Anda di halaman 1dari 111

Rencana Trading Saham Indonesia

Trading Saham untuk Pemula, Sebuah Kata Pengantar & Pendahuluan*

Posted by Satrio Utomo on August 5, 2013 · 29 Comments

17 Votes

Selamat pagi…

Alhamdulillah… akhirnya program Wakaf Ilmu yang saya lakukan selama bulan Ramadhan
1434 H ini selesai juga. Biasa.. karena saya bukan siapa-siapa, dan saya juga bukan seorang
hartawan yang bisa bagi-bagi duit untuk amal selama bulan Ramadhan ini, di awal bulan
Ramadhan kemarin, saya memutuskan untuk membuat suatu ‘Kelompok Tulisan’ yang saya
beri judul: Trading Saham untuk Pemula (Trading for Newbies).

Trading Saham untuk Pemula ini adalah suatu rangkaian tulisan yang tujuannya adalah
memberikan gambaran mengenai apakah trading saham itu? jika dilihat dari sudut pandang
seorang Satrio Utomo, atau bisa juga dari sudut pandang
http://www.rencanatrading.com. Harapan saya, rangkaian tulisan ini bisa menjadi starting
point, titik awal bagi siapa saja yang ingin belajar cara untuk trading berbasis prediksi,
trading berbasis trading plan.

Rangkaian Tulisan ini, sebenarnya lebih mirip sebuah buku. Tapi, karena dalam prosesnya
saya menuliskannya secara terpisah-pisah serta pada waktu yang berlainan dan tidak
berurutan, maka untuk mendapatkan sebuah buku yang utuh, maka anda sebaiknya membaca
dulu tulisan Pendahuluan pada halaman dibawah ini.

Sebelumnya, saya ingin mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Alloh SWT yang
telah memberikan kesempatan kepada saya untuk memperoleh ilmu yang
bermanfaat. Semoga Ilmu ini bisa memberikan barokah kepada saya dan keluarga, serta bagi
anda semua yang membaca dan memanfaatkannya. Semoga bisa membantu anda dalam
memperoleh keuntungan dalam bertransaksi saham, di belantara Bursa Efek Indonesia yang
ganas ini.

Terima kasih.

———

Pendahuluan

Keindahan itu terkadang hanya akan bisa anda dapatkan atau anda lihat, apabila anda bisa
melihatnya dari sudut pandang yang tepat

Itu yang saya dapat ketika saya mempelajari cara untuk memperoleh keuntungan,
memenangkan pertarungan dari lantai Bursa Efek Indonesia. Mencari profit di Bursa Efek,
itu memang sangat sulit. Banyak orang yang mencoba, lebih banyak lagi yang gagal. Karena
saya memulai karir saya sebagai broker, kemudian floor trader, dan belakangan (hampir 10
tahun terakhir) saya menekuni riset, saya sudah benar-benar melihat di grass root, bagaimana
rasanya menjadi orang yang rugi. Kalau cuman kehilangan hampir seluruh investasi
awalnya, itu adalah sebuah hal yang lumrah. Yang sering membuat hati saya sesak, adalah
ketika melihat orang yang kehilangan seluruh aset, kehilangan kebahagiaan keluarga (harus
berpisah dari anak dan istrinya karena keluarganya goncang atau bahkan terpecah), dan
bahkan dibenci oleh anak, istri, dan seluruh keluarganya, sebagai akibat dari kerugian yang
dilakukannya di Pasar Modal.

Saya juga memulai karir di pasar modal ini bukan dari sebuah cerita yang enak. Kalau anda
sudah membaca ‘Kata Pengantar’ di buku yang saya tulis, anda pasti juga sudah tahu bahwa
saya memulainya dari posisi cut loss sebesar Rp 2 miliar (duit nasabah siy.. bukan duit saya
sendiri), ketika saat itu gaji pokok saya masih sebesar Rp 200 ribu. Lecutan semangat dari
‘kerugian yang tidak akan terbayar ini’, yang membuat saya giat untuk belajar, mencari cara
untuk memperoleh profit di bursa saham ini.

Memang.. saya harus mengakui bahwa apa yang saya dapat, memang belum tentu juga
merupakan cara yang paling menguntungkan. Akan tetapi, bisa mendapatkan keuntungan
yang cukup dan stabil, meski dalam kondisi market yang bearish, saya kira adalah apa yang
saya cari, ketika saya pertama kali memutuskan untuk ‘mencari jalan untuk memperoleh
keuntungan’.
Menjadi seorang ‘Pemula’ di pasar modal kita ini, tidaklah mudah. Selain resiko pasar,
minimnya perlindungan dari otoritas terhadap pemodal pemula, ditambah banyaknya orang
yang ‘berusaha dengan sangat keras dan menggunakan segala macam cara’ untuk mengambil
uang dari para pemodal, telah menjadikan banyak pemula terpaksa gulung tikar hanya setelah
beberapa bulan mencoba untuk melakukan ‘investasi’ atau ‘ trading’ saham. Selain itu, tidak
adanya ‘batas standar pengetahuan yang layak’ bagi seorang pemodal pemula, disamping
juga ‘pemodalnya males untuk belajar atau melakukan persiapan terlebih dahulu sebelum
melakukan transaksi’ juga merupakan sumber dari kekalahan, awal dari kerugian yang akan
mereka dapatkan.

Oleh sebab itu, ketika salah satu sepupu saya menanyakan kepada saya mengenai bagaimana
cara seorang pemula bisa mempelajari prediksi dan trading saham, saya kemudian terpikir,
untuk membuat sebuah ‘sumber pengetahuan dasar’ bagi seorang pemodal pemula dengan
menggabungkan tulisan-tulisan yang sudah ada sebelumnya pada blog saya ini.

Dalam benak saya, dari pada membuat buku yang sepertinya butuh sebuah effort yang sangat
besar, merangkai ‘potongan-potongan pengetahuan’ yang telah saya share pada blog ini
semenjak 9-9-9 (9 September 2009), menjadi sebuah bangunan fondasi bagi seorang pemodal
pemula, adalah sesuatu yang lebih feasible, mudah, dan cepat untuk dilakukan. Disini
kemudian saya memulai program ‘Wakaf Ilmu Trading bagi Pemula’ yang tidak lain adalah
usaha saya untuk membuat sebuah rangkaian panduan ‘trading to win’, bagi seorang
newbies. Well.. beberapa orang kemudian berkata.. bahwa produktifitas saya kali ini..
adalah pelarian saya untuk tidak mengerjakan thesis (hihihi).

Tapi.. terserah deh… saya berharap agar teman-teman yang merasa bahwa apa yang saya
sharing ini berguna, mau mendoakan agar saya diberi kemudahan dalam mengerjakan
Thesis. Hehehe.

Pengetahuan Dasar Trading Saham bagi Seorang Pemodal Pemula

Sekarang.. marilah kita berbicara tentang isi dari Pengetahuan Dasar Trading Saham bagi
Seorang Pemodal Pemula. Pada prinsipnya, apa yang sudah saya sharing semenjak awal
bulan Ramadhan yang lalu, sebenarnya sudah sangat mencukupi. Akan tetapi, saya
kemudian memutuskan untuk membuat dua buah tulisan lagi, tentang definisi saya mengenai
‘bagaimana cara memperoleh profit‘ dan ‘apa itu pergerakan harga saham‘ yang tidak lain
adalah ‘nyawa’ dari pengetahuan dasar pasar modal bagi pemula. Dari sini, kita bisa
mempersiapkan pengetahuan awal bagi seorang pemodal pemula ketika dia pertama kali
mencoba untuk memperoleh keuntungan di bursa saham.

1. Persiapan diri: Mencari Sudut Pandang

Berisikan mengenai pengetahuan tentang definisi-definisi dasar yang diperlukan bagi seorang
Pemodal Pemula. Disini saya mempersiapkan sudut pandang yang sebaiknya diambil oleh
seorang pemodal pemula. Sudut pandang menjadi sangat penting, karena akan menentukan
keberhasilan dari trader pemula itu untuk bisa memperoleh profit yang konsisten. Kegagalan
untuk memahami perbedaan antara ‘trading dan investasi’ misalnya, sering kali menjadi
penyebab utama dari kegagalan seorang pemodal untuk memperoleh profit.

Bagian ini terdiri dari 10 tulisan:


 #01: Ketika Trading Berbeda dengan Investasi
 #02: Nasib Trader dengan Ilmu Ala Kadarnya
 #03: Trader… Apa yang Engkau Cari?
 #04: Memahami Makna ‘Profit’ yang sebenarnya
 #05: Keputusan Awal Bagi Seorang Pemodal Pemula
 #06: Manfaat sebuah Rencana Trading
 #07: Pentingnya sebuah Rencana Trading
 #08: Trader harus mampu Berpikir Secara Obyektif
 #09: Manfaat dari Berpikir Obyektif

Bagian ini diawali dari falsafah dasar dari seorang trader, dimana trader harus bisa
membedakan diri dari investasi. Trader tidak bisa melakukan keduanya secara bersamaan
karena

2. Persiapan pengetahuan

Pada dasarnya, seorang trader harus memiliki pengetahuan mengenai analisis harga
saham. Analisis harga saham baik dari sisi nilai (harga) dari perusahaan itu (secara
fundamental) maupun analisis pergerakan harga (secara teknikal). Itu sebabnya, saya
memulai bagian ini dengan membahas mengenai sudut pandang saya tentang bagaimana
harga bisa bergerak, dengan melihat dari model-model pergerakan harga yang menurut saya
perlu dipahami oleh seorang pemodal pemula. Ini untuk membuat pemodal pemula sadar,
bahwa untuk memprediksi, untuk membaca pergerakan harga saham, kita harus mengetahui
‘apa dan siapa yang menggerakkan pasar’. Sehingga kita bisa memperoleh pola pikir yang
benar dalam melihat pergerakan harga.

 #10: Mengenal Beberapa ‘Model Pergerakan Harga’

Setelah itu, baru saya masuk ke bahasan mengenai cara untuk menganalisis, baik secara
fundamental atau teknikal. Bagusnya… kalau trader tersebut mau melihat sendiri,
menganalisis sendiri kondisi fundamental perseroan. Tapi, karena (biasanya) trader tidak
memiliki waktu untuk belajar yang mendalam tentang fundamental perseroan (hehehe… saya
sendiri juga males untuk belajar FA terlalu dalam karena pasti kalah pintar sama analis-analis
fundamental yang diluar sono..), maka disini saya mencoba untuk mengajarkan tentang cara
‘read between the line’ atas analisis fundamental yang dibuat oleh orang (konsensus analisis),
maupun terhadap variabel-variabel atau event-event fundamental (seperti pengumuman
deviden, pengumuman kinerja emiten).

 #11: Membedakan Saham Fundamental vs Saham Gorengan


 #12: Memahami Valuasi dari kaca mata seorang Trader
 #13: Mengenal Konsensus Analis
 #14: Mencari Data Konsensus Analis Fundamental
 #15: Mensikapi Pengumuman Kinerja Emiten
 #16: Memahami Arti Deviden
 #17: Timing Beli – Jual dalam Investasi

Setelah analisis fundamental, kita masuk ke dalam bahasan tentang analisis teknikal. Saya
memulainya dengan struktur pembelajaran analisis teknikal yang sebaiknya ditempuh oleh
seorang pemodal pemula. Ini karena saya sedikit concern tentang perilaku dari pemodal
pemula yang maunya instan. Jangan dipikir bahwa dengan membayar kursus sekali yang
berharga mahal, anda lantas bisa memperoleh alat teknikal untuk memenangkan
pertarungan. Meski bukannya tidak mungkin, tapi.. alangkah baiknya jika kita mau
mempelajari semua sudut pandang yang ada sebelum kita menentukan sudut pandang yang
baik, yang sesuai dengan kebutuhan kita.

 #18: Struktur Pembelajaran Analisis Teknikal


 #19: Mengenal konsep ‘Market Action Discounts Everything’
 #20: Memahami Harga Open, High, Low, dan Close pada Analisis Teknikal
 #21: Mengenal Definisi dari ‘Naik’, ‘Turun’. ‘Flat’, atau ‘Mixed’
 #22: Ketika pergerakan harga saham sekedar berarti ‘Ya’ atau ‘Tidak’
 #23: Harga Saham: Sebuah Fungsi Komunikasi
 #24: Pengulangan Pada Pergerakan Harga
 #25: Memahami Suport dan Resisten (dan aplikasinya untuk trading)
 #26: Charting Skills: Rule Of Three dalam Penentuan Suport atau Resisten
 #27: Memahami Konsep Dasar dari Trend
 #28: Charting Skills: Mengenal Jangka Waktu dari Trend
 #29: Memahami Pentingnya Trend Jangka Menengah
 #30: Posisi Beli dan Posisi Jual berdasarkan Trend

Saya percaya, bahwa untuk memenangkan pertarungan, kita harus memiliki pengetahuan
mengenai teknik dasar secara ‘paripurna’. Itu yang membuat dalam mempelajari analisis
teknikal ini, saya lebih berkutat pada suport, resisten, dan trend, plus bagaimana cara kita
melakukan posisi beli atau posisi jual dengan memanfaatkan suport, resisten, dan trend
tersebut. Sisanya nanti bisa anda pelajari sendiri lah.. baik dari buku-buku analisis teknikal
yang ada, maupun pada bagian ‘charting skills’ yang merupakan bagian lain yang ada pada
weblog ini.

3. Membaca market (Regional – Lokal)

Pada dasarnya, anda tidak boleh lupa bahwa basic saya adalah seorang analis pasar. Seorang
analis yang kemudian berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuannya untuk memperoleh
profit. Itu sebabnya, saya membaca pasar sering kali dengan cara ‘top to bottom’. Dari
regional, IHSG, baru setelah itu saya mencari saham yang kemungkinan akan bergerak. Itu
sebabnya, dalam bagian dimana saya menjelaskan mengenai ‘bagaimana kita membaca
pasar’ ini, anda akan menemukan bagaimana kita bisa ‘menterjemahkan’ prediksi kita
terhadap pasar (dari Indeks Dow Jones, Hang Seng, hingga IHSG) , menjadi sebuah posisi
trading, melalui Teori Gerbong (sector rotation).

 #31: Menggunakan Indeks Hang Seng sebagai Prediktor Indeks DJI


 #32: Trading Mengikuti Pergerakan IHSG
 #33: Trading Strategy: Memanfaatkan Teori Gerbong
 #34: Memahami Aliran Dana Asing
 #35: Memahami dan Mensikapi Aliran Dana Aseng

4. Persiapan menghadapi psikologi pasar

Trading itu… teori hanya menentukan 10 persen dari kemenangan. Yang 90 persen, berasal
dari pemahaman kita mengenai psikologi trading. Ini yang membuat penentuan sudut
pandang akan segala permasalahan yang terkait dengan ‘pemenangan trading, memperoleh
profit’ sebaiknya lebih terfokus pada masalah pemahaman kita terhadap psikologi
trading. Benarkah begitu? Hehehe…

Well… Psikologi trading itu membuat kita memiliki sudut padang yang benar terhadap
‘pemenangan trading’. Tapi.. psikologi terpenting adalah bagaimana kita bisa disiplin dalam
trading, disiplin terhadap rencana trading yang telah kita susun. Jadi.. saya menyusun bagian
ini dari yang terpenting, yaitu disiplin, disiplin dalam positioning dan juga cut loss. Setelah
itu, saya kemudian membahas sudut pandang terhadap macam-macam hal, sebelum akhirnya
kembali ke dalam kesimpulan, bahwa ‘menjadi trader itu.. harus disiplin.. dan tidak boleh
sombong.

 #36 Trading Strategy: Mengapa Trader harus DISIPLIN ?


 #37: Memahami Cut Loss
 #38: Trading Strategy: Mengenal IPO… Trading atau Investasi?
 #39: Mengenal Perilaku Saham Lapis Ketiga – Keempat
 #40: Trading Strategy: Jangan jadi ‘Trader Pengejar Rumor’
 #41: Sebagian rumor, memang tujuannya untuk menipu
 #42: Tidak ada saham yang ‘Kebal Koreksi’
 #43: Jadi Trader itu, Tidak Boleh Sombong…

—————–

So… Setiap orang adalah individu yang berbeda. Dalam menempuh jalan trading, setiap
orang juga akan menempuh jalan yang berbeda, pendekatan yang berbeda. Apa yang saya
berikan, atau wakafkan disini… sebenarnya hanya setetes air ditengah samudra yang
luas. Akan tetapi, saya berharap agar hal yang kecil ini, bisa menjadi dasar bagi
pemahaman anda terhadap ilmu persahaman, dunia persahaman yang benar-benar ganas ini.

Semoga ilmu ini menjadi bermanfaat untuk anda, dan bisa memberikan barokah kepada saya
dan anda juga. Semoga setiap kerugian bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.

Barakallahu fikum…

Happy trading… semoga barokah!!!

Satrio Utomo

*bacalah halaman disclaimer sebelum anda melakukan posisi beli atau posisi jual setelah
anda membaca ulasan ini. Terima kasih.

PS: Tulisan saya yang ada disini, sebagian besar sebenarnya adalah tulisan yang nantinya
akan muncul pada buku saya berikutnya. Harapan saya, anda tidak melakukan copas tanpa
ijin. Dan.. kalau ada orang yang melakukan copas tanpa ijin.. ada baiknya anda
memberitahukannya kepada saya. Terima kasih.
AYO BELAJARR.......

1. Ketika Trading berbeda dengan Investasi

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Satu fakta yang harus kita perhatikan ketika kita mulai melakukan transaksi beli dan jual
saham adalah bahwa Trading berbeda dengan investasi. Perbedaannya terutama terletak
pada jangka waktu investasinya (investment time horizon),sumber dari keuntungan, alat
analisis yang digunakan untuk melakukan prediksi,dan bagaimana seorang pemodal akan
mencapai keuntungan.

Jangka waktu investasi & Sumber Keuntungan

Jangka waktu investasi adalah perbedaan terbesar antara investasi dengan trading. Perbedaan
dari jangka waktu investasi ini, nantinya juga akan memunculkan perbedaan lainnya. Ketika
seorang investor melakukan pembelian saham dengan motif untuk melakukan investasi, maka
ia berharap akan prospek atau bisa juga nilai (value) dari perusahaan untuk jangka panjang.
Pada prinsipnya, seorang investor hanya melakukan posisi beli jika melihat sebuah
perusahaan dengan prospek yang bagus. Saham ini kemudian akan ditahan selama investor
tersebut tidak melihat adanya perubahan fundamental yang mendasar terjadi pada
perseroan. Oleh karena perubahan fundamental yang mendasar ini sering kali tidak bisa
berlangsung cepat (ingat, fakta yang mendasari selalu berasal dari laporan keuangan
perseoran yang hanya dipublikasikan setiap 3 bulan sekali), maka holding periods (masa
simpan) dari saham ini bisa berlangsung dalam waktu yang lama. Bisa satu tahun, tiga tahun,
lima tahun, bahkan lebih dari sepuluh tahun. Oleh karena itu, seorang investor memang
memperoleh keuntungan dari apresiasi pergerakan harga untuk jangka panjang.

Disisi lain, seorang trader, melakukan pembelian saham dengan waktu simpan yang
pendek. Entry (beli) – Untung – Exit (jual). Keuntungan besar dan cepat. Itulah yang
diinginkan oleh seorang trader. Pendeknya jangka investasi ini karena seorang trader
bereaksi terhadap perubahan pergerakan harga, lebih dari sekedar perubahan kondisi
fundamental dari perseorang. Ini yang menyebabkan holding periodsnya menjadi cenderung
pendek. Bisa dalam hitungan bulan, minggu, hari, jam, bahkan menit.

Alat analisis

Perbedaan sumber informasi ini (investasi dari fakta fundamental, sedangkan trader dari
pergerakan harga) inilah yang kemudian membuat alat analisisnya menjadi berbeda. Seorang
investor sudah dipastikan akan menggunakan analisis fundamental. Disisi lain, seorang
trader lebih bereaksi terhadap perubahan pergerakan harga. Jadi alat analisisnya bisa macem-
macem. Pake fundamental juga bisa. Tapi lebih sering menggunakan alat analisis yang lain,
seperti analisis teknikal, analisis perilaku, atau alat-alat analisis yang lain, selama masih
dalam batasan aturan pasar modal tentu saja.

Tujuan Investasi dan bagaimana cara seorang pemodal mencapainya

Seorang investor akan mengedepankan rasio. Semua harus ada landasan


pemikirannya. Semua harus masuk akal. Semua harus sesuai dengan teori yang diterima
secara umum (terutama di jalur pendidikan resmi/sekolah). Untung ya untung, tapi harus
rasional. Itulah prinsip dari seorang investor. Disisi lain, seorang trader meletakkan
keuntungan diatas segala-galanya. Pertimbangan apakah cara yang ditempuh harus rasional,
tidaklah penting. Yang penting untung. Untung sesuai dengan aturan pasar modal yang ada.

Strategi transaksi: Investor vs Trader

Perbedaan tersebut diatas membuat strategi transaksi antara seorang investor dan seorang
investor menjadi berbeda. Seorang investor akan memilih saham dan kemudian melakukan
posisi beli, dan kemudian akan menahannya (hold) selama mungkin. Selama tidak ada
perubahan fundamental yang mendasar, buat apa melakukan posisi jual? BELI KETIKA
MURAH, DAN TAHAN SELAMA MUNGKIN SELAMA TIDAK ADA PERUBAHAN
PROSPEK.

Disisi lain, seorang trader selalu melihat arah pergerakan harga. Ketika harga akan bergerak
naik, dia akan melakukan posisi beli, sedangkan ketika harga akan bergerak turun, dia akan
melakukan posisi jual. BELI KETIKA AKAN NAIK, DAN JUAL KETIKA AKAN
TURUN. Itu adalah strategi umum yang sering dilakukan oleh seorang trader.

TRADING BUKANLAH SPEKULASI

Saya tidak tahu bagaimana sikap anda. Tapi, buat saya: Trading itu berbeda dengan
spekulasi. Perbedaannya terletak pada kedalaman analisis yang dilakukan ketika kita
melakukan posisi. Spekulasi identik dengan melakukan posisi yang untung-untungan,
analisisnya hanya dangkal, atau sering kali tidak jelas landasan teorinya. Disisi lain, ketika
seorang pemodal melakukan posisi trading, maka semua sudah dilakukan berdasarkan
kalkulasi yang matang. Serta analisis dengan presisi prediksi dengan probabilitas yang
terkontrol. Dengan kata lain: Jika seseorang pemodal melakukan posisi beli/jual dengan
probabilitas 60% – 80% untuk memperoleh keuntungan, itu disebut sebagai
trading. Sedangkan jika seseorang pemodal melakukan posisi beli/jual dengan
probabilitas keuntungan yang tidak jelas atau tidak terkalkukasi, itu yang disebut
sebagai spekulasi.

—–

Penutup

Kurangnya pemahaman mengenai perbedaan antara trading dan investasi inilah yang
kemudian membuat banyak pemodal yang berguguran (rugi habis-habisan) selama koreksi
market yang terjadi selama 2008 lalu. Pemodal sering kali terjebak untuk menjadi seorang
trader dadakan (rencananya investasi, tapi kemudian melakukan posisi trading dengan
menggunakan account margin), atau menjadi investor dadakan (rencana awalnya menjadi
seorang trader, tapi karena tidak disiplin dalam melakukan posisi cut loss, maka posisi
tradingnya berubah menjadi posisi investasi). Fakta ini juga yang membuat saya tergugah
untuk memulai weblog www.rencanatrading.com, weblog yang saya fokuskan untuk
membantu para trader dalam memahami pasar, terutama melalui kaca mata analisis teknikal.
Harapan saya, semoga pasar modal kita bisa semakin kuat, dengan kualitas pemodal lokal
yang semakin tangguh. Agar pasar modal kita, tidak melulu dalam penguasaan pemodal
asing.

Sementara itu dulu.

2. Kisah Pembalap Jalanan*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Saya masih ingat benar masa-masa itu. Saat itu di sekitar tahun 1990 – 1995. Trek-trekan

Bonek (balapan jalan raya) adalah hiburan rakyat yang cukup


digemari di daerah tempat saya tinggal. Lihat saja ilustrasi disamping.. seorang yang tinggi
kurus, pake Astrea Prima 100 cc, tiduran diatas motor, ngebut, tangan kanan pegang gas..
tangan kiri pegang pemindah gigi (waduuhh.. gue bangeet niy.. ehehe). Terus ngebut.
Masalah kemudian timbul.. ketika aparat Kepolisian mulai mendatangi lokasi. Biasanya sih..

yang datang duluan adalah petugas PJR (Patroli Jalan Raya). Satu atau
dua petugas.. langsung ikut masuk ke arena. Saya masih ingat perkataan teman saya yang
barusan masuk selokan: Rek.. mosok pas banter-bantere aku nancap sampek turu-turu, iku
PJR moro-moro mecungul neng sebelahku.. ngomonge ngene: Wis Banter tah dik? Terus..
DUARR!!! PJR-e nendang sepeda motorku… Lha sepeda motore dekke gedhe.. menter ae..
sepedaku cilik.. yo langsung ae nyungsep neng got’ (terjemahan: Pren, ketika saya ngebut
dalam kecepatan maksimal, PJR itu tiba-tiba muncul di sebelah saya.. kemudian bilang:
Cuman bisa segitu kecepatan anda dik? Kemudian.. DUARR!!! PJR itu menendang motor
saya. Motor dia tidak bergerak sedikitpun karena besar. Motor saya langsung masuk selokan
karena kecil).

Anda bisa bayangkan deh.. sebuah Astrea Prima.. yang didesain sebagai alat transportasi
jalan raya, di’oprek’ oleh anak-anak SMA/STM, kemudian harus melawan sebuah sepeda
motor dengan tenaga yang jauh lebih besar, yang memang didesain untuk kecepatan oleh
engineer-engineer kenamaan (meskipun kualitas yang ngoprek motor ini juga saya gak tau..
hehehe).

Kondisi ini sebenarnya serupa dengan apa yang sering kita temui belakangan ini. Market
memang lagi naik. Mau bilang (rekomendasi) beli saham apa aja.. (kemungkinan besar)
harga akan naik. Nah, sekarang… kalau ada orang niy… belajar teknikal seadanya (sekedar
hanya untuk bisa menunjukkan gambar yang punya ‘technical looks’)… kemudian dia
melakukan modifikasi seenaknya (seperti apa yang dilakukan oleh para engineer jalanan pada
sebuah Astrea Prima pada cerita diatas) pada ‘techical tools’ tersebut, agar hasil prediksinya
bisa sesuai dengan kemauan dia. Kemudian dia mengumpulkan dan berbicara didepan massa
yang terdiri dari ‘trader newbies’ (yang kurang begitu paham akan teori teknikal). Bilang
beli ini.. beli itu.. beli anu…. Karena marketnya naik.. yah.. dia pasti betul lah.. Apalagi jika
dia beroperasi pada saham-saham small cap atau mid cap (terutama yang tidak ada player
asingnya)… wih.. pasti harganya melejit.

Akan tetapi.. kondisinya bisa berbeda ketika kita harus memprediksi


dengan presisi tinggi atas saham-saham big caps, IHSG, indeks-indeks dari bursa di
berbagai belahan dunia, pergerakan kurs, atau bahkan harga komoditas. Disini kita
harus bersaing dengan mereka yang terbaik diseluruh belahan dunia. Bayangin aja deh…
Valentino Rossi lawan Road Racer Jalanan berlomba di Sirkuit kelas dunia? Bagaimana sih
sebenarnya probabilitas dari Pembalap Jalan itu untuk memperoleh kemenangan?
Ini negara bebas.. terserah deh mau bilang apa. Ini market masih akan naik.. siapapun juga
yang bilang ‘Beli’.. pasti akan betul. Tapi ketika anda memperkosa ‘analisis teknikal’ untuk
kepentingan atau apapun agenda anda. Aduuuh… kok sayang sekali ya? Hati saya jadi
teriris-iris dibuatnya.

3. Trader… Apa yang Engkau Cari?*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Dalam melakukan segala sesuatu.. kita pasti punya tujuan. Ada memanf yang namanya
tujuan hidup. Tapi saya tidak mau bahas itu disini. Saya kepingin kita bertanya kepada diri
kita masing-masing: Apa sih tujuan kita melakukan beli-jual saham? Apa sih tujuan kita
setiap hari melototin running trade, cari berita dan data di internet, mengatur strategi, telpon
kesana-kesini cari info?

Kalau jawaban Anda adalah ‘profit’, ‘peningkatan aset’, ‘mencari uang’, atau yang
sejenisnya… berarti anda sudah menempuh jalam yang benar. Akan tetapi.. selain ‘arti
finansial’.. apa lagi sih yang anda cari?

Kalau Saya menanyakan hal itu pada diri Saya sendiri.. maka jawaban Saya sudah pasti:
‘ketenangan jiwa’…’ketenangan bathin’.

Mungkin Anda akan mentertawakan Saya. Maklum… Anda pasti juga sering melihat kalau
Saya suka memberikan ‘teguran yang sangat keras’ pada mereka-mereka yang konsepnya
tidak sejalan dengan Saya. Kalau dengan itu kemudian Anda memandang Saya sebagai
‘orang yang sukanya berantem’.. Saya juga tidak menyalahkan Anda. Maklum saja.. dengan
ilmu dan jam terbang yang Saya miliki, Saya sering kali ‘berpersepsi’ mengenai ‘kemana
arah semua akan pergi’. Atau… semacam ‘ah.. kalau caranya begini.. biasanya hasilnya gak
akan jauh dari sono deh’. Dari gelagatnya saja, Saya sudah ‘berprasangka’ tentang hasilnya.
Dan.. kalau kemungkinan hasilnya atau arahnya Saya tidak suka.. maka hanya ada satu kata:
LAWAN!!! atau BONGKAR!!! Perlawanan itu yang membuat hati saya tenang. Meski
perlawanan itu juga yang membuat orang sering kali tidak nyaman kalau berhubungan
dengan Saya.

Kembali ke masalah awal kita deh: tujuan dari seorang trader.. selain keuntungan.. adalah
‘ketenangan jiwa’. Ketenangan jiwa yang didapat dari ‘melakukan apa yang kita anggap
benar’. Karena Keuntungan adalah tujuan utamanya.. maka Saya akan berusaha agar
‘Untung itu Benar, Benar itu Untung’. Artinya: kalau kita untung, untung yang konsisten loh
ya.. bukan sekedar untung-untungan, maka sudah barang tentu kita benar. Tapi disisi lain,
kalau cara yang kita lakukan sudah Benar.. harusnya kita juga pasti untung… Bisakah
begitu?

Disini, ukuran yang gunakan hanya satu: PROFIT! Supaya hati Saya tenang.. Saya harus
PROFIT.
Profit disini.. tentu saja bukan berarti setiap posisi beli yang Saya lakukan, hasilnya pasti
untung. Tapi.. secara keseluruhan.. net aset saya harus terus meningkat. Percuma saja kalau
setiap posisi beli-jual yang kita lakukan.. rata-rata keuntungannya adalah 200%, tapi secara
keseluruhan net aset kita semakin hari semakin menurun karena 90% dari porto kita, adalah
posisi nyangkut. Posisi kita bukan ‘plug and play’ or ‘buy and cuan’ or ‘trade and be happy’..
tapi lebih kepada ‘buy and pray’, ‘buy and hold+stress’, ‘buy and deny’.. atau apalah itu.

Saya itu adalah pemodal yang rasional.Saya itu orang yang gak mau rugi. Karena saya gak
mau rugi, maka saya gak suka lihat ada ‘rapot merah’ (angka minus) di porto saya. Minus
yang dalam trading plan.. yang memang terjadi karena stoploss saya belum kena.. mungkin
masih bisa ditolerir. Tapi.. kalau sudah minus yang gak jelas solusinya.. itu saya tidak mau…
gak boleh itu terjadi.

Itu sebabnya… Saya selalu menekankan pada diri Saya sendiri:

Untuk prediksi.. Saya tidak boleh keliru untuk trend jangka menengah… Prediksi jangka
menengah ini nantinya menentukan: apakah harga turun ini untuk beli, atau harga turun ini
untuk jualan (take profit atau cut loss). Vice versa. Tapi… untuk posisi trading… Saya harus
mengikuti trend jangka pendek. Trend jangka paling pendek (intraday trend) kalau perlu!!
Karena Saya benar-benar gak mau rugi!!!

So… Demi ketenangan jiwa.. sesuaikanlah strategi beli-jual Anda dengan arah dari
trend jangka pendek!

Hehehe.. tapi ada resikonya juga siy.. kalau anda melakukan ini.. transaksi anda akan sangat
massive.. beli-jual Anda akan menjadi sangat sering. Fee yang Anda bayar.. bakal sangat
besar. Apakah itu jumlah sesuai untuk ketenangan jiwa yang bisa Anda peroleh?

4. Profit… Dari Mana Asalnya?

Selamat pagi…

Pak Tommy… Bagaimana sih caranya agar saya bisa profit?

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan mendasar yang sering kali harus saya hadapi, ketika
saya berhadapan dengan pemodal (pelaku pasar modal). Baik trader maupun
Investor. Untuk menjelaskannya, sering kali saya melakukannya dengan menggunakan
sebuah model yang saya sebut sebagai ‘profit model’ atau ‘profit probability model’.

Profit probability model ini bentuknya adalah sebagai berikut:


Profit adalah tujuan dari pemodal ketika melakukan komitmen dana di pasar modal, baik
dalam kerangka investasi atau trading saham. Profit ini adalah ‘the ultimate goal’ (tujuan
utama) bagi setiap pemodal. Untuk memperoleh profit, seorang pemodal harus melakukan
transaksi. Transaksi beli dan/atau transaksi jual. Di pasar modal Indonesia, kita hanya
mengenal satu arah transaksi untuk memperoleh profit: Beli… harga naik… Jual. Kalau
‘Beli… harga turun.. Jual’, itu namanya rugi atau loss. Bukan profit. Transaksi ini juga yang
membedakan antara seorang trader atau investor, dengan seorang ‘omdo’-ers (tukang omong
doang). Kalau kita transaksi, kita merasakan untung rugi. Kalau tanpa transaksi (atau
mungkin transaksi tapi hanya 1 lot per stock pick) kita tidak bisa merasakan untung rugi…
jadi bagaimana kita bisa merasakan profit dan strategi trading yang sebenarnya? Terutama
yang transaksi 1 lot-an itu. Dia transaksi 1 lot… sedangkan orang yang mengikutinya
transaksi 100 lot. Dia nyaris tanpa resiko. Orang yang mengikuti dengan beli 100 lot.. itu
seberapa dodolnya? Hehehe.

Transaksi beli atau jual.. itu harus ada alasan yang mendasarinya. Kalau transaksi tanpa
alasan, itu sama saja anda untung-untungan.. judi. Bisa untung siy.. tapi apa ya bisa
konsisten? Untuk memperoleh keuntungan yang konsisten, seorang trader atau investor harus
melakukan transaksi berdasarkan sebuah prediksi. Mau prediksi teknikal, fundamental,
ekonomi, behavioral finance, hitung bulan, hitung kancing, atau hitung menstruasi…
semuanya bebas. Yang penting ada prediksi yang mendasari transaksi tersebut.

Prediksi dan transaksi ini, nantinya disebut sebagai sebuah system trading. System trading
yang di buat atau didesain untuk memperoleh profit.

Mengapa kita harus disiplin?

Profit hanya bisa didapat kalau seorang pemodal disiplin dalam melakukan transaksi.

Anda mungkin sudah membaca mengenai hal itu pada tulisan saya yang lain. Tapi, pada
tulisan saya ini, saya mencoba menjelaskannya dengan model tersebut diatas dengan sebuah
contoh.
Trader Dugem

Alkisah… ada 3 orang trader. Trader pertama adalah Trader Dugem. Trader Dugem ini
adalah seorang trader yang pemalas, galau, dan tidak disiplin dalam melakukan
transaksi. Tapi… trader ini adalah trader yang berduit dan hobbynya dugem. Dia baru saja
mengikuti sebuah kursus saham (kursus? emang kursus menjahit? hehehe) dan memperoleh
sebuah indikator teknikal yang katanya bakal memberikan profit yang luar biasa besar. Dia
memberikan mahar (kaya dukun ye? hehehe) sebesar Rp 50 juta untuk indikator
tersebut. Kita sebut pengajarnya sebagai Dosen Saham (semoga belum ada yang pake nick
name itu deh…. hehehe). Menurut Dosen ini.. indikator itu bakal memberikan signal dengan
akurasi prediksi sebesar 40%. Artinya.. dari 10 signal yang diberikan, 4 signal adalah signal
yang benar dan menghasilkan profit. Sisanya yang 6 signal, akan berakhir dengan kerugian.

Problemnya… Karena ada keperluan… dia langsung cabut sebelum Dosen Saham itu
menyampaikan petuahnya secara lengkap. Yang penting kan sudah dapat indikatornya..
begitu pikir si Trader Dugem

Ternyata… Trader Dugem ini bukanlah seorang yang disiplin. Dia itu orang yang plin-
plan… angot-angotan… galau. Maklum… kalau malem hang out sampai pagi. Setiap
indikator tersebut memberikan signal beli, Trader Dugem tidak selalu mengikuti signal yang
diberikan. Kadang iya.. kadang enggak. Kalau orang bilang.. 50:50 (fifty-fifty) deh…

Nah.. dengan kelakuan seperti itu (indikator dengan kualitas 40% dan kemampuan untuk
mengikuti signal yang hanya 50:50), hasilnya sudah jelas: Probabilitas dari Trader Dugem
untuk memperoleh posisi yang menguntungkan.. hanya menjadi 20%. Artinya.. dari 10
posisi trading.. hanya 2 posisi yang akan memperoleh keuntungan.

Trader ABRI

Trader yang kedua adalah Trader ABRI. Namanya juga ABRI.. (mungkin ini adalah polisi
cantik yang habis desersi kemarin itu.. hehehe).. mereka kan terbiasa untuk disiplin. Tapi..
duitnya agak cepak. Maklum.. namanya juga pegawai negeri. Trader ABRI ini kemudian
juga membeli indikator dari Dosen Saham. Indikator yang lebih murah. Maharnya adalah
sebesar Rp 25 juta. Trader ABRI ini memperoleh indikator yang katanya memiliki akurasi
sebesar 30 persen. Artinya: dari 10 signal yang muncul.. hanya 3 yang bakal memperoleh
profit.
Nah.. dalam aplikasinya… Trader ABRI disiplin dalam melakukan transaksi. Dari 10 Signal
yang muncul… dia bisa mengeksekusi atau mengkonversikan 9 signal menjadi posisi
beli. Hanya 1 yang terlewat karena dia harus ke kamar mandi untuk buang air.

Indikator dengan kualitas yang lebih jelek, tapi disiplin. Hasil yang diperoleh adalah sebuah
probabilitas keuntungan yang lebih tinggi, 27 persen. Hampir 3 kali posisi menang, dari 10
kali transaksi. Probabilitas seorang trader untuk memperoleh keuntungan bisa meningkat,
selama trader tersebut disiplin.

Trader Yeah

Well.. namanya saya Trader Yeah… Metal Man.. gitu katanya. Trader Yeah ini adalah
seorang mahasiswa yang rajin ke toko buku. Dari sebuah buku berwarna hijau yang
dibacanya di toko itu (boro-boro beli… baca doang… gak perlu beli.. hehehe). Tapi dalam
buku itu, ada sesuatu yang menarik. Katanya, dengan menggunakan Fibonacci retracment
50%, seorang trader bisa memperoleh akurasi prediksi hingga 70% atau lebih. Trader Yeah
mencoba cara ini.

Trader Yeah ini adalah seorang yang disiplin dan organized. Maklum.. calon mantu tentara.

Hasilnya ternyata jauh lebih baik. Dengan kedisiplinannya, Trader Yeah mengeksekusi 90%
dari setiap reversal yang muncul, dan melakukan posisi jual ketika harga mencapai
Retracment 50%. Hasilnya ternyata menakjubkan. Dari 10 kali posisi trading yang
dilakukan, sekitar 6-7 posisi trading ternyata bisa menghasilkan keuntungan.

Probabilitas keuntungan memang bisa meningkat pesat ketika seorang trader memiliki
cara prediksi dengan akurasi tinggi, plus kemampuan melakukan eksekusi secara disiplin.

So… Kalau anda ingin untung… anda memang harus memiliki prediksi yang bagus. Anda
juga harus disiplin dalam mengeksekusi transaksi.

Mampukah kita melakukan hal itu?

5. Keputusan yang harus diambil oleh seorang Pemodal


Pemula (Newbies)

Selamat siang…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Ketika acara Market Outlook Bulanan di Universal Broker hari Sabtu lalu, seorang peserta
mendatangi saya dan bertanya:

Pak… saya seorang newbies (pemodal pemula) yang baru saja melakukan transaksi
(beli/jual) saham dalam beberapa bulan terakhir. Karena tidak tahu dimana harus memulai,
saya hanya melihat running trade, mencari saham yang menarik, terus masuk (beli)
berdasarkan dengan feeling. Ada yang untung sih pak… tapi lebih banyak yang
nyangkut. Sebenarnya… apa sih yang harus dilakukan oleh pemodal pemula seperti saya?

Bullish market selalu mengundang pemodal-pemodal baru untuk ikut ‘berpesta’


didalamnya. Ketika bullish market, kabar-kabar mengenai mudahnya mencari duit di pasar
modal memang membuat semua orang ingin nimbrung didalamnya. Mau yang pedagang,
karyawan, ibu rumah tangga, bahkan pelajar, semua mencoba untuk meraih kentungan
dengan bertransaksi saham. Sebagian memang cukup beruntung untuk bisa meraup
keuntungan. Sebagian pulang dengan impas atau hanya rugi sedikit, sebagian lagi pulang
dengan kerugian habis-habisan. Sudah rugi, ada hutang pula. Itu kondisi terburuk yang bisa
terjadi pada seorang pemodal.

Kembali ke pertanyaan yang tadi deh…. Setelah memutuskan untuk melakukan keputusan
untuk transaksi saham, setelah kita memutuskan untuk transaksi online atau melalui broker,
setelah kita memutuskan untuk melakukan transaksi melalui broker yang mana. Keputusan
penting apa lagi yang harus dilakukan oleh seorang pemodal pemula agar bisa ‘selamat’ dari
hingar bingar bursa saham ini? Menurut saya, ada tiga buah keputusan penting yang
harus diambil oleh seorang pemodal pemula:

 Pertama: Anda harus memutuskan untuk Trading atau Investasi

Trading itu berbeda dengan investasi. Investasi itu berbeda dengan trading. Maafkan saya
karena saya mungkin terlalu sering mengingatkan anda mengenai hal ini. Tapi bener kok…

kesalahan dasar karena tidak tahu perbedaan antara trading dengan investasi ini
adalah ‘predator’ atau ‘pembunuh’ pemodal pemula yang paling banyak memakan
korban.

Contoh klasiknya adalah masalah ‘investasi emas’ yang beberapa waktu lalu sempat marak
dibicarakan orang. Bagi anda yang tertarik dan kemudian langsung membeli emas lantakan,
mungkin anda tidak banyak mengalami masalah. Akan tetapi, jika anda kemudian
melakukan ‘investasi’ dengan ‘membeli emas di bursa berjangka’. Bisa jadi anda ‘sempat’
mengalami masalah. Membeli emas di bursa berjangka adalah sebuah posisi margin. Kalau
anda membeli emas ketika harga berada di titik tertinggi dan kemudian harga emas kemudian
turun hingga titik terendahnya beberapa minggu lalu. Anda mungkin bisa merasakan
‘debaran jantung’ karena melakukan posisi yang sebenarnya diluar kemampuan
anda. Kondisi serupa juga akan anda alami jika anda membeli saham dengan posisi margin
(dana yang dipinjamkan oleh perusahaan sekuritas). Bukannya saya melarang, tapi anda
harus selalu ingat:

Setiap posisi margin adalah posisi trading…

kecuali jika anda memang memiliki dana yang cukup untuk menebus (membayar penuh) atas
posisi beli yang sudah anda buat.

Anda juga bisa menemukan dalam tulisan saya tadi, bahwa dengan mengetahui perbedaan
antara trading dengan investasi, maka anda sudah memiliki perbedaan dalam hal:

 Jangka waktu investasi


 Sumber dari keuntungan
 Alat analisis (analisis fundamental, analisis teknikal, atau analisis-analisis lainnya)
 Tujuan dalam melakukan transaksi,
 dan masih banyak lagi.

Anda bahkan sudah mengetahui bagaimana perlakuan yang harus dilakukan atas posisi
nyangkut (apakah harus di cut loss, average down, atau harus diapakan). bagaimana sudut
pandang anda mengenai IPO, dan masih banyak lagi.

Intinya:

kalau anda sudah mengerti aturan dasar dalam bertransaksi, yang pertama kali anda
harus ketahui adalah perbedaan antara trading dan investasi.

It will saves a lot of life. I tell you lah… (pake logat Indihe.. hehehe)

 Kedua: Mengetahui perbedaan antara Saham Fundamental dengan Saham Non-


Fundamental

Pengetahuan mengenai kondisi dari medan peperangan adalah salah satu kunci dari
kemenangan. Dalam melakukan investasi atau trading di pasar modal, saham-saham yang
ada di bursa adalah medan peperangannya.

Mengetahui bahwa saham itu adalah saham yang berfundamental, ataukah saham itu
adalah saham non- fundamental, adalah salah satu kunci dalam memperoleh
keuntungan.

Mengetahui hal ini, akan membedakan strategi dasar yang akan anda lakukan: apakah anda
akan trading, apakah anda akan investasi, apakah anda mau menggunakan margin, apakah
anda perlu cut loss, dan lain sebagainya.

It solves a lot of things… I tell you lah….

 Ketiga: Keputusan untuk melakukan posisi beli atau posisi jual berdasarkan
pendapat sendiri atau pendapat orang lain

Take my good advice:

ketika anda berkeinginan untuk melakukan posisi investasi/trading berdasarkan pendapat


orang lain, BELILAH REKSADANA!!!

Ketika melakukan transaksi beli dan jual saham, semua resiko ada ditangan anda. Tidak ada
satu orang lainpun yang bersedia menanggung kerugian atas keputusan transaksi yang anda
lakukan. Itulah sebabnya, setiap keputusan bertransaksi harus dibuat berdasarkan prediksi dan
pertimbangan anda sendiri. ketika anda melakukan positioning berdasarkan prediksi orang
lain, anda terekspos terhadap resiko-resiko yang tidak anda inginkan, seperti misalnya, resiko
subyektifitas pemberi rekomendasi dan masih banyak lagi yang lainnya.

Intinya:
Bertransaksilah dengan menggunakan pendapat dan prediksi anda sendiri. Gunakan
pendapat / prediksi orang lain sabagai pertimbangan.

It’s less complicated I tell you laah…..

Bursa itu seperti sebuah api unggun yang sangat besar, yang menyala ditengah kegelapan
malam. Api unggun yang selalu membutuhkan kayu bakar untuk tetap menyala. Api unggun
yang selalu memancing minat dari semua yang melihatnya untuk mendekat. Manusia,
serangga, binatang pemangsa, untuk selalu mendekat. Apakah anda adalah sepotong kayu
bakar yang menjadi bara didalamnya? Apakah anda adalah serangga yang terbakar oleh nyala
api ketika anda mendekat? Apakah anda adalah binatang kecil mendekat dan kemudian
dimangsa oleh binatang pemangsa yang tengah menunggu kedatangan anda di sekitar api
unggun tersebut? Apakah anda adalah seorang manusia ceroboh yang kemudian juga ikut
dimangsa oleh binatang pemangsa yang tengah menunggu? Apakah anda adalah seorang
manusia rasional yang mendekati api unggun tersebut dengan kewaspadaan? Semua adalah
pilihan yang tersedia untuk anda. Yang tidak boleh anda lupa adalah: The name of the game
is survival. Menjadi seorang pemenang dengan menjadi predator yang berada di tingkat
teratas dari rantai makanan, yang bisa menikmati keuntungan luar biasa dari bertransaksi
saham, memang sangat nikmat. Akan tetapi, menjadi seorang, survivor yang bisa keluar dari
pertarungan dalam kondisi hidup, menjadi seorang pemodal yang bisa memperoleh
keuntungan dari bertransaksi saham, sebenarnya juga sudah cukup. Karena jumlah mereka
yang hangus, keluar dari bursa dalam kondisi rugi, jumlahnya jauh lebih banyak.

6. Karena Trading Plan itu, memang perlu…

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Trading itu, sebaiknya memang dilakukan berdasarkan sebuah trading plan yang
jelas. Sehingga semua potensi keuntungan dan kerugian, bisa terlihat jelas sebelum posisi
tersebut diambil. Keberadaan dari sebuah trading plan juga membuat proses evaluasi kita
menjadi lebih mudah. Kita bisa melihat, apakah sebuah keuntungan (kerugian) itu berasal
dari prediksi yang benar (salah), bukan sekedar karena untung-untungan. Selain itu, yang
paling penting, kita juga bisa melihat kualitas eksekusi dari prediksi tersebut.

Misalnya nih.. Kalau seorang trader melihat resisten di 14.700 di sebuah saham X. Jika
resisten tersebut ditembus, maka akan terbuka potensi kenaikan menuju ke level 16.000.

Planning: beli ketika resisten tersebut ditembus dengan harapan untuk take profit di harga
16.000.

Kenyataannya: trader tersebut melakukan posisi beli ketika harga sudah berada di level
15.300, dan take profit ketika harga sudah berada di level 15.800. Pergerakan harganya
ternyata hanya mencapai titik tertinggi di level 15.900, sebelum akhirnya harga turun lagi,
kembali ke level 15.500.

Dari contoh tersebut dapat kita lihat bahwa:

 Eksekusinya jelek banget. Dengan resisten di 14.700, posisi ‘Beli ketika resisten
tembus’ yang baik adalah ketika harga masih berada di kisaran 14750 – 14800, atau
maksimal 14900. Jika trader tersebut mau menunggu hingga resisten di level
psikologis 15000 ditembus, seharusnya positioning tersebut sudah dilakukan ketika
harga berada di kisaran 15050 – 15150. Posisi beli di 15300, jelas terlalu jauh, meski
dari ‘Plan B’ dadakan ini.
 Prediksinya tidak bagus. Target ke resisten di 16.000? mengapa harga hanya
mencapai level tertinggi di 15900 terus turun? Level 16.000 tidak tersentuh kan?
Bagaimana bisa dibilang bahwa prediksinya bagus? Kalau prediksinya bagus,
harusnya level 16.000 minimal disentuh dulu dong.. Malah, harusnya, 16.050 harus
kejadian dulu. Just to make sure bahwa posisi jual di resisten level 16.000 benar-
benar kemakan oleh market.

Seorang trader sering kali bilang: Tjoan is Tjoan. Profit is Profit. Bagaimanapun juga itu
caranya. Even ‘lucky shot’ seperti itu, adalah hal yang normal-normal saja. Gimana tidak,
beli di 15.300, jual di 15.800. Gopek tun (Rp500) bo… masa nggak bisa dibilang ini adalah
cara yang benar?

Mungkin iya menurut anda. Tapi kalau saya, saya selalu ingin agar setiap keuntungan yang
saya dapat adalah berdasarkan prediksi yang benar dan eksekusi yang tepat juga. Sebagai
seorang trader, saya berusaha agar tidak ada kata ‘untung-untungan’ dalam kamus
saya. Karena untung-untungan adalah Judi, dan Judi adalah haram.

A good trade is not only rely on good prediction, but also rely on good execution. And a
good trading plan can help you ‘make sure’ that every trade is a good trade.

7. Rencana Trading: Menghilangkan kebiasaan ‘berani rugi… gak


berani untung’

Selamat petang….

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Barusan… ada tanggapan menarik dari Bung Sugiarto, pada tulisan 15.45 yang saya buat tadi
sore. Komentar beliau adalah sebagai berikut:

Semua ada ‘rencana trading’-nya lah … <– Alangkah senangnya kalau udah sampe level ini,
Mas. Mau naik – mau turun – mau Bullish – mau Bearish – semua ada antisipasinya …
pertanyaan saya pada diri sendiri nih … kapan saya bisa gini ya … secara kemarin dapet
cepretan KLBF aja langsung takut jeblok lagi buru2 sore jual karena alasan belinya hanya
“kondisi regional positif tapi kenapa IHSG anjlok … analisa saya ya .. diskon nih makanya
beli tanpa margin dengan stop loss ketat … begitu sore ternyata melejit saya panik buru2
jual buat amanin cuan … ujung2nya pagi tadi binun mau ambil apa diposisi berapa …
Hmmhh masih banyak kayanya loss yang harus saya tanggung buat sampai bisa bikin quote
Mas diatas. Anyway thanks for the consistency in guiding such a ‘bubble’ followers like me
… May God bless you in a way that you never expected.

Jawaban saya.. sebenarnya juga gak terlalu terarah siy.. hehehe.. maklum.. sore ini saya
sedang berusaha ‘mengumpulkan nyawa’ untuk mengerjakan thesis. Tapi.. berikut adalah
jawaban dari saya.. siapa tahu bisa menjadi insprasi bagi anda semua:

Mas Sugiarto…

Ada orang yang bilang: entry point adalah penentu dari kemenangan. Jadi… posisi ketika
kita beli untuk pertama kali, itu akan sangat menentukan keberhasilan kita dalam trading. Itu
yang telah berhasil anda lakukan, ketika Mas Sugiarto pertama kali membeli saham
KLBF. Setelah kita masuk.. point berikutnya adalah: Controling fear and greed. Disitu
pentingnya trading plan. Kalau saya sih.. jujur… saya sudah gak sempat bikin tabel trading
plan yang lengkap. Saya cuman bikin trading plan sederhana seperti ini:

 setiap posisi beli.. biasanya ada 2 posisi jual: jual ketika untung.. dan jual ketika
rugi. Kalau stoploss kena, berarti saya memang harus jual rugi. Kalau target price
kena, disitu kita bisa jual untung.
 Tapi.. target price atau stoploss ini.. kan belum tentu kena dalam satu hari. Pada sore
hari… disitulah peran dari kita memprediksi Dow Jones Industrial (DJI) nanti malam
mau kemana. Dan DJI semalam itu, bisa dilihat dari posisi closing HSI sore yang
biasa saya lakukan. Kalau DJI nanti malam masih mau naik.. ya sudah.. posisi kita..
kita tahan saja. Tapi kalau DJI nanti malam sepertinya bakal turun.. ya posisi yang
sudah benar kita jual sebagian.
 Tentukan target price berdasarkan arah pergerakan jangka menengah. Ini dilakukan
dengan menggunakan price pattern. Ini sebenarnya.. kunci kita untuk bisa
memperoleh keuntungan yang signifikan. Tanpa ada price pattern, tanpa melihat
arah pergerakan harga, transaksi bakal serasa ‘untung-untungan’ seperti apa yang
Mas Sugiarto rasakan.
 Adjust holding position setiap hari berdasarkan posisi candle sehari sebelumnya.
Kalau tembus suport berarti sebaiknya kita exit posisi. Tapi kalau tembus resisten,
berarti boleh kita tambah posisi.

Begitu Mas Sugiarto…

Itu barusan teorinya. Prakteknya??? Heheheh.. saya sih masih terus berusaha untuk
menyempurnakan. Saya juga masih belajaran kok… Saya setiap hari saya masih terus
berusaha mengasah dan menyempurnakan kemampuan trading yang saya miliki.

Semoga bermanfaat untuk anda semua.


8. Obyektif dalam mensikapi suatu event (informasi)*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Dalam bukunya, Investor Psychology Explained, Martin Pring mengemukakan bahwa


berpikir obyektif adalah salah satu syarat yang menentukan keberhasilan dari seorang
trader. Begitu pentingnya obyektifitas ini, membuat Martin Pring bahkan mendedikasikan
satu bab penuh dalam bukunya tentang betapa pentingnya kita berpikir obyektif. Dengan
berpikir obyektif, kita bisa mensikapi permasalahan dengan kepala yang dingin, hati yang
tenang. Berpikir obyektif akan membuat kita semakin mudah untuk memperoleh
keuntungan.

Berpikir obyektif ini membuat kita bisa memberikan reaksi dengan benar terhadap suatu
event atau informasi. Sebagai contoh: aksi pemboman oleh teroris yang terjadi di tanah
air. Dulu pada awalnya, ketika aksi pemboman pertama kali terjadi di Gedung Bursa Efek
Indonesia (dulu Gedung BEJ), IHSG baru kembali ke level sebelum pemboman, sekitar 3 – 4
bulan setelah aksi pembomban tersebut di lakukan. Ketika bom Bali yang pertama (tahun
2002), IHSG butuh kurang dari sebulan untuk kembali ke posisi sebelum pemboman
terjadi. Reaksi dari IHSG untuk kembali ke level sebelum terjadinya kejadian (aksi teroris
berupa peledakan bom), semakin hari semakin ringan. Beberapa aksi bom yang terjadi
belakangan, koreksi yang terjadi sering kali adalah koreksi yang sifatnya intraday (dalam satu
hari perdagangan) dan IHSG hanya ditutup dalam posisi turun tipis, atau bahkan
naik. Melihat realita seperti ini, kita boleh bilang seperti ini: aksi teroris beruba peledakan
bom, adalah suatu kejadian yang memiliki pengaruh negatif. Tapi, respon pasar tidaklah
selamanya negatif. Karena sudah berulang kali terjadi, pasar bisa jadi malah menjadi
immune terhadap kejadian-kejadian seperti itu. Pasar kemudian bereaksi secara obyektif
melihat kejadian yang terjadi. Jika kejadian tersebut ternyata pengaruhnya kecil, maka pasar
tidak akan merespon berlebihan. Pasar tidak lagi panik.

Gempa yang terjadi di Jepang, memang sangat mengejutkan. Kalau anda lihat kejadiannya di
CNN atau BBC-News pada Jumat siang kemarin, kita bisa melihat bagaimana hebatnya
tsunami yang terjadi. Korban sudah pasti berjatuhan. Kita semua larut dalam
kesedihan. Akan tetapi, apakah itu harus berarti IHSG bergerak turun? ASII memang
menjual produk Jepang. Tapi, apakah ASII 100% import produknya secara jadi dari Jepang?
Tidak juga. Apa yang saya baca tadi pagi di sebuah media, untuk Kijang Innova yang terdiri
dari ribuan atau bahkan puluhan ribu komponen, hanya 1 komponen yang masih diimpor
langsung dari Jepang. IHSG sendiri malah bergerak naik karena pelaku pasar berspekulasi
bahwa bencana nuklir di Jepang akan meningkatkan permintaan akan batubara. Tapi,
benarkah Jepang memiliki cukup pembangkit listrik bertenaga batubara? Itu yang masih
harus kita cari tahu (saya juga belum dapat datanya hingga sore hari ini).

Akan tetapi, apa yang terjadi hari ini adalah bukti dari pentingnya berpikir obyektif dalam
melakukan trading. Hati kita memang masih penuh dengan perasaan duka. Akan tetapi,
pergerakan IHSG (dan juga pergerakan harga) akan tetap mengikuti fakta-fakta yang
rasional. Reaksi pasar terhadap suatu event, bisa saja bervariasi, tergantung kondisi dan
situasi. Arah IHSG memang masih belum jelas. Arah regional juga masih belum jelas
karena indeks Dow Jones Industrial masih belum lepas dari konsolidasi. Tapi semoga saja
suport di 3520 – 3530 tetap bertahan agar potensi kenaikan IHSG ke 3700 – 3750 masih tetap
terbuka.

9. Ketika kita sudah ‘Obyektif’…

Selamat siang…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Pada tulisan sebelumnya, saya sudah menyampaikan mengenai pentingnya obyektifitas dalam
mencerna semua informasi yang datang. Berpikir obyektif ini membuat kita bereaksi yang
benar terhadap suatu event atau informasi. Berpikir obyektif ini membuat kita memberikan
reaksi yang benar terhadap pergerakan harga.

Manfaat lain dari berpikir obyektif adalah:

kita bisa melihat subyektifitas dari orang-orang yang ada di sekitar kita.

Dalam teknikal analisis, memang terdapat banyak sekali teori yang bisa diterapkan untuk
melihat pergerakan harga saham. Akan tetapi, terdapat teori-teori dasar yang digunakan oleh
sebagian besar dari pelaku analisis teknikal, orang-orang yang menggunakan analisis teknikal
sebagai alat prediksinya. Alat-alat prediksi yang standar ini diantaranya:

 Trend
 Suport dan Resisten
 Pola pergerakan harga
 Indikator-indikator standar (Stochastics, RSI, MACD)
 Candlestick Charting

Dengan alat prediksi yang standar ini, kita kemudian melihat prediksi atau rekomendasi dari
orang-orang yang ada di sekitar kita (saya sebut sebagai ‘Sang Analis’ sekedar untuk
memudahkan):

 Sang Analis prediksinya apa?


 Rekomen beli atau jual saham apa?
 Arah (target price)-nya ke berapa?
 Apa teori yang digunakan untuk melakukan prediksi tersebut?
 Rekomendasinya kuat (diulang-ulang) atau biasa saja?

Kemudian, kita melihat realitanya pada pergerakan harga setelah ‘Sang Analis’ tersebut
memberikan rekomendasi

 Apakan harga benar naik setelah Sang Analis itu memberikan rekomendasi beli, atau
turun setelah ‘Sang Analis’ itu memberikan rekomendasi jual?
 Ataukah harga bergerak sebaliknya?

Saya adalah orang yang selalu menekankan (menganjurkan) agar trading (atau juga investasi)
sebaiknya dilakukan dengan berdasarkan suatu sistem. Saya melakukan hal ini karena dalam
10 tahun lebih pengalaman saya berkecimpung di pasar modal, saya sudah terlalu banyak
melihat orang yang tersapu habis, hanya karena masalah-masalah yang sepele, seperti: tidak
tahu perbedaan antara trading dan investasi, tidak tahu perbedaan antara pintar dengan
beruntung, tidak disiplin, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, saya selalu menekankan
betapa pentingnya sebuah landasan teori yang kuat dalam melakukan rekomendasi. Hasil
dari rekomendasi tersebut sebenarnya ada 4 macam:

 Teori benar, rekomendasi benar (harga bergerak searah dengan rekomendasi)–>


Bagus
 Teori salah, rekomendasi benar –> Lucky
 Teori benar, rekomendasi salah (harga bergerak berlawanan dengan rekomendasi)–>
Unlucky
 Teori salah, rekomendasi salah –> Subyektif (?)

Saya tidak pernah kuatir dengan tiga golongan yang pertama. Saya sangat perduli dengan
golongan yang terakhir. Rekomendasi yang salah, yang dihasilkan dari teori yang salah,
sebenarnya adalah hal yang wajar. Bagaimana kebenaran bisa diperoleh kalau
pendekatannya salah? Akan tetapi, kalau orang sengaja memberikan rekomendasi yang salah
untuk menyesatkan orang lain, itu sebenarnya yang merupakan permasalahan terbesar. Saya
kemudian sering kali melihat: sebenarnya maunya ‘Sang Analis’ ini apa? Kalau semua itu
karena pengetahuan dia yang terbatas, mungkin tidak menjadi masalah. Akan tetapi, kalau
itu karena agenda-agenda tersembunyi yang ada di kepala ‘Sang Analis’ itu? hehehe…

Saya sih yakin, kalau saya ngomong, sebagian kecil orang akan menelan bulat-bulat apa yang
saya omongkan. Tapi, sebagian besar yang lain, pasti juga berpikir: ini Pak Tommy maunya
apa sih? Mengapa Pak Tommy rekomendasi itu? Jangan-jangan karena dia dan teman-
temannya ada posisi? Pikiran-pikiran seperti itu adalah hal yang wajar. Saya juga sering
berhati-hati pada orang yang tengah memberikan rekomendasi pada saham yang
penggeraknya bukanlah pasar murni (baca tulisan saya sebelumnya mengenai ‘Saham yang
penggeraknya pasar‘). Benarkah rekomendasi itu benar-benar dibuat karena pertimbangan
yang obyektif? Atau karena subyektifitas dari analis tersebut? Kalau benar sih tidak
masalah. Tapi kalau ternyata salah?

Saya juga suka iseng dalam memilih sudut pandang dari suatu permasalahan. Contohnya:
Semalam… Warren Buffet bilang kalau koreksi yang terjadi di Jepang, adalah kesempatan
untuk melakukan posisi beli. Nggak ada yang salah sih dari pernyataan ini. Dia sebagai
seorang investor, memang harus melihat untuk jangka waktu yang lebih panjang. Akan tetapi,
kalau kita melihatnya dalam kacamata seorang trader: kalau dia ngomong beberapa hari
setelah gempa ketika Indeks Nikkei masih dibawah 8000, itu masih bisa dibilang bagus.
Kalau kita melihat dalam sudut pandang bahwa seorang Warren Buffet baru saja membeli
Lubrizol (sebuah perusahaan pelumas yang hampir 30% pasarnya ada di Asia)?

Saya sih percaya akan obyektifitas dari seorang Warren Buffet. Saya juga percaya bahwa
trend jangka panjang dari bursa Amerika dan juga Bursa Efek Indonesia memang masih tetap
bullish. Akan tetapi, dengan trend jangka menengah dari indeks regional (terutama indeks
Dow Jones Industrial), saya memutusan untuk tetap berhati-hati. Kalau nanti ada koreksi
lagi, saya percaya bahwa itu adalah kesempatan untuk beli. Akan tetapi, kalau Warren
Buffet bilang beli, saya akan bilang: yah… saya juga beli… tapi nanti kalau harga sudah
lebih murah.
Jika kita obyektif dalam melihat suatu permasalahan, maka kita bisa melihat subyektifitas
dari orang-orang di sekitar kita.

10. Mengenal Beberapa Model Pergerakan Harga Saham*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Bagaimana sih cara harga bisa bergerak? Ada orang yang bilang.. bahwa pergerakan harga
tergantung dari supply and demand. Ada yang bilang kalau bandar yang gerakin. Ada yang
bilang bahwa big player, asing, aseng atau banyak lagi yang lainnya.

Saya menjelaskan model pergerakan harga ini, melalui beberapa model. Dalam setiap model,
harga saham digerakkan oleh pihak-pihak, orang-orang, atau faktor-faktor yang berbeda-
beda.

 IHSG movers Model atau Big Caps Model


Pada model yang pertama ini, harga bergerak sebagai akibat dari minat dari pelaku pasar
terhadap prospek perekonomian Indonesia ditengah percaturan ekonomi dunia dan/atau
ekonomi regional Asia. Mereka kemudian masuk ke pasar (baca: beli saham di Indonesia)
dengan menggunakan IHSG sebagai benchmark. Karena IHSG adalah sebuah angka indeks
yang dihitung dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang, maka saham dengan
kapitalisasi yang besar akan berpengaruh lebih besar terhadap pergerakan IHSG. Itu
sebabnya, mereka melakukan posisi beli, semata-mata hanya melihat kapitalisasi. Sebagai
contoh, bisa dilihat apa yang terjadi dalam bulan Juli 2013 kemarin: BI Rate naik, Inflasi
tinggi, tapi asing malah beli saham perbankan (BMRI dan BBRI). Mereka beli saham
perbankan bukan karena prospeknya bagus, tapi karena saham-saham itu adalah saham-
saham dengan kapitalisasi terbesar.

Pelaku pasar: Lebih sering pemodal asing, bisa hedge fund, fund manager reksadana atau
dana pensiun, meski pemodal lokal juga bisa dan ada yang melakukan strategi yang serupa.

Prediksi pergerakan harga: Relatif mudah karena kita bisa menggunakan prediksi indeks
regional sebagai panduan.

Event penting yang perlu diperhatikan: release data ekonomi, berita-berita ekonomi (lokal,
regional, global).

Contoh saham: BMRI, BBRI, ASII, BBCA, UNVR

 Blue Chip Model

Dalam Blue Chip model ini, penggerak utama pasar adalah rekomendasi analis perusahaan
sekuritas. Rekomendasi analis sekuritas ini (terutama dari sekuritas besar, bisa lokal maupun
asing), kemudian didengarkan oleh klien dari sekuritas tersebut yang tidak lain adalah dana
pensiun, fund manager, investor institusi, big retail, dan juga retail klien
mereka. Rekomendasi ini kemudian menggerakkan harga saham sesuai dengan arah
rekomendasi. Kalau rekomendasi beli, harga akan naik, rekomendasi jual, harga akan
turun. Dalam blue chip model ini, faktor kapitalisasi pasar memang masih memiliki peran
yang sangat signifikan karena buat analis sekuritas, mereka harus memperhatikan masalah
likuiditas saham serta kapitalisasi yang sering kali menjadi syarat investasi dari klien mereka.
Analis-analis tersebut hampir seluruhnya adalah analis yang berintegritas tinggi. Sehingga,
pendapat mereka secara umum adalah netral. Benturan kepentingan terkadang bisa saja
terjadi (seperti akibat ‘pesanan’ dari perusahaan, atasan atau kolega), tapi relatif
jarang. Analisis sering dibuat dengan ‘niatan terbaik’. Meskipun hasilnya (pergerakan harga
setelah report tersebut di publish) sering kali tetap saja kedodoran (keluar report beli, malah
harga turun, vice versa).

Pendorong Utama: Rekomendasi Analis Sekuritas, Fundamental

Pelaku pasar utama: Fund manager reksadana, dana pensiun, investor institusi.

Prediksi pergerakan harga: relatif mudah karena pelakunya adalah pemodal yang rasional.

Sifat: Rekomendasi dibuat oleh orang yang tidak punya posisi, sehingga lebih obyektif.

 Exotic Stock

Exotic stock ini adalah saham dengan kapitalisasi kecil hingga menengah, sering kali berasal
dari industri yang kurang begitu mendapatkan perhatian pasar, tapi memiliki model bisnis
dan/atau prospek fundamental yang bagus. Saya sebut sebagai Exotic karena dengan
fundamental yang bagus, saham ini sering kali harus ‘ditemukan’ oleh para investor/trader
fundamental yang retail, sebelum akhirnya pemodal institusi tertarik untuk turun ‘nyebur’,
membeli saham ini. Daya tarik utamanya adalah ‘cerita/story yang menarik’, sehingga
menjadikan para fund manager tertarik untuk memburu saham ini. Yang disebut story disini,
bisa saja model bisnisnya yang baru, kinerjanya, rasio-rasio yang menarik (PE atau PBV
yang rendah), atau bisa juga saham dengan fundamental kecil, tapi dari industri yang sedang
‘on play’ (menjadi daya tarik utama pasar).
Satu hal yang perlu dicermati disini adalah: karena rekomendasinya berasal dari sesama
trader atau investor, mereka ini juga memiliki posisi. Mereka bisa saja sudah beli dulu di
harga yang lebih murah, kemudian memberikan rekomendasi kepada anda untuk melakukan
posisi beli, diatas harga mereka melakukan posisi beli. Rekomendasi pada saham-saham
seperti ini, biasanya subyektif. Bisa berlebihan.. bisa juga tidak… tapi tetap saja:
subyektif. Jadi.. bisa saja anda masuk ke dalam perangkap mereka: anda beli, ketika mereka
jualan. Bisa saja anda masuk ke dalam perangkap mereka.

Pelaku Utama: Investor/Trader fundamental kakap yang rasional dan/atau Private Fund
Ekuitas sebagai pelaku awal, kemudian diikuti oleh fund manager reksadana dan institusi.

Sumber rekomendasi: Investor/Trader Fundamental, sebelum di ikuti oleh analis sekuritas.

Prediksi pergerakan harga: ketika masih dalam fase awal, prediksi teknikalnya relatif
sulit. Tapi, ketika volume sudah mulai masuk ke pasar, trend mulai terbentuk, suport resisten
mulai bisa terbaca, disitu baru prediksi mulai terasa mudah.

Contoh dari saham-saham yang termasuk golongan ini yang pada tahun 2012-2013 ini
menjadi sorotan dari pemodal adalah: ULTJ (perusahaan kapitalisasi kecil dengan strong
brand), ADES (mendapatkan job untuk membuat air mineral dari Nestley), PNLF (PE
rendah), ASRI (peningkatan nilai landbank sebagai akibat dari pembuatan jembatan layang
masuk ke kawasan tersebut), dan masih banyak lagi.

 Model Saham Gorengan

Yang mengalami model pergerakan seperti ini, biasanya adalah saham dengan fundamental
seadanya atau bahkan cenderung jelek, atau bisa saja saham dengan fundamental bagus, tapi
dengan pemilik yang kuper (kurang pergaulan dan pendidikan). Yang sering, memang saham
dengan fundamental jelek, terus dimasukin aset atau dibuat seakan-akan mau ada aksi
korporasi, dibuatin rumornya, terus mulai dimain-mainkan harganya. Ketika signal teknikal
mulai muncul, trader teknikal mulai masuk. Pada saham ini, peran dari kompor bandar,
sangatlah penting. Kompor bandar ini adalah orang-orang yang bekerja sama dengan pelaku
utama. Tugasnya adalah memastikan pemodal-pemodal retail yang berpengetahuan rendah,
untuk membeli saham itu. Running trade adalah display utama papan dari saham
ini. Dengan pergerakan harga yang atraktif mereka memikat minat pada ‘laron-laron’ pasar
modal yang berkeliaran. Terus, setelah pemodal retail ini melakukan posisi beli, mereka juga
bertugas agar para pemodal retail ini nyangkut, tetap bertahan pada saham tersebut, ketika
bandar atau trader besar yang menjadi penggerak harga.

Perilaku kompor bandar ini, sering kali terlihat sangat jelas sehingga saya sering merasa
risi. Beberapa trick standar yang sering dilakukan diantaranya adalah:

1. memberikan rekomendasi beli dengan alasan fundamental ketika trend harga jangka
menengah sudah mulai patah
2. berteriak ‘oversold’ ketika orang mulai berpikir untuk cut loss
3. awalnya ngomong teknikal, tapi ketika trend harga mulai berubah menjadi turun,
mereka ngomong alasan-alasan fundamental agar para pemodal pemula mau menahan
posisi beli dan tidak melakukan cut loss.

Kompor bandar akan terus membantu bandar utama agar volume terus masuk ke
pasar. Kalau perlu, mereka akan turut mendesain rumor-rumor akan cerita semakin
panas. Emiten terkadang juga membantu dengan ‘mengeluarkan bantahan atas rumor
tersebut’ hanya setelah harganya bergerak cukup. Demikian hot-nya cerita ini, terkadang
sampai berasa bahwa harga saham ini mulai memasuki ‘pergerakan harga saham tipe
kedua’. Benar.. beberapa analis fundamental yang tolol, terkadang juga termakan akan
skenario ini, dan berpikir bahwa ‘oh.. ada value di saham tersebut’, dimana mereka kemudian
membuat research report. Padahal.. semuanya sering kali adalah pepesan kosong. Seperti
tragedi perusahaan batubara yang baru saja backdoor listing kemarin itu.

Pada saham gorengan ini, korban sudah banyak berjatuhan. Cerita-cerita seperti: tetangga
atau teman yang jatuh miskin gara-gara rekomendasi saham di pertemuan di tempat ibadah,
trader yang dikerjain teman di sebelahnya padahal setiap hari ketemu dan trading sama-sama,
investor yang disedot terus duitnya untuk melakukan posisi beli sedangkan posisi jualnya
adalah sang bandar sendiri, rekomendasi ‘ahli saham diatas panggung’ yang kemudian
membatai orang satu ruangan, orang yang pamer kekayaan sana sini ngaku sebagai trader
ulung tapi ternyata adalah ‘pembantai berdarah dingin’, adalah beberapa ‘lagu lama’ yang
sering kali terjadi secara berulang-ulang. Otoritas bursa bertindak? Well.. selama lebih dari
10 tahun lebih saya di pasar modal, yang sering dijerat adalah orang yang gagal bayar, atau
pihak yang tidak lain adalah korban dari proses ini. Aktornya tetap saja melengang dan
menjadi orang yang disegani dikalangan pelaku pasar. Aneh.. Tapi.. bukankah penegakan
hukum di negara kita juga aneh?

——–

So… Saham apa yang akan anda mainkan? Sudahkah anda bisa menggolongkan saham
tersebut termasuk tipe pergerakan harga yang mana?

Saya sih.. sering kali hanya bermain pada saham dengan model pergerakan harga yang
pertama atau kedua. Kalaupun kemudian ada ‘sector rotation’, saya biasanya hanya berkutat
pada saham-saham dengan kapitalisasi terbesar atau setidaknya nomor dua yang ada pada
sektor tersebut. Seperti misalnya: kalau yang bergerak adalah ‘cerita properti’, saya hanya
berani beli di BSDE atau ASRI, kalau konstruksi hanya di ADHI atau WIKA, kalau pakan
ternak hanya CPIN, dll. Kalaupun saya tertarik pada saham jenis ketiga, saya hanya akan
main dalam volume kecil. Itupun.. saya akan diam-diam saja waktu beli. Tapi ketika jual,
saya juga tidak mau bilang terlalu keras atau tulis di blog. Saya takut kalau ada pemodal
menganggap bahwa itu adalah rekomendasi dan kemudian mereka masuk. Resikonya terlalu
tinggi buat seorang pemodal pemula. Saham tipe pergerakan jenis keempat? Saya sudah
memandangnya seperti saham yang haram: saya gak mau menyebutkan namanya, apalagi
memainkannya (meskipun terkadang saya juga masih berteman dengan bandar-bandar,
kompor bandar, bahkan emitennya… hehehe).

Jika anda adalah pemodal pemula yang nyangkut..

Terus… kalau anda sekarang adalah pemodal pemula yang sudah nyangkut. Cobalah anda
periksa deh portfolio anda. Isinya cenderung saham yang mana? Kalau saham dengan
pergerakan harga tipe pertama atau kedua, mungkin anda masih ada harapan bahwa harga
dari saham tersebut, akan kembali ke harga beli anda.. pada suatu hari nanti.. meski itu
mungkin waktu yang agak lumayan lama. Kalau posisi nyangkut anda ada pada saham
dengan tipe pergerakan harga yang ketiga, anda harus cek dulu ‘cerita’nya. Apakah cerita
tersebut masih tetap sama, atau sudah berubah? atau malah ada cerita baru? Kalau cerita
sudah berubah atau ada cerita lagi yang baru, bisa saja kondisinya berbeda: bisa kembali
lebih cepat (kalau cerita barunya lebih bagus), atau malah jadi ‘gak bakal balik ke harga
lama’ karena ceritanya sudah hilang. Kalau saham nyangkut anda termasuk tipe keempat..
well.. anda cek dulu orang-orang yang berkepentingan terhadap saham ini: bandarnya,
emitennya, dan juga kompornya… masih hidup atau sudah mati?? Kalau ternyata masih
hidup.. terus terang.. karena mereka sebenarnya telah berbuat jahat kepada orang banyak..
kita sebaiknya membaca doa embah seperti berikut ini:
Hehehehe….

Prinsipnya sebenarnya begini:

Pergerakan harga saham itu, pada prinsipnya hanya terdiri dari dua golongan: bisa
diprediksi, atau tidak bisa diprediksi. Tradinglah hanya pada saham yang pergerakan
harga sahamnya bisa anda prediksi, karena itu akan mempermudah anda untuk
mencapai kemenangan, memperoleh profit.

11. Saham Fundamental vs Saham Non-Fundamental

Selamat siang…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Dalam beberapa tulisan saya sebelumnya anda mungkin sudah sering membaca dikotomi ini:
saham fundamental dan saham non-fundamental. Kok kayanya serem ya: Non-Fundamental
Stocks.. saham tanpa fundamental… kok kesannya seperti PT yang ada isinya vs PT yang
tidak ada isinya… atau yang satu PT yang ‘jelas’ sedang satunya PT yang ‘gak jelas’…
(hehehe sadis banget yak?).. tapi sebenarnya bukan seperti itu.

Beberapa waktu yang lalu, saya sudah menjelaskan mengenai betapa pentingnya kita melihat
pendapat konsensus dari analis. Konsensus analis ini sebenarnya adalah rata-rata pendapat
dari analis fundamental yang melakukan analis atas saham tersebut. Karena itu adalah
sebuah angka rata-rata, maka perlu adanya suatu jumlah minimal dari analis agar pendapat
yang disampaikan bisa bebas dari subjektifitias. Seperti misalnya, kalau anda sudah
membaca buku yang saya tulis, disitu saya menyebutkan bahwa saham yang penggeraknya
adalah murni pasar, harus dianalisis oleh minimal 15 orang analis fundamental. Atau… anda
bisa menggunakan jumlah yang lain. Tapi… tetap saja tidak bisa terlalu sedikit. Ini karena
sebuah saham yang hanya dianalisis oleh kurang dari 5 orang analis misalnya, sering kali
unsur ‘subjektifitas’ bisa jadi bisa terlihat.

Jadi… disini sebenarnya asal mula dari istilah ‘saham fundamental’ dan ‘saham non-
fundamental’ yang sering saya sebutkan.

Saham fundamental adalah saham yang dianalisis oleh sejumlah analis fundamental sehingga
pergerakan harga sahamnya lebih merupakan pencerminan rekomendasi-rekomendasi yang
dilakukan oleh analis fundamental tersebut.

Sebuah ‘saham fundamental’ yang bagus, biasanya dianalisis oleh minimal 15 orang analis
fundamental. Akan tetapi, jika kita mempertimbangkan unsur masuknya saham-saham
berkapitalisasi besar (terutama GGRM sebagai saham big caps yang paling sedikit menarik
analis fundamental), saham yang dianalisis oleh 9 – 10 orang analis sebenarnya sudah cukup
untuk bisa dimasukkan dalam kategori ‘saham fundamental’.
Definisi dari ‘saham non-fundamental’? Sederhana sih… saham yang tidak tergabung dalam
saham fundamental, langsung kita masukkan kepada ‘saham non-fundamental’.

Keuntungan untuk fokus pada saham-saham ‘Fundamental’


Seorang analis fundamental melakukan rekomendasi berdasarkan perubahan-perubahan
fundamental yang terdapat pada emiten. Oleh karena itu, keuntungan yang paling utama
untuk fokus pada saham-saham ini adalah: pergerakan harganya bergerak sesuai dengan
kondisi fundamental dari perseroan. Artinya: kalau kondisi fundamentalnya bagus, maka
harga akan bergerak naik, vice versa.

Keuntungan kedua adalah: pergerakan harga sahamnya selalu terlihat rasional. Ini karena
setiap pergerakan harga selalu terdapat alasan yang mendasari pergerakan. Dan alasan
tersebut, bisa ditemukan pada research report yang dipublikasikan oleh analis tersebut.

Keuntungan ketiga: Volume transaksi dari saham-saham tersebut akan selalu ada. Dalam
kondisi market seperti apapun, saham-saham ini tidak pernah diam. Selalu ada volume pasar
yang mencukupi sehingga kita bisa terhindar dari resiko likuiditas.

Selain itu, pergerakan harganya juga mengikuti pergeraan pasar secara keseluruhan. Jadi,
jika anda trading dengan strategi ‘Bermain IHSG‘, maka saham-saham tersebut bakal lebih
sering naik turun sesuai dengan pergerakan IHSG.

Kelemahan

Akan tetapi, pemisahan seperti ini bukannya tanpa kelemahan. Beberapa kelemahan yang
umumnya terjadi adalah:

 Analis fundamental lebih mudah memberikan rekomendasi beli dibandingkan dengan


rekomendasi jual
 Analis fundamental lebih mengutamakan saham dengan kapitalisasi besar
dibandingkan dengan kapitalisasi kecil
 Analis fundamental sering harus menunggu fakta fundamental terbaru. Saya masih
ingat betul ketika Crash 2008. Saham BUMI bisa meluncur turun dari level 7000-an
hingga dibawah level 1000 tanpa adanya rekomendasi fundamental terbaru. Itu
karena tidak ada perubahan fakta fundamental terbaru yang terjadi.

Penutup

Setiap saham sebenarnya memerlukan pendekatan yang berbeda dalam memahami


pergerakan harga sahamnya. Ketika kita sudah memisahkan antara saham fundamental dan
saham non-fundamental, minimal kita bisa mengetahui apa yang kita hadapi. Bagaimana kita
harus bereaksi terhadap laporan keuangan, bagaimana kita harus bereaksi terhadap data
konsensus, bagaimana kita harus bereaksi terhadap berita. Atau…. apakah kita bisa
menggunakan cara-cara normal untuk bereaksi terhadap pergerakan harga(seperti melakukan
posisi beli dan jual berdasarkan suport atau resisten), ataukah kita harus menggunakan cara-
cara kontrarian.

Selain itu, bagi anda yang masih dalam taraf pemula, transaksi sebaiknya memang lebih
difokuskan pada saham-saham fundamental karena pergerakan harganya lebih mudah untuk
diprediksi dibandingkan dengan pergerakan dari saham-saham non-fundamental.
12. Valuasi: sebuah sudut pandang dari sisi ‘stick and carrot’

Posted by Satrio Utomo on May 31, 2012 · 6 Comments

Selamat petang…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Perhatikanlah gambar ini baik-baik. Gambar ini adalah sebuah permainan yang disebut
sebagai ‘stick and carrot’. Keledai katanya niy, adalah sebuah mahluk yang paling
bodoh. Paling sulit untuk dimotivasi. Jika seorang penunggang (‘Sang Sutradara’) ingin
membuat seekor keledai bergerak maju,
maka penunggang ini harus mengikatkan wortel (carrot) kepada sebuah tongkat (stick), dan
kemudian melambaikannya di depan keledai tersebut. Keledai tersebut akan bergerak maju,
karena berpikir dia bisa mencapai carrot. Sang Sutradara tinggal menjaga agar carrot terus
berada didepan keledai dan tidak termakan oleh keledai tersebut.

Saya jadi teringat, hubungan antara rata-rata valuasi, dengan pergerakan harga saham. Yang
pertama adalah saham yang baik. Yang berfundamental bagus, yang pergerakan harganya
normal. Penggeraknnya adalah pasar murni. Kondisi valuasi vs harga saham bakal seperti
yang ada di gambar dibawah ini:
Anda bisa lihat kan… harga saham bergerak naik atau turun. Ketika harga saham bergerak
naik, harga saham akan menyentuh valuasinya. Ketika saham fully valued (tervaluasi penuh)
harga kemudian turun dibawah valuasinya. Ketika harga sudah turun cukup signifikan, orang
yang berminat untuk beli, kembali melakukan posisi beli. Harga kemudian bergerak naik
lagi, menuju valuasinya. Kondisi ini terjadi terus menerus dan berulang-ulang. Anda lihat
gambar di bawahnya, dimana itu adalah spread (selisih) antara harga saham, dengan rata-rata
valuasinya. Anda bisa melihat bahwa harga saham kadang undervalue (berada dibawah titik
nol) dan terkadang juga over value (diatas titik nol). Harga terus bergerak dinamis, seiring
dengan pergerakan pasar.

Problem kemudian muncul kepada saham yang sering saya sebut sebagai ‘non-fundamental
stocks’. Saya menyebutnya dengan saham yang jahat. Saham dimana pemiliknya lebih
menggunakan saham sebagai alat untuk mengeruk likuiditas dari pasar. Pemilik ini
kemudian menggunakan angka-angka perusahaan, menggunakan alat-alat fundamental,
menggunakan valuasi sebagai carrotnya. Anda bisa lihat kejadiannya di bawah ini:
Harga saham akan selalu terjaga, untuk bergerak dibawah rata-rata valuasinya. Tidak ada
minat pemodal ‘rasional’ untuk melakukan posisi beli. Pemodal yang masuk hanya pemodal
yang emosional, yang memandang berita-berita yang mengalir, dan juga valuasinya, sebagai
alasan untuk melakukan posisi beli. Pemodal seakan dibuat selalu memandang ke
langit. Memandang ke atas. Valuasi serasa seperti sebuah carrot yang tidak pernah
tercapai. Yang selalu diayun-ayun ke atas oleh Sang Aktor, yang tidak berharap pemodal itu
tidak melakukan posisi jual.. sampai….
Sebuah mobil menabrak keledai tersebut. Pemodal terkena forced sell. Tragis.

Hehehe… saya jadi teringat beberapa bulan yang lalu. Ada seorang analis senior yang ‘sok
bisa fundamental padahal ekonom’ melakukan kampanye penghasutan mengenai jeleknya
analis teknikal. Analis ini sebenarnya saya golongkan sebagai seorang yang sangat ‘bego”,
sehingga pada dasarnya, pendapat dia selalu saya artikan sebagai sebaliknya. Ketika dia
bilang beli, berarti itu saat saya untuk jualan. Ketika dia rekomen jual, berarti saya malah
mengambil posisi beli. Ketika dia berpendapat bahwa seorang pemodal sebaiknya hanya
mengandalkan 100% fundamental… saya cuman berpikir: ooh… berarti orang itu memang
belum berubah. Masih tetap dalam ‘kecerdasan’ yang sebelumnya.

Ketika kondisi pasar seperti ini, saya jadi teringat oleh dia. Bagaimana bisa kita trading atau
investasi dengan hanya mengandalkan 100% fundamental? Anda tanya deh sama orang-orang
yang hari ini kena forced sell. Apakah benar saham yang anda pegang telah mengalami
perubahan fundamental yang mendasar? Perubahan fundamental yang membuat seorang
pemodal harus melakukan posisi jual? Dulu.. ketika BUMI turun dari 8000 ke 400. Apakah
ada perubahan fundamental yang berarti?

Valuasi itu, kelakuannya seperti model yang saya perlihatkan diatas: Ketika valuasi
dilakukan pada saham yang ‘baik’, yang tidak hanya berfundamental bagus, tapi juga ada di
bursa untuk ‘meningkatkan value perusahaan dengan bersama-sama meningkatkan
kesejahteraan pemegang sahamnya’. Maka valuasi bisa digunakan sebagai alat untuk alasan
dari orang untuk melakukan beli jual saham. Akan tetapi, pada saham yang ‘jahat’, dimana
pemilik perusahaannya hanya perduli pada kesejahteraan dirinya, valuasi hanya berfungsi
sebagai ‘carrot’… fatamorgana yang tidak bisa disentuh dan dicapai. Pada saham yang jahat,
valuasi adalah carrotnya, dan pemodal yang beli, adalah (maaf) keledainya.

Anda mau jadi keledai?

Saya tidak mau jadi keledai. Oleh sebab itu, saya tidak mau menggunakan 100%
fundamental sebagai pertimbangan saya melakukan beli jual saham.
Terakhir… berikut ini adalah beberapa hal yang menurut saya harus dilakukan oleh seorang
trader yang bertanggung jawab:

1. Perhatikan arah pergerakan harga, prediksi arah pergerakan harga.


2. Beli ketika mau naik, jual ketika mau turun
3. Saham, dengan P/E Ratio sekecil apapun dan dengan berita sebagus apapun, bukanlah
sesuatu yang menarik jika saham tersebut masih memiliki potensi koreksi yang
signifikan.
4. Transaksi dengan prediksi sendiri. Gunakan prediksi orang lain sebagai
referensi. Jangan gunakan prediksi orang lain karena preferensi resiko dari setiap
orang, bisa jadi memang berbeda.

Masih banyak lagi sih… tapi sementara… itu dulu deh..

13. Mengenal ‘Perkiraan Konsensus Analis’

Selamat siang…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Pertanyaan berikut adalah pertanyaan yang paling sering saya dengar belakangan ini:

“Pak…. saya kemarin tertarik untuk membeli saham-saham perbankan karena laba
bersihnya naik tinggi. Dibandingkan dengan kuartal pertama tahun lalu, kenaikan rata-rata
kenaikan laba bersihnya kan tinggi tuh… lebih dari 30%. BMRI aja naiknya 88.7%. BBRI
naik 51.6%. Beritanya juga lagi bagus. Kita lagi deflasi. Kalau deflasi begini, harga saham
kan biasanya naik. Akan tetapi… kenapa seminggu terakhir harga sahamnya malah
cenderung turun ya? Apa orang ‘Sell On News’?”

Melakukan posisi beli karena berita bagus, adalah suatu hal yang wajar. Hal yang rutin bagi
seorang investor retail. Terutama kalau sudah mendengar laba bersih yang naik luar biasa.
Data yang dimiliki oleh pelaku pasar tersebut tidak sepenuhnya salah. Data yang saya miliki
untuk saham-saham perbankan yang saya amati, bisa anda lihat pada tabel berikut ini:
Perkiraan Konsensus Analis adalah angka rata-rata perkiraan dari sekelompok analis
fundamental yang menganalisis suatu perusahaan publik atas suatu data atau angka.

Sebagai contoh: Konsensus inflasi adalah rata-rata prediksi inflasi yang dilakukan oleh
sekelompok ekonom. Kalau di sisi analisis fundamental emiten, data yang paling penting
biasanya adalah konsensus laba bersih, disamping juga konsensus valuasi (rata-rata valuasi
atau target harga dari sekelompok analis fundamental).

Suatu perusahaan dikatakan berkinerja bagus, apabila pencapaian kinerjanya bisa melampaui
atau diatas angka konsensus analis. Suatu angka yang pencapaian yang diatas rata-rata, bisa
membuat analis menaikkan prediksi kinerja emiten, dan ini artinya akan menaikkan
rekomendasi (upgrade recomendation) dan juga valuasi dari emiten.

Sebaliknya, jika kinerja suatu emiten dibawah rata-rata konsensus, maka para analis akan
cenderung untuk menurunkan perkiraan kinerja perseoran. Ujung-ujungnya, dia akan
menurunkan valusi perseroan. Rekomendasinya juga bisa mengalami penurunan peringkat
(downgrade).

Pada tabel diatas anda bisa melihat bahwa saham-saham perbankan memang mencatat laba
bersih dengan kenaikan yang cukup spektakuler. Akan tetapi, jika anda bandingkan dengan
angka rata-rata net income yang diharapkan oleh analis, ternyata kinerja dari emiten-emiten
perbankan tersebut masih jauh dari harapan. BBCA, BBTN, BDMN, dan BBNI mencatatkan
kinerja yang dibawah ekspektasi. BMRI mencatatkan laba bersih yang diatas ekspektasi. Tapi
jangan lupa, kenaikan terbesar dari BMRI berasal dari penjualan saham GIAA (sekitar Rp 1.4
trilyun – Rp 2 trilyun). Artinya, jika kita mengeluarkan pendapatan non operasional, kinerja
dari BMRI sebenarnya juga dibawah ekspektasi pasar.

Penggerak utama dari pergerakan harga, tetap saja rekomendasi dari analis fundamental (baik
secara personal, maupun secara berkelompok). Pencapaian laba bersih yang spektakuler,
tidak cukup untuk membuat harga bergerak naik. Laba bersih itu harus bisa melebihi
ekspektasi untuk bisa membuat analis memberikan rekomendasi beli. Dan… tanpa
rekomendasi beli… bagaimana harga mau bergerak naik?

14. Mencari angka ‘Konsensus Laba Bersih’*

Selamat siang…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Tulisan saya mengenai bagaimana pengaruh angka konsensus analis terhadap pergerakan
harga kemarin, ternyata memunculkan banyak tanggapan berupa pertanyaan: ‘Bagaimana
cara mencari angka konsensus tersebut?’
Paling enak dan paling cepet sih… lihat di terminal Bloomberg. Sebagian besar sekuritas
yang besar, memiliki fasilitas ini. Akan tetapi, buat investor retail, tentu akan susah untuk
ikutan mendapatkannya karena tidak semua orang memiliki akses ke sebuah terminal
Bloomberg. Lagian, kalau langganan sendiri, biaya langganan sebesar US$1700 per bulan
jelas tidak ekonomis.

Solusinya: anda bisa menggunakan data konsensus yang didapat dari http://www.reuters.com.

Caranya begini:

1. Kita masuk ke menu pencarian saham yang ada pada website Reuters.

2. Masukkan kode saham yang ingin kita cari ke kolom pencarian. Dalam contoh dibawah,
saya mencoba mencari angka konsensus Net Income untuk BMRI. Ingat! Reuters
menggunakan penandaan yang agak berbeda untuk kode saham di Bursa Saham Indonesia,
yaitu dengan menambahkan kode ‘.JK’ pada setiap saham. Jika kita ingin mencari saham
BMRI, berarti kita memasukkan kode sahamnya sebagai BMRI.JK

3. Pencarian kita sudah menemukan halaman BMRI. Klik kode saham yang tadi anda cari
untuk masuk ke halaman detail.
3. Kita kemudian masuk lebih dalam ke halaman ‘Analyst’

4. Halaman ‘Analyst’ ini berisi analisis yang lebih dalam mengenai saham BMRI. Kita bisa
scroll ke bawah sedikit, untuk menemukan angka EPS (earning per share/laba per saham).
5. Masalahnya: yang dipublikasikan ke media oleh emiten, sering kali adalah angka laba
bersih. Untuk mendapatkan laba bersih, kita harus mengkalikan dengan jumlah saham
beredar dari emiten itu. Masalahnya lagi: Data saham beredar itu berbeda disana-
sini. Tadinya saya mencoba mencari melalui pencarian emiten yang ada pada website
BEI. Akan tetapi, kalau anda merasa pencarian lewat website itu terlalu lama, anda bisa
mencari pada jumlah saham beredar yang tersedia untuk asing (foreign available) yang ada
pada link ini.

Bagaimana kualitas hasilnya?

Kualitas hasilnya sih cukup lumayan. Agak berbeda dengan angka yang ada di terminal
Bloomberg sih, tapi perbedaanya tidak terlalu signifikan. Perbedaannya sepertinya karena
jumlah rekomendasi analis yang dikumpulkan oleh Bloomberg lebih banyak dibandingkan
yang dikumpulkan oleh Reuters. Maklum… jumlah analisnya memang beda:
Untuk kualitas angkanya dibandingkan dengan yang ada di terminal Bloomberg, bedanya
nggak terlalu jauh lah… standar deviasinya cuman 2.68%. Artinya, perbedaan dengan angka
yang ada di Bloomber sekitar plus atau minus 2.68%. Tidak terlalu besar.

So… tiada rotan, akarpun jadi. Kalau anda mau melihat angka dari Bloomberg, anda
mungkin harus menunggu update dari saya (cuman biasanya edisi lengkapnya biasanya
cuman bisa anda peroleh pada Member Area atau jika anda datang ke acara Market Outlook
Bulanan di PT Universal Broker Indonesia), atau anda juga bisa membacanya dari report-
report dari analis lain. Tapi kalau anda tidak sabar, anda bisa memperolehnya sendiri
berdasarkan cara-cara diatas.

Selamat mencoba…

15. Pengumuman Kinerja Emiten: Perbedaan Reaksi antara


Pemodal Asing vs Pemodal Aseng

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula


….Harga saham TLKM ini bagaimana? Katanya laba bersihnya naik 17,24 persen, kok
harga sahamnya turun??? Memang kurang ajar sekali bandar saham TLKM ini…. Pemodal
retail seperti saya selalu dikerjain!

Itu adalah komentar dari seorang pemodal retail yang sempat curcol (curhat colongan) pada
tanggal 7 Maret lalu, sehari setelah PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM) mempublikasikan
kinerja keutangan untuk tahun buku 2012.

Saya kemudian bertanya: “Loh Pak… emang kalau laba bersih naik, terus harga sahamnya
harus naik?”

Pemodal itu menjawab: “Iya lah… saham XXXX yang saya punya (beliau menyebutkan
salah satu saham lapis kedua), kemarin harganya langsung naik setelah mengumumkan
kinerjanya meroket”.

Ketika earning season (waktu dimana emiten biasanya mengumumkan kinerja keuangannya),
mengharapkan harga akan bergerak naik ketika pengumuman kinerja positif dari sebuah
emiten adalah kebiasaan hampir selalu dilakukan oleh seorang pemodal retail. Padahal,
reaksi pasar terhadap penyampaian kinerja emiten, sebenarnya tidak sama untuk setiap
emiten. Salah satu perbedaan yang sering bisa kita lihat adalah: perbedaan reaksi dari saham
yang biasanya menjadi ‘mainan’ dari ‘Pemodal Asing’ (saham-saham yang penggeraknya
adalah pemodal asing, biasanya adalah saham saham blue chip dengan kapitalisasi pasar yang
besar), dengan saham-saham lapis kedua yang penggeraknya biasanya adalah pemodal lokal,
‘Pemodal Aseng’ begitu orang menyebutnya.

Di kalangan pemodal, saham-saham tersebut kemudian disebut sesuai dengan siapa


pemainnya. ‘Saham Asing’ adalah saham-saham yang pemain utamanya adalah pemodal
asing, atau setidaknya adalah fund manager (baik lokal maupun asing) yang melakukan
transaksi berdasarkan hitungan fundamental yang mereka lakukan. Saham-saham ini
biasanya memiliki kapitalisasi yang besar, yang merupakan penggerak indeks benchmark
(bisa IHSG, LQ-45, atau indeks yang lain, termasuk didalamnya indeks sektoral), atau
setidaknya, merupakan saham-saham yang banyak diteropong oleh tim riset dari foreign
houses (broker-broker asing). ASII, BMRI, BBRI, TLKM, BBCA adalah beberapa contoh
dari Saham Asing ini.

Saham Aseng adalah semua saham yang selain selain saham asing tersebut, yang sering kali
dimainkan oleh pemodal lokal.

Alasan dari Penyebab dari perbedaan ini adalah: pemodal asing melakukan penghitungan
valuasi, baik secara langsung, ataupun secara tidak langsung yang dilakukan oleh research
house asing tempat mereka bertransaksi. Valuasi tersebut, komponen utamanya adalah laba
bersih. Jadi:

Pemodal asing bereaksi terhadap perbandingan laba bersih emiten setelah dibandingkan
dengan angka konsensus atau angka hitungan yang mereka lakukan sendiri. Jika laba bersih
itu diatas hitungan (ekspektasi) mereka, maka (kemungkinan besar) mereka akan menaikkan
valuasi dari emiten tersebut, dan itu bisa membuat arus pemodal untuk membeli saham
tersebut. Sebaliknya, jika laba bersih dibawah ekspektasi, maka pemodal asing (sering kali)
akan melakukan aksi jual, karena mereka bisa saja menurunkan peringkat rekomendasi atau
menurunkan valuasi dari emiten tersebut.
Sedangkan untuk pemodal Aseng… mereka biasanya tidak berhitung. Ada sih yang
berhitung, tapi biasanya tidak banyak. Nah.. Karena tidak berhitung, penyakit ‘gumunan’
(gampang heran), sering kali menyergap pemodal Aseng. Jadi…

Pemodal Aseng hanya melihat growth (pertumbuhan/ peningkatan laba bersih). Kalau
pertumbuhannya tinggi, mereka akan melakukan aksi beli, dengan harapan deviden yang
diharapkan bakal lebih banyak.

Contoh terakhir dari reaksi Asing terhadap Saham Asing, bisa dilihat pada saham
TLKM. Kalau anda melihat kinerja TLKM laba bersih naik 17,24% tapi harga turun, tolong
cek dulu angka konsensus laba bersihnya*. Disitu bisa dilihat bahwa ternyata konsensus laba
bersih TLKM adalah sebesar Rp 13,2 tr… sedangkan laba bersih TLKM hanya sebesar Rp
12,8. Jadi… kenaikan 17,24% tidak memuaskan mereka.. mereka kemudian melakukan
posisi jual. Pada ASII juga kejadiannya kurang lebih sama. Karena kinerja FY 2012 ternyata
dibawah ekspetasi

Kalau contoh reaksi pemodal lokal (Pemodal Aseng) terhadap pergerakan dari saham-saham
? Banyak lah… anda tinggal lihat headline dari surat kabar atau online news, apalagi kalau
baru sekedar rumor. Kalau ada berita bagus tentang kinerja emiten…. dengan kinerja naik
diatas 100%… sering kali harga bergerak naik… meski terkadang kenaikannya hanya
intraday. Kalau Saham Aseng yang kemudian malah turun setelah pengumuman kinerja,
tolong juga jangan dipukul rata bahwa ‘bandarnya jahat’, mau ngerjarin pemodal retail,
dll. Bisa saja koreksi tersebut, akibat pemodal tidak lagi melihat peluang untuk terjadinya
‘massive earning growth’ (kenaikan pendapatan atau laba perusahaan dalam jumlah yang luar
biasa) untuk di masa yang akan datang. Sebagai contoh: kalau perusahaan property, bisa saja
karena cadangan lahan kosong (land bank) yang dimilikinya memang sudah habis. Atau,
untuk perusahaan batubara yang baru saja backdoor listing, bisa jadi backdoor listing tersebut
sudah berlangsung lebih satu tahun yang lalu. Jadi, pada laporan keuangan mendatang
‘ledakan kinerja’ yang biasanya mengikuti saham backdoor listing, pengaruhnya sudah
hilang. Pada laporan keuangan mendatang, pertumbuhan pendapatan atau labanya akan
kembali ke asli, terkait dengan harga batubara yang selama setahun terakhir ini turun.

Jadi… kalau ada pengumuman kinerja, belum tentu kenaikan laba bersih yang spektakuler
akan membuat harga saham bergerak naik. Anda harus melihat banyak faktor, sebelum
memutuskan untuk melakukan perburuan di pagi hari, ketika saham mulai diperdagangkan.

So… saham apa yang sedang anda pegang? Saham Asing atau Saham Aseng? Semoga tulisan
ini bisa menjadi bekal agar anda bisa bereaksi dengan lebih baik pada earning season kuartal
pertama 2013 yang akan mulai berlangsung sebulan lagi
16. Arti Deviden bagi seorang Pemodal

Selamat petang…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Seorang traders beberapa waktu yang lalu bertanya kepada saya:

Pak… saya beli saham XXXX karena sebentar lagi saham itu akan membagikan devidennya.
Setelah cum dividen, ternyata harga saham turun, dan penurunannya ternyata lebih besar dari
pada jumlah dividen yang saya peroleh (udah gitu masih dikurangi pajak lagi). Memang salah
ya Pak… kalau beli saham itu karena kita ngejar devidennya?

Ketika musim pembagian deviden (dividen season) seperti sekarang ini, fenomena seperti ini
adalah fenomena yang standar. Seorang traders, yang harusnya cenderung untuk mengambil
untung berdasarkan pergerakan harga jangka pendek, mencoba peruntungan dengan
melakukan posisi beli berdasarkan informasi dividen (sebuah informasi yang seharusnya
lebih bermanfaat bagi seorang investor jangka panjang, yang sudah melakukan hold atas
saham itu pada jangka waktu yang lama). Memang sih… kalau dilihat dari dividen yield-nya,
sering kali memang menarik 3% – 5%, atah bahkan hampir 10%. Kalau dipikir memang
menarik. Beli, simpan beberapa hari, terus kita bisa bisa mendapatkan return sebesar itu. Tapi
ingat juga: kita cuman bisa untung sebesar itu JIKA BISA MELAKUKAN POSISI JUAL
PADA HARGA YANG SAMA DENGAN KETIKA KITA MELAKUKAN POSISI
BELI (psst.. inget juga.. kita harus bayar pajak dividen juga loh… belum lagi ada biaya
komisi beli dan komisi jual…jadi dividen yield riilnya tentu saja tidak sebanyak itu…).
Dengan kata lain: kalau gagal jual di harga yang sama dengan ketika kita melakukan posisi
beli, posisinya tetap saja sama: RUGI.

Sekarang begini… sebagian dari ‘emiten’ yang ada di bursa, masih berpikir bahwa saham itu
hanya lah selembar kertas. Selembar kertas yang diberi tanda sehinga bisa disebut sebagai
saham. Saham itu kemudian ditukarkan oleh uang yang dipegang oleh pemodal publik (baca:
anda). Kertas ditukar dengan uang. Enaknya bagaimana itu? (Itu sebabnya saya suka
‘nyinyir’ kalau ada pre-emptive right issue… kalau perusahaannya bagus, mungkin gpp…
kalau perusahaannya jelek… apa nggak cuman ‘usaha pencetakan uang palsu’ itu?).

Contoh: Sebuah saham, katakan lah PT XXXX Tbk. Harga sahamnya Rp 100.000 per
lembar. Membagikan dividen sebanyak Rp 5000. Dividen yieldnya menarik bukan? 5%!
Seorang trader kemudian melakukan posisi beli atas saham xxxx tersebut di harga Rp
100.000 pada hari cum-date. Ketika ex-date, harga kemudian dibuka pada level Rp 93.000.
Posisi trader itu berarti sudah mengalami potentioal loss sebesar Rp 2000. Harga kemudian
turun ke Rp 75.000. Trader itu cut loss.
Sekarang, mari kita melihat kejadian itu dari dua sisi:

 Dari sisi trader: Saya melakukan mengalami kerugian bruto sebesar Rp 20.000 (setara
dengan 20%). Kerugian nettonya bisa lebih besar dari itu karena masih ada pajak
deviden, fee beli dan fee jual, dll.
 Dari sisi emiten: Dengan umpan Rp 5000, saya bisa membuat trader itu (anda)
membeli saham dari emiten itu. Ketika trader tersebut melakukan cut loss di harga Rp
75.000, berarti saya tersebut telah untung Rp 20.000. Keuntungan saya adalah sebesar
400%! Hebat bukan?
Saya lupa ini perkataan siapa, tapi saya pernah baca sebuah ide yang sampai saat ini selalu
saya ingat:

Never trade based on dividen news!!!

Trading itu berbeda dengan investasi. Investasi itu berbeda dengan trading. Dividen itu,
hanya berguna bagi para investor. Orang yang sudah menyimpan saham tersebut untuk waktu
yang sangat lama. Jika investor itu belinya di harga atas, berarti itu bisa menjadi pengurang
bagi kerugiannya. Tapi jika belinya di harga bawah, berarti itu bisa menjadi penambah bagi
keuntungannya. Bagi anda yang memilih ‘trading’ sebagai jalan, dividen itu bukanlah sesuatu
yang perlu anda kejar. Dalam melakukan trading, sumber dari keuntungan adalah pergerakan
harga. Oleh karena itu, perhatikan terus arah pergerakan harga, mau lari kemana. Terus…
lakukan strategi dasar: beli ketika mau naik, jual ketika mau turun. Kalau ada dividen
diantaranya, perlakukan itu sebagai ‘bonus’. Dapet sukur, gak dapet ya sudah. Sapa tau…
target harga kita sudah tercapai pada saat hari cum, ya silakan saja kalau mau profit taking.
Tapi kalau pada hari ex harga saham ternyata turun dibawah stoploss, ya sudah… mungkin
anda memang harus disiplin harus melakukan cut loss. Dividen? Yah… itu kan bisa
digunakan untuk mengurangi kerugian.

Bagi seorang investor, deviden adalah tujuan utama dalam melakukan investasi. Bagi
seorang trader, deviden hanyalah sekedar pemanis, karena tujuan utamanya adalah
capital gain untuk jangka pendek

So… anda seorang trader yang masih mengejar keuntungan dengan berharap berkah dari
dividen? Atau anda saat ini tengah dalam posisi nyangkut karena adanya ide dividen? Atau…
anda mendengarkan saran dari seorang yang mengaku sebagai seorang trader untuk
melakukan posisi beli dengan berdasarkan berita dividen dan sekarang anda berada dalam
posisi nyangkut? Ataukah anda sekarang sudah merasa bahwa anda sebenarnya hanyalah
korban dari strategi jangka pendek yang anda lakukan dengan kesadaran sendiri maupun
dengan ‘dorongan’ dari orang lain? hehehe… pikirkanlah kembali… apakah anda sudah
melakukan hal yang terbaik bagi diri anda sendiri dalam melakukan pengelolaan investasi
anda di pasar modal yang ganas ini

17. Ketika Investasi berbeda dengan Trading*

Selamat pagi…

Berikut ini adalah percakapan antara saya dan istri saya (saya memanggil istri saya dengan
nama ‘Mbak Mia’) di sekitar bulan Oktober 2010:

Mia (M): “Mas… saya ada lebih sedikit uang untuk di tabung. Saya beli emas ya?”

Tommy (T): “Kamu maunya untuk jangka pendek atau untuk jangka panjang?[1]“
M: ” Ya untuk investasi lah… masa aku mau trading?[2]”

T: “Ok… bener ya untuk investasi? Silakan ajah… harga emas masih mau naik ini”

Ketika itu, harga emas memang sudah mulai tinggi. Sekitar Rp 375 ribu – Rp385 ribu per
gram. Istri saya berkeinginan untuk membeli emas untuk keperluan investasi. Karena untuk
investasi, berarti untuk jangka panjang.

Sebulan kemudian, saya bertanya kepada istri saya (ketika itu harga emas sudah di sekitar Rp
400 ribu per gram)

T: “Mbak Mia… sudah jadi beli emas?”

M: “Belum mas… “

T: “Masalahnya apa toh? Duitnya masih ada kan? Atau nggak ada yang anter ke Melawai?
Kalau beli Emas kan tinggal telpon ke toko emas, habis itu uang ditransfer untuk mengunci
harga. Kalau ngambilnya kan bisa nanti-nanti kalau kita sempat”.

M: “Harganya itu loh… kok naik-naik terus… sekarang sudah sekitar Rp 400 ribuan, aku
mau nunggu kalau harganya agak murahan dikit”

T:”Loh? Emang kamu mau trading? Bukannya kamu kemarin bilangnya mau investasi?
Kalau kamu mau investasi, ngapain kamu mikirin harga?”

M: “Iya mas… aku mau investasi. Tapi masa kita mau beli kalau harga lagi mahal begini?”

Percakapan itu berakhir. Di bulan Desember, saya kembali ke pertanyaan yang sama:

T: “Mbak Mia sudah beli emasnya?”

M: “Harganya masih di 390-an (Rp 390 ribu maksudnya)… tar deh… masih kurang
murah…”

Di bulan Januari saya tidak tanya sama sekali. Baru-baru ini, ketika krisis Libya sudah
memanas, harga minyak dan emas membubung tinggi, saya kembali bertanya:

T: “Mbak Mia tetap masih belum beli emasnya kan?” Istri saya hanya tersenyum dan
mengalihkan pembicaraan.

Investasi berbeda dengan Trading

Ketika kita melihat harga dari komoditas atau pasar finansial. Satu hal yang selalu konsisten
untuk berubah adalah perubahan harga. Arahnya sih tidak pernah berubah: kalau nggak naik,
pasti juga turun. Harga terus bergerak kesana kemari, berubah setiap hari. Disisi lain,
investasi adalah sebuah proses dimana kita menanamkan kekayaan kita untuk jangka waktu
yang sangat lama. Warren Buffet adalah pakar investasi. Ia membeli saham Coca-Cola di
tahun 1988 . Terus menahannya sampai sekarang. Melihat umur beliau sekarang, dan
prospek dari saham Coca-Cola kedepannya, sepertinya itu akan menjadi investasi yang
melewati batas hidupnya.
Pada prinsipnya, langkah-langkah untuk melakukan investasi adalah sebagai berikut:

1. Pilih instrument investasi yang memiliki prospek bagus untuk masa yang akan datang
2. Beli
3. Tahan hingga anda merasa bahwa prospek jangka panjangnya sudah berubah

Konsep ‘beli’ dan ‘tahan’ (buy and hold) inilah yang kemudian kita kenal sebagai ciri-ciri
dari seorang investor.

Dari cerita yang anda sudah baca pada awal tulisan ini, anda tentu sudah melihat sebuah
cerita mengenai seorang investor yang akhirnya gagal berinvestasi karena terombang-ambing
oleh masalah pergerakan harga. Emas yang dibeli adalah untuk tujuan investasi. Tapi karena
harga terus bergerak, akhirnya investasi gagal dilakukan. Padahal seharusnya tidak seperti
itu. Harga masa kini, adalah sebuah variabel jangka pendek. Jika anda adalah seorang
investor, anda semata-mata hanya melihat prospek jangka panjang dari instrument investasi
itu. Harga saat ini, bukanlah sesuatu yang sangat penting sehingga anda perlu bersusah payah
untuk memprediksinya. Kalau anda sudah yakin dengan prospek jangka panjangnya, mahal
untuk saat ini, belum tentu mahal juga untuk waktu yang akan datang. Mahal saat ini, bisa
jadi murah untuk masa mendatang. Seorang pemodal ingin membeli emas untuk keperluan
investasi, hanya perlu melihat prospek investasi emas untuk jangka panjang. Dan selama
pemodal tersebut bisa melihat bahwa prospeknya masih positif untuk jangka panjang, any
price is a cheap price![3]

Pak… saya tetap tidak yakin bahwa harga saat ini adalah harga yang
murah. Bagaimana cara mengatasinya?

Jika ini adalah pertanyaan anda, anda bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan
melakukan investasi secara bertahap, seperti orang mengangsur. Anda membagi investasi
tersebut kedalam beberapa bagian, dan melakukan pembelian atas instrument yang ingin anda
investasikan dengan memberikan suatu jarak waktu tertentu diantara satu pembelian dengan
pembelian yang lain. Misalnya nih, anda berencana untuk investasi Rp 100 juta pada
reksadana saham. Akan tetapi, anda merasa bahwa kondisi IHSG saat ini sudah
ketinggian. Anda kemudian membaginya menjadi beberapa bagian (misalnya nih… 4 bagian
masing-masing senilai Rp 25 juta) yang sama besar, yang akan anda belikan reksadana setiap
dua minggu atau satu bulan sekali, atau jangka waktu lain yang anda tentukan. Mencicil
investasi adalah salah satu cara untuk mensiasati timing dalam berinvestasi.

Penutup

Saya adalah orang yang tidak bosannya untuk mengingatkan setiap orang akan perbedaan
antara trading dengan investasi. Maklum, saya sudah sering sekali melihat orang yang
kehilangan kekayaannya hanya karena masalah yang sederhana seperti ini. Dalam kehidupan
saya, hanya dua buah permasalahan yang saya anggap sebagai investasi: Hubungan saya
dengan Alloh SWT, dan hubungan saya dengan keluarga. Selain itu, semua itu adalah posisi
trading: ketika trend masih membaik, mari kita teruskan, tapi ketika trend sudah memburuk,
posisi cut loss adalah sebuah pilihan yang wajar. Saya harus selalu realistis. Buat apa saya
mempertaruhkan segalanya untuk menahan posisi yang buruk? Nanti kan ada posisi yang lain
lagi. Nanti aka nada kesempatan yang lain lagi.
Jadi… kembali ke masalah investasi yang dilakukan istri saya tersebut diatas. Kalau anda
bertanya: Apakah saya akan menasehati istri saya agar melakukan investasi dengan
benar? Hehehe… masih banyak waktu lah. Ameztomia… Tanggal 11 Maret 2011 besok,
genap 10 tahun kita besama. Semoga Alloh SWT memberikan kita cukup waktu untuk
bersama-sama mensyukuri nikmat-Nya.

Happy trading… semoga untung!!!

Satrio Utomo

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

[1] semenjak bulan September 2010, semenjak emas menembus kisaran resisten US$1200 –
US$1250 per troy ounces, saya sudah melihat harga emas (XAU) masih akan terus menguat
hingga level US$1500 – US$1600 per troy ounces, jadi posisi beli untuk emas, baik untuk
trading maupun investasi sebenarnya tidak terlalu banyak bedanya karena harga emas sedang
berada dalam trend naik.

[2] Istri saya memang tidak terlalu suka mengenai ide dasar dari trading. “Kamu aja yang
mikir jangka pendek deh.,.. saya yang mikir jangka panjang”. Itu adalah yang selalu
diucapkannya setiap saat saya merayunya untuk trading saham.

[3] Mohon tetap diingat bahwa buying on margin bukanlah posisi investasi. Posisi ‘beli
emas’ disini adalah untuk emas fisik, bukan posisi beli pada kontrak berjangka
emas. Kontrak berjangka emas adalah sebuah posisi trading karena adanya leverage.
18. Mempelajari Analisis Teknikal dengan Terstruktur

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Pada beberapa kesempatan di milis AATI (Asosiasi Analis Teknikal Indonesia), saya selalu
ngomong: belajar analis teknikal itu yang terstruktur. Belajar yang terstruktur itu apa
sih? Seperti apa sih? Mengapa kita harus belajar analisis teknikal secara terstruktur?
Bagaimana struktur belajar teknikal analisis yang benar? Untuk memperoleh jawaban atas
pertanyaan ini, marilah kita mengikuti jawaban saya atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Mengapa belajar terstruktur itu penting?

Masih ingatkah anda mengenai bagaimana cara anda mempelajari ilmu yang bernama
‘Matematika’? Apakah anda belajar mempelajari kalkulus, integral, atau geometri? atau anda
memulainya dari yang basic-basic dulu: penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian?? Belajar secara terstruktur itu penting karena dengan pembelajaran yang
tertruktur, anda bisa memperoleh gambaran yang lengkap mengenai ilmu yang anda
pelajari. Pembelajaran yang tidak tertruktur, hanya membuat anda mengetahui ilmu tersebut
secara sepotong-sepotong.
Dari gambar Red Vineyard dari Vincent van Gogh (dari http://www.wikipedia.org) diatas,
kita bisa melihat bahwa pada tiga gambar yang diatas: pertama, gambar yang disebelah kiri
atas adalah gambar sebuah pedati yang lewat didepan sekelompok orang yang ada ditengah
sawah, gambar yang di sebelah kanan adalah gambar orang yang lagi ngadem di sungai,
ditengah matahari yang bersinar terik, dan gambar yang di kiri tengah adalah gambar dari
sekelompok orang yang tengah melakukan panen. Ok lah.. gambar-gambar tersebut adalah
sebuah gambar yang indah. Akan tetapi, jika kita bisa melihat gambar tersebut secara
lengkap (gambar yang dibawah), maka kita bisa melihat keindahan tersebut secara lengkap.
Mempelajari analis teknikal secara terstruktur akan membuat kita bisa menikmati
gambaran teknikal tersebut secara utuh. Kita bisa menikmati ilmu teknikal analisis
tersebut secara utuh sehingga prediksi yang kita lakukan benar-benar bisa
dipertanggungjawabkan. Tidak hanya sekedar prediksi yang benar karena marketnya
memang sedang naik.

Pertanyaan selanjutnya adalah: Bagaimanakah struktur pembelajaran dari analisis


teknikal itu?

Terus terang, saya adalah seorang yang bodoh. Terlalu bodoh sehingga saya hanya mau
menggunakan struktur pembelajaran analisis teknikal yang digunakan oleh organisasi
teknikal dunia, yang berisi pakar-pakar analisis teknikal dunia, dalam mempelajari analisis
teknikal. Saya menggunakan struktur yang didesain oleh para pakar. Tidak membuat sendiri,
tidak mengarang sendiri.

—–

Sebagai informasi, saat ini ada dua organisasi analisis teknikal di dunia. Yang pertama
adalah Market Technicial Associsation(MTA) dan International Federation of Technical
Analysis(IFTA). Keduanya adalah organisasi yang saat ini menjadi penyelenggara ujian
standar bagi analis teknikal di seluruh dunia. Mana organisasi yang lebih bagus? Saya juga
tidak tahu. Yang saya lihat: MTA lebih ke Amerika, sedangkan IFTA lebih ke
Eropa&Asia/Pacific.

—–

Struktur pembelajaran ini sesuai dengan yang digunakan bagi mereka yang ingin menempuh
ujian standar profesi Analis Teknikal. Kalau versi IFTA, disebut sebagai ujian untuk
mendapatkan gelar CFTe (Certified Financial Technical) yang terdiri dari dua level: CFTe
level pertama, dan CFTe level kedua. Disisi lain, kalau versi MTA, ujiannya disebut sebagai
ujian untuk mendapatkan gelar CMT (Chartered Market Technicial), yang terdiri dari tiga
level: CMT level pertama, CMT level kedua, dan CMT level ketiga. Anda bila melakukan
click atas link-link tersebut untuk mengetahui bagaimana struktur pembelajaran dari badan-
badan analisis teknikal dunia tersebut.

Singkatnya, pembelajaran analisis teknikal itu terdiri dari dua level: Level Pemula dan
Level Mahir.

Untuk level pemula, pengetahuan analisis teknikal yang harus dikuasai adalah:

 Definisi dan asumsi dasar analisis teknikal


 Cara-cara pembuat chart (terutama bar chart, candlestick, line chart)
 Dow Theory
 Price Pattern
 Gap
 Suport, resisten, dan trend
 Fibonacci Ratio dalam analisis teknikal (Retracement, Extension, Projection)
 Candlestick
 Volume dan Breadth, serta cycle
 Moving Average dan Momentum Indikator (modern analisis teknikal)
 Mengenali titik puncak dan titik dasar
 Pengetahuan dasar (definitif) mengenai Elliot Wave dan Gann
 Psikologi trading yang basic (sekedar untuk mendapatkan sudut pandang yang benar
mengenai pergerakan harga)

Kalau analisis teknikal level mahir:

 Memperdalam pengetahuan mengenai psikologi pasar


 Teknik melakukan posisi trading (termasuk didalamnya teknik untuk melakukan
stoploss).
 Melakukan prediksi dan trading dengan menggunakan Elliot wave dan Gann
 Mempelajari teknik-teknik prediksi maupun psikologi trading dari para trader
international yang sudah berhasil (belajar dari sukses story para trader internasional).
 Mendalami alat-alat analisis teknikal yang sederhana sehingga bisa memperoleh
kesimpulan dengan akurat dalam melakukan trading.
 Menggunakan technical tools dengan cara yang sedikit berbeda sehingga akurasi
prediksinya bisa lebih baik.

(Singkatnya.. anda bisa melihat deh.. dari bahan bacaan dari setiap level ujian, baik dari
CFTe maupun CMT yang sudah kita bahas sebelumnya. Dan jika anda masih ingin
mengetahui bahan bacaannya.. anda juga bisa melihat disitu juga)

LHO?? KOK BANYAK SEKALI YANG HARUS DIPELAJARI PAK? NANTI KAN
GAK TRADING-TRADING… KASI KITA JALAN SINGKATNYA DONG!!!

Hahaha… ini adalah pertanyaan/pernyataan dasar dari orang-orang yang sering saya
jumpai. ‘Indonesia Orde Baru’ banget gitu loh!!! Maunya pinter, tapi pake jalan singkat,
tidak mau belajar. Maunya kaya/untung, tapi cuman minta disuapi gak mau kerja
keras. Nggak mau tahu jalan untuk menjadi sukses atau mencari keuntungan gimana. Tahu-
tahu nanti cuman korupsi… menipu… atau jadi maling. Aduuuuh..

So… saya cuman bisa berharap.. anda semua mau untuk mempelajari analisis teknikal
dengan benar. Dengan terstruktur. Lama sih.. dan butuh kerja keras. Tapi, jika anda
berhasil, anda akan bisa melakukan prediksi dan trading dengan benar, baik ketika market
sedang naik (bullish), maupun ketika market sedang turun (bearish).

Mari kita wujudkan Indonesia yang lebih baik dengan terus belajar dan berbuat kebaikan.
19. Market Action Discount Everything…*

Selamat malem…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Tahu nggak yang bikin saya lebih menyukai analisis teknikal dibandingkan dengan analisis
yang lain? Analisis teknikal percaya bahwa

Market action discounts everything

Artinya: apa yang terjadi pada pergerakan harga, itu sudah menjelaskan semua kejadian yang
ada. Mau berita bagus atau berita jelek, dan bagaimana reaksi pasar atas sebuah berita.

Malam ini, kita menunggu hasil dari Pemilu Yunani. Semua orang yakin, bahwa hasil dari
Pemilu ini, bakal menentukan arah dari market jangka menengah. Siapa yang menang, siapa
yang kalah. Orang sih yakin, kalau New Democracy dan Pasok bisa dapet mayoritas, berarti
bail out aman, Yunani tetap di Euro. Tapi kalau yang menang Syriza, orang pada takut kalau
Yunani bakal keluar dari zona Euro. Untuk analisis lengkapnya, anda mendingan lihat di
situs CNN ini deh.

Nah… semua orang akan sibuk menganalisis. Ekonom, politikus, analis fundamental, bakal
berbuih-buih, mengeluarkan analisis terbaiknya.

Saya? Well… hehehe… saya kembali pada asumsi dasar analisis teknikal yang tadi saya
sampaikan:

Market action discounts everything

Oleh karena itu, saya tinggal lihat regional besok pagi lah… Terima bersih saja. Gak usah
pusing bikin analisis sendiri. Cuman buang-buang tenaga dan energi. Sebuah analisis dari
mulut kita, kalaupun betul, juga tidak akan membuat harga bergerak sesuai dengan analisis
kita. Karena crowd behavior, tetap saja bisa bergerak sesuka mereka sendiri. Mendingan
lihat besok pagi.. market regional bergerak seperti apa. Terima bersih. Beres.

Sudahlah.. Maree… kita tidur, atau nonton Piala Eropa saja…


20. Harga Open, High, Low, dan Close dalam Analisis Teknikal

Posted by Satrio Utomo on January 6, 2013 · 8 Comments

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Anda tentu masih ingat definisi dari analisis teknikal:

Analisis teknikal adalah cara untuk menganalisis/memprediksi pergerakan harga di masa


yang akan datang, dengan menggunakan bantuan grafik harga saham. Grafik harga saham
itu adalah sebuah informasi yang berisikan pergerakan harga saham harian, yang terdiri
dari harga open, high, low, dan close.

Teknikal analisis hanya memerlukan harga open, high, low, dan close.

Harga Open

Harga open atau harga pembukaan adalah harga pertama kali transaksi dilakukan pada hari
itu. Harga open tersebut mencerminkan semua informasi pasar yang ada, yang terjadi atau
muncul diantara harga penutupan sehari sebelumnya dan ketika saat-saat terakhir pemodal
boleh memasukkan order ke mesin bursa. Misalnya, kalau untuk harga open di bursa
Indonesia, maka faktor yang mempengaruhinya adalah:

1. Pergerakan Indeks regional semalam. Entah itu dari kawasan Amerika (Dow Jones
Industrial, S&P, Bovista, dll), Eropa (DAX, FTSE, dll), Afrika, dan Asia Timur,
bahkan Strait Times yang tutup setelah bursa kita tutup.
2. Harga komoditas. Termasuk diantaranya harga batubara, minyak, emas, nickel, dll.
3. Aksi korporasi emiten, seperti misalnya: pengumuman laporan keuangan , split, dll.
4. Dan masih banyak lagi.

Intinya: semua hal yang terjadi diantara close perdagangan terakhir, hingga saat-saat terakhir
orang boleh memasukkan order ke mesin bursa di pagi hari sebelum opening, itulah yang
akan membentuk harga open. Itulah sebabnya, ketika pembukaan market, harga saham bisa
melompat-lompat kesana kemarin dengan seenaknya. Jika ada informasi yang luar biasa
bagus, seperti misalnya: indeks Dow Jones Industrial naik 5% dalam semalam, atau harga
minyak dan komoditas lain turun 10% dalam semalam, atau direksi dan pemilik saham
pengendali dari perusahaan yang selama ini sering kali melakukan aksi korporasi yang
merugikan publik tiba-tiba mati bersamaan karena kapal yang mereka naiki tenggelam
ditengah lautan (hahahaha… boleh dong… orang ini ‘misalnya’). Maka harga open akan
melompat ke atas atau ke bawah sebagai reaksi atas berita positif atau negatif yang mengalir
selama perdagangan harga saham terjadi.

Harga High dan Harga Low

Harga high (tertinggi) dan harga low (terendah) merupakan kisaran harga pergerakan harian
dari saham tersebut dimana pemodal memiliki keberanian atau rasionalitas untuk melakukan
posisi beli atau posisi jual. Jika terdapat sebuah informasi yang bilang bahwa harga saham
bisa membumbung setinggi langit, pemodal bisa saja terus melakukan aksi beli sehingga
harga ditutup pada posisi autorejection atas, dan demikian pula berlaku sebaliknya (vice
versa). Jika tidak terdapat berita apa-apa dan saham kehilangan minat dari pemodal untuk
mentransaksikan saham tersebut, bisa saja harga high dan low terjadi pada harga yang sama
(harga tidak bergerak).

Harga Close

Diantara posisi harga Open, High, Low, dan Close, harga close (penutupan) adalah harga
terpenting dalam melakukan analisis teknikal. Harga Close merupakan harga terpenting
dengan alasan sebagai berikut:

 harga close ini mencerminkan semua informasi yang ada pada semua pelaku pasar
(terutama pelaku pasar institusi yang memiliki informasi yang lebih akurat) pada saat
perdagangan saham tersebut berakhir.
 (terutama bagi para hedge fund atau pengelola reksadana) harga close merupakan
penentu dari kinerja dan kekayaan pemodal untuk hari itu.
 harga close mencerminkan posisi harga dimana pemodal berani melakukan posisi
hold, dalam menghadapi semua informasi yang mungkin terjadi pada malam hari,
ketika tidak terjadi perdagangan.
 Lebih dari 90% indikator teknikal yang digunakan oleh pelaku analisis teknikal,
menggunakan harga close sebagai input utamanya. Ini menyebabkan posisi dari harga
close, bisa memicu signal beli atau signal jual.

So… demikianlah… hehehe…

Definisinya dulu ye… tulisan saya berikutnya akan membahas mengenai bagaimana ‘nikmat’
Post Close Trading Session yang mulai awal tahun ini. Tapi itu nanti dulu ye… Saya mau
kondangan dulu.
21. Naik, turun, flat, atau mixed

Selamat siang…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Kalau kita membaca berita-berita pergerakan harga di koran atau website, keempat kata
tersebut kemungkinan adalah yang paling sering kita jumpai. Naik, turun, flat, atau mixed
(bervariasi) adalah kata-kata yang paling sering digunakan untuk menggambarkan pergerakan
harga. Orang mungkin masih menggunakan beberapa kata-kata yang lain, seperti: jatuh,
terbang, crash, membubung tinggi, anjlok, tersungkur, terjungkal, merosot, melejit, melesat,
melonjak, melompat, akan tetapi, kata-kata tersebut sebenarnya relatif lebih jarang digunakan
dibandingkan dengan empat kata yang pertama kali saya sebutkan.

Dengan kata-kata tersebut, seorang penulis mencoba menggambarkan kondisi kualitatif dari
pergerakan harga. Nggak salah juga sih. Akan tetapi, saya terkadang ‘sedikit prihatin’
melihat kata-kata tersebut di salah gunakan. Maklum, kata-kata tersebut adalah kata-kata
yang sifatnya kualitatif. Tidak menunjukkan suatu jumlah yang pasti. Oleh karena itu, jika
seorang penulis cenderung hiperbolik (menggambarkan kondisi nyata secara berlebihan),
maka pembacanya sudah tentu akan tersesat. Sebagai contoh: IHSG hari ini ‘anjlok’ sebesar
3,126 poin (-0.08%), dan terakhir berada pada posisi 3704,361. Membaca kata ‘anjlok’,
seorang pembaca pasti sudah membayangkan bahwa penurunan yang terjadi sudah
sedemikian besar. Bayangkan saja, jika sebuah kereta api anjlok, pasti orang sudah
terbayang, besarnya kerugian PJKA, berapa jumlah korbannya, berapa yang meninggal dunia,
dst. Tapi ternyata kata-kata ‘anjlok’ itu hanya digunakan untuk menggambarkan sebuah
koreksi tipis. Apakah hal ini malah menimbulkan kesalahpahaman?

Untuk mensiasati hal ini, saya mencoba untuk membuat hal yang kualitatif tersebut menjadi
kuantitatif. Ini membuat enak juga bagi pembaca

 Naik menggambarkan IHSG bergerak positif diatas 1% dan posisi penutupan naik
diatas 1%.
 Flat-Naik menggambarkan IHSG yang cenderung bergerak naik, tapi dengan posisi
penutupan yang cenderung positif, tapi masih kurang dari 1%.
 Mixed menggambarkan IHSG bergerak dalam kisaran -1% hingga +1%, dengan
posisi penutupan sulit untuk diprediksikan sebelumnya.
 Flat-Turun menggambarkan IHSG yang cenderung bergerak turun, tapi dengan posisi
penurunan yang lebih kecil dari 1%.
 Turun menggambarkan IHSG yang bergerak dalam area negatif, dengan posisi
penutupan yang turun lebih dari 1%.

Nah… sekarang bagaimana dengan istilah-istilah yang lain, seperti jatuh, terbang, crash,
membubung tinggi, anjlok, tersungkur, terjungkal, merosot, melejit, melesat, melonjak,
melompat, dan sejenisnya? Kalau hemat saya sih, anda tinggal melihat konotasinya. Kalau
konotasinya positif (seperti terbang, membubung tinggi, melesat, dsb), harusnya kenaikan
yang terjadi sudah lebih dari 1%, karena untuk kenaikan 1%, anda baru bisa bilang
‘naik’. Demikian juga untuk yang berkonotasi negatif, seperti anjlok, tersungkur, merosot,
dll, koreksi yang terjadi harusnya sudah lebih besar dari 1%.
Saya sih orang yang biasa-biasa saja. Dalam menyatakan sesuatu, saya selalu berusaha untuk
menggunakan istilah yang sederhana, tidak berbelit, atau tidak berlebih. Nanti malah bisa
membuat pembaca menjadi bingung. Sebagai pembaca, anda sebaiknya juga lebih berhati-
hati dalam membaca. Jika melihat tulisan pergerakan harganya, perhatikan ‘angka’-nya, naik
atau turun berapa poin atau berapa persen. Jangan hanya membaca tulisan kualitatifnya,
karena itu bisa menyesatkan anda.

22. Ketika pergerakan harga saham sekedar berarti ‘Ya’ atau


‘Tidak’*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Bagi sebagian orang, terutama mereka yang berkecimpung di pasar modal… harga saham itu
bisa berarti bermacam-macam. Yang jelas, kalau dihubungkan dengan posisi trading,
pergerakan harga berarti untung atau rugi, senang atau gembira.

Akan tetapi… ketika kita sedang melihat pengaruh dari berita terhadap pergerakan harga,
sering kali kita melihat bahwa harga saham itu bisa memiliki arti yang lain.

 Harga saham bisa saja berarti bagus atau tidak bagus

Misalnya niy… ada berita keluar.. kemudian pasar melihat berita itu sebagai berita bagus,
maka harga akan bergerak naik. Sebaliknya.. jika berita tersebut dianggap tidak bagus,
berarti harga akan bergerak turun.

 Harga saham bisa saja berarti setuju atau tidak setuju

Misalnya niy… sebuah perusahaan yang sedang melakukan corporate action atau Pemerintah
yang sedang melakukan sebuah kebijakan. Jika pasar suka akan kebijakan tersebut, maka
harga atau IHSG akan bergerak naik. Tapi, sebaliknya, jika pasar tidak setuju, maka itu bisa
berarti harga turun, IHSG juga turun.

Nah.. Fungsi kita dalam menganalisis, adalah mencari.. bagaimana atau manakah faktor-
faktor yang paling kuat, yang bisa mempengaruhi pergerakan harga. Jangan sampai
hubungannya sudah tulalit, masih kita hubung-hubungkan juga. Misalnya niy… IHSG
sekarang melemah, karena Rupiah melemah. Tapi, karena pada saat yang bersamaan, Roy
Suryo ditunjuk sebagai Menpora. Ya jangan terus dihubungkan bahwa IHSG melemah
karena penunjukkan Roy Suryo.. apalagi kalau Rupiah melemah karena Roy Suryo diangkat
menjadi Menteri. Itu sangat tidak ada hubungannya.. hehehe.
Eh… nanti dulu… anda juga harus ingat… bahwa reaksi pasar tidak selamanya 100% pasti
sesuai harapan. Terutama kalau data kinerja niy… Data yang bagus, sering kali malah reaksi
pasar menjadi negatif karena data tersebut, ternyata masih dibawah
ekspektasi. Kebalikannya, data jelek, bisa jadi menjadi trigger harga untuk bergerak naik,
ketika angka tersebut ternyata masih lebih baik dari hitungan analis (baca: pasar). So… tetap
saja reaksinya tidak 100% benar.

So… silakan menghubung-hubungkan fakta dengan pergerakan harga. Kadang mudah,


kadang pusing kepala kita dibikinnya… Tapi jangan sampai terpeleset karena disini bukanlah
Opera Van Java.

23. Ketika Harga Saham adalah sebuah Fungsi Komunikasi

Yang terhormat, para pemegang saham pengendali, Direksi /Pengelola, dan Investor Relation
dari Perusahaan Terbuka…

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula


Kondisi pemodal saat ini, sebenarnya sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisi
ketika saya mulai belajar saham di awal tahun 2000-an. Dulu, cari buku mengenai investasi
atau saham, sangatlah sulit. Tapi semenjak booming buku investasi/pasar modal yang terjadi
mulai tahun 2005 – 2008 yang lalu, telah menjadikan banyak orang menjadi lebih melek
investasi. Salah satu hasil yang paling dirasakan adalah: maraknya orang-orang yang
kemudian masuk ke pasar modal, dengan dibekali pengetahuan investasi serta trading yang
sudah cukup mumpuni, meski itu hanyalah pengetahuan text book.

Salah satu pengetahuan yang dinilai cukup ‘standar’, adalah pandangan bahwa seseorang
pemodal harus membeli saham berdasarkan nilai (value) dari saham tersebut. Pandangan ini
berasal dari teori yang dinamakan sebagai Deviden Discount Model. Deviden Discount
Model adalah sebuah teori dimana nilai dari sebuah saham, tidak lain adalah nilai saat ini dari
semua deviden yang akan dibayarkan oleh perusahaan tersebut untuk masa yang akan
datang. Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai dari sebuah emiten ini, disebut
sebagai Gordon Growth Model yang rumusnya adalah seperti dibawah ini:

Dimana:

D = Pengharapan atas Dividen yang akan diterima pada masa yang akan datang

k = Tingkat return yang diinginkan oleh seorang investor

G = Tingkat pertumbuhan deviden

Dari ketiga variabel tersebut, hanya variabel k (tingkat return yang diinginkan oleh investor)
yang benar-benar tidak bisa dikontrol oleh emiten. Faktor Deviden dan tingkat pertumbuhan
deviden, adalah dua buah variabel yang sepenuhnya berada dalam kontrol emiten. Deviden
didapat apabila emiten memiliki laba bersih persaham yang positif. Laba bersih per saham
yang positif bisa saja didapat dari dua hal: laba operasional yang positif, atau pendapatan
lain-lain yang positif juga. Pemodal publik jelas lebih menyukai laba operasional yang
positif karena ini berarti ada aliran dana riil yang masuk ke perseoran. Laba operasional yang
positif dan meningkat, bisa berasal dari penjualan yang meningkat, biaya yang berkurang
karena emiten lebih efisien, atau bisa juga keduanya.

Benarkah harga saham adalah fungsi dari deviden? Belum tentu juga sih. Terima kasih
kepada Microsoft yang keukeuh untuk tidak bagi dividen dalam waktu yang sangat lama
(semenjak IPO pada tahun 1984 hingga 2003) meskipun perusahaan tersebut telah
memperoleh laba bersih yang positif (mengalami keuntungan) untuk waktu yang sangat
lama. Ini membuat pemodal juga memiliki kepercayaan bahwa pembagian deviden
sebenarnya tidak relevan terhadap harga saham, selama mereka percaya bahwa emiten
mampu mereinvestasikan laba bersih tersebut, menjadi keuntungan yang lebih besar lagi
untuk di masa yang akan datang. Harga saham akan didorong oleh kemampuan dari emiten
untuk memperoleh laba.
Jadi, persamaannya ada dua. Yang pertama, harga saham adalah sebuah fungsi dari
laba. Dan, persamaan kedua: Laba Bersih <– Laba Operasional <–(Penjualan – Biaya
Operasional).

Didalam benak investor: Tugas dari manajemen perusahaan adalah maksimisasi nilai
pemegang saham, melalui penciptaan laba, dimana laba tersebut (sebaiknya) berasal dari
operasional perusahaan

Hanya laba? Tentu saja tidak. Pemegang saham sudah barang tentu juga ingin mendapatkan
keuntungan dari capital gain, dari kenaikan harga yang terjadi setelah pemodal membeli
saham dari emiten tersebut. Dari mana capital gain ini berasal? Bagaimana pergerakan harga
saham ini terjadi? Tentu saja dari kemampuan dari emiten tersebut, untuk
mengkomunikasikan pencapaiannya kepada pemegang saham publik.

Hare gene, kalau emiten keluar untuk mengkomunikasikan pencapaiannya kepada publik dan
ketemunya hanya wartawan bodrek… well… itu berarti anda adalah emiten yang sangat sial
atau anda memang kurang bergaul, atau malah salah pergaulan. Hare gene.. yang namanya
media cetak, sudah sangat banyak. Media online lagi.. sudah lebih banyak lagi. Benar-benar
bejibun (banyak sekalee). Mereka pasti akan berlomba-lomba untuk mendapatkan berita
baru, terkini, dan pertama. Jadi sebenarnya penyebarluasan informasi, itu bukan hal yang
sulit lagi.

Setelah laba dicetak, manajemen perusahaan harus mampu mengkomunikasikannya


kepada publik agar harga saham dari perusahaan tersebut, bisa tervaluasi dengan benar
atau optimal, agar pemegang saham juga bisa memperoleh capital gain seperti yang
diharapkan.

Bentuk komunikasi ini bisa bermacam-macam. Kalau yang ‘tingkat dasar’, mungkin anda
hanya sekedar membuat laporan keuangan untuk setiap kuartal. Tapi kalau cuman tiga bulan
sekali, rasa-rasanya kok ya tidak lucu. Harga saham yang bisa berubah setiap hari. BEI juga
kepingin agar transaksi bisa berlangsung secara aktif setiap hari. Lantas apa yang bisa
dilakukan oleh emiten? Apakah harus menghubungi ‘bandar’ atau menyewa market
maker? Tentu saja tidak. Banyak hal yang bisa dilakukan. Seperti misalnya:

 Emiten bisa mengundang analis agar analis tersebut bersedia untuk melakukan liputan
mengenai kondisi fundamental perseroan
 Melakukan publikasi-publikasi secara rutin melalui berbagai media tentang kegiatan
yang dilakukan oleh perseoran
 Melakukan publikasi kondisi keuangan yang lebih sering, seperti misalnya release
data penjualan bulanan,
 Melakukan publikasi advertorial berupa kondisi industry, dan masih banyak lagi.

Awalnya, mungkin emiten memang harus lebih proaktif. Tapi kalau sudah rutin, biasanya
tinggal ditaruh di website perseoran. Maka orang sudah berebutan untuk mencarinya.

Emiten harus mampu mengkomunikasikan kondisi fundamentalnya secara benar, agar


harga saham bisa mencerminkan valuasi dengan benar.

Apa untungnya buat emiten?


Beberapa waktu yang lalu, saya sempat mendengar keluhan dari teman yang dekat dengan
emiten: Listing itu tidak menyenangkan. Setelah listing, tiap tahun kita harus bayar deviden
kepada orang yang tidak kita kenal. Masih harus keluar duit untuk public expose, iklan
laporan keuangan di surat kabar, dan masih banyak tetek-bengek yang laen. Udah gitu,
saham yang kita miliki juga tidak bisa diapa-apakan. Apa enaknya listing?

Waduh… salah banget ini. Kalau emiten anda adalah emiten yang perdagangannya tidak
aktif padahal emiten anda adalah emiten yang pintar mencetak laba, pendapat ini tentu saja
salah besar.

Saham itu adalah selembar kertas. Sebuah kertas yang diberi tanda, sehingga memiliki
nilai. Kertas tersebut, kemudian ditukarkan dengan uang yang dimiliki oleh
pemodal. Sebagai emiten, anda bisa mencetak kertas untuk kemudian ditukarkan dengan
uang. Apa yang lebih enak daripada itu? Mencetak kertas untuk kemudian ditukarkan
dengan uang, adalah kenikmatan utama yang didapatkan oleh sebuah perusahaan, ketika dia
sudah tercatat di lantai bursa. Selama harga di pasar masih memiliki posisi bid, berarti masih
ada orang yang mau membeli saham yang dicetak oleh emiten. Entah itu melalui right issue,
preemptive right issue, private placement, dan sebagainya. Intinya: mencetak kertas, untuk
ditukar dengan uang. Dengan iming-iming prospek perseroan.

Apakah memang semudah itu? Tentu saja tidak. Pemilik dari perseroan sering kali akan
merasa sangat keberatan untuk kehilangan kontrol akan perusahaan, kehilangan kepemilikan
mayoritas, jika perusahaan tersebut terus menerus mencetak saham. Selain itu, perusahaan
yang terlalu sering mencetak saham untuk ditukarkan dengan uang, seringkali malah
dihindari oleh pemodal karena dianggap sebagai pencetak uang palsu. Mereka mencetak
saham dari perusahaan yang prospeknya kurang baik, sehingga ‘berasa’ seperti
menggelontorkan uang palsu (secara legal) ke pasar modal.

Penutup

Bagi emiten, harga saham, selain merupakan fungsi kinerja dari perseroan, adalah juga
merupakan fungsi komunikasi yang anda lakukan, dengan publik pasar modal. Komunikasi
ini harus dilakukan dengan benar, agar nilai dari perusahaan anda, benar-benar tercermin
secara benar. Saham yang tidak tervaluasi dengan benar, belum tentu disebabkan oleh
kinerja dari perusahaan anda yang tidak optimal, tapi bisa juga karena anda gagal
mengkomunikasikan perkembangan fundamental perusahaan anda secara benar.

24. Ketika Sejarah Berulang

Selamat siang…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula


Bagi saya, jenis saham itu hanya ada dua: saham yang penggeraknya fundamental, dan saham
yang penggeraknya non fundamental. Saham yang penggeraknya fundamental adalah saham
yang fundamental dari perusahaannya bagus dan jelas, sehingga analis-analis fundamental
banyak tertarik pada saham-saham itu, sehingga analis-analis fundamental tersebut
menganalisis dan kemudian memberikan rekomendasi pada saham tersebut. Tapi bukan
berarti harus ‘asal di analisis’ untuk menjadi saham fundamental. Saham tersebut harus
dianalisis minimal oleh 10 orang analis fundamental atau lebih, untuk menjadi sebuah ‘saham
fundamental’. Disisi lain, saham Non-Fundamental, adalah saham-saham lain di luar saham
itu.

Salah satu yang membuat seorang trader lebih mudah memperoleh kemenangan, adalah
saham-saham fundamental relatif memiliki volume perdagangan yang lebih stabil sehingga
lebih mudah untuk diprediksi. Banyaknya analis-analis fundamental yang menganalisis
saham tersebut, memang membuat pergerakan harga ke suatu arah bisa berlangsung lebih
lama, dibandingkan dengan pada saham-saham non-fundamental.

Akan tetapi, tolong jangan terus diartikan bahwa asumsi-asumsi dasar dari analisis teknikal
tidak berlaku pada saham-saham non-fundamental. Kali ini saya mencoba ‘menggoda’ anda
untuk memperhatikan pergerakan saham PYFA yang terjadi dalam 6 bulan terakhir, yang
bisa dilihat pada gambar berikut ini:

Pada pergerakan saham PYFA diatas, kita bisa melihat bahwa terdapat 4 kali kejadian,
dimana harga bergerak tinggi dalam satu hari dalam volume tinggi, tapi kemudian diikuti
oleh koreksi yang terjadi di hari berikutnya. Koreksi nggak cuman satu hari. Tapi koreksi ini
terjadi beberapa hari atau bahkan bermiggu-minggu sebelum mulai bergerak lagi. Koreksi ini
bisa jadi memang adalah distribusi.

Pertanyaan saya sebenarnya hanya satu: Kalau cuman terjadi 1 kali. Mungkin tidak apa-apa.
Tapi… ini sudah 4 kali. Ceritanya juga kurang lebih sama: ada media yang memberitakan
bahwa PYFA akan diakuisisi, tapi kemudian dibantah perseroan (dua bantahan diantaranya
bisa dilihat pada surat perseoran pada BEI pada bulan November dan Desember).

Saya tidak mau mempermasalahkan langkah dari otoritas pasar modal (dalam hal ini BEI dan
Bapepam). Saya hanya ingin menjelaskan kepada anda semua, bagaimana sejarah bisa
berulang dalam pergerakan harga.
Kejadian-kejadian seperti ini, adalah bukti bahwa dalam pergerakan harga, sejarah bisa
berulang.

Saya jadi kemudian bertanya: kalau ada kejadian seperti ini berlangsung berulang ulang,
apakah anda masih saja ‘terperosok’ oleh pergerakan harga semacam ini?

Saya kemudian tertarik oleh pergerakan saham NIKL pada hari ini. Anda bisa melihat
pergerakan historisnya pada grafik dibawah ini.

Memang sedikit berbeda dengan PYFA. Pada kenaikan harga yang pertama dan kedua,
kenaikan harga bisa terjadi 3 hari. Akan tetapi, pada kenaikan harga yang ke 3 hingga ke 5,
kita dapat melihat bahwa kenaikan harga yang cukup signifikan, hanya terjadi 1 hari. Saya
seperti pergerakan harga pada PYFA. Pertanyaannya sekarang adalah: mana yang akan
terjadi pada NIKL. Apakah seperti pergerakan 1 dan 2? Atau seperti ke 3, ke 4, atau ke 5?

Saya sih… juga tidak tahu jawabannya. Yang saya tahu, ada pepatah yang bilang: Seekor
keledai tidak akan pernah masuk dua kali ke dalam lobang yang sama.
25. Positioning dengan memanfaatkan suport dan resisten*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Setiap hari, harga bergerak naik dari sebuah suport menuju ke sebuah resisten atau turun dari
sebuah resisten menuju ke sebuah sebaliknya. Dalam kondisi ceteris paribus, pergerakan
harga saham diantara satu suport dan resisten ini berlangsung terus menerus.

Ketika menghadapi pergerakan seperti ini, strategi yang bisa diterapkan sebenarnya relatif
sederhana: beli ketika harga berada di area suport, dan jual ketika harga berada di area
resisten.

Jika stoploss ternyata terpaksa dilakukan, maka posisi stoploss bisa dilakukan ketika harga
menembus suport (untuk stoploss beli), atau… ketika harga menembus resisten, maka posisi
yang sudah dijual ketika harga berada di posisi resisten, kembali dilakukan pembelian
kembali (buy back) ketika harga menembus resisten.

Permasalahan ketika volatilitas market meningkat

Belakangan ini, saya melihat sebuah fenomena menarik: pergerakan harga yang lebih volatile
dibandingkan dengan pergerakan harga yang biasa terjadi. Fenomena ini sebenarnya relatif
normal ketika kita mengamati pergerakan harga saham di bursa yang sudah maju, seperti
bursa Amerika. Akan tetapi, fenomena ini relatif baru bagi pergerakan harga saham di bursa
kita.

Beberapa orang kemudian bilang: ah… suport dan resisten tidak bener lagi… suport dan
resisten tidak bisa dipakai lagi. Kalau menurut saya sih… Suport dan resisten sebenarnya
tetap bisa digunakan. Kita sebenarnya tinggal mengubah sudut pandang kita menjadi lebih
‘kreatif’, yaitu dengan melakukan Contrarian Positioning.

Seperti apakah Contrarian Positioning itu? Anda bisa mengikuti penjelasan selengkapnya
mengenai contrarian positioning pada ulasan berikut ini.

26. Rule of Three dalam Suport dan Resisten*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Salah satu bukti bahwa pergerakan harga adalah hasil dari perilaku manusia adalah adanya
peran penting dari angka 3 (tiga) dalam analisis teknikal. Contohnya: Pergerakan harga
memiliki tiga macam jangka waktu: jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang; Arah dari trend itu ada tiga: naik, turun, dan mendatar, formasi three black crow,
three white soldier, atau three budha dalam candlestick charting, dan masih banyak lagi yang
lain. Yang kita bahas kali ini adalah Rule of Three dalam menentukan berakhirnya
(penembusan) suatu suport atau resisten.

Suatu suport atau resisten dikatakan berakhir atau mengalami penembusan, jika:

 harga sudah ditutup dibawah suport atau diatas resisten tersebut selama tiga hari
 harga ditutup tiga persen diatas resisten atau dibawah suport.
Pada gambar diatas, kami membuat IHSG sebagai contoh. Pada gambar diatas, IHSG
memiliki resisten di level 2482 yang merupakan titik tertinggi dari pergerakan tanggal 24
September 2009. Nah.. dengan menggunakan kaidah ‘Rule of Three diatas, maka IHSG
dikatakan sudah menembus resisten di 2482 jika:

 Ditutup 3 hari diatas level 2482.


 Ditutup 3 persen (3% ) diatas 2482 ( = 2556).

Sekarang pergerakan saham hingga tanggal 5 Oktober adalah sebagai berikut:


Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pergerakan IHSG pada tanggal 1, 2, dan 5 Oktober,
IHSG memang sempat mencatatkan titik tertinggi diatas level 2482. Akan tetapi, karena
masih juga gagal ditutup diatas resisten tersebut, berarti resisten tersebut masih juga bertahan.

Sekarang, kita lihat pergerakan IHSG beberapa hari kemudian (atau hingga hari Jumat
kemarin):
Kondisinya memang agak luar biasa:

 Candle pertama adalah candle 24 September dimana IHSG mencatatkan resisten di


2482.
 Resisten ini dicoba oleh 3 buah Candle: Candle nomor 2, 3, dan 4. Kegagalan ketiga
candle tersebut menembus resisten adalah sebuah signal bearish.
 Masalahnya: IHSG kemudian menembus resisten di 2482 ini pada pergerakan hari ke
empat. Dengan menggunakan long body candle lagi. Penembusan ini juga di confirm
oleh RSI(14) yang menembus level tertinggi dari posisi RSI(14) pada 24 September.
Artinya, fungsi resisten ini sudah berakhir. Apalagi, IHSG kemudian sempat 3 hari
ditutup diatas resisten 2482 ini (candle ke 5, 6, dan 7). Tapi.. ternyata tidak.
 Pada tanggal 9 Oktober 2009, IHSG kembali lagi ke bawah suport 2482 (candle ke
8). IHSG bahkan sempat 3 hari berada dibawah level 2482 ini (candle ke 8, 9, dan
10). Penembusan ini ‘sepertinya’ gagal. Level 2482 ‘sepertinya’ kembali menjadi
resisten. Tapi.. ternyata tidak.
 Pada tanggal 14 Oktober 2009 (candle ke 11), atau pada hari keempat setelah IHSG
berubah menjadi resisten, IHSG kembali ditutup diatas level 2482. Pakai candle
panjang lagi. Akan tetapi, posisi kali ini, indikator RSI(14)-nya tidak
mendukung. Volumenya juga dibawah volume ketika candle 1, dan juga candle ke
6. Artinya, penembusan ini sebenarnya tidak terlalu kuat. Akan tetapi, setidaknya,
IHSG juga sudah tiga hari (candle ke 11, 12, dan 13). Ini artinya, peran level 2482
sebagai resisten juga sudah berakhir. Tapi.. Benarkah?

Posisi indeks Dow Jones Industrial yang kembali kebawah level psikologis 10.000, hanya dua
hari setelah berhasil ditutup diatas level psikologis tersebut, memang sebaiknya membuat kita
harus berhati-hati. Belum ada signal bearish sih… tapi … gagal ditutup diatas resisten
setelah dua hari diatas resisten tersebut.. bisa membuka kemungkinan terjadinya ‘false
breakout’ (penembusan palsu).

So.. anything still can happen. IHSG memang masih diatas suport 2482. Setidaknya, IHSG
sudah tiga hari ditutup diatas level tersebut. Akan tetapi, kalau anda mengamati candle ke 8
dan ke 11, penembusan selalu terjadi pada hari keempat. Akankah terjadi kembali?

Ada pepatah yang saya pegang (saya lupa siapa yang bilang.. tapi kalau tidak salah, ini dari
buku Investment Psychology Explained): When you’re in doubt, Don’t (do it)! When
you’re in doubt, stay out to the market! Artinya kurang lebih: Jika anda ragu-ragu
mendingan anda jangan masuk ke market(melakukan posisi beli). Tunggu konfirmasi
sebelum anda memutuskan untuk menambah posisi. Atau malahan, mendingan keluar aja
(exit posisi trading setidaknya) jika anda memang ragu-ragu.

Fungsi level 2482, apakah sebagai suport atau resisten, memang masih perlu konfirmasi
lagi. Semua memang masih menunggu. Menunggu kabinet.. menunggu posisi DJI yang saat
ini menjadi resisten. Jika anda pernah membaca tulisan saya sebelumnya, maka saat ini
memang saat dimana wanita cantik (harga) itu, tengah memasuki perempatan. Kita harus
menunggu arah yang jelas, sebelum kita bisa melakukan apa yang kita lakukan selanjutnya.

27. Back to The Basic Concepts of Trends*

Selamat pagi…Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Belakangan ini, saya sudah bosan kecewa. Kalau anda adalah pembaca setia dari tulisan saya
pada kolom ini, anda pasti sudah sempat membaca bahwa semenjak awal April lalu, banyak
sekali berita negatif, yang kemudian saya sebut sebagai ‘rangkaian kartu mati’, yang terus
mengalir ke lantai bursa. Semenjak BBM Subsidi tidak jadi naik, Krisis Eropa yang kembali
menjadi ‘bintang utama di panggung utama’ dari semua berita bearish, kenaikan uang muka
KPR dak Kredit Kendaraan Bermotor, harga batubara yang terus turun (meski di awal
minggu kemarin, harga batubara terlihat mulai mengalami rebound), hingga tekanan jual
yang terus berlangsung pada saham-saham kelompok Bakrie. Semua menjadi rangkaian
sentimen negatif yang terus mengendap di otak saya.

Di akhir minggu lalu, kartu mati ini masih ditambah lagi: Pemerintah (Menko Ekonomi,
Hatta Rajasa) yang mematok bahwa pertumbuhan Ekonomi untuk tahun 2013 bakal berkisar
pada angka 6,8 – 7,2 persen, suatu angka yang tergolong agresif, karena belakangan, rata-rata
konsensus pertumbuhan ekonomi malah sedang cenderung turun. Berita ini sebenarnya
positif. Tapi karena ‘terdengar’ seperti melawan arus, maka bukannya tidak mungkin,
sentiment yang dihasilkan malah sentiment negatif. Berasa bluffing.

Terlalu banyaknya berita jelek tersebut, terlalu seringnya saya menunggu berita bagus
ternyata yang keluar malah berita jelek, menjadikan saya skeptis dalam membaca
berita. Belakangan, koran dan website berita, hanya saya baca halaman sepak bolanya
doang. Saya hanya tertarik akan aksi transfer dari kesebelasan kesayangan saya, Chelsea, dan
juga aksi transfer dari kesebelasan-kesebelasan besar lain di benua Eropa. Atau, saya malah
mensibukkan diri dengan Futures Indeks MSCI Indonesia, produk baru dari PT Universal
Broker Indonesia. Produk beresiko tinggi, khusus untuk para trader dan hedger.

Perkara pergerakan harga saham dan IHSG, belakangan saya cenderung kembali ke konsep
dasar dari trend. Seorang yang menggunakan analisis teknikal seperti saya, percaya bahwa
pergerakan harga itu memiliki arah. Pergerakan harga itu tidak bergerak secara random, tapi
memiliki arah. Arah dari pergerakan harga itu, dinamakan Trend. Trend adalah arah
pergerakan harga. Arah pergerakan harga itu ada tiga: naik, turun, ataupun flat (mendatar),
sama seperti ketika kita menghadapi perempatan, pilihannya adalah kiri, kanan, ataupun
lurus. Tapi, bentuk dasarnya hanya ada dua: naik atau turun, karena trend mendatar terdiri
dari trend naik dan trend turun dalam periode yang lebih pendek, tapi memiliki kisaran harga
tertentu dalam suatu jangka waktu tertentu.

Definisi dari sebuah trend naik seperti ini:

Trend naik adalah kondisi dimana pergerakan harga terus mencetak higher low (titik
terendah yang lebih tinggi) dan higher high (titik tertinggi yang lebih tinggi).

Jadi, ketika trend naik, syarat utama yang harus dipenuhi adalah level terendah dari hari ini,
lebih tinggi dari level terendah kemarin. Sedangkan level tertingginya, bisa saja lebih rendah,
tapi alangkah baiknya jika level tertingginya lebih tinggi dari kemarin.

Dengan kata lain: Ketika trend sedang naik, maka harga penutupan pada hari ini, harus
lebih tinggi dari level terendah kemarin. KETIKA TREND NAIK, JIKA POSISI
HARGA PENUTUPAN PADA HARI INI LEBIH RENDAH DARI LEVEL
TERENDAH KEMARIN, MAKA KITA HARUS SUDAH CURIGA BAHWA TREND
NAIK SUDAH BERAKHIR. Ketika trend naik dan harga hari ini bakal ditutup dibawah
harga terendah kemarin, pasti ada yang salah. Kemungkinan besar, trend sudah berubah dari
naik menjadi turun.

Kondisi tersebut, berlaku vice versa (kebalikannya) ketika kita mengamati sebuah trend
turun.

Definisi dari sebuah trend turun adalah sebagai berikut:


Trend turun adalah kondisi dimana pergerakan harga terus mencetak lower high (titik
tertinggi yang lebih rendah) dan lower low (titik terendah yang lebih rendah).

Dengan kata lain: ketika trend harga sedang turun, tapi harga kemudian membuka peluang
untuk ditutup diatas level tertinggi sehari sebelumnya, maka kita juga harus sudah curiga,
bahwa trend turun tersebut sudah berakhir. Ketika trend turun dan harga hari ini bakal
ditutup lebih tinggi diatas harga terendah kemarin, pasti ada yang salah. Kemungkinan besar,
trend sudah berubah dari turun menjadi naik.

Pengaruhnya bagi seorang trader

Trader adalah mereka yang berusaha mengambil keuntungan dari pergerakan harga jangka
pendek. Rule of the game-nya sebenarnya sangat sederhana: Beli ketika mau naik, dan jual
ketika mau turun. Ketika terdapat tanda bahwa trend berubah menjadi naik, anda harus
melakukan posisi beli, dan ketika trend berubah menjadi turun, anda harus sedapat mungkin
keluar dari posisi, dan melakukan posisi jual. Itulah sebabnya, saya kemudian menyarankan
agar rekan-rekan menggunakan rules yang sederhana:

Ketika anda memiliki posisi beli sedangkan harga berpotensi untuk ditutup dibawah level
terendah sehari sebelumnya, itu berarti anda harus menyadari bahwa ‘pasti ada sesuatu
yang salah’, dan disitu anda harus melakukan posisi jual, atau setidaknya mulai
mengurangi posisi, melihat akan kemungkinan terjadinya pembalikan arah trend, dari
trend naik menjadi trend turun.

Ini juga berlaku kebalikannya:

Ketika trend harga sedang turun dan anda tidak memiliki posisi, kemudian harga
berpotensi untuk ditutup diatas titik tertinggi dari pergerakan harga sehari sebelumnya,
maka itu berarti sudah waktunya anda melakukan posisi beli, karena bisa jadi, trend
harga selanjutnya akan berubah dari trend turun menjadi trend naik.

Yah… anda mungkin tidak langsung beli disitu. Anda melihat suport saat itu, dan anda
melakukan posisi beli disitu. Tapi minimal: anda harus beli, karena trend jangka pendek,
sudah bukan trend turun lagi.

Dalam trading, ketika membeli saham, yang dicari oleh seorang pemodal adalah keuntungan,
bukan tambahan stress. Menyesuaikan posisi dengan trend harga jangka pendek, adalah cara
paling efektif untuk trading tanpa stress. Beli ketika mau naik, jual ketika mau
turun. Cuman ada sisi negatifnya yang membuat ‘orang sekuritas’ seperti saya menjadi
senang: cara seperti ini, akan membuat anda bertransaksi secara massif, relatif lebih besar
jika dibandingkan cara sebelumnya. Bagaimana tidak, anda bakal bertransaksi beli jual lebih
sering dibandingkan sebelumnya, karena anda tidak bakal memiliki posisi nyangkut.

Tapi… sekali lagi: ketika anda trading, ketika anda mulai melakukan transaksi saham, apa sih
yang anda cari? Keuntungan? atau tambahan stress? Kalau anda tidak mau stress, gunakan
trading rules yang sederhana, disiplin, dan tawakal (berserah diri) dalam memperoleh
hasilnya.

Beli ketika mau naik, jual ketika mau turun.


28. Trend: Jangka Panjang, Jangka Pendek, dan Jangka Menengah*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Kemarin ada orang protes di FB saya mengenai kualitas prediksi saya:

Pas apanya? Selasa IHSG berapa dibanding Senin?, lha hari ini Rabu 9 sept 2011 IHSG
malah naik 111,46 atau + 2,87 %, di 4.001,43. No body perpect.

Itu adalah protes dari tweet yang saya kirim di hari Senin yang bunyinya:

posisi asing pada #saham masih net buy… tapi yang jualan semakin galak… saya sudah exit
posisi.. duduk manis dulu di pinggiran…

…..

hm.,… dalam melakukan prediksi, membaca arah pergerakan harga… seorang trader (dan
juga seorang analis), harus melihat 3 macam trend: Jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang. Rentang waktunya memang berbeda-beda untuk setiap orang…. kalau
menurut standar saya sih…

 Trend jangka pendek: 1 hari – 1 minggu


 Trend jangka menengah: 1 minggu – 3 bulan
 Trend jangka panjang: diatas 3 bulan

atau karena saya menggunakan Elliot Wave, berarti:

 Trend jangka pendek: Minute (harian) atau lebih pendek dari itu
 Trend jangka menengah: Minor (weeks) hingga Intermediate (weeks to months)
 Trend jangka panjang: Primary (a few months to a couple of years).

So… kalau anda menanyakan prediksi saya untuk saat ini… silakan melihat

 Prediksi jangka panjang: IHSG 5000 di 2012 (Skenario Naga)


 Prediksi jangka menengah: IHSG 5000 di 2012 (Hello 5000)
 Prediksi jangka pendek… well… kalau yang ini.. anda memang harus mengikuti
setiap hari ulasan saya di ‘Selamat Pagi’ dan ‘15.45’.. (pokoknya yang di kategori
Market Outlook deh…)

Saya manusia. Karena manusia, saya bisa saja salah. Keterbatasan saya yang membuat saya
selalu sadar bahwa ada dzat yang selalu benar, selalu sempurna, yaitu Alloh SWT. Tapi
kalau anda menyalahkan saya karena anda tidak mengikuti update saya… hehehe… itu
namanya anda cari musuh… cari berantem.
So… Ikuti terus update dari saya. Semoga saya bisa terus menemani anda sebagai referensi
terpercaya di pasar modal Indonesia.
29. Ketika Mengendalikan Supertanker Berbeda dengan
Menyetir Becak*

Posted by Satrio Utomo on June 17, 2013 · 4 Comments

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Kalau Anda adalah orang yang sempat membaca beberapa ‘peringatan’ yang ada pada tulisan
Wake Up Call Saya tiga minggu yang lalu, tanggal 27 Mei 2013, mungkin Anda orang yang
beruntung. Terlebih lagi jika Anda sempat membaca tulisan Market Outlook untuk Bulan
Juni yang saya sebar luaskan pada sekitar tanggal 3 Juni 2013 kemarin lewat account twitter
Saya: @rencanatrading, bisa jadi anda sudah melihat bahwa koreksi hingga kisaran 4721 –
4904 adalah sebuah koreksi yang wajar. Ketika market bergerak naik terlalu tinggi, atau turun
terlalu dalam, kita harus selalu ingat:

Market memiliki kebiasaan untuk ‘ngerjain’ orang-orang yang lupa diri.

IHSG kemudian terkoreksi. Agak kebablasan memang. Suport di 4721 – 4904 tidak mampu
menghentikan koreksi. IHSG sempat mencapai titi terendah di 4510 sebelum rebound,
kembali diatas support 4721 pada hari Jumat kemarin.

Sebagian besar orang panik. Haru biru karena portfolio minus, merah membara mengikuti
koreksi harga. Alhamdulillah, Saya tidak termasuk yang panik. Pasar naik atau turun, itu
adalah hal yang biasa. Terutama karena sejak awal bulan saya sudah mengantisipasi adanya
koreksi.
Satu hal yang membuat saya ‘gak percaya sampai geleng-geleng kepala dan bahkan menepok
jidat’ adalah: ketika pada pertengahan minggu kemarin, ketika IHSG sudah dibawah 4700,
adanya orang-orang (baca: analis) yang kemudian membuat prediksi bahwa IHSG masih bisa
turun 10 persen, 15 persen, atau bahkan lebih lagi, jika dibandingkan dengan posisi IHSG di
hari-hari itu. Benar-benar GILA!!! Coba anda bayangkan deh: ketika IHSG sudah turun
10% dari titik tertingginya, ketika harga saham sudah turun 12 persen – 15 persen dari titik
tertingginya, ada orang yang biang: “Hey… ini IHSG masih mau turun lagi 15 persen!!!
Anda sebaiknya jual!”. Pernyataan ini berasa seperti mendorong orang putus asa yang
sedang berada di bibir jurang ke dalam jurang yang lebih dalam!

Saya jadi teringat pada hari-hari pertama ketika saya memutuskan untuk melakukan ‘come
back’ ke pasar modal. Ketika itu, awal tahun 2005. Setelah kecelakaan mobil yang menimpa
saya pada tahun 2004, yang membuat saya kehabisan uang untuk meneruskan kuliah S2 saya
di UGM, PT. Trimegah akhirnya menerima saya sebagai analis teknikal. Nasehat pertama
yang saya terima dari Bapak Fajar Hidayat (ketika itu menjabat sebagai Head of Research)
dan Bapak Rosinu (ketika itu menjabat sebagai Direktur) kurang lebih adalah sebagai berikut:

Tom… Kamu bukan lagi analis jalanan. Kamu bukan lagi analis dari sebuah sekuritas
kecil. Kamu sekarang bekerja di sebuah perusahaan besar. Omongan Kamu bakal didengar
oleh semua orang. Jangan bikin orang panik, jangan bikin perusahaan malu.

Setelah itu, masa ospek saya tidak berlangsung lama. Setelah berinteraksi dengan teman-
teman: Kepala Cabang, Account Officer dan beberapa nasabah (ceritanya menjajaki
keingingan dari pasar niy..), saya mengambil falsafah rekomendasi (yang sampai sekarang
masih saya anut), seperti ini:

 Rekomendasi itu harus dilakukan pada saham-saham yang aman. Saham-saham yang
fundamentalnya bagus. Biar kalau yang ngikut nyangkut, mereka nantinya bisa lepas
sendiri nyangkutnya ketika market naik (hehehe).
 Jangan sampai keliru dalam memprediksi trend jangka menengah, karena itu akan
menentukan reaksi beli atau jual dari para nasabah. Nasabah kecil, mungkin tidak
masalah karena posisi mereka bisa masuk-keluar, beli –jual dengan cepat. Tapi, kalau
nasabah besar, posisi beli atau posisi jual yang mereka lakukan, kadang perlu waktu
beberapa harga atau beberapa hari untuk melakukan eksekusi.
 Saham-saham tersebut juga harus memiliki likuditas yang cukup. Ketika anda
memiliki pengikut yang bejibun,banyak sekali, anda harus yakin bahwa likuditas dari
saham itu cukup untuk menampung apabila seluruh rombongan anda masuk ke saham
itu, dan kemudian bisa keluar lagi. Ketika itu, saya ibarat mengendarai sebuah truk
container. Besar, berat, manuvernya juga sulit, jalan yang dilalui juga hanya jalan-
jalan tertentu saja. Tidak seperti mengendarai sebuah motor yang bisa lincah, sliat-
sliut dimana-mana, masuk ke semua gang.
 Cara prediksi, untuk saham besar, saham kecil, saham likuid, atau saham tidak likuid,
sebenarnya sama. Untuk ngomong prediksi pada publik, fokus hanya pada saham-
saham yang kapitalisasi besar yang likuid. Untuk saham-saham yang kecil, jawablah
hanya jika ada orang yang bertanya.

Sekarang, Saya memang bekerja pada sebuah sekuritas yang lebih kecil. Tapi, karena saya
‘eksis’ di berbagai media, entah itu melalui blog Rencana Trading atau blog di Kontan
Online, Facebook, Twitter, media online, Koran, radio, bahkan televisi, tetap saja: Saya saat
ini serasa sedang mengendarai sebuah Supertanker. Manuvernya tidak bisa cepat dan
lincah. Rekomendasi tidak bisa lantas ‘sehari bilang beli, besoknya bilang jual’. Tidak bisa
juga hari ini rekomen, besok kemudian menghilang ketika rekomendasi saya salah
arah. Untuk belok saja, untuk menghadapi perubahan arah trend jangka menengah, saya
harus bisa mengantisipasi beberapa hari sebelumnya. Maklum, dengan masa pengikut yang
sudah semakin mendekati angka 10.000 orang, saya tetap harus mampu memberikan
gambaran yang obyektif terhadap kondisi pasar, memperlihatkan peluang, tapi tetap menjaga
agar mereka tetap bertransaksi dengan rasional.

So… Saya masih gak habis pikir dengan kelakuan analis jaman sekarang. Sudah
rekomendasinya telat, ngomongnya keras, bikin panik orang. Iya kalau rekomendasinya
betul… kalau ternyata IHSG nanti ke 5000 dulu sebelum ke 4000… apa nggak berabe?
Terutama dengan stakeholder terpentingnya, yaitu Menteri BUMN sudah menginstruksikan
BUMN dan Dana Pensiun untuk melakukan pembelian saham. Apa nggak ‘menantang maut’
tuh?

Ini adalah beberapa point yang perlu diingat:

 Saya masih tetap bullish.


 Meski saya melihat bahwa kondisi saat ini memang jelek karena Pemerintah terlalu
galau dalam menghadapi masalah BBM Subsidi, omongan pejabat yang tidak
kondusif sebagai akibat dari kurangnya kualitas dari orang-orang yang ada di
belakangnya, serta The Fed yang akan mengurangi besaran QE. Tapi, saya tetap
percaya bahwa seburuk-buruknya keadaan, kondisi fundamental emiten dan
fundamental ekonomi, masih terlalu baik untuk menjustifikasi sebuah koreksi
sebesar 15% atau bahkan 20%.
 Kalau dari hitungan teknikal saya sih (Anda bisa membaca posting saya pada hari
minggu kemarin, mengenai arah pergerakan IHSG hingga akhir tahun), saya tetap
berpegang pada prediksi bahwa IHSG tahun ini masih memiliki peluang untuk
kembali mencetak rekor baru diatas level 5251 yang diukir bulan lalu.
 Level tertingi IHSG hingga akhir tahun, sangat tegantung dari level terendah yang
akan dicapai dalam trend turun kali ini.
 Dalam kondisi terburuk, hanya akan terkoreksi menuju kisaran support 4200-
4400. Dan setelah itu, IHSG masih bisa mencapai kisaran 5200-5500 sekali lagi,
atau setidaknya…
 IHSG di akhir tahun, masih memiliki peluang yang sangat besar untuk ditutup
diatas level psikologis 5000.
 Koreksi adalah kesempatan untuk melakukan akumulasi pada harga yang lebih
murah. Kita hanya perlu memandang koreksi sebagai hal yang biasa, sama
seperti kita memandang rally sebagai hal yang biasa juga.

Point terakhir yang ingin saya sampaikan:

Mengendalikan Supertanker itu berbeda dengan menyetir becak. Kalau Anda adalah
juru mudi dari sebuah Supertanker tapi kelakuan anda seperti tukang becak, bisa jadi
tempat anda memang bukan di anjungan dari Supertanker. Malah, bisa jadi Jakarta
bukanlah tempat untuk Anda. Mungkin Anda harus pergi ke Tangerang. Becak sudah
dilarang di Jakarta, tapi masih boleh beroperasi di Tangerang.

(Oh iya… bagi anda pengendara supertanker yang ingin belajar mengemudi becak.. silakan
mencari program terbaru dari Microsof: Becak Simulator. Hehehe..)
Menjadi seorang analis, kita harus bijaksana dalam menceritakan masa depan yang kita lihat
kepada stakeholder kita. Prediksi itu untuk memberikan gambaran yang seimbang dan
obyektif, bukan sebagai ajang untuk mencari popularitas, apalagi untuk menakut-nakuti.

30. Back to The Basic Concepts of Trends*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Belakangan ini, saya sudah bosan kecewa. Kalau anda adalah pembaca setia dari tulisan saya
pada kolom ini, anda pasti sudah sempat membaca bahwa semenjak awal April lalu, banyak
sekali berita negatif, yang kemudian saya sebut sebagai ‘rangkaian kartu mati’, yang terus
mengalir ke lantai bursa. Semenjak BBM Subsidi tidak jadi naik, Krisis Eropa yang kembali
menjadi ‘bintang utama di panggung utama’ dari semua berita bearish, kenaikan uang muka
KPR dak Kredit Kendaraan Bermotor, harga batubara yang terus turun (meski di awal
minggu kemarin, harga batubara terlihat mulai mengalami rebound), hingga tekanan jual
yang terus berlangsung pada saham-saham kelompok Bakrie. Semua menjadi rangkaian
sentimen negatif yang terus mengendap di otak saya.
Di akhir minggu lalu, kartu mati ini masih ditambah lagi: Pemerintah (Menko Ekonomi,
Hatta Rajasa) yang mematok bahwa pertumbuhan Ekonomi untuk tahun 2013 bakal berkisar
pada angka 6,8 – 7,2 persen, suatu angka yang tergolong agresif, karena belakangan, rata-rata
konsensus pertumbuhan ekonomi malah sedang cenderung turun. Berita ini sebenarnya
positif. Tapi karena ‘terdengar’ seperti melawan arus, maka bukannya tidak mungkin,
sentiment yang dihasilkan malah sentiment negatif. Berasa bluffing.

Terlalu banyaknya berita jelek tersebut, terlalu seringnya saya menunggu berita bagus
ternyata yang keluar malah berita jelek, menjadikan saya skeptis dalam membaca
berita. Belakangan, koran dan website berita, hanya saya baca halaman sepak bolanya
doang. Saya hanya tertarik akan aksi transfer dari kesebelasan kesayangan saya, Chelsea, dan
juga aksi transfer dari kesebelasan-kesebelasan besar lain di benua Eropa. Atau, saya malah
mensibukkan diri dengan Futures Indeks MSCI Indonesia, produk baru dari PT Universal
Broker Indonesia. Produk beresiko tinggi, khusus untuk para trader dan hedger.

Perkara pergerakan harga saham dan IHSG, belakangan saya cenderung kembali ke konsep
dasar dari trend. Seorang yang menggunakan analisis teknikal seperti saya, percaya bahwa
pergerakan harga itu memiliki arah. Pergerakan harga itu tidak bergerak secara random, tapi
memiliki arah. Arah dari pergerakan harga itu, dinamakan Trend. Trend adalah arah
pergerakan harga. Arah pergerakan harga itu ada tiga: naik, turun, ataupun flat (mendatar),
sama seperti ketika kita menghadapi perempatan, pilihannya adalah kiri, kanan, ataupun
lurus. Tapi, bentuk dasarnya hanya ada dua: naik atau turun, karena trend mendatar terdiri
dari trend naik dan trend turun dalam periode yang lebih pendek, tapi memiliki kisaran harga
tertentu dalam suatu jangka waktu tertentu.

Definisi dari sebuah trend naik seperti ini:

Trend naik adalah kondisi dimana pergerakan harga terus mencetak higher low (titik
terendah yang lebih tinggi) dan higher high (titik tertinggi yang lebih tinggi).

Jadi, ketika trend naik, syarat utama yang harus dipenuhi adalah level terendah dari hari ini,
lebih tinggi dari level terendah kemarin. Sedangkan level tertingginya, bisa saja lebih rendah,
tapi alangkah baiknya jika level tertingginya lebih tinggi dari kemarin.

Dengan kata lain: Ketika trend sedang naik, maka harga penutupan pada hari ini, harus
lebih tinggi dari level terendah kemarin. KETIKA TREND NAIK, JIKA POSISI
HARGA PENUTUPAN PADA HARI INI LEBIH RENDAH DARI LEVEL
TERENDAH KEMARIN, MAKA KITA HARUS SUDAH CURIGA BAHWA TREND
NAIK SUDAH BERAKHIR. Ketika trend naik dan harga hari ini bakal ditutup dibawah
harga terendah kemarin, pasti ada yang salah. Kemungkinan besar, trend sudah berubah dari
naik menjadi turun.

Kondisi tersebut, berlaku vice versa (kebalikannya) ketika kita mengamati sebuah trend
turun.

Definisi dari sebuah trend turun adalah sebagai berikut:

Trend turun adalah kondisi dimana pergerakan harga terus mencetak lower high (titik
tertinggi yang lebih rendah) dan lower low (titik terendah yang lebih rendah).
Dengan kata lain: ketika trend harga sedang turun, tapi harga kemudian membuka peluang
untuk ditutup diatas level tertinggi sehari sebelumnya, maka kita juga harus sudah curiga,
bahwa trend turun tersebut sudah berakhir. Ketika trend turun dan harga hari ini bakal
ditutup lebih tinggi diatas harga terendah kemarin, pasti ada yang salah. Kemungkinan besar,
trend sudah berubah dari turun menjadi naik.

Pengaruhnya bagi seorang trader

Trader adalah mereka yang berusaha mengambil keuntungan dari pergerakan harga jangka
pendek. Rule of the game-nya sebenarnya sangat sederhana: Beli ketika mau naik, dan jual
ketika mau turun. Ketika terdapat tanda bahwa trend berubah menjadi naik, anda harus
melakukan posisi beli, dan ketika trend berubah menjadi turun, anda harus sedapat mungkin
keluar dari posisi, dan melakukan posisi jual. Itulah sebabnya, saya kemudian menyarankan
agar rekan-rekan menggunakan rules yang sederhana:

Ketika anda memiliki posisi beli sedangkan harga berpotensi untuk ditutup dibawah level
terendah sehari sebelumnya, itu berarti anda harus menyadari bahwa ‘pasti ada sesuatu
yang salah’, dan disitu anda harus melakukan posisi jual, atau setidaknya mulai
mengurangi posisi, melihat akan kemungkinan terjadinya pembalikan arah trend, dari
trend naik menjadi trend turun.

Ini juga berlaku kebalikannya:

Ketika trend harga sedang turun dan anda tidak memiliki posisi, kemudian harga
berpotensi untuk ditutup diatas titik tertinggi dari pergerakan harga sehari sebelumnya,
maka itu berarti sudah waktunya anda melakukan posisi beli, karena bisa jadi, trend
harga selanjutnya akan berubah dari trend turun menjadi trend naik.

Yah… anda mungkin tidak langsung beli disitu. Anda melihat suport saat itu, dan anda
melakukan posisi beli disitu. Tapi minimal: anda harus beli, karena trend jangka pendek,
sudah bukan trend turun lagi.

Dalam trading, ketika membeli saham, yang dicari oleh seorang pemodal adalah keuntungan,
bukan tambahan stress. Menyesuaikan posisi dengan trend harga jangka pendek, adalah cara
paling efektif untuk trading tanpa stress. Beli ketika mau naik, jual ketika mau
turun. Cuman ada sisi negatifnya yang membuat ‘orang sekuritas’ seperti saya menjadi
senang: cara seperti ini, akan membuat anda bertransaksi secara massif, relatif lebih besar
jika dibandingkan cara sebelumnya. Bagaimana tidak, anda bakal bertransaksi beli jual lebih
sering dibandingkan sebelumnya, karena anda tidak bakal memiliki posisi nyangkut.

Tapi… sekali lagi: ketika anda trading, ketika anda mulai melakukan transaksi saham, apa sih
yang anda cari? Keuntungan? atau tambahan stress? Kalau anda tidak mau stress, gunakan
trading rules yang sederhana, disiplin, dan tawakal (berserah diri) dalam memperoleh
hasilnya.

Beli ketika mau naik, jual ketika mau turun.


31. Karena saya tidak lebih pintar dari seluruh trader di Hongkong

Selamat malam…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Anda mungkin bertanya-tanya… kenapa sih… saya sering kali melakukan action berdasarkan
posisi closing indeks Hangseng? atau indeks-indeks lain yang ada di seluruh dunia?

Kalau jawaban saya siy… sederhana: karena saya tidak lebih pintar dari seluruh trader yang
ada di Hongkong!!!

Begini… bagi seorang trader yang mendasarkan cara pandangnya melalui analisis teknikal,
posisi harga penutupan (closing) adalah posisi yang paling penting. Posisi ini akan
menentukan signal teknikal, tembus tidaknya suatu resisten/suport, dan masih banyak
lagi. Posisi closing ini akan mendasari reaksi dari pelaku pasar pada hari berikutnya…
apakah dia akan beli, jual, bullish, bearish, dsb.

Posisi closing dari indeks HSI, mencerminkan ekspektasi dari seluruh pelaku pasar di bursa
Hongkong terhadap pergerakan harga untuk keesokan harinya. Pelaku pasar yang pintar-
pintar itu. Analis dari HSBC, ML, DBS, JP Morgan, dll.. you name it lah… Dan didalamnya,
termasuk diantaranya ekspektasi pergerakan indeks Dow Jones. Jadi… di dalam penutupan
HSI, ada prediksi pergerakan DJI yang dibuat oleh pintar-pintar itu!!!

Saya kan hanya mengikuti…. buat apa saya perpendapat lain. Saya tidak lebih pintar dari
mereka.

Anda mau ikutan juga? Belum tentu 100% benar juga. Tapi kalau kita salah, berarti kita
salah bersama-sama seluruh pelaku pasar Hongkong yang pintar-pintar itu.
32. Bermain ‘IHSG’*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Seorang Conthongers (lihat definisi ‘conthongers’ pada tulisan saya sebelumnya) pernah
bilang kepada saya:

Pak… ngapain sih anda bangga dengan presisi prediksi IHSG anda yang tinggi? Nggak ada
gunanya. Main saham itu kan tinggal beli ini atau beli itu, kemudian tinggal ditunggu:
untung atau rugi. Ngapain juga perhatikan IHSG, gak ngaruh kalee…

IHSG bergerak naik dan turun setiap hari bursa. Pelaku pasar dan media selalu menggunakan
IHSG sebagai barometer arah pergerakan harga saham. Penentu pasar bergerak naik atau
turun, penentu pasar bullish atau bearish. Seorang traders atau investor kemudian melakukan
positioning berdasarkan arah dari pasar tersebut. Kalau market lagi bullish, pokoknya harus
beli. Harus ‘main’. Harus ‘punya posisi’. Sahamnya bisa apa ajah. Asal ada entry signal
yang bagus, asal ada yang rekomendasi, asal ada yang suruhan beli. Tapi kalau market
bearish, yah… terserah deh. Ada yang diem ajah dengan posisi cash, ada yang diem saja
karena nyangkut, ada yang dugem (duduk gemetaran) karena posisinya sudah hampir kena
margin call/forced sell.

Padahal seharusnya tidak seperti itu!

‘Bermain IHSG’ itu berbeda dengan bermain saham yang dikenal oleh kebanyakan. Ketika
seorang trader memutuskan untuk ‘Bermain IHSG': trader tersebut harus fokus pada saham-
saham yang menjadi penggerak dari IHSG. Saham apa sajakah itu?
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah rata-rata tertimbang berdasarkan
kapitalisasi pasar dari saham-saham yang membentuk IHSG. Karena rata-rata tertimbang ini,
maka saham dengan kapitalisasi yang besar, akan memberikan pengaruh kepada IHSG atau
lebih menentukan pergerakan dari IHSG, dibandingkan dengan saham dengan kapitalisasi
pasar yang lebih kecil.

IHSG ini berfungsi sebagai barometer dari bursa. Meski IHSG sebenarnya dihitung dengan
menggunakan rata-rata tertimbang, akan tetapi pelaku pasar (dan juga kalangan media) sering
kali lupa dengan kata ‘tertimbang’-nya dan lebih fokus pada kata: ‘rata-rata’. Hasilnya: jika
IHSG naik. maka dianggap bahwa sebagian besar harga saham mengalami kenaikan,
demikian juga ketika IHSG turun, maka dianggap harga saham sebagian besar mengalami
penurunan. Padahal kenyataannya: kenaikan IHSG sering kali hanya menunjukkan bahwa
saham-saham yang berkapitalisasi besar cenderung untuk bergerak naik, sedangkan saham
yang kapitalisasinya kecil entah kemana, dan demikian juga sebaliknya.

Grafik dibawah ini memperlihatkan bagaimana saham-saham berkapitalisasi besar lebih


menguasai IHSG dibandingkan dengan saham-saham yang kapitalisasinya kecil.

Ada beberapa fakta yang bisa kita tarik dari gambar diatas:

 10 emiten (setara 2.3% dari seluruh emiten tercatat) dengan kapitalisasi terbesar
menguasai 39.5% kapitalisasi dari IHSG.
 50 emiten (setara dengan 11.8% dari seluruh emiten tercatat) dengan kapitalisasi
terbesar menguasai 80% kapitalisasi dari IHSG
 90 emiten (setara dengan 21.3% dari seluruh emiten tercatat) dengan kapitalisasi
terbesar menguasai 90% kapitalisasi IHSG
 333 emiten (setara dengan 78.7% dari seluruh emiten tercatat) hanya memiliki 10%
dari kapitalisasi IHSG.

Ini artinya:

Jika anda membuat IHSG sebagai benchmark investasi atau barometer dari bursa,
anda tidak perlu bermain pada semua saham yang ada di Bursa Efek Indonesia. Anda
cukup memperhatikan sebagian dari saham-saham tersebut, terutama saham-saham
yang kapitalisasinya besar.

Sekarang, marilah kita melihat 20 emiten dengan kapitalisasi terbesar yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia:

Kita dapat melihat pada tabel diatas, bahwa 95% dari saham yang masuk dalam kategori
berkapitalisasi terbesar pada IHSG, dianalisis oleh lebih dari 10 orang analis
fundamental. Bahkan, jika kita menaikkan standarnya menjadi 15 orang analis fundamental,
tetap saja kita menemukan angka yang sangat tinggi 90%.

Trading di saham-saham ini (terutama yang diamati oleh setidaknya 15 orang analis
fundamental) sebenarnya lebih enak, lebih aman, dan lebih mudah untuk diprediksi. Saya
sering menyebutnya sebagai ‘Berburu Gajah di Padang Rumput’. Maklum.. dengan jumlah
analis fundamental sebanyak itu, perubahan sedikit saja pada emiten tersebut akan membuat
harga sahamnya bergerak. Selain itu, banyaknya analis juga membuat volume perdagangan
hariannya akan menjadi selalu besar. Volume transaksi pemodal asing atau institusi lokal ini
membuat perdagangan menjadi likuid menjadi likuid. Seperti gajah yang bergerak ke kiri
atau kekanan. Kita tinggal tembak kapan saja, sesuai dengan kemauan kita. Posisi beli atau
posisi jual bisa dilakukan kapan saja kita mau. Tergantung posisi teknikalnya sekarang. Kita
tinggal melakukan positioning berdasarkan prediksi teknikal yang kita lakukan karena
fundamental dari saham-saham tersebut sudah pasti jelas.

Bermain IHSG dengan Cara Lainnya…

Prediksi IHSG itu bukan sesuatu yang sulit. IHSG sering kali mengalami kenaikan atau
penurunan sebesar 5 persen – 10 persen dalam waktu singkat, dengan tanda-tanda yang sudah
bisa dilihat sebelumnya. Dari sini sebenarnya ada kesempatan untuk mengambil keuntungan-
keuntungan untuk jangka pendek. Akan tetapi, stock picking sering kali juga bukan urusan
yang mudah. Kadang masih suka salah. Dibeli ini, nanti yang naik yang lainnya. dst.. dst.

Ada dua alternatif yang bisa kita lakukan:

1. Trading Future Index LQ-45. Dulu sih ada. Cuman karena aturan perdagangannya
aneh dan likuiditasnya rendah, maka produk ini jadi nggak laku. Semoga BEI
kedepan segera kembali mengaktifkan instrumen ini
2. Membeli reksadana saham. Reksadana saham ini tentu saja tidak sembarang
reksadana saham. Kita harus mencari reksadana saham yang berisikan saham-saham
blue chips atau big caps, yang memiliki beta sekitar 0.9 hingga 1.2 terhadap
pergerakan IHSG. Artinya, jika IHSG naik 1%, maka reksadana tersebut akan
memberi keuntungan sebesar 0.9% – 1.2%. Cukup lumayan bukan? Akan tetapi,
kalau anda mau mencoba cara ini, tolong perhatikan juga subscription fee (biaya
pembelian) dan redemtion fee (biaya pencairan) reksadana tersebut. Total dari biaya
ini adalah sebesar 1.5% – 2.5%. Jadi kalau anda tidak yakin bahwa trend naik ini
akan memberikan keuntungan sebesar 10%, sebaiknya anda tidak melakukan strategi
ini karena akan sangat berbahaya.

Dan sebaliknya….

Sekarang begini… Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa 78.8% saham yang
diperdagangkan di bursa, pergerakannya hanya berpengaruh yang sangat kecil pada
IHSG. Saham-saham small cap (atau bahkan mid cap) ini mau bergerak kemana, juga tidak
ada pengaruhnya terhadap IHSG. Atau dengan kata lain:

Kalau maen saham gorengan, mendingan jangan lihatin IHSG sekalian!!!

Pada beberapa saham (kebanyakan kapitalisasi pasarnya memang kecil), market maker sering
kali berkuasa. Market maker ini sering memanfaatkan kepercayaan orang akan ‘Harga saham
harus bergerak sejalan dengan IHSG’ untuk memperoleh keuntungan. Mereka melakukan
posisi distribusi (cenderung melakukan posisi jual) ketika IHSG bergerak naik adalah strategi
yang sangat standar. Kapan mereka beli? Biasanya ketika orang sudah bosan, market maker
akan mengumpulkan sahamnya pelan-pelan. Jadi.. kalau anda maen saham gorengan dan
menggunakan IHSG sebagai bahan pertimbangan untuk entry atau exit (posisi beli atau posisi
jual, vice versa), anda akan lebih mudah untuk rugi.

So… kembali ke conthongers yang saya sebut di awal tadi. Kesalahan pertama yang dia
lakukan adalah: dia tidak sadar bahwa sebagai conthongers, dia harusnya sadar bahwa saham
yang dia rekomendasikan, sebagian besar adalah saham-saham gorengan. Jadi… sebenarnya,
untuk apa dia melihat pada IHSG? Kalau dia memang masih memprediksikan IHSG,
perhatikan saja, apakah itu memang kewajiban dari pekerjaan dia yang memang adalah
seorang analis. Atau… bisa juga karena itu untuk menarik korban-korban baru: ketika
rekomendasi benar di saham-saham blue chips (karena marketnya memang lagi naik), mereka
kemudian membayar kepada sponsornya dalam bentuk: nyangkuters-nyangkuters pada
saham-saham gorengan. Semoga anda bukan termasuk ‘korban berikutnya’ dari orang-orang
ini.

Anda berminat untuk ‘Bermain IHSG’? berarti anda harus fokus pada saham-saham dengan
kapitalisasi yang besar, blue chips,.. atau minimal, kalau mau trading saham, perhatikan juga
kapitalisasinya agar anda tidak terjebak pada saham-saham yang tidak anda
kehendaki. Perhatikan juga jumlah analis asing yang menganalisis saham tersebut karena
disitulah keberadaan dari volume pasar yang sebenarnya. Perhatikan juga Gerbong mana
yang sedang bergerak, perhatikan ‘Teori Gerbong’-nya karena saham-saham di Bursa Efek
Indonesia memiliki sector rotation yang agak berbeda dengan bursa-bursa yang lainnya
(ulasan selengkapnya mengenai Teori Gerbong bisa anda lihat pada member area).

33. Teori Gerbong (Sector Rotation) dalam Trading Saham*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

(Pengantar: Tulisan ini sebenarnya tulisan lama… Kalau di Member Area, tulisan ini sudah
Saya release Maret 2011. Berhubung Saya sedang baik hati… Hehehe… Berhubung bulan
Ramadhan juga… Saya share disini deh… Semoga berguna buat anda semua. Untuk
penggolongan sahamnya, sebenarnya bersifat fleksibel, tidak kaku. Selain itu,
penggolongannya juga bisa berubah sesuai dengan selera dari Market. Jadi Anda bisa atur
sendiri sesuai selera Anda. Apa yang ada pada tulisan ini hanyalah sebagai panduan. Terima
kasih)

Sector rotation (rotasi sektor) sebenarnya bukan teori baru. Sam Stovall dalam
bukunya, Standard & Poor’s Sector Investing: How to Buy The Right Stock in The Right
Industry at The Right Time sudah menjelaskan secara gamblang bagaimana atau mengapa
terjadinya rotasi sektor ini. ‘Teori Gerbong Kereta Api‘ yang akan saya bahas disini, ide
dasarnya sebenarnya kurang lebih sama:

 harga saham bergerak dalam suatu kelompok/gerbong,


 harga saham-saham yang ada dalam satu kelompok/gerbong akan bergerak naik atau
bergerak turun bersama-sama,
 kelompok-kelompok/gerbong-gerbong ini akan bergerak bergantian, dimana
kelompok/gerbong yang bergerak akan menjadi penggerak IHSG, atau setidaknya
menjadi sentimen utama dari pergerakan IHSG.

Perbedaan antara sector rotation dengan teori gerbong, terletak pada kriteria pembagian dari
kelompok saham-saham tersebut. Jika pada sector rotation saham-saham dikelompokkan
berdasarkan sektor industrinya, dalam teori gerbong, terdapat saham-saham
dikelompokkan berdasarkan dua variabel: sektor dan kapitalisasi. Kapitalisasi menjadi
penting karena di Bursa Efek Indonesia, fund manager sebagai pemain utama dari pergerakan
pasar, memang lebih memperhatikan saham-saham dengan kapitalisasi besar dibandingkan
dengan saham-saham berkapitalisasi kecil. Ini karena benchmark dari performance mereka
adalah IHSG. Jadi mereka memang lebih fokus pada saham-saham yang kapitalisasinya besar
dibandingkan dengan yang kapitalisasinya kecil.

Berdasarkan kedua faktor tersebut, saham-saham yang diperdagangkan pada IHSG kemudian
terbagi menjadi beberapa gerbong:

Gerbong Executive: Saham-saham Big Caps

Meliputi saham-saham dengan kapitalisasi pasar yang paling besar yang dengan mudah
mengontrol pergerakan IHSG. Saham-saham ini juga harus berasal dari sektor yang sedang
naik daun. Bisa juga, saham dengan kapitalisasi terbesar di dalam sektor yang sedang
menjadi fokus dari pelaku pasar. Saham yang termasuk dalam golongan ini adalah: ASII,
BMRI, BBRI, BBCA, UNVR, TLKM, UNTR, ITMG, GGRM, PTBA, AALI, INTP, SMGR

Gerbong Kelas Bisnis: Saham-saham Blue Chip Kelas Atas

Meliputi saham-saham dengan fundamental yang kuat, dianalisis oleh banyak analis
fundamental, tapi bukan menjadi pilihan utama karena masalah kapitalisasi. Contohnya:

 Perbankan: BDMN, BBNI


 Komoditas: LSIP, INCO, ANTM, ADRO, HRUM
 Infrastruktur/Konstruksi: PGAS, JSMR, ADHI, WIKA
 Konsumsi: INDF, ICBP
 Properti: BSDE, ASRI

Gerbong Kelas Dua: Saham-saham Blue Chip lainnya

Saham-saham dengan fundamental jelas, dianalisis oleh cukup banyak analis fundamental,
tapi kapitalisasinya tergolong menengah. Contohnya:

 Perbankan: BBTN, BNGA, BJBR


 Komoditas: TINS, SGRO, HRUM
 Konsumsi/Retail: KLBF, MPPA, ICBP
 Infrastruktur/Konstruksi: ISAT, SMCB, PTPP, WSKT,
 Properti: ELTY, CTRA, CTRS, SMRA, MDLN

Gerbong Kelas Tiga

Saham yang termasuk golongan ini, analis fundamental memang masih tertarik. Akan tetapi,
ketertarikannya sangat tergantung dari kekuatan market. Biasanya, fund manager baru
tertarik oleh saham-saham ini setelah saham- saham gerbong diatasnya sudah dirasakan agak
kemahalan. Jadi, saham-saham ini biasanya hanya likuid jika saham-saham yang lain
dirasakan sudah tidak menarik lagi. Penggolongannya bukan karena sektornya, tapi lebih
karena ‘ide-ide’ yang membuat saham itu menjadi menarik. Contohnya adalah:

 Low P/E stocks: CPIN, JPFA, GJTL, dll

Kereta Makan
Anda tidak menemukan saham-saham kesayangan anda di gerbong-gerbong yang awal
tadi? Jangan kuatir. Jangan-jangan saham anda termasuk dalam golongan saham ‘Kereta
Makan’ (alias Gorengan). Saham-saham ini adalah saham yang kapitalisasinya relatif kecil,
analis kurang begitu berminat (atau malah tidak berminat), fundamentalnya tidak terlalu jelas
(karena analis fundamental juga malas untuk mengamati), penggeraknya lebih karena market
maker, dan fund manager asing tidak terlalu berminat karena mereka tidak cukup bodoh
untuk masuk ke dalam perangkap market maker. Pembagian dari kelompok ini, biasanya
tergantung dari grup market makernya. Sebagai contoh:

 Grup Bakrie (BTEL, DEWA, ENRG, dll)


 Grup Lippo (MLPL, LPLI, LPIN, LPKR, dll)
 Grup Sinar Mas (INKP, TKIM, BSIM, BSDE, dll)
 Grup Medco (MEDC, SDRA, dll)
 Grup Cokro (MYRX, dll)
 Saham-saham properti (KIJA, DART, DILD, dll)
 dan masih banyak juga grup-grup yang saya tidak bisa sebutkan satu.

_________________

Bagaimana hukum pergerakan harga sahamnya?

Pada prinsipnya, hukum pergerakan harga saham dari Teori Gerbong ini, kurang lebih sama
dengan hukum dari sector rotation:

Harga saham akan bergerak bersama-sama dalam satu ‘Gerbong’

Gerbong-gerbong tersebut akan bergerak bergantian sejalan dengan siklus IHSG

Pada suatu fase awal dari pergerakan trend, saham yang bergerak pada umumnya adalah
saham-saham Gerbong Executive.

Pergerakan Gerbong Executive ini akan diikuti oleh pergerakan pada Gerbong Bisnis,
Gerbong Kelas Dua, dan Gerbong Kelas Tiga.

Pergerakan saham Gerbong Kelas Dua, atau Gerbong Kelas Tiga sering kali menandai bahwa
kondisi ‘pasar sudah kemahalan’, atau ‘trend naik sudah berlangsung terlalu
panjang’. Pergerakan Gerbong Kelas Tiga sering diikuti dengan berakhirnya trend naik
jangka panjang.

Saham yang termasuk dalam Gerbong Kereta Makan, pergerakannya tergantung pada ketat
atau tidaknya pihak bursa dalam menjaga pasar. Dulu, pada jaman Pak Erry Firmansyah,
Gerbong Kereta Makan ini bergerak bersama-sama dengan Gerbong Kelas Dua, atau Kelas
Tiga. Akan tetapi, pergantian Direksi BEI ternyata mengubah suasana. Direksi BEI yang
sekarang terlihat lebih permisif terhadap saham-saham yang tergabung dalam Gerbong
Kereta Makan. Wal hasil: Gerbong Kereta Makan ini bergerak kapan saja, semaunya.

Rotasi antar Gerbong ini berlangsung terus menerus sesuai dengan siklus trend dari pasar.

Teori Gerbong ini akan menentukan saham-saham yang akan kita mainkan. Teori Gerbong
ini akan menentukan saham-saham mana yang sebaiknya ada dalam portfolio kita terkait
kondisi market yang tengah kita hadapi. Dalam fase-fase awal sebuah trend, biasanya saham-
saham Kelas Executive akan menjadi pilihan. Setelah saham-saham executive ini bergerak
terlalu mahal (berarti kita biasanya sudah profit taking), baru perhatian kita bisa terarah pada
saham-saham yang ada di gerbong lainnya, terutama Gerbong Bisnis, dan Gerbong Kedua.

So… Jika anda bertanya-tanya, kenapa saya hanya mau main Saham Kelas
Executive? hehehe… jawabannya sederhana: saham-saham ini kapan saja akan
bergerak. Sehingga saya tinggal menentukan strategi positioning (beli-jual) yang benar, agar
saya bisa memperoleh keuntungan.

34. Foreign Fund Flow: Sebuah Speedometer yang berkarat…

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Jika anda adalah penggemar saham-saham big caps (atau setidaknya blue chips) seperti saya,
maka besarnya aliran dana asing sepertinya adalah variabel yang wajib untuk selalu
diamati. Aliran dana asing untuk seluruh pasar, maupun aliran dana asing untuk saham per
saham. Ketika investor asing cenderung beli, maka harga bergerak naik. Sebaliknya, jika
investor asing cenderung untuk melakukan posisi jual, maka harga akan cenderung bergerak
turun.

Trend dari aliran dana asing ini sangatlah penting. Investor asing itu kalau bertransaksi,
jarang sekali bisa ‘sehari beli – sehari jual’. Karena volume mereka seringkali sangat besar
(terlalu besar untuk dihabiskan dalam satu hari perdagangan), mereka bisa terus menerus beli
dalam beberapa hari, beberapa minggu, atau bahkan beberapa bulan. Tapi kalau mereka lagi
dalam posisi jual, posisi jual ini bisa berlangsung selama beberapa hari, beberapa minggu
atau beberapa bulan. Inilah yang kemudian menciptakan trend jangka pendek, trend jangka
menengah, ataupun trend jangka panjang.

Karena investor asing ini adalah investor yang rasional (sebagian besar dari mereka adalah
investor institusi), maka pergerakan volume pasarnya akan lebih mengikuti banyaknya analis
fundamental yang mengamati saham-saham tersebut. Maklum, investor asing itu sebenarnya
tetap saja memerlukan penunjuk jalan untuk memberitahu: mana saham yang bagus, mana
yang tidak, bagaimana kinerja finansial dari perseroan, dan masih banyak lagi. Itulah
sebabnya, investor asing ini sering hanya bergerombol pada saham-saham yang diamati oleh
banyak analis fundamental. Dari pengalaman saya sih, minimal 10 orang analis fundamental
sudah cukup untuk membuat saham tersebut digolongkan sebagai ‘saham mainan
asing’. Akan tetapi lebih baik jika kita lebih fokus pada saham yang diamati oleh 15 orang
analis fundamental atau lebih.
Besarnya dana yang masuk atau keluar, bagaimana cara mereka melakukan strategi beli atau

strategi jual, serta banyaknya pihak-pihak yang


ikut campur disini, sering kali membuat trading pada saham-saham mainan asing ini berasa
seperti ‘berburu gajah di padang rumput’. Besar, jelas dilihat, dan tidak mudah untuk
berubah arah.

Bandingkan deh dengan bermain saham gorengan: kita akan berasa seperti . berburu ular di
padang rumput. Berita atau rumor dimana mana, katanya positif, ternyata harga malah

turun. Sudah begitu, dengan mudahnya emiten


bilang: oh… kami tidak ada corporate action seperti itu. Berita itu tidak
benar. Meninggalkan kita semua dengan posisi floating loss pada portfolio.

Akan tetapi, realitanya tentu saja tidak semudah itu. Data mengenai foreign fund flow yang
berasal dari Website PT Bursa Efek Indonesia (yang juga dikutip oleh penyedia informasi
seperti Bloomberg) ternyata tidaklah ‘bersih’. Kalau menurut hemat saya sih, harusnya fund
flow dari investor asing yang ‘murni’, adalah fund flow dari investor asing yang melakukan
posisi beli atau posisi jual di pasar reguler. Aksi investor asing di pasar negosiasi, sering kali
adalah transaksi block sale (transaksi dalam jumlah besar dari hasil corporate action), malah
jadi pengganggu ‘netralitas’ dari arus dana asing tersebut. Saya sering kali curiga: eh..
jangan-jangan data ini sengaja dibuat agar asing kelihatan net sell atau net buy, sekedar
merangsang pemodal lokal untuk bereaksi. Data yang dipublikasikan ini berisi transaksi
yang ada dari seluruh pasar, baik transaksi di pasar reguler dan transaksi di pasar
negosiasi. Harusnya sih.. kalau kita mau lihat data investor asing yang riil, kita cuman perlu
melihat dari data di pasar riil.. yang dibeli dari open market (secara langsung dari pasar) di
pasar reguler.

So… Data aliran dana asing ini berasa seperti Speedometer yang berkarat. Mau dibuang atau
tidak dilihat… kok penting sekali. Tapi mau kita percaya 100%, sulit juga karena datanya
sering kali dicemari. Alternatifnya, kita bisa melihat data tersebut dari hari per hari yang saat
ini banyak disediakan oleh online trading. Cuman ya gitu.. data ini tidak ada data historisnya.
Susah juga kalau kita mau melakukan analisis.
Yah… minimal ada panduan biar kadang suka melenceng. Karena di dunia ini tidak ada
sempurna, dan kita sebagai manusia memang harus membiasakan diri memanfaatkan dengan
sebaik-baiknya apa yang terbaik yang bisa kite peroleh. Maka: Tidak ada rotan, akar pun
jadi. Kita pake aja deh… yang penting ada panduannya.

35. Aliran Dana Asing vs Aliran Dana Aseng*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Berapa sebenarnya jumlah aliran dana asing yang masuk ke Bursa Efek Indonesia?
Sebenarnya tidak ada yang pasti. Kalau angka resminya… yang digunakan adalah aliran
dana asing total, baik yang terdapat pada pasar reguler, maupun yang ada pada pasar non
reguler. Akan tetapi, kalau saya niy… saya lebih cenderung menggunakan hanya aliran dana
asing yang ada di masar reguler. Aliran dana asing yang ada di pasar non reguler, sering kali
berasal dari crossing atau transaksi tutup sendiri, saya anggap sebagai ‘noise’ karena berbagai
alasan. Banyak faktor yang bisa saja dijadikan alasan, seperti misalnya:

 bisa saja aktifitas tersebut hanya merupakan aktifitas repo yang dilakukan oleh
perseroan, atau
 bisa saja pemodal yang melakukan crossing tersebut, memang hanya membeli saham
tersebut untuk keperluan investasi sehingga kecil kemungkinan mereka melepasnya
pada open market, atau
 bisa saja langkah tersebut hanya merupakan ‘pemindahan barang’ yang dilakukan
oleh pemegang saham mayoritas dari perusahaan dia yang ada di Indonesia kepada
perusahaan dia yang ada di luar negeri. Hanya keluar kantong kiri – masuk kantong
kanan, tanpa perpindahan kekuasaan yang sebenarnya.

Dan masih banyak lagi alasan yang lain. Intinya: aksi ‘asing-asingan’ (asing palsu, atau
kemudian saya sebut sebagai ‘aseng’) ini malah sering kali menjadi gangguan bagi kita dalam
mengambil keputusan.

Lihat saja pada gambar dibawah ini:


Kalau anda menggunakan aliran dana ‘Aseng’ (total market), posisi net buy asing untuk
tahun 2013, baru habis dalam dua hari lalu, jauh setelah bottom IHSG yang pertama, bahkan
jauh setelah bottom IHSG yang kedua. Tapi.. kalau anda menggunakan aliran dana ‘Asing’
yang berasal hanya dari reguler market, anda sudah tahu bahwa semenjak pertengahan Juni
ini, jumlah posisi asing juga sudah habis. Posisi asing terakhir bahkan sudah mulai
mendekati level terendah semenjak 2012.

Memperhatikan aliran dana di pasar reguler (asing) akan memberikan panduan yang
lebih baik dalam pengambilan keputusan, dibandingkan dengan memperhatikan aliran
dana di total market (aseng)

So… Mana yang anda gunakan?


36. Mengapa sih kalau Trading kita harus Disiplin?

Posted by Satrio Utomo on June 15, 2012 · 4 Comments

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Belakangan market sedang plin-plan. Galau. Bullish enggak, bearish juga


enggak. Flat. Berita juga simpang siur. Dow Futs dan regional nekad. Ada signal positif,
besoknya turun, ada signal negatif, malah besoknya naik.

Tadi pagi, anda mungkin sudah baca dalam tulisan saya, bahwa dalam kondisi penuh
ketidakpastian seperti ini, pilihan kita hanya ada dua:

1. Menunggu di pinggiran. Artinya: tetap tidak ada posisi, menunggu sampai ada signal
yang jelas.
2. Disiplin. Artinya: karena market lagi flat, berarti kalau harga sedang di suport ya
beli. Kalau sedang di resisten, ya jangan dilihatin (atau malah jualan untuk take profit
atau cut loss). Posisi beli simpan, harus melihat perkembangan, dan kemudian
melakukan posisi beli hanya jika melihat adanya signal positif (penembusan resisten).

Dari dua pilihan itu, saya pilih untuk disiplin. Mengapa?

Saya memilih untuk disiplin karena kita sebenarnya tidak pernah tahu, hasil apa yang
diberikan oleh Alloh, atas setiap posisi beli yang kita lakukan.
Saya hanya berusaha untuk bertransaksi berdasarkan trading plan, dimana setiap trading plan
itu berisi satu entry beli, dan dua posisi jual, jual ketika untung, dan jual ketika cut
loss. Kalau semua sesuai dengan harapan, berarti saya akan jual di harga untung. Tapi kalau
tidak sesuai harapan, berarti saya jual di harga cut loss. Mana yang kena? Saya tidak pernah
tahu.

Sebagai ilustrasi mengapa seorang trader harus disiplin, anda bisa melihat model dibawah ini:

Ceritanya begini: seorang pemodal, diberi tahu sebuah sistem trading. Sistem trading ini
adalah system trading yang baik karena hasinya adalah positif. Tapi, dalam simulasinya,
ternyata hasilnya adalah seperti diatas. Hasilnya adalah positif 1%. Tapi, dari 10 posisi
trading yang dilakukan, hanya 3 yang mendapatkan kemenangan, mendapatkan
keuntungan. Bayangkan sekarang, anda berada menjelang posisi Trade 8. Anda sudah tiga
kali kalah, yaitu pada posisi trade 5, trade 6, dan trade 7. Dari Trade 1 hingga Trade 7, Anda
juga sudah tahu, bahwa sistem ini, kalau rugi, selalu dibawah 2.1%, tapi kalau untung, anda
paling rendah, dapat 4.8%. Anda sudah tiga kali kalah. Beranikah anda melakukan posisi
beli setelah tiga kali kalah?

 Ketika kita tidak disiplin, kita tidak tahu kualitas yang sebenarnya dari sistem
trading yang anda gunakan.
 Ketika kita tidak disiplin, kita tidak tahu apakah kekalahan kita itu, karena
sistem trading yang jelek, atau karena eksekusi kita yang jelek. Faktor sistem,
atau faktor manusia.
 Ketika tidak disiplin, kita malah berada dalam ketidakpastian yang lebih besar
dibandingkan ketika kita disiplin.

Manusia berusaha, Alloh yang menentukan. Manusia berencana, Alloh yang memberikan
hasilnya. Yang bisa kita lakukan hanya mencoba, mencoba, dan mencoba. Disiplin, disiplin,
dan Disiplin. Karena dengan disiplin, kita bisa tahu kualitas kita yang sebenarnya.
37. Sedikit yang harus anda ingat tentang ‘CUT LOSS’…*

Posted by Satrio Utomo on June 7, 2013 · 5 Comments

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Kemarin sore (6 Juni 2013)… saya melihat status FB atau tweet dari beberapa orang ‘kompor
pasar’. Ada beberapa yang bilang kalau posisi saat ini, mereka sedang ‘merenggang nyawa’
(melakukan pertahanan terakhir karena harga diatas suport) dengan posisi ‘kalau market
masih turun.. mereka akan merekomendasikan cut loss’.

Terkait dengan cut loss ini… saya rasa ada beberapa hal yang perlu anda (dan kita)
perhatikan:

 Cut loss itu adalah posisi rugi. Posisi rugi itu bukanlah tujuan dari
Investasi. Posisi rugi bukanlah tujuan anda ketika anda memutuskan untuk membeli
saham.
 Setiap posisi rugi, adalah biaya. Biaya dalam melakukan beli-jual saham. Bagi
seorang trader, rugi itu adalah hal yang biasa, sama juga dengan untung adalah
sebuah hal yang biasa. Yang penting, posisi ruginya jangan sering sering. Dan
juga: kerugiannya dibuat sekecil mungkin, agar kerugian ini selalu bisa dibayar
dengan posisi untung yang dihasilkan. Bagi seorang trader: keuntungan harus
lebih besar dari kerugian.
 Posisi nyangkut itu terjadi, karena karena anda tidak melakukan posisi trading dengan
tanpa menggunakan stoploss level, atau bisa juga karena posisi stoploss levelnya
terlalu jauh. Solusinya: anda harus membuat trading plan dengan lebih baik agar
terhindar dari posisi nyangkut.
 Posisi cut loss itu adalah posisi trading. Kalau anda sudah cut loss, jangan lupa
untuk baibek!!
 Posisi cut loss adalah posisi trading. Kalau harga kemudian bergerak berlawanan
dengan posisi anda, jangan sungkan sungkan untuk mengakui kesalahan anda
dengan melakukan baibek atas posisi jual yang telah anda lakukan!
 Setiap posisi rugi, harus ada kambing hitamnya! Entah itu salah siapa: salah anda
yang tidak bikin trading plan, salah prediksi, salah trading plan, salah karena tidak
prediksi, salah karena anda pake prediksi orang lain, salah karena anda percaya orang
lain, atau bahkan: salah anda karena mendengarkan omongan saya!!!
(hehehe). Temukan kambing hitam anda, dan usahakan bagaimana cara
mengeliminasi kambing hitam tersebut!!

Terakhir:

Ketika anda cut loss, anda pasti akan keluar uang.. keluar biaya. Dengan uang (biaya) yang
telah anda keluarkan tersebut, anda harus bisa mendapatkan pelajaran yang berharga,
pelajaran yang harganya sebanding dengan biaya yang telah anda keluarkan!!!

So… IHSG sudah mencapai batas atas dari kisaran target saya, 4721 – 4904. Memang…
kalau ternyata yang dikejar nanti adalah batas bawahnya di 4721, ya berarti ini koreksi ini
masih jauh. Tapi, sepertinya saya belum kepingin menyerah sekarang. Hari ini saya malah
mencoba belanja karena harga saham-saham yang saya incar, sudah memasuki kisaran
suport. Tentu saja… ada pengecualian untuk saham perbankan. Koreksi kali ini, sepertinya
lebih karena pelaku pasar kembali khawatir akan inflasi yang sulit untuk dikendalikan..
setelah harga jengkol kembali meroket. Untuk saham jengkol.. eh.. untuk saham perbankan,
saya mau nunggu sampai masalah jengkol ini bisa mereda dulu…. baru mulai
positioning. Lagian.. pada BMRI dan BBRI… terlihat adanya potensi koreksi dari pattern
pergerakan harganya. BMRI dengan pattern head and shoulder, dan BBRI dengan
penembusan dari trend channel. Saya mau nunggu sampai target mereka kena.. baru mulai
beli.

Sekali lagi:

Temukan kambing hitam anda, dan usahakan bagaimana cara mengeliminasi kambing
hitam tersebut!! Jangan sampai kita jatuh ke lubang yang sama, karena kita bukanlah
seekor keledai yang bodoh!!!
38. IPO: Trading atau Investasi?*

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Seorang teman pernah mencoba meyakinkan saya:

Ikutan IPO yuk… keuntungan di hari pertama perdagangan, bisa 10% – 30% atau bahkan
lebih. Jadi.. meskipun pesanan kita nanti hanya dapet 3% dari jumlah yang kita pesan, tapi
dengan kenaikan harga seperti itu.. berarti kita bisa untung 3% – 5% sebulan. Kita ikut IPO,
terus kita jual di hari pertama. Mana ada kesempatan untuk cari duit semudah itu?

Teman saya yang lain juga pernah mencoba untuk sharing ide IPO kepada saya:

Pak Tommy… kalau ikutan IPO itu, jangan takut untuk pesan banyak-banyak. Paling-paling
nanti juga dikasinya cuman 1% – 3%. Maksimal 5% lah… Jadi.. Pak Tommy mau beli
berapa, pesan aja 10 – 20 kalinya. Jangan kuatir lah… pasti nanti juga dapetnya hanya
sedikit.

Kedua pendapat diatas adalah pendapat yang umum bagi mereka yang memiliki hobby atau
spesialisasi saham IPO. Seringnya terjadi lonjakan harga pada hari pertama perdagangan
memang menjadi daya tarik tersendiri bagi seorang pemodal untuk mengikuti proses IPO.
Hanya saja… sialnya… pendapat-pendapat tersebut sepertinya benar-benar ‘berbalik’ ketika
kita melihat kenyataan dari mereka yang mengikuti IPO EMDE, MBTO, dan GIAA.

Trading itu berbeda dengan investasi

Jika anda sering mengikuti tulisan-tulisan saya, anda pasti sudah hafal akan pernyataan ini:
Trading berbeda dengan investasi. Anda mungkin juga sudah hafal akan isi dari tabel
disamping ini. Saya juga selalu menekankan: Orang harus bisa memilih, mau investasi atau
mau trading. Kita tidak bisa melakukan keduanya dalam pada saat yang bersamaan, karena
market memiliki kebiasaan untuk menelan atau menghabisi orang-orang yang tidak disiplin.

IPO: Trading vs Investasi

IPO sebenarnya adalah sebuah transaksi investasi. Sebuah perusahaan menjual sahamnya
kepada pemodal melalui bursa, sebenarnya berharap untuk mendapatkan pendanaan untuk
operasional jangka panjang perusahaan. Pemodal juga melakukan pembelian berdasarkan
prospek jangka panjang perseoran. Akan tetapi, seringnya kejadian dimana harga saham
bergerak naik cukup tinggi pada pergerakan hari pertama (terlebih lagi return ketika hari
pertama IPO sudah terbukti secara empiris), kemudian mengundang pada trader, yang tidak
lain adalah orang-orang yang memiliki investment time horizon dengan jangka yang lebih
pendek. Disini kemudian masalah dimulai. Pemodal banyak yang memesan saham GIAA
diluar kemampuannya. Biasalah, mungkin ini mereka yang yakin bahwa ketika IPO,
penjamin emisi pasti hanya memberi bagian sedikit, sehingga pemodal memesan 5 kali atau
bahkan 10 kali dari kemampuannya. Akan tetapi, karena saham ini rupanya kurang begitu
diserap oleh pasar, maka banyak orang mendapat bagian sebesar 55%, atau bahkan 100% dari
pemesanannya. Masalah ini kemudian diperburuk oleh keputusan dari pemodal tersebut,
untuk menahan posisi tersebut dengan menggunakan dana hutangan dari sekuritas (fasilitas
margin). Ya sudah… Orang niatnya ikutan IPO trading, memaksakan posisi tersebut menjadi
posisi investasi. Sudah begitu pake fasilitas margin lagi. Ditengah market yang lagi
turun. Jangan heran kalau banyak orang kemudian curhat di beberapa milis. Mengubah
posisi trading menjadi posisi investasi adalah sebuah keputusan yang sangat ‘mematikan’.

Saya tidak bisa melarang anda yang merasa dirinya adalah seorang traders untuk trading pada
saham-saham IPO. Saya juga tidak bisa melarang seorang investor untuk memesan terlalu
banyak. Saya hanya ingin berpesan: apabila anda mengikuti suatu proses IPO, perhatikanlah
beberapa hal berikut ini:

1. Perhatikan P/E Ratio dari saham-saham tersebut. Saham yang murah akan lebih mudah
untuk bergerak naik, dan saham yang mahal akan cenderung sulit untuk bertahan. Saham
dengan P/E yang rendah (biasanya dibawah 10) memiliki peluang yang lebih besar untuk
bergerak naik pada hari pertama perdagangan, atau bahkan terus bergerak naik hingga
beberapa hari perdangangan berikutnya

2. Perhatikan Industri dimana emiten itu berada. Emiten yang industrinya sedang disukai oleh
pelaku pasar (terutama investor institusi), akan lebih mudah untuk bergerak naik
dibandingkan dengan saham dari emiten yang berada pada sektor yang lain. Misalnya, karena
tahun ini harga komoditas masih bagus, maka saham-saham yang terkait dengan komoditas
(terutama yang terkait dengan batubara) terlihat lebih mudah untuk bergerak naik.

3. Perhatikan kapitalisasi dari emiten tersebut. Saham dengan kapitalisasi yang tinggi
biasanya akan lebih mudah untuk menarik investor institusi jika dibandingkan saham dengan
kapitalisasi yang rendah.

4. Perhatikan grup atau kelompok usaha dari emiten tersebut. Saham-saham yang terkait
dengan kelompok Bakrie misalnya, adalah saham-saham yang jarang sekali dipermalukan
pada perdagangan hari pertama.

5. Perhatikan juga reputasi penjamin emisi dalam melaksanakan IPO. Ada penjamin emisi
yang sering kali berhasil menjaga pergerakan harga agar bergerak naik pada hari pertama
(bahkan hingga beberapa hari) perdagangan. Dilain sisi, ada penjamin emisi yang saham-
saham IPO-nya sering kali langsung longsor pada pada hari pertama. Hindari untuk membeli
IPO dari penjamin emisi jenis kedua. Posisi spekulatif memang lebih enak jika penjamin
emisinya terpercaya.

6. Perhatikan likuiditas dari market. Ketika rata-rata transaksi harian cenderung tinggi, selain
itu, rata-rata net buying asing juga terus meningkat, harga saham secara umum akan lebih
mudah untuk bergerak naik. Setidaknya, perusahaan yang baru saja IPO akan lebih sulit
untuk turun pada saat market berada dalam kondisi seperti ini.

7. Perhatikan trend pergerakan IHSG dan harga saham secara umum. Ketika IHSG berada
dalam trend naik, maka harga saham (termasuk didalamnya saham-saham IPO) akan lebih
mudah bergerak naik. Vice versa. Sehingga, melakukan posisi spekulatif pada saham-saham
IPO, sebenarnya lebih menarik untuk dilakukan ketika trend IHSG sedang bergerak naik, jika
dibandingkan ketika trend bergerak turun.

Pelajaran dari IPO Garuda

Garuda Indonesia itu sebuah perusahaan bagus. Saya males membahas laporan keuangannya
lah. Tapi saya hanya melihat satu fakta ini: kalau naik Garuda, pesawat jarang sekali
kosong. Paling-paling yang tidak terisi hanya sekitar 10% tempat duduk. Garuda juga sudah
punya brand tersendiri: kalau mau terbang tepat waktu dan selamat sampai di tujuan, naik
saja Garuda. Yang lain… (sejauh ini)… masih lewaaaat….

Akan tetapi, IPO-nya ternyata tidak berjalan dengan mulus. Harga IPO-nya ketinggian. Itu
yang membuat orang males beli. Dengan EPS 40 – 45 per lembar saham, saham ini
sebenarnya hanya layak beli (secara fundamental) kalau sedang berada pada harga Rp 400 –
Rp 585 (PE 10x – 13x). Tapi apa mau dikata: karena tertipu oleh IPO KRAS, pak Menteri
rupanya keukeuh IPO di PE 17x. Yah.. apa mau dikata…

Jika dilihat dari harga penutupan terakhir 18 Februari 2010 lalu, harga GIAA sebenarnya
sudah mulai masuk di kisaran harga yang rasional. Apakah saham ini akan bergerak
mengikuti IHSG yang saat ini sedang rebound (masih harus menunggu penembusan atas
resisten di 3525 – 3550 juga sih… tapi kalau resisten ini tembus, IHSG masih bisa terus
bergerak naik hingga kisaran 3600 – 3750)? Saya juga masih belum bisa memastikan karena
hingga posisi terakhir hari Jumat lalu, GIAA masih berada dalam trend turun. Akan tetapi,
jika GIAA rebound dan bisa menembus level580, harga saham ini bisa mencapai level 620 –
630 dengan mudah. Kisaran 750 – 800? Tergantung kekuatan dari trendnya juga sih… tapi
itu bukan hal yang mustahil.

Oh iya… beberapa waktu yang lalu, di sebuah milis, saya melihat ada orang yang complain
mengenai posisi forced sell yang dilakukan oleh sebuah sekuritas terhadap
posisinya. Apakah ini terkait dengan posisi pemodal tersebut pada saham GIAA? Ataukah
ini berarti saham ini telah mencapai bottom-nya? Saya juga tidak mau terlalu
berspekulasi. Yang saya tahu hanya sebuah kata-kata bijak:

when street get bloody.. its time to enter the market!

Penutup

Bullish market selalu memunculkan orang yang aneh-aneh dan bermacam-macam. Ketika
market bullish, semua orang bisa meraup keuntungan. Karena market itu random, maka
memperoleh keuntungan dari Bursa Efek Indonesia itu suatu yang secara teoritis sulit.
Meraup keuntungan sering di identikkan dengan ‘pintar’, maka semua orang pintar itu
kemudian merasa dirinya bebas berteori. Saya untung kok.. saya menang.. boleh dong saya
berbagi kepintaran saya kepada semua orang? Problemnya memang selalu begitu. Ketika
kondisi market sedang bullish, orang cenderung menurunkan kewaspadaan. Dan ketika
market bearish datang… dengan cepatnya ‘ayunan tangan beruang’ menghabisi orang-orang
yang lupa dan lalai. Seorang trader teknikal (trader yang melakukan prediksi dengan
berdasarkan pada analisis teknikal) sebaiknya memang menjauhi IPO karena tidak ada alat
analisis teknikal yang bisa digunakan untuk mempredksi pergerakan harga di hari pertama.
Seorang investor fundamental juga sebaiknya tidak overtrading ketika melakukan pemesanan
IPO. Karena overtrading itu adalah perilaku dari seorang trader. Bukan seorang investor.
Seorang investor harus lebih yakin terhadap kinerja investasi jangka panjangnya,
dibandingkan sekedar mencari keuntungan-keuntungan jangka pendek.

Apa yang kita lihat dari MBTO, EMDE, dan terakhir GIAA, sebaiknya menjadi pelajaran
bagi kita semua bahwa ‘trading’ pada saham-saham IPO, tidak bisa dilakukan dengan asal-
asalan seperti saran dari kedua teman saya diatas. Menghadapi IPO, kita tidak ‘harus selalu
ikut’ dan ‘pesan sebanyak-banyaknya’. Akan tetapi, kita memang harus tetap melakukan
penghitungan-penghitungan yang rasional agar bisa selamat dari marabahaya yang selalu
mengancam.

39. Bandar Keliling*

Selamat siang…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Kemarin, salah seorang teman memperingatkan saya:

Bro… belakangan ada bandar keliling. Mereka ini menggerakkan saham-saham yang lama
gak aktif. Tapi karena duitnya dikit, tarikannya cuman bentar ajah. Satu-dua hari hari
paling kelar. Gak sampe seminggu lah… Ati-ati kalau masuk saham begituan… kalau elu
pas dapet distribusinya… duit elu bisa amsyong (mati) berkepanjangan…

Saya sebenarnya agak bingung dengan apa yang dikatakan teman saya ini. Maklum, mata
saya memang hanya terbiasa melihat saham-saham blue chip yang itu-itu saja. Hehehe…
maklum… itu resiko kalau trading pake kacamata kuda. Saham diluar saham pilihan tidak
masuk ke dalam ‘radar’. Tapi ketika saya melihat saham-saham diluar saham-saham yang
menjadi pilihan saya, ternyata saya baru sadar bahwa belakangan banyak saham-saham lapis
tiga atau empat yang bergerak naik cukup banyak, tapi hanya beberapa hari saja. Setelah itu
kembali turun, dan volume kemudian hilang. Saya sih lebih suka menyebut ini sebagai
fenomena ‘Cramer bounce‘, harga yang bergerak tinggi karena rekomendasi beramai-ramai
atas saham lapis ketiga-keempat.

Bagi anda yang suka saham lapis ketiga atau lapis keempat, saya tidak bosan-bosannya
mengingatkan:

 Saham-saham itu, kalau sudah diam, diamnya bisa lamaaaaaaa sekali.


 Saham-saham itu hanya bagus untuk trading. Kalau untuk investasi…. pendapatan
mereka biasanya bukan dari pendapatan operasional. Untuk investasi? Mendingan
yang laen kali ye?

So… Hidup adalah pilihan. Saya memilih untuk disiplin untuk trading hanya pada saham-
saham yang fundamentalnya jelas. Saham-saham seperti itu… saya memang kadang
rekomendasi… maklum… prediksi atas saham-saham seperti itu kan tetap sama saja dengan
saham-saham bluechip lainnya. Tapi saya tidak tertarik untuk melakukan posisi beli atas
saham-saham yang diluar trading plan saya. Biar orang lain untung, saya percaya bahwa
setiap olang punya mangkoknya sendiri-sendiri.

Terakhir… pergerakan saham-saham lapis ketiga dan lapis keempat ini, sering kali
mengakhiri sebuah siklus trend jangka menengah. Kedepan, kita tinggal memperhatikan:
apakah saham-saham lapis pertama (big caps) sudah mulai terkoreksi sehingga mengakhiri
trend naik jangka menengah? Atau malah saham-saham big caps kembali menguat sebagai
tanda bahwa IHSG sudah keluar dari kisaran konsolidasi dan trend naik jangka menengah
yang baru sudah kembali dimulai?

Kita lihat deh…

40. Trader Pengejar Rumor

Selamat siang…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Pada tanggal 31 Januari lalu, teman lama saya mengirim Blackberry Message (BBM) kepada
saya dengan isi sebagai berikut:
Kesan pertama saya adalah: Eh… kok nggak biasanya ini orang kirim BBM rekomendasi
kepada saya. Saya sih sudah lebih dari 10 tahun tidak pernah tertarik oleh rumor. Tapi
kemudian saya melihat chart dari saham GEMA, harga sudah naik 55,6% (penutupan ke
penutupan) dalam 8 hari perdagangan. Melakukan posisi beli ketika harga sudah naik terlalu
tinggi dalam waktu yang terlalu cepat seperti ini adalah sebuah perbuatan yang tidak
bijaksana. Bener nih harga masih mau naik?

Saya kemudian memperhatikan pergerakan harga dari saham tersebut di hari itu. Harga
penutupan sebelumnya, di Rp420. Pada pagi hari, harga dibuka tidak berubah di
Rp420. Kemudian, harga bergerak naik ke Rp 425 dulu. Kemudian tidak lama kemudian,
harga turun hingga titik terendahnya di Rp 335, turun 21,2% dari titik tertingginya, sebelum
ditutup di Rp 340. Loh? Apa maunya ini? Dengan rumor seperti itu, harga malah turun
dengan pergerakan pagi naik dulu. Apa orang yang beli pagi berdasarkan rumor, apa nggak
nyangkut itu? Bagaimana nasib dari orang yang dengan lugu melakukan posisi beli setelah
harga pembukaan? Apakah tidak terjebak? Apakah rumor ini tujuannya memang menjebak?

Saya kemudian berpikir, dari mana teman saya dapet berita atau rumor ini. Sepertinya rumor
ini bukan dia yang bikin. Dari temannya sesama broker? Dari analisnya? Atau dari
mana? Saya kemudian bertanya kepada ‘Mbah Google’. Saya memasukkan keyword
“diminati asing GEMA melesat 750”. Saya kemudian, tertarik kepada halaman rumor yang
terdapat di salah satu portal online. Pikir saya ketika itu: ‘duh… kelakuan siapaaa ini…”

Saya kemudian teringat, loh… beberapa waktu yang lalu, saham LTLS memiliki pergerakan
saham seperti itu. Pagi naik dulu, sore kemudian turun. Saya cek chart LTLS, ternyata
pergerakan itu terjadi tanggal 25 Januari. Dan, saya cek halaman rumor tersebut, ternyata
tanggal 25 Januari juga terdapat rumor LTLS dengan bunyi: Di Incar Asing, LTLS tender
offer Rp 2000. Lah? Kok? Masa sih kebetulan?

Kemarin, hari Kamis, saya kebetulan melihat kolom rumor tersebut merekomendasikan
saham TELE. Mau dibeli ZTE katanya. Saya sampai ngetweet melalui akun tweeter saya,
@satriopakrt kurang lebih seperti ini: KALAU TELE HARI INI TURUN,
KEBANGETAAAN!!! Well… TELE hari itu tidak turun. Tapi tetap saja, harga saham naik
dulu di pagi hari, kemudian turun, Tetap saja. Orang yang beli pagi setelah melihat kolom
rumor tersebut, kemungkinan besar sudah berada didalam masalah.

Saya terus penasaranan. Sebenarnya, kualitas rekomendasi dari kolom rumor media tersebut,
seperti apa sih? Saya kemudian melihat 10 rekomendasi terakhir dari kolom rumor tersebut:
Hm… benar-benar menarik. Kita bisa melihat bagaimana cara sebuah ‘rumor’ memancing
‘korban’nya. Yang pertama, adalah dengan menggunakan potensi keuntungan yang luar
biasa tinggi. Ini dapat dilihat dari rata-rata potensi keuntungan yang dijanjikan oleh
rumor tersebut, adalah sebesar 68,5%. Trader seperti ‘didorong’ untuk melakukan posisi
beli dengan umpan yang mereka inginkan: potensi keuntungan yang sangat besar untuk
jangka waktu pendek. Potensi keuntungan 68,5% untuk jangka pendek, itu jelas sangat jauh
dibandingkan dengan suku bunga deposito yang saat ini hanya berkisar pada level 3,8% –
4,5%.

Selain itu… bumbu penyedap rumor yang paling sering digunakan adalah kata-kata
‘ASING’. Mulai dari ‘ditawar asing’, ‘diincar asing’, ‘disedot asing’ (oh.. emang asing bisa
‘nyedooooot’ sekarang… hehehe). Adanya kata-kata ‘asing’ ini membuat rumor tersebut
menjadi lebih menarik. Tapi… apakah benar memang ‘asing’???? ah… mosok sehhh???

Terus… bagaimana hasilnya? Apakah transaksi jangka pendek ini menguntungkan seperti
yang diiklankan?

Ternyata yang didapat adalah kondisi yang sebaliknya. Saya mencoba menggambarkan
‘hasil’ ini dengan beberapa buah model transaksi yang bisa dilakukan oleh seorang
trader. Bicara mengenai ‘trader’ ini tentu saja artinya bisa luas karena strategi trader itu bisa
bermacam-macam. Untuk mempersempit pilihan, saya mencoba membuat tiga buah model.

1. Model pertama adalah One Day Trader (ODT) yang memiliki strategi ‘beli pada
harga 1 poin diatas harga pembukaan, dan jual pada harga 1 poin dibawah harga
penutupan. Yang dimaksud dengan ‘1 poin dibawah penutupan ini karena pada
penutupan harga lebih sering ditutup di posisi offer, sehingga posisi jual dilakukan di
harga bid, kecuali jika harga ditutup di harga terendah, maka berarti posisi dijual pada
harga penutupan.
2. Model kedua adalah ‘Trader Terima Seminggu’ (TTS) yang memiliki strategi ‘beli
pada harga 1 poin diatas harga pembukaan, dan jual pada harga 1 poin dibawah harga
penutupan ketika T+2 (kalah menang diterima/dibayar seminggu kemudian).
3. Model ketiga adalah ‘Trader Nyangkuter’ (NYANGKUTERS) dimana trader ini
beli pada harga 1 poin diatas harga pembukaan ketika T+0 rekomendasi, tapi karena
nyangkut, ditahan terus hingga sekarang (penutupan hari Jumat kemarin).

Hasilnya bisa dilihat dibawah ini:


Hebat ya? Anda bisa melihat. Seorang pemodal, dipancing untuk melakukan posisi beli,
dengan janji potensi keuntungan yang luar biasa tinggi. Akan tetapi, yang didapat untuk
jangka pendek, adalah kerugian yang cukup signifikan dengan probabilitas yang sangat
tinggi. Dari sisi probabilitas, anda bisa melihat bahwa One day trader (ODT) memiliki
probabilitas untuk mengalami kerugian sebesar 100%, dengan rata-rata kerugian
untuk setiap sahamnya adalah sebesar 7,5%. Hasil dari Trading Terima Seminggu
(TTS) ternyata lebih mengenaskan lagi. Ketika trader tersebut memutuskan untuk tidak
cut loss dan menahan posisi hingga dua hari, (berubah menjadi TTS) , probabilitas untuk
mengalami kerugian memang kemudian turun menjadi 80%, akan tetapi dengan
kerugian yang lebih besar, yaitu sebesar 8,1%. Bagi trader yang memutuskan untuk terus
menahan posisi, menyangkutkan diri (Nyangkuters) maka probabilitas untuk mengalami
kerugian tetap sama yaitu sebesar 80%, tapi dengan kerugian yang relatif tidak berubah, yaitu
sebesar 7,9%.

Semua itu adalah potret dari seorang pengejar rumor. Orang yang melakukan posisi beli
dengan didorong perasaan ‘serakah’, keinginan untuk memperoleh keuntungan, atau ‘greed’
yang dimilikinya. Karena keyakinan akan rumor tersebut, dia melakukan posisi beli, 1 poin
lebih mahal dari harga pembukaan. Hasilnya? Kalau dia adalah seorang yang ‘beli pagi jual
sore’, rata-rata kerugian yang dialaminya adalah sebesar 7,5%. Kalau dia seorang yang plin-
plan… dan kemudian bilang kalau: “ah… ditahan ajah deh… dilepas nanti ajah… kita lihat 1
– 2 hari deh…”. Hasilnya, anda akan memiliki kerugian yang lebih dalam, kerugian yang
lebih besar, dengan rata-rata kerugian sebesar 8,1%. Terus, kalau anda adalah seorang trader
nyangkuter, yang sayang cut loss, tidak mau rugi, menahan posisi, dan berharap harga nanti
naik di kemudian hari? Well… berarti sampai penutupan hari Jumat kemarin (10 Februari
2012), anda sudah memilki kerugian potensial dengan rata-rata sebesar 7,9%.

Loh? Kok rugi? Katanya mau untung?

Kalau anda merasa bahwa ‘keanehan’ seperti ini adalah absurd dan harus dihentikan…. anda
seakan berhadapan dengan ‘The Great Wall of China’. Dari apa yang saya pernah tanyakan
kepada teman yang lebih mengerti mengenai hukum pasar modal, jawaban mereka biasanya
klasik. Pemberi rekomendasi akan berlindung pada disclaimer. BEI akan berkata bahwa
tugas mereka adalah melaksanakan perdagangan yang wajar. BEI tidak memandang rumor
seperti ini sebagai sesuatu yang diluar kewajaran. BEI sering kali hanya bertanya kepada
Emiten, kebenaran dari berita tersebut, dan ketika emiten bilang bahwa berita itu tidak benar,
BEI juga tidak bisa berbuat apa-apa. Bapepam? Well… Bapepam merasa bahwa mereka
tidak memiliki juridiksi untuk mengatur media, karena yang mengatur media itu kan dewan
pers. Dan apakah hal seperti ini akan menjadi perhatian dari Dewan Pers? hm…. belum
pernah saya dengar Dewan Pers mengatur tentang rumor pasar modal. Jadi… karena masalah
ini berada dalam ‘no man’s land’… rumor tetap mengalir, pemodal retail tetap menjadi
korban, dan tidak pernah ada pihak yang dihukum. Yang bersalah ada di penjara. Mengenai
masalah rumor, tidak ada pihak yang bisa dipersalahkan.

Saya hanya bisa mengucapkan: Selamat datang di Indonesia, negara hukum yang kita cintai
ini.

So…

Anda masih berminat menjadi ‘Trader Pengejar Rumor’? Anda masih merasa perlu
mendegarkan rumor? Sejak lebih dari 10 tahun yang lalu, saya sudah memutuskan untuk
berhenti mendengarkan rumor, dan kemudian belajar memprediksi sendiri pergerakan harga.
Semoga saja anda memiliki kesimpulan yang sama, setelah anda membaca tulisan ini.

41. Rumor = Tadlis Modern?*


(Catatan: Tulisan ini lebih cocok dibaca oleh mereka yang Muslim. Terima kasih).

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Saya tidak pernah menyukai saham-saham yang penggeraknya bukan faktor


fundamental. Benci.. mungkin adalah kata yang lebih tepat. Non-fundamental stocks…
begitu saya biasa menyebutnya. Saham yang analis fundamental tidak mau melirik karena
penggeraknya bukan faktor-faktor fundamental yang jelas. Rumor, kabar angin, berita yang
sering kali emitennya kemudian menolak bahwa berita itu benar. Kalau anda… mungkin
sudah terbiasa menyebutnya sebagai Saham Gorengan.

Bagi orang yang tahu bahwa saya adalah seorang analis teknikal, itu sebenarnya terdengar
aneh. Aneh, karena seorang analis teknikal, seharusnya bisa memprediksi semua macam
saham. Tidak ada bedanya antara saham non-fundamental dan saham fundamental. Well…
memang begitu seharusnya… prediksinya sama saja. Nggak susah juga kok… banyak
saham-saham non-fundamental yang arah pergerakan harganya masih bisa diprediksi dengan
retracement 50%. Harga turun, retracement 50% kena terus rebound… harga naik terus kena
retracement 50% terus turun, masih banyak lagi. Prediksinya memang sama, tapi… karena
saham-saham ini telah banyak memakan korban, maka saya jadi cenderung menghindar jika
orang bertanya kepada saya mengenai saham-saham tersebut.

Ada beberapa masalah yang membuat saya membenci saham-saham non-fundamental


ini. Masalah pertama bagi saya adalah: saya lebih sering melihat orang jatuh rugi setelah
‘berkenalan’ dengan saham-saham itu, dibandingkan ketika mereka mencoba ‘berinvestasi’
pada saham-saham tersebut. Jauh lebih sering dibandingkan dengan mereka yang mencoba
untuk membeli saham-saham yang berfundamental jelas. Lebih sial lagi, karena saham-
saham ini seringkali harganya secara nominal murah, maka korban dari saham-saham ini
sebagian besar adalah pemodal retail yang kecil. Mereka yang sebenarnya tadinya hanya
‘coba-coba’ masuk ke bursa. Coba-coba membeli saham. Orang coba-coba malah kemudian
dihabisi oleh pasar. Jadi… kalau anda melihat ada orang bursa yang terheran-heran,
mengapa jumlah angka pemodal retail kita tidak pernah bertambah, itu sebenarnya hanyalah
sebuah lelucon. Gak heran kalau jumlah pemodal retail kita dari dulu cuman segitu-segitu
saja. Orang kelakuan orang bursanya seperti ini…

Masalah yang kedua, pasti sudah anda baca pada tulisan saya yang sebelumnya, yaitu
mengenai Trader Pengejar Rumor: Di bursa, orang itu rela ‘dengan tidak sengaja tapi
konsisten’ memberikan rumor yang tidak benar. Saya sebut ‘tidak sengaja tapi konsisten’ itu
dengan alasan sebagai berikut: Rumor itu, sumbernya biasanya dari analsis sebuah berita atau
realita yang dihadapi oleh perseroan. Kalau analisis, berarti ada kualitasnya. Kalau orang
yang memberikan ini adalah orang yang nalar, yang niatannya baik, pasti dia akan menjaga
kualitas analisisnya. Berusaha memberikan analisis yang sebaik-baiknya, analisis yang
benar. Lebih sering yang benar daripada yang salah.

Tapi tetap saja, tidak ada analisis yang 100% benar. Sejelek-jeleknya orang, seperti apa sih
kualitasnya? Saya kira, sejelek-jeleknya orang, asal mau berusaha, pasti mau benar 3 dari 10,
pasti tidak akan sulit. Benar 2 dari 10 deh… masa sulit sih? Tapi dalam tulisan saya tersebut
jelas: 10 prediksi salah dari 10 prediksi. Masa sih bisa dilakukan dengan ‘tidak
sengaja’? Terutama jika dilakukan ketika IHSG berada di daerah resisten? Daerah dimana
harga memiliki probabilitas untuk bergerak turun dibandingkan bergerak naik?

Beberapa bulan yang lalu, saya membaca mengenai tadlis. Secara harfiah, arti kata dari tadlis
adalah penipuan. Definisi lengkap dari tadlis (yang saya dapat dari weblog Belajar Ekonomi
Islam) ini adalah sebagai berikut: tadlis adalah transaksi yang mengandung suatu hal yang
tidak diketahui oleh salah satu pihak ( unknown to one party). Setiap transaksi dalam Islam
harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak, mereka harus mempunyai
informasi yang sama (complete information) sehingga tidak ada pihak yang merasa
ditipu/dicurangi karena ada sesuatu yang unknown to one party”.

Ada 4 (empat) hal dalam transaksi Tadlis, yaitu :

 Kuantitas, mengurangi takaran


 Kualitas, menyembunyikan kecacatan barang
 Harga, memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga pasar
 Waktu, menyanggupi delivery time yang disadari tidak akan sanggup memenuhinya

Dalam ke empat bentuk tadlis tadi, semuanya bersifat melanggar prinsip rela sama rela (An
Taradin Minkum). Keadaan rela sama rela yang dicapai bersifat sementara yakni sementara
pihak yang ditipu belum sadar. Disaat yang ditipu telah sadar bahwa dirinya tertipu, maka ia
pasti tidak merasa rela.

Istilah tadlis ini, berasal dari jaman Rasulullah, Muhammad SAW dalam sebuah hadist yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Hadist tersebut menyatakan bahwa Rasulullah pada suatu
hari berjalan ke pasar, kemudian beliau melihat pedagang menjualsetumpuk kurma yang
bagus, Rasulullah tertarik dengan kurma tersebut, tetapi ketika beliau memasukkan tangan ke
dalam tumpukan kurma itu ternyata di bagian bawahnya busuk, kemudian Rasulullah
menanyakan kepada pedagangnya mengapa kurma yang dibawahnya basah. Pedagang
menjawab bahwa kurma yang basah tersebut karena hujan. Kemudian Rasulullah bertanya
lagi mengapa kurma yang basah tersebut tidak diletakkan di atas supaya orang bisa
melihatnya. Rasulullah menyatakan bahwa orang yang menipu dalam berdagang bukan
umatnya.

Perbuatan dimana ‘seseorang meletakkan barang yang bagus sebagai display sedangkan
dibawahnya adalah barang yang busuk’, sebenarnya mengingatkan saya kepada apa yang
biasa kita sebut sebagai window dressing. Akan tetapi… kalau kita kemudian melihat pada
proses ‘pemberian informasi yang sesat’ yang esensinya sering kita lihat dalam sebuah
rumor. Bukankah itu mirip dengan definisi tadlis yang ada pada hadist tersebut diatas?

Apakah pemberian dengan sengaja dan sistematis, informasi atau rumor yang sesat, adalah
suatu bentuk perdagangan yang bisa digolongkan sebagai tadlis?

Saya bukan pakar ekonomi syariah. Saya hanya salah satu ‘pelajar’ yang kebetulan tengah
menekuni ekonomi syariah. Dari sedikit ilmu yang saya dapat, saya sih ‘merasa’ bahwa
penyesatan informasi secara sistematis seperti ini bisa digolongkan sebagai tadlis. Tapi…
benarkah?
Keraguan inilah yang membuat saya lebih cenderung untuk berkutat pada saham-saham yang
berfundamental jelas. Memang, karena saya masih belum ‘mengibarkan bendera syariah’
dalam weblog ini, saya masih melakukan rekomendasi atau analisis pada saham-saham
perbankan. Akan tetapi, saya berusaha sedapat mungkin untuk tidak merekomendasikan
saham-saham dengan fundamental tidak jelas. Terutama saham-saham yang hanya di drive
oleh rumor, tidak oleh kinerja perusahaan.

Terkadang… hati saya masih saja kecewa, melihat mereka yang mengaku muslim, tapi tetap
merekomendasikan saham gorengan, atau… mereka yang mengaku muslim, tapi masih
terlibat dengan penggorengan saham. Tapi mau gimana lagi?

Minimal, saya sudah memulainya dari diri saya sendiri.

42. Karena orang cenderung pake margin dan pegang portfolio…*

Posted by Satrio Utomo on April 4, 2013 · 2 Comments

Selamat sore…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula


Saya masih suka ketawa kalau denger orang bilang gini:

udah.. tenang aja… saham yang elu pegang itu, kan saham gorengan. Gak ngaruh gak..
dengan pergerakan IHSG… Kalau Big Caps atau Blue Chip turun… saham itu gak akan
ikutan turun.

Well… Penjelasannya itu gini loh.. Bandar or Big Player utama dari saham gorengan itu..
mungkin memang tidak akan pegang BC.. tapi.. banyak pemain lain yang pegang. Kalau BC
turunnya terlalu dalam… pemain lain (terutama pemain ‘supermarket’ – pegang banyak
barang) yang biasanya pake margin ini, bakal terpaksa kena forced sell. Nah.. FSnya ini yang
kemudian memaksa dia buang barang gorengan juga.

So… kalau ada orang bilang kalau saham gorengan yang sedang anda pegang bisa ‘bullet
proof’… hehheehe… gak ada jaminan.. Belum tentu juga bro… Mending anda minta jaminan
aset sama dia ajah… untuk membuktikan omongan dia itu. Hehehe.

Alasannya juga sederhana: karena pemain margin yang kedodoran… cenderung untuk
pegang portfolio

43. Karena Kesombongan bukanlah milik Manusia (revised)*

(Maaf… alinea pembukanya ketinggalan… Semoga anda tidak bosan untuk membacanya
sekali lagi. Terima kasih.)

Selamat pagi…

Kembali ke artikel awal: Trading untuk Pemula

Hare gene… ketika trend naik sudah mulai melengkung turun, banyak orang yang masih
semangat berteriak beli. Kalau yang analis fundamental, mungkin tidak masalah. Tapi…
paling aneh kalau ada orang sudah nempel padanya brand ‘analis teknikal’.. bahkan
namanyapun sudah pake ‘analis teknikal, masih terus bilang beli dengan mulut berbuih…
merapalkan fakta-fakta fundamental.

Saya selalu teringat sebuah kata-kata mutiara yang pernah saya baca:

Pride of prediction has led to so many falls in Wall Street

Saya sudah lupa siapa yang bilang begini. Tapi yang saya ingat, itu adalah salah satu kata-
kata bijak yang ada pada buku Investment Psychology Explained karya Martin Pring.

Hm… Sombong…
Kalau dalam agama saya (Islam), ada penekanan yang agar kita tidak boleh sombong. Salah
satu diantaranya ada pada QS An Nahl 23:

“Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri.”

Sombong itu adalah sebuah sikap yang jelek deh…. intinya seperti itu.

Itulah sebabnya… ketika berkaitan dengan pergerakan harga, saya tidak pernah mau
sombong. Trend harga jangka pendek sudah berubah menjadi turun, saya bukan orang yang
terus bilang: tenang aja… percaya saya… nanti kan harga akan naik lagi… tahan aja
posisinya… fundamentalnya bagus ini. dll.. dst.

Hehehe…

Saya memilih untuk terus mengikuti arah pergerakan harga jangka pendek (trend jangka
pendek). Beli ketika mau naik, jual ketika mau turun. Kalau harga saham yang kita pegang
sudah berubah trend dari naik menjadi turun, saya lebih suka untuk melakukan posisi jual,
kemudian menunggu sampai trend harga kembali bergerak naik, atau setidaknya ketika harga
saham mencapai suport level yang kuat (biasanya retracement 50%) baru kemudian saya
mulai berpikir untuk kembali melakukan posisi beli. Minimal… posisi saya berubah menjadi
posisi trading jangka pendek, hit and run, tidak ada posisi beli simpan yang terlalu panjang.

Disiplin.

Saya belum tentu benar juga. Tapi semua saya lakukan agar hidup saya lebih tenang. Semua
agar saya tidak perlu bersombong-sombong… menentang realita bahwa trend harga sudah
turun.

Valuasi memang masih diatas, diatas harga saat ini. Hitungan teknikal juga bisa jadi masih
diatas, diatas harga saat ini. IHSG juga masih bisa 5000 di tahun ini. Tapi ketika trend harga
sudah berubah menjadi turun…

Ngapain juga ditahan siy?

Dalam 15 tahun perjalanan saya di bursa, sudah terlalu sering saya melihat orang kehilangan
seluruh kekayaannya dan bahkan kebahagiaan keluarganya, cuman gara-gara terlalu sombong
menantang pergerakan harga.

Anda mungkin juga menyukai