Anda di halaman 1dari 16

Mata Kuliah : Interprofessional Education

Koordinator MK : Eri Yanuar, S. Kep., Ns., M.N.Sc

LAPORAN PENUGASAN
Interprofessional Conflict Resolution

Disusun Oleh:
KELOMPOK 1
Agil Putra Tri Kartika 18/433601/PKU/17514
Agustin Liviana D R 18/433602/PKU/17515
Akifa Syahrir 18/433603/PKU/17516
Ani Ratnaningsih 18/433605/PKU/17518
Aulia Ayu Nugraheni 18/433606/PKU/17519
Bambang Sudono 18/433607/PKU/17520
Caecilia Arita 18/433608/PKU/17521
Dheta Ernilia 18/433609/PKU/17522
Dwi Puji Putranti 18/433610/PKU/17523
Dwi Purnama Putri P 18/433611/PKU/17524
Dwi Rachmat K 18/433612/PKU/17525
Eldad O S Pulo 18/433613/PKU/17526
Endah Lisma Syamita 18/433614/PKU/17527

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
LEMBAR PENILAIAN PENUGASAN PENULISAN ILMIAH KELOMPOK
Aspek Skor
No Grade Skor Indikator Kinerja
Penilaian didapat
1 Sistematika Kurang <4 Sistematika penulisan dan informasi kurang
dan jelas, penampilan penulisan sesuai standar,
penampilan kurang inovatif dan kreatif, tidak terdapat
laporan (10%) kepustakaan.
Cukup 4– Sistematika penulisan baik, informasi
6,99 cukup jelas, penampilan penulisan cukup
kreatif, kepustakaan belum dituliskan
lengkap.
Baik 7 -10 Sistematika pennulisan baik, informasi
jelas, penampilan penulisan inovatif dan
kreatif, kepustakaan ditulis lengkap.
2 Isi tinjauan Kurang <10 Tinjuan pustaka kurang sesuai dengan topik
kepustakaan / materi yang dibahas, kurang sistematis dan
(35%) jelas, tidak kreatif dan inovatif.
Cukup 10 – Analisis kurang jelas dan sistematis,
19,9 pembahasan sesuai dengan materi atau
topik, kurang inovatif dan kreatif
Baik 20 - Analisis jelas, sistematis, sesuai dengan
40 topik atau materi yang dibahas, inovatif dan
kreatif berdasarkan evidence based
3 Analisis dan Kurang <10 Analisis kurang jelas dan sistematis, kurang
Kesimpulan sesuai dengan materi topik yang ditugaskan
(40%) Cukup 10 – Analisis kurang jelas dan sistematis,
19,9 pembahasan sesuai dengan materi topik
yang ditugaskan, kurang inovatif dan kreatif
Baik 20 - Analisis kurang jelas dan sistematis,
40 pembahasan sesuai dengan materi topik
yang ditugaskan, inovatif dan kreatif
berdasarkan evidence.
3 Daftar Kurang <4 Jumlah sumber kepustakaan kurang dari 2,
kepustakaan sumber berasal dari textbook dan jurnal,
(10%) tahun penerbitan lebih dari 10 tahun, belum
menuliskan kepustakaan lengkap dan benar.
Cukup 4– Jumlah sumber kepustakaan minimal 4,
6,99 sumber berasal dari textbook dan jurnal,
tahun penerbitan referensi minimal 10 tahun
terakhir, penulisan kepustakaan lengkap
dan benar
Baik 7 - 10 Jumlah sumber kepustakaan minimal 6,
sumber berasal dari textbook dan jurnal,
tahun penerbitan referensi minimal 10 tahun
terakhir, penulisan kepustakaan lengkap
dan benar
5 Waktu Kurang 1 Terlambat lebih dari 1 hari
pengumpulan Cukup 3 Terlambat 1 hari
laporan (5%) Baik 5 Tepat waktu sesuai panduan
Total Nilai Didapat
LEMBAR PENILAIAN PRESENTASI KELOMPOK
Skor
No Aspek Penilaian Grade Skor Indikator Kinerja
didapat
1 ISI DAN Kurang 0 – 9,99 Sistematika penulisan dan
BENTUK informasi kurang jelas, penampilan
MEDIA penulisan sesuai standar, kurang
PRESENTASI inovatif dan kreatif, tidak terdapat
(30%) kepustakaan.
Cukup 10 – Sistematika penulisan baik,
19,9 informasi cukup jelas, penampilan
penulisan cukup kreatif,
kepustakaan belum dituliskan
lengkap.
Baik 20 - 30 Sistematika pennulisan baik,
informasi jelas, penampilan
penulisan inovatif dan kreatif,
kepustakaan ditulis lengkap.
2 PENYAMPAIAN Kurang < 20 Tidak mampu mempertahankan
(60%) minat dengan baik, kurang dapat
menjawab pertanyaan dengan jelas
dan tepat, waktu penyampaian
kurang tepat, kurang menguasai
penggunaan media
Cukup 20 – Cukup mampu mempertehankan
39,9 minat, menjawab pertanyaan
dengan cukup jelas dan tepat,
penguasaan media cukup, waktu
penyampaian cukup tepat
Baik 40 – 60 Mampu mempertahankan minat
peserta dengan baik, menjawab
pertanyaan dengan jelas dan tepat,
waktu penyampaian tepat,
penguasaan media baik.
3 KESIMPULAN Kurang <4 Tidak mampu menyimpulkan
(10%) materi dengan jelas dan sistematis,
tidak terdapat kesesuaian dengan
materi yang disampaikan.
Cukup 4 – 6,99 Mampu menyimpulkan materi
dengan cukup jelas dan sistematis,
kesesuaian dengan materi yang
disampaikan kurang.
Baik 7 - 10 Mampu menyimpulkan materi
dengan jelas, sistematis,
kesesuaian dengan materi yang
disampaikan.
Total Nilai Didapat
Resolusi Konflik Interprofessional
Interprofessional Conflict Resolution

Agil Putra T K, Agustin L D R, Akifa S, Ani R, Aulia A N, Bambang S, Caecilia A, Dheta E, Dwi Puji P, Dwi
Purnama P, Dwi R K, Eldad O S P, Endah L S*

*) Mahasiswa Program Magister Keperawatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Kata Kunci: Pendahuluan: Proses pemberian asuhan keperawatan yang professional sering diiringi dengan
Interprofesional; adanya konflik dari setiap anggota tim atau yang kita kenal dengan interprofesional conflict.
Konflik; Konflik yang terjadi ini akan sangat merugikan bagi pasien, stakeholder, maupun masing-
Resolusi masing profesi yang terlibat. Oleh karena itu konflik antar profesi ini harus dikenali dan dicari
Konflik; jalan keluar terbaik untuk menyelesaikannya.
Interprofessional
Collaboration Tujuan: Mengidentifikasi dan menjawab defenisi, penyebab, personel yang terlibat, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan resolusi interprofesional conflict, .

Metode: Metode yang digunakan pada artikel ini adalah Literature Review. Penulis
menggunakan strategi pencarian literatur berbasis elektronik dan cetak dalam mengumpulkan
hasil tinjauan. Pencarian berbasis data elektronik dilakukan melalui mesin pencari
ScienceDirect, EBSCO, dam SpringerLink, serta portal artikel dari lembaga terkait yakni
Canadian Interprofessional Health Collaborative (CIHC) dan Registered Nurses Association of
Ontario (RNAO) dengan rentang tahun publikasi antara 2008-2018.

Hasil: Konflik interprofessional adalah konflik yang terjadi antara suatu profesi dengan profesi
lainnya selama perawatan pasien. Konflik dapat dipicu oleh adanya masalah pribadi, profesional
dan organisasi. Profesi yang terlibat dalam konflik interprofesional adalah dokter, perawat,
tenaga kesehatan lain, serta staf dari unit pendukung dalam sebuah institusi penyelenggara
layanan kesehatan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan resolusi konflik
interprofesional yaitu komunikasi, kemampuan pemecahan masalah, pendidikan/pelatihan, dan
kepemimpinan.

Kesimpulan: Konflik interprofesional merupakan masalah yang sering dihadapi oleh setiap
tenaga kesehatan terutama yang sangat mengandalkan kerja sama tim dalam mencapai tujuan
pelayanan. Secara umum, terdapat 2 pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan suatu
konflik interprofesional yaitu dengan pendekatan tim maupun personal.

Saran: Diharapkan setiap profesi yang terlibat konflik iterprofesional dapat menemukan
penyelesain terbaik untuk mencapai tujuan bersama.

PENDAHULUAN perawatan kesehatan dalam pelayanan


perawatan kesehatan disebut konflik
Pemberian pelayanan perawatan
interprofessional. Dalam sistem perawatan
kesehatan yang berkualitas membutuhkan
kesehatan, konflik interprofessional tidak
sekumpulan individu dari professional
dapat dihindari, sehingga tidak hanya dapat
kesehatan yang bekerja secara tim, berbagi
mempengaruhi fungsi kolaborasi tim, tetapi
informasi, dan membuat kesepakatan dalam
juga dapat menurunkan kualitas pelayanan
pekerjaan mereka dalam merawat pasien.
kesehatan kepada pasien (Brown et al., 2011).
Walaupun demikian, tidak seluruh anggota
Konflik interprofesional adalah suatu kondisi
professional kesehatan dapat berkolaborasi
yang terjadi antara individu dan/atau
secara efektif dalam tim. Hal tersebut terjadi
kelompok yang saling berinteraksi,
akibat dari adanya konflik yang akan
mengalami reaksi emosi negatif terhadap
menghasilkan medical errors dan kejadian
perselisihan yang dirasakan (kebutuhan,
yang tidak diinginkan pada pasien
keinginan, tanggung jawab, persepsi) dan
(Jayasuriya-Illesinghe, Guruge, Gamage, &
gangguan dengan pencapaian tujuan mereka
Espin, 2016). Konflik yang melibatkan tim
(RNAO, 2012). Ketika konflik berbasis data elektronik dilakukan melalui
interprofessional tidak dikelola secara baik, mesin pencari ScienceDirect, EBSCO, dam
seluruh professional kesehatan yang terlibat SpringerLink, serta portal artikel dari lembaga
dalam pelayanan perawatan kesehatan terkait yakni Canadian Interprofessional
menjadi dirugikan. Perawat biasanya Health Collaborative (CIHC) dan Registered
merupakan profesi yang paling sering Nurses Association of Ontario (RNAO).
Literatur yang digunakan merupakan literatur
menanggung dampak dari konflik
yang terpublikasi dari tahun 2008 hingga
interprofessional karena perawat merupakan 2018. Strategi pencarian menggunakan kata
ujung dari hasil pelayanan kesehatan kunci berbahasa Inggris seperti
(Higazee, 2015). Resolusi konflik dibutuhkan “Interprofessional Conflict”, “Conflict
dalam mengatasi konflik tersebut mengingat Management”, “Conflict Resolution”, dan
konflik akan selalu berkembang dan muncul “Nurses” yang dikombinasikan dengan
terus menerus dalam lingkup praktik penggunaan operator Boolean OR dan AND.
(Thistlethwaite & Jackson, 2014).
HASIL
Interprofessional Conflict Resolution
Definisi Konflik Interprofessional
(ICR) adalah kompetensi dari pembelajar atau
praktisi professional kesehatan yang secara Konflik interprofessional adalah konflik
aktif melibatkan diri dan anggota tim yang terjadi antara suatu profesi dengan
kolaborasi lainnya seperti pasien dan profesi lainnya selama perawatan pasien di
keluarganya dalam menyelesaikan lingkungan kerja (rumah sakit). Konflik
permasalahan interprofessional (CIHC, 2010; tersebut menimbulkan adanya stress dalam
Thistlethwaite & Jackson, 2014). Pelaksaanan lingkungan kerja (Higazee, 2015; Sexton &
ICR dapat meningkatkan performa tim dan Orchard, 2016)
kualitas pelayanan perawatan pasien
Penyebab terjadinya Konflik
(Higazee, 2015). Dalam pelaksanaannya, ICR
Interprofessional
memerlukan identifikasi terkait definisi
konflik interprofessional, penyebab Menurut Thistlethwaite & Jackson
munculnya konflik interprofessional, metode (2014) dalam konteks lingkungan kerja klinis,
manajemen konflik interprofessional, konflik dapat disebabkan oleh banyak hal
keterlibatan personel dalam ICR, dan faktor – antara lain komunikasi yang buruk,
faktor yang mempengaruhi keberhasilan ICR ambiguitas peran professional, hierarki dan
dalam praktik Interprofessional Collaborative gradien daya dalam pengaturan klinis,
Practice (IPCP). Oleh karena itu, dalam kepemimpinan, perbedaan nilai pribadi dan
artikel ini penulis ingin menjawab dan profesional dalam diri sendiri dan dengan
mengidentifikasi lebih lanjut tentang definisi orang lain, perbedaan dalam tujuan,
konflik interprofessional, penyebab konflik ketidaksetaraan remunerasi dan beban kerja,
interprofessional, keterlibatan personel dalam kurangnya kepercayaan antar profesi, kurang
ICR, dan faktor – faktor yang mempengaruhi percaya diri, dan kurangnya rasa hormat
keberhasilan pelaksanaan ICR. kepada rekan kerja. Konflik dalam tim, dapat
dibedakan menjadi konflik tugas dna konflik
METODE
afektif (Thistlethwaite & Jackson, 2014).
Metode yang digunakan pada artikel ini Selain itu, bedasarkan penyebabnya, konflik
adalah Literature Review. Penulis interprofessional dapat dibedakan menjadi
menggunakan strategi pencarian literatur konflik akibat dominasi dokter, masalah
berbasis elektronik dan cetak dalam
mengumpulkan hasil tinjauan. Pencarian
kompetensi, dan stress serta beban kerja mempengaruhi kemampuan profesional
berlebih (Ameen, 2017). perawatan kesehatan untuk menyelesaikan
konflik, yakni kompetensi komunikasi,
kemampuan kemecahan masalah, pendidikan
Metode Manajemen Konflik
dan pelatihan resolusi konflik, dan
Interprofessional
kepemimpinan.
Metode resolusi konflik dalam lingkup
PEMBAHASAN
interprofessional dapat menggunakan teori
manajemen konflik dari Thomas-Kilmann Definisi Konflik Interprofessional
(TKI) yang terdiri dari metode competing,
Konflik adalah proses yang dinamis yang
collaborating, compromising,
bisa positif atau negatif, sehat atau
accommodating, dan Avoiding (menghindari)
disfungsional, dalam lingkungan kerja yang
yaitu penanganan konflik dengan cara pihak-
merupakan konsekuensi dari pengalaman dan
pihak yang terlibat cenderung mengabaikan
persepsi yang beragam akan tujuan bersama,
masalah yang ada untuk menghindari
nilai-nilai, ide-ide, sikap, keyakinan, perasaan,
ketegangan dalam organisasi tersebut.
atau tindakan. Konflik muncul karena
Penanganan ini digunakan ketika masalah
berbagai alasan. Alasan – alasan tersebut
tersebut terkait isu yang kurang penting atau
antara lain adalah karena persaingan di
masalah tersebut dapat ditunda untuk
kalangan profesional dan variasi dalam nilai-
diselesaikan dalam waktu yang lebih baik
nilai ekonomi dan professional (Higazee,
(Altmäe, Türk, & Toomet, 2013; Dominguez
2015). Konflik interprofessional adalah
et al., 2016; Thistlethwaite & Jackson, 2014).
konflik yang terjadi antara suatu profesi
Dalam mengatasi atau meminimalkan
dengan profesi lainnya selama perawatan
terjadinya konflik dalam praktik
pasien. Konflik tersebut merupakan reaksi
interprofesional kolaboratif diperlukan
emosi negatif yang menciptakan stress dalam
strategi/metode manajemen konflik baik
lingkungan kerja dengan manifestasi
secara tim maupun secara individu (Brown et
ketidakpuasan kerja, melemahnya komitmen
al., 2011; McKenzie, 2015).
organisasi (tim), berkurangnya keterlibatan,
Keterlibatan Personel dalam memburukanya hubungan kerja,
Interprofessional Conflict Resolution berkurangnya rasa kesejahteraan, kelelahan
emosional, dan berkurangnya kepercayaan
Konflik yang terjadi dapat melibatkan serta rasa dukungan di tempat kerja (rumah
individu, termasuk dokter, perawat, rekan sakit) (Higazee, 2015; RNAO, 2012; Sexton &
kerja, manajer dan pekerja administrasi (Jerng Orchard, 2016).
et al., 2017). Selain itu, CIHC (2010)
menyebutkan bahwa dalam proses resolusi Penyebab terjadinya Konflik
konflik, pelajar/praktisi serta klien, pasien, Interprofessional
keluarga dapat melibatkan diri pada
Konflik dalam interprofesional
perselisihan atau konflik yang terjadi.
menyebabkan terjadinya disharmoni dalam
Faktor – Faktor yang mempengaruhi kerjasama interprofesional. Konflik dapat
Keberhasilan Interprofessional Conflict dipicu oleh adanya masalah pribadi,
Resolution profesional dan organisasi. Menurut
Thistlethwaite & Jackson (2014) dalam
Menurut Sexton & Orchard (2016) dan konteks lingkungan kerja klinis, konflik dapat
Wakefield, Leidner, & Garrison, (2008) disebabkan oleh banyak hal antara lain:
terdapat tiga komponen utama yang
1. Komunikasi yang buruk Konflik afektif terjadi karena
2. Ambiguitas peran - kaitannya dengan adanya masalah hubungan dan
peran personal dan pemahaman perselisihan pribadi yang mengarah ke
terhadap peran dan tanggung jawab emosi negatif. Konflik semacam ini
orang lain muncul dari hal-hal yang sama sekali
3. Hierarki dan gradien daya dalam tidak terkait kegiatan berbasis kerja.
pengaturan klinis Proses konflik muncul dari
4. Kepemimpinan ketidaksepakatan tentang bagaimana
5. Perbedaan nilai pribadi dan tim bekerja bersama, misalnya:
profesional dalam diri sendiri dan seberapa sering bertemu; bagaimana
dengan orang lain. keputusan dibuat; bagaimana konsep
6. Perbedaan dalam tujuan perawatan berpusat pada klien, gaya
7. Ketidaksetaraan, atau persepsi kepemimpinan dan lain-lain. Dalam
ketidakadilan, kaitannya dengan kerja klinis ketidaksesuaian beban
remunerasi dan beban kerja kerja perawatan dan remunerasi dapat
8. Kurangnya kepercayaan menyebabkan konflik. Beban kerja
9. Kurang percaya diri juga merupakan pemicu potensial
10. Kurangnya rasa hormat yang konflik antara peserta didik dalam
ditunjukkan kepada rekan kerja. kelompok terkait dengan penilaian
atau penugasan berdasarkan tim.
Pada tingkat dasar, individu atau
anggota, konflik bisa disebabkan perselisihan Konflik antara perawat dan dokter
karena ketidaksepakatan tentang manajemen sering terjadi akibat adanya
klien, beban kerja, pengaturan waktu yang ketidakseimbangan kekuasan dan dominasi
selanjutnya dapat menyebabkan konflik yang dokter, masalah kompetensi dan kurangnya
mempengaruhi perawatan klien. Dalam rasa saling menghormati, stress dan beban
interprofessional education potensi konflik kerja berlebih (Ameen, 2017).
mungkin saja sudah ada akibat konflik yang
1. Dominasi Dokter
terjadi pada pertemuan sebelumnya
Dalam pelayanan kesehatan
(Thistlethwaite & Jackson, 2014). Konflik
terutama diarea klinis dominasi dokter
dalam tim dapat dikategorikan ke dalam
sangat jelas dalam pengambilan
beberapa kategori; tugas, hubungan (afektif)
keputusan. Pendekatan pengambilan
dan atau proses.
keputusan tunggal ini terkadang
1. Konflik Tugas menjadi sangat lemah dan kadang-
Konflik dalam tugas diantaranya kadang terkesan menjadi keputusan
disebabkan perbedaan terhadap yang gagal. Berbeda dengan
pengaturan rugas dan sasarannya. pengambilan keputusan kelompok
Dalam pengaturan berbasis praktek, terlihat sangat stabil dan kuat untuk
potensi konflik berkaitan dengan mencapai hasil pasien. Dengan kata
rencana manajemen klien, apakah lain, dominasi berkaitan erat dengan
suatu rencana fit untuk dieliminir atau kekuasaan dan otoritas khususnya
ditetapkan karena ketersediaan dalam proses pengambilan keputusan.
dukungan. Dominasi dokter telah menyebabkan
ketidakseimbangan kekuatan dalam
2. Konflik Afektif pelayanan kesehatan dan kegagalan
dokter untuk menghormati peran
profesi kesehatan lainnya atau anggota meminta para pembuat resep (dokter) untuk
tim khususnya perawatan (Pal, 2012). melakukan perubahan. Sepertinya itu adalah
salah satu pencapaian kompetensi profesi
2. Masalah Kompetensi farmasi ketika apoteker berhasil melakukan
Profesi keperawatan pada intervensi dalam terapi medis pasien.
dasarnya sudah melewati pendidikan Contohnya ketika apoteker berkomunikasi
tinggi namun mayoritas perawat yang dengan dokter terkait obat psikiatri,
ditemukan di rumah sakit masih jarang seharusnya dokter berkolaborasi dengan
yang memiliki gelar sarjana sebagai apoteker terkait obat yang akan digunakan
perawat klinis. Perawat pemula untuk pasien, tetapi terkadang dokter menolak
biasanya menghadapi banyak saran dari apoteker. Ketika saran mereka
tantangan sesuaikan dengan ditolak apoteker akan manfsirkan bahwa
lingkungan baru. Kurangnya pelayanan dokter dinilai terlalu rendah
pengalaman klinis dan ragu ketika (Gregory & Austin, 2017; Yeung, Yeung, &
mereka berkomunikasi dengan H., 2018).
anggota tim dan melakukan tugas
Metode Manajemen Konflik
mereka serta memanfaatkan
Interprofessional
keterampilan mereka lebih jauh lagi.
Kompetensi tidak hanya terbatas pada Lingkungan praktik yang baik harus
aspek pendidikan tetapi juga mendorong manajemen konflik yang
kemampuan pribadi yang dibutuhkan konstruktif dan menyadari bahwa konflik
seperti cara seseorang menangani dan berupa perbedaan pendapat antar profesi akan
berpikir (Ameen, 2017). selalu muncul dalam lingkungan tersebut.
Oleh karena itu sikap profesional harus
3. Stres dan Beban Kerja Berlebih dimiliki seluruh pemberi pelayanan (IPCP)
Kekurangan sumber daya dalam yang terlibat dalam tim tersebut yaitu merujuk
pelayanan kesehatan adalah salah pada kepentingan pasien, tim dan
satunya faktor yang paling umum institusi/rumah sakit. Salah satu cara bersikap
penyebab konflik antar profesi dalam mengatasi konflik interprofesional
kesehatan. Misalnya, perawat tidak adalah dengan menerapkan teori manajemen
dapat berkomunikasi secara efektif konflik dari Thomas-Kilmann (TKI) yang
dengan pasien dan tim kesehatan dikembangkan pada tahun 1974 dengan
lainnya ketika mereka memiliki menggunakan dua dimensi yaitu assertiveness
jumlah pasien yang lebih dari yang mengindikasikan sejauh mana individu
kemampuan atau toleransi mereka dan dari profesi tersebut untuk memenuhi
jika ini terjadi jelas akan menyebabkan kepentingannya sendiri dan cooperativeness
kesalahan medis dan akan yang mengindikasikan sejauh mana individu
mengakibatkan konflik (Ameen, dari profesi tersebut peduli kepada orang
2017). lain/profesi yang lain, dimana bentuk dari dua
dimensi tersebut terdiri dari lima metode
Konflik antara apoteker dengan dokter
resolusi konflik, yaitu :
sering terjadi akibat apoteker cenderung
merasa lebih kompeten dalam masalah yang 1. Competing (bersaing) yaitu
berhubungan dengan obat. Didalam penanganan konflik dengan cara salah
pendidikan farmasi apoteker diajarkan untuk satu individu/profesi mencoba
secara aktif mencari masalah terkait obat dan mencapai tujuannya dengan
mengorbankan profesi lain. Hal ini Umumnya konflik mengacu pada persaingan
biasa dilakukan oleh pemimpin dari antara orang-orang dengan kebutuhan, ide,
suatu organisasi/tim. nilai, atau tujuan yang berbeda. Konflik tidak
2. Collaborating (kolaborasi) yaitu dapat dihindari ketika orang bekerja bersama,
penanganan konflik dengan cara tidak ada yang lebih benar dalam perawatan
menggali permasalahan, anggota tim kesehatan di mana fokusnya sering pada
saling membantu, mempertimbangkan pasien, tetapi perspektif, pengalaman, gaya
semua kemungkinan solusi melalui pribadi, jenis kelamin, ras, agama, dan
komunikasi dan kerjasama tanpa sejumlah faktor lain mewarnai interaksi
tekanan. Dimana anggota tim yang manusia. Semua konflik yang ketika ditangani
terlibat mencari persamaan pendapat dengan benarmaka konnflik tersebut dapat
bukan perbedaan pendapat. menghasilkan hasil yang positif dan
3. Compromising (kompromi) yaitu penguatan dinamika pada kelompok.
penanganan konflik dengan cara Sayangnya, jika tidak dikelola dengan baik
menemukan solusi yang dapat konflik dapat memiliki efek negatif pada
diterima bersama/jalan tengah perawatan pasien, kepuasan kerja, dan
sehingga dalam keputusan tersebut produktivitas professional (Broukhim et al.,
juga terdapat beberapa pengorbanan 2018).
yang harus dilakukan oleh profesi
Menurut Brown et al (2011) dan
yang terlibat.
McKenzie (2015) menjelaskan bahwa terdapat
4. Accomodating (akomodasi) yaitu
kesepakatan yang konsisten dalam mengatasi
penanganan konflik dengan cara salah
masalah membutuhkan sintesis yang
satu individu/profesi memahami
sistematik dari situasi yang menyebabkan
bahwa perbedaan pendapat/pandangan
masalah/konflik agar pihak-pihak yang
tersebut tidak dapat diatasi sehingga
terlibat dapat mendapatkan solusi yang tepat
satu profesi tersebut cenderung
dan disepakati bersama. Dalam mengatasi atau
mengabaikan kepentingannya dan
meminimalkan terjadinya konflik dalam
mengutamakan untuk menjada
praktik interprofesional kolaboratif diperlukan
hubungan yang baik dengan profesi
strategi/metode manajemen konflik baik
lain.
secara tim maupun secara individu.
5. Avoiding (menghindari) yaitu
penanganan konflik dengan cara 1. Strategi Mengatasi Konflik dengan
pihak-pihak yang terlibat cenderung Pendekatan Tim
mengabaikan masalah yang ada untuk Strategi konflik dengan
menghindari ketegangan dalam pendekatan tim sangat berfokus
organisasi tersebut. Penanganan ini kepada pengembangan protokol dan
digunakan ketika masalah tersebut bergantung pada kepemimpinan dari
terkait isu yang kurang penting atau sebuah tim tersebut untuk bernegoisasi
masalah tersebut dapat ditunda untuk dan menyelesaikan konflik yang
diselesaikan dalam waktu yang lebih terjadi dalam praktik interprofesional
baik (Altmäe et al., 2013; Dominguez kolaboratif (Brown et al., 2011). Selain
et al., 2016; Thistlethwaite & Jackson, itu, Hepp et al (2015) menjelaskan
2014). bahwa terdapat beberapa strategi yang
dapat dilakukan tim untuk
Pada dasarnya penghalang untuk
menghindari atau mengatasi konflik
kolaborasi interprofessional adalah konflik.
dalam praktik interprofesional yang berpusat pada kepentingan
kolaboratif diantaranya : terbaik untuk pasien.

a. Komunikasi Interprofesional d. Klarifikasi Peran


Pentingnya komunikasi Sebelum melakukan praktik
interprofesional untuk dapat interprofesional kolaboratif maka
melakukan diskusi secara bersama seluruh anggota tim harus
seluruh anggota tim untuk mengetahui deskripsi dan lingkup
membahas dan memperkuat fokus praktiknya masing-masing dalam
rencana perawatan terpadu yang melakukan asuhan kepada setiap
akan dilakukan setiap hari sebelum pasien.
melakukan pelayanan/perawatan
kepada pasien. e. Kepemimpinan yang Kolaboratif
Dalam praktik
b. Dokumentasi interprofesional kolaboratif
Dokumentasi terkait rencana terdapat satu pemimpin yang
ataupun hasil perawatan pasien berperan dalam mengontrol
diharapkan untuk tidak disimpan praktik yang akan dilakukan dan
pada tempat yang berbeda sesekali membuat keputusan
sehingga seluruh anggota tim otoritas apabila terjadi konflik
interprofesional kolaboratif dapat yang sulit untuk diselesaikan
membaca informasi tersebut. bersama. Akan tetapi, masing-
Strategi terbaru saat ini adalah masing anggota tim juga sebaiknya
dengan menggunakan format memiliki keterampilan
dokumentasi asuhan dalam bentuk kepemimpinan untuk bisa
Situation- Background- berkolaborasi dengan baik. Selain
Assesment-Recommendation itu, unit manajer dan pimpinan lain
(SBAR) membuat Kardex yang bersifat kolaboratif akan
interprofesional atau membantu dalam pembagian tugas
melaksanakan Electronic Medical dan peran.
Record (EMR).
f. Fungsi Tim
c. Perawatan Berpusat pada Pasien Strategi yang dapat dilakukan
Setiap anggota tim untuk mengatasi kesulitan dalam
interprofesional kolaboratif mengkordinasikan perawatan
mendiskusikan dan berkomunikasi pasien adalah menerapkan
kepada pasien atau keluarga dukungan nilai, keyakinan,
tentang rencana perawatan yang perilaku tim, dan fungsi tim.
akan diberikan kepada pasien Dimana seluruh anggota tim
selama menjaga pasien, baik dalam diberikan kewenangan dalam
hal perawatan mulai dari total care merumuskan kebiijakan untuk
sampai pasien/keluarga bisa menentukan prosedur yang akan
melakukan perawatan mandiri. dilaksanakan setiap hari dan ketika
Pada intinya, segala tindakan yang pasien dalam keadaan gawat
diberikan oleh tim interprofesional darurat.
kolaboratif merupakan perawatan
g. Resolusi Konflik menyelesaikan tugas. Hal ini akan
Konflik yang paling sering meningkatkan keyakinan bahwa
terjadi dalam praktik mereka juga memiliki kemampuan
interprofesional kolaboratif adalah yang sebanding dalam menyelesaikan
adanya ketidakpuasan terhadap tersebut. Selanjutnya adalah social
salah satu anggota tim yang persuation, self efficacy seseorang
bersifat otoriter atau dominan akan dipengaruhi karena menerima
dalam pengambilan keputuan dorongan verbal dari orang lain yang
sehingga untuk menghindari membantu mengatasi keraguan diri
konflik seperti itu maka strategi dan memusatkan perhatian pada
yang harus dilakukan adalah keyakinan mereka bahwa mereka
menetapkan proses untuk resolusi memiliki keterampilan dan
konflik dan pemecahan masalah kemampuan untuk berhasil (Sexton &
yang mengarah pada lingkungan Orchard, 2016). Penelitian yang
kerja yang berkualitas sehingga dilakukan oleh Sexton & Orchard
hasil ke pasien juga berkualitas dan (2016) menjelaskan bahwa dalam
menerapkan pembekalan penyelesaian konflik, tenaga
terstruktur setelah latihan simulasi kesehatan profesional dapat dididik
untuk meningkatkan kompetensi dan dilatih untuk menerapkan
tim dan fungsi tim. kemampuan komunikasi, kemempuan
memecahkan masalah, dan program
2. Strategi Mengatasi Konflik dengan pendidikan dan pelatihan. kemampuan
Pendekatan Individu komunikasi, kemampuan pemecahan
Praktik profesional kesehatan masalah, serta pendidikan dan
membutuhkan kemampuan individu pelatihan resolusi konflik memiliki
dalam menyelesaikan konflik. hubungan yang kuat dengan dalam
Kemampuan individu tersebut dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di
dikatakan sebagai kesiapan diri (self- antara tim. Selain itu penelitian ini
efficacy) dalam menghadapi konflik menunjukkan bahwa semakin baik
pada praktek kolaborasi. Self efficacy kemampuan komunikasi tenaga
akan mempengaruhi persepsi kesehatan profesional dan semakin
preferensi aktivitas, pelaksanaan mereka merasa telah dilatih, maka
tugas, usaha yang dikeluarkan, dan semakin tinggi self-efficacy mereka
tingkat pencapaian keberhasilan dalam untuk menyelesaikan tim konflik.
praktek. Self efficacy seseorang
dipengaruhi oleh 3 hal yang a. Keterampilan Komunikasi
diantaranya adalah pengalaman. Self- Keterampilan komunikasi
efficacy akan berpengaruh ketika dianggap penting karena individu
seseorang melakukan tugas dengan yang terlibat dalam konflik
sukses, mereka akan menjadi lebih tersebut harus bersedia untuk
percaya diri akan kemampuannya mendengar dam memahami sisi
dalam melakukan hal yang sama. alternatif dari sebuah argumen.
Selanjutnya social modelling, self- Mendengarkan dengan baik untuk
efficacy seseorang akan berpengaruh memahami dan memberikan
ketika mengamati orang lain yang informasi dengan jelas, singkat,
mirip dengan dirinya dan berhasil dan tepat waktu telah terbukti
penting untuk mengarah pada orang dengan self efficacy yang
rekonsiliasi konflik. Agency For baik tidak akan menonjolkan ego
Healthcare Research and Quality individu. Mereka sangat terbuka
(AHRC) telah menjadikan dengan berbagai pendapat yang
komunikasi efektif sebagai salah berbeda dan bersedia bernegosiasi
satu program pelatihan untuk demi kepentingan bersama. Pihak-
menyelesaikan konflik (Sexton & pihak yang berkonflik akan saling
Orchard, 2016). menawarkan solusi penyelesaian
masalah. Selanjutnya pihak yang
b. Kesediaan dan Kemampuan berkonflik akan melakukan diskusi
Problem Solving secara sehat tentang pandangan
Proses mengatasi masalah yang berbeda dan bersama sama
membutuhkan kesediaan dan menghasilkan inovasi untuk
keinginan dari individu yang menyelesaikan konflik tersebut
berada dalam tim harus untuk (Sapna, 2013).
mencari solusi dari konflik
tersebut dengan menggunakan
Keterlibatan Personel dalam
kemampuan problem solving.
Interprofessional Conflict Resolution
Individu akan mampu melawan
perilaku defensif dan dapat Interprofesional Collaborative Practice
menganalisis masalah hingga menerapkan tersedianya layanan kesehatan
dapat mengambil keputusan yang untuk menyelesaikan konflik interprofessional
tepat. Secara umum, Sexton & yang efektif belum menjadi prioritas pada
Orchard (2016) problem solving sebagian besar kurikulum pendidikan
terdiri dari dua langkah yaitu kesehatan (Sexton & Orchard, 2016). Konflik
mengidentifikasi masalah; dan yang terjadi dapat melibatkan individu,
mengembangkan solusi alternatif termasuk dokter, perawat, rekan kerja,
untuk memecahkan masalah, yang manajer dan pekerja administrasi. Dalam
selanjutnya langkah-langkah konflik interpersonal juga banyak dijumpai di
problem solving lebih unit perawatan, ruang operasi, dan ruang
kembangkan menjadi menentukan gawat darurat. Hal itu dapat ditemui karena
masalah, mengumpulkan data, ruang perawatan membutuhkan banyak
menganalisis data, dan pengambilan keputusan secara tepat waktu,
mengimplementasikan solusi yang koordinasi antar pekerja yang memerlukan
telah ditetapkan. komunikasi yang baik serta tingginya tingkat
stres kerja yang berlebihan (Jerng et al., 2017).
c. Kesediaan Bernegosiasi Dalam CIHC (2010) juga disebutkan bahwa
Individu dengan self efficacy yang telibat dalam Interprofessional Conflict
positif akan menciptakan Resolution yaitu pelajar/praktisi serta klien,
manajemen konflik yang efektif pasien, keluarga dapat melibatkan diri pada
dan lebih mudah bernegosiasi perselisihan atau konflik yang terjadi. Brown
untuk mendiskusikan berbagai et al (2011) menunjukan bahwa permasalahan
pilihan dari berbagai perspektif seperti isu beban kerja dan kurangnya waktu,
yang lebih luas dalam mencari posisi yang tidak memiliki daya tawar cukup
solusi terbaik yang dapat diterima kuat, kurangnya motivasi atau penghargaan,
oleh kedua belah pihak. Orang- serta rasa takut untuk membuat orang lain
menjadi tidak nyaman adalah beberapa hal alternatif dari sebuah argumen.
yang sering menghambat lahirnya sebuah Mendengar untuk memahami dan
resolusi konflik. Brown et al (2011) juga mengirim pesan yang jelas, singkat,
mengidentifikasi bahwa keterlibatan direktur dan tepat waktu terbukti penting dalam
eksekutif dan menejer tim sebagai bagian dari membawa konflik ke arah rekonsiliasi.
strategi untuk mengatasi konflik, hal ini Terlibat dalam dialog yang baik
dikarenakan resolusi konflik difokuskan pada memungkinkan pengirim dan
pengembangan protokol resolusi konflik yang penerima untuk melihat argumen dari
ada dalam organiasi itu sendiri dan sudut pandang orang lain, sehingga
kepercayaan tim akan kepemimpinan yang mendapatkan perspektif dan kejelasan
ada. masalah. Oleh karena itu, tidak
mengherankan bahwa program
Penelitian yang dilakukan oleh Jerng et
pelatihan keterampilan komunikasi
al (2017) dari 147 kejadian konflik didapatkan
diberikan untuk mendidik para
57% diantaranya melibatkan perawat, dokter
profesional perawatan kesehatan
22%, profesi kesehatan yang lain 16%, serta
tentang cara-cara komunikasi yang
staff dari departemen pendukung 5%. Selain
efektif untuk menyelesaikan konflik
itu dari beberapa profesi yang telibat dalam
(Sexton & Orchard, 2016).
konflik ini juga teridentifikasi pola
konfliknya. Pola konflik yang paling banyak
2. Kemampuan Pemecahan Masalah
terjadi adalah antara perawat dengan dokter
Kemampuan untuk memproses
yaitu sebanyak 33%, kemudian disusul konflik
dan menghasilkan solusi untuk situasi
perawat dengan tenaga kesehatan yang lain
yang sulit sangat diperlukan dalam
24% lalu konflik dokter dengan dokter yang
meresolusi konflik. Kemampuan
lain 12%.
pemecahan masalah memungkinkan
seseorang untuk tidak berperilaku
defensif dalam proses pengambilan
Faktor – Faktor yang mempengaruhi keputusan analitis. Keterampilan
Keberhasilan Interprofessional Conflict pemecahan masalah merupakan
Resolution prediktor terkuat dari kemampuan
Keberhasilan untuk mengatasi konflik individu untuk menghadapi tantangan.
interprofesional tergantung pada Menyelesaikan konflik membutuhkan
kemampuanprofesional perawatan kesehatan sintesis sistematis dari suatu situasi
untuk menyelesaikan konflik itu sendiri. agar pihak-pihak yang mengalami
Menurut Sexton & Orchard (2016) dan konflik mersama-sama melakukan
Wakefield, Leidner, & Garrison, (2008) resolusi yang disepakati (Sexton &
terdapat tiga komponen utama yang Orchard, 2016).
mempengaruhi kemampuan profesional
perawatan kesehatan untuk menyelesaikan 3. Pendidikan dan Pelatihan Resolusi
konflik : Konflik
Pendidikan dan pelatihan tentang
1. Kompetensi Komunikasi resolusi konflik merupakan komponen
Keterampilan komunikasi di penting dalam membantu tim
anggap penting karena individu yang kesehatan mempelajari keterampilan
terlibat dalam konflik harus bersedia yang diperlukan untuk menyelesaikan
mendengar dan memahami sisi konflik secara efektif. Sebaliknya,
ketika tenaga kesehatan tidak personal. Dengan menggunakan dua
diajarkan untuk menyelesaikan pendekatan tersebut maka kita akan dapat
konflik, kinerja tim secara keseluruhan mengidentifikasi strategi penyelesaian konflik
akan berefek negatif. Program yang paling sesuai.
pendidikan resolusi konflik harus
SARAN
fokus pada pendekatan tim dalam
negosiasi, pemeliharaan perdamaian, Setelah konflik yang dapat muncul
dan rekonsiliasi di antara anggota teridentifikasi, faktor yang mempengaruhi,
(Sexton & Orchard, 2016). serta strategi yang dapat dipakai untuk
penyelesaian suatu konflik interprofesional
4. Kepemimpinan maka setiap profesi yang terlibat dalam
Seorang pemimpin bertanggung konflik diharapkan dapat menemukan
jawab dalm mambangun hubungan penyelesain terbaik untuk tujuan bersama.
antara anggota dan meminimalkan
konflik. Pemimpin memiliki peran
yang afektif dalam menghadapi DAFTAR PUSTAKA
konflik yang berasal dari diri
Altmäe, S., Türk, K., & Toomet, O. S.
pemimpin maupun anggota tim.
(2013). Thomas-Kilmann’s Conflict
Pemimpin yang efektif mampu Management Modes and their
mengelola lingkungan internal (yaitu, relationship to Fiedler’s Leadership
kegiatan yang berhubungan dengan Styles (basing on Estonian
kelompok dan tujuan) serta organizations). Baltic Journal of
lingkungan eksternal yaitu, kegiatan Management.
organisasi dan tujuan). Pemimpin https://doi.org/10.1108/1746526131129
mampu mengambil peran dalam 1650
mengelolah konflik yang terjadi
Ameen, F. (2017). Nurse-Physician Conflict
sebelum konflik akan berdampak and Power Dynamic. JOJ Nursing and
negatif pada anggota tim lainya. Healthcare, 5(3), 1–5.
Dengan demikian, pemimpin yang https://doi.org/10.19080/JOJNHC.2017.
mampu mengarahkan anggota jauh 05.555665
dari konflik yang merugikan
Broukhim, M., Yuen, F., McDermott, H.,
cenderung lebih efektif dari pada
Miller, K., Merrill, L., Kennedy, R., &
pemimpin yang tidak mampu
Wilkes, M. (2018). Interprofessional
mengelola konflik (Wakefield et al., conflict and conflict management in an
2008). educational setting. Medical Teacher,
0(0), 1–9.
https://doi.org/10.1080/0142159X.2018.
KESIMPULAN
1480753
Konflik interprofesional merupakan
Brown, J., Lewis, L., Ellis, K., Stewart, M.,
masalah yang sering dihadapi oleh setiap
Freeman, T. R., & Kasperski, M. J.
tenaga kesehatan terutama yang sangat (2011). Conflict on interprofessional
mengandalkan kerja sama tim dalam primary health care teams can it be
mencapai tujuan pelayanan. Secara umum, resolved? Journal of Interprofessional
terdapat 2 pendekatan yang digunakan untuk Care.
menyelesaikan suatu konflik interprofesional https://doi.org/10.3109/13561820.2010.
yaitu dengan pendekatan tim maupun 497750
CIHC. (2010). A National Interprofessional https://doi.org/10.1371/journal.pone.017
Competency Framework. University of 1696
British Columbia.
https://doi.org/10.1136/bmjopen-2013- McKenzie, D. M. (2015). The role of
004319 mediation in resolving workplace
relationship conflict. International
Dominguez, D. G., Sanchez-diaz, P. C., Fike, Journal of Law and Psychiatry.
D. S., Ramirez, M. N., Walk, M. E., & https://doi.org/10.1016/j.ijlp.2015.01.02
Parker, R. A. (2016). A Pilot Study to 1
Examine the Conflict Handling
Preferences of Health Professional RNAO. (2012). HWE Best Practice
Students before and after Participation in Guidelines :Managing and Mitigating
an Interprofessional Education and Conflict in Health-care Teams. Toronto:
Collaborative Practice ( IPECP ) Registered Nurses Association of
Initiative A Pilot Study to Examine the Ontario. Retrieved from
Conflict Handling Pref. Health and http://rnao.ca/sites/rnao-
Interprofessional Practice, 3(1). ca/files/Managing-conflict-healthcare-
https://doi.org/10.7710/2159-1253.1093 teams_hwe_bpg.pdf

Hepp, S. L., Suter, E., Jackson, K., Sapna, P. (2013). Role of Self-Efficacy for
Deutschlander, S., Makwarimba, E., Managing Conflict in Service, 4(2),
Jennings, J., & Birmingham, L. (2015). 173–178.
Using an interprofessional competency Sexton, M., & Orchard, C. (2016).
framework to examine collaborative Understanding healthcare professionals’
practice. Journal of Interprofessional self-efficacy to resolve interprofessional
Care. conflict. Journal of Interprofessional
https://doi.org/10.3109/13561820.2014. Care, 30(3), 316–323.
955910 https://doi.org/10.3109/13561820.2016.
Higazee, M. Z. A. (2015). Types and Levels 1147021
of Conflicts Experienced by Nurses in Thistlethwaite, J. E., & Jackson, A. (2014).
the Hospital Settings. Health Science Conflict in Practice-based Settings:
Journal. Nature, Resolution and Education.
https://doi.org/10.3846/bjrbe.2013.06 International Journal of Practice-Based
Jayasuriya-Illesinghe, V., Guruge, S., Learning in Health and Social Care,
Gamage, B., & Espin, S. (2016). 2(2), 2–13.
Interprofessional work in operating https://doi.org/10.11120/pblh.2014.0003
rooms: A qualitative study from Sri 6
Lanka. BMC Surgery. Wakefield, R. L., Leidner, D. E., & Garrison,
https://doi.org/10.1186/s12893-016- G. (2008). A model of conflict,
0177-7 leadership, and performance in virtual
Jerng, J. S., Huang, S. F., Liang, H. W., teams. Information Systems Research.
Chen, L. C., Lin, C. K., Huang, H. F., … https://doi.org/10.1287/isre.1070.0149
Sun, J. S. (2017). Workplace
interpersonal conflicts among the
healthcare workers: Retrospective
exploration from the institutional
incident reporting system of a
university-affiliated medical center.
PLoS ONE, 12(2), 1–13.

Anda mungkin juga menyukai