Anda di halaman 1dari 49

Mekanisme Adaptasi Sel

Mekanisme adaptasi sel :

2.2.1 Organisasi sel

Yaitu unit kehidupan, kesatuan lahiriah yang terkecil menunjukkan


bermacam-macam fenomena yang berhubungan dengan hidup.

Karakteristik mahkluk hidup :

a. Bereproduksi

b. Tumbuh

c. Melakukan metabolisme

d. Beradaptasi terhadap perubahan internal dan eksternal.

Aktifitas sel : sesuai dengan proses kehidupan, meliputi :

a. Ingesti – mengekskresikan sisa metabolisme

b. Asimilasi – bernafas – bergerak

c. Mencerna – mensintesis – berespon, dll

A. Struktur Sel

Sel mengandung struktur fisik yang terorganisasi yang dinamakan organel.


Sel terdiri dari dua bagian utama : inti dan sitoplasma yang keduanya
dipisahkan oleh membrane inti. Sitoplasma dipisahkan dengan cairan
sekitarnya oleh membrane sel. Berbagai zat yang membentuk sel secara
keseluruhan disebut protoplasma.
1. Membrane Sel, merupakan struktur elastis yang sangat tipis, penyaring
selektif zat – zat tertentu.

2. Membrane Inti, merupakan dua membrane yang saling mengelilingi.


Pada kedua membrane yang bersatu merupakan larut dapat bergerak
antara cairan inti dan sitoplasma.

3. Retikulum endoplasma, tdd

a. RE granular yang pd permukaannya melekat ribosom yg


terutama mengandung RNA yg berfungsi dalam mensintesa
protein.

b. RE agranular, tidak ada ribosom. Berfungsi untuk sintesa lipid


dan enzimatik sel.

4. Komplek golgi

Berhubungan dgn RE berfungsi memproses senyawa yg ditransfer RE


kemudian disekresikan.

5 Sitoplasma, yaitu suatu medium cair banyak mengandung struktur


organel sel

6 Mitokondria, adalah organel yg disediakan untuk produksi energi dalam


sel. Di sini dioksidasi berbagai zat makanan.
katabolisme / pernafasan sel.

7 Lisosom, adalagh bungkusan enzim pencernaan yg terikat membrane.


Dan merupakan organ pencernaan sel.

8 Sentriol, merupakan struktur silindris kecil yg berperan penting pada


pembelahan sel.
9 Inti, adalah pusat pengawasan atau pengaturan sel. Mengandung DNA
yg disebut gen.

10 Nukleoli, merupakan struktur protein sederhana mengandung RNA.


Jumlah dapat satu atau lebih.

B. System Fungsional Sel.

1. Penelanan dan pencernaan oleh sel.

Zat-zat dapat melewati membrane dengan cara :


a. difusi

b. transfor aktif melalui membrane

c. endositosis , yaitu mekanisme membrane menelan cairan ekstra


sel dan isinya. Tdd : fagositosis dan pinositosis.
penelanan partekil besar oleh sel seperti bakteri, partikel –
partikel degeneratif jaringan. Fagositosis menelan sedikit cairan
ekstra sel dan senyawa yang larut dalam bentuk vesikel kecil.
Pinositosis

2. Ekstrasi energi dari zat gizi. (fungsi mitokondria)


Oksigen menghasilkan energi yang dioksidasi dan zat gizi masuk dalam
sel digunakan untuk membentuk ATP. 1ATP menghasilkan 8000 kalori.

2.2.2 Modalisasi cedera sel

Sel selalu terpajan terhadap kondisi yang selalu berubah dan potensial
terhadap rangsangan yang merusak sel akan bereaksi :

a. Beradaptasi,

b. Jejas / cidera reversible


c. Kematian

Sebab-sebab Jejas, Kematian dan Adaptasi sel :


1. Hipoksia, akibat dari :

a. Hilangnya perbekalan darah karena gangguan aliran darah serta

b. Gangguan kardiorespirasi

c. Hilangnya kemampuan darah mengangkut oksigen. :anemia dan


keracunan. Respon sel terhadap hipoksia tergantung pada tingkat
keparahan hipoksia: sel-sel dapat menyesuaikan, terkena jejas,
kematian.

2. Bahan Kimia (obat – obatan )

Bahan kimia menyebabkan perubahan pada beberapa sel : permeabilitas


selaput, homeostatis osmosa, keutuhan enzim kofaktor. Racun
menyebabkan kerusakan hebat pada sel dan kematian individu.

3. Agen Fisik

Dapat merusak sel. Traumamekanik, yang menyebabkan pergeseran


organisasi intra sel.

a. Suhu rendah.

Gangguan suplai darah ( vasokontriksi ) suhu rendah


membakar jaringan – suhu tinggi.

b. Perubahan mendadak tekanan atsmofir, menyebabkan gangguan


perbekalan darah untuk sel – sel individu. Tingginya gas – gas
atsmofir terlarut dalam yang di bawah tekanan atsmofir darah.
Jika mendadak kembali ke tekanan normal zat- zat akan
terjebak keluar dari larutan secara cepat dan membentuk
gelembung – gelembung jenis hipoksia. Menyumbat aliran
darah dalam sirkulasi mikro.

c. Tenaga radiasi, jejas akibat ionisasi langsung senyawa kimia


yang ada di dalam sel atau karena ionisasi sel yang
menghasilkan radikal “ panas “ yang secara sekunder bereaksi
dengan komponen intra sel.

d. Tenaga listrik, jika melewati tubuh akan menyebabkan : aritmi


jantung luka bakar. Serta gangguan jalur konduksi saraf.

4. Agen Mikrobiologi : Bakteri, virus, mikoplasma, klamidia, jamur dan


protozoa. Merusak sel – sel penjamu. Mengeluarkan eksotosin, bakteri
merangsang respon peradangan. Atau mengeluarkan endotoksin, reaksi
immunologi yang merusak sel. Timbul reaksi hipersensitivitas terhadap
gen.

Contoh penyakit : infeksi stafilokokus atau sterptococus, gonore,


sifilis, kolera, dll. Virus mewariskan DNA, virus
menyatu dengan DNA sel, setelah berada dalam sel
virus akan mengambil alih fungsi sel. RNA virus
gen – gen pada sel baru akan mengontrol fungsi sel.

Contoh penyakit : ensefalitis, campak jerman, rubella,


poliomyelitis, hepatitis, dll

5. Mekanisme Imun, reaksi imun sering di kenal sebagai penyebeb


kerusakan dan penyakit pada sel. Antigen penyulut pada eksogen
maupun endogen. Antigen endogen ( missal, antigen sel ) menyebabkan
penyakit Autoimun.

6. Gangguan Genetik
Mutasi, dapat menyebabkan : mengurangi suatu enzim, kelangsungan
hidup sel tidak sesuai, atau tanpa dampak yang diketahui.

7. Ketidakseimbangan Nutrisi

a. Defisiensi protein – kalori

b. Avitaminosis

c. Aterosklerosis, obesitas – kelebihan kalori

8. Penuaan

ADAPTASI SEl

Bentuk reaksi jaringan organ / system tubuh terhadap jejas :

1. Retrogresif, jika terjadi proses kemunduran ( degenerasi / kembali


kearah yang kurang kompleks )

2. Progresif, berkelanjutan berjalan terus kearah yang lebih buruk


untuk penyakit.

3. Adaptasi ( penyesuaian ) :

a. Atropi, yaitu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang


pernah berkembang sempurna dengan ukuran normal

b. Hipertropi, yaitu peningkatan ukuran sel dan perubahan


ini meningkatkan ukuran alat tubuh menjadi lebih besar
dari pada ukuran normal.

c. Hiperplasia, yaitu dapat disebabkan oleh adanya


stimulasi atau keadaan kekurangan secret atau produksi
sel terkait.
d. Metaplasia, ialah bentuk adaptasi terjadinya perubahan
sel matur jenis tertentu menjadi sel matur jenis lain.

e. Displasia, keadaan yang timbul pada sel dalam proses


metaplasia berkepanjangan tanpa mereda dapat
mengalami polarisasi pertumbuhan sel reserve

f. Degenerasi, yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia


intraseluler yang disertai perubahan marfologik, akhibat
jejas nin fatal pada sel.

g. Infiltrasi.

2.2.3 Sel yang diserang

Pengaruh stimulus yang menyebabkan cidera sel pada sel :

1. Kerusakan biokimia, terjadi perubahan kimia dari salah satu reaksi


metabolisme atau lebih di dalam sel.

2. Kelainan fungsi, ( missal kegagalan kontraksi, sekresi sel atau


lainnya ) cidera kelainan fungsi. Tetapi tidak semua, kerusakan
biokimia pada sel. Jika sel banyak cidera, memiliki cadangan yang
cukup sel tidak akan mengalami gangguan fungsi yang berarti.

3. Perubahan morfologi sel. Yang menyertai kelainan biokimia dan


kelainan fungsi. Tetapi saat ini masih ditemukan sel secara
fungsional terganggu namun secara morfologi tidak memberikan
petunjuk adanya kerusakan

4. Pengurangan massa atau penyusutan

Pengurangan ukuran sel jaringan atau organ disebut atropi. Lebih kecil
dari normal.
22.4 Perubahan morfologi pada sel yang cedera sub letal

Perubahan pada sel cidera sub letal bersifat reversible. Yaitu jika rangsangan
dihentikan, maka sel kembali sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak kematian sel
dihentikan.

Perubahan sub letal pada sel disebut degenerasi atau perubahan degeneratif.
Hal ini cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nucleus mempertahankan
integritas sel selama sel tidak mengalami cidera letal.

Bentuk perubahan degeneratif sel :

1. Pembentukan sel, gangguan kemampuan metabolisme pembentukan energi


dam kerusakan membrane sel influk air ke peningkatan konsentrasi Na
memompa ion Na menurun pembengkakan sel.

2. Penimbunan lipid intra sel, secara mokroskopis sitoplasma dari sel – sel
yang terkena tampak bervakuola berisi lipid.

2.2.5 Kalsifikasi patologik

Klasifikasi : proses diletakkannya (pengendapan ) kalsium dalam jaringan


pembentukan tulang.

Klasifikasi patologis merupakan proses yang sering juga menyatakan


pengendapan abnormal garam – garam kalsium, disertai sedikit besi, magnesium
dan garam – garam mineral lainnya dalam jaringan., yaitu :

1. Klasifikasi terjadi pada hiperkalsemi akhibat hipertiroid, tumor, atropi


tulang, hipervitaminosis D, dll. Tanpa di dahului kerusakan jaringan.
Proses klasifikasi pada jaringan yang telah mengalami kerusakan
terlebih dahulu.
2. Klasifikasi distropi kerusakan dapat bersifat degenerasi atau nekrosis.
Contoh : lithopedion, bayi membantu pada janin yang mati dalam
kandungan.

3. kalsinosis, terjadi kalsifikasi pada jaringan yang tampak normal atau


yang menunjukkan kerusakan sistemik.

4. Pembentukan tulang heterotropik, meliputi 3 proses diatas disertai


pergantian proses dari kalsifikasi menjadi pembentukan tulang, terjadi
akhibat depo kalsium abnormal yang metaplasia kearah osteoblastik
dan dapat merangsang sel fibroblast membentuk tulang.

5. Kalsifikasi pada pembuluh darah arteri, terjadi pada arteiosklerosis, ini


termasuk kalsifikasi distropik.

2.3 Regenerasi dan Nekrosis Sel

Regenerasi adalah proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang bertujuan untuk
mengisi ruang tertentu pada jaringan atau memperbaiki bagian yang rusak. Regenerasi sel
juga diartikan proses pembentukan sel untuk menggantikan sel yang mati yang diatur mulai
tingkat terkecil dalam sel tubuh kita. Setiap saat, setiap detik sel pada tubuh kita ada yang
mati dan setiap itu pula lahirlah sel yang menggantikannya atau disebut proses regenerasi.
Proses regenerasi dominant mulai usia anak – anak sampai kira – kira 30 tahun. Kemudian
digantikan dengan proses degenerasi yang paling dominant. Namun pada dasarnya
regenerasi ( pembentukan ) dan degenerasi ( perusakan ) sel akan selalu terjadi dalam tubuh
kita.

Nekrosis merupakan proses kematian sel. Nekrosis melibatkan sekelompok sel,


mengalami kehilangan integritas membrane, sel yang mengalami nekrosis akan terlihat
membengkak untuk kemudian mengalami lisis. Nekrosis juga dapat terjadi kebocoran
lisosom. Sel yang mengalami nekrosis kromatinnya bergerombol dan terrjadi agregasi.
Pada nekrosis, terlihat respon peradangan yang nyata disekitar sel – sel yang mengalami
nekrosis dan sel yang mengalami nekrosis akan di makan oleh makrofag. Nekrosis terjadi
Karena trauma nonfisisologi pada nekrosis enzim – enzim yang terlibat dalam proses
apoptosis mengalami perubahan atau inaktivasi. Nekrosis tidak dapat di amati. Nekrosis
tidak disertai proses sitensis makro molekul baru, pada nekrosis frakmentasi terjadi secara
random sehingga pada agarose

setelah electrophoresis akan terlihat menyebar tidak jelas sepanjang alurnya. ( DNA smear
).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada hakekatnya patofisiologi penyakit, mekanisme adaptasi, regenerasi dan


nekrosis sel saling berkaitan. Patofisiologi adalah reaksi fungsi tubuh terhadap suatu
penyakit yang masuk ke dalam tubuh.

Mekanisme adaptasi sel terdiri dari organisasi sel yaitu unit kehidupan, kesatuan
lahiriah yang terkecil menunjukkan bermacam-macam fenomena yang berhubungan
dengan hidup.dan selalu berhubungan dengan karakterristik makhluk hidup yaitu :
bereproduksi, tumbuh, melakukan metabolisme dan beradaptasi terhadap perubahan
internal dan eksternal.

Regenerasi adalah proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang bertujuan


untuk mengisi ruang tertentu pada jaringan atau memperbaiki bagian yang rusak dan
Nekrosis adalah kematian yang utama. Sel yang mengalami kematian secara nekrosis
umumnya disebabkan oleh faktor dari luar secara langsung.

3.2 Saran

Patofisiologi penyakit, mekanisme adaptasi sel, regenerasi dan nekrosis sel adalah hal
yang saling berkaitan dan memiliki pembahasan yang luas, oleh ssebab itu maka
perlu di pelajari dan di mengerti, sebagai dasar untuk mempelajari mata kuliah
PATOFISIOLOGI. Supaya mahasiswa dapat lebih paham tentang pada materi
perkuliahan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://afie.staff.uns.ac.id/2008/12/25/beda-apoptosis-dan-nekrosis/

http://denipurnama.blogspot.com/2009/02/adaptasi-sel.html

http://id.answers.yahoo.com/quetion/index/

http://id.wikipedia.org/wiki/sel(biologi)#regenerasidandeferensiasisel

http://pato-fkg.blogspot.com/2008_02_01_archive.html

Kimball, John W. 1998. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………….. ii

Daftar Isi ………………………………………………………. iii

BAB I : PENDAHULUAN ……………………………….. 1

1.1 Latar Belakang …………………………….... 1

1.2 Rumusan Masalah …………………………... 1

1.3 Tujuan Penulisan ……………………………. 1

1.4 Manfaat …………………………………….... 2


BAB II : PEMBAHASAN ………………………………….. 3

2.1 Patofisiologi Penyakit ……………………….. 3

2.2 Mekanisme Adaptasi Sel …………………….. 3

2.3 Regenerasi dan Nekrosis Sel ………………… 9

BAB III : PENUTUP ………………………………………… 11

3.1 Kesimpulan ………………………………….. 11

3.2 Saran …………………………………………. 11

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………... 12

MEKANISME ADAPTASI SEL


By dr.Naimatul Wardah
Mekanisme adaptasi sel :
a. Organisasi sel
b. Modalitas cedera sel
c. Sel yang diserang
d. Perubahan morfologis pada sel yang cedera sub letal
e. Kalsifikasi patologi
Pada dasarnya tubuh terdiri dari satuan dasar yang hidup yakni sel sel dan tiap organ
merupakan kelompok sel yang berbeda-beda yang saling menghubungkan satu sama
lainnya oleh struktur penunjang interselular. Tiap macam sel dapat beradaptasi secara
khusus untuk membentuk suatu fungsi yang khas. Sel itu juga berkemampuan untuk
berkembangbiak dan bila salah satu macam sel itu rusak oleh salah satu penyebab, maka
sel-sel yang tertinggal seringkali membagi diri lagi terus menerus sampai jumlahnya
mencukupi kembali.
OrganisasiSel
The cell is the basic structural and fungsinal unit of all living things.
Yaitu unit kehidupan , kesatuan lahiriah yang terkecil yang menunjukan bermacam-
macam fenomena yang berhubungan dengan hidup. Sel adalah unit struktural dan
fungsional terkecil dari tubuh manusia. Kerusakan pada sel dapat berlanjut menjadi
kerusakan jaringan, kerusakan jaringan dapat berlanjut kepada kerusakan organ dan
kerusakan organ dapat berakhir pada kegagalan sistem tubuh dalam menjalankan
fungsinya. Akibat yang fatal adalah kematian.

Karakteristik mahluk hidup :


- bereproduksi
- tumbuh
- melakukan metabolisme
- beradaptasi terhdp perubahan internal dan eksternal

Aktivitas sel : sesuai dgn proses kehidupan, meliputi :


- ingesti - mengekskresikan sisa metabolisme
- asimilasi - bernafas - bergerak
- mencerna - mensintesis - berespon , dll.

Struktur Sel
Sel mengandung struktur fisik yang terorganisir yg dinamakan organel.
Sel terdiri dari dua bagian utama : inti dan sitoplasma keduanya dipisahkan oleh
membrane inti. Sitoplasma dipisahkan dgn cairan sekitarnya oleh membran sel .
Berbagai zat yg membentuk sel secara keseluruhan disebut protoplasma.
1. Membran Sel, terutama terdiri atas lipid dan protein, merupakan struktur elastis yg
sangat tipis, penyaring selektif zat-zat tertentu, memberi bentuk sel tetapi
melekatkannya pada sel lain. Bahkan yang lebih penting membran sel bekerja sebagai
pintu gerbang dari dan ke sel, memungkinkan hanya zat-zat tertentu saja lewat pada
kedua jurusan dan bahkan secara aktif mengangkut beberapa zat secara selektif.
2. Membran inti, merupakan dua membran yang saling mengelilingi. Pada kedua
membrane yg bersatu merupakan tempat yang permeabel sehingga hampir semua zat yg
larut dapat bergerak antara cairan inti dan sitoplasma.
3. Retikulum endoplasma, tdd
- RE granular yang pd permukaannya melekat ribosom yg terutama mengandung RNA yg
berfungsi dalam mensintesa protein.
- RE agranular, tidak ada ribosom. Berfungsi untuk sintesa lipid dan enzimatik sel.
4. Komplek golgi.
Berhubungan dgn RE berfungsi memproses senyawa yg ditransfer RE kemudian
disekresikan.
5. Sitoplasma, yaitu suatu medium cair banyak mengandung struktur organel sel yang
terutama terdiri atas protein yang terlarut dalam cairan tersebut, elektrolit-elektrolit,
glukosa, dan sedikit fosfolipid, kolesterol dan ester asam lemak. Juga mengandung
banyak mikrofilamen yang terdiri atas protein fibrilar, sehingga terbentuklah bahan yang
agak padat yang menyokong membrane sel.
6. Mitokondria, adalah organel yg disediakan untuk produksi energi dalam sel.
Merupakan sumber tenaga dari sel karena dioksidasi berbagai zat makanan untuk
menghasilkan tenaga pengerak bagi kegiatan-kegiatan lain dari sel, termasuk untuk
katabolisme / pernafasan sel. Tanpa mitokondria maka sel-sel tidak mampu menyadap
jumlah energy dari makanan dan oksigen, dan akibatnya fungsi-fungsi yang penting dari
sel akan berhenti.
7. Lisosom, adalah bungkusan enzim pencernaan yg terikat membrane. Dan merupakan
organ pencernaan sel.
8. Sentriol, merupakan struktur silindris kecil yg berperan penting pada pembelahan sel.
9. Inti, adalah pusat pengawasan atau pengaturan sel. Mengandung DNA yg disebut gen.
10. Nukleoli, merupakan struktur protein sederhana mengandung banyak sekali RNA.
Jumlah dapat satu atau lebih.

Sistem Fungsional Sel.


Sebuah sel agar dapat hidup dan bertumbuh memperoleh bahan makanan melalui :
1. Penelanan dan pencernaan oleh sel.
Zat-zat dpt melewati membran dengan cara :
- difusi : melalui pori-pori didalam membran sel.
- transfort aktif : suatu mekanisme dimana sistem enzim dan protein pengangkut yang
khusus akan mengangkut bahan-bahan melalui membrane.
- endositosis , yaitu mekanisme membrane menelan cairan ekstra sel dan isinya. Tdd :
fagositosis dan pinositosis.
Fagositosis penelanan partikel besar oleh sel seperti bakteri, partikel2 degeneratif
jaringan. Fagositosis menelan sedikit cairan ekstra sel dan senyawa yg larut. Pinositosis
berarti pembentukan vesikel-vesikel yang sangat kecil sekali yang mengisi cairan
ekstraselular.
2. Ekstrasi energi dari zat gizi. (fungsi mitokondria). Bahan-bahan utama darimana sel-sel
itu dapat menyadap energy adalah oksigen dan bahan makanan (karbohidrat, protein,
lemak). Didalam sel, bahan makanan ini akan bereaksi secara kimiawi dengan oksigen
dibawah pengaruh bermacam-macam enzim yang mengatur kecepatan reaksi dan
menyalurkan energy yang dihasilkan. Semua reaksi oksidatif terjadi di dalam mitokondria,
dan energy yang dilepaskan itu akan dipakai untuk membentuk ATP. 1 ATP menghasilkan
8000 kalori. ATP dipakai oleh seluruh sel untuk memperkuat atau memberi metabolisme
di dalam sel.

Modalitas Cedera Sel


Sel selalu terpajan terhadap kondisi yang selalu berubah dan potensial terhadap
rangsangan yang merusak akan bereaksi :
- Beradaptasi,
- Jejas / cedera reversible
- Kematian
Kerusakan sel dapat terjadi pada berbagai organel sel, tetapi yang paling sering
mengalami kerusakan adalah :
1. Membran sel
2. Mitokondria
3. Nukleus
4. Sitoskeleton

Penyebab Cedera Sel


Sel dapat cedera akibat berbagai stressor. Cedera terjadi apabila stressor tersebut
melebihi kapasitas adaptif sel.
Stressor penyebab cedera sel adalah sebagai berikut :

1. Hipoksia, akibat dari :


- hilangnya perbekalan darah karena gangguan aliran darah serta gangguan
kardiorespirasi
- Hilangnya kemampuan darah mengangkut oksigen. : anemia dan keracunan.
Respon sel terhadap hipoksia tergantung pada tingkat keparahan hipoksia: sel-sel dapat
menyesuaikan , terkena jejas, kematian.
Contoh :
otot-otot hipoksia Penyempitan arteri femoralis skelet akan atropi. Atropi ini mencapai
keseimbangan antara kebutuhan metabolik dan perbekalan oksigen yg tersedia.
jejas atau Hipoksia yg lebih berat kematian sel.
2. Bahan kimia (termasuk obat-obatan)
Bahan kimia menyebabkan perubahan pd beberapa fungsi sel : permeabilitas selaput,
homeostatis osmosa, keutuhan enzim atau kofaktor.
Racun menyebabkan kerusakan hebat pd sel dan kematian individu.
3. Agen fisik
- Trauma mekanik, yg dpt merusak sel dapat menyebabkan pergeseran organisasi
organel intra sel .
- Suhu rendah : ggn suplai darah, vasokontriksi
- Suhu tinggi : membakar jaringan.
- Perubahan mendadak tekanan atmosfir, menyebabkan ggn perbekalan darah untuk sel-
sel individu yg berada dibawah tingginya gas-gas atmosfir terlarut dlm darah . jika
mendadak kembali tek. Atm ke tekanan normal zat-zat tersebut akan keluar dari larutan
secara cepat dan menyumbat aliran darah terjebak dalam sirkulasi mikro membentuk
gelembung2 jejas hipoksia .
- Tenaga radiasi, jejas akibat ionisasi langsung senyawa kimia yg ada di dalam sel atau
karena ionisasi sel yg menghasilkan radikal “panas” yg secara sekunder bereaksi dgn
komponen intra sel
- Tenaga listrik, jika melewati tubuh akan menyebabkan : luka bakar. Serta ggn jalur
aritmi jantung konduksi saraf
4. Agen mikrobiologi : Bakteri, virus, mikoplasma, klamidia , jamur dan protozoa
mengeluarkan eksotoksin Bakteri merusak sel-sel penjamu merangsang respon atau
mengeluarkan endotoksin timbul reaksi peradangan. Timbul reaksi hipersensitivitas
tehadap agen immunologi yg merusak sel.
Contoh penyakit : infeksi stafilokokus atau streptococcus, gonore, sifilis, kolera dll.
setelah berada dalam sel Virus virus akan mewariskan gen-gen pada sel baru DNA virus
menyatu dgn DNA sel mengambil alih fungsi sel. RNA virus akan mengontrol fungsi sel.:
Contoh penyakit : ensefalitis, , campak jerman, rubella, poliomyelitis, hepatitis , dll
5. Mekanisme Imun
Reaksi imun sering dikenal sebagai penyebab kerusakan dan penyakit pada sel. Antigen
penyulut dapat eksogen maupun endogen. Antigen endogen (misal antigen sel)
menyebabkan penyakit autoimun.
6. Gangguan genetik
Mutasi, dapat menyebabkan: mengurangi suatu enzim, kelangsungan hidup sel tidak
sesuai, atau tanpa dampak yg diketahui.
7. Ketidakseimbangan Nutrisi
- defisiensi protein-kalori
- avitaminosis
- aterosklerosis, obesitas- kelebihan kalori
8. Penuaan
Mekanisme Cedera Sel Akibat Iskemia
Iskemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan suplai oksigen terhadap
suatu jaringan atau organ tertentu. Iskemia dapat disebabkan oleh oklusi
(bendungan) terhadap aliran darah misal karena aterosklerosis, trombus atau
emboli dan spasme pembuluh darah.

Iskemia merupakan penyebab cedera sel yang paling sering terjadi. Iskemia pada
suatu organ menyebabkan terjadinya hipoksia pada sel-selnya, karena sel mengalami
penurunan suplai oksigen sehingga menyebabkan metababolisme di dalam sel
berubah anaerob. Akibatnya terjadi penurunan produksi ATP sebagai sumber energi
terhadap berbagai aktifitas sel, termasuk didalammya adalah penurunan energi
untuk aktifitas transport aktif. transport aktif menggerakan pompa natrium
memompa natrium dari intrasel ke luar sel, karena adanya penurunan sumber energi
untuk menggerakkan pompa natrium maka terjadi kelebihan ion natrium di dalam
sel. Sebagai dampak kelebihan ion natrium intraselular ini terjadi pemindahan air
dari ekstrasel ke dalam intrasel sehingga terjadilah penumpukan cairan dalam
sel/udem sel (pembengkakan seluler). Pada kondisi ini sitoplasma secara mikroskopik
akan tampak pucat. Apabila kondisi berlangsung terus menerus organela-organela
dapat mengalami pembengkakan, termasuk retikulum endoplasma. Bila penyebab
keadaan ini segera teratasi maka sel akan berangsur kepada fungsi dan struktur
semula, akan tetapi kalau faktor penyebabnya tidak hilang dan terus menerus
(persisten) terjadi kondisi yang kekurangan oksigen maka bisa terjadi penurunan
fungsi mitokondria dan organela lain seperti retikulum endoplasma yang
mensintesa protein dan lipid untuk regenerasi membran sel. Kerusakan membran
sel juga terjadi karena tidak berfungsinya pompa kalsium juga menyebabkan kalsium
bebas masuk ke intrasel dan mengaktifkan enzim phospolipase sehingga
mengakibatkan kerusakan membran sel.
Selain hal tersebut di atas, iskemia menyebabkan metabolisme anaerob. Dampak
negatif metabolisme anaerob adalah penumpukan asam laktat intrasel, selanjutnya
menurunkan pH cairan intrasel dan mengganggu proses kerja dari enzim-enzim
intrasel.

Mekanisme Adaptasi Sel

1. Adaptasi Terhadap Peningkatan Beban Kerja Sel

2. Adaptasi Terhadap Penurunan Beban Kerja Sel

Berdasarkan 2 bagan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sel beradaptasi terhadap
cedera ada 3 cara yaitu :
1. Menambah atau mengurangi ukuran sel (hipertrofi dan atrofi).
2. Menambah atau mengurangi jumlah sel (hiperplasia dan involusi).
3. Merubah ukuran sel (metaplasia).

Sel-sel menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan mikronya.


1. Atropi
o Suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang sempurna dengan
ukuran normal.
o Merupakan bentuk reaksi adaptasi. Bila jumlah sel yg terlibat cukup, seluruh jaringan
dan alat tubuh berkurang atau mengalami atropi.
o Sifat :
- fisiologik misalnya aging seluruh bagian tubuh tampak mengecil secara bertahap.
proses patologik (pasca peradangan), misal keadaan kurus kering akibat marasmus dan
kwashiorkor, emasiasi / inanisi (menderita penyakit berat), melemahnya fungsi
pencernaan atau hilangnya nafsu makan
- umum atau local.penurunan aktivitas endokrin dan pengaruhnya atas target sel dan
target organ.

Penyebab atropi :
- berkurangnya beban kerja
- hilangnya persarafan
- berkurangnya perbekalan darah
- hilangnya rangsangan hormone
2. Hipertropi
Yaitu peningkatan ukuran sel dan perubahan ini meningkatkan ukuran alat tubuh
Ukuran sel jaringan atau organ yg menjadi lebih besar dari ukuran normalnya.
Bersifat fisiologik dan patologik, umum atau lokal
Hipertropi dapat memberi variasi fungsional : jika yang sel parenkim yg membesar –
meningkat.
- menurun sel jika hipertropi akibat proliferasi unsur stroma atau substansi antar sel
penurunan fungsi parenkim terdesak.
- Normal -- > hipertropi murni jika terjadi pada jaringan atas sel permanent dan dipicu
oleh pengangkatan fungsi.misal otot rangka pada binaragawan
3. Hiperplasia
Dapat disebabkan oleh adanya stimulus atau keadaan kekurangan sekret atau produksi
sel terkait. Hanya dapat terjadi pada populasi sel labil ( dalam kehidupan ada siklus sel
periodic, sel epidermis, sel darah) . atau sel stabil (dalam keadaan tertentu masih mampu
berproliferasi, misalnya : sel hati, sel epitel kelenjar.
Tidak terjadi pada sel permanent (sel otot rangka, saraf danjantung)
5. Metaplasia
Ialah bentuk adaptasi terjadinya perubahan sel matur jenis tertentu menjadi sel matur
jenis lain :
Misalnya sel epitel torak endoservik daerah perbatasan dgn epitel skuamosa, sel epitel
bronchus perokok.
6. Displasia
• Sel dalam proses metaplasia berkepanjangan tanpa mereda dapat melngalami ganguan
polarisasi pertumbuhan sel reserve, sehingga timbul keadaan yg disebut displasia.
• Ada 3 tahapan : ringan, sedang dan berat
• Jika jejas atau iritan dpt diatasi adaptasi dan displasia dapat normal kembali.
• Tetapi jika keadaan displasia keganasan intra epithelial/insitu berat dan tdk
ditanggulangi
7. Degenerasi
o Yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang disertai perubahan
morfologik, akibat jejas non fatal pada sel.
o Dalam sel jaringan terjadi : akumulasi cairan atau storage (penimbunan) zat dalam
sel. perubahan morfologik terutama dlm sitoplasma. organel sel mengembung/bengkak.
disebut Sitoplasma keruh atau granuler kasar degenerasi bengkak keru (claude swelling).
- Ditemukan kerusakan reticulum endoplasma dan filament mitokondria
- Terbentuk fragmen-partikel yg mengandung unsur lipid dan protein (albumin) edema
intrasel, disebut degenerasi albumin.
- Jika hal ini berlanjut maka akan terjadi pembengkakan vesikel , kemunduran akan
tampak vakaula intra sel ini disebut degenarasi vakuoler atau hidrofik
o Kedua proses degenerasi tersebut masih reversible.
o Reaksi sel terhadap jejas yang masih reversible disebut degenerasi
o Reaksi sel terhadap jejas yang ireversible menuju kematian disebut nekrosis
8. Infiltrasi
Bentuk retrogresif dgn penimbunan metabolit sistemik pada sel normal (tdk mengalami
jejas langsung jika melampaui batas maka sel akan pecah. Dan debris (seperti pd
degenerasi) akan ditanggulangi oleh system makrofag.

Pengaruh stimulus yang menyebabkan cedera pada sel :


1. Kerusakan biokimia, terjadi perubahan kimia dari salah satu reaksi metabolisme atau
lebih di dalam sel
2. Kelainan fungsi, (misal kegagalan kontraksi, sekresi sel atau lainnya)
kelainan kerusakan biokimia pada sel (Cedera fungsi). Tetapi tidak semua, jika sel
banyak cedera, memiliki cadangan yg cukup sel tidak akan mengalami gangguan fungsi
yg berarti.
3. Perubahan morfologis sel yg menyertai kelainan biokimia dan kelainan fungsi.
Tetapi saat ini masih ditemukan sel secara fungsional terganggu namun secara morfologis
tidak memberikan petunjuk adanya kerusakan.
4. Pengurangan massa atau penyusutan
Pengurangan ukuran sel jaringan atau organ disebut atropi (lebih kecil dari normal).
5. Retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi/ kembali kearah yang kurang
kompleks).
6. Progresif, berkelanjutan berjalan terus kearah yang lebih buruk untuk penyakit.
7. Adaptasi (penyesuaian) : atropi, hipertropi, hiperplasi, metaplasi

Jenis Cedera Sel


Apabila sebuah stimulus menyebabkan cedera sel maka perubahan yang pertama kali
terjadi adalah terjadinya kerusakan biokimiawi yang mengganggu proses
metabolisme. Sel bisa tetap normal atau menunjukkan kelainan fungsi yang diikuti
dengan perubahan morfologis. Gangguan fungsi tersebut bisa bersifat reversibel
ataupun ireversibel sel tergantung dari mekanisme adaptasi sel. Cedera reversibel
disebut juga cedera subletal dan cedera ireversibel disebut juga cedera letal.

1. Cedera Subletal
Cedera subletal terjadi bila sebuah stimulus menyebabkan sel cedera dan
menunjukkan perubahan morfologis tetapi sel tidak mati. Perubahan subletal ini
bersifat reversibel dimana bila stimulusnya dihentikan maka sel akan kembali pulih
seperti sebelumnya. Cedera subletal ini disebut juga proses degeneratif.

Perubahan degeneratif cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nucleus


mempertahankan integritas sel selama sel tdk mengalami cedera letal.

Bentuk perubahan degeneratif sel :


1. pembengkakan sel
Bentuk perubahan degeneratif yang paling sering terjadi adalah akumulasi cairan di
dalam sel akibat gangguan mekanisme pengaturan cairan. Biasanya disebabkan
karena berkurangnya energi yang digunakan pompa natrium untuk mengeluarkan
natrium dari intrasel. Sitoplasma akan terlihat keruh dan kasar (degenerasi bengkak
keruh). Gangguan metabolisme pembentukan energi dan Kerusakan membrane sel influk
air ke peningkatan konsentrasi Na kemampuan memompa ion Na menurun pembengkakan
sel. dalam sel Bengkak keruh, menggambarkan perubahan sel yang menunjukan keadaan
setengah matang dan secara mikroskopik terlihat sitoplasmanya granular. Organel sel juga
menyerap air yg tertimbun dalam pembengkakan mitokondria, pembesaran RE dll.
sitoplasma Pada pemeriksaan mikroskopik akan tampak sitoplasma bervakuola. Ini disebut
perubahan hidropik atau perubahan vacuolar.
2. Penimbunan lipid intra sel
Dapat juga terjadi degenerasi lebih berat yaitu degenerasi lemak atau infiltrasi
lemak dimana terjadi penumpukan lemak intrasel sehingga inti terdesak ke pinggir.
Jaringan akan bengkak dan bertambah berat dan terlihat kekuning-kuningan.
Misalnya perlemakan hati (fatty liver) pada keadaan malnutrisi dan alkoholik.
Secara mikroskopis, sitoplasma dari sel-sel yg terkena tampak bervakuola, vakoula berisi
lipid. Misal : pada hati banyak lipid yg tertimbun di dalam sel inti sel terdesak ke satu sisi
dan sitoplasma diduduki oleh satu vakuola besar yg berisi lipid. Hati yang terserang hebat
akan berwarna kuning cerah, jika disentuh terasa berlemak. Jenis perubahan ini disebut
perubahan berlemak atau degenerasi lemak.

2. Cedera Letal
Bila stimulus yang menyebabkan sel cedera cukup berat dan berlangsung lama serta
melebihi kemampuan sel untuk beradaptasi maka akan menyebabkan kerusakan sel
yang bersifat ireversibel (cedera sel) yang berlanjut kepada kematian sel.

KALSIFIKASI PATOLOGIK
Kalsifikasi : proses diletakannya (pengendapan) kalsium dalam jaringan pembentukan
tulang (Kalsifikasi fisiologi)
Kalsifikasi patologi merupakan proses yg sering, juga menyatakan pengendapan abnormal
garam-garam kalsium, disertai sedikit besi, magnesium dan garam-garam mineral lainnya
dalam jaringan, tdd :

Terjadi pada :
1. Kalsifikasi metastatik : hiperkalsemi akibat hipertiroid, tumor tulang, atrofi tulang,
hipervitaminosis D, dll. Tanpa didahului kerusakan jaringan.

2. Kalsifikasi distropik : proses kalsifikasi pada jaringan yg telah mengalami kerusakan


terlebih dahulu.
Kerusakan dapat bersifat degenerasi atau nekrosis.
Contoh lithopedion, bayi membatu pada janin yang mati dalam kandungan.

3. Kalsinosis, terjadi kalsifikasi pd jaringan yang tampak normal atau yang menunjukan
kerusakan sitemik

4. Pembentukan tulang heterotropik, meliputi 3 proses diatas disertai pergantian proses,


dari kalsifikasi menjadi pembentukan tulang. Pembentukan tulang terjadi akibat depo
kalsium abnormal yg dapat metaplasi kearah osteoblastik dan membentuk/merangsang
sel fibroblast tulang.

5. Kalsifikasi pada pembuluh darah arteri, terjadi pada arteiosklerosis, ini termasuk
kalsifikasi distropik.
PENDAHULUAN

Proses penuaan meupakan proses yang dialami setiap makhluk hidup. Hal ini dapat berlangsung
secara fisiologis maupun patologis. Umur manusia telah ditentukan, namun banyak faktor yang
dapat mempengaruhinya. Pertumbuhan manusia normal dapat digambarkan seperti gunung.
Tahap pertama meningkat, mencapai puncak (saat manusia berumur 20-an), tiba tahap kedua
menurun. Dengan sendirinya , jika proses penuaan dapat dihentikan saat manusia berada di
puncak, kemudaannya akan bertambah.

Banyak teori yang menjelaskan mengenai proses penuaan sel antara lain teori Telomere, Teori
“wear-and tear”, Teori Mutasi Somatik, Teori “akumulasi kesalahan” ,Teori akumulasi sampah,
Teori autoimun, teori “Aging-Clock”, Teori “Cross-Linkage”, Teori “radikal bebas
“,Mitohormesis.Dan sekarang yang paling sering dianut adalah teori Telomer. Namun demikian
proses penuaan sel adalah multifaktorial baik secara intrinsik maupun ekstrinsik.

Dengan mengetahui proses penuaan ini, banyak orang yang berusaha untuk menghindari dari
proses penuaan tersebut dengan munculnya produk- produk “Anti Aging”. Dimana produk yang
paling sering digunakan adalah produk yang memakai teori “Free-Radical”.

PROSES PENUAAN

Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur seseorang. Manusia
mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur seseorang tersebut. Semakin
bertambah umur semakin berkurang fungsi-fungsi organ tubuh. Hal ini dapat kita lihat dari
perbandingan struktur dan fungsi organ antara manusia yang berumur 70 tahun dengan mereka
yang berumur 30 tahun yaitu :

- berat otak 56%

- Aliran darah ke otak 80%

- CardiacOutput 70 %
- Jumlah glomerulus 56%

- Glomerular filtration rate 69%

- Vital capacity 56%

- Asupan O2 selama olahraga 40%

- Jumlah dari axon pada saraf spinal 63%

- Kecepatan pengantar inpuls saraf 90%

- Berat badan 88%

Banyak faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut sehingga muncullah teori-teori yang
menjelaskan mengenai faktor penyebab proses penuaan ini.Diantara teori yang terkenal adalah
teori Telomere dan teori radikal bebas.

Adapun faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut dapat dibagi atas dua bagian yaitu :

1. Faktor genetik, yang melibatkan :

- “ jam gen “

- Perbaikan DNA

- Respon terhadap stress

- Pertahanan terhadap antioksidan

2. Faktor lingkungan, yang melibatkan:

- pemasukan kalori

- penyakit-penyakit

- Stress dari luar (misalnya : radiasi, bahan-bahan kimia)


Kedua faktor tersebut akan mempengarui aktifitas metabolisme sel yang akan menyebabkan
terjadinya stress oksidasi sehinga terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan terjadinya proses
penuaan.

TEORI TELOMERE

Pada ujung setiap kromosom, terdapat sekuen pendek DNA nontranskripsi yang dapat diulang
berkali-kali (TTAGGG), yang dikenal sebagai telomere. Sekuen telomere ini tidak seluruhnya
terkopi sepanjang sintesis DNA menuju ke mitosis. Sebagai hasilnya, ekor untaian tunggal DNA
ditinggal di ujung setiap kromosom; ini akan dibuang dan, pada setiap pembelahan sel, telomere
menjadi pendeksel . Pada saat sel somatik bereplikasi, satu potongan kecil tiap susunan telomere
tidak berduplikasi, dan telomere memendek secara progresif. Akhirnya , setelah pembelahan sel
yang multiple, telomere yang terpotong parah diperkirakan mensinyal proses penuaan sel.
Namun demikian, pada sel germ dan sel stem panjang telomere diperbaiki setelah pembelahan
tiap sel oleh enzim khusus yang disebut telomerase.

Pemendekan telomere dapat menjelaskan batas replikasi (“Hayflick”) sel. Hal ini didukung oleh
penemuaan bahwa panjang telomer berkurang sesuai umur individu darimana kromosom
didapat. Dari pengamatan jangka panjang bahwa fibroblast manusia dewasa normal pada kultur
sel, memiliki rentang masa hidup tertentu; fibroblast berhenti membelah dan menjadi menua
setelah kira-kira 50 kali penggandaan. Fibroblast neonatus mengalami sekitar 65 kali
penggandaan sebelum berhenti membelah, sementara itu fibroblast pada pasien dengan progeria,
yang berusia premature, hanya memperlihatkan 35 kali penggandaan atau lebih. Menuanya
fibroblas manusia dalam biakan dapat dihindari secara parsial dengan melumpuhkan gen RB dan
TP 53. Namun sel ini akhirnya juga mengalami suatu krisis, yang ditandai dengan kematiaan sel
masif.

TEORI “ WEAR AND TEAR”

Teori “Wear and Tear” disebut juga teori “Pakai dan Lepas”. Teori ini memberi kesan bahwa
hilangnya sel secara normal akibat dari perubahan dalam kehidupan sehari-hari dan penumpukan
rangsang subletal dalam sel yang berakhir dengan kegagalan sistem yang cukup besar sehingga
keseluruhan organisme akan mati.Teori ini memberikan penjelasan yang baik mengapa
kegagalan jantung dan system saraf sentral merupakan penyebab yang sering pada kematian; sel-
sel yang mempunyai fungsi penting pada jaringan ini tidak mempunyai kemampuaan
regenerasi.Teori ini sama sekali tergantung pada pandangan statistik penuaan. Pada teori ini kita
mempunyai harapan hidup yang sama bagi setiap individu, namun perubahan panjang umur
setiap individu diakibatkan oleh perubahan pola hidup dari individu itu sendiri

Berbagai mekanisme seluler dan subseluler yang diperkirakan sebagai penyebab kesalahan
penumpukan yang menyebabkan terjadinya penuaan sel adalah:

- ikatan silang protein

- ikatan silang DNA

- mutasi dalam DNA yang membuat gen yang penting tidak tersedia atau berubah fungsinya

- kerusakan mitokondria

- cacat lain dalam penggunaan oksigen dan nutrisi

TEORI RADIKAL BEBAS

Berdasarkan penelitian Gomberg dan ilmuwan lainnya, istilah radikal bebas diartikan sebagai
molekul yang relatif tidak stabil, mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan
diorbit luarnya. Molekul tersebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya. Jika
sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas
baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah.

Oksigen yang kita hirup akan diubah oleh sel tubuh secara konstan menjadi senyawa yang sangat
reaktif , dikenal sebagai senyawa reaktif oksigen yang diterjemahkan dari reactive oxygen
species (ROS), satu bentuk radikal bebas. Peristiwa ini berlangsung saat proses sintesa energi
oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati.
Produksi ROS secara fisiologis ini merupakan konsekuensi logis dalam kehidupan aerobik.
Sebagian ROS berasal dari proses fisiologis tersebut (ROS endogen) dan lainnya adalah ROS
eksogen, seperti berbagai polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asbes,
asap rokok dan lain-lain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta paparan zat
kimia ( termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi. Ada berbagai jenis ROS, contohnya adalah
superoksida anion, hidroksil, peroksil, hydrogen peroksida, singlet oksigen, dan lain sebagainya.

Didalam tubuh manusia sendiri juga dilengkapi oleh system defensive terhadap radikal bebas
tersebut berupa perangkat antioksidan enzimatis (gluthatione, ubiquinol, catalase, superoxide
dismutase, hydroperoksidase dan lain sebagainya). Antioksidan enzimatis endogen ini pertama
kali dikemukakan oleh J.M. Mc Cord dan I.Fridovich yang menemukan enzim antioksidan alami
dalam tubuh manusia dengan nama superoksida dismutase (SOD). Hanya dalam waktu singkat
setelah teori tersebut disampaikan, selanjutkan ditemukan enzim-enzim antioksidan endogen
lainnya seperti glutation peroksidase dan katalase yang mengubah hydrogen peroksidase menjadi
air dan oksigen.

Sebenarnya radikal bebas, termasuk ROS, penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang
normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos
pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh kita. Namun bila dihasilkan melebihi batas
kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang sel itu sendiri. Struktur sel
yang berubah turut merubah fungsinya, yang akan mengarah pada proses munculnya penyakit.

Stress oksidatif (oksidative stress) adalah ketidak seimbangan antara radikal bebas (prooksidan)
dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum:

- kurangnya antioksidan

- Kelebihan produksi radikal bebas

Keadaan stress oksidatif membawa pada kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan
hingga ke organ tubuh, menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya
penyakit.Teori penuaan dan radikal bebas pertama kali digulirkan oleh Denham Harman dari
University of Nebraska Medical Center di Omaha, AS pada 1956 yang menyatakan bahwa tubuh
mengalami penuaan karena serangan oksidasi dari zat-zat perusak.
TEORI GENETIKA

Proses penuaan kelihatannya mempunyai komponen genetik. Hal ini dapat dilihat dari
pengamatan bahwa anggota keluarga yang sama cenderung hidup pada umur yang sama dan
umurnya mempunyai umur yang rata-rata sama, tanpa mengikut sertakan meninggal akibat
kecelakaan dan penyakit. Mekanisme penuaan yang jelas secara genetik belumlah jelas, tetapi
penting jadi catatan bahwa lamanya hidup kelihatannya diturunkan melalui garis wanita dan
seluruh mitokondria mamalia berasal dari telur dan tidak ada satupun dipindahkan melalui
spermatozoa. Pengalaman kultur sel sugestif bahwa beberapa gen yang mempengaruhi penuaan
terdapat pada kromosom 1, tetapi bagaimana cara mereka mempengaruhi penuaan masih belum
jelas. Disamping itu terdapat juga “eksperimen alami” yang baik dimana beberapa manusia
dengan kondisi genetik yang jarang (progerias) seperti sindroma Werner menunjukkan penuaan
yang premature dan meninggal akibat penyakit usia lanjut seperti ateroma derajat berat pada
usianya yang masih belasan tahun atau permulaan remaja.Serupa dengan itu, penderita sindroma
Down pada umumnya proses penuaannya lebih cepat dibandingkan dengan populasi lain.
Disamping itu fibroblasnya mampu membelah dalam jumlah lebih sedikit di dalam kultur
dibandingkan dengan control yang umurnya sama. Tetapi ini masih sangat jauh dari bukti akhir
bahwa penuaan merupakan kondisi genetik; hal ini hanya menunjukkan kepada kita bahwa
beberapa bentuk penuaan dipengaruhi oleh mekanisme genetik.

TEORI PEROSES PENUAAN YANG LAIN

Ada beberapa teori proses penuaan yang lain yaitu :

1. Teori mutasi somatik

Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan diakibatkan oleh kerusakan pada
integritas genetik sel-sel tubuh itu.

2. Teori akumulasi kesalahan


Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan diakibatkan adanya kesalahan pada kode
genetic yang berangsur-angsur rusak yang kemudian menumpuk dan menyebabkan
rusaknya kode genetic tersebut.

3. Teori akumulasi sampah

Menurut teori ini proses penuaan disebabkan karena menumpuknya sisa-sisa


pembuangan (sampah metabolisme) yang akhirnya menyebabkan kerusakan pada sistem
metabolisme.

4. Teori Autoimune

Penuaan yang terjadi disebabkan karena terbentuknya autoantibodi yang menyerang


jaringan tubuh itu sendiri. Hal ini dapat terlihat pada radang lambung atropi, Hashimoto
tiroiditis.

5. Teori “Aging Clock”

Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan disebabkan karena suatu urutan yang
telah terprogram, seperti halnya jam, dimana telah diatur oleh saraf atau sistem endokrin
kita.Sel-sel membelah dan terjadi pemendekan dari telomer ini seperti jam yang telah
diatur waktunya.

6. Teori “cross-linkage”

Penuaan terjadi karena akumulasi dari cross-linkage yang mana akan menghalangi fungsi
sel normal

7. Mitohormesis

Sejak tahun 1930 diketahui bahwa membatasi asupan kalori mencegah timbulnya proses
penuaan. Baru-baru ini, Michael Ristow menunjukkan bahwa penundaan proses penuaan
dapat dilakukan dengan meningkatkan antioksidan yang menghambat pembentukan
radikal bebas dalam mitokondria.
SINDROMA PROSES PENUAAN YANG PREMATUR

Ada beberapa penyakit genetik yang menunjukan adanya proses penuaan yang prematur. Tanda-
tanda dari penyakit ini adalah dijumpainya rambut yang beruban, mengkerutnya kulit, dan
pendeknya masa hidup dari penderita tersebut. Pada beberapa kasus hal ini dapat terjadi karena
mutasi dari gen. Adapun proses penuaan yang premature tersebut dapat kita lihat pada:

- Werner’s syndrome

Pada penderita ini kelihatan pada rambut mereka telah beruban pada usia 20 tahun dan
penderita umumnya meninggal pada usia 40 tahun. Tanda-tanda proses penuaan seperti
osteoporosis, katarak, dan arterosklerosis dapat terlihat pada penderita. Meskipun pada
waktu mudanya, sel-sel juga mengalami replikasi penuaan namun hanya sebanyak 20
kali, sedangkan yangnormal mencapai 70 kali atau lebih. Hal ini disebabkan oleh mutasi
di WRN, dimana WRN ini diperlukan untuk perbaikan dan pemeliharaan DNA yang
terdapat di telomere.

- Cockayne syndrome (CS)

Terjadi karena mutasi pada gen-gen yang berfungsi pada perbaikan DNA yaitu

pada saat terjadi transkripsi DNA. Pada penderita ini hanya menunjukkan

beberapa tanda proses penuaan, namun proses kematian sangatlah cepat pada

penderita ini.

- Ataxia telangiectasia (AT)

Penderita menunjukkan proses penuaan yang premature hal ini disebabkan karena
kerusakan pada fungsi gen yang mendeteksi kerusakan DNA (ATM) sehingga gen gagal
memulai untuk proses perbaikan selnya.

- Hutchinson – Gilford progeria syndrome.


Anak-anak yang menderita sindroma ini akan menunjukkan tanda-tanda proses penuaan
premature yang parah sejak mereka dilahirkan dan penderita akan meninggal setelah
mereka berumur belasan tahun. Disebabkan oleh mutasi gen (LMNA) untuk lamin yang
berfungsi menstabilkan membrane dalam dari pembungkus inti sel. Sebagaimana telah
diketahui bahwa replikasi, transkripsi, dan perbaikan dari DNA berlangsung di bagian
dalam dari inti sel, sedangkan pada penderita sindroma ini terjadi peningkatan kerusakan
pada DNA dan kerusakan pada ekspresi gen.

Dari sindrom penuaan yang premature ini terlihat bahwa terjadinya mutasi bukan seluruhnya
pada sel, tetapi terjadi mutasi pada gen-gen yang bertanggung jawab pada proses replikasi,
perbaikan, dan transkripsi dari dari seluruh gen.

ANTI AGING

Pada penderita proses penuaan yang premature terapi yang maksimal belumlah dijumpai, namun
dengan diketahuinya bahwa adanya enzim telomerase yang menghambat pemendekan telomere
ini,maka para ilmuwan masih berusaha untuk membentuk suatu substrat yang bekerja seperti
enzim telomerase tersebut.

Namun penghambatan proses penuaan pada sel-sel yang normal telah banyak ditemukan dengan
munculnya produk-produk anti aging.

Dugaan bahwa radikal bebas tersebar dimana-mana, pada setiap kejadian pembakaran seperti
merokok, memasak, pembakaran bahan baker pada mesin dan kendaraan bermotor. Paparan sinar
ultraviolet yang terus-menerus, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan kita, bahkan
karena olahraga yang berlebihan, menyebabkan tidak ada pilihan selain tubuh harus melakukan
tindakan protektif. Langkah yang tepat untuk menghadapi banyaknya radikal bebas tersebut
adalah dengan mengurangi paparannya atau mengoptimalkan pertahanan tubuh melalui aktivitas
antioksidan.

Selain jenis antioksidan enzimatis seperti yang disebut di awal, dikenal pula jenis antioksidan
nonenzimatis. Jenis ini dapat berupa golongan vitamin, seperti vitamin C, vitamin E serta
golongan senyawa fitokimia seperti senyawa fenolik. Senyawa fenolik ini banyak dijumpai pada
sayuran, buah-buahan, rempah-rempah dan sebagainya yang merupakan konsumsi makanan kita
sehari-hari.

Suplemen vitamin banyak beredar di pasaran dalam berbagai dosis. Namun perlu diketahui,
hingga saat ini para ahli masih sulit memastikan berapa komposisi yang seimbang antara radikal
bebas dan antioksidan di dalam tubuh.Beberapa antioksidan dalam dosis tertentu bisa berubah
sifat menjadi prooksidan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aging (life cycle)

Available at : http://en.wikipedia.org/wiki/aging process.

2. Aging Process

Available at : http: //www.the rubins.com/aging/precess htm

3. Curriculum Module on the Aging Process

Available at :http://en.wikipedia.org./wiki/aging process

4. Kumar V, Cotran R.S, Robbin S.L, Basic Pathology, 84. Kumar V, Cotran R.S,

Robbin S.L, Basic Pathology, 8th ed, Saunders, Philadelphia, 2007 ; 28-30

5. Mengenal dan Menangkal Radikal Bebas

Available at: http:// Berita Iptek online/2006/mengenal dan menangkal radikal bebas.htm.

6. Rubin E., Pathology : Clinicopathologic Foundations of Medicine, 4th edition,

Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia; 34-9

7. Underwood J.C.E, Patologi:Umum dan Sistemik, Edisi 2, EGC, Indonesia,


1999, 307-14

ENUA PADA LANSIA

Pendahuluan

Berdasarkan pengetahuan yang berkembang dalam pembahasan tentang teori proses


menjadi tua (menua) yang hingga saat ini dianut oleh gerontologis, maka penting juga bagi
perawat dalam tingatan kompetensinya untuk mengembangkan konsep dan teori keperawatan
serta sekaligus praktik keperawatan yang didasarkan atas teori proses menjadi tua (menua)
tersebut. Postulat yang selama ini diyakini oleh para ilmuwan perlu diimplikasikan dalam tataran
nyata praktek keperawatan, sehingga praktek keperawatan benar-benar mampu memberi
manfaat bagi kehidupan masyarakat.
Perkembangan ilmu keperawatan perlu diikuti pula dengan pengembangan praktik
keperawatan, yang pada akhirnya mampu memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah
kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat.
Secara umum, implikasi/praktek keperawatan yang dapat dikembangkan dengan proses
menua dapat didasarkan pada teori menua menurut/secara biologis, Psikologis, dan sosial.
Berikut akan diuraikan tentang bentuk-bentuk implikasi asuhan keperawatan yang
diberikan kepada individu yang mengalami proses penuaan, dengan didasarkan pada teori
yang mendasari proses menua itu sendiri. Impliaski keperawatan yang diberikan didasarkan
atas asumsi bahwa tindakan keperawatan yang diberikan lebih ditekankan pada upaya untuk
memodifikasi faktor-faktor yang secara teoritis dianggap dapat mempercepat proses penuaan.
Istilah lain yang digunakan untuk menunjukkan teori menua adalah Senescence, yang diartikan
sebagai perubahan perilaku sesuai usia akibat penurunan kekuatan dan kemampuan adaptasi
(Comfort, 1970)

A. Teori Biologis dan Implikasi Keperawatan

Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses menua
merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama masa hidup (Zairt,
1980). Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat struktural sel /organ tubuh,
termasuk didalamnya adalah pengarub agen patologis.
Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-determinan yang menghambat proses
penurunan fungsi organisme. Yang dalam konteks sistemik, dapat mempengaruhi/ memberi
dampak terhadap organ/sistem tubuh lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia
kronologis (Hayflick, 1977).
Termasuk teori menua dalam lingkup proses menua biologia adalah Teori Keterbatasan
Hayflick (Hayflick Limit Theory), Teori Kesalahan (Error Theory), Teori Pakai dan Usang (Wear
& Tear Theory), Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory), Teori Imunitas (Immunity Theory)
dan Teori Ikatan Silang (Cross Linkage Theory).

a. Teori Kesalahan
Sejalan dengan perkembangan umur sel tubuh, maka terjadi beberapa perubahan alami
pada sel pada DNA dan RNA, yang merupakan substansi pembangun/pembentuk sel baru.
Peningkatan usia mempengaruhi perubahan sel dimana sel-sel Nukleus menjadi lebih besar
tetapi tidak diikuti dengan peningkatan jumlah substansi DNA.
Konsep yang diajukan oleh Orgel (1963) menyampaikan bahwa kemungkinan terjadinya
proses menua adalah akibat kesalahan pada saat transkirpsi sel pada saat sintesa protein,
yang berdampak pada penurunan kemampuan kualitas (daya hidup) sel atau bahkan sel-sel
baru relatif sedikit terbentuk. Kesalahan yang terjadi pada proses transkripsi ini dimungkinkan
oleh karena reproduksi dari enzim dan rantai peptida (protein) tidak dapat melakukan
penggandaan substansi secara tepat. Kondisi ini akhirnya mengakibatkan proses transkripsi sel
berikutnya juga mengalami perubahan dalam beberapa generasi yang akhirnya dapat merubah
komposisi yang berbeda dari sel awal (Sonneborn, 1979).

b. Teori Keterbatasan Hayflick


Diperkenalkan oleh Hayflick dan Moorehead (1961) dimana menyatakan bahwa sel-sel
mengalami perubahan kemampuan reproduksi sesuai dengan bertambahnya usia.(Lueckenote
: 1996) Selain diatas, dikenal juga istilah Jam Biologis Manusia yang diperkirakan antara 110 –
120 tahun (Stanley, Pye, MacGregor dalam Lueckenote : 1996) Jam Biologis Manusia
diasumsikan sebagai waktu dimana sel-sel tubuh manusia masih dapat berfungsi secara
prodeuktif untuk menunjang fungsi kehidupan. Teori Hayflick menekankan bahwa perubahan
kondisi fisik pada manusia dipengruhi oleh adanya kemampuan reproduksi dan fungsional sel
organ yang menurun sejalan dengan bertambahnya usia tubuh setelah usia tertentu

c. Teori Pakai dan Usang


Dalam teori ini, dinyatakan bahwa sel-sel tetap ada sepanjang hidup manakala sel-sel
tersebut digunakan secara terus-menerus. Teori ini dikenalkan oleh Weisman (1891). Hayflick
menyatakan bahwa kematian merupakan akibat dari tidak digunakannya sel-sel karena
dianggap tidak diperlukan lagi dan tidak dapat meremajakan lagi sel-sel tersebut secara
mandiri.
Teori ini memandang bahwa proses menua merupakn proses pra – program yaitu proses
yang terjadi akibat akumulasi stress dan injuri dari trauma. Menua dianggap sebagai “Proses
fisiologis yang ditentukan oleh sejumlah penggunaan dan keusangan dari organ seseorang
yang terpapar dengan lingkungan (Matesson, Mc.Connell, 1988)

d. Teori Imunitas
Dalam teori ini, ketuaan dianggap disebabkan oleh adanya penurunan fungsi sistem immun.
Perubahan itu lebih tampak secara nyata pada Limposit –T, disamping perubahan juga terjadi
pada Limposit-B. Perubahan yang terjadi meliputi penurunan sisitem imun humoral, yang dapat
menjadi faktor predisposisi pada orang tua untuk : (a) menurunkan resistansi melawan
pertumbuhan tumor dan perkembangan kanker (b) menurunkan kemampuan untuk
mengadakan inisiasi proses dan secara agresif memobilisasi pertahanan tubuh terhadap
patogen (c) meningkatkan produksi autoantigen, yang berdampak pada semakin meningkatnya
resiko terjadinya penyakit yang berhubungan dengan autoimmun.

e. Teori Radikal Bebas


Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses menua terjadi akibat kekurangefektifan
fungsi kerja tubuh dan hal itu dipengaruhi oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh. D.
Harman menyatakan bahwa secara normal radikal bebas ada pada setiap individu dan dapat
digunakan untuk memperdiksi umur kronologis individu. Yang disebut radikal bebas disini
adalah molekul yang memilki tingkat afinitas yang tinggi, merupakan molekul, fragmen molekul
atau atom dengan elektron yang bebas tidak berpasangan. Radikal bebas merupakan zat yang
terbentuk dalam tubuh manusia sebagai salah satu hasil kerja metabolisme tubuh. Walaupun
secara normal ia terbentuk dari proses metabolisme tubuh, tetapi ia dapat terbentuk akibat : (1)
Proses oksigenisasi lingkungan seperti pengaruh polutan, ozon dan pestisida. (2) Reaksi akibat
paparan dengan radiasi (3) sebagai reaksi berantai dengan molekul bebas lainnya.
Radikal bebas yang reaktif mampu merusak sel, termasuk mitokondria, yang akhirnya mampu
menyebabkan cepatnya kematian (apoptosis) sel, menghambat proses reproduksi sel. Hal lain
yang mengganggu fungsi sel tubuh akibat radikal bebas adalah bahwa radikal bebas yang ada
dalam tubuh dapat menyebabkan mutasi pada transkripis DNA – RNA pada genetik walaupun ia
tidak mengandung DNA. Dalam sistem syaraf dan jaringan otot, dimana radikal bebas memiliki
tingkat afinitas yang relatif tinggi dibanding lainnya, terdapat/ditemukan substansi yang disebut
juga dengan Lipofusin, yang dapat digunakan juga untuk mengukur usia kronologis seseorang.
Lipofusin yang merupakan pigmen yang diperkaya dengan lemak dan protein ditemukan
terakumulasi dalam jaringan orang-orang tua. Kesehatan kulit berangsur-angsur menurun
akibat suplai oksigen dan nutrisi yang makin sedikit yang akhirnya dapat mengakibatkan
kematian jaringan kulit itu sendiri.
Vitamin C dan E merupakan dua substansi yang dipercaya dapat menghambat kerja radikal
bebas (sebagai antioksidan) yang memungkinkan menyebabkan kerusakan jaringan kulit.
Rockestein dan Sussman (1979) menyatakan bahwa Butilat Hidroksitoluent dapat memiliki efek
antioksidan ketika diberikan kepada tikus.

f. Teori Ikatan Silang


Dikenalkan oleh J. Bjorksten pada tahun 1942, menekankan pada postulat bahwa proses
menua terjadi sebagai akibat adanya ikatan-ikatan dalam kimiawi tubuh. Teori ini
menyebutkan bahwa secara normal, struktur molekular dari sel berikatan secara bersama-sama
membentuk reaksi kimia. Termasuk didalamnya adalah kolagen yang merupakan rantai molekul
yang relatif panjang yang dihasilkan oleh fibroblast. Dengan terbentuknya jaringan baru, maka
jaringan tersebut akan bersinggungan dengan jaringan yang lama dan membentuk ikatan silang
kimiawi. Hasil akhir dapi proses ikatan silang ini adalah peningkatan densitas kolagen dan
penurunan kapasitas untuk transport nutrient serta untuk membuang produk-produk sisa
metabolisme dari sel.
Zat ikatan silang ditemukan pada lemak tidak jenuh, ions polyvalen seperti Alumunium,
Seng, dan Magnesium.

Dari konsep diatas, maka implikasi keperawatan yang dapat ditetapkan antara lain :
a. Dalam hubungan dengan orang yang tua, perlu bagi perawat untuk memperhatikan teori proses
menua
b. Aktivitas (kegiatan) sehari-hari merupakan salah satu bagian dari perilaku kehidupan normal
yang tidak perlu dibatasi secara berlebihan, tetapi lebih cenderung untuk memodifikasi perilaku
sebagai akibat perubahan fisik dari manula itu sendiri. Perilaku hidup sehari-hari diperlukan
untuk menjaga kondisi fisik tetap dalam batas normal dan mengoptimalkan kemampuan diri.
c. Pola hidup sehat yang dilakukan dapat mempengaruhi perubahan-perubahan dasar biologis dari
proses menua itu sendiri. Konsumsi makanan yang sehat,cukup gizi dan menghindari faktor-
faktor resiko pencetus stress fisik dan pembentuk radikal bebas merupakan salah satu upaya
untuk mengurangi proses menua secara biologis.
d. Melakukan kehidupan dengan melakukan kerja seimbang dan pemenuhan kebutuhan seimbang
mampu memberikan montribusi yang positif dalam peningkatkan performens individu itu sendiri
e. Menghindari leingkungan dengan tingkat resiko radiasi atau polutan yang tinggi merupakan
langkah yang bida ditempuh untuk menghindari cepatnya proses menua secara biologis.
f. Perlu bagi perawat untuk memperhatikan upaya-upaya pemenuhan kebutuhan pasien akan
sarana dan prasarana yang menunjang pencapaian kebutuhan hidup serta meningkatkan
kualitas hidup melalui pengadaan alat-alat aktifitas yang memadai, mengurangi resiko stress
fisik berlebih serta terhindar dari polusi.

B. Teori Psikologis Dan Implikasi Keperawatan

a. Teori Tugas Perkembangan


Havigurst (1972) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada masa tua antara lain adalah :

a. Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan


b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
d. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes

Selain tugas perkembangan diatas, terdapat pula tugas perkembangan yang spesifik yang
dapat muncul sebagai akibat tuntutan :

1. Kematangan fisik
2. Harapan dan kebudayaan masyarakat
3. Nilai-nilai pribadi individu dan aspirasi

b. Teori Delapan Tingkat Kehidupan


Secara Psikologis, proses menua diperkirakan terjadi akibat adanya kondisi dimana kondisi
psikologis mencapai pada tahap-tahap kehidupan tertentu. Ericson (1950) yang telah
mengidentifikasi tahap perubahan psikologis (depalan tingkat kehidupan) menyatakan bahwa
pada usia tua, tugas perkembangan yang harus dijalani adalah untuk mencapai keeseimbangan
hidup atau timbulnya perasaan putus asa.
Peck (1968) menguraikan lebih lanjut tentang teori perkembangan erikson dengan
mengidentifikasi tugas penyelarasan integritas diri dapat dipilah dalam tiga tingkat yaitu : pada
perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, perubahan tubuh terhadap pola
preokupasi, dan perubahan ego terhadap ego preokupasi.
Pada tahap perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, tugas perkembangan
yang harus dijalani oleh lansia adalah menerima identitas diri sebagai orang tua dan
mendapatkan dukungan yang adekuat dari lingkungan untuk mengnhadapi adanya peran baru
sebagai orang tua (preokupasi). Adanya pensiun dan atau pelepasan pekerjaan merupakan hal
yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyakitkan dan dapat menyebabkan perasaan
penurunan harga diri dari orang tua tersebut.
Perubahan fiisik dan pola fikir pada usia lanjut juga dapat menjadi salah satu gangguan
yang berarti bagi kehidupan lanjut usia. Kondisi fisik/pola fikir yang menurun kadang tidak
disadari oleh lanjut usia dan hal ini dapat mengkibatkan konflik terhadap peran baru dari lanjut
usia yang harus dijalaninya.
Tugas perkembangan terakhir yang harus diterima oleh lanjut usia adalah bahwa mereka
harus mampu menerima kematian yang bakal terjadi pada dirinya dalam kesejaheraan.
Pemanfaatan sisa keefektifan tubuh untuk aktivitas sehari-hari dapat menjadi salah satu upaya
untuk meningkatkan moral individu dalam menerima perubahan ego menuju keselarasan diri.

c. Teori Jung
Carl Jung merupakan psikolog swiss yang mengembangkan teori bahwa perkembangan
personal individu dilalui melalui tahapan-tahapan : masa kanak-kanak, masa remaja dan remaja
akhir, usia pertengahan, dan usia tua. Kepribadian personal ditentukan oleh adanya ego yang
dimiliki, ketidaksadaran personal dan ketidaksadaran kolektif. Teori ini mengungkapkan bahwa
sejalan dengan perkembangan kehidupan, pada masa usia petengahan maka seseorang mulai
mencoba menjawab hakikat kehidupan dengan mengeksplorasi nilai-nilai, kepercayaan dan
meninggalkan khayalan. Pada masa ini dapat terjadi “krisis usia pertengahan” yang dapat
mempengaruhi/menghambat proses ketuaan itu sendiri secara psikologis. Adanya sikap
ekstrovert maupun introvert sangat berpengaruh sekali terhadap peran dan penyelesaian
masalah kehidupam saat usia pertengahan. Pencapaian keselarasan hidup merupakan salah
satu indikator telah tereksplorasinya nilai-nilai kehidupan oleh individu dan pencapaian ini
sangat dipengaruhi oleh kepribadian (introvert maupun ekstrovert). Berdasar pada pemahaman
diatas, maka Jung menilai bahwa seseorang mampu dianggap sukses dalam proses menua
manakala individu mampu untuk menjadi “orang yang berfokus pada orang lain” dan memiliki
kepedulian yang penuh terhadap kehidupan sosial.
Implikasi keperawatan :
1. Perlunya penyadaran / pendidikan kesehatan kepada manula dalam upaya menjalani proses
kehidupan
2. Kegiatan penyelenggaraan suport psikologis sangat diperlukan untuk mencapai hasil optimal
bagi kesejahteraan psikis
3. Perawat harus mampu mengakomodasi/memfasilitasi proses kegiatan penyelanggaraan
penyuluhan dan bimbingan rohani sera support psikologis
4. Masalah yang dihadapi oleh manula saat ini dapat merupakan akibat terjadinya gangguan pada
tahap kehidupan sebelumnya, sehingga perawat perlu mempelajari konsep psikologis secara
mapan dan mampu menjadi fasilitator dalam bimbingan rohani.

C. Teori Sosial Menua Dan Implikasi Keperawatan

1. Teori Stratifikasi Usia


Pada awal tahun 1970, teori ini muncul dan menjadi suatu wacana publik yang besar. Teori
ini menyatakan bahwa orang yang mengalami proses menua dipandang sebagai individu
elemen sosietas dan juga sebagai anggota kelompok/group dalam masyarakat. Rilley (1985)
mengungkapkan ada lima konsep utama yang mendasarinya yaitu :

a. setiap individu merupakan bagian sosietas


b. adanya keunikan peran tugas dan fungsi
c. tidak hanya pada tataran tertentu saja terjadi perubahan
d. Pengalaman yang dimiliki oleh orang yang tua dapat dibentuk melalui parameter umur
dan tugas
e. hubungan antara manusia usial lanjut dengan lingkungan tidak stagnasi

b. Teori Aktivitas
Teori ini menyatakan bahwa seorang individu harus mampu eksis dan aktif dalam
kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan di hari tua. (Havigurst dan
Albrech. 1963). Aktivitas dalam teori ini dipandang sebagai sesuatu yang vital untk
mempertahankan rasa kepuasan pribadi dan kosie diri yang positif. Teori ini berdasar pada
asumsi bahwa : (1) aktif lebih baik daripada pasif (2) Gembira lebih baik daripada tidak gembira
(3) orang tua merupakan adalah orang yang baik untuk mencapai sukses dan akan memilih
alternatif pilihan aktif dan bergembira.
2. Teori Kontinyuitas
Teori ini memandag bahwa kondisi tua merupakan kondisi yang selalu terjadi dan secara
berkesinambungan yang harus dihadapi oleh orang lanjut usila.

Implikasi Keperawatan
1. Perlu bagi perawat untuk tetap mengaktifkan peran sosial manula sesuai dengan
kemampuannya
2. Perawat harus mampu menciptakan lingkungan sosial yang berfariatif.

Menjadi tua merupakan sesuatu yang natural / alamiah yang pasti terjadi pada setiap manusia.
Semua orang akan menuju ke proses penuaan. Tidak seorangpun dapat menghentikan proses
penuaan. Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, yaitu
setelah melalui periode puncak pada usia 40 tahun, misalnya dengan terjadinya kehilangan
jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh ”mati” sedikit demi sedikit.
Tidak ada batas tegas, pada usia berapa penampilan seseorang mulai menurun. Tapi bukan
berarti proses penuaan itu harus menurunkan kualitas kehidupan kita.

Pengertian Penuaan (Aging)

Penuaan (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tridak
dapat memperbaiki kekurangan yang didierita.

Tidak seorangpun yang dapat menghentikan proses penuaan. Siklus ini ditandai dengan tahap-
tahap mulai menurunnya berbagai fungsi organ tubuh karena setelah mencapai dewasa, secara
alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi
penurunan karena proses penuaan. Penuaan merupakan suatu proses multidimensional, yang
tidak hanya terkait dengan faktor jasmani, tapi juga psikologis dan sosial. Penuaan itu sendiri
adalah suatu proses alamiah kompleks yang melibatkan setiap molekul, sel dan organ dalam
tubuh.

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. (Constantindes,
1994)

Proses menua bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap hidup manusia
yaitu: bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut usia. Orang mati bukan karena lanjut usia tetapi
karena suatu penyakit, atau juga suatu kecacatan. Akan tetapi proses menua dapat menyebabkan
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.
Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering
menghinggapi kaum lanjut usia.

Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa. Misalnya dengan
terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati
sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan
seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik
dalam hal pencapaian puncak maupun menurunnya.

Proses Tahapan Penuaan

Penuaan tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui beberapa tahapan atau fase, sehingga
kita memiliki kesempatan untuk menghambatnya, salah satunya dengan menjaga pola makan dan
pemakaian krim atau pelembab untuk melindungi kulit dari sengatan matahari agar kulit tidak
cepat kering atau keriput. Menurut Dr. Maria Sulindro, direktur medis Pasadena anti-aging,
AS, Proses penuaan terjadi secara bertahap dan secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 fase:

 Fase 1 Subklinik

Pada saat mencapai usia 25-35 tahun. Pada masa ini produksi hormon mulai berkurang (mulai
mengalami penurunan produksi). Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai
menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan hormon estrogen. Pembentukan radikal
bebas, yang dapat merusak sel dan DNA, mulai memengaruhi tubuh. Polusi udara, diet yang tak
sehat dan stres merupakan serangan radikal bebas yang dapat merusak sel-sel tubuh. Kerusakan
ini biasanya tak tampak dari luar. Karena itu, pada tahap ini orang merasa dan tampak normal,
tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. Di fase ini mulai terjadi kerusakan sel tapi tidak
memberi pengaruh pada kesehatan. Tubuh pun masih bugar terus. Penurunan ini mencapai 14 %
ketika seseorang berusia 35 tahun.

 Fase 2 Transisi

Kedua transisi, yakni pada usia 35-45 tahun. Produksi hormon sudah menurun sebanyak 25%,
sehingga tubuh pun mulai mengalami penuaan. Biasanya pada masa ini, ditandai dengan
lemahnya penglihatan (mata mulai mengalami rabun dekat) sehingga perlu menggunakan
kacamata berlensa plus, rambut mulai beruban, stamina dan energi tubuh pun berkurang. Bila
pada masa ini dan sebelumnya atau bila pada usia muda, kita melakukan gaya hidup yang tidak
sehat bisa berisiko terkena kanker.

 Fase 3 Klinik

Puncaknya pada tahap fase klinikal, yakni pada usia 45 tahun ke atas. Pada masa ini produksi
hormon sudah berkurang hingga akhirnya berhenti sama sekali. Kaum perempuan mengalami
masa yang disebut menopause sedangkan kaum pria mengalami masa andropause. Pada masa ini
kulit pun menjadi kering karena mengalami dehidrasi/kulit menjadi keriput, terutama di bagian
samping dan di bawah mata kita, juga kulit tangan kita yang tidak sekencang dulu, tubuh juga
menjadi cepat lelah. Berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes, osteoporosis, hipertensi dan
penyakit jantung koroner mulai menyerang dan menjadi sesuatu yang sangat mengerikan.

Karena proses penuaan ini terjadi melalui beberapa tahapan, sebenarnya ada banyak waktu untuk
menghambatnya. Cepat lambatnya proses penuaan, 30% dipengaruhi oleh faktor
genetika/keturunan dan 70 % lebih dipengaruhi oleh gaya hidup. Kalau anggota keluarga
cenderung awet muda. Kita pun besar kemungkinan akan berpenampilan awet muda. Gaya hidup
yang penuh stres, kurang istirahat, banyak makan makanan berlemak dan berkalori tinggi,
kurang gerak serta hidup di lingkungan yang penuh polusi akan merusak sel sehingga menjadi
lebih tua. Akibatnya, kita pun mengalami penuaan usia biologik. Namun, kondisi ini dapat
dihindari dengan program anti aging baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan medis.
Misalnya: Seseorang yang rajin berolahraga, terbukti bisa menangkal sejumlah penyakit
kardiovaskuler. Olah raga ringan di sela aktivitas seperti senam, lari atau jalan cepat sebaiknya
sering dilakukan.

emakin jauh seseorang dari derita penyakit jantung, stroke dan sejenisnya, Semakin berbahagia
hidupnya. Dan kebahagiaan itu merupakan salah satu peran terbesar penunda penuaan. Tidak
mungkin rasanya orang bisa terlihat sehat dan awet muda kalau tubuhnya dihinggapi berbagai
jenis penyakit berbahaya. Penunda penuaan lainnya adalah faktor diet dan nutrisi. Apa yang kita
makan menentukan tubuh kita. Diet dan nutrisi sangat berperan dalam menentukan proses
penuaan dan kesehatan seseorang.

REFERENSI:

Anonim, 2012. Penuaan: http://toorestpoenya.blogspot.com, diakses tanggal 12 Juni 2012, jam


15.12 WIB

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas UI

Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC

Putra, 2012. Proses Penuaan: http://semaraputraadjoezt.blogspot.com, diakses tanggal 12 Juni


2012, jam 15.16 WIB

Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik. Volume 1. Edisi 2. Jakarta : EGC

Thanks for poc: http://restylane.landson.co.id

Diposting lagi: http://thefuturisticlovers.wordpress.com


Keperawatan Gerontik :: Penuaan Pada Sistem Integumen
Browse » Kumpulan Ilmu » Makalah Keperawatan Gerontik :: Penuaan Pada Sistem Integumen » Tags :
contoh makalah , contoh makalah kebidanan , keperawatan , makalah kedokteran

Contoh Makalah Keperawatan Gerontik Tentang Penuaan


Pada Sistem Integumen
Selamat berkunjung kembali di blog Kumpulan Ilmu dan Seputar Informasi Terkini. Pada kesempatan kali
ini kami akan berbagi posting tentang Makalah Keperawatan Gerontik dengan judul Penuaan Pada
Sistem Integumen yang disusun oleh sobat Dini Rahardianing Dewi. Atau mungkin sobat ingin membaca
posting sebelumnya yang membahas tentang "Contoh Makalah Kesehatan Kulit". semoga bermanfaat.

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

Penuaan Pada Sistem Integumen

OLEH : DINI RAHARDIANING DEWI (07.40.059)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

JALAN TRUNOJOYO NO.16 KEPANJEN-MALANG

SEPTEMBER 2009
Definisi
Menjadi tua adalah suatu proses alamiah. Manifestasi proses menua antara lain rambut rontok dan
memutih atau abu-abu, permukaan kulit keriput, banyak gigi yang tanggal (ompong), daya penglihatan
atau pendengaran berkurang, perubahan sistem saraf pusat, sistem endokrin, dan lain-lain.

Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses penuaan benar adanya dan
merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada kenyataannya proses ini menjadi beban bagi orang lain
dibadingkan dengan proses lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat lansia harus mengerti sesuatu
tentang aspek penuaan yang normal dan tidak normal.

Penuaan sesungguhnya merupakan proses dediffensiasi (de-growth) dari sel, yaitu proses terjadinya
perubahan anatomi maupun penurunan fungsi dari sel. Ada banyak teori yang menjelaskan masalah
penuaan. Dalam makalah ini akan disampaikan tiga buah teori.

a. Teori Pertama
Teori pertama menyatakan bahwa semakin cepat suatu organisme hidup maka semakin cepat pula
mereka menua. Hal ini terjadi karena kehidupan cepat didefinisikan sebagai proses differensiasi dari
pertumbuhan yang cepat serta metabolisme yang tinggi (Kimbal, 1983) sehingga sel-sel lebih cepat
mengalami penuaan. Apabila disandarkan pada teori ini maka pertumbuhan seorang manusia yang
terlalu cepat, tidak baik bagi manusia tersebut karena dia akan cepat mengalami penuaan. Namun
demikian teori ini tidak menjelaskan bagaimana proses tersebut dapat terjadi pada tingkat seluler
sehingga pengambilan kesimpulan yang hanya didasarkan pada teori ini banyak memiliki kekurangan.

b. Teori Kedua
Teori kedua menyatakan bahwa setiap sel tidak dapat mengelak dari penumpukan sisa metabolit yang
bersifat racun. Penumpukan tersebut secara berangsur-angsur mengurangi kemampuan sel untuk
berfungsi sehingga akhirnya menjadi tua. Sel tidak dapat mengelak dari penumpukan ini karena kolagen
sebagai protein struktural yang merupakan selubung ekstraseluler sebagian besar sel tubuh menjadi
tidak lentur dan tidak mudah larut. Seperti diketahui, ketika kolagen pertama kali dibentuk, zat ini
bersifat lentur dan mudah larut dan hal ini menunjukkan bahwa sel belum menua. Namun demikian
lama-kelamaan rantai polipeptida yang terbuat dari kolagen terikat terus bersama sehingga kelarutan
dan kelenturan (permeabilitas) dari bahan tersebut berkurang. Akibat pengurangan permeabilitas ini
maka lalu lintas bahan antar-sel mengalami banyak hambatan. Kemungkinan ini pula yang dijadikan
dasar dalam pemunculan hipotesis bahwa penuaan mengakibatkan terjadinya perubahan hormon
(Hermann dan Berger, 1999) walaupun tidak ada hubungan antara penuaan tersebut dengan perubahan
komposisi asam lemak sel (Stulnig et al., 1996).

c. Teori Ketiga
Teori ketiga menyatakan bahwa penuaan terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan yang merugikan gen-
gen yang berhubungan dengan sel badan atau sel-sel somatik (Kanungo, 1994). Menurut Burnet dalam
Kimbal (1983) mutasi gen somatik yang tidak dengan cepat diperbaiki oleh enzim DNA polimerase akan
menumpuk pada sel sehingga gen-gen tersebut mulai menghasilkan protein yang tidak sempurna yang
mengakibatkan efisiensi sel berkurang. Apabila protein yang tidak sempurna ini menjadi enzim maka
proses mutasi somatik akan terjadi secara lebih cepat. Akibatnya, sel akan mati (merupakan proses
penuaan) atau bahkan mengalami kanker. Akibat lain penuaan adalah merangsang mutasi DNA
mitokondria (Fukagawa et al., 1999).

Proses penuaan (degeneratif) juga terjadi pada sistem muskuloskeletal. Proses penuaan dibagi penuaan
endogen dan penuaan eksogen. Perubahan rambut menjadi beruban, osteoporosis merupakan contoh
dari perubahan endogen.

Pengaruh penuaan eksogen biasanya karena cara hidup yang merugikan seperti merokok, makan
berlebihan, minuman keras, stres dalam kehidupan, dan sebagainya.

Pada usia lanjut kulit mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan
dan lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya di perberat dengan terjadinya perenggangan
septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke anterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra
superior maupun inferior dan disebut dengan dermatokalasis.

Perubahan Anatomik pada Sistem Integumen


1. Kulit.
2. Rambut
a. Pertumbuhan menjadi lambat, lebih halus dan jumlahnya sedikit.
b. Rambut pada alis, lubang hidung dan wajah sering tumbuh lebih panjang.
c. Rambut memutih.
d. Rambut banyak yang rontok.
3. Kuku
a. Pertumbuham kuku lebih lambat, kecepatan pertumbuhan menurun 30-50% dari orang dewasa.
b. Kuku menjadi pudar.
c. Warna kuku agak kekuningan.
d. Kuku menjadi tebal, keras tapi rapuh.
e. Garis-garis kuku longitudinal tampak lebih jelas. Kelainan ini dilaporkan terdapat pada 67% lansia
berusia 70 tahun.

KEPERAWATAN GERONTIK.
Pengertian.
Gerontologi adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang mungkin terjadi
pada lanjut usia. Geriatri nursing adalah spesialis keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan
perannya pada tiap peranan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan
merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif. Karena itu, perawatan
lansia yang menderita penyakit dan dirawat di RS merupakan bagian dari gerontic nursing.

Pendekatan perawat usia lanjut


a.Pendekatan fisik
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia ada 2 bagian yaitu :
- Klien lanjut usia yang masih aktif, yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain.
- Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun yang mengalami kelumpuhan atau sakit.
b. Pendekatan psikis
Perawatan mempunyai peranan yang panjang untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut
usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing,
sebagai penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.

c. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan upaya perawatan dalam pendekatan sosial.
Memberi kesempatan berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia untuk menciptakan
sosialisasi mereka.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan
atau agama yang dianutnya, terutama jika klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.

Tujuan asuhan keperawatan usia lanjut


a. Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
b. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia melalui perawatan dengan pencegahan.
- Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup / semangat hidup lansia.
- Menolong dan merawat klien yang menderita sakit.
- Merangsang petugas kesehatan agar dapat mengenal dan menegakkan diagnosa secara dini.
- Mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu pertolongan pada lansia.
Fokus Askep usia lanjut
1) Peningkatan kesehatan (health promotion)
2) Pencegahan penyakit (preventif)
3) Mengoptimalkan fungsi mental.
4) Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

Tahab-tahab Askep usia lanjut


Pengkajian :
- Proses pengumpulan data untuk mengidentifikasi masalah keperawatan meliputi aspek :
a) Fisik : - Wawancara
- Pemeriksaan fisik : Head to tea, sistem tubuh.
b) Psikologis
c) Sosial ekonomi
d) Spiritual

Pengkajian dasar meliputi : Temperatur, nadi, pernafasan, tekanan darah, berat badan, tingkat orientasi,
memori, pola tidur, penyesuaian psikososial.

Sistem tubuh meliputi : Sistem persyarafan, kardiovaskuler, gastrointestinal, genitovrinarius, sistem


kulit, sistem musculoskeletal.

Pelaksanaan.
Tahap dimana perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi / perencanaan yang
telah ditentukan.

Evaluasi
Penilaian terhadap tindakan keperawatan yang diberikan / dilakukan dan mengetahui apakah tujuan
asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai yang telah ditetapkan.

Kesimpulan
1. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti terjadi perubahan struktur anatomik
dan fungsi sel maupun jaringan disebabkan oleh penyimpangan didalam sel/jaringan dan bukan
oleh faktor luar (penyakit). Menghambat penuaan berarti mempertahankan struktur anatomi
pada suatu tahapan kehidupan tertentu sepanjang mungkin maka untuk ini diper¬lukan
penguasaan ilmu anatomi
2. Terjadinya perubahan anatomik pada sel maupun jaringan tiap saat dalam tahapan kehidupan
menunjukan bahwa anatomi adalah ilmu yang dinamis.
3. Anatomi adalah ilmu dasar yang selalu menjadi dasar dari ilmu yang berkembang kemudian,
mengembangkan ilmu anatomi berarti membina ilmu masa depan.

Artikel tentang keperawatan gerontik intergumen


Ada beberapa teori biology yang dianggap mampu menjelaskan berbagai penurunan kondisi baik
penurunan bentuk anatomis maupun secara fisiologis (fungsi tubuh) apabila seorang manusla
mengalami penuaan.

Teori pertama, menyatakan bahwa semakin cepat suatu organisme hidup maka semakin cepat pula
mereka menua. Hal ini terjadi karena kehidupan cepat didefinisikan sebagai proses differensiasi dan
pertumbuhan yang cepat serta metabolisme yang tinggi (Kimbal, 1983) sehingga sel-sel lebih cepat
mengalami penuaan.

Teori Kedua menyatakan bahwa setiap sel tidak dapat mengelak dan penumpukan sisa metabolit yang
bersifat racun. Penumpukan tersebut secara berangsur-angsur mengurangi kemampuan sel untuk
berfungsi sehingga akhirnya menjadi tua. Sel tidak dapat mengelak dan penumpukan ini karena kolagen
sebagai protein struktural yang merupakan selubung ekstraseluler sebagian besar sel tubuh menjadi
tidak lentur dan tidak mudah larut.

Seperti diketahui, ketika kolagen pertama kali dibentuk, zat ini bersifat lentur dan mudah larut dan hal
ini menunjukkan bahwa sel belum menua. Namun demikian lama-kelamaan rantai polipeptida yang
terbuat dan kolagen terikat terus bersama sehingga kelarutan dan kelenturan (permeabilitas) dari bahan
tersebut berkurang. Akibat pengurangan permeabilitas ini maka lalu lintas bahan antar-sel mengalami
banyak hambatan.

Kemungkinan ini pula yang dijadikan dasar dalam pemunculan hipotesis bahwa penuaan mengakibatkan
terjadinya perubahan hormon (Hermann dan Berger, 1999) Teori ketiso, menyatakan bahwa penuaan
terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan yang merugikan gen-gen yang berhubungan dengan sel badan
atau scl-sel somatik (Kanungo, 1994).

Menurut Burnet dalam Kimbal (1983) mutasi gen somatik yang tidak dengan cepat diperbaiki oleh enzirn
DNA polimerase akan menumpuk pada sel sehingga gen-gen tersebut mulai menghasilkan protein yang
tidak sempurna yang mengakibatkan eflsiensi sel berkurang. Apabila protein yang tidak sempurna ini
menjadi enzim maka proses mutasi somatik akan terjadi secara lebih cepat.

Akibatnya, sel akan mati (merupakan proses penuaan) atau bahkan mengalami kanker. Dr. H. Samino,
Sp S(K) dalam seminar mengenai lansia mengungkapkan, bahwa proses penuaan adalah merupakan
akumulasi secara progresif dan berbagai perubahan patafisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring
berlalunya waktu, selain itu proses penuaan akan meningkatkan kemungkinan terserang penyakit
bahkan kematian. Pada akhirnya penuaan mengakibatkan penurunan kondisi anatomis dan sel akibat
terjadinya penumpukan metabolit yang terjadi di dalam sel. Metabolit yang menumpuk tersebut
tentunya bersifat racun terhadap sel sehingga bentuk dan komposisi pembangun sel sendiri akan
mengalami perubahan.

Di samping itu karena permeabilitas kolagen yang ada di dalam sel telah sangat jauh berkurang, maka
kekenyalan dan kekencangan dan otot, terutama pada bagian integumen akan sangat jauh menurun. Hal
inilah yang secara kasat mata dapat dilihat berupa kulit keriput pada manusia yang mengalami proses
penuaan. Sesungguhnya proses perubahan di atas hampir terjadi di setiap sel, hanya saja karena sel kulit
(sistem integumen) merupakan lapisan luar tubuh yang berhubungan dengan dunia luar, maka sel inilah
yang jelas dapat langsung dilihat. Selain itu dampak penuaan secara Fisiologis dalam suatu sel baik
secara bentuk maupun komposisi zat pembangunnya dipastikan akan mempengaruhi fungsi dari sel
maupun organisme tersebut secara keseluruhan.

Sebagai Konsultan Neurology, Dr. Samino mengungkapkan ada berbagai tanda-tanda kemunduran
proses Faali (menua) yaitu, menurunnya elastisitas jaringan (elastin dan kolagen, hilangnya kemampuan
proliferasi sel, pemendekan rantai kromosom, meningkatnya kesalahan transkripsi genetic yang
memungkinkan timbulnya neoplasia atau kanker dan terjadinya degenerasi pada organ-organ.
Menurunnya sistem imunitas, musculoskeletal, kardiovaskuler, pembuluh darah, pernapasan, susunan
saraf pusat dan tepi, pempisan rambut.

Selain itu yang perlu disadari adalah bahwa menua merupakan suatu hal yang fitrah dan akan berjalan
terus, yang terpenting bahwa kita bisa mengatasi atau mengurangi dampak buruk terhadap fungsi
kehidupan ujarnya. (fajar al fajri, Natural vol 8, 2005, hal 9-10).

DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis”, Edisi ke-6, EGC, Jakarta,
2000.
2. Nugroho, Wahjudi. “Keperawatan Gerontik”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.
3. Leeckenotte, Annete Glesler. “Pengkajian Gerontologi”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta, 1997.
4. Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003.
DAFTAR PUSTAKA

Ader, Felten DL, Cohen N (1991) Psychoneuroimmunology, Academic Press Inc. 2nd edition. New York

Depkes R.I (1999) Kesehatan keluarga, Bahagia dim Usia Senja, Medi Media, Jakarta

Kozier, Barbara (1991) Fundamentals of Nursing, Concepts, Pocess and Practice, 2th edition, Addison
Wesley Co. California

Lueckenote A.G (1996) Gerontologic Nursing, Mosby Year Book Co. Inc, Missourri

Nugroho Wahyudi (1995) Perawatan Usia Lanjut, Penerbit EGC, Jakarta

Setyabudhi T, Hadiwinoyo (1999) Panduan Gerontologi, Tinjauan dari Berbagai Aspek, PT Gramedia
Pustaka

Anda mungkin juga menyukai