Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN BENIGNA PROSTAT

HIPERPLASIA (BPH)
A. PENGERTIAN
Benigna Prostatic hyperplasia adalah suatu kondisi yang sring terjadi sebagai
hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana elin, 2011). Benigna
Prostatic hyperplasia (BPH) adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa
hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya
dengan hipertropi proses namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia
(Sabiston, David C, 2005).
Menurut Smeltzer dan Bare, 2002, BPH adalah suatu keadaan di mana kelenjar
prostatmengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandungkemih dan
menyubat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi patologis
yang paling umum umum pada pria.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar
Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang
dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm,
tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah,
lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama
perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi
satu disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak
tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu,
dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.
Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari :
a. Kapsul anatomis.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler.
Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :
1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga
sebagaiadenomatus zone.
3) Di sekitar uretra disebut periuretral gland.
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari
vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang
bermuara ke dalam uretra.
2. Fisiologi
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur,sedangkan
pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.
Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan
prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning
kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang
terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan,
keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah
tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas
tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra
menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra,
tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan
kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat
merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap
undangan (counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak
adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong
tahun2004 etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah :
1. Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan
testosteron dan estrogen. Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan
hormon Estrogen dan penurunan testosterone sedangkan estradiol tetap yang dapat
menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
2. Ketidakseimbangan endokrin.
3. Faktor umur / usia lanjut. Biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun.
4. 4. Unknown / tidak diketahui secara pasti.
Penyebab BPH tidak diketahui secara pasti (idiopatik), tetapi biasanya disebabkan
oleh keadaan testis dan usia lanjut.

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
a. Obstruksi :
1) Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
2) Pancaran waktu miksi lemah
3) Intermitten (miksi terputus)
4) Miksi tidak puas
5) Distensi abdomen
6) Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
b. Iritasi : sering miksi( frekuensi), nokturia, urgensi, disuria.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
3. Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004).
Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-
gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu :
a. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
b. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih.
hipertrofi kandung kemih dan cystitis (Hidayat, 2009).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:
a. Retensi urin (urine tertahan di kandung kemih, sehingga urin tidak bisa keluar).
b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing.
c. Miksi yang tidak puas.
d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
e. Pada malam hari miksi harus mengejan.
f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
g. Massa pada abdomen bagian bawah.
h. Hematuria (adanya darah dalam urin).
i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin).
j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi.
k. Kolik renal (kerusakan renal, sehingga renal tidak dapat berfungsi).
l. Berat badan turun.
m. Anemia, kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui.
n. Pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.
Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis
dan selaputnya merusak ginjal (Arifiyanto, 2008). Gejala generalisata juga mungkin
tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada
epigastrik (Brunner & Suddarth,2001).

D. KLASIFIKASI
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu:
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan
penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol,
batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih
dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
E. PATHWAY

Perubahan usia (usia lanjut)

Ketidakseimbangan produksi estrogen dan progesteron

Kadar testostron menurun kadar esterogen meningkat

Diit kompleks prostat hiperplasia sel stoma pada jaringan

Mempengaruhi RNA dalam inti sel

Proliferasi sel prostat

BPH

Perubahan Pola TURP/ INSISI

Sistem irigasi luka insisi

Resiko disfungsi sex

Peregangan Penggunaan alat invasif

Spasme otot VU Resiko Infeksi

Nyeri Intoleransi Aktivitas

Gg. Rasa Nyaman : Nyeri


F. PAHTOFISIOLOGI
Menurut Syamsuhidayat dan Wim De Jong tahun 2004, umumnya gangguan ini
terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat
membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif
menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang
menghasilkan kapsula bedah.
Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke
dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan
peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus
destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.
Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung
kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif.
Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih.
Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif
bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat
dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema
hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit,
urin dan beban solut lainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang
progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan
air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan
hipovelemia.
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-
lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan.
Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat. Resistansi pada leher buli-buli dan
daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau diverkel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi
dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya
dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala adalah:
1. Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH.
2. Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
melawan resistensi uretra.
3. Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi ureta sampai
akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena
jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
4. Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi
sehingga interval antar miksi lebih pendek.
5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari
korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretraberkurang selama tidur.
6. Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter.
7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin
keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai compliance
maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan sfingter.

G. PENATALAKSANAAN
1. Modalitas terapi BPH adalah :
a. Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien.
b. Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan Keluhan ringan, sedang
sedang dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari phitoterapi
(misalnya : Hipoxis rosperi, serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan
golongan supresor androgen.
c. Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
1) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut (100 ml).
2) Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih setelah
klien buang air kecil > 100 Ml.
3) Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan system perkemihan seperti
retensi urine atau oliguria.
4) Terapi medikamentosa tidak berhasil.
5) Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
2. Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a. TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).
1) Jaringan abnormal diangkat melalui rektroskop yang dimasukan melalui uretra.
2) Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.
3) Dibutuhkan kateter foley setelah operasi.
b. Prostatektomi Suprapubis
1) Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandung kemih.
2) Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley, dan kateter suprapubis setelah
operasi.
c. Prostatektomi Neuropubis
1) Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah.
2) Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.
3) Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.
d. Prostatektomi Perineal
1) Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.
2) Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.
3) Vasektomi biasanya dikakukan sebagai pencegahan epididimistis.
4) Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan perut, enema,
diet rendah sisa dan antibiotik).
5) Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka (drainase) diletakan pada
tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk.Pada TURP, prostatektomi
suprapubis dan retropubis, efek sampingnya dapat meliputi:
1. Inkotenensi urinarius temporer
2. Pengosongan urine yang keruh setelah hubungan intim dan kemandulan
sementara (jumlah sperma sedikit) disebabkan oleh ejakulasi dini kedalam
kandung kemih
.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk melihat adanya
sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan etiologi
lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH
sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dan fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan Prostat
Specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai
deteksi dini keganasan. Bila nilai SPA < 4mg / ml tidak perlu biopsy. Sedangkan bila
nilai SPA 4–10 mg / ml, hitunglah Prostat Spesific Antigen Density (PSAD) yaitu PSA
serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi
prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 mg/ml.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi
intravena, USG dan sitoskopi. Dengan tujuan untuk memperkirakan volume BPH,
menentukan derajat disfungsi buli–buli dan volume residu urine, mencari kelainan
patologi lain, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan BPH. Dari
semua jenis pemeriksaan dapat dilihat :
1) Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada batu traktus urinarius, pembesaran
ginjal atau buli – buli.
2) Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis
dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter belok –belok di vesika).
3) Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa masa ginjal, mendeteksi
residu urine, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli – buli. (Arif Mansjoer, 2000).
3. Pemeriksaan Diagnostik.
a. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang,penampilan keruh, Ph: 7
atau lebih besar, bakteria.
b. Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas, e.coli.
c. BUN / kreatinin : meningkat.
d. IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan adanya pembesaran
prostat, penebalan otot abnormal kandung kemih.
e. Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume dalam kandung kemih.
f. Sistouretrografi berkemih : sebagai ganti IVP untuk menvisualisasi
g. kandung kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal.
h. Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan kandung
kemih.
i. Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat, mengukur sisa urine dan
keadaan patologi seperti tumor atau batu

I. KOMPLIKASI
Menurut Arifiyanto (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi
prostat adalah:
1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis,
gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi.
3. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.
4. Hematuria.
5. Disfungsi seksual.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun
prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal
yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual dapat dilakukan
kembali dalam 6 sampai 8 Minggu, karena saat ini fossa prostatic telah sembuh. Setelah
ejakulasi, maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan
bersama urin (Brunner & Suddarth, 2001).
Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi yaitu:
1. Hemoragi dan syok
2. Pembentukan bekuan / trobosis
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
1. Klien mengatakan nyerisaat berkemih
2. Sulit kencing
3. Frekuensi berkemih meningkat
4. Sering terbangun pada malamhari untuk miksi
5. Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
6. Nyeri terasa panas saat berkemih
7. Pancaran urin melemah
8. Merasa tidak puas saat miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik,
merasa letih, tidak nafsu makan, mual muntah
9. Klien merasa cemas dengan pengobatan yan dilakukan

Data Obyektif

- Ekspresi wajah tampak menahan nyeri


- Terpasang kateter
2. Riwayat Kesehatan : riwayat penyakit daulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah masalah urinari yang
dialami pasien
3. Pengkajian Fisik
a. Gangguan dalam berkemih
b. Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah dan rasa tidak
nyaman pada epigastrik
c. Kaji stres emosi : cemas, takut
d. Kaji urun : jumlah, warna, kejernihan, bau
e. Kaji tanda vital
4. Kaji pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan radiografi
b. Urinaria
c. Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urine
5. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan dan
proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.
6. Jenis pengobatan pada BPH antara lain :
1. Observasi (watchfull waiiting) biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan
ringan
2. Terapi medikamentosa
3. Penghambat enzim 5-reduktase,menghambat pembentukan DHT sehingga prostat
angmembesar akan mengacil
7. Terapi bedah
8. Tindakan pembedahan
a. Prostektomi
b. Insisi prostat transuretral (TUIP)
c. TURP (TransUretral Reseksi Prostat)
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Pre operasi
1. Nyeri akut b/d agen injuri biologi
NOC :
- Pain level
- Pain control
- Comfort level

Kriteria Hasil

- Mampu mengontrol nyeri


- Rasa nyeri berkurang
- Mampu mengenal nyeri (skala, intensitas, frekuensi)

NIC:

- Kaji skala nyeri


- Observasi reaksi non vebal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapiutik untuk mengkaji pengalaman nyeri
- ciptKn lingkungn yang nyaman (suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan)
- ajarkan pasien pengobatan non farmakologi (managemant nyeri)
- kolaborasi pemberian analgesik
2. cemas b/d perubahan status kesehatan untuk menghadapi proses bedah
NOC :
- Anxiety self-control
- Anxiety level
- Coping
Kriteria hasil
- mampu mengidentifikasi cemas
- mampu megontrol cemas
- Vital sign dbn
- Menunjukkan berkurangnya kecemasan

NIC :

- Gunakan pendekatan yang menenagkan


- Jelaskan prosedur apa yang drasakan selama prosedur tindakan
- Pahami perspektif terhadap situasi stress
- Motivasi keluarga untuk menemni
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaanya
- Instruksikan pasienmenggunakan teknik relaksasi
3. Perubahan pola eliminasi b/d spasme kandung kemih
NOC :
- Urinary elimination
- Urinary contiunce.

Kriteria hasil :

- Kandung kemih kosongkansecara penuh


- Tidak ada residu urine > 100-200 cc
- Intake cairan dbn
- Bebas ISK
- Tidak ada spasme bladder
- Balance cairan seimbang

NIC :

- Observasi output urine


- Masukan kateter kemih
- Anjurkan pasien dan keluarga merekam output urine.
-

Anda mungkin juga menyukai