Anda di halaman 1dari 8

Psalm 133: 1 - 3

Bahasa Batak:
1. Ende hananangkok sian si Daud. Ida ma,
dengganna i dohot sonangnai, molo tung pungu
sahundulan angka na marhahamaranggi!
2. Songon * miak na hushus di ulu pola mabaor tu
mise, tu mise ni si Aron, pola mabaor sahat tu
rambu ni angka ulosna.
3. Songon nambur ni Hermon, na mabaor tu angka
dolok Sion, ai disi do diparbaga Jahowa
pasupasu, hangoluan sahat ro di
salelenglelengna.

Bahasa Indonesia:
1. Nyanyian ziarah Daud. Sungguh, alangkah
baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara
diam bersama dengan rukun!
2. Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh
ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan
ke leher jubahnya.
3. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke
atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah

1
TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan
untuk selama-lamanya.

Khotbah untuk Syukuran – Partangiangan


Bona Taon Simanungkalit – Boru – Bere - Ibebere
Se Rumbai sekitarnya
Di Rumah bapak RM. Simanungkalit br. Lumban Gaol
Di Jln. Limbungan Gg Abadi No. 14
Sabtu, Tgl. 17 Februari 2007

2
Bhs. Batak: Dung i dibuat Si Samuel ma sada batu, jala dipatindang di
holang-holang ni Mispa dohot Sen jala dibahen goarna: Eben Ezer, jala
ninna do: Rasirasa nuaeng diurupi Jahowa do hita.
Bhs. Ind: Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya
antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben Haezer, katanya:
“Sampai di sini Tuhan menolong kita”.
Rap marsada ma hita mamorsan na dokdok i!
Bersatu, bertolong-tolongan menanggung beban!
Melalui Syukuran Awal tahun ini, Punguan Simanungkalit – Boru-Bere-Ibebere
ini, semakin terikat dalam Kasih, Pengharapan dan Iman kepada Tuhan Yesus
Kristus, itulah jalan untuk memelihara kesatuan kita.
1. Untuk mengikat Thema dan Sub Thema ini: Kita telah
membaca dan mendengarkan Firman Tuhan yang menguatkan
hati dan jiwa kita melakukan: Kasih, Pengharapan dan Iman
kita kepada Tuhan Yesus. Eben Heazer, “Sampai disini Tuhan
menolong kita” – Rasirasa nuaeng, diurupi Jahowa do hita”.
 Bayangkan, bahwa kita menempuh perjalanan mendaki
gunung atau melintas alam. Kita berjalan menuruni lembah
dan melewati sawah, menaiki bukit dan menyeberangi
sungai. Tentunya kita tidak terus menerus berjalan. Ada
saat-saat dimana kita berhenti dan duduk sejenak. Selain
beristirahat, apa yang kita perbuat pada saat perhentian?
 Kita mempelajari peta dan lokasi; di mana kita berada
sekarang? Sudah berapa jauh yang kita jalani? Kita
menoleh ke lembah-lembah yang telah kita lewati dan kita
memandang ke bukit-bukit yang harus kita daki. Kita pasti
membuat evaluasi dan menentukan orientasi. Kita pasti
mengkonsolidasi diri. Apa yang harus kita perbuat?
2. Kisah tentang Samuel, adalah sebuah kisah yang dapat
menggugah hati kita memeahami sebuah perjalanan.
Perjalanan yang ditempuhnya bukanlah perjalanan rekreasi
mendaki gunung, bukan berkumpul untuk bernyanyi dan
makan bersama, melainkan perjalanan yang ia pimpin adalah
3
untuk mempertahankan kedaulatan umat Israel supaya
terlindung dari kuasa bangsa Falistim.
 Samuel, menjadi pemimpin perjalanan. Disuatu tempat,
Samuel dan rombongannya berhenti. Agaknya disitu
Samuel pun membuat evaluasi dan menentukan orientasi
perjalanan serta mengkonsolidasi rombongannya. Lalu
bagaimana perasaan Samuel ketika ia melakukan hal itu?
Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya....., ia
menamai Eben Haezer, katanya: Sampai disini Tuhan
menolong kita.
 Sebagai Marga yang bersatu di dalam kesatuan
Simanungkalit – Boru – Bere – Ibebere ini, kita harus
menyadari: Perjalanan yang kita tempuh, bukanlah
perjalanan untuk berkumpul saja, dengan begitu banyak
hiburan sesuai dengan kebiasaan kita, kita tidak hanya
bernyanyi dan makan bersama. Tetapi kita harus membuat
suatu momen, yang bermakna, dimana kita akan berkata:
“Sampai disini Tuhan menolong kita”.
 Hal ini bukanlah sebatas “SAMPAI DISINI”, lalu “STOP”,
tidak! Tuhan, masih memberikan kesempatan bagi kita
untuk berpikir, merancang ulang, tentang arah perjalanan
hidup kita.
 Ingatlah, disaat perhentian itu, Samuel dan rombongannya
mengaku bahwa Tuhan menolong perjalanan mereka.
Dengan rasa terima kasih, Samuel menyimpulkan evaluasi
perjalanan mereka: “Sampai di sini Tuhan menolong kita”.
 Demikian juga, kumpulan Simanungkalit – Boru – Bere
– Ibebere ini, akan menjadi Eben Haezer, yang berarti,
menjadi “Batu Pertolongan”. Gabe punguan na
marhasadaon rap manatap tu jolo, rap manimbung tu

4
ginjang, rap mangangkat tu toru, masipauli-ulian di
bagasan holong ni roha. Rap mamorsan nadokdok i.
3. Hidup adalah ibarat perjalanan. Ada saat atau momen di
mana kita berhenti sejenak dan merenung kembali tentang
hidup yang sedang kita jalani. Apa saat-saat itu? Pergantian
tahun, itulah saatnya kita “Tutup buku”, sambil merenungkan
apa yang sudah dan apa yang belum kita perbuat sepanjang
tahun itu? Atau apa “Debet dan Kredit” kita di hadapan
Tuhan? Hari ulang tahun, itulah saat kita membuat refleksi
darimana dan mau ke mana perjalanan hidup kita ini.
 Tiap kali kita membuka babak baru dalam hidup ini, seperti
Sekolah, Pernikahan, memulai pekerjaan baru, tambah
rejeki, pindah rumah, kelahiran anak. Itu semuanya
merupakan saat-saat perhentian untuk merenungkan: Apa
arti hidup kita bagi Tuhan dan bagi sesama kita?
 Juga tiap minggu ketika kita menundukkan diri di hadapan
Tuhan, itu pun saat kita menyimak ulang arah perjalanan
hidup kita. Bahkan sebenarnya tiap hari perlu ada saatnya
di mana kita berhenti sejenak dan merenungkan langkah-
langkah kita dalam perjalanan hidup ini.
 Lalu apa dan bagaimana perasaan kita pada saat
perhentian itu? Dengan lega kita menarik nafas panjang
dan mengaku bahwa walaupun perjalanan hidup kita berat
dan susah, namun kita tiba dengan selamat di saat dan
tempat yang kita tempuh itu.
 Mungkin saja dalam perjalanan ini, kita tergelincir dan
tersandung, jatuh bangun, mengalami pahit getir, bahkan
barangkali babak belur, namun kita sudah berhasil
melewati semua itu dengan selamat, karena kita
mengandalkan petunjuk Allah.
 Tuhan telah menjadi penolong bagi kita. Oleh karena itu,
setiap saat perhentian patut kita sebut EBEN HAEZER,
“Sampai disini Tuhan menolong kita. Datang hari esok:
“Sampai disini Tuhan menolong kita”.
5
4. Perjalanan hidup kita belum selesai. Ini hanya sebuah
saat perhentian. Kita masih perlu meneruskan perjalanan itu.
Kita memandang ke depan, ke lembah-lembah dan bukit-bukit
yang terbentang luas dan jauh. Perjalanan kita masih panjang.
Mungkin akan ada banyak rintangan dan kesulitan. Jalan di
depan kita tidak mudah. Bagian yang terberat dan tersulit
mungkin justru masih harus kita hadapi. Akibatnya bisa jadi
kita merasa cemas, kuatir dan tak menentu.
 Itulah perasaan-perasaan yang wajar muncul di saat
perhentian. Kita menoleh ke belakang, lalu kita merasa lega
dan bersyukur. Kita menatap ke depan, lalu kita merasa
cemas dan tak menentu. Karena itu selain menoleh ke
belakang dan menatap ke depan, saat perhentian juga
pada waktu kita menengadah ke atas dan mempercayakan
perjalanan hidup kepada tuntunan tangan Tuhan.
 Merenung seperti ini, pada saat perhentian menjadikan
perjalanan hidup kita bukan sekedar asal jalan saja.
Perjalanan memerlukan tujuan yang jelas dan motivasi
yang kuat dan pasti. Pada saat perhentian itu, kita pasti
melakukan tiga hal yang perlu untuk perjalanan hidup kita:
(1) Menoleh ke belakang, (2) Menatap ke depan, dan (3)
Menengadah ke atas. Lalu kita merasa mantaf.
5. Hidup memang tidak mudah. Namun kalau kita menoleh
ke belakang, menatap ke depan dan mengadah ke atas
dengan beriman, maka hidup ini terasa indah. Kita jadi merasa
bahwa hidup ini sungguh berharga. Buktinya Allah sendiri
menghargai hidup kita. Ia menolong kita menapaki perjalanan
hidup ini dengan tuntunanNya yang penuh cinta kasih
menyertai kita, selamat kepada tujuan.
 Merenung seperti ini, membuka mata kita untuk mengaku:
Perjalanan hidup ini sebetulnya sangat indah. Kita harus
dapat merasakan, bahwa hidup ini patut disyukuri. Hidup

6
itu, sungguh berharga, mari kita pakai hidup ini semaksimal
mungkin untuk memuji dan memuliakan Allah.
 Bagaimana kita memakai hidup ini semaksimal mungkin
untuk memuji dan memuliakan Allah? Marilah kita jadikan
Simanungkalit – Boru – Bere – Ibebere ini, berdiri
dalam sebuah batu yang menandakan: Eben Heazer:
Sampai di sini Tuhan menolong kita.
 Jika kita semua memahami makna semboyan ini, kita harus
membuang segala dosa, tidak ada lagi dari antara kita yang
membuat hari-hari kita menjadi sia-sia, karena kita hanya
bermalas-malas, karena kita tidak memberi isi dan makna
kepada hari itu. Jangan sampai ada hari yang menjadi
rusak, karena kita mewarnainya dengan rasa benci, iri atau
cuma memikirkan diri sendiri. Jangan sampai ada hari yang
terlewat tanpa sukacita.
 Ingatlah! Tuhan masih memberi kesempatan bagi kita
bernafas, Tuhan masih memberi umur panjang bagi kita.
Sehingga kita dapat mensyukuri karya Allah yang meme-
lihara hidup kita.
 Mari kita jalani terus hari pemberian Tuhan, sekali pun kita
sering menghadapi badai kehidupan ini. Mari kita buahkan
hari-hari hidup kita menjadi berkat bagi orang lain.
Syukurilah karya Allah yang memelihara perjalanan hidup
kita, dengan demikian kita akan memperoleh hidup yang
kekal. Amin.

Doc: Grh. Letare Hutabarat/HKBP Sukajadi

7
8

Anda mungkin juga menyukai