-10 dan TGF-β men downregulasi DKA. Stimulasi IFN-
γ terhadap sel makrofag mengakibatkan sel tersebut menghasilkan prostaglandin-E.
Prostaglandin-E menghambat produksi IL-2 dan ekspresi IL-2R, sehingga aktivasi sel
T dan NK terhambat. Proses deskuamasi, degradasi antigen dan APC semuanya memberi
andil dalam resolusi DKA.
Pendekatan klinik
Dematitis kontak alergik (DKA) harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding
berbagai dermatoses eksematosa (Box 13-1). Sebagai contoh, seorang pasien yang
mempunyai dermatitis geometric atau pola spesifik setelah pajanan agen eksogen,
harus dicurigai menderita DKA. Selain itu, diagnosis harus dipertimbangkan pada
individu yang dermatitisnya persisten walaupun mendapat terapi memadai. Hal
tersebut berlaku pula terhadap pasien dengan gangguan kulit confounding, seperti DA
dan psoriasis, yang mempunyai gambaran klasik.
Tabel Anamnesis pasien dengan kecurigaan DKA
Demografi dan riwayat pekerjaan Usia, jenis kelamin, ras/etnis, agama,
status perkawinan, pekerjaan dan
deskripsi pekerjaan, lokasi pekerjaan,
kegiatan di luar pekerjaan tetap,
pekerjaan sebelumnya
Riwayat medik keluarga faktor genetik, predisposisi
Riwayat medik pasien alergi obat, penyakit penyerta, obat,
operasi
Riwayat dermatitis awitan, lokasi lesi, terapi
Pendekatan morfologik
Setelah riwayat penyakit diperoleh, langkah selanjutnya adalah penilaian
pemeriksaan status dermatologic menyeluruh. Pengetahuan mengenai ukuran , sifat
dan lokasi dermatitis meningkatkan kemungkinan pemilihan allergen untuk uji
tempel.
Diagnosis
1. in vito test: Patch test (gold standard)
2. in vitro test: lymphocyte transformation test, macrophage migration inhibition
test
Pengobatan
Penatalaksanaan dasar pasien DKA bergantung pada terapi gejala dan menghindari
pajanan ulang.
Erupsi akut vesikuler, membasah dapat diterapi dengan agen pengering seperti
aluminum sulfat atau kalsium asetat topical. Erupsi kronik,likenifikasi terbaik diobati
dengan emolien. Keluhan gatal diatasi dengan antipruritus topical atau antihistamin
oral (antihistamin dan anestetik topical dihindari karena risiko menginduksi alergi
sekunder pada kulit yang memang mengalami dermatitis).
Kortikosteroid topical masih merupakan baku emas dan pilihan utama menghilangkan
gejala dan mempercepat penyembuhan DKA. Obat tersebut ditoleransi baik bila dipakai
short term.
Penggunaan steroid sistemik hanya diberikan pada kasus akut sedang sampai
berat dan pada kasus DKA refrakter.
Dalam dekade terakhir, inhibitor kalsineurin telah digunakan sebagai opsi terapi
terhadap gangguan kulit inflamatori.
Siklosporin oral dan takrolimus/pimekrolimus topical telah menunjukkan efektifitas
dalam terapi dermatitis eksematosa, termasuk dermatitis atopic dan DKA.
Fototerapi dicadangkan untuk pasien DKA refrakter yang tidak responsive
terhadapsteroid dan pasien yang tidak dapat menghindari semua factor provokator
dalam lingkungan sehari-hari. PUVA, shortwave UVB efektif terhadap DKA dan
DKI kronik pada tangan, karena sifat imunosupresif intrinsic yang dimilikinya.
Walaupun demikian, terapi tersebut butuh waktu lama dan perlu terapi pemeliharaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cohen DE, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, David J. Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, VII ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p.
135-146.