Anda di halaman 1dari 11

JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 3, NO.

1, MARET 2017: 31-41

Hamarno dkk., Deep Breathing Exercise (DBE) dan Tingkat Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparotomi

DEEP BREATHING EXERCISE (DBE) DAN TINGKAT INTENSITAS NYERI


PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI

Rudi Hamarno, Maria Diah C.T., M. Hisbulloh H


Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77 C Malang
Email: rhamarno@yahoo.com

Deep Breathing Exercise (DBE) and The Level of Pain Intensity


in Patients with Post Operative Laparotomy
Abstract: The purpose of this study was to investigate the influence Deep Breathing Exercise (DBE) on
the level of pain intensity in patients with postoperative laparotomy in Lavalette. The design of this
study using quasi-experimental research design, non-equivalent control group with the control group.
The sample in this research is 34 respondents. Sampling using purposive sampling, data collection
using observation sheets and interviews using NRS scale and the data obtained in the test with U-Mann
Whitney, the significance level = 0.05. This study showed that pain intensity in patients with post-
operative laparotomy in RS. Lavalette before and after the relaxation techniques deep breathing exer-
cises (pre) average pain scale 4.8 and (post) average pain scale of 3.3, there are differences in the effect
of relaxation techniques Deep Breathing exercise to changes in pain intensity of the patients in the
control group and the treatment of postoperative laparotomy in RS. Lavalette Malang (p = 0.000).

Keyword: deep breathing exercise, pain, laparatomy

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Deep Breathing Exercise (DBE) terhadap
tingkat intensitas nyeri pada pasien post operasi laparatomi di RS. Lavalette di Kota Malang.
Rancangan penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi eksperimen design, non- equivalent
control group dengan kelompok kontrol. Sampel dalam penelitan ini 34 responden. Pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling, pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan
wawancara dengan menggunakan skala NRS dan data yang diperoleh di uji dengan cara U-Mann
Whitney dengan tingkat kemaknaan  = 0,05. Penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas nyeri
pada pasien post operasi laparatomi di RS. Lavalette Kota Malang sebelum dan setelah dilakukan
teknik relaksasi deep breathing exercise (pre) rata-rata skala nyeri 4.8 dan (post) rata-rata skala
nyeri 3.3, ada perbedaan pengaruh teknik relaksasi deep breathing exercise terhadap perubahan
intensitas nyeri pasien pada kelompok kontrol dan perlakuan post operasi laparatomi di RS. Lavalette
Kota Malang (p=0,000).

Kata Kunci: deep breathing exercise, nyeri, laparatomi

PENDAHULUAN seperti dokter operasi atau tenaga medis lainya.


Operasi adalah semua tindakan pengobatan Pada operasi juga membutuhkan alat yang steril
yang menggunakan cara invasif dengan agar terhindar dari infeksi.
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang Laparatomi merupakan salah satu prosedur
akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya pembedahan mayor, dengan melakukan penya-
dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah yatan pada lapisan-lapisan peritonium untuk
bagian yang akan ditangani ditampilkan mendapatkan bagian organ abdomen yang
dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker
dengan penutupan dan penjahitan luka dan obstruksi). Laparatomi dilakukan pada kasus-
(Sjamsuhidajat&Jong,
pISSN 2008). Tindakan operasi
2301-4024 eISSN 2442-6873
kasus seperti apendikitis, perforasi, hernia 31
pada umumnya dilakukan oleh tenaga ahli inguinalis, kanker lambung, kanker colon dan rec-

31
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 3, NO. 1, MARET 2017: 31-41

tum, obstruksi usus, inflamasi usus kronis, berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku
kolestisitis dan peritonitis (Sjamsuhidajat&Jong, kognitif. Intervensi kognitif meliputi tindakan
2008). distraksi, relaksasi, imaginasi terbimbing, umpan
Pada saat pembedahaan laparatomi, akan balik biologis, hipnotis dan sentuhan terapeutik.
mengeluarkan zat-zat kimia berupa histamine, Selain itu stimulasi kulit dapat memberikan efek
bradikinin, asetilkolin, dan substansi P ke jaringan penurunan nyeri yang efektif. Tindakan non
ekstraseluler. Zat-zat kimia ini mempengaruhi farmakolgis ini mengalihkan perhatian pasien
reseptor nyeri (nosiseptor) selanjutnya dihantar sehingga pasien terfokus pada stimulasi taktil dan
ke kordaspinalis. Dalam kordaspinalis zat kimia mengabaikan sensasi nyeri, pada akhirnya dapat
tersebut dilepaskan sehingga sinyal nyeri berlanjut menurunkan persepsi nyeri (Tamsuri, 2012).
ke sistem saraf. Sinyal ini berjalan ke thalamus Salah satu tindakan non farmakologis untuk
dan akhimya ke pusat tertinggi (kortek serebral) mengurangi nyeri adalah latihan nafas dalam (deep
dalam otak (Smeltzer & Bare, 2002). breathing exercise) yang merupakan metode
Nyeri setelah pembedahan merupakan hal efektif mengurangi rasa nyeri terutama pada klien
yang biasa terjadi pada banyak klien yang pernah yang mengalami nyeri akut maupun kronis. Rileks
mengalami pembedahan (Priharjo, 1993). Nyeri sempurna yang dapat mengurangi ketegangan
setelah pembedahan bila tidak ditangani secara otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga mencegah
benar akan menjadi nyeri kronis yang merupakan stimulasi nyeri (Kusyanti, 2006). Prosedur nafas
permasalahan besar dan sulit ditangani, selain itu dalam yaitu menganjurkan pasien untuk duduk,
nyeri setelah pembedahan yang tidak menarik nafas dalam dengan pelan, menahan
mendapatkan penanganan dengan tepat juga beberapa detik, kemudian melepaskan (meniup
dapat mengakibatkan komplikasi. Selain itu lewat bibir) dan menghembuskan udara untuk
penanganan nyeri yang tepat dapat membantu merasakan relaksasi.
mempersingkat masa rawat inap, mengurangi Di Amerika Serikat angka pembedahan
biaya rumah sakit dan meningkatkan kepuasan laparatomi meningkat sebesar 50% dalam
pasien (Garimelia and Cellini, 2013). sepuluh tahun terakhir, yakni pada tahun 2006
Pada dasarnya terdapat dua cara menolong sebesar 31,1%. Antara tahun 2003-2010
pasien untuk mengurangi rasa nyeri, yaitu terdapat peningkatan jumlah pembedahan
farmakolgis dan non farmakologis. Terapi laparatomy sebanyak 37,5% di seluruh negeri
farmakologi meliputi penggunaan opioid dari 16.000 menjadi 60.000 operasi (WHO,
(narkotik), nonopioid/NSAIDs (non steroid 2010). Survey Departemen Kesehatan RI
antiinflamation drugs), dan adjuvan, serta ko- didapatkan bahwa kasus laparatomi meningkat
analgesik sedangkan penatalaksanaan nyeri dari 162 pada tahun 2005, menjadi 983 kasus
secara nonfarmakologis meliputi stimulasi kulit pada tahun 2006, dan 1.281 kasus pada tahun
dengan masase kulit, kompres panas dan dingin, 2007. Hal ini menunjukan bahwa tindakan
stimulasi syaraf elektris transkutan, trans elec- laparatomi semakin tahun semakin meningkat.
trical nerve stimulation (TENS), stimulasi Tujuan umum penelitian ini adalah untuk
kognitif dengan distraksi, imajinasi terbimbing, mengetahui pengaruh Deep Breathing Exercise
relaksasi, umpan balik tubuh, sentuhan terapeutik (DBE) terhadap tingkat intensitas nyeri pada
perubahan posisi, imobilisasi dan pemberian pasien post operasi laparatomi di RS. Lavalette
placebo (Tamsuri, 2008). Kota Malang.
Penatalaksanaan non farmakologis terdiri
dari berbagai tindakan penanganan nyeri

32 pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873


Hamarno dkk., Deep Breathing Exercise (DBE) dan Tingkat Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparotomi

METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan desain
penelitian Quasi Eksperimen. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah semua
pasien post operasi laparatomi di RS. Lavalette
Kota Malang sebanyak 34 responden yang
terdiri dari 17 responden kelompok perlakukan
dan 17 responden lainnya kelompok kontrol.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
pasien post operasi laparatomi, bersedia menjadi
responden, mengalami nyeri maksimal pada
Gambar 1. Distribusi Frekuensi
skala 6, pasien komunikatif dan sadar penuh. Responden Berdasarkan Umur Responden
Sedangkan kriteria eksklusinya adalah nyeri yang
tidak dapat diatasi dengan terapi farmakologis
(nyeri berat), pasien tidak kooperatif dan
menolak partisipasi. Teknik pengambilan
sampling yang digunakan dalm penelitian ini
adalah non probability sampling dengan teknik
purposive sampling. Variabel bebas penelitian
adalah deep breathing exercise dan variabel
terikatnya adalah nyeri. Penelitian dilaksanakan
di RS. Lavalatte Malang pada tanggal 23 Mei-
18 Juni 2016. Teknik pengumpulan data dengan
wawancara dan observasi skala nyeri dengan
menggunakan skala Numerical Rating Scale
(NRS), respon tubuh, perilaku dan kemampuan Gambar 2. Distribusi Frekuensi Responden
responden dalam berkomunikasi. Analisis Berdasarkan Pendidikan
univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari
hasil penelitian. Data intensitas nyeri dilakukan
klasifikasi skor 0-10 dengan kriteria tidak nyeri
hingga nyeri sangat berat. Analisis bivariat
dengan menggunakan Mann Whitney U-Test.

HASIL PENELITIAN
Karakteristik responden berdasarkan umur
didapatkan bahwa sebagian besar responden
berusia 31-50 tahun, sebanyak 50% ber-
pendidikan Perguruan Tinggi dan sebagian besar
menjalani belum pernah menjalani operasi
laparotomi. Karakteristik responden berdasar-
kan umur, pendidikan dan jenis tindakan operasi Gambar 3. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Tindakan Operasi
dapat ditunjukkan pada Gambar 1-3.

pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873 33


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 3, NO. 1, MARET 2017: 31-41

Tabel 1. Rerata Observasi Skala Nyeri pada Tabel 3. Rerata Observasi Skala Nyeri pada
Responden Pasca Operasi SC, Ca cervix, Responden Kelompok Perlakuan
Mioma uteri, Ca ovarium dan Cysta ovarium

Tabel 4. Rerata Observasi Skala Nyeri pada


Tabel 2. Rerata Observasi Skala Nyeri pada
Semua Responden Kelompok Perlakuan
Semua Responden Kelompok Kontrol

Tabel 5. Hasil Rerata Observasi Skala Nyeri Semua Responden yang Operasi Laparatomi
Sebelum dan Sesudah Pemberian Latihan Deep Breathing Exercise

Karakteristik responden berdasarkan umur Tabel 1, responden mengalami penurunan


diketahui sebanyak 32.3% berusia 31-40 dan nyeri pada operasi Ca cervix. Dari skala nyeri
51-60 tahun. Berdasarkan Gambar 2 diketahui sedang 5,0 menjadi skala nyeri sedang 3,75 skala
bahwa responden terbanyak berpendidikan nyeri turun 1,25. Responden mengalami
Perguruan tinggi yaitu sebesar 50%. Tindakan penurunan nyeri tetap dalam rentang nyeri
Operasi responden yang paling banyak adalah sedang. Sebelum dan sesudah yang tidak
Tindakan Operasi SC sebesar 38,2% dan diberikan deep breathing exercise dalam
diketahui bahwa responden belum pernah observasi hari ke-1, hari ke-2, hari ke-3.
menjalani operasi sebelumnya, sedangkan Responden yang mengalami penurunan nyeri
berdasarkan suku semua responden berasal dari pada operasi Mioma uteri, dari skala nyeri
suku Jawa. sedang 5,66 menjadi skala nyeri sedang 4,66
Berdasarkan Tabel 1, responden mengalami skala nyeri turun 1,00. Responden mengalami
penurunan nyeri pada operasi SC. Dari skala penurunan nyeri tetap dalam rentang nyeri
nyeri sedang 5,0 menjadi skala nyeri sedang 3,6 sedang. Sebelum dan sesudah yang tidak
skala nyeri menurun 1,4. Responden mengalami diberikan deep breathing exercise dalam
penurunan nyeri dalam rentang tetap nyeri sedang. observasi hari ke-1, hari ke-2, hari ke-3.
Sebelum dan sesudah tanpa diberikan deep Responden yang mengalami penurunan nyeri
breathing exercise dalam observasi hari ke-1, pada operasi Ca Ovarium, dari skala nyeri
hari ke-2, hari ke-3.

34 pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873


Hamarno dkk., Deep Breathing Exercise (DBE) dan Tingkat Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparotomi

sedang 4,00 menjadi skala nyeri sedang 3,00 penurunan tingkat nyeri yang signifikan dari skala
skala nyeri turun 1,00. Responden mengalami sedang 5,4 menjadi skala ringan 2,6 skala nyeri
penurunan nyeri tetap dalam rentang nyeri menurun 2,8.
sedang. Sebelum dan sesudah yang tidak Penurunan tingkat nyeri sebelum dan
diberikan deep breathing exercise dalam sesudah di berikan deep breathing exercise.
observasi hari ke-1, hari ke-2, hari ke-3. pada operasi Cysta ovarium, diketahui pada
Responden yang mengalami penurunan nyeri observasi hari ke-1, hari ke-2, hari-3 responden
pada operasi Cysta ovarium. Dari skala nyeri mengalami penurunan tingkat nyeri yang signifikan
sedang 4,50 menjadi skala nyeri sedang 3,75 dari skala sedang 5,00 menjadi skala ringan 3,00
skala nyeri turun 1,25. Responden mengalami skala nyeri menurun 2,00.
penurunan nyeri tetap dalam rentang nyeri Penurunan tingkat nyeri sebelum dan
sedang. Sebelum dan sesudah yang tidak sesudah di berikan deep breathing exercise pada
diberikan deep breathing exercise dalam kelompok perlakuan didapatkan pada observasi
observasi hari ke-1, hari ke-2, hari ke-3. hari ke-1, hari ke-2, hari-3 responden mengalami
Berdasarkan Tabel 2, rerata observasi skala penurunan tingkat nyeri yang signifikan dari skala
nyeri pada semua responden pada kelompok sedang 5,47 menjadi skala ringan 2,70 skala
kontrol, dari skala nyeri sedang 4,92 menjadi nyeri menurun 2,77 (Tabel 4).
skala nyeri sedang 3,82 skala nyeri turun 0,47. Berdasarkan Tabel 5, diketahui hasil uji
Responden mengalami penurunan nyeri tetap statistik Mann-Witnhey dengan tingkat
dalam rentang nyeri sedang. Sebelum dan kemaknaan  = 0,05 didapatkan nilai signifikan
sesudah yang tidak diberikan deep breathing sebesar P=0,000 yang berarti Ho ditolak dan
exercise dalam observasi hari ke-1, hari ke-2, H1 diterima artinya ada perbedaan yang signifikan
hari ke-3. berkurangnya skala nyeri pada kelompok
Rerata observasi skala nyeri pada responden perlakuan yang mendapatkan latihan deep
kelompok perlakuan ditunjukkan pada Tabel 3, breathing exercise dan kelompok kontrol yang
didapatkan responden mengalami penurunan tidak mendapatkan latihan deep breathing
tingkat nyeri sebelum dan sesudah di berikan exercise.
deep breathing exercise. Observasi hari ke-1,
hari ke-2, hari-3 responden mengalami PEMBAHASAN
penurunan tingkat nyeri yang signifikan dari skala Distribusi nyeri yang dialami responden
sedang 5,5 menjadi skala ringan 2,75 skala nyeri pada kelompok kontrol sebelum dilakukan
menurun 2,25 pada operasi SC. perlakuan (sebelum perlakuan) rata-rata adalah
Penurunan tingkat nyeri sebelum dan sesudah nyeri sedang yaitu sebanyak 100% dan sesudah
di berikan deep breathing exercise pada operasi istirahat biasa (tanpa perlakuan) sebagian besar
Ca cervix, pada observasi hari ke-1, hari ke-2, adalah responden yang mengalami nyeri sedang
hari-3 responden mengalami penurunan tingkat sebesar 94%. Tingkat nyeri responden (pre)
nyeri yang signifikan dari skala sedang 5,00 rata-rata skala nyeri 4,44 dan responden (post)
menjadi skala ringan 2,5 skala nyeri menurun rata-rata 4,29 skala nyeri menurun 0,15.
0,56. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pada
Penurunan tingkat nyeri sebelum dan kelompok kontrol, kelompok yang tidak
sesudah di berikan deep breathing exercise pada mendapatkan terapi teknik Relaksasi Nafas
operasi Mioma uteri, pada observasi hari ke-1, Dalam terdapat beberapa responden yang
hari ke-2, hari-3 responden mengalami mengalami penurunan nyeri. Kondisi ini

pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873 35


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 3, NO. 1, MARET 2017: 31-41

disebabkan terdapat banyak faktor yang rasa nyeri yang dirasakan dengan bersikap
mempengaruhi penurunan nyeri seseorang, antara positif, yaitu dengan menenangkan diri sendiri
lain yaitu pengalaman, karena pada umumnya serta berdoa kepada Tuhan agar diberikan
orang yang sering mengalami nyeri dalam kekuatan dalam menghadapi rasa nyeri yang
hidupnya cenderung mengantisipasi terjadinya dirasakan.
nyeri yang lebih hebat (Taylor, 2000), kemudian Distribusi nyeri yang dialami responden pada
ansietas, karena kecemasan pasien menyebabkan kelompok eksperimen sebelum dilakukan terapi
menurunnya kadar serotonin. Serotonin (sebelum perlakuan) rata-rata dalam 3 kali
merupakan neurotransmitter yang memiliki andil observasi adalah nyeri sedang seluruhnya 100%
dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf dan sesudah menerima terapi (sesudah
pusat (Lee Mone, 1999) dan menyebabkan perlakuan) sebagian besar adalah nyeri ringan
neuron-neuron lokal medulla spinalis sebesar 58,82%. Tingkat nyeri pasien sebelum
mensekresi enkefalin, karena enkefalin dilakukan teknik relaksasi napas dalam (pre-test)
dianggap dapat menimbulkan hambatan rata-rata skala 4,8 dan setelah dilakukan teknik
presipnatik dan postsinaptik pada serabut- relaksasi napas dalam (post test) rata-rata 3,3.
serabut nyeri tipe C, jadi sistem analgetik ini Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi
dapat memblok sinyal nyeri yang akan masuk perubahan tingkat nyeri sebelum dan setelah
ke medulla spinalis (Guyton, 2005). diberikan teknik relaksasi napas dalam seperti
Pada kelompok kontrol, dapat diartikan yang diharapkan.
bahwa ada penurunan intensitas nyeri sedikit Menurut Smeltzer dan Bare (2002) teknik
tetapi tetap dalam rentang nyeri skala sedang. nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan
Hal ini dikarenakan pada hari pertama (24 meminimalkan aktifitas simpatik sistem saraf
jam setelah operasi), luka post operasi masih otonom klien, meningkatkan aktifitas komponen
dalam fase inflamasi, dimana fase inflamasi saraf parasimpatik vegetatif secara stimultan.
berlangsung sampai 5 hari post operasi dan Teknik tersebut dapat mengurangi sensasi nyeri
pasien masih berada dalam kondisi merasakan dan mengontrol intensitas reaksi klien terhadap
nyeri. Karena banyak permasalahan dalam rasa nyeri. Tehnik relaksasi napas dalam dapat
penyembuhan luka, seperti waktu penyembuhan mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi
yang lama, terutama bila terjadi penyembuhan retikuler menghambat stimulus nyeri, jika
secara skunder. Nyeri menjadi stressor yang seseorang menerima input sensori yang ber-
memicu timbulnya gejala klinis patatologi, memicu lebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls
modulasi respon imun, sehingga menyebabkan nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak
penurunan sistem imun yang berakibat dirasakan oleh klien). Stimulus yang menye-
pemanjangan waktu penyembuhan luka. nangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi
Pasien yang tidak mendapatkan perlakuan endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan
relaksasi deep breathing exercise masih oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri
berpusat pada rasa nyeri dan ketidaknyamanan secara umum berhubungan langsung dengan
terhadap nyeri yang dirasakan. Sehingga dalam partisipasi aktif individu.
waktu ±10 menit post operasi tanpa perlakuan Teknik relaksasi napas dalam dapat
relaksasi deep breathing exercise (istirahat), mengatasi nyeri berdasarkan teori aktivasi
nyeri tersebut tidak mengalami penurunan. Pada retikuler, yaitu menghambat stimulus nyeri ketika
kelompok kontrol peneliti hanya memberikan seseorang menerima masukan sensori yang
motivasi kepada responden untuk menghadapi cukup atau berlebihan, sehingga menyebabkan

36 pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873


Hamarno dkk., Deep Breathing Exercise (DBE) dan Tingkat Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparotomi

terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berupa meringis, menangis, menjerit dan lainnya
berkurang atau tidak dirasakan oleh klien). Stimu- (Tamsuri, 2007).
lus sensori yang menyenangkan akan merangsang Begitu juga nyeri yang dirasakan klien bedah
sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang meningkat seiring dengan berkurangnya
dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Teknik pengaruh anastesi. Klien lebih menyadari
relaksasi napas dalam bekerja memberi pengaruh lingkungannya dan lebih sensitif terhadap rasa
paling baik untuk jangka waktu yang singkat, nyaman. Area insisi mungkin menjadi satu-
untuk mengatasi nyeri intensif hanya berlangsung satunya sumber nyeri. Secara signifikan, nyeri
beberapa menit, misalnya selama pelaksanaan dapat memperlambat pemulihan. Nyeri akut
prosedur invasif atau saat menunggu kerja dapat menyebabkan denyut jantung, tekanan
analgesik (Tamsuri, 2007). darah dan frekuensi pernapasan meningkat (Pot-
Menurut Maslow (dikutip dalam Perry dan ter dan Perry, 2005). Observasi skala nyeri pada
Potter, 2005), kebutuhan rasa nyaman 17 responden pada kelompok perlakuan
merupakan kebutuhan dasar setelah kebutuhan terdapat 8 responden dengan jenis tindakan
fisiologis yang harus terpenuhi. Seseorang yang operasi sectio caesarea. Teknik insisi pada
mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas operasi SC dilakukan dengan teknik panenstyle
sehari-harinya. Orang tersebut akan terganggu (sayatan melintang) dengan panjang insisi ± 10-
pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidurnya, 12 cm (Syamsuhidajat & Wim De Jong, 2008).
pemenuhan individual, juga aspek interaksi Responden post operasi SC mengalami nyeri
sosialnya yang dapat berupa menghindari disekitar incisi karena tubuh mengalami luka dan
percakapan, menarik diri, dan menghindari dalam proses penyembuhan. Pada operasi SC
kontak. Selain itu, seseorang yang mengalami terdapat 7 lapisan yaitu lapisan kulit, lemak, otot,
nyeri hebat akan berkelanjutan, apabila tidak fasia, peritoneum, uterus dan endometrium.
ditangani pada akhirnya dapat mengakibatkan Lapisan tersebut dijahit satu lapis demi satu lapis
syok neurogenik pada orang tersebut. Sehingga menggunakan beberapa macam benang jahit.
diperlukan manajemen nyeri yang handal dalam Karena luka SC tergolong luas dan dalam, hasil
mengatasi nyeri yang bersifat efektif dan efisien jahitan lapis demi lapis mengakibatkan munculnya
(Ganong, 2002). rasa nyeri yang sangat menganggu dan membuat
Setiap individu pernah mengalami nyeri tidak nyaman bila digunakan untuk mobilisasi
dalam tingkatan tertentu. Nyeri bersifat subyektif (Kasdu, 2003).
dan tidak ada individu yang mengalami nyeri yang Nyeri pada pasien pasca operasi merupakan
sama. Nyeri merupakan sensasi ketidak- nyeri akut yang belum banyak di mengerti dan
nyamanan, jika seseorang terpapar dengan nyeri, tidak selalu dikelola dengan baik. Nyeri akibat
maka respon fisiologis tubuh yang timbul antara operasi ini tidak hanya memiliki komponen
lain: peningkatan frekuensi pernapasan untuk sensori berhubungan dengan rusaknya jaringan,
menyediakan oksigen yang lebih banyak, tetapi juga dipengaruhi oleh komponen
peningkatan denyut jantung untuk transpor psikososial dari pasien. Rasa nyeri timbul bila ada
oksigen lebih besar kedalam jaringan tubuh, jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan
vasokontriksi perifer sehingga tekanan darah individu bereaksi dengan cara memindahkan
meningkat untuk memindahkan suplai darah dari stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat berupa stimu-
perifer keorgan viseral, otot, dan otak. lus yang bersifat fisik dan mental, sedangkan
Peningkatan ketegangan otot, mual dan muntah, kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual
dan lain-lainya. Sedangkan prilaku yang tampak pada fungsi-fungsi ego seseorang individu

pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873 37


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 3, NO. 1, MARET 2017: 31-41

Apabila seseorang yang mengalami nyeri maka pada cutis, fasia dan otot. Hal ini dapat pula
perilakunya akan berubah. Nyeri merupakan disebabkan oleh panjang insisi dan efek tarikan
tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan abdomen yang digunakan untuk mengekspose
jaringan, pertimbangan pertama keperawatan intra abdominal (Hidayat, dkk. 2015). Observasi
saat mengkaji nyeri (Smeltzer, S. C & Bare, B.G, nyeri dari tindakan operasi Ca Cervix di
2002). didapatkan nyeri sebelum diberikan latihan DBE
Nyeri tertinggi dari tindakan operasi SC nyeri responden berskala 5,00 setelah responden
adalah nyeri berskala 6. Rerata dari 8 responden diberikan latihan DBE nyeri responden
mengatakan nyeri sedang dengan skala nyeri 5,5 berkurang menjadi skala 2,5 skala nyeri menurun
sebelum diberikan tindakan DBE hari pertama. sebesar 2,5 dalam rentang nyeri ringan. Untuk
Setelah diberikan DBE nyeri responden tindakan operasi mioma uteri nyeri responden
berkurang menjadi 3,87 skala nyeri menurun sebelum tindakan latihan DBE rata-rata nyeri
1,63 tetapi masih dalam rentang skala nyeri responden sebesar 5,4 dalam rentang nyeri
sedang, karena rerata responden baru pertama sedang, setalah responden diberikan latihan DBE
kali menerapkan latihan DBE. Observasi hari ke- nyeri responden berkurang menjadi skala 2,6
2 didapatkan nyeri sebelum diberikan latihan nyeri menurun sebesar 2,8 dalam rentang nyeri
DBE rerata nyeri responden 5,12 dalam rentang ringan. Untuk tindakan operasi Cista Ovarium
skala nyeri sedang. Setelah diberikan latihan nyeri sebelum diberikan tindakan DBE rata-rata
DBE nyeri responden berkurang menjadi 3,5 nyeri responden sebesar 5,0 dalam rentang nyeri
skala nyeri menurun 1,62 nyeri berkurang dari sedang, setelah responden mendapatkan latihan
nyeri sedang menjadi nyeri ringan. Obervasi hari DBE nyeri responden berkurang menjadi skala
ke-3 didapatkan nyeri responden sebelum 3,0 nyeri menurun sebesar 2,0 dalam rentang
diberikan DBE rata-rata nyeri responden sebesar nyeri ringan.
4,12 dalam rentang nyeri sedang, setelah Faktor turun nya skala nyeri responden
responden diberikan latihan BDE nyeri respoden karena responden bisa memanajemen nyeri
berkurang menjadi skala 2,75 skala nyeri dengan cara nonfamakologi dengan cara latihan
menurun 1,37 nyeri berkurang dari skala nyeri DBE. Faktor lain yang mempengaruhi intensitas
sedang menjadi skala nyeri ringan. Karena nyeri, salah satunya adalah usia. Pada hasil
responden sudah bisa melakukan latihan DBE penelitian responden dengan intensitas nyeri 6
dengan baik. Responden mengatakan bisa berada pada rentang usia 31-60 tahun. Potter &
memanajemen nyeri apabila nyeri kambuh. Perry (2005) menjelaskan bahwa terdapat
Dari 17 responden terdapat 9 responden hubungan antara nyeri dengan seiring
masing-masing dengan tindakan operasi bertambahnya usia, yait u pada tingkat
histerektomi sejumlah 7 responden dan perkembangan. Pada orang dewasa lebih bisa
kistektomi 2 responden, secara umum teknik mengungkapkan nyeri bila timbul rasa nyeri,
insisi pada histerektomi dan kistektomi dilakukan sedangkan pada orang yang sudah lanjut usia
dengan teknik infracial modifikasi (middle incisi cenderung memendam rasa nyeri karena
atau panenstyle) dengan panjang sayatan 8-10 menganggap nyeri adalah alamiah yang harus
cm tergantung besar kecilnya tumor atau kista dijalani dan takut kalau mengalami nyeri bila
ovarium (Syamsuhidajat & Wim De Jong, 2008). diperiksakan akan diketahui terjadi penyakit
Nyeri post operasi histerektomi disebabkan oleh berat. Semakin cukup umur seseorang akan lebih
trauma pada dinding abdominal, mulai dari insisi matang dalam berfikir dan bekerja. Dari
kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih

38 pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873


Hamarno dkk., Deep Breathing Exercise (DBE) dan Tingkat Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparotomi

dewasa lebih dipercaya daripada yang lebih muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami
muda, hal ini karena berhubungan dengan nyeri, dengan jenis yang sama berulang-ulang,
pengalaman dan kematangan jiwa. Pada usia tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil
dewasa madya lebih mempunyai pengalaman dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu
daripada dewasa awal sehingga dewasa madya tersebut mengintrepetasikan sensasi nyeri.
lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan yang Akibatnya, klien akan lebih siap untuk melakukan
baru, dengan mudahnya beradaptasi dengan tindakan-tindakan yag diperlukan untuk
lingkungan akan mempengaruhi respons pasien menghilangkan nyeri.
terhadap tingkat kecemasan, dimana kecemasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
ini berbanding lurus dengan intensitas nyeri. pasien nyeri post operasi laparatomi yang
Faktor lain yang mempengaruhi intensitas diberikan latihan relaksasi deep breathing ex-
nyeri, salah satunya adalah kebudayaan. Respon ercise selama tiga kali dengan durasi setiap
nyeri yang dirasakan pasien itu berbeda-beda latihan ± 10 menit memperlihatkan adanya
karena dipengaruhi oleh kebudayaan dan perbedaan yang bermakna rata-rata intensitas
pengalaman terdahulu. Berdasarkan hasil nyeri kepala sebelum dan sesudah latihan DBE
penelitian didapatkan bahwa semua responden (p=0,000; =0,05). Pada kelompok kontrol,
berkebudayaan suku jawa 17 orang (100%). walaupun tidak dilakukan latihan DBE tetapi
Keyakinan dan nilai- nilai budaya mempengaruhi terjadi penurunan intensitas nyeri post op
cara individu mengatasi nyeri. Individu laparatomi. Namun demikian jika dilihat dari
mempelajari apa yang diharapkan dan diterima perbedaan kelompok perlakuan dan kelompok
oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi kontrol menunjukkan nilai yang signifikan. Selisih
bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo dan rata-rata intensitas nyeri post operasi laparatomi
Flaskerud, 1991). Ada perbedaan makna dan setelah dilakukan DBE berbeda secara signifikan
sikap yang dikaitkan dengan nyeri diberbagai antara kelompok perlakuan dengan kelompok
kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang kontrol (nilai p=0,000; =0,05). Berdasarkan
nyeri dari segi makna budaya akan membantu hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, terlihat
perawat dalam merancang asuhan keperawatan bahwa latihan DBE mempunyai pengaruh yang
yang relevan untuk klien yang mengalami nyeri signifikan terhadap penurunan intensitas nyeri
(Potter dan Perry, 2005). post operasi laparatomi.
Faktor lain yang mempengaruhi nyeri adalah Menurut Potter dan Perry (2005) seorang
pengalaman terdahulu, dari hasil penelitian klien yang sedang merasakan nyeri, tidak dapat
didapatkan bahwa 5 orang (29,41%) pernah membedakan komponen-komponen tersebut.
melakukan operasi sebelumnya dan operasi kali Akan tetapi, dengan memahami set iap
ini merupakan operasi ke-2 baginya, dan 12 komponen, perawat akan terbantu dalam
orang (70,59%) belum pernah melakukan mengenali faktor-faktor yang dapat menimbulkan
operasi apapun. Pengalaman nyeri sebelumnya nyeri, gejala yang menyertai nyeri, dan rasional
tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan serta kerja terapi yang dipilih. Respon nyeri yang
menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa dirasakan oleh setiap pasien berbeda-beda
yang akan datang. Apabila individu sejak lama sehingga perlu dilakukan eksplorasi untuk
sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa menentukan nilai nyeri tersebut. Menurut Hidayat
pernah sembuh atau menderita nyeri yang sedang, (2009) nyeri merupakan kondisi berupa
maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat perasaan tidak menenangkan bersifat sangat

pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873 39


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 3, NO. 1, MARET 2017: 31-41

subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada hormon kortisol dan adrenalin dalam tubuh, yang
setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, mempengaruhi tingkat stress seseorang sehingga
dan hanya orang tersebutlah yang dapat dapat meningkatkan konsentrasi dan membuat
menjelaskan atau mengevaluasi yang dialaminya. klien merasa tenang untuk mengatur ritme
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) ada pernafasan menjadi teratur. Hal ini akan
beberapa terapi non farmakologis, salah satunya mendorong terjadinya peningkatan kadar
adalah teknik deep breathing exercise. PaCO2 dan akan menurunkan kadar pH
memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen (O2)
selain pada nyeri, dapat menjadi strategi yang dalam darah (Handerson, 2005).
sangat berhasil dan mungkin merupakan Menurut peneliti ada perbedaan intensitas
mekanisme yang bertanggung jawab terhadap nyeri antara kelompok perlakuan dan kelompok
teknik kognitif efektif lainnya. Deep breathing kontrol yang dilakukan teknik deep breathing
exercise dapat menurunkan persepsi nyeri exercise dengan yang tidak dilakukan teknik
dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, relaksasi deep breathing exercise. Faktor-faktor
yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang mempengaruhi nyeri pada kelompok
yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan perlakuan dan kelompok kontrol sebagian besar
distraksi tergantung pada kemampuan pasien bernilai sama dari usia, pengalaman nyeri, terapi
untuk menerima dan membangitkan input sensori obat (analgesik) yang diberikan, dukungan sosial,
selain nyeri. Pereda nyeri secara umum meningkat dan suku budaya responden. Sehingga hal ini ada
dalam hubungan langsung dengan pertisipasi aktif perbedaan yang signifikan antara penurunan nyeri
individu. Karenanya, stimulasi penglihatan, pada kedua kelompok. Keterbatasan dalam
pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih penelitian ini adalah belum menyeimbangkan
efektif dalam menurunkan nyeri dibanding satu jumlah responden berdasarkan diagnosa medis,
indera saja. belum menyeimbangkan jumlah responden
Smeltzer dan Bare (2002), relaksasi otot berdasarkan tindakan operasi, belum
skletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan sepenuhnya menyamakan jumlah responden
merilekskan ketegangan otot yang menunjang berdasarkan diagnosa medis maupun tindakan
nyeri. Dengan merelaksasikan otot-otot skeletal operasi, belum menyamakan tempat penelitian,
yang mengalami spasme yang disebabkan oleh tempat dalam penelitian ini masih berbeda-beda.
peningkatan prostaglandin, sehingga terjadi
vasodilatasi pembuluh darah dan akan PENUTUP
meningkatkan aliran darah ke daerah yang Kesimpulan penelitian ini adalah 1) tingkat
mengalami spasme dan iskemik. nyeri responden sebelum perlakuan pada
Teknik relaksasi deep breathing exercise kelompok kontrol rata-rata sebesar 4,44 dalam
mampu merangsang tubuh untuk melepaskan rentang nyeri sedang, 2) tingkat nyeri responden
opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin. sesudah pada kelompok kontrol t anpa
Pernyataan lain menyatakan bahwa penurunan pemberian teknik DBE rata-rata 4,29 dalam
nyeri oleh teknik relaksasi nafas dalam rentang nyeri sedang, 3) tingkat nyeri sebelum
disebabkan ketika seseorang melakukan perlakuan pada kelompok perlakuan rata-rata
relaksasi nafas dalam untuk mengendalikan nyeri sebesar 4,88 dalam rentang nyeri sedang, 4)
yang dirasakan, maka tubuh akan meningkatkan tingkat nyeri responden sesudah perlakuan pada
komponen saraf parasimpatik secara stimulan, kelompok perlakuan rata-rata sebesar 3,32
hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar

40 pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873


Hamarno dkk., Deep Breathing Exercise (DBE) dan Tingkat Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparotomi

dalam rentang nyeri ringan, 5) ada penurunan Hidayat, Gandamihardja & Krisnadi. 2015.
tingkat nyeri pada kelompok kontrol, dari skala Perbandingan Luaran dan Komplikasi Operasi
Histeektomi Radikal Perlaparaskopi dengan
nyeri 4,44 menjadi 4,29 tetap dalam rentang nyeri Histerektomi Radikal Perlaparatomi Pada
sedang, 6) ada penurunan tingkat nyeri yang Karsinoma Serviks Uteri Stadium Awal.
signifikan pada kelompok eksperimen, 7) ada Bandung: Dep./ SMF Obstetri dan Ginekologi
perbedaan intensitas nyeri pada pasien post fakultas Kedokteran Unpad.
operasi laparatomi antara kelompok kontrol dan Jitowiyono, S. 2010. Asuhan Keperawatan Post
Operasi. Jogyakarta: Yuna Medika
kelompok perlakuan (p=0,000). Kasdu. 2003 . Operasi Caesar Masalah dan solusinya.
Saran dari penelitian ini adalah 1) bagi Jakarta : Puspa swara
Pelayanan Kesehatan menyarankan agar teknik Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian
relaksasi DBE dapat diberikan oleh perawat Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
sebagai tindakan non farmakologis yang Nursalam, 2001. Konsep & Penerapan
Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan.
lain. Perawat dapat memandirikan pasien yang Jakarta: Salemba Medika
mengalami nyeri dengan diberikan deep breath- Nursalam, 2003. Konsep & Penerapan Metodologi
ing exercise, sehingga pasien tidak bergantung Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
kepada pengobatan medis saja, 2) bagi Institusi Medika.
Pendidikan sebagai bahan literatur dan referensi Nursalam, 2008. Konsep & Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta:
dibidang keperawatan yang membahas mengenai Salemba Medika.
relaksasi deep breathing exercise untuk Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental
menurunkan skala nyeri, namun masih minimnya keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Alih
penerapan secara langsung pada pasien post Bahasa: Yasmin Asih dkk. Edisi 4 Volume 1. Jakarta:
operasi. Sehingga, peneliti menyarankan agar EGC
Potter and Perry. 2006. Buku Ajar
penelitian ini dapat dijadikan referensi sebagai Fundamental Keperawatan  :  Konsep, Proses
terapi non farmakologi untuk menurunkan dan Praktek, Volume 2, Edisi 4, Jakarta: EGC
skala nyeri pasien post operasi, 3) bagi Peneliti Priharjo, R. 1993. Perawatan Nyeri Pemenuhan
selanyutnya dapat mengubah beberapa metode Aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta: EGC
penelitian. Sjamsuhidayat & Jong, 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat & Jong, 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah.
DAFTAR PUSTAKA Jakarta: EGC
Alimul, A. 2002. Buku Saku Pratikum Kebutuhan Sjamsuhidayat, R dan Jong, W. 2008. Buku Ajar Ilmu
Dasar Manusia. Jakarta: EGC Bedah. Jakarta: EGC
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta Medikal Bedah Brunner & Suddart “Text Book
Aziz, Alimul. 2007. Metode Penelitian. Jakarta: Salemba Of Medical Surgical Nursing”. Alih Bahasa:
Medika. Agung Waluyo. Dkk Ed. 8. Cetakan 1. Jakarta:
Azis, Alimul 2010. Riset Keperawatan &Teknik EGC
Penulisan Ilmiah. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika Tamsuri, A. 2007. Konsep & Penatalaksanaan Nyeri.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Jakarta: EGC
Medikal Bedah. Jakarta: EGC Tamsuri, A. 2008. Konsep & Penatalaksanaan Nyeri.
Garimella, V., & Cellini, C. (2013). Postoperative Pain Jakarta: EGC
Control. Clinics in Colon and Rectal Surgery, Tamsuri, A. 2012. Konsep & Penatalaksanaan Nyeri.
26(3), 191–196. http://doi.org/10.1055/s-0033- Jakarta: EGC
1351138
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Kebutuhan
Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873 41

Anda mungkin juga menyukai