Anda di halaman 1dari 14

EVIDENCE BASED MEDICINE

CRITICAL APPRAISAL : ARTIKEL TERAPI


Clindamycin versus Trimethoprim-Sulfamethoxazole for Uncomplicated Skin Infection

Disusun oleh :
Denie Rahmad
1102013074
Kelompok 7

Pembimbing :
dr. Erlina, Wijayanti, MPH, DipIDK

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA BAGIAN ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2018

1
Skenario
Pasien An.R datang diantar oleh ibunya ke Puskesmas Kecamatan Kemayoran dengan keluhan
luka di bagian kaki, tangan, dan telinga berwarna kemerahan sejak 7 hari yang lalu. Luka
tersebut disertai adanya cairan berwarna putih kekuningan keluar dari luka, tidak berbau. Luka
terasa gatal dan nyeri. Awalnya ibu pasien mengatakan pasien sempat terjatuh dan terdapat
luka lecet pada kaki kirinya 10 hari yang lalu, ibu pasien sempat memberikan obat merah tetapi
tidak kunjung sembuh 2 hari kemudian timbul bintil bintil berisi cairan putih kekuningan yang
mudah pecah bila digaruk keluar dari bintil tersebut dan menimbulkan luka. Cairan yang keluar
berwarna putih bening, tidak berbau. Ibu pasien mengaku pasien sering menggaruk garuk
daerah luka tersebut karna terasa gatal. 1 hari kemudian, ibunya mengatakan muncul bintil
bintil yang sama menyebar ke kaki kanan, tangan kanan dan kiri hingga ke telinga. Ibu pasien
juga mengatakan bahwa pasien sering menangis karna luka nya terasa nyeri. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan lesi eritema dan krusta distribusi lokalisata di daerah tangan, kaki, dan telinga.
Pasien di diagnosis sebagai impetigo krustosa dan disarankan dokter untuk menggunakan obat
berupa salep antibiotik untuk menghilangkan penyebab infeksi. Pasien kemudian bertanya
kepada dokter salep antibiotik apa yang lebih baik untuk mengobati impetigo krustosa penyakit
anaknya tersebut ? Dokter kemudian melakukan pencarian bukti ilmiah menggunakan metode
Evidence Based Medicine.

Pertanyaan (foreground question)


Manakah antibiotik yang lebih efektif untuk mengobati impetigo krustosa apakah Clindamycin
atau Trimethoprim-Sulfamethoxazole ?
Komponen PICO:
Patient/population/problem : Pasien impetigo krustosa
Intervention/indicator : Clindamycin
Comparison/control : Trimethoprim-Sulfamethoxazole
Objective/outcome :Clindamycin lebih baik dibandingkan Trimethoprim-
Sulfamethoxazole
Pencarian Bukti Ilmiah:
Kata kunci : Impetigo AND Antibiotics AND Children
Pemilihan situs : https://www.nejm.org
Limitation : last 5 years (2013-2018)
Hasil pencarian : 6 artikel

2
Dipilih artikel berjudul
Clindamycin versus Trimethoprim-Sulfamethoxazole for Uncomplicated Skin Infection

3
REVIEW JURNAL
ABSTRACT
BACKGROUND : Skin and skin-structure infections are common in ambulatory settings.
However, the efficacy of various antibiotic regimens in the era of community-acquired
methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA) is unclear.
METHODS : We enrolled outpatients with uncomplicated skin infections who had cellulitis,
abscesses larger than 5 cm in diameter (smaller for younger children), or both. Patients were
enrolled at four study sites. All abscesses underwent incision and drainage. Patients were
randomly assigned in a 1:1 ratio to receive either clindamycin or trimethoprim–
sulfamethoxazole (TMP-SMX) for 10 days. Patients and investigators were unaware of the
treatment assignments and microbiologic test results. The primary outcome was clinical cure 7
to 10 days after the end of treatment.
RESULTS : A total of 524 patients were enrolled (264 in the clindamycin group and 260 in
theTMP-SMX group), including 155 children (29.6%). One hundred sixty patients (30.5%) had
an abscess, 280 (53.4%) had cellulitis, and 82 (15.6%) had mixed infection, defined as at least
one abscess lesion and one cellulitis lesion. S. aureus was isolated from the lesions of 217
patients (41.4%); the isolates in 167 (77.0%) of these patients were MRSA. The proportion of
patients cured was similar in the two treatment groups in the intention-to-treat population
(80.3% in the clindamycin group and 77.7% in the TMP-SMX group; difference, −2.6
percentage points; 95% confidence interval [CI], −10.2 to 4.9; P = 0.52) and in the populations
of patients who could be evaluated (466 patients; 89.5% in the clindamycin group and 88.2%
in the TMP-SMX group; difference, −1.2 percentage points; 95% CI, −7.6 to 5.1; P = 0.77).
Cure rates did not differ significantly between the two treatments in the subgroups of children,
adults, and patients with abscess versus cellulitis. The proportion of patients with adverse
events was similar in the two groups.
CONCLUSIONS : We found no significant difference between clindamycin and TMP-SMX,
with respect to either efficacy or side-effect profile, for the treatment of uncomplicated skin
infections, including both cellulitis and abscesses. (Funded by the National Institute of Allergy
and Infectious Diseases and the National Center for Advancing Translational
Sciences, National Institutes of Health; ClinicalTrials.gov number, NCT00730028.)

4
CRITICAL APPRAISAL: ARTIKEL TERAPI
I. Validity
1. Menentukan ada atau tidaknya randomisasi dalam kelompok dan teknik randomisasi
yang digunakan
Ya, terdapat randomisasi atau pengambilan sampel dilakukan secara acak dalam kelompok
penelitian tersebut.

5
2. Menentukan ada atau tidaknya pertimbangan dan penyertaan semua pasien dalam
pembuatan kesimpulan
2.1 Mengidentifikasi lengkap atau tidaknya follow up
Ya followup hingga 1 bulan tidak lengkap, hingga menjadi 237 populasi Clindamycin dan 229
populasi Trimethoprim-Sulfamethoxazole .

6
2.2 Mengidentifikasi ada atau tidaknya analisis pasien pada kelompok randomisasi
semula
Terdapat penyamaan evaluasi awal karakteristik dan terdapat kriteria insklusi dan eksklusi.

3. Mengidentifikasi ada tidaknya blinding pada pasien, klinisi, dan peneliti


Terdapat blinding terhadap klinisi dan peneliti.

7
4. Menentukan ada atau tidaknya persamaan pada kedua kelompok di awal penelitian
Ya, terdapat persamaan diantara 2 kelompok. Menggunakan studi parameter yang sama.

5. Menentukan ada tidaknya persamaan perlakuan pada kedua kelompok selain


perlakuan eksperimen
Tidak ada persamaan perlakuan pada kedua kelompok selain perlakuan eksperimen.

8
9
II. Importance
1. Menentukan besarnya efek terapi
Jenis Antibiotic Efektif Tidak Efektif Total
Clindamycin 212 (a) 25 (b) 237
TMP-SMX 202 (c) 27 (d) 229
Total 414 52 485
a. Experimental event rate (EER)
Proporsi outcome pada kelompok eksperimental
Rumus : a/a+b
: 212/237 = 0,9
b. Control event rate (CER)
Proporsi outcome pada kelompok control
Rumus : c/c+d
: 202/229 = 0,9
c. RR (Relative Risk)
Perbandingan antara insiden penyakit yang muncul dalam kelompok terpapar dengan insiden
penyakit yang muncul dalam kelompok tidak terpapar
Rumus : EER / CER
: 0,9/0,9 = 1
d. RRR (Relative Risk Reduction)
Berapa persen terapi yang diuji memberikan perbaikan disbanding control
Rumus : CER – EER / CER or 1-RR
:1–1=0
e. ARR (Absolute Risk Reduction)
Beda proporsi kesembuhan atau kegagalan antara terapi eksperimen dan control
Rumus : CER – EER
: 0,9 – 0,9 = 0

10
f. NNT (Number Needed to Treat)
Berbeda jumlah pasien yang harus diterapi dengan obat eksperimental untuk memperoleh
tambahan satu kesembuhan atau menghindari kegagalan.
Rumus : 1/ARR
: 1/0 = ⁓

2. Menentukan presisi estimasi efek terapi (95% CI)


Standar error ARR (SEARR)=

= √((𝑪𝑬𝑹 𝒙 (𝟏 − 𝑪𝑬𝑹) ÷ 𝒏𝟐 + /0𝑬𝑬𝑹 𝒙 (𝟏 − 𝑬𝑬𝑹)1 ÷ 𝒏𝟏2)

= √0,09
= 0,3
Upper limit of 95% CI for ARR (UARR) = ARR + 1,96 SEARR
= 0 + 1,96 x 0,3
= 0,59
Lower limit of 95% CI for ARR (LARR) = ARR – 1,96 SEARR
= 0 - 1,96 x 0,3
= -0,59
Upper limit of 95% CI for NNT (UNNT) = 1/LARR=1/ -0.59 = -1.69
Lower limit of 95% CI for NNT (LNNT) = 1/UARR=1/ 0,59 = 1.69
Confidence Interval 95% = -1.69 – 1.69
Kesimpulan : CI untuk keberhasilan terapi adalah bermakna dengan nilai -1.69 / tidak berada
di garis 0

11
III. Applicability
1. Menentukan kemungkinan penerapan pada pasien (spectrum pasien dan setting)
Dari kedua antibiotik yaitu Clindamycin sama efektif dengan TMP-SFX untuk
impetigo krustosa

2. Menentukan potensi keuntungan dan kerugian bagi pasien


Keuntungan :
Keuntungan yaitu sama sama efektif dengan angka kesembuhan yang tinggi

Kerugian :
Masih terdapat efek samping yang serupa terhadap kedua antibiotic diantaranya seperti
diare, mual, muntah, pruritus, dan rash.

12
Lampiran

13
14

Anda mungkin juga menyukai