Oleh :
KELOMPOK 20
2019
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR
Oleh :
Mahasiswa Profesi Ners STIKes Kepanjen
Anggota :
Malang,…………………………….
Mengetahui,
(……….…………………) (……………..…….………)
B. Nama Kegiatan
Seminar Kasus Tentang ASKEP CHF
C. Tema Kegiatan
“Asuhan Keperawatan Conghestif Heart Failure Pada Ny.S Di ICU
RS Islam Gondanglegi”
E. Petugas
1. Pemateri :
2. Moderator :
3. Notulen :
F. Bentuk Kegiatan
Adapun bentuk kegiatan yang akan dijalankan yaitu seminar dan
tanya jawab
H. Peserta Kegiatan
1. Pembimbing Institusi :
2. Pembimbing Lahan :
LAMPIRAN
MATERI CHF
A. PENGERTIAN
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak
untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku
dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang
singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa
dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air
dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa
organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh
klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung adalah sindrom klinik (sekumpulan tanda dan gejala)
ditandai oleh sesak nafas yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi
jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan
terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolic) atau
kontraktilitas miokardial/disfungsi sistolik (Amin dan Hardhi, 2013)
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur
atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
(Darmojo,2010 dalam Ardini 2015).
B. ETIOLOGI
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
2. Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit
miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan
kontraktilitas menurun.
6. Faktor sistemik
C. KLASIFIKASI
1) Klasifikasi menurut gejala dan intensitas gejala (Morton 2012) :
1. Gagal Jantung Akut
Timbulnya secara mendadak, biasanya selama beberapa hari atau
beberapa jam. Secara garis besar sama dengan gagal jantung kiri dan
disebabkan oleh kegagalan mempertahankan curah jantung yang
terjadi mendadak. Tidak terdapat cukup waktu untuk terjadinya
mekanisme kompensasi dan gambaran klinisnya didominasi oleh
edema paru
2. Gagal Jantung Kronik
Perkembangan gejala selama beberapa bulan sampai beberapa
tahun dan menggambarkan keterbatasan kehidupan sehari-hari. Secara
garis besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung menurun
secara bertahap. Gejala dan tanda tidak terlalu jelas dan di dominasi
oleh gambaran yang menunjukkan mekanisme kompensasi. Yang
membingungkan, sering terjadi gagal jantung kiri dan kanan
seklaigus. Biasanya, karena gagal jantung kiri kronis, menyebabkan
hipertensi pulmonal sekunder dan gagal jantung kanan.
2) Klasifikasi Menurut Letaknya (Amin dan Hardhi, 2013)
a. Gagal jantung kiri merupakan kegagalan ventrikel kiri untuk mrngisi
atau mengkosongkan dengan benar dan dapat lebih lanjut
diklasifikasikan menjadi disfungsi sitolik dan diastolic.
b. Gagal jantung kanan merupakan kegagalan ventrikel kanan untuk
memompa secara adekuat. Gagal jantung kanan dapat juga disebabkan
oleh penyakit paru dan hipertensi arteri pulmonal primer
1. Aktifitas Neurohormonal
Terjadi dengan peningkatan vasokontriksi (rennin, angiotensin 2,
katekolamin) yang memicu retensi garam dan air serta meningkatkan
beban akhir (afterload) jantung. Hal tersebut mengurangi
pencegahanventrikel kiri dan menurunkan curah jantung, yang
menyebabkan aktivitas neuroendokrin yang lebih hebat, sehingga
meningkatkan afterload dan seterusnya.
2. Dilatasi Ventrikel
Terganggunya sistem sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi
cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi), jantung yang berdilatasi
tidak efisien secara mekanis. Jika persediaan energy terbatas (misalnya
pada penyakit koroner), selanjutnya bisa menyebabkan gangguan
kontraktilitas dan aktivitas neuroendokrin.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gagal Jantung Kiri
Sesak napas diperberat bila berbaring (ortopnea), terutama pada malam
hari atau tengah malam (dispnea nocturnal proksimal). Tanda yang
muncul diantaranya adalah :
a. Takipnea
b. Takikardi
c. Terdengar bunyi jantung ketiga
d. Ronki paru saat inspirasi
e. Kenaikan tekanan vena jugularis
f. Edema perifer bisa ridak ada
2. Gagal Jantung kanan
Retensi cairan pada rungkai, pada kasus yang berat bisa terjasi
asites. Tanda-tanda yang ditemukan adalah kenaikan tekanan vena
jugularis dan edema perifer yang biasanya merupakan pitting edema,
hepatomegali, anoreksia dan mual, nokturia dan lemah.
Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah
penekanan ringan dengan ujung jari.
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi karena pembesaran vena di hepar. Bila proses berkembang, maka
tekanaan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong
keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan
tekanan pada diafragma dan distress pernapasan.
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat
pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen.
Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan disesbabkan
menurunkan curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan
produksampah katabolisme yang tidak adekuat dengan jaringan.
G. PENATALAKSANAN
Penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung sebagai berikut :
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
2. Meningkatkan kekuatan dan efiseinsi jantung dengan bahan-bahan
farmakologis
3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebih dengan terapi diuretic
dan istirahat.
Terapi farmakologis (glikosida jantung, diuretic dan vasolodator),
berikut cara kerja dan pengawasan perawat yang diperlukan saat
pemberian obat tersebut :
a. Digitas
Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Ada beberapa efek yang dihasilakn : peningkatan
curah penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan
dieresis yang mengeluarkan cairan dan mengurangi edema. Digitalis
lengkap atau dosis lengkap diberikan untuk menginduksi efek terapi
penuh obat ini. Biasanya diberikan pada gagal jantung yang berat.
b. Terapi Diuretik
Diuretic diberikan untuk memacu ekspresi natrium dan air melalui
ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespon
pembatasan aktivitas, digitalis dan diit rendah natrium.
1. Bila diuretic diberikan atau diresepkan, maka harus diberikan
pada pagi hari sehingga diurelis yang terjadi tidak mengganggu
istirahat pasien di malam hari.
2. Asupan dan haluaran cairan harus dicatat, karena pasien mungkin
menglami kehilangan sejumlah besar cairan setelah pemberian
satu dosis diuretic
3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas terapi, maka pasien
yang mendapat diuretic harus ditimbang setiap hari pada waktu
yang sama. Selain itu, turgor kulit dan selaput lender harus dikaji
akan adanya tanda-tanda dehidrasi atau edema, denyut nadi juga
harus dipantau.
c. Terapi Vasolidator
Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada
penatalaksanaan gagal jantung. Obat-obat vasolidator telah lama
digunakan untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Obat-obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena, sehingga
tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai
penurunan dramatis kengesti paru dengan cepat.
Natrium nitroposida dapat diberikan secara intravena melalui
infuse yang dipantau ketat. Dosisnya harus dititrasi agar tekanan sistol
aterial tetap dalam batas yang diinginkan dan pasien dipantau dengan
mengukur tekanan arteri pulmonalis dan curah jantung, vasodilatasi
lain yang sering digunakan adalan “nitrogliserin”.
LAMPIRAN
A. Pengkajian
Keluhan yang biasanya muncul pada pasien dengan gagal jantung
kongesif adalah munculnya edema di bagian tubuh terutama kaki dan bagian
sakrum,dypsneu atau sesak nafas karna terganggunya pertukaran oksigen dan
karbondioksida dalam alveoli yang berisi cairan, ortopneu yaitu
kesulitan bernafas apabila berbaring telentang, batuk produktif dengan
banyak sputum berbuih, kelelahan disebabkan oleh otot-otot yang tidak
menerima cukup darah karna curah jantung yang kurang, anorexia
(Baradero, Dayrit, dan Siswadi, 2008). Pada Tn.S muncul masalah RR
30kali/menit, kelelahan dan oedem di kedua kaki.
B. Diagnosa
Diagnosa yang muncul pada Tn.S adalah ketidakefektifan pola nafas b/d
hiperventilasi (Nanda, 2015-2017). Dengan data penunjang pasien menutup
mulut rapat dan menggigit giginya dan kesadaran Tn.S menurun saat tiba di
ruang ICU RS islam Gondanglegi GCS 3,4,5 (, RR : 30 kali/menit, Suhu 36,9
o
c, tekanan darah 161/121 mmHg, SPO2 91%., dan keluarga juga mengatakan
sesak mulai tadi pagi memberat dan Tn.S sempat ridak sadarkan diri di
rumah.
C. Rencana Keperawatan
Dalam kasus ini penulis merencanakan tindakan berdasarkan buku Nanda
(2015-2017), dengan intervensi terapi oksigen NRBM yang tujuannya untuk
membantu memenuhi kebutuhan oksigen dakam tubuh (Nugroho, 2016),
memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi dengan posisi semi
fowler dan menggunakan nebulizer unuk melonggarkan pernafasan.
Pemantauan EKG untuk mengetahui ada tidaknya kelainan sistem kelistrikan
jantung. Auskultasi suara nafas, memonitoring respirasi dan status O2, monitor
TTV, dan berkolaborasi dengan dokter untuk terapi farmakologis.
D. Implementasi
Implementasi yang dilakukan kepada Tn.S pada pukul 09.35-09.42 WIB,
melakukan terapi oksigen, memposisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi atur posisi semi fowler dan pemberian nebulizer untuk melonggarkan
pernafasan, mengauskultasi suara nafas tambahan, pemasangan infuse Ns 20
tpm, pemasangan NRBM 12 Lpm, pemeriksaan EKG, Pemasangan kateter,
dan injeksi furosemid 40 mg sesuai anjuran dokter untuk membuang cairan
berlebih dalam tubuh.
E. Evaluasi
Dalam kasus ini, tindakan untuk pemenuhan kebutuhan oksigen pada Tn.S
kurang mencapai tujuan. Keluarga Tn.S mengatakan kalau Tn.S gelisah dan
masih sesak, tekanan darah 158/120 mmHg, suhu 36,7 oC, RR 28 kali/menit,
SPO2 90%. Masalah belum teratasi pada pukul 09.48 WIB Tn.S di Ruang
Instalasi Care Unir RS Islam Gondanglegi, intervensi dilanjutkan obsevasi
TTV, observasi pola nafas dan monitoring adanya tanda-tanda hipoventilasi.
LAMPIRAN
ANALISA JURNAL