Anda di halaman 1dari 2

INJIL MATIUS 21 : 1 – 11

BEBAS DARI KETERIKATAN


Bahan Khotbah IHM

PENGANTAR
Perikop yang diberi judul “Yesus dielu-elukan di Yerusalem” ada dalam konteks perjalanan ziarah
umat Yahudi ke Yerusalem sebagai kota suci keagamaan Yahudi. Dalam ziarah ini umat Yahudi yang
tersebar di seluruh penjuru Israel memenuhi kewajiban keagamaan ini, termasuk Yesus dan murid-
murid-Nya. Perjalanan ini bagi Yesus juga sekaligus merupakan pemenuhan/penggenapan akan
“perjanjian Allah dengan manusia” yang segera akan digenapi di Yerusalem.
Yerusalem adalah simbol yang sarat makna, karena di sana semua menjadi pusat. Pusat keagamaan,
pusat politik, pusat bisnis/ekonomi, yang mempertemukan semua bangsa dari mana saja dalam
kepentingan yang bermacam-macam. Sehingga, perjalanan Yesus menuju Yerusalem menjadi teka-
teki, sebab di satu sisi Ia dielu-elukan dan dipuji sebagai tokoh agama yg besar dan penuh kharisma.
Disisi lain, Ia akan menerima kenyataan bahwa elu-elukan dan pujian itu cuma “pemanis bibir”
yang berbeda dari kenyataan. Mereka yang mengelukan itu juga adalah mereka yang nantinya
berkhianat, dan membawa-Nya pada salib.
PEMAHAMAN TEKS
Beberapa catatan yg perlu diketahui:
Ayat 2-6, menggambarkan pesan Yesus kepada dua orang murid-Nya untuk pergi ke sebuah
kampung dan membawa untuk-Nya seekor keledai yg tertambat dan anaknya. Keledai jelas
berbeda dengan kuda. Keledai adalah hewan yg tidak diperhitungkan untuk menjadi alat dalam
urusan strategis, selain Cuma urusan domestik. Sebagai hewan pekerja, urusan domestik keledai
adalah mengangkat beban dari satu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan kuda jelas secara
strategis ia sarana handal untuk urusan perang dan kekuasaan. Jika dikatakan bahwa Yesus
menunggang keledai dan bukan kuda, maka pesannya sangat jelas, bahwa Yesus jauh dari harapan
Israel secara umum tentang Mesias yg ideal.
Mesias ideal di mata Israel adalah penunggang kuda yg gagah dan perkasa, yang akan memimpin
umat Israel mengalahkan para penjajah. Sebaliknya, keledai adalah lambang dari semua anggapan
yg lemah, dan tidak berdaya. Yesus sang penunggang keledai sangat jauh dari idealisasi seorang
Mesias menurut orang Yahudi.
Ayat 7-8, menyebut pakaian untuk mengalas pelana keledai di mana Yesus berdiri dan duduk di
atasnya. Gambaran pakaian menarik untuk dicermati. Bagi orang Yahudi, dan umumnya orang yang
hidup di Timur Tengah, pakaian tidak sekedar bermakna sesuatu yg melekat di tubuh, tetapi
bermakna pada sebuah keberadaan. Pemahaman ini terbangun dari konteks hidup Palestina yg
bercuaca ekstrim, di mana pakaian akan menjadi sarana melindungi panas dan dingin di siang dan
malam hari. Tanpa pakaian bagi seorang yg hidup di cuaca Timur Tengah yg ekstrim, sama saja
dengan bunuh diri. Pakaian adalah hidup, dan tidak punya pakaian adalah sama dengan mati.
Jadi kalau dikatakan mereka “mengalasi pakaian” atau “menghamparkan pakaian”, maka itu sama
artinya dengan “menyerahkan hidup dan mati mereka kepada Yesus sebagai Mesias”. Atau dengan
maksud lain, dengan simbol pakaian itu mereka menyatakan pertobatan bahwa Yesuslah Sang
Mesias yg dinantikan itu.
Ayat 8, menyebarkan ranting-ranting hijau (daun palem). Dalam tradisi kuno Yahudi, daun palem
ini adalah daun khusus, yang biasanya disiapkan untuk pelantikan Raja dan Imam. Daun ini
melambangkan kehormatan bagi orang yang mendapatkannya. Dalam konteks ini, Yesus yg
mendapat ranting-ranting palem sebagai “karpet” keledai yg ditunggangi-Nya tahu persis bahwa
saatnya sudah dekat bahwa Ia akan dilantik sebagai Mesias.
Ayat 9-10, dikatakan “orang banyak yg berjalan di depan Yesus dan yg mengikuti-Nya, berseru:
Hosana bagi Anak Daud……” Hosana adalah nyanyian pujian yg biasanya diucapkan dalam
pelantikan raja dan imam. Nyanyian ini menghubungkan dengan para leluhur Israel, secara khusus
Daud, yg dianggap sebagai “model panutan” tentang seorang pemimpin bangsa yg ideal. Bahkan
Daud menjadi standar baku bagi pandangan tentang Mesias sebagai pemimpin politik yang
memimpin peperangan.
Ketika nyanyian ini lalu dikenakan kepada Yesus, begitulah besarnya ekspetasi (harapan) umat yg
mengelu-elukan Yesus yg datang sebagai seorang Mesias (politis). Belakangan akan terbukti lain,
ketika Yesus tidak datang dalam kemegahan, kegagahan, dan kepahlawanan, melainkan tampil
lemah dan tidak menarik. Mereka yang mengelukan Yesus juga adalah mereka yang nantinya
menghantar Yesus dalam kematian-Nya. Ini antara lain karena Yesus dianggap tidak ideal sebagai
seorang Mesias.
Penutup
Dalam minggu prapaskan ini setiap kita diajak untuk memasuki saat perenungan tentang makna
tindakan Yesus bagi kita. Mari merenung, bahwa di masakini “Hosana” adalah nyanyian ratapan
gereja, bahkan teriakan umat yg sedang mengerang dalam penderitaan. Nyanyian ini dikenakan
pada mulut Yesus yg berteriak untuk memohon belas kasihan Sang Bapa, bagi manusia yg
menderita karena dosa. Tetapi sekaligus, nyanyian ini mau mengungkapkan iman gereja sepanjang
masa yg hidupnya terikat hanya kepada Allah. Bahwa penderitaan karena memikul salib dan ikut
serta dalam penderitaan Yesus, adalah kesempatan untuk menjadi manusia yang peduli pada
sesamanya yg menderita.
Oleh sebab itu, kita diajak untuk mengikat diri pada kasih Allah yg Ia nyatakan melalui Anak-Nya,
yaitu Yesus Kristus. Hal ini penting, sebab tanpa pemahaman yg benar tentang karya-Nya akan
menyebabkan kita berada dalam pemahaman keliru dari yg dikehendaki oleh-Nya. Mari kerjakan
panggilan pengutusan kita dalam rasa syukur, sebab kita adalah orang-orang yg telah
dimerdekakan oleh kasih-Nya.

Anda mungkin juga menyukai