Anda di halaman 1dari 22

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

SIROSIS HEPATIS, NEFROLITHIASIS, DAN KISTA GINJAL

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Radiologi di RSUD KRMT WONGSONEGORO

Disusun oleh :
Shafira Zahra Ovaditya
30101407325

Pembimbing :
dr. Luh Putu E Santi, Sp,Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

SIROSIS HEPATIS, NEFROLITHIASIS, DAN KISTA GINJAL

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Radiologi di RSUD KRMT WONGSONEGORO

Disusun oleh :
Shafira Zahra Ovaditya
30101407325

Judul : Bronkopneumonia
Bagian : Ilmu Radiologi
Fakultas : Kedokteran UNISSULA
Pembimbing : dr. Luh Putu E Santi, Sp.Rad

Telah diajukan dan disahkan,


Semarang, Januari 2019
Pembimbing,

dr. Luh Putu E Santi, Sp.Rad


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus degeneratif. sirosis
hepatis merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia
45- 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). (Nurdjanah, 2014)
Beberapa faktor penyebab sirosis hepatis di Indonesia terutama akibat
infeksi virus hepatitis B dan C, Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan
bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40%-50% dan virus
hepatitis C 30%- 40%, sedangkan 10%-20% penyebabnya tidak diketahui,
alkohol sebagai penyebab sirosis hepatis di Indonesia mungkin frekuensinya
kecil sekali karena belum ada data penelitian yang pasti (Kurniawan, 2014).
Gambaran klinis Sirosis Hepatis dibagi menjadi dalam dua stadium
yakni sirosis kompensata dengan gejala klinis yang belum tampak dan sirosis
dekompensata dengan gejala klinis yang jelas. Manifestasi klinis dari sirosis
bersumber dari dua kegagalan fundamental yakni kegagalan parenkim hepar
dan hipertensi portal (PDT, 2008).
Diagnosis Sirosis Hepatis ditegakkan atas dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium maupun radiologi. USG abdomen
merupakan jenis pemeriksaan radiologi yang memiliki spesifisitas, reliabilitas,
berifat non-infasif dan membutuhkan biaya relatif murah sehingga digunakan
sebagai pemeriksaan radiografi lini pertama dalam diagnosis sirosis. hepatis
(Heidelbaugh & Bruderly, 2006). Sedangkan diagnosis pasti Sirosis Hepatis
ditegakkan denganbiopsihepar dengan atautanpa tuntunan USG/peritoneoskopi
(PDT, 2008)
1.2 Tujuan Penulisan
a. Memahami definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan
sirosis hepatis.
b. Memahami gambaran radiologi sirosis hepatis
1.3 Manfaat Penulisan
a. Dapat menerapkan cara penegakan diagnosis sirosis hepatis.
b. Dapat mengusulkan jenis pemeriksaan radiologi sirosis hepatis.
c. Dapat mendeskripsikan gambaran radiologi sirosis hepatis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Hepar


Hepar merupakan organ terbesar dalam rongga perut, hepar terletak
pada bagian superior dari rongga perut. Terletak pada regio hipokondrium
kanan, epigastrium dan terkadang bisa mencapai regio hipokondrium kiri.
Hepar pada orang dewasa memiliki berat sekitar 2% dari berat badan.

Gambar 1. Surface Anatomy Hepar. Moore, 2017

Gambar 2. Ruang potensial di sekitar hepar. Moore, 2017.


Hepar dibagi menjadi 4 lobus, yaitu lobus dextra, lobus caudatus, lobus
sinistra dan quadratus. Memiliki lapisan jaringan ikat tipis yang disebut
kapsula Glisson, dan pada bagian luarnya ditutupi oleh peritoneum.
Daerah tempat keluar masuk pembuluh darah pada hepar dikenal dengan
nama hilus atau porta hepatis. Pembuluh yang terdapat pada daerah ini antara
lain vena porta, arteri hepatica propia, dan terdapat duktus hepatikus dextra
dan sinistra.
Vena pada hepar yang membawa darah keluar dari hepar menuju vena
cava inferior adalah vena hepatica. Sedangkan, pembuluh darah vena porta dan
arteri hepatica alirannya menuju pada porta hepatica.

Gambar 3. Morfologi hepar. Moore, 2017.


Gambar 4. Segmentasi hepar. Moore, 2017.
Persarafan pada hepar dibagi menjadi dua yaitu bagian parenkim dan
permukaan hepar. Pada bagian parenkim, persarafan 8 dikelola oleh N.
Hepaticus yang berasal dari plexus hepatikus. Mendapatkan persarafan
simpatis dan parasimpatis dari N.X. sedangkan pada bagian permukaannya
mendapatkan persarafan dari nervi intercostales bawah
2.2. Epidemiologi
Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat tahun
2001 sebesar 13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk.
13 Di 7 Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki
dibandingkan kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di
kota-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih
banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1.
2.3. Etiologi
a. Virus hepatitis B, C, dan D.
b. Alkohol. 8
c. Obat-obatan atau toksin.
d. Kelainan metabolik : hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi α1-
antitripsin, diabetes melitus, glikogenosis tipe IV, galaktosemia, tirosinemia,
fruktosa intoleran.
e. Kolestasis intra dan ekstra hepatik.
f. Gagal jantung dan obstruksi aliran vena hepatika.
g. Gangguan imunitas.
h. Sirosis biliaris primer dan sekunder.
i. Idiopatik atau kriptogenik.
2.4. Patofisiologi
Penyalahgunaan alkohol dengan kejadian sirosis hati sangat erat
hubungannya. Etanol merupakan hepatotoksin yang mengarah pada
perkembangan fatty liver, hepatitis alkoholik dan pada akhirnya dapat
menimbulkan sirosis. Patogenesis yang terjadi mungkin berbeda tergantung
pada penyebab dari penyakit hati. Secara umum, ada peradangan kronis baik
karena 11 racun (alkohol dan obat), infeksi (virus hepatitis, parasit), autoimun
(hepatitis kronis aktif, sirosis bilier primer), atau obstruksi bilier (batu saluran
empedu), kemudian akan berkembang menjadi fibrosis difus dan sirosis
(Purnomo, 2014).
2.5. Manifestasi Klinik
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan
pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena
kelainan penyakit lain. Bila sirosis hati sudah lanjut, gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan deman tak begitu tinggi.
Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti
teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma
a. Tanda sirosis hepatis
1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis. Timbulnya
ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa
ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan
mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.
Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati.
Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan
penyakit.
2. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis 12 Ketika
liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor
utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler
usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai
akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
3. Hati yang membesar Pembesaran hati dapat ke atas mendesak
diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan
konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
4. Hipertensi portal. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan
darah vena portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab
hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati.
b. Komplikasi
1. Perdarahan varises esofagus
Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius yang
sering terjadi akibat hipertensi portal. Duapuluh sampai 40%
pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan
perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak
duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun
walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini
dengan beberapa cara. Risiko kematian akibat perdarahan
varises esofagus tergantung pada tingkat keparahan dari kondisi
hati dilihat dari ukuran varises, adanya tanda bahaya dari varises
dan keparahan penyakit hati. Penyebab lain perdarahan pada
penderita sirosis hati adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Ensefalopati hepatikum
Disebut juga koma hepatikum. Merupakan kelainan
neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan
tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul
gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Timbulnya
koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali.
Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma
hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang
meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism
tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum
sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena
kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain
karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-
obatan dan pengaruh substansia nitrogen
3. Peritonitis bakterialis spontan
Peritonitis bakterialis spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu
jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam
dan nyeri abdomen.
4. Sindroma hepatorenal Keadaan ini terjadi pada penderita
penyakit hati kronik lanjut, ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal
dan abnormalitas sirkulasi arteri menyebabkan vasokonstriksi
ginjal yang nyata dan penurunan GFR dan dapat terjadi
gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum,
kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal
5. Karsinoma hepatoseluler
Karsinoma hepatoseluler berhubungan erat dengan 3 faktor yang
dianggap merupakan faktor predisposisinya yaitu infeksi virus
hepatitis B kronik, sirosis hati dan hepatokarsinogen dalam
makanan. Meskipun prevalensi dan etiologi dari sirosis berbeda-
beda di seluruh dunia, namun jelas bahwa di seluruh negara,
karsinoma hepatoseluler sering ditemukan bersama sirosis,
terutama tipe makronoduler.
6. Asites
Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal memiliki sistem
pengaturan volume cairan ekstraseluler yang tidak normal
sehingga terjadi retensi air dan natrium. Asites dapat bersifat
ringan, sedang dan berat. Asites berat dengan jumlah cairan
banyak menyebabkan rasa tidak nyaman pada abdomen
sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
2.6. Diagnosis Radiologis
Diagnosis SH ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaanlaboratorium maupun radiologi. USG abdomen merupakan jenis
pemeriksaan radiologi yangmemiliki spesifisitas, reliabilitas, berifat non-
infasif dan membutuhkan biaya relatif murahsehingga digunakan sebagai
pemeriksaan radiografi lini pertama dalam diagnosis sirosishepar(
Heidelbaugh & Bruderly, 2006). Pemeriksaan USG abdomen diketahui
memiliki nilaidiagnostikdalam membedakan berbagai gradasi restrukturisasi
hepar, meliputi hepatitiskronis, sirosis hepatismaupun nodul displasia dan
karsinoma hepatoseluler (Badea et al.,2006)
USG real time penggunaan tunggal maupun kombinasi dengan Doppler
merupakanmodalitas pencitraan diagnostikyang terbanyak digunakan dalam
evaluasi pasien sirosis hepatisdi seluruh dunia. USG real-time mampu
menunjukkan karakteristik tampilan morfologi sirosishepatis meliputi kontur
hepar, tekstur hepar maupun kolateral sistem porta. Sedangkan USGDoppler
memberikan informasi bermakna tentang hemodinamik sistem porta (Taylor,
2009).Melalui pemeriksaan USG abdomen dapat terlihat gambaran spesifik
sirosis hepatisyangdievaluasi melalui hepar, lien dan traktus biliaris sebagai
berikut (Suyono dkk, 2006):
a. Gambaran USG pada hepar
Terdapat gambaran iregularitas penebalan permukaan hepar,
membesarnya lobuskaudatus, rekanalisasi v.umbilikus dan ascites.
Ekhoparenkim sangat kasar menjadihiperekhoik karena fibrosis dan
pembentukan mikronodul menjadikan permukaan hati
sangatireguler, hepatomegali; kedua lobus hati mengecil atau
mengerut atau normal.Terlihat pulatanda sekunder berupa asites,
splenomegali, adanya pelebaran dan kelokan-kelokanv.hepatika,
v.lienalis, v.porta (hipertensi porta). Duktus biliaris intrahepatik
dilatasi, iregulerdan berkelok-kelok
b. Gambaran USG pada lien
Tampak peningkatan ekhostruktur limpa karena adanya jaringan
fibrosis, pelebarandiameter v.lienalis serta tampak lesi lusen
multipel pada daerah hilus lienalis akibatadanya kolateral.
c. Gambaran USG pada traktus biliaris
Lumpur empedu (sludge) terlihat sebagai material hiperekhoik yang
menempatibagian terendah kandung empedu dan sering bergerak
perlahan-lahan sesuai dengan posisi penderita, jadi selalu
membentuk lapisan permukaan dan tidak memberikan bayangan
akustik di bawahnya. Lumpur empedu tersebut terdiri atas granula
kalsium bilirubinat dan kristal-kristal kolesterol sehingga
mempunyai viskositas yang lebih tinggi daripada cairan empedu
sendiri. Dinding kandung empedu terlihat menebal. Duktus biliaris
ekstrahepatik seringkali didapatkan normal (Jackobson, 2008).
2.7. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya :
cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi Misalnya pada sirosis hati
akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi
bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah
mendapatkan pengobatan IFN seperti:
 kombinasi IFN dengan ribavirin
 terapi induksi IFN
 terapi dosis IFN tiap hari
o Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri
dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB
1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg)
yang diberikan untukjangka waktu 24-48
minggu.
o Terapi induksi Interferon yaitu interferon
diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari
3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang
dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu
selama 48 minggu dengan atau tanpa
kombinasi dengan RIB
o Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar
pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta
unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di
serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah
terjadi komplikasi seperti
a. Asites
b. Spontaneous bacterial peritonitis
c. Hepatorenal syndrome
d. Ensefalophaty hepatic (Anandito, 2016)
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. M
Umur : 59 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Karangan
No. RM : 4608XX
Tanggal Pemeriksaan : 19 Januari 2019

3.2 Anamnesis (Autoanamnesis dan alloanamnesis)


a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas dan ulu hati
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Onset : sejak ± 7 hari yang lalu
Lokasi : Perut kanan atas dan ulu hati
Konologi : ± 7 hari SMRS pasien merasa nyeri pada bagian ulu hati
disertai sesak. Semakin lama nyeri semakin memberat
dan akhirnya dibawa ke RSUD KRMT Wongsonegoro.
Kuantitas : Nyeri dirasakan sangat berat hingga tidak dapat
beraktivitas bila nyeri muncul.
Kualitas : Tambah lama sesak dirasakan bertambah berat
Faktor memperberat : Tidak ada
Faktor memperingan : Tidak ada
Gejala penyerta : Mual, muntah, warna air kencing seperti teh,
kekuningan pada mata, sesak napas.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit seperti ini sebelumnya (+)
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai pegawai swasta, tinggal bersama istri dan anaknya.
Biaya pengobatan menggunakan BPJS.

3.3 Pemeriksaan Fisik


a) Kesadaran : Composmentis
b) Keadaan umum : Tampak sakit sedang
c) Tekanan darah : 130/75 mmHg
d) Nadi : 98 x/menit
e) RR : 20 x/menit
f) Suhu : 36,7°C
g) Kepala : Mesocephal, rambut warna hitam, dan tidak mudah rontok
h) Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+)
i) Hidung : Deviasi (-/-), discharge (-/-)
j) Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), mukosa hiperemis (-), lidah
deviasi (-), lidah tremor (-), lidah kotor (-) tepi hiperemis (-)
k) Telinga : Discharge (-/-), serumen (-/-)
l) Leher : Deviasi trakea (-/-), pembesaran KGB (-/-)
m) Thoraks
- Inspeksi : simetris kanan=kiri, retraksi sela iga (-/-), ictus cordis tampak,
ketertinggalan gerak (-/-), nafas teratur, pergerakan otot bantu pernafasan (-/-)
- Palpasi : pergerakan dada simetris, stem fremitus kanan= kiri, nyeri
tekan (-), ictus cordis teraba, kuat angkat, danmelebar (+) ± 3 cm ke
caudolateral, getaran / thrill (+)
- Perkusi : sonor hemithorax dextra et sinistra, batas jantung normal.
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki kasar (-/-),
BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
n) Abdomen
- Inspeksi : bentuk datar, warna sawo matang, tidak terdapat sikatrik, striae
dan tidak terdapat nodul di permukaan kulit
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani seluruh regio abdomen (+), shifting dullness (-)
- Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), defance muscular (-), nyeri ketok
sudut kostovertebra kiri (-), hepar/lien/ren tidak teraba besar
o) Ekstremitas

Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Capillaryrefill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”
p) Genital
Dalam batas normal
3.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan USG pada tanggal 19 Januari 2019 :


Interpretasi Hasil :

HEPAR ukuran dan bentuk normal, parenkim kasar, ekogenisitas normal. Tepi irreguler
sudut tumpul, tak tampak nodul. V. Porta dan V. Hepatika tak melebar. Duktus biliaris intra-
ekstrahepatal tak melebar.

VESIKA FELLEA tak membesar, dinding tak menebal, tak tampak batu, tak tampak sludge

LIEN ukuran normal, parenkim homogen, V. Lienalis tak melebar, tak tampak nodul.

PANKREAS ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak melebar

GINJAL KANAN ukuran dan bentuk normal, batas kortikomedular jelas, PCS tak melebar,
tampak batu multipel dengan ukuran terbesar 0,65 cm, tampak multipel cyst dengan
diameter terbesar 1,09 cm

GINJAL KIRI ukuran dan bentuk normal. Batas kortikomedular jelas, PCS tak melebar,
tampak batu multipel dengan ukuran terbesar 0,98cm, tampak multiple cyst dengan
diameter terbesar 1,2 cm
AORTA tak tampak melebar. Tak tampak pembesaran limfonodi paraaorta

VESICA URINARIA dinding tak menebal, permukaan reguler, tak tampak batu/massa

PROSTAT ukuran normal, tak tampak kalsifikasi, tak tampak nodul

Tampak efusi pleura kanan. Tampak cairan bebas intraabdomen dan paravesica

KESAN :

Gambaran sirosis hepatis complicated

Ascites

Multiple nefrolithiasis kanan (ukuran terbesar 0,65cm) dan kiri (ukuran terbesar
0,98cm)

Multiple cyst ginjal kanan (diameter terbesar 1,09cm) dan kiri (diameter terbesar 1,2cm)

Efusi pleura kanan


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini seorang pasien laki-laki dengan usia 59 tahun tahun dirawat di bangsal
Yudhistira dan diperiksa pada tangal 19 Januari 2018. Sejak ± 7 hari yang lalu pasien mengeluh
nyeri perut terutama di daerah ulu hati dan kanan atas. keluhan nyeri semakin lama dirasakan
bertambah berat dan tidak membaik dengan istirahat. Gejala lain yaitu sesak napas, mual,
muntah, serta kekuningan pada mata..
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 130/75 mmHg, suhu 36,7º C, RR 20
kali/menit, nadi 98 kali/menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis,
pasien tampak sakit sedang, ikterik pada konjungtiva kanan dan kiri.
Pada pemeriksaan radiologi ultrasonografi didapatkan kesan Gambaran sirosis hepatis
complicated, Ascites, Multiple nefrolithiasis kanan (ukuran terbesar 0,65cm) dan kiri (ukuran
terbesar 0,98cm), Multiple cyst ginjal kanan (diameter terbesar 1,09cm) dan kiri (diameter
terbesar 1,2cm), dan Efusi pleura kanan. Gambaran USG yang ditemukan pada pasien ini
sejalan dengan teori yang disbeutkan oleh Jacobson pada tahun 2008 yaitu parenkim hepar
biasanya tampak kasar yang disebabkan oleh adanya proses fibrosis, serta adanya penanda
sekunder sirosis hepatis, yaitu ascites (Jacobson, 2008).
BAB V

SIMPULAN

Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus degeneratif.

Gambaran klinis Sirosis Hepatis dibagi menjadi dalam dua stadium yakni sirosis
kompensata dengan gejala klinis yang belum tampak dan sirosis dekompensata dengan gejala
klinis yang jelas. Manifestasi klinis dari sirosis bersumber dari dua kegagalan fundamental
yakni kegagalan parenkim hepar dan hipertensi portal.

USG abdomen merupakan jenis pemeriksaan radiologi yang memiliki spesifisitas,


reliabilitas, bersifat non-infasif dan membutuhkan biaya relatif murah sehingga digunakan
sebagai pemeriksaan radiografi lini pertama dalam diagnosis sirosis hepar. USG real-time
pemakaian tunggal maupun kombinasi dengan Doppler, mampu menunjukkan karakteristik
tampilan morfologi sirosis hepatis meliputi kontur hepar, tekstur hepar maupun kolateral sistem
porta serta hemodinamik sistem porta sehingga dapat berperan dalam penentuan diagnosis
sirosis hepatis
DAFTAR PUSTAKA

Anindito, G., 2016. GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HEPATIS DENGAN


SINDROMA HEPATORENAL PADA INSTALASI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM
RSUD DR SOETOMO (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

Jacobson, Jon A. 2008 Ultrasonography: Principles of Radiologic Imaging in Merck


Manual 18 th Edition. Merck Sharp & Dohme Corp. New Jersey, USA

Kurniawan, A., Lugito, N.P.H., Tjiang, M.M., Yanto, T.A., Angela, L., Sadeli, E.V.
and Setiawan, S.E.A., 2014. The Korean Society of Gastroenterology & SIDDS 2039: Slide
Session; S-LI-04: Liver; Clostridium Diffi cile Associated Diarrhea in Liver Cirrhosis Patients:

Incidence and Risk Factor. 대한내과학회 추계학술발표논문집, 2014(1), pp.475-475.

Marselina, N.M.T. and Purnomo, H.D., 2014. Gambaran Klinis Pasien Sirosis Hati:
Studi Kasus Di Rsup Dr Kariadi Semarang Periode 2010-2012 (Doctoral dissertation, Faculty
of Medicine Diponegoro University).

Maryani, S., Ratnasari, N. and Nurdjanah, S., 2014. Correlation between leptin level
with lipid profile and free fatty acid in liver cirrhosis patients. Journal of the Medical Sciences
(Berkala ilmu Kedokteran), 46(03).

Moore, K.L., Dalley, A.F. and Agur, A.M., 2013. Clinically oriented anatomy.
Lippincott Williams & Wilkins.

Nurzali, E., Intarniati, N.R. and Intarniati, N.R., 2013. PENGARUH PEMBERIAN
BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN
MIKROSKOPIS HEPAR TIKUS WISTAR SELAMA 4 MINGGU DAN 2 MINGGU TANPA
BORAKS (Doctoral dissertation, Diponegoro University).

Pedoman Diagnosis dan Terapi (PDT) Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam Edisi III.
FKUNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya. 2008

Anda mungkin juga menyukai