Anda di halaman 1dari 19

INGGU, 29 APRIL 2018

Minggu Paskah V (Putih)

TEMA PERAYAAN IMAN


Mengasihi Disabilitas Sebagai Buah Kemelekatan pada Tuhan.

TUJUAN
Warga Gereja menghayati kemelekatan pada Allah agar mampu
membangun persahabatan bersama disabilitas sebagai sahabat yang
direngkuh dalam kasih Allah.
DAFTAR BACAAN

Bacaan I : Kisah Para Rasul 8:26-40


Mazmur Tanggapan : Mazmur 22:26-32
Bacaan II : 1 Yohanes 4:7-21
Bacaan Injil : Yohanes 15:1-8

DAFTAR AYAT LITURGIS

Berita Anugerah : Roma 8:37-39


Petunjuk Hidup Baru : Roma 12:10-12
Persembahan : Mazmur 96:7-8

DAFTAR NYANYIAN LITURGIS

Bahasa Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 381:1-4
Nyanyian Penyesalan : KJ 309:1-3
Nyanyian Kesanggupan : KJ 356:1-2
Nyanyian Persembahan : KJ 403:1-...
Nyanyian Pengutusan : KJ 378:1-2
Bahasa Jawa Kidung
Pamuji : KPJ 26:1-3
Kidung Panelangsa : KPJ 55:1, 3
Kidung Kesanggeman : KPJ 192:1, 3

85
Khotbah Jangkep - Panduan Merayakan Liturgi Gereja
Kidung Pisungsung : KPJ 162:1-...
Kidung Pangutusan : KPJ 452:1, 3

(Pdt. Wisnu Sapto nugroho – LPPS)

DASAR PEMIKIRAN
Istilah “disabilitas” merupakan istilah yang relatif baru, sebagai pengganti
istilah “cacat” yang selama ini dipakai. Mengapa harus ada istilah baru?
Karena istilah “cacat” berarti tidak lengkap, tidak sempurna. Padahal
penyandang disabilitas bukanlah orang yang tidak lengkap dan tidak
sempurna. Mereka adalah orang-orang yang lengkap dan sempurna,
dengan suatu perbedaan tertentu. Sebelum istilah “penyandang
disabilitas” secara resmi dipakai dalam Undang-undang no. 8 tahun 2016,
terlebih dahulu dikenal istilah “difabel” yang merupakan singkatan dari
bahasa Inggris differently abled (berkemampuan berbeda). Namun istilah
differently abled tidak lagi dipakai secara internasional karena setiap orang
merasa differently abled. Maka istilah resmi yang dipakai adalah persons
with disabilities, yang diterjemahkan menjadi “penyandang disabilitas.”
Apa yang dilakukan oleh Gereja terhadap penyandang disabilitas? Gereja
sebagai persekutuan yang melekat pada Kristus diundang untuk melakukan
kasih. Perwujudan kasih dilakukan dalam kehidupan seharihari kepada
semua orang tanpa memandang apa, siapa dan seperti apa keberadaan
seseorang. Dengan berefleksi dari perjumpaan Filipus dengan Sida-Sida dari
Etiopia yang merupakan penyandang disabilitas, gereja diajak untuk
membangun persaudaraan bersama disabilitas sebagai sahabat yang
direngkuh dalam kasih Allah.

KETERANGAN BACAAN
Kisah Para Rasul 8:26-40
Kisah Rasul 8:26-40 berbicara tentang sikap Gereja perdana terhadap orang
yang dianggap hina, najis. Dalam kisah ini secara khusus sikap Gereja
diwakili oleh Filipus. Ia menjumpai sida-sida Etiopia. Dalam karirnya, sida-
sida Etiopia adalah orang penting yang dihargai di kerajaan. Ia seorang
pembesar dan kepala perbendaharaan di kerajaan Sri Kandake, ratu

86
Januari-Desember 2018
Etiopia. Meski ia dihargai di mata orang-orang Etiopia, di mata hukum
Taurat, sida-sida itu dianggap najis. Ulangan 23:1 berbunyi, ”Orang yang
hancur buah pelirnya atau yang terpotong kemaluannya, janganlah masuk
jemaah TUHAN”.
Sida-sida adalah seorang yang dikebiri. Ia dipaksa untuk membuang buah
pelirnya supaya bisa melakukan karya di istana Sri Kandake. Dengan
demikian sida-sida itu penyandang disabilitas bukan bawaan (bukan sejak
lahir).
Dalam Perjanjian Lama, kalangan disabilitas (timpang, buta, hancur buah
pelirnya) dilarang masuk ke kumpulan jamaah [bdk. 2 Sam. 5:8]. Filipus
yang merupakan murid Yesus mengamalkan ajaran kasih Yesus dalam
karyanya. Gerak Roh Allah yang meneguhkan dia supaya mendekat dan
merangkul sida-sida itu. Ia melihat sida-sida Etiopia itu mengalami
kebingungan memahami kitab Yesaya. Karena itu ia mendekat kepada sida-
sida itu dan memberikan penjelasan. Dampak dari rengkuhan kasih Filipus
pada sida-sida itu adalah permintaan dari sida-sida Etiopia pada Filipus
untuk membaptisnya (Kis. 8:36-38).
Kisah ini memberi teladan pada kita untuk bersikap ramah, penuh kasih,
bersahabat terhadap mereka yang dipinggirkan dengan cara tidak layak.
Kepada siapapun, Gereja mesti menunjukkan cinta kasih sebab itulah yang
dikehendaki Tuhan Yesus. Gereja mesti menjauhkan diri dari sikap
menghakimi, menyingkirkan sesama ciptaan Allah.
Mazmur 22:26-32
Pemazmur mengajak jamaah mengangkat hati memuji Tuhan. Ia pantas
dipuji karena satu-satunya sumber nyanyian pujian. Selain itu, jamaah juga
diajak untuk membayar nazarnya kepada Allah. Nazar dibayar dengan suatu
korban syukur. Hal yang elok dari ibadah pemazmur yaitu diundangnya
orang-orang miskin dan tertindas untuk turut memuji Tuhan. Pemazmur
mendoakan semua orang (termasuk yang miskin dan menderita) supaya
tersorak-sorai bahagia. Agar pujian bagi Allah tidak berhenti, pemazmur
mengajak jamaah untuk memuji Tuhan bersama generasi yang lain. Ayat 31
menuturkan ajakan pemazmur supaya anakcucu diajak beribadah kepada
Tuhan.

87
Khotbah Jangkep - Panduan Merayakan Liturgi Gereja
Ajakan memuji Tuhan kepada orang-orang miskin dan tertindas merupakan
ajaran yang “tidak lumrah” dilakukan pada masa itu. Biasanya orang miskin,
tertindas dan anak-anak akan diabaikan. Peribadatan umat acapkali
melihat orang miskin, tertindas dan anak-anak dengan sebelah mata.
Karena itu melalui nyanyian pujian ini, pemazmur mengajak supaya semua
orang saling merangkul.
1 Yohanes 4:7-21
Pada bagian ini kita menemukan bahwa kasih mempunyai asal-usulnya,
yaitu dari Allah (ayat 7). Allah adalah kasih dan manusia yang hidup dalam
kasih lahir dari Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah
(ayat 8). Melalui kasihlah, Allah dikenal (ayat 12). Ia adalah Roh. Karena Ia
Roh, kita tidak bisa melihat-Nya secara langsung (seperti orang tidak bisa
melihat bentuk angin). Saat ini kita melihat Diaakibat dari hasil karya Allah.
William Barclay meberikan penggambaran yang bagus. Ia mengatakan: kita
tidak bisa melihat angin, tetapi kita dapat melihat apa yang angin kerjakan.
Kasih Allah diwujudnyatakan dalam Kristus (ayat 9). Apabila kita
memandang Yesus, kita belajar hidup mengasihi tanpa batas. Kasih yang
tanpa batas itu seperti yang dinyatakan pada ayat 17-18 yaitu hilangnya
perasaan takut. Ketika rasa takut hilang, manusia akan berhubungan satu
sama lain dengan cair, ramah, terbuka. Maka dari itu barangsiapa
mengasihi sesamanya, ia mengasihi Allah sebab Allah adalah kasih.
Sebaliknya, bila kita mengatakan mengasihi Allah, maka harus mengasihi
sesama. Satu-satunya jalan untuk membuktikan bahwa Allah berada dalam
hati kita adalah dengan terus hidup dalam kasih kepada sesama.
Yohanes 15:1-8
Yohanes 15:1-8 tidak dapat dipisahkan dari bacaan sesudahnya (pasca ayat
8). Konteks sesudah pasal 15:1-8 adalah perintah supaya saling mengasihi
dan peringatan mengenai dunia yang tidak simpatik kepada murid-murid.
Dalam segala keadaan, para murid diminta untuk saling mengasihi. Dengan
hidup saling mengasihi, para murid akan sungguhsungguh hidup. Dari mana
murid-murid Yesus mampu mewujudkan kasih? Jawabnya ada pada
Yohanes 15:1-8.
Perumpamaan Yesus sebagai pokok anggur yang benar dan para murid
adalah ranting-rantingnya merupakan metafora. Rupanya metafora itu

88
Januari-Desember 2018
diambil dari Yeremia 2:21. Pokok anggur yang benar maksudnya adalah
pokok anggur yang dijamin menghasilkan buah banyak dan buahnya bagus,
tidak busuk pula.
Pengusaha yang menjaga, merawat kebun anggur adalah pekerja keras dan
menghendaki hasil buah anggur yang baik. Maka ia tidak segan untuk
memotong, membersihkan ranting-ranting yang tidak menghasilkan buah.
Ia juga rajin melakukan pembersihan terhadap ranting-ranting itu (ayat 2).
Para murid digambarkan sebagai ranting-ranting yang harus meghasilkan
buah. Prasyarat ranting berbuah adalah hidup. Agar bisa hidup, ranting
harus melekat pada pokoknya. Ayat 5 menyatakan ajakan Yesus pada para
murid agar tinggal (melekat) pada Dia. Dengan demikian, ranting akan
hidup dan berbuah. Ayat 8 menyatakan bahwa tujuan dari berbuah banyak
bukan tujuan dari dan bagi dirinya sendiri, melainkan untuk kemuliaan Allah
Bapa, Sang Pengusaha kebun anggur. Dari buahnya orang lain akan
mengetahui bahwa seseorang adalah murid Yesus.
Melalui metafora ini, Tuhan Yesus mengajak para murid untuk tetap
melekat pada Dia supaya dimampukan mewujudkan kasih pada sesama
manusia. Dengan demikian, kehidupan yang dijalani murid Yesus adalah
hidup yang memanusiakan manusia dengankasih Bapa.

POKOK DAN ARAH PEWARTAAN


Dalam kehidupan bersama umat Allah dijumpai penyandang disabilitas.
Mungkin ada di antara warga gereja sendiri merupakan penyandang
disabilitas – berapapun usianya dan jenis disabilitasnya (entah sejak lahir
atau karena peristiwa tertentu (kecelakaan) yang berakibat pada
disabilitas). Mungkin di antara warga gereja yang merupakan penyandang
disabilitas merasa malu atau rendah diri karena keadaannya. Melalui
khotbah ini warga gereja yang menjadi penyandang disabilitas belajar dari
sida-sida Etiopia yang tidak merasa malu dengan keberadaannya. Ia dipaksa
menjadi disabilitas. Meski menurut tradisi Taurat ia dilarang masuk rumah
Allah, ia berjuang dengan dirinya sendiri dan tetap menggumulkan firman
Allah. Di sisi lain, warga gereja diajak menghayati ajaran Tuhan Yesus yaitu
hidup dalam kasih. Kasih itu merangkul semua orang tanpa batas apapun.
Supaya kasih kepada sesama mewujud, warga gereja diajak melekat pada
Kristus. Kemelekatan pada Kristus sebagaimana dalam perumpamaan

89
Khotbah Jangkep - Panduan Merayakan Liturgi Gereja
pokok anggur (Yoh. 15:1-8) menjadikan umat mampu membuahkan kasih
pada sesama. Dengan demikian umat melekat pada Tuhan untuk
memanusiakan manusia.

KHOTBAH JANGKEP BAHASA INDONESIA

MENGASIHI DISABILITAS SEBAGAI BUAH


KEMELEKATAN PADA TUHAN
Saudara-saudara yang dikasihi dan mengasihi Tuhan,
Seorang ahli fisika bernama Albert Einstein mengatakan,"Saat kita
menerima keterbatasan, saat itulah kita melampauinya." Pernyataan
Einstein itu menginspirasi banyak orang untuk melihat dengan seksama
hidup manusia. Dalam hidup manusia keterbatasan adalah bagian dari
hidup. Menolak keterbatasan sama dengan menolak hakikat hidup.

Saudaraku,
Mungkin kita pernah melihat cuplikan video atau membaca kisah
seorang anak bernama He Ah Lee. Dia adalah seorang pianis asal Korea,
memang mencengangkan dunia. Terlahir sebagai penderita ectrodoctyly
atau dikenal dengan lobster claw syndrome (sindrom capit lobster), di
mana kedua tangan Hee Ah Lee hanya memiliki dua jari yang bentuknya
menyerupai capit dan huruf "V". Kedua kaki Hee Ah Lee juga tak sempurna,
hanya sebatas lutut. Kelainan pada tangan dan kaki ini langka. Tidak

90
Januari-Desember 2018
terdapat celah di tempat metakarpal jari seharusnya berada. Kondisi yang
alaminya juga tergolong langka karena hanya ada satu kasus dari setiap
10.000 kelahiran. Bahkan, ada yang menyebutkan 1:18.000 kelahiran. Akan
tetapi, ketidaksempurnaan itu tak pernah menghalangi Hee Ah Lee
menjadi “sesuatu”. Ibunya, keluarganya mendukung dia untuk menjadi
pribadi yang mandiri dan menghayati Tuhan sebagai Sang Cinta yang
mengasihi hidupya. Cara pandang itulah yang membuat Hee Ah Lee
melampaui keterbatasan yang ada padanya. Disabilitas tidak lagi menjadi
kendala untuk memaknai hidup.

Saudara yang dikasihi dan mengasihi Tuhan,


Bagi kita di Indonesia, istilah disabilitas merupakan istilah yang baru.
Apakah disabilitas itu? Istilah disabilitas yang relatif baru ini disepakati
sebagai pengganti istilah “cacat” yang selama ini dipakai. Mengapa harus
ada istilah baru? Karena istilah “cacat” berarti tidak lengkap, tidak
sempurna. Padahal penyandang disabilitas bukanlah orang yang tidak
lengkap dan tidak sempurna. Mereka adalah orang-orang yang lengkap dan
sempurna, dengan suatu perbedaan tertentu. Sebelum istilah
“penyandang disabilitas” secara resmi dipakai dalam Undangundang no. 8
tahun 2016, terlebih dahulu dikenal istilah “difabel” yang merupakan
singkatan dari bahasa Inggris differently abled (berkemampuan berbeda).
Namun istilah difabel (differently abled) saat ini tidak lagi dipakai secara
internasional karena setiap orang merasa differently abled atau merasa
memiliki kemampuan berbeda-beda yang unik. Maka istilah resmi yang
dipakai adalah persons with disabilities, yang diterjemahkan menjadi
“penyandang disabilitas.”

Saudara yang dikasihi Tuhan,


Dari berbagai data ditemukan bahwa angka disabilitas di Indonesia
cukup tinggi. Menurut kemensos RI, penyandang disabilitas di Indonesia
hampir 7 juta jiwa. Penyebabnya pun beragam. Dr. Luh Karunia Wahyuni,
SpKFR-K mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan tingginya angka penyandang disabilitas di Indonesia.

91
Khotbah Jangkep - Panduan Merayakan Liturgi Gereja
Disabilitas bisa terjadi karena gangguan atau kerusakan organ fisik yang
dapat menyebabkan kelainan atau kerusakan organ tubuh. Hal itu bisa jadi
bawaan lahir atau karena peristiwa tertentu (kecelakaan) yang membuat
seseorang menjadi penyandang disabilitas. Dr. Luh Karunia juga
menyampaikan bahwa kesadaran masyarakat di Indonesia terhadap
disabilitas masih rendah. Rendahnya kesadaran itu terlihat dari stigma atau
anggapan bahwa disabilitas itu kutuk, isolasi dan perlindungan berlebihan.
Karena penyandang disabilitas diperlakukan seperti itu, maka tidak jarang
mereka menjadi tidak berdaya, malu, menutup diri.

Melihat realitas seperti itu, apa yang akan dilakukan keluarga, gereja
terhadap penyandang disabilitas di sekitar kita?

Saudaraku yang dikasihi dan mengasihi Tuhan,


Kisah Rasul 8:26-40 berbicara tentang sikap Gereja perdana
terhadap orang yang dianggap hina, najis. Dalam kisah ini secara khusus
sikap Gereja diwakili oleh Filipus. Ia menjumpai sida-sida Etiopia. Dalam
karirnya, sida-sida Etiopia adalah orang penting yang dihargai di kerajaan.
Ia seorang pembesar dan kepala perbendaharaan di kerajaan Sri Kandake,
ratu Etiopia. Meski ia dihargai di mata orang-orang Etiopia, di mata hukum
Taurat, sida-sida itu dianggap najis. Ulangan 23:1 berbunyi, ”Orang yang
hancur buah pelirnya atau yang terpotong kemaluannya, janganlah masuk
jemaah TUHAN”.

Sida-sida adalah seorang yang dikebiri. Ia dipaksa untuk membuang


buah pelirnya supaya bisa melakukan karya di istana Sri Kandake. Dengan
demikian sida-sida itu penyandang disabilitas bukan bawaan (bukan sejak
lahir). Penajisan sebagaimana disebut dalam Taurat itu membuat
penyandang disabilitas seperti sida-sida itu dianggap tidak layak disebut
sebagai manusia utuh.

Dalam Perjanjian Lama, kalangan disabilitas (timpang, buta, hancur


pelirnya) dilarang masuk ke kumpulan jamaah [bdk. 2 Sam. 5:8]. Filipus
yang merupakan murid Yesus mengamalkan ajaran kasih Yesus dalam

92
Januari-Desember 2018
karyanya. Gerak Roh Allah yang meneguhkan dia supaya mendekat dan
merangkul sida-sida itu. Filipus melihat sida-sida Etiopia itu mengalami
kebingungan memahami kitab Yesaya, ia mau mendekat kepada sida-sida
itu dan memberikan penjelasan. Dampak dari rengkuhan kasih Filipus pada
sida-sida itu adalah permintaan dari sida-sida Etiopia pada Filipus untuk
membaptiskannya (Kis. 8:36-38).

Gerakan Roh yang dialami Filipus membuat ia mampu mewujudkan


kasih Allah bagi sesama. Kasih itu diwujudkan melalui kesediannya
merangkul orang yang dianggap hina oleh masyarakat. Itulah kekuatan
kasih.

Filipus mampu menyatakan kasih Allah karena ia percaya Allah. Allah


adalah kasih. Sebab itu kita diyakinkan oleh bacaan kedua hari ini, 1
Yohanes 4:7-21 yang menyatakan bahwa sumber kasih adalah Allah (ayat
7). Allah adalah kasih dan manusia yang hidup dalam kasih, lahir dari Allah.
Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah (ayat 8). Melalui
kasihlah, Allah dikenal (ayat 12). Ia adalah Roh. Karena Ia Roh, kita tidak
bisa melihat-Nya secara langsung (seperti orang tidak bisa melihat bentuk
angin). Saat ini kita melihat akibat dari hasil karya Allah. William Barclay
meberikan penggambaran yang bagus. Ia mengatakan: kita tidak bisa
melihat angin, tetapi kita dapat melihat apa yang angin kerjakan.

Kasih Allah diwujudnyatakan dalam Kristus (ayat 9). Apabila kita


memandang Yesus, kita belajar hidup mengasihi tanpa batas. Kasih yang
tanpa batas itu seperti yang dinyatakan pada ayat 17-18 yaitu hilangnya
perasaan takut. Ketika rasa takut hilang, manusia akan berhubungan satu
sama lain dengan cair, ramah, terbuka. Maka dari itu barangsiapa
mengasihi sesamanya, ia mengasihi Allah sebab Allah adalah kasih.
Sebaliknya, bila kita mengatakan mengasihi Allah, maka harus mengasihi
sesama. Satu-satunya jalan untuk membuktikan bahwa Allah berada dalam
hati kita adalah dengan terus hidup dalam kasih kepada sesama.

93
Khotbah Jangkep - Panduan Merayakan Liturgi Gereja
Murid-murid Tuhan Yesus dan gereja perdana menjadi teladan
memanusiakan manusia dengan kasih. Rengkuhan terhadap sida-sida
Etiopia yang merupakan penyandang disabilitas adalah bentuk kasih yang
nyata. Kasih mereka menjadi nyata karena senantiasa melekat pada Allah,
sumber kasih.

Teladan gereja perdana perlu diikuti oleh gereja di masa kini. Gereja
hadir, merengkuh semua orang. Mereka yang lemah dan tidak berdaya
harus diberdayakan. Gereja akan mampu melakukan hal ini bila tetap
tinggal – melekat pada Allah.

Kemelekatan itu digambarkan oleh Tuhan Yesus seperti


rantingranting pohon anggur yang melekat pada pokoknya. Tuhan Yesus
adalah pokok anggur kehidupan. Kita sebagai ranting pasti mati bila tidak
melekat pada Sang pokok anggur. Jika mati, pastilah tidak akan bisa
menghasilkan buah. Lalu, apakah yang melekat pada pokok pasti berbuah
pula? Belum tentu. Maka ranting-ranting yang melekat pada Diapun harus
siap dibersihkan. Melalui perumpamaan pokok anggur dan
rantingrantingnya ini, Tuhan Yesus mengajak para murid untuk tetap
melekat pada Dia supaya dimampukan mewujudkan kasih pada sesama
manusia. Dengan demikian, kehidupan yang dijalani murid Yesus adalah
hidup yang memanusiakan manusia dengan kasih Bapa.

Saudara yang dikasihi dan mengasihi Tuhan Yesus,


Kisah perjumpaan Filipus dan sida-sida dari Etiopia memberi teladan
pada kita untuk bersikap ramah, penuh kasih terhadap penyandang
disabilitas. Saat ini, apa yang dilakukan oleh Gereja terhadap penyandang
disabilitas?
Pada persidangan Dewan Gereja-gereja se Dunia (WCC) kedelapan di
Harare, Zimbabwe, tahun 1998, disadari pentingnya membentuk suatu
jejaring ekumenis yang bergerak dalam isu disabilitas. Maka dibentuklah
EDAN (Ecumenical Disability Advocates Network) dengan koordinator Dr.
Samuel Kabue dari Kenya. Di Indonesia, Perhimpunan Sekolah-sekolah

94
Januari-Desember 2018
Teologi di Indonesia (Persetia) telah dua kali mengadakan semiloka tentang
pengarusutamaan teologi disabilitas dalam kurikulum pendidikan teologi
(tahun 2011 dan 2013). Hasilnya antara lain adanya mata kuliah Teologi
Disabilitas di UKDW, UKSW dan STT Jakarta. Dalam lingkup gereja, Lembaga
Pembinaan dan Pengaderan Sinode (LPP Sinode) GKJ dan GKI SW Jawa
Tengah mengadakan pertemuan studi Pembinaan Warga Gereja (PWG)
pada akhir April 2014 membahas teologi disabilitas dalam kehidupan
bergereja.
Semua yang dilakukan oleh Dewan Gereja-gereja se-Dunia,
sekolahsekolah Teologi di Indonesia, LPP Sinode GKJ dan GKI SW Jateng itu
menjadi ajakan bagi gereja-gereja di Indonesia untuk mewujudkan kasih
secara nyata.
Apa yang bisa dilakukan? Gereja bisa mewujudkan keramahan pada
disabilitas seperti:

 Menyediakan toilet yang ramah pada disabilitas.


 Jalan masuk gedung gereja yang berundak-undak ditambahkan
jalan yang memungkinkan pengguna kursi roda masuk ke dalam
gedung gereja.
 Audio- visual yang memadahi bagi kalangan disabilitas
 Pemberdayaan yang menumbuhkan kehidupan.

Semua upaya itu adalah untuk merangkul semua orang dalam


persekutuan bersama Kristus. Hari ini, di Minggu paskah kelima kita
diteguhkan untuk mewujudkan aksi nyata yaitu melekat pada Tuhan
supaya mampu memanusiakan manusia dan memuliakan Bapa. Amin.

95
Khotbah Jangkep - Panduan Merayakan Liturgi Gereja
KHOTBAH JANGKEP BAHASA JAWA

NRESNANI DISABILITAS DADOS WOHING


RUMAKET
DHATENG ALLAH
Pasamuwan kekasihipun Gusti,
Salah satunggaling ahli fisika asmanipun Albèrt Èinstéin ngendika,
“Rikala kita nampi bilih kawontenan kita winates, ateges kita sampun
nglangkungi kawontenan kita ingkang winates punika.” Pangandikanipun
Èinstéin punika dados inspirasi tumrap manungsa temah saged ningali
gesangipun kanthi permati. Kawontenan winates punika kasunyatan
ingkang boten saged kapisahaken saking gesanging manungsa. Nampik
kawinatesan punika sami kaliyan nampik hakikat gesang.

Para sadhèrèk,
Mbok manawi wonten ingkang naté mirsani vidéo utawi maos
cariyos satunggaling laré ingkang naminipun He Ah Lee. Laré punika salah
satunggaing pianis saking Koréa ingkang saèstu ngédap-édapi. Kalairaken
ing kawontenan dados èctroductyly utawi asring dipun sebat lobster claw
syndrome (sindrom capit lobster), kekalih tanganipun Hee Ah Lee namung
nggadhahi kalih driji ingkang wujudipun kados capit utawi huruf “V”.
Kekalih sukunipun Hee Ah Lee ugi boten sampurna, namung sak dhengkul
kemawon. Kelainan ing tangan lan sukunipun punika kagolong awis-awis
(langka). Boten wonten selah ing drijinipun kados limrahipun tiyang.
Kahanan ingkang dipun lampahi ugi kalebet langka awit namung setunggal
kasus ing saben 10.000 kelairan. Langkung-langkung, wonten ingkang
nyebataken 1:18.000 kelairan. Sanadyan mekaten, kahanan ingkang boten
sampurna punika boten dados pepalang kanggé Hee Ah Lee dados
“tiyang”. Ingkang ibu lan ugi brayatipun tansah nyengkuyung
piyambakipun dados pribadi ingkang mandhiri, lan saged ngraosaken Gusti

96
Januari-Desember 2018
Allah Sang sumbering Katresnan ingkang sampun nresnani piyambakipun.
Anggenipun nggadahi pamawas punika ndadosaken Hee Ah Lee saged
nglangkungi kawinatesan ing dhirinipun. Disabilitas boten malih dados
pepalang anggènipun saged ngraosaken gesang ingkang saèstu.

Para Sadhèrèk kekasihipun Gusti,


Ing Indonesia, istilah disabilitas dados tembung ingkang nembé
dipun ginakaken. Punapa ta disabilitas punika? Tembung disabilitas
sampun dipun sepakati kanggé nggentos tembung “cacat” ingkang asring
kita ginakaken. Kénging punapa kedah dipun gentos? Awit tembung
“cacat” tegesipun inggih punika boten jangkep, mboten sampurna.
Kamangka tiyang ingkang disabilitas punika sanès tiyang ingkang boten
jangkep lan boten sampurna. Tiyang disabilitas punika tetep tiyang ingkang
lengkap lan sampurna, nggadahi salah setunggaling kawontenan ingkang
bènten. Sakdèrèngipun tembung “penyandang disabilitas” sacara resmi
dipun ginakaken ing Undang-Undang no. 8 tahun 2016, langkung rumiyin
dipun ginakaken tembung “difabel”, singkatan saking basa Inggris inggih
punika differently abled (kasagedan ingkang bènten). Ananging tembung
difabel (differently abled) sakpunika sampun boten dipun ginakaken sacara
internasional, awit sejatosipun saben tiyang rumaos difabel (differently
abled) utawi rumaos nggadahi kasagedan ingkang bènten-bènten lan unik.
Pramila, tembung resmi ingkang dipun ginakaken inggih punika persons
with disabilities, ingkang artinipun “penyandang disabilitas”.

Sadhèrèk kekasihipun Gusti,


Penyanda disabilitas ing Indonesia punika kalebet inggil. Miturut
Kemensos RI, penyandang disabilitas ing Indonesia ngantos meh 7 juta
jiwa. Sebabipun manékawarni. Dr. Luh Kurnia Wahyuni, SpKFR-K
ngendikaka bilih wonten kathah faktor ingkang njalari inggilipun
penyandhang disabilitas ing Indonesia. Disabilitas saged amargi risaking
péranganing badan ingkang nyebabaken kelainan utawi risakipun
peranging badan (kerusakan organ tubuh). Perkawis punika saged amargi
gawan nalika lahir utawi karana kacilakaan ingkang ndadosaken tiyang

97
Khotbah Jangkep - Panduan Merayakan Liturgi Gereja
punika dados penyandang disabilitas. Dr. Luh Kurnia ugi ngendikakaken
bilih kesadaran masyarakat ing Indonesia babagan disabilitas taksih
endhèp. Kawontenan punika ketingal awit taksih wonten pamanggih ing
masyarakat bilih disabilitas punika kutuk (dosa), isolasi lan perlindungan
ingkang kelangkung (diumpetaken, ditutup-tutupi). Awit brayat lan
masyarakat nggadhahi pemanggih lan sikep ingkang makaten, mila kathah
penyandang disabilitas lajeng boten nggadahi daya, lingsem, nutup
dhirinipun saking lingkungan.

Mirsani kahanan ingkang kados punika, punapa ingkang badhé kita


tindakaken minangka brayat lan gréja tumrap penyandang disabilitas ing
sakiwa tengen kita?

Para sedhèrèk ingkang kinasih,


Lelakoné Para Rasul 8:26-40 nyerat babagan sikepipun gréja wiwitan
tumrap tiyang ingkang dipun anggep asor lan najis. Ing ayat punika sacara
mirunggan sikep Gréja dipun wakili déning Filipus. Piyambakipun panggih
kalian priyagung Étiopia. Ing jabatanipun, priyagung Étiopia punika salah
satunggaling tiyang ingkang sanget dipun urmati. Piyambakipun
panggedhé lan juru kehartakan Sri Kandaké, ratu negri Étiopia. Sanadyan
piyambakipun dipun urmati ing antawisipun tiyang-tiyang Étiopia, tumrap
ing angger-anggering Toret, priyagung punika dipun anggep najis.
Pangandharing Toret 23:1 nyerat: ”Wong kang pringsilane remuk, utawa
kang kawirangane kapagas, iku oran kena lumebu ing pasamuwane Sang
Yehuwah”.

Priyagung punika sinebat sida-sida, tiyang ingkang dipun kebiri.


Piyambakipun sacara paksa dipun bucal pringsilanipun supados saged
nindakaken pakaryanipun ing istana Sri Kandake. Kanthi mekaten
priyangung punika dados penyandang disabilitas boten saking lair. Najis
kados ingkang dipun sebataken ing angger-anggering Toret punika
ndadosaken penyandang disabilitas kados déné priyagung punika
kaanggep boten layak kasebat tiyang ingkang sawetahipun.

98
Januari-Desember 2018
Ing Prajanjian Lami, penyandhang disabilitas (tiyang lumpuh, wuta
lan ingkang pringsilanipun remuk) boten kepareng mlebet ing
pasamuwanipun Allah (bdk. 2 Sam. 5:8). Filipus, inggih punika sekabatipun
Yesus, nindakaken katresnanipun Yesus ing pakaryanipun. Roh Suci ingkang
makarya maringaken kekiyatan temah saged ngrangkul priyagung punika.
Filipus mirsani bilih priyagung punika bingung nalika maos kitab Yesaya,
lajeng nyelak dhateng priyagung punika lan maringi pangertosan. Ing
wusananipun, awit saking kawigatosan lan katresnanipun Filipus lajeng
ndadosaken priyagung punika nyuwun dipun baptis (PR. 8:36-38).

Pakaryanipun Roh Allah ingkang dipun raosaken dening Filipus saged


ndadosaken piyambakipun nélakaken katresnanipun Allah tumrap sesami.
Katresnan punika dipun wujudaken lumantar kasagahanipun ngrangkul
tiyang ingkang dipun anggep asor ing masyarakat. Punika ingkang kasebat
kekiyatanipun katresnan.

Filipus saged nelakakaen katresnan awit piyambakipun pitados


dhateng Allah. Allah ingkang Maha Asih. Pramila kita dipun bereg lumantar
waosan kalih inggih punika 1 Yokanan 4:7-21 ingkang ngendikakaken bilih
katresnan punika pinangkanipun saking Allah (ayat 7). Gusti Allah punika
katresnan, lan manungsa ingkang gesang ing karesnan lair saking Allah.
Sinten ingkang boten nindakaken katresnan punika boten wanuh kaliyan
Gusti Allah (ayat 8). Lumantar katresnan punika manungsa saged tepang
dhateng Allah (ayat 12). Panjenenganipun inggih punika Roh. Awit
Panjenenganipun Roh, kita boten saged ningali Panjenenganipun sacara
langsung (kados tiyang boten saged ningali kados pundi wujudipun angin).
Sapunika kita mirsani hasil pakaryanipun Allah. William Barclay maringaken
gambaran ingkang sae. Piyambakipun ngendikaka: kita mboten saged
ningali angin, ananging kita saged ningali punapa ingkang dipun
tindakaken angin.

Katresnanipun Allah dipunwujudaken ing Sang Kristus (ayat 9).


Nalika kita mandeng ing Sang Kristus, kita saged sinau gesang
tresnatinresnan ingkang tanpa winates. Katresnan ingkang tanpa winates

99
Khotbah Jangkep - Panduan Merayakan Liturgi Gereja
punika saged ketingal ing ayat 17-18, inggih punika nalika boten nggadahi
raos ajrih. Menawi raos ajrih punika ical, manungsa saged pitepangan
setunggal lan setunggalipun kanthi sumanak, kanthi mardika, kanthi
tinarbuka. Pramila sok sintena ingkang nresnani sesaminipun, tiyang
punika ugi nresnani Allah awit Allah punika katresnan. Kosok wangsulipun,
menawi kita matur kita nresnani Allah mila kita ugi kedah nresnani sesami
kita. Cara ingkang saged mbuktèkaken bilih Gusti Allah dedalem ing manah
kita, inggih punika gesang kanthi kebaking katresnan dhumateng sesami.

Para sekabatipun Gusti Yesus lan gréja wiwitan dados patuladhan


anggèn kita memanusiakan manusia lumantar katresnan. Kawigatosan lan
katresnan tumrap priyagung Etiopia (penyandang disabilitas) inggih dados
wujud katresnan ingkang sanyata. Katresnanipun dados nyata awit tansah
rumaket mring Allah tuking katresnan punika.

Patuladhan saking pasamuwan ing wiwitan kedah kita tuladhani


minangka pasamuwanipun Allah ing sapunika. Gréja rawuh, paring
kawigatosan lan ngrangkul sedaya tiyang. Tiyang ingkang ringkih lan
mboten nggadahi daya kedah dipun sengkuyung lan dipun kiyataken. Gréja
mesti saged nindakaken manawi tetep setya lan rumaket mring
Allah.

Bab rumaket punika kagambaraken déning Gusti Yesus kados dene


pang-pang wit anggur ingkang rumaket kalian wit angguripun. Gusti Yesus
ingkang dados wit anggur ingkang sejatos. Kita sedaya minangka pang
mesthi pejah menawi boten rumaket ing Wit Anggur. Menawi pejah temtu
kita mboten saged ngasilaken woh. Punapa ingkang rumaket kaliyan wit
anggur mesthi ngasilake woh? Dereng temtu. Pramila pangpang ingkang
rumaket ing wit anggur kedah sumadya dipun resiki.

Lumantar pasemon wit anggur lan pang-pangipun punika, Gusti


Yesus ngajab para sekabat supados tetep rumaket mring Panjenenganipun,
murih kasagedna nelakaken katresnan tumrap sedaya tiyang. Kanthi
mekaten, gesang ingkang dipun lampahi dening para sekabatipun Gusti

10
0 Januari-Desember 2018
Yesus dados gesang ingkang memanusiakan manusia adhedhasar
katresnanipun Allah.

Pasamuwan kekasihipun Gusti,


Cariyos pitepanganipun Filipus lan priyagung saking Étiopia
maringaken tuladha tumrap kita supados kita nggadahi sikep sumanak,
kebaking katresnan tumrap sedaya penyandang disabilitas. Sapunika,
menapa ingkang saged, sampun, lan badhé dipun tindakaken dening greja
tumrap penyandang disabilitas?

Ing Sidang Dewan Gereja-gereja se Dunia (WCC) ingkang kaping wolu


ing Harare, Zimbabwe, tahun 1998, dipun raosaken sampun wigati sanget
kanggé damel jejaring ekumenis ingkang migatosaken bab disabilitas.
Pramila dipun damel EDAN (Ecumenical Disability Advocates Network)
ingkang dipun pandhégani Dr. Samuel Kabue saking Kénya.

Ing Indonesia, Perhimpunan Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia


(Persetia) sampun kaping kalih ngawontenaken semiloka bab
pengarusutamaan teologi disabilitas dalam kurikulum pendidikan teologi
(tahun 2011 dan 2013). Hasilipun inggih punika wontenipun matakuliah
Teologi Disabilitas ing UKDW, UKSW lan STT Jakarta.

Ing lingkup geréja, Lembaga Pembinaan dan Pengaderan Sinode (LPP


Sinode) GKJ lan GKI SW Jawa Tengah naté ngawontenaken pertemuan studi
Pembinaan Warga Gereja (PWG) ing akhir April 2014 ingkang ngrembag
teologi disabilitas dalam kehidupan bergereja.

Punapa ingkang sampun dipun tindakaken dening Dewan


Gerejagereja se Dunia, sekolah-sekolah Teologi di Indonesia, LPP Sinode
GKJ lan GKI SW Jateng menika dados pangatag kagem gréja-gréja ing
Indonesia, mirungganipun gréja GKJ, supados saged nélakaken katresnan
kanthi sanyata.

10
Khotbah Jangkep - Panduan Merayakan Liturgi Gereja 1
Punapa ingkang saged dipun tindakaken? Gréja saged mujudaken
kawigatosan tumrap disabilitas kanthi cara:

 Nyawisaken toilet ingkang khusus kanggé


penyandang disabilitas.
 Margi mlebet dhateng papan pangibadah ingkang wonten
undhak-undhakanipun dipun tambahi margi ingkang saged
kanggé warga ingga nganggé kursi roda temah saged mlebet
papan pangibadah.
 Audio-visual ingkang nggatosaken kabetahaning penyandang
disabilitas.

 Program pendampingan lan pemberdayann ingkang


nuwuhaken gesang.

Punika sedaya dados wujud anggen kita nggatosaken lan ngrangkul


sedaya warganing pasamuwan ing Sang Kristus. Dinten punika, ing dinten
Minggu Paskah kaping gangsal kita dipun bereg sageda mujudaken aksi
ingkang nyata inggih punika rumaket ing Gusti Allah temah kasagedaken
memanusiakan manusia lan ndhatengaken kaluhuran kagem Allah Rama
kita. Amin.

(Kapertal dening Christian Muryani – GKJ Gondokusuman)

10
2 Januari-Desember 2018
10
Khotbah Jangkep - Panduan Merayakan Liturgi Gereja 3

Anda mungkin juga menyukai