Anda di halaman 1dari 35

REFLEKSI KASUS

KEKERASAN FISIK

Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat dalam Menempuh


Program Pendidikan Profesi Dokter

Disusun Oleh :
Dena Adelia damanik (30101407160)
Nor Anisatun Nida (30101307026)
Praveen Septian Hadi (30101307041)

Pembimbing :
DR. dr. Setyo Trisnadi, Sp.KF., S.H

KEPANITERAAN KLINIK RS BHAYANGKARA


ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018

HALAMAN PENGESAHAN

INTOKSIKASI ALKOHOL

Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat dalam Menempuh

Program Pendidikan Profesi Dokter

Disusun Oleh :

Dena Adelia damanik (30101407160)

Nor Anisatun Nida (30101307026)

Praveen Septian Hadi (30101307041)

Semarang, Agustus 2018

Pembimbing,
DR. dr. Setyo Trisnadi, Sp.KF., S.H.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Istilah kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.
Menurut para ahli kriminologi, “kekerasan” yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan adalah kekerasan yang bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu,
kekerasan merupakan kejahatan. Berdasarkan defenisi yang dikemukakan oleh
Sanford Kadish dalam Encyclopedia of Criminal Justice, yaitu bahwa kekerasan
adalah semua jenis perilaku yang tidak sah. Terkadang baik berupa suatu tindakan
nyata maupun berupa kecaman yang mengakibatkan pembinasaan atau kerusakan hak
milik. Menurut Santoso kekerasan juga bisa diartikan sebagai serangan memukul
(Assault and Battery) merupakan kategori hukum yang mengacu pada tindakan ilegal
yang melibatkan ancaman dan aplikasi aktual kekuatan fisik kepada orang lain.
Serangan dengan memukul dan pembunuhan secara resmi dipandang sebagai tindakan
kolektif. Jadi, tindakan individu ini terjadi dalam konteks suatu kelompok,
sebagaimana kekerasan kolektif yang mucul dari situasi
Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin
meresahkan. Dalam menyelesaikan suatu konflik atau permasalahan disertai dengan
tindakan kekerasan. Secara umum, tindakan kekerasan dapat diartikan penggunaan
secara sengaja kekuatan fisik atau kekuatan, ancaman atau kekerasan aktual terhadap
diri sendiri, orang lain, atau terhadap kelompok atau komunitas, yang berakibat luka
atau kemungkinan besar bisa melukai, mematikan, membahayakan psikis,
pertumbuhan yang tidak normal atau kerugian. Bentuk kekerasan banyak ragamnya,
meliputi kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikologis, kekerasan ekonomi,
kekerasan simbolik dan penelantaran. Kekerasan dapat dilakukan oleh perseorangan
maupun secara berkelompok, secara serampangan (dalam kondisi terdesak) atau
teroganisir. Dalam konteks sosial munculnya teori kekerasan dapat terjadi oleh
beberapa hal yaitu sebagai berikut :
1. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kekerasan yang disebabkan oleh
struktur sosial tertentu
2. Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa
bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan ini tidak cukup
menimbulkan kerusuhan atau kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya
kekerasan.
3. Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu.
Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa yang memicu
kekerasan.
4. Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasian diri untuk
bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan
terjadinya kekerasan.
5. Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan untuk
mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan.
Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Maka
setiap tindakan yang bertentangan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)
1945 sebagai dasar hukum yang paling hakiki disamping produk-produk hukum
lainnya. Hukum tersebut harus selalu ditegakan guna mencapai cita-cita dan tujuan
Negara Indonesia dimana tertuang dalam pembukaan Alinea ke-empat yaitu
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam pelaksanaannya penegakan hukum tidak selalu sesuai dengan apa
yang tertulis dalam peraturan Perundang-Undangan.Dengan perkembangan zaman
yang semakin pesat membuat banyak pergeseran dalam sistem sosial dalam
masyarakat. Salah satunya perubahan ekonomi yang semakin memburuk akibat
dampak dari krisis global yang melanda hampir di seluruh bagian dunia, tidak
terkecuali di Negara Indonesia. Dengan tingginya tekanan ekonomi yang menuntut
setiap orang untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Individu dalam melaksanakan
usaha guna memenuhi kebutuhannya, individu harus melakukan interaksi diantara
anggota masyarakat lainnya. Dalam berkehidupan di dalam masyarakat, setiap orang
tidak akan lepas dari adanya interaksi antara individu yang satu dengan individu yang
lain. Sebagai mahluk sosial yang diciptakan oleh Allah Subbahanahu Wa Ta’ala,
manusia tidak akan dapat hidup apabila tidak berinteraksi dengan manusia yang lain.
Dengan seringnya manusia melakukan interaksi satu sama lain, sehingga dapat
menimbulkan hubungan antara dua individu atau lebih yang bersifat negative dan
dapat menimbulkan kerugian di salah satu pihak. Hal tersebut pada saat ini sering
disebut dengan tindak pidana.
Terjadinya suatu tindak pidana terdapat 2 (dua) pihak yang terlibat
didalamnya, yaitu Pelaku dan Korban. Bentuk atau macam dari suatu tindak pidana
sangatlah banyak, misalnya pembunuhan, perampokan, pencemaran nama baik,
pencabulan, pemerkosaan, penggelapan, pencurian serta masih banyak yang lainnya
lagi. Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam masyarakat didorong oleh berbagai
faktor.
Hukum merupakan salah satu bidang yang keberadaan nya sangat esensial
sifat nya. Untuk menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara, apalagi Negara
Indonesia merupakan Negara hukum, yang berarti setiap warga Negara harus taat dan
patuh terhadap semua aturan hukum. Dengan perkembangan dunia yang semakin
kompleks dewasa ini, maka tidak jarang pula menimbulkan berbagai masalah serius
yang perlu mendapatkan perhatian sedini mungkin, antara lain mengenai kejahatan
pencurian kendaraan bermotor yang sekarang ini marak terjadi di lingkungan
masyarakat.
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam sering
menghalalkan berbagai cara tanpa mengindahkan normanorma hukum yang berlaku
dalam masyarakat. Dengan demikian sampai saat ini kejahatan masih tetap abadi dan
bahkan akan berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih.
Perkembangan kejahatan bila di lihat dari tahun ke tahun cenderung
mengalami peningkatan, baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas. Barnes
H.E. dan Teetera N.K memberi kesimpulan bahwa kejahatan akan selalu ada, seperti
hal nya penyakit dan kematian yang selalu berulang seperti dengan musim yang akan
berganti dari tahun ke tahun. Kejahatan adalah merupakan salah satu bentuk
penyimpangan yang selalu menerjang norma-norma kehidupan yang telah ada dalam
masyarakat.
Penyidikan tentang masalah kejahatan tidak pernah berhenti dilakukan oleh
para kriminologi. Hal ini menandakan bahwa masalah kejahatan merupakan masalah
pokok sepanjang kehidupan manusia. Sejarah telah membuktikan bahwa untuk
menghilangkan kejahatan sama sekali hal yang mustahil. Dalam kehidupan
masyarakat masih banyak terdapat perbuatanperbuatan yang sifat-Nya tidak dapat
menunjang masyarakat yang adil 4 dan makmur, merata dan spiritual, terlebih dahulu
harus diciptakan suasana yang aman dan tertib. Salah satu bentuk kejahatan yang
akhir-akhir ini sering terjadi dan sangat menganggu keamanan dan ketertiban
masyarakat adalah kejahatan pencurian kendaraan bermotor roda dua. Dalam Kitab
UndangUndang Hukum Pidana (selanjutnya di singkat KUUH pidana, Buku ke-2 titel
XII mulai dari Pasal 362 sampai dengan Pasal 367). Kejahatan pencurian kendaraan
bermotor merupakan salah satu jenis kejahatan terhadap harta benda yang banyak
menimbulkan kerugian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kekerasan didefinisikan sebagai penggunaan kekuatan fisik secara
sengaja, baik secara fisik ataupun verbal terhadap seseorang terhadap orang lain atau
kepada sebuah kelompok yang menyebabkan cedera, kematian, trauma psikis,
ataupun kerugian (WHO).
Adapun kekerasan dibagi menjadi empat bagian, yaitu kekerasan fisik,
seksual, psikis dan kerugian. Pelaku kekerasa dibagi menjadi tiga subtype berdasar
hubungan korban dan pelaku
a. Kekerasan terhadap diri sendiri
Kekerasan ini ditujukan bila pelaku dan korban merupakan individu yang
sama dan selanjutnya terbagi menjadi penyiksaan terhadap diri sendiri dan bunuh
diri
b. Kekerasan terhadap orang lain
Ditujukan antar individu dan dibagi menjadi kekerasan dalam keluarga dan
kekerasan komunitas. Kekerasan dalam keluarga termasuk penelantaran anak,
ekkerasan dalam rumah tangga (KDRT), penelantaran orangtua.. sedangkan
kekerasan komunitas dibagi menjadi kekerasan terhadap orang yang dikenal
dan orang asiing termasuk kekerasan remaja, penyerangan oleh orang asing,
kekerasan tempat kerja dan lainnya
c. Kekerasan kolektif
d. Ditujukan pada kekerasan pada kelompok besar dan dibagi menjadi
kekerasan sosial, politik dan ekonomi (WHO).

2.2 Traumatologi
2.2.1 Pengertian Traumatologi
Pengertian trauma dari aspek medikolegal sedikit berbeda dengan
pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah
hilangnya kontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah
pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek
dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan. Aplikasinya dalam
pelayanan kedokteran forensik adalah untuk membuat terang suatu tindakan
kekerasan yang terjadi pada seseorang. (Amir, 2005)

2.2.2 Klasifikasi Trauma


Di tinjau dari berbagai sudut dan kepentingan, luka dapat
diklasifikasikan berdasarkan (Amir, 2005), (Budiyanto, 1997):
A. Etiologi
I. Trauma Mekanik
1. Kekerasan Tumpul
a. Luka memar (bruise, contusion)
b. Luka lecet (abrasion)
c. Luka robek (Laceration)
d. Patah Tulang (Fracture)
e. Pergeseran sendi (Dislocation)
2. Kekerasan Tajam
a. Luka sayat (incised wound)
b. Luka tusuk, tikam (punctured wound)
c. Luka bacok (choped wound)
3. Luka Tembak (firearm wound)
II. Luka Termis (Suhu)
1. Temperatur Panas
a. Terpapar suhu panas (heat stroke, heat exhaution,
heat cramps)
b. Benda panas (luka bakar dan scalds)
2. Temperatur Dingin
a. Terpapar dingin (hipotermia)
b. Efek lokal (frost bite)
III. Luka Kimiawi
1. Zat Korosif
2. Zat Iritasi
IV. Luka Listrik, Radiasi, Ledakan dan Petir.
B. Derajat Kualifikasi Luka
I. Luka Ringan
II. Luka Sedang
III. Luka Berat
C. Medikolegal
I. Perbuatan Sendiri ( Bunuh diri)
II. Perbuatan Orang Lain (Pembunuhan )
III. Kecelakaan
IV. Luka Tangkis
V. Dibuat (Fabricated)
D. Waktu Kematian
I. Ante- mortem
II. Post-mortem

2.2.3 Trauma Mekanik


Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam
berbagai bentuk, alami atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat
manusia seperti kapak, pisau, panah, martil dan lain-lain. Bila ditelusuri,
benda – benda ini telah ada sejak zaman prasejarah dalam usaha manusia
mempertahankan hidup sampai dengan pembuatan senjata senjata masa kini
seperti senjata api, bom dan senjata penghancur lainnya. Akibatnya pada
tubuh dapat dibedakan darin penyebabnya (Amir, 2005)
1. Kekerasan Tumpul
Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain: batu,
besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Kekerasan tumpul dapat
terjadi karena 2 sebab:
- Alat atau senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak
bergerak.
- Orang bergerak kearah objek atau alat yang tidak bergerak. Dalam
bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan walaupun
terkadang sulit dipastikan (Amir, 2005). Benda tumpul bila mengenai
tubuh dapat menyebabkan luka, yaitu luka lecet, memar, dan luka robek
atau luka terbuka. Dan bila kekerasan benda tumpul tersebut sedemikian
hebatnya dapat pula menyebabkan patah tulang ( Idries, 1997)
a. Luka Memar
Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan
darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup,
dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda
tumpul (Idries, 1997). Perdarahan atau ekimosis ini berwarna biru
kehitaman dan kadang-kadang disertai pembengkakan. Pada orang
kulit gelap warna biru kehitaman akibat memar kadang kadang sulit
terlihat, sehingga pembengkakan bisa dipakai sebagai petunjuk (Amir,
2005).
Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar
terjadi pada jaringan longgar, seperti didaerah mata, leher, atau pada
orang lanjut usia, maka luas memar yang tampak seringkali tidak
sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas, dan
adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya
‘memar’ kedaerah yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi (Idries,
1997).
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan
informasi mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang
dikenal dengan dengan istilah ‘Perdarahan tepi’ (marginal
hemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban
kendaraan, dimana pada tempat dimana terdapat tekanan justru tidak
menunjukkan kelainan, perdarahan akan menepi sehingga terbentuk
perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara
kedua kembang ban yang berdekatan (Idries, 1997).
Hal yang sama misalnya bila seseorang dipukul dengan rotan
atau benda yang sejenis, maka akan tampak memar yang
memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak
menunjukkan kelainan, darah antara kedua memar yang sejajar dapat
menggambarkan ukuran lebar dari alat pemukul yang mengenai tubuh
korban (Idries, 1997).
Luka Memar di punggung tangan dan jari memberi
petunjuk suatu luka tangkis (defensif, bertahan) pada perkelahian.
Luka memar di leher bisa sebagai petunjuk pencekikan (Amir,
2005). Bersamaan dengan perjalanan waktu, luka memar menyembuh
dan terjadi perombakan zat warna hemoglobin. Dalam 4-5 hari
menjadi hijau, lalu kekuningan dalam beberapa hari kemudian dan
menghilang dalam 10-14 hari. Perubahan warna ini tidak dapat dipakai
secara tepat untuk menentukan lamanya perlukaan, karena
dipengaruhi banyak faktor. Perubahan warna dalam penyembuhan
bergerak dari tepi ke tengah, artinya perlukaan tampak makin
mengecil (Amir, 2005).
b. Luka Lecet (abrasi)
Luka pada kulit yang superfisial dimana epidermis bersentuhan
dengan benda yang kasar permukaannya. Arah luka dapat ditentukan
dari penumpukan epidermis yang terseret ke satu posisi. Bentuk luka
lecet kadang-kadang dapat menunjukkan bentuk alat yang dipakai
(Amir, 1997). Luka lecet pada kasus penjeratan atau penggantungan,
akan tampak sebagai suatu luka lecet yang berwarna merah-coklat,
perabaan seperti perkamen, lebarnya dapat sesuai dengan alat
penjerat dan memberikan gamabaran/cetakan yang sesuai dengan
bentuk permukaan alat penjeratnya, seperti jalinan tambang, tali
pinggang . luka lecet tekan dalam kasus penjeratan sering juga
dinamakan “jejas jerat”, khususnya bila alat penjerat masih tetap
berada pada leher korban (Idries, 2005).
c. Luka Robek (laserasi)
Luka robek adalah luka luka terbuka akibat trauma tumpul
yang kuat. Mudah terbentuk bila dekat ke dasar bagian yang
bertulang. Luka ini umumnya tidak menggambarkan bentuk dan
ukuran alat yang digunakan. Ciri-cirinya berbentuk tidak teratur,
pinggir tidak rata, bengkak, sering kotor (sesuai benda penyebab),
perdarahan tidak banyak dibanding luka sayat, terdapat jembatan
jaringan, antara kedua tepi luka (otot, pembuluh darah, serabut saraf),
rambut tebenam kedalam luka, sering disertai memar dan luka lecet
(Amir, 2005).
Bila luka robek tersebut salah satu tepinya membuka
kekanan misalnya, maka kekerasan atau benda tumpul datang dari
arah kiri. Jika membuka kedepan maka kekerasan benda tumpul
datang dari arah belakang. Perlukisan yang cermat dari luka
terbuka akibat benda tumpul dengan demikian dapat sangat
membantu penyidik khususnya sewaktu dilakukannya rekonstruksi,
demikian pula sewaktu dokter dijadikan saksi di muka hakim
(Idries, 1997).
d. Patah Tulang (fraktur)
Pada trauma tumpul yang kuat dapat terjadi patah tulang. Pada
anak-anak dan orang muda tulang masih lentur dan dapat menyerap
tekanan yang kuat. Tekanan berat (misalnya dilindas mobil) pada dada
anak-anak dapat menyebakan hancurnya organ dalam tanpa patah
tulang iga. Pecahan tulang dapat menunjukkan arah trauma. Patah
tulang dapat menimbulkan perdarahan luar dan perdarahan dalam.

2. Kekerasan Tajam
Kekerasan tajam disebabkan pisau, pedang, silet, gunting, kampak,
bayonet dan lain-lain. Senjata ini dapat menyebabkan luka sayat, luka
tikam dan luka bacok (Amir, 2005). Pada Kematian yang disebabkan
oleh benda tajam, walaupun tetap harus difikirkan kemungkinan
karena suatu kecelakaan, tetapi pada umumnya karena suatu peristiwa
pembunuhan atau peristiwa bunuh diri (Idries, 1997). Luka yang
disebabkan oleh benda tajam dapat dibedakan dari luka yang disebabkan
oleh benda lainnya, yaitu dari keadaan sekitar luka yang tenang tidak ada
luka lecet atau luka memar, tepi luka yang rata dan dari sudut-sudutnya
yang runcing seluruhnya atau hanya sebagian yang runcing serta tidak
adanya jembatan jaringan (Idries, 1997).
a. Luka Sayat
Luka karena irisan senjata tajam yang menyebabkan luka
terbuka dengan pinggir rata, menimbulkan perdarahan banyak, jarang
disertai memar di pinggir luka, semua jaringan otot, pembuluh darah,
saraf dalam luka terputus, juga rambut. Dalam pemeriksaan ini
dibedakan dengan luka robek, sebab pada luka robek jaringan ini
masih ada yang utuhdan disebut jembatan jaringan. Ukuran lebar
luka sayat lebih dari pada ukuran dalamnya luka (Idries, 1997).
Luka sayat tidak begitu berbahaya, kecuali luka sayat mengenai
pembuluh darah yang dekat ke permukaan seperti di leher, siku
bagian dalam, pergelangan tangan dan lipat paha (Idries, 1997).
b. Luka Tusuk (Luka tikam)
Luka yang mengenai tubuh melalui ujung pisau dan benda
tajam lainnya, dimana dalamnya luka melebihi lebar luka. Pinggir
luka dapat menunjukkan bagian yang tajam (sudut lancip) dan tumpul
(sudut tumpul) dari pisau berpinggir tajam satu sisi (Amir, 2005).
Bentuk dari luka yang disebabkan oleh pisau yang mengenai tubuh
korban, dipengaruhi oleh faktor- faktor sebagai berikut.:
1. Sifat – sifat dari pisau :
Bentuk, ketajaman dari ujung dan ketajaman dari kedua
tepinya, bermata satu atau bermata dua (Amir, 2005)
2. Bagaimana pisau itu mengenai dan masuk kedalam tubuh.(Idries,
1997)
Bila luka masuk dan keluar melalui alur yang sama maka lebar
luka sama dengan lebar alat. Tetapi yang sering terjadi lebar luka
melebihi lebar pisau karena tarikan kesamping sewaktu
menusukkan dan waktu menarik pisau. Demikian juga bila pisau
masuk ke jaringan dengan posisi miring (Amir, 1997). Begitu pula
dalamnya luka tidak menggambarkan panjang senjata kecuali bila
mengenai organ padat seperti hati. Umumnya dalam luka lebih
pendek dari panjang senjata, karena jarang ditusuk sampai ke
pangkal senjata. Tetapi dalamnya luka bisa melebihi panjang dari
senjata karena elastisitas jaringan, misalnya luka tusuk pada perut.
3. Tempat dimana terdapat luka.
Kulit memiliki elastisitas yang besar dan besarnya ketengangan
kulit tidak sama pada seluruh tubuh. Pada daerah dimana serat –
serat elastiknya sejajar yaitu pada lipatan-lipatan kulit, maka
tusukan yang sejajar dengan lipatan tersebut akan mengakibatkan
luka yang tertutup, sempit dan berbentuk celah. Akan tetapi bila
tusukan pisau itu melintasi serta memotong lipatan kulit, maka luka
yang terjadi akibat tusukan pisau tersebut akan terbuka lebar.
c. Luka Bacok
Senjata tajam yang berat dan diayunkan dengan tenaga
akan menimbulkan luka menganga yang lebar disebut luka bacok.
Luka ini sering sampai ke tulang. Bentuknya hampir sama dengan
luka sayat tapi dengan derajat luka yang lebih berat dan dalam. Luka
terlihat terbuka lebar atau ternganga. Perdarahan sangat banyak dan
sering mematikan.
d. Luka Tembak
Luka tembak ialah luka yang disebabkan adanya penetrasi
anak peluru atau persentuhan peluru dengan tubuh. Untuk
memahami akibat luka tembak pada tubuh harus dimulai dari
pengetahuan tentang apa yang keluar dari mulut laras pada waktu
senjata api meletus. Yang keluar dari mulut laras adalah :
- Anak Peluru
- Sisa mesiu yang tidak terbakar
- Api
- Asap
- Gas
Masing - masing komponen akan menimbulkan akibat pada
sasaran (manusia). Anak peluru akan menyebabkan terjadinya luka
(luka masuk dan bisa luka keluar) dengan saluran luka didalam tubuh.
Sisa mesiu yang tidak terbakar akan menyebabkan terjadinya
penyebaran tatto disekitar luka masuk. Pada jarak tembak yang sangat
dekat dengan sasaran akan api dapat menyebabkan luka bakar. Begitu
pula asap akan meninggalkan jelaga disekitar luka masuk. Gas hanya
menimbulkan akibat bila mulut laras kontak menempel pada dengan
jaringan tubuh. Bila luka tembak tempel dekat ke permukaan tulang
dimana kulit dan otot dekat ke tulang, maka gas akan memantul keluar
dan membuat luka masuk menjadi luas, sering pecah seperti bintang
(stellate). Bila jaringan ditempat luka masuk hanya jaringan
lunak, efek yang ditimbulkan tekanan gas tidak sehebat yang dekat
ke tulang (Amir, 2005).
Dengan memahami akibat dari kelima komponen di atas,
maka dokter dapat melaporkan hasil pemeriksaan dan kesimpulannya
dalam VeR.
1. Luka Tembak Masuk
Bagian yang penting dalam pemeriksaan luka tembak adalah
pemeriksaan luka tembak masuk. Karena pengertian luka tembak
adalah penetrasi anak peluru kedalam tubuh, maka perlu dikaji
tentang yang terjadi pada waktu peluru menembus kulit (Amir,
2005). Selain luka masuk yang merobek tubuh, maka di pinggir
luka akan terbentuk cincin memar di sekeliling luka masuk
(contusion ring). Sebetulnya ini lebih tepat disebut luka lecet.
Diameter luka memar ini menggambarkan kaliber peluru yang
menembus. Oleh karena itu perlu diukur dengan teliti. Bila cincin
memar bulat berarti peluru menembus tegak lurus. Bila lonjong
maka peluru menembus miring. Arah dan sudut kemiringan luka
tembak masuk dapat ditentukan dari bagian yang lebih lebar dari
cincin memar. (Amir, 2005).
Bentuk cincin memar bisa tidak teratur. Ini bisa
dihubungkan dengan kemungkinan peluru yang menembus kulit
tidak bulat lagi karena berubah bentuk, misalnya peluru rikoset
karena mengenai benda lain dulu seperti dinding, pohon dan
lain lain atau peluru mekar/memuai karena panas atau peluru
yang ujungnya sengaja dibelah (peluru dum – dum) (Amir, 2005).
Pada penembakan yang mengenai tulang gepeng misalnya tulang
tengkorak, sternum, ilium, lubang luka berbentuk corong dimana
luka masuk lebih kecil dari luka keluar. Luka tembak masuk pada
tulang tengkorak terlihat lubang luka pada tabula eksterna
lebih kecil dibanding luka pada tabula interna. Bila peluru keluar
lagi maka lubang luka tabula interna lebih kecil dari pada lubang
luka pada tabula eksterna (Amir, 2005). Tembakan pada tulang
panjang walaupun tidak memberi gambaran yang khas tetap dapat
merupakan petunjuk dari mana peluru datang, yaitu dengan melihat
fragmen tulang yang terangkat atau terdorong, bila peluru datang
dari sebelah kanan maka peluru akan terdorong ke sebelah kiri.
2. Luka Tembak Keluar
Bila tidak ditemukan cincin memar disekitar lubang luka, maka
ini merupakan patokan sebagai luka keluar. Pada luka keluar
bisa didapati jaringan lemak menghadap keluar, walaupun
kadang-kadang sulit memastikannya. Bentuk dan besar luka
keluar beragam, tergantung posisi peluru keluar dan kecepatan
menembus kulit. Lebih mudah memastikan bila didapati serpihan
tulang apalagi bila dibantu foto rontgent (Amir, 2005).
Beberapa kemungkinan dapat terjadi:
1.1 Luka tembak masuk lebih kecil dari luka keluar
Ini lebih sering karena waktu keluar, daya tembus
mengebor dari peluru berkurang oleh adanya hambatan
jaringan, sehingga membuat luka lebih besar. Apalagi bila
serpihan tulang ikut melukai.
1.2 Luka masuk dan keluar sama besar
Terjadi bila daya tembus peluru masih tinggi dan hanya
mengenai jaringan lunak.
1.3 Luka masuk lebih besar dari luka keluar.
Dapat terjadi dimana sesuadah peluru menembus masuk
ke tubuh, daya tembusnya sangat berkurang dan tenaga peluru
keluar hanya cukup untuk menembus kulit (Amir, 2005).
3. Jarak Luka Tembak
Peluru yang menembus tubuh bisa ditembakkan dari berbagai
jarak. Untuk kepentingan medikolegal penentuan jarak luka tembak
ini sangat penting, jarak luka tembak ini dibagi atas 4 yaitu:
- Luka tembak tempel
Terjadi bila laras senjata menempel pada kulit. Luka
masuk biasanya berbentuk bintang (stellate). Pada luka
didapati jejas laras yaitu bekas ujung laras yang ditempelkan
pada kulit. Gas dan mesiu yang tidak terbakar didapati dalam
jaringan luka. Didapati kadar CO yang tinggi dalam jaringan
luka. Luka tembak tembel biasanya didapati pada kasus bunuh
diri. Oleh karena itu sering didapati adanya kejang mayat
(cadaveric spasme). Luka tembak tempel sering ditemui
dipelipis, dahi atau dalam mulut (Amir, 2005)
- Luka tembak sangat dekat
Luka tembak masuk jarak sangat dekat (close wound)
sering disebabkan pembunuhan. Dengan jarak sangat dekat (±
15 cm), maka akan didapati cincin memar, tanda-tanda luka
bakar, jelaga dan tatto disekitar lubang luka masuk (Amir,
2005).
- Luka tembak dekat
Luka dengan jarak dibawah 70 cm akan meninggalkan
lubang luka, cincin memar dan tatu di sekitar luka masuk.
Biasanya karena pembunuhan (Amir, 2005).
- Luka tembak jauh
Disini tidak ada kelim tatto, hanya ada luka tembus
oleh peluru dan cincin memar. Jarak penembakan sulit atau
hampir tdk mungkin ditentukan secara pasti. Tembakan dari
jarak lebih dari 70 cm dianggap sebagai tembakan jarak
jauh, karena partikel mesiu biasanya tidak mencapai sasaran
lagi (Amir, 2005).

2.2.4 Luka Termis (suhu)


a. Terpapar Suhu Panas
1. Heat Cramps (Kram karena panas)
Adalah kejang otot hebat akibat keringat berlebihan, yang
terjadi selama melakukan aktivitas pada cuaca yang sangat panas.
Heat cramps disebabkan oleh hilangnya banyak cairan dan garam
(termasuk natrium, kalium dan magnesium) akibat keringat yang
berlebihan, yang sering terjadi ketika melakukan aktivitas fisik
yang berat. Jika tidak segera diatasi, Heat Cramps bisa
menyebabkan Heat Exhaustion. Gejalanya kram yang tiba – tiba mulai
timbul di tangan, betis atau kaki. Otot menjadi keras, tegang dan sulit
untuk dikendurkan, terasa sangat nyeri (Afandi, 2010).
2. Heat Exhausion (Kelelahan karena panas)
Adalah suatu keadaan yang terjadi akibat terkena atau terpapar
panas selama berjam – jam, dimana hilangnya banyak cairan karena
berkeringat menyebabkan kelelahan, tekanan darah rendah dan kadang
pingsan.Jika tidak segera diatasi, Heat Exhaustion bisa menyebabkan
Heat Stroke. Gejalanya kelelahan, kecemasan yang meningkat, serta
badan basah kuyup karena berkeringat, jika berdiri penderita akan
merasa pusing karena darah terkumpul di dalam pembuluh darah
tungkai yang melebar akibat panas. Denyut jantung menjadi
lambat dan lemah. Kulit menjadi dingin, pucat dan lembab.
Penderita menjadi linglung atau bingung terkadang pingsan (Afandi,
2010).
3. Heat Stroke
Heat Stroke adalah suatu keadaan yang bisa berakibat fatal,
yang terjadi akibat terpapar panas dalam waktu yang sangat lama,
dimana penderita tidak dapat mengeluarkan keringat yang cukup untuk
menurunkan suhu tubuhnya. Jika tidak segera diobati, Heat Stroke bisa
menyebabkan kerusakan yang permanen atau kematian. Suhu 41°
Celsius adalah sangat serius, 1 derajat diatasnya seringkali berakibat
fatal (Afandi, 2010).
Kerusakan permanen pada organ dalam, misalnya otak bisa
segera terjadi dan sering berakhir dengan kematian. Gejalanya sakit
kepala, Perasaan berputar (vertigo), kulit teraba panas, tampak merah
dan biasanya kering. Denyut jantung meningkat dan bisa mencapai
160-180 kali/menit (normal 60-100 kali/menit). Laju pernafasan juga
biasanya meningkat, tetapi tekanan darah jarang berubah.Suhu tubuh
meningkat sampai 40 – 41° Celsius, menyebabkan perasaan seperti
terbakar.Penderita bisa mengalami disorientasi (bingung) dan bisa
mengalami penurunan kesadaran atau kejang (Afandi, 2010).
b. Benda Panas
1. Luka bakar
Luka bakar terjadi akibat kontak kulit dengan benda bersuhu
tinggi. Kerusakan kulit yang terjadi bergantung pada tinggi suhu
dan lama kontak. Kontak kulit dengan uap air panas selama 2
detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai
66 derajat celcius, sedangkan pada ledakan bensin dalam waktu
singkat mencapai suhu 47 derajat celcius. Luka bakar sudah dapat
terjadi pada suhu 43-44 derajat celcius bila kontak terjadi cukup lama.
Luka bakar dapat dikategorikan menjadi 4 derajat yaitu :
- Derajat I eritema
- Derajat II vesikel dan bullae
- Derajat III nekrosis koagulatif
- Derajat IV karbonisasi
Kematian pada luka bakar dapat terjadi melalui berbagai
mekanisme :
- Syok neurogen, commotio neuro-vascularis
- Gangguan permeabilitas akibat pelepasa histmin dan kehilangan
NaCl kulit yang cepat (dehidrasi) (Budiyanto, 1997).
c. Terpapar suhu dingin
Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh
bagian tubuh yang terbuka; seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau
hidung. Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah superfisial sehingga terlihat pucat, selanjutnya akan terjadi
paralise dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah tersebut
menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat menjadi gangren.

2.2.5 Luka kimiawi


Trauma kimia sebenarnya hanya merupakan efek korosi dari asamkuat
dan basa kuat. Asam kuat sifatnya mengkoagulasikan protein sehingga
menimbulkan luka korosi yang kering, keras seperti kertas perkamen,
sedangkan basa kuat bersifat membentuk reaksi penyabunan intra sel
sehingga menimbulkan luka yang basah, licin dan kerusakan akan terus
berlanjut sampai ke dalam Karena biasanya bahan kimia asam atau basa
terdapat dalam bentuk cair (larutan pekat), maka bentuk luka biasanya sesuai
dengan mengalirnya bahan cair tersebut.

2.2.6 Luka Listrik dan Petir


Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar
sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi energi panas. Besarnya
pengaruh listrik pada jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya
tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan (keadaan kulit
kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerha terkena kontak.
Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan
lapisan kulit dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya terdapat daerah pucat
dikelilingi daerah hiperemis. Sering ditemukan adanya metalisasi.
Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukannya luka.
Bahkan kadang-kadang bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus
listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut terbakar. Kematian dapat terjadi
akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat pernapasan.
Sedang faktor yang sering memperngaruhi kefatalan adalah kesadaran
seseorang akan adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya. Petir terjadi
karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya dapat
mencapai 10 mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah.
Luka-luka karena sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-luka
gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara.
Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara
berupa lukaluka yang mirip dengan akibat persentuhan dengan benda tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan
syaraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi
karena efek ledakan atau efek dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada
korban mati sering ditemukan adanya arborescent mark (percabangan
pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-benda
dari logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang
dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.Luka akibat radiasi dan
trauma akustik sangat jarang terjadi dan umumnya tidak berkaitan dengan
ilmu kedokteran forensik.

2.3 Derajat Kualifikasi Luka


Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian Ilmu
Kedokteran Forensik sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab IX pasal 90.
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan
yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan,
dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang
yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau
menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 90
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian;
(3) Kehilangan salah satu pancaindera;
(4) Mendapat cacat berat;
(5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

2.4 Konteks peritiwa penyebab luka


Latar belakang terjadinya luka dapat disebabkan peristiwa permbunuhan,
bunuh diri, atau kecelakaan (Dahlan, 2007).
a. Pembunuhan
Ciri-ciri lukanya adalah :
- Lokasi luka di sembarang tempat, yaitu di daerah mematikan maupun tidak
mematikan
- Lokasi tersebut didaerah yang dapat dijangkau maupun yang tidak dapat
dijangkau oleh korban
- Pakaian yang menutupi daerah luka ikut robek terkena senjata
- Dapat ditemukan luka tangkisan (defensive wounds), yaitu pada korban
yang sadar ketika mengalami serangan. Luka tangkisan tersebut terjadi
akibat refleks menahan serangan sehingga letak luka tangkisan biasanya
pada lengan bawah bagian luar.
b. Bunuh diri
Ciri-ciri lukanya adalah:
- Lokasi luka pada daerah yang dapat mematikan secara cepat
- Lokasi tersebut dapat dijangkau oleh tangan yang bersangkutan
- Pakaian yang menutupi luka tidak ikut robek oleh senjata
- Ditemukan luka-luka percobaan (tentative wounds)
Luka percobaan dapat terjadi karena yang bersangkutan massih
ragu-ragu atau karena sedang memilih letak senjata yang pas sambil
mengumpulkan keberaniaaannya, sehingga
ciri-ciri luka percobaan adalah :
- Jumlahnya lebih dari satu
- Lokasinya disekitar luka yang mematikan
- Kualitas lukanya dangkal
- Tidak mematikan
c. Kecelakaan
Jika ciri-ciri luka yang ditemukan ridak menggambarkan
pembunuhan atau bunuh diri maka kemungkinannya adalah akibat
kecelakaan. Untuk lebih memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan di
tempat kejadian.

2.5 Waktu terjadinya kekerasan


Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi
keperluan penuntutan oleh penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum
terdakwa serta untuk penentuan keputusan oleh hakim. Dalam banyak kasus informasi
tentang waktu terjadinya kekerasan akan dapat digunakan sebagai bahan analisa guna
mengungkapkan banyak hal, teerutama yang berkaitan dengan alibi seseorang.
Masalahnya ialah, tidak seharusnya seseorang dituduh atau dihukum jika pada saat
terjadinya tindak pidana ia berada di tempat yang jauh dari tempat kejadian perkara.
Dengan melakukan pemeriksaan yang teliti akan dapat ditentukan :
- Luka terjadi ante mortem atau post mortem
- Umur luka
a. Luka ante mortem atau post mortem
Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaannya ialah luka itu
terjadi sebelum atau sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dicari
ada tidaknya tanda-tanda intravital. Jika ditemukan berarti luka terjadi sebelum
mati dan demikian pula sebaliknya.
Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang
menunjukkan bahwa :
1. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma.
Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam
keadaan hidup ketika terjadi trauma antara lain :
a. Retraksi jaringan
Terjadi karena serabut-serabut elastis di bawah kulit
terpotong dan kemudian mengkerut sambil menarik kulit di atasnya.
Jika arah luka memotong serabut secara tegak lurus maka bentuk luka
akan menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut elastis
maka bentuk luka tidak begitu menganga.
b. Retraksi vaskuler.
Bentuk retraksi vaskuler tergantung dari jenis trauma,
yaitu:
1. Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya
berupa : Eritema (kulit berwarna kemerahan), Vesikel atau
bulla.
2. Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital
berupa : Kontusio atau memar.
c. Reaksi mikroorganisme (infeksi)
Jika tubuh dari orang masih hidup mendapat trauma maka pada
daerah tersebut akan terjadi aktivitas biokimiawi berupa : Kenaikan
kadar serotinin (kadar maksimal terjadi 10 menit sesudah trauma).
Kenaikan kadar histamine (kadar maksimal terjadi 20-30 menit
sesudah trauma). Kenaikan kadar enzime yang terjadi beberapa jam
sesudah trauma sebagai akibat dari mekanisme pertahanan jaringan.
2. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma
Jika organ dalam (jantung atau paru) masih dalam keadaan
berfuungsi ketika terjadi trauma maka tanda-tandanya antara lain :
a. Perdarahan hebat (profuse bleeding)
Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan
perdarahan yang banyak sebab jantung masih bekerja terus-menerus
memompa darah lewat luka. Berbeda dengan trauma yang terjadi
sesudah mati sebab keluarnya darah secara pasif karena pengaruh
gravitasi sehingga jumlah lukanya tidak banyak. Perdarahan pada
luka intravital dibagi 2, yaitu :
- Perdarahan internal
Mudah dibuktikan karena darah tertampung dirongga
badan (rongga perut, rongga panggul, rongga dada, rongga
kepala dan kantong perikardium) sehingga dapat diukur
pada waktu otopsi.
- Perdarahan eksternal
Darah yang tumpah di tempat kejadian, yang hanya
dapat disimpulkan jika pada waktu otopsi ditemukan tanda-
tanda anemis (muka dan organ-organ dalam pucat) disertai
tanda-tanda limpa melisut, jantung dan nadi utama tidak
berisi darah.
b. Emboli udara
Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara
arterial (sistemik). Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena
yang terpotong tidak mengalami kolap karena terfiksir dengan baik,
seperti misalnya vena jugularis eksterna atau subclavia. Udara akan
masuk ketika tekanan di jantung kanan negatif. Gelembung udara
yang terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju ke daerah paru-
paru sehingga dapat mengganggu fungsinya.
Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli
udara venosa pada penderita foramen ovale persisten atau sebagai
akibat dari tindakan pneumotorak artifisial atau karena luka-luka yang
menembus paru-paru. kematian dapat terjadi akibat gelembung udara
masuk pembuluh darah koroner atau otak.
c. Emboli lemak
Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai
jaringan berlemak atau trauma yang mengakibatkan patah tulang
panjang. Akibatnya jaringan jaringan lemak akan mengalami pencairan
dan kemudian masuk kedalam pembuluh darah vena yang pecah
menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat terus menuju
daerah paru-paru.
d. Pneumotorak
Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru
menderita luka, sementara paru-paru itu sendiri tetap berfungsi maka
luka berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru-
paru akan masuk ke rongga pleura setiap inspirasi. Semakin lama
udara yang masuk ke rongga pleura semakin banyak yang pada
akhirnya akan menghalangi pengembangan paru-paru sehingga pada
akhirnya paruparu menjadi kolaps.
e. Emfisema kulit
Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan
menusuk pau-paru maka pada setiap ekspirasi udara, paru-paru
dapat masuk ke jaringan ikat di bawah kulit. Pada palpasi akan
terasa ada krepitasi disekitar daerah trauma. Keadaan seperti ini
tidak mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah orang meninggal.
b) Umur Luka
Untuk mengetahui kapan kapan terjadi kekerasan, perlu diketahui umur luka.
Tidak ada satupun metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan
suatu kekerasan (baik pada korban hidup atau mati) dilakukan mengingat
adanya faktor individual, penyulit (misalnya infeksi, kelainan darah, atau
penyakit defisiensi). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
memperkirakannya, yaitu dengan melakukan :
1. Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan
berapa umur luka tersebut. Pada korban hidup, perkiran dihitung dari saat
trauma sampai saat diperiksa dan pada korban mati, mulai dari saat trauma
sampai saat kematiannya. Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur
luka dapat diperkirakan dengan mengamati perubahan-perubahan yang
terjadi. Mula-mula akan terlihat pembengkakan akibat ekstravasai dan
inflamasi, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari warna tersebut
berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi
kekuningan.
Pada luka robek atau terbuka dapat diperkirakan umurnya dengan
mengamati perubahan-perubahannya. Dalam selang waktu 12 jam sesudah
trauma akan terjadi pembengkakan pada tepi luka. Selanjutnya kondisi luka
akan didominasi oleh tanda-tanda inflamasi dan disusul tanda penyembuhan.
2. Pemeriksaan mikroskopik
Perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain
berari guna bagi penentuan intravitalitas luka, juga dapat menentukan umur
luka secara lebih teliti dengan mengamati perubahan-perubahan histologiknya.
Menurut Walcher, Robertson dan hodge, infiltrasi perivaskular dari
lekosit polimorfnuklear dapat dilihat dengan jelas pada kasus dengan
periode-periode survival sekitar 4 jam atau lebih. Dilatasi kapiler dan
marginasi sel lekosit mungkin dapat lebih dini lagi, bahkan beberapa menit
sesudah trauma. Pada trauma dengan iinflamasi aseptik, proses eksudasi akan
mencapai puncaknya dalam waktu 48 jam.
Epitelisasi baru terjadi hari ketiga, sedang sel-sel fibroblas mulai
menunjukkan perubahan reaktif sekitar 15 jam sesudah trauma. Tingkat
proliferasi tersebut serta pembentukan kapiler-kapiler baru sangat variatif,
biasanya jaringan granulasi lengkap dengan vaskularisasinya akan terbentuk
sesudah 3 hari. Serabut kolagen yang baru juga mulai terbentuk 4 atau 5
hari sesudah trauma. Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan parut
tampak pada akhir minggu pertama. Biasanya sekitar 12 hari sesudah
trauma, aktivitas sel-sel epitel dan jaringan di bawahnya mengalami
regresi. Akibatnya jaringan epitel mengalami atrofi, vaskularisasi jeringan
di bawahnya juga berkurang diganti serabut-serabut kolagen. Sampai
beberapa minggu sesudah penyembuhannya, serabut elastis masih lebih
banyak dari jaringan yang tidak kena trauma. Perubahan histologik dari
luka sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya infeksi karena infeksi akan
menghambat proses penyembuhan luka
3. Pemeriksaan histokemik
Perubahan morfologik dari jaringan hidup yang mendapat trauma
adalah akibat dari fenomena fungsional yang sejalan dengan aktifitas
enzim, yaitu protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi biologik.
Pemeriksaan histokemik ini didasarkan pada reaksi yang dapat dilihat
dengan pemeriksaan mikroskopik dengan menambahkan zat-zat tertentu.
Mula-mula luka atau bagian dari luka dipotong dengan menyertakan jaringan
di sekitarnya, kira-kira setengah inci. Separo dari potongan itu difiksasi
dengan mengunakan formalin 10% di dalam refrigerator dengan suhu 4
derajat celcius sepanjang malam untuk membuktikan adanya aktifitas
esterase dan fosfatase. Separonya lagi dibekukan dengan isopentane
dengan menggunakan es kering guna mendeteksi adanya adenosine
triphosphatase dan aminopeptidase. Peningkatan aktifitas adenosine
triphosphatase dan esterase dapat dilihat lebih dini setengah jam setelah
trauma. Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat dilihat sesudah 2 jam,
sedang peningkatan acid phosphatase alkali phophatase sesudah 4 jam.
4. Pemeriksaan biokemik
Meskipun pemeriksaan histokemik telah banyak menolong, tetapi
reaksi trauma yang ditunjukkan masih memerlukan waktu yang relatif
panjang, yaitu beberapa jam sesudah trauma. Padahal yang sering terjadi,
korban mati beberapa saat sesudah trauma sehingga belum dapat dilihat
reaksinya dengan metode tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pemeriksaan biokemik. Histamin dan serotinin merupakan zat vasoaktif yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi akut, terutama pada stadium
awal trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik telah diplubikasikan
pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas dan Viragos-Kis. Mereka
melaporkan adanya kenaikan histamin bebas pada jejas jerat antemortem pada
kasus gantung. Oleh peneliti lain kenaikan histamin terjadi 20-30 menit
sesudah trauma, sedang serotonin naik setelah 10 menit

2.6 Landasan Hukum


Pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan.

Pasal 90
Luka berat berarti:
- jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali,
- atau yang menimbulkan bahaya maut;
- tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;
- kehilangan salah satu pancaindera;
- mendapat cacat berat;
- menderita sakit lumpuh;
- terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
- gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan
rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat
dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1-5.

Bab XX - Penganiayaan
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling
lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu
terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 353
(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun

Pasal 354

(1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan
penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sepuluh tahun.

Pasal 355

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lams lima belas tahun.

Pasal 356
Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah
dengan sepertiga :
1. bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya
atau anaknya;
2. jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejsbat ketika atau karena
menjalankan tugasnya yang sah;
3. jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang herbahaya bagi
nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.

Pasal 357
Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan berdasarkan pasal 353 dan
355, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 3o No. 1 - 4.

Pasal 358
Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana
terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang
khusus dilakukan olehnya, diancam :
1. dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat
penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat;

2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati.

Bab XXI - Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan


Pasal 359
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun.

Pasal 360
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-
luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan
atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 361
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan
suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditamhah dengan sepertiga dan yang
bersalah dapat dicahut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan
kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Korban


Nama :K
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Alamat : Dusun kandri RT 02/ RW 02 Desa Karangsari Kecamatan Bener,
Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Pekerjaan : Buruh

3.2. Kronologi Kejadian

Setelah menerima laporan mengenai adanya penangkapan pelaku


pencurian motor, petugas jaga dari polsek langsung mendatangi TKP. Setelah
sampai, polisi menemukan korban yg sudah mengalami luka-luka dan
setengah sadar. Petugas kemudian membawa korban ke RS Ciptomangun
Purworejo sekitar pukul 23.00 WIB. Sekitar pukul 23.30 pelaku mendapat
penanganan awal dari dokter IGD. Dari pemeriksaan yang dilakukan,
didapatkan retak karena memar yang tidak rata di kepala bagian kiri, jejas di
perut kanan atas bagian ulu hati, jejas dan diduga patah ditangan kanan dan
kiri karena bentuk tangan yang bengkok serta luka dipunggung kaki kanan dan
kiri diduga akibat pemukulan dari warga tapi masih menunggu penyidikan
lebih lanjut pada saksi. Setelah dilakukan penanganan di IGD, pukul 00.10
korban dinyatakan meninggal.. Awal mulanya pelaku merupakan warga
Pekanbaru kemudian diadopsi oleh salah seorang warga Karangsari. Di
Karangsari pelaku pernah melakukan beberapa macam tindak pidana seperti
pencurian uang dan yang sekarang sampai ditangkap dan diadili oleh warga
yaitu pencurian motor.
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai