Anda di halaman 1dari 44

DAFTAR ISI

BAB 1 ......................................................................................................................2

PENDAHULUAN ...................................................................................................2

BAB 2 ......................................................................................................................3

DERMATITIS .........................................................................................................3

BAB 3 ......................................................................................................................6

DERMATITIS KONTAK........................................................................................6

1. DERMATITIS KONTAK IRITAN ..............................................................6

2. DERMATITIS KONTAK ALERGI ...........................................................11

BAB 4 ....................................................................................................................18

DERMATITIS ATOPIK ........................................................................................18

BAB 5 ....................................................................................................................27

DERMATITIS NUMULARIS ...............................................................................27

BAB 6 ....................................................................................................................30

NEURODERMATITIS SIRKUMSKRIPTA ........................................................30

BAB 7 ....................................................................................................................34

DERMATITIS STATIS .........................................................................................34

BAB 8 ....................................................................................................................38

DERMATITIS SEBOROIK ..................................................................................38

BAB 9 ....................................................................................................................43

KESIMPULAN ......................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................44

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Dermatitis atau dikenal sebagai penyakit eksim merupakan salah satu


kelainan kulit terbanyak yang diderita oleh masyarakat Indonesia. Dermatitis
terjadi akibat reaksi peradangan kulit terhadap berbagai faktor.1 Dermatitis
ditandai dengan gatal yang merupakan keluhan utama yang dialami penderita.
Pada penemuan objektif dapat ditemukan kelainan kulit berupa eritema, edema,
papul, vesikel, skuama dan likenifikasi.1 Gejala klinis dermatitis akan semakin
parah apabila tidak diobati dengan tepat dan dapat menimbulkan infeksi sekunder.
Penyebab penyakit ini kadang-kadang tidak diketahui, namun sebagian besar
kasus dipengaruhi oleh beberapa faktor. Gaya hidup masyarakat Indonesia turut
berperan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit ini.
Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi timbulnya dermatitis adalah
keadaan alam tropis Indonesia yang panas dan lembab, sehingga tubuh sering
berkeringat. Selain itu, faktor lain seperti kegemukan, stress, penyakit menahun
seperti Diabetes Mellitus serta status sosial ekonomi rendah juga diduga dapat
memicu terjadinya penyakit eksim.
Oleh karena itu akan dibahas secara ringkas mengenai jenis-jenis
dermatitis, serta tindakan pengobatan dan pencegahan.

2
BAB 2
DERMATITIS

A. Definisi
Dermatitis merupakan peradangan kulit baik pada epidermis dan dermis yang
terjadi sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau endogen.
Dermatitis menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema,
edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan disertai keluhan gatal. Dermatitis
cenderung residif dan menjadi kronis.1

B. Etiologi
Dermatitis dapat disebabkan oleh1,2 :
1. Faktor eksogen seperti bahan kimia (deterjen, asam, basa, oli, semen),
fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur).
2. Faktor endogen seperti dermatitis atopik, dermatitis seboroik, dermatitis
numularis, dermatitis statis.

C. Gejala Klinis
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada stadium penyakit, batasnya sirkumskrip, dapat pula difus.
Penyebarannya bisa setempat, generalisata, dan universal.
Pada stadium akut, kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel, bula, erosi
dan eksudasi sehingga tampak basah (madidans). Pada stadium subakut, eritema
dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi krusta. Pada stadium kronis,
lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, likenifikasi, mungkin juga
terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan.1,3,4

3
Gambar 2.1 Dermatitis akut, subakut, kronik2,3,5

D. Patogenesis
Beberapa jenis dermatitis memiliki penyebab yang diketahui, sedangkan yang
lainnya tidak terutama dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen.
Dermatitis yang disebabkan oleh faktor eksogen masih dapat diketahui melalui
anamnesis dan pemeriksaan.1

E. Pengobatan
Dilakukan berdasarkan penyebabnya. Tapi karena penyebab dermatitis
multifaktor dan kadang juga tidak diketahui pasti maka pengobatan yang
dilakukan bersifat simtomatis yaitu dengan mengurangi/ menghilangkan keluhan
dan gejala serta menekan peradangan.1
 Pengobatan sistemik
- Pada kasus ringan dapat diberikan antihistamin.
- Pada kasus akut dan berat dapat diberikan kortikosteroid.
 Pengobatan topikal
Prinsip pengobatan topikal :
− Dermatitis akut/basah (madidans) diobati secara basah (kompres terbuka)

4
− Dermatitis subakut diberi losio (bedak kocok), krim (pada daerah yang
berambut), pasta (pada daerah tidak berambut) atau linimentum (pasta
pendingin)
− Dermatitis kronik diberi salap.

5
BAB 3
DERMATITIS KONTAK

A. Definisi
Dermatitis kontak merupakan dermatitis yang disebabkan oleh kontak dengan
suatu zat/ bahan tertentu yang menempel pada kulit, dan menyebabkan alergi atau
reaksi iritasi.1,4 Terdapat 2 macam dermatitis kontak, yaitu:
1. Dermatitis kontak iritan
Merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan
kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi.1
2. Dermatitis kontak alergi
Dermatitis yang terjadi ketika kulit tersensitisasi oleh suatu substansi
(alergen), dan kontak ulang dengan substansi tersebut. Ini merupakan
reaksi kulit tipe lambat.1

1. DERMATITIS KONTAK IRITAN


1. Definisi
Dermatitis kontak iritan merupakan dermatitis kontak yang disebabkan oleh
bahan-bahan yang bersifat iritan yang dapat menimbulkan kerusakan
jaringan. Dermatitis kontak iritan dibedakan menjadi 2 yaitu dermatitis
kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronik (kumulatif).1
− Dermatitis kontak iritan akut adalah dermatitis iritan yang terjadi segera
setelah kontak dengan bahan – bahan iritan yang bersifat toksik kuat,
contohnya asam sulfat pekat.
− Dermatitis kontak iritan kronis (kumulatif) adalah dermatitis iritan yang
terjadi karena sering terjadi kontak dengan bahan- bahan iritan yang tidak
begitu kuat seperti sabun deterjen, larutan antiseptik. Kontak berulang
dengan bahan iritan akan menyebabkan bahan tersebut tertimbun di
dalam kulit dengan konsentrasi cukup tinggi sehingga menimbulkan

6
iritasi dan terjadilah peradangan kulit yang secara klinis umumnya
berupa radang kronik.

Gambar 3.1 DKI7


2. Epidemiologi
Jumlah insiden dermatitis kontak iritan sebesar 80% dari total jumlah
dermatitis kontak.7 Dermatitis kontak iritan dapat diderita semua orang dari
berbagai golongan usia, ras, dan jenis kelamin. Umumnya dermatitis kontak
iritan berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja).1,7

3. Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis ini adalah bahan yang bersifat iritan,
misalnya pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan
abrasif, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan
kimia higroskopik atau toxin dan enzim hewan.

4. Patogenesis
Kelainan kulit muncul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya
ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak
(lipid membrane) keratinosit, namun sebagian dapat menembus membran sel
dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Rusaknya membran
akan mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA),
diasilgliserida (DAG), platelet activating factor = PAF), dan inositida (IP3).

7
Selanjutnya AA akan diubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT).
Kemudian PG dan LT akan menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan
permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan
kinin. Selain itu, PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk
limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT
dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskular.
Diasilgliserida (DAG) dan second messengers lain menstimulasi ekspresi
gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte
macrophage colony stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-
penolong mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang
menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.
Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adhesi
intrasel-1 (ICAM-1). Ketika terjadi kontak dengan iritan, keratinosit akan
melepaskan TNF-α yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi ekspresi molekul adhesi sel dan pelepasan sitokin.
Rentetan proses tersebut dapat menyebabkan gejala peradangan klasik
pada tempat terjadi kontak berupa eritema, edema, panas, nyeri bila iritan
kuat. Kelainan kulit disebabkan oleh bahan iritan lemah akan terjadi setelah
berulang kali kontak, dimulai dengan rusaknya stratum korneum karena
delipidasi yang menyebabkan desikasi dan fungsi sawar menghilang,
sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.1

Gambar 3.2 Patogenesis DKI6

8
5. Gejala Klinis
Berikut adalah gejala klinis berdasarkan jenis dermatitis kontak iritan:1,7
− Dermatitis kontak iritan akut
Penyebabnya iritan kuat (contohnya larutan asam sulfat, asam
hidroklorid, natrium dan kalium hidroksida), biasanya karena kecelakaan
dan reaksi segera timbul. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel,
atau bula dapat muncul. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang
terkena dan berbatas tegas.
− Dermatitis kontak iritan akut lambat
Kelainan kulit baru terlihat setelah 8-24 jam atau lebih setelah kontak.
Biasanya bahan-bahan yang menimbulkan rekasi lambat adalah
podofilin, antralin, asam hidrofluorat. Contohnya adalah dermatitis yang
disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis
venenata); penderita baru merasakan pedih setelah keesokan harinya,
pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau
bahkan nekrosis.
− Dermatitis kontak iritan kronis
Jenis ini paling sering terjadi, nama lainnya adalah dermatitis kontak
iritan kumulatif. Disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang
berulang-ulang (faktor fisis, misalnya gesekan, trauma mikro,
kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan rumah tangga
misalnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). Kelainan baru
nyata setelah kontak berminggu-minggu atau bulanan, bahkan bisa
bertahun-tahun kemudian.
− Dermatitis Kontak Iritan Traumatik
Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi.
Gejalanya mirip dengan dermatitis numularis, penyembuhan lambat bisa
mencapai 6 minggu. Tempat predileksinya di tangan.
− Dermatitis Kontak Iritan Noneritematosa

9
Merupakan bentuk subklinis dari DKI. Fungsi sawar stratum korneum
sudah mengalami perubahan namun gejala dan tanda klinis belum
tampak.
− Dermatitis Kontak Iritan Subjektif
Pada keadaan ini, lesi tidak tampak namun sensasi nyeri setelah kontak
dengan bahan iritan dirasakan oleh pasien. DKI ini bersifat subjektif
karena berdasarkan keluhan subjektif pasien.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit menebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya
kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada tumit tukang cuci yang
mengalami kontak terus-menerus dengan detergen. Keluhan penderita umumnya
gatal atau nyeri karena luka retak. Ada kalanya kelainan hanya kulit kering dan
skuama sehingga sering diabaikan penderita. DKI Kumulatif sering berhubungan
dengan pekerjaan, sehingga lebih banyak ditemukan di tangan dan kaki. Contoh
pekerjaan: tukang cuci, kuli bangunan, montir di bengkel, tukang kebun, penata
rambut.

6. Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan berdasarkan anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena
prosesnya berlangsung cepat setelah kontak dengan suatu zat, sedangkan DKI
kronis timbulnya lambat sehingga sulit untuk diketahui penyebabnya. Uji
temple diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis.1

7. Penatalaksanaan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan
bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta
menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila dapat dilaksanakan dengan
sempurna, mungkin cukup diberikan pelembab untuk memperbaiki kulit yang
kering.

10
Bila diperlukan, dapat diberikan kortikosteroid topikal misalnya
hidrokortison untuk mengatasi peradangan. Kelainan yang kronis dapat
diawali dengan kortikosteroid lebih kuat.
Sebagai upaya pencegahan, dapat digunakan alat pelindung diri bagi yang
bekerja dengan bahan iritan.1,7

8. Prognosis
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tidak dapat disingkirkan sempurna
makan prognosisnya kurang baik, biasa terjadi pada DKI kronis penyebab
multifaktor dan pada penderita atopi.1

2. DERMATITIS KONTAK ALERGI


a. Definisi
Dermatitis kontak alergi merupakan dermatitis kontak karena sensitasi alergi
terhadap substansi yang beraneka ragam yang menyebabkan reaksi peradangan
kulit bagi mereka yang mengalami hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu
akibat dari pajanan sebelumnya.1

b. Epidemiologi
Jumlah penderita DKA lebih sedikit dibandingkan dengan DKI, karena hanya
mengenai orang yang kulitnya hipersensitif. Diperkirakan jumlah DKA maupun
DKI akan semakin bertambah seiring bertambahnya jumlah produk yang
mengandung bahan kimia di masyarakat.

c. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul <1000 dalton yang disebut hapten (alergen yang belum diproses), bersifat
lipofilik, sangat reaktif dan dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai
sel epidermis di bawahnya. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi
sensitisasi alergen, dosis per unit area, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di

11
kulit. Selain itu, juga dipengaruhi faktor individu yaitu keadaan kulit pada lokasi
kontak, status imunologik (misalnya sedang sakit atau terpajan sinar matahari).1,8

d. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune
respons) atau reaksi imunologik tipe IV.1,8 Reaksi hipersensitivitas di kullit
timbulnya lambat (delayed hipersensivitas), umumnya dalam waktu 24 jam
setelah terpajan dengan alergen. Reaksi ini terjadi melalui 2 fase yaitu :
1. Fase sensitisasi
Hapten yang masuk ke epidermis melewati stratum korneum akan
ditangkap sel Langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara kimiawi
oleh enzim lisosom / sitosol lalu dikonjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi
antigen lengkap. Pada awalnya, sel Langerhans dalam keadaan istirahat, tetapi
setelah keratinosit terpajan hapten yang juga mempunyai sifat iritan maka akan
terlepas sitokin (IL-1) yang mengaktifkan sel Langerhans sehingga mampu
menstimulasi sel T. Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan keratinosit adalah
TNF-α yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi
perubahan molekul adesi sel dan pelepasan sitokin juga meningkatkan MHC kelas
I dan II. TNF-α menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans
pada epidermis dan menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel
Langerhans bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat. Di dalam kelenjar
limfe, sel langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T
penolong spesifik. IL-1 yang disekresi sel Langerhans menstimulasi sel T untuk
sekresi IL-2 dan mengekspresi reseptor-IL-2 (IL-2R), yang akan stimulasi
proliferasi sel T spesifik jadi lebih banyak. Turunan sel ini, sel T memori akan
meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat ini
individu jadi tersensitisasi. Fase ini berlangsung selama 2-3 minggu.1,8
2. Fase elisitasi
Fase ini terjadi pada pajanan ulang alergen. Seperti pada fase sensitisasi,
hapten ditangkap oleh sel Langerhans dan diproses menjadi antigen, diikat oleh

12
HLA-DR lalu diekspresikan di permukaan sel. Kompleks HLA-DR-antigen akan
dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi (sel T memori) baik di kulit
maupun kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Di kulit akan terjadi
proses aktivasi yang lebih kompleks dengan hadirnya sel-sel lain yang nanti akan
menimbulkan respon klinik DKA. Fase ini umumnya berlangsung antara 24-48
jam.1,8

Gambar 3.3 Patogenesis DKA

e. Gejala
Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada
yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan
erosi dan eksudasi(basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama,
papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga
campuran.
Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang umumnya
konstan dan seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya ditandai dengan
adanya lesi eksematosa berupa eritema, udem, vesikula dan terbentuknya
papulovesikula; gambaran ini menunjukkan aktivitas tingkat selular. Vesikel-
vesikel timbul karena terjadinya spongiosis dan jika pecah akan mengeluarkan

13
cairan yang mengakibatkan lesi menjadi basah. Mula-mula lesi hanya terbatas
pada tempat kontak dengan alergen, sehingga corak dan distribusinya sering dapat
meiiunjukkan kausanya, misalnya: mereka yang terkena kulit kepalanya dapat
curiga dengan shampo atau cat rambut yang dipakainya. Jika terkena pada bagian
wajah dapat dicurigai karena cream, sabun, bedak dan berbagai jenis kosmetik
lain dipakai. Pada kasus yang hebat, dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh.1

Gambar 3.4 Manifestasi Klinis DKA8,10

f. Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada hasil anamnesis dan pemeriksan klinis. Pertanyaan
mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan.
Contohnya ada kelainan kulit berupa lesi numularis disekitar umbilikus berupa
hiperpigmentasi, likenifiksi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan
apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat
dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat
pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika,
bahan-bahan yang diketahui dapat menimbulkan alergi, penyakit kulit yang
pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarga.
Pemeriksaan fisis sangat penting, kelainan kulit seringkali dapat diketahui
kemungkinan penyebabnya berdasarkan lokasi dan polanya. Misalnya, di ketiak
oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh
sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk
melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.1,8

14
g. Diagnosis banding
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis,
dermtitis seboroik, atau psoriris. Diagnosis banding yang utama adalah dermatitis
kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan
untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.1,8
− Dermatitis kontak iritan, yaitu tidak ada alergen yang dapat dikenali.
Sering keadaan ini hanya dapat dibedakan dari dermatitis kontak alergi
dengan uji tempel. DKA dapat memperparah DKI yang sudah ada
sebelumnya
− Dermatitis numularis, yaitu ditandai lesi berbentuk uang logam, serupa
dengan dermatitis kontak tetapi tanpa riwayat paparan terhadap alergen
dan lesinya bundar, tidak ada konfigurasi lainnya.
− Dermatofitosis, yaitu biasanya berbatas tegas pinggir aktif dan bagian
tengah agak menyembuh.
− Kandidiasis, yaitu biasanya dengan lokalisasi yang khas. Efloresensi
berupa eritema, erosi, dan ada lesi satelit.

h. Uji tempel1,9
Biasanya uji tempel dilakukan di punggung. Bahan uji dapat berasal dari
antigen standar buatan pabrik atau dari bahan kimia murni dan lebih sering bahan
campuran yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi.
Bahan yang rutin dan dibiarkan menempel di kulit seperti kosmetik,
pelembab dapat langsung digunakan untuk uji temple. Bahan-bahan seperti sampo
dan pasta gigi perlu diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam
dalam air diencerkan dalam vaselin atau minyak mineral. Pakaian, sepatu, sarung
tangan yang dicurigai penyebab alergi maka uji temple dilakukan dengan
potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak
dibubuhi bahan pengawet atau air dan ditempelkan di kulit lalu dibiarkan 48 jam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:

15
i. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh) bila mungkin setelah 3 minggu.
Bila masih dalam keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi angry back
atau excited skin, reaksi positif palsu, dan juga menyebabkan penyakit
yang sedang dideritanya bertambah buruk.
ii. Tes dilakukan sekurang-kurangnya 1 minggu setelah penghentian terapi
kortikosteroid sistemik, sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu.
iii. Uji tempel dibuka setelah 2 hari lalu dibaca. Pembacaan kedua dilakukan
pada hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah aplikasi pertama.
iv. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang dapat melonggarkan uji
temple (tidak menempel dengan baik) sehingga memberikan hasil negatif
palsu.
v. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan pada penderita urtikaria
tipe dadakan, karena dapat menyebabkan urtikaria generalisata atau
bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita ini dilakukan prosedur khusus.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan
pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang
diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya sebagai berikut:
1 = reaksi lemah (nonvesikular): eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat: edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan: hanya makula eritematosa
5 = iritasi: rasa seperti terbakar, pustul atau purpura
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak di tes (NT= not tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai 1 minggu setelah aplikasi, biasanya
72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua penting untuk membantu
membedakan antara respon alergi (crescendo/meningkat) atau iritasi
(decrescendo/ menurun) dan mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif
alergen.

16
i. Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan adalah upaya pencegahan terulangnya kontak
dengan allergen penyebab dan menekan kelainan kulit yang timbul.
Kortikosteroid jangka pendek dapat diberikan utnuk mengatasi peradangan
pada DKA akut misalnya prednisone 30 mg/hari. DKA ringan atau akut yang
sudah mereda cukup diberikan kortikosteroid atau makrolaktam (pimecrolimus
atau tacrolimus) secara topikal.1,8

j. Prognosis
Prognosis DKA umumnya baik, jika bahan kontak dapat disingkirkan.
Prognosis kurang baik dan menjadi kronis jika terjadi bersamaan dengan
dermatitis yang disebabkan faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis
numularis, psoriasis) atau terpajan alergen yang tidak mungkin dihindari.

17
BAB 4
DERMATITIS ATOPIK

a. Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari
oleh faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala
eritema, papula, vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif
biasanya disertai infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia
atau iritan. Umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan meningkatnya kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita (misalnya DA, rinitis alergi, asma bronkial).1,11

b. Epidemiologi
Penyakit ini dialami sekitar 10- 20% anak. Umumnya episode pertama
terjadi sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul
hingga anak melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari
eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema
hingga dewasa.
Wanita lebih banyak menderita DA dibanding pria dengan rasio 1,3:1. Faktor
lingkungan seperti jumlah keluarga kecil, migrasi dari desa ke kota, meningkatnya
penggunaan antibiotik dapat meningkatkan jumlah penderita DA. Dermatitis
atopik cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari ibu yang menderita
DA akan mengalami DA pada 3 bulan pertama kehidupan. Bila salah satu orang
tua menderita atopi, >1/2 jumlah anak akan menderita gejala alergi sampai usia 2
tahun dan meningkat sampai 79% jika kedua orang tua menderita atopi.1,11

c. Patogenesis
Inflamasi dan rasa gatal timbul disebabkan oleh hasil interaksi antara faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud adalah faktor predisposisi
genetik yang menghasilkan disfungsi sawar kulit serta perubahan sistem imun,
terutama hipersensitivitas terhadap berbagai allergen dan antigen mikroba.

18
Hubungan antara disfungsi sawar kulit dan patogenesis DA meliputi perubahan
pada sistem imun, alergen antigen, predisposisi genetik, mekanisme pruritus dan
faktor psikologis. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik
dan nonimunologik.
− Reaksi imunologis DA
Tujuh puluh persen anak dengan DA memiliki riwayat atopi dalam
keluarga seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Pada
sekitar 80% anak dengan DA, terjadi peningkatan kadar IgE total dan
eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama yang moderat dan
berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergi di kemudian hari
(allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA
adalah suatu penyakit atopi.1
− Faktor non imunologis
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA misalnya
disebabkan faktor genetik, yaitu kulit yang kering (xerosis) akibat
disfungsi sawar kulit. Faktor-faktor yang memperberat kekeringan kulit
adalah udara yang lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan
detergen yang berasal dari sabun. Kulit kering akan menurunkan nilai
ambang rasa gatal sehingga rangsangan ringan seperti iritasi wol,
rangsangan mekanik, dan termal mampu menimbulkan rasa gatal.1

d. Faktor pencetus11
a) Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge
(DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat
mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan
alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE
spesifik positif terhadap berbagai macam makanan. Meskipun demikian,
uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti penderita
tersebut alergi terhadap makanan tersebut sehingga masih diperlukan uji

19
eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut untuk menentukan
kepastiannya.
b) Alergen hirup
Alergen hirup dapat menyebabkan dermatitis atopik melalui kontak
(dapat dibuktikan dengan uji tempel yang biasanya positif pada 30-50%
penderita DA) atau lewat inhalasi. Reaksi positif terlihat pada alergi
tungau debu rumah, dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST) sekitar
95% penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap tungau
debu rumah. Selain itu, DA juga bisa disebabkan oleh alergen hirup lain
seperti bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara
dengan 4 musim.
c) Infeksi kulit
Penderita dengan DA cenderung mudah terinfeksi bakteri, virus dan
jamur. Stafilokokus dapat ditemukan pada 90% lesi penderita DA dan
jumlah koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut.
Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang
bekerja sebagai superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T,
yang selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu penderita DA dan
disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap kuman
stafilokokus dan steroid topikal.

e. Manifestasi klinis
Penderita DA memiliki kulit yang kering, pucat/redup, kadar lipid di
epidermis berkurang dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Gejala utama
DA adalah pruritus yang dapat hilang timbul sepanjang hari, namun lebih hebat
pada malam hari sehingga menyebabkan penderita menggaruk. Akibat dari
garukan tersebut akan menyebabkan timbulnya bermacam-macam kelainan di
kulit.
Terdapat tiga fase dermatitis atopik, yaitu DA infantil, DA anak, dan DA
pada remaja dan dewasa.1,11

20
1. DA fase infantil (usia 2 bulan - 2 tahun)
Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah
muka terutama pipi dan daerah ekstensor ekstremitas. Bentuk ini berlangsung
sampai usia 2 tahun. Predileksi pada muka lebih sering pada bayi yang masih
muda, sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada bayi yang mulai
merangkak. Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan
papula, serta garukan yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi
sekunder. Gatal merupakan gejala yang mencolok sehingga menyebabkan
bayi gelisah, susah tidur dan sering menangis. Pada sebagian besar penderita
sembuh setelah usa 2 bulan namun juga dapat berlanjut menjadi bentuk anak.

Gambar 4.2 DA fase infantil10


2. DA fase anak (usia 2-10 tahun)
Seringkali DA fase anak merupakan lanjutan dari bentuk infantil atau
dapat juga muncul sendiri tanpa didahului fase infantil. Lesi lebih kering,
tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan sedikit skuama.
Tempat predileksi sering pada fossa cubiti dan poplitea, fleksor pergelangan
tangan, kelopak mata, leher, dan tersebar simetris. Lesi dermatitis cenderung
menjadi kronis, disertai hiperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi, eksoriasi,
krusta dan skuama. Penderita sensitif terhadap wol, bulu kucing, anjing, ayam
dan burung.

21
Gambar 4.3 DA fase anak10
3. DA pada remaja dan dewasa (12 - 30 tahun)
Bentuk lesi pada fase dewasa hampir serupa dengan lesi kulit fase akhir
anak-anak. Lesi selalu kering dan dapat disertai likenifikasi dan hiperpigmentasi.
Tempat predileksi pada remaja adalah di lipat siku, lipat lutut, samping leher, dahi
dan sekitar mata. Pada dewasa umumnya distribusi lesi kurang karakteristik,
sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula di bibir, vulva,
putting susu, atau scalp.
Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh apabila
mengalami stress, mungkin karena stress menurunkan ambang rangsang gatal. DA
remaja cenderung berlangsung lama kemudian menurun dan membaik (sembuh)
satelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan, hanya sebagian kecil
berlangsung sampai tua.

Gambar 4.4 DA fase dewasa12

f. Diagnosis
Hanifin dan Lobitz (1977) menyusun petunjuk yang sekarang diterima
sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis DA Mereka mengajukan berbagai
macam kriteria yang dibagi dalam kriteria mayor dan kriteria minor.1

22
 Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosa DA meliputi pruritus dan
kecenderungan dermatitis untuk menjadi kronik atau kronik residif dengan
gambaran morfologi dan distribusi yang khas.
 Dermatitis atopik dikenal sebagai gatal yang menimbulkan kelainan kulit,
bukan kelainan kulit yang menimbulkan gatal. Tetapi belum ada
kesepakatan pendapat mengenai hal ini, karena pada pengamatan, lesi di
muka dan punggung bukan diakibatkan oleh garukan, selain itu dermatitis
juga terjadi pada bayi yang belum mempunyai mekanisme gatal-garuk.

Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Lobitz, 1977


Kriteria mayor ( > 3)
Pruritus dengan Morfologi dan distribusi khas :
- dewasa : likenifikasi fleksura
- bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor
Dermatitis bersifat kronik residif
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria minor ( > 3)
Xerosis Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris
Reaktivasi pada uji kulit tipe cepat
Peningkatan kadar IgE
Kecenderungan mendapat infeksi kulit/kelainan imunitas selular
Dermatitis pada areola mammae
Keilitis
Konjungtivitis berulang
Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita
Keratokonus
Katarak subskapular anterior
Hiperpigmentasi daerah orbita
Kepucatan/eritema daerah muka
Pitiriasis alba
Lipatan leher anterior
Gatal bila berkeringat
Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solven
Gambaran perifolikular lebih nyata
Intoleransi makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosi
White dermographism/delayed blanch

g. Diagnosis banding

23
Diagnosis banding DA adalah dermatitis seboroik (terutama pada bayi),
dermatitis kontak, dermatitis numularis, skabies, iktiosis, psoriasis (terutama di
daerah palmoplantar).1

h. Tatalaksana1,11
1. Pengobatan topikal
 Hidrasi kulit
Pada umumnya, kulit penderita DA kering dan fungsi sawarnya berkurang,
mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme
pathogen, bahan iritan dan alergen. Oleh karena itu, perlu diberikan
pelembap misalnya krim hidrofilik urea 10% dan dapat ditambahkan
hidrokortison 1% di dalamnya. Setelah mandi, kulit dilap lalu dipakaikan
emolien beberapa kali sehari agar kulit tetap lembab.
 Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Pada
bayi digunakan salap steroid potensi rendah, seperti hidrokortison 1%-
2,5%. Pada anak dan dewasa dapat digunakan steroid berpotensi
menengah seperti triamsinolon, kecuali pada muka digunakan steroid
berpotensi lebih rendah. Kortikosteroid potensi rendah juga digunakan di
daerah genital dan intertriginosa. Pada penderita DA dengan hiperkeratosis
dan likenifikasi berat dapat digunakan kortikosteroid potensi kuat (1-2
minggu) lalu diganti dengan kortikosteroid potensi sedang atau lemah.
 Imunomodulator topikal (Takrolimus)
Takrolimus merupakan penghambat calcineurin yang dapat menghambat
aktivasi sel yang terlibat dalam DA yaitu sel langerhans, sel T, sel mast,
dan keratinosit. Takrolimus dapat diberikan dalam bentuk salap 0,03%
untuk anak usia 2-15 tahun. Sedangkan pada orang dewasa dapat diberikan
salep 0,03% atau 0,1%.
2. Pengobatan sistemik
 Kortikosteroid

24
Hanya digunakan untuk mengobati eksaserbasi akut, dalam jangka pendek,
dan dosis rendah, diberikan berselang-seling atau diturunkan perlahan
(tapering), segera ganti dengan kortikostreroid topikal.
 Antihistamin
Digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama
malam hari, karena itu antihistamin yang dipakai mempunyai efek sedatif
misanyal hidroksisin atau difenhidramin.
 Anti-infeksi
Untuk pengobatan koloni S.aureus yang belum resisten dapat diberikan
eritromisin, asitromisin, atau klaritromisin, sedangkan untuk yang sudah
resisten diberikan dikloksasilin atau generasi pertama sefalosporin.
 Interferon
IFN-γ diketahui menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan
proliferasi sel Th2. Pengobatan dengan IFN-γ rekombinan menghasilkan
perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam
sirkulasi.
3. Terapi sinar (phototherapy)
PUVA (photochemotherapy) dapat digunakan untuk DA yang berat dan luas.
Kombinasi UVA dan UVB lebih baik daripada hanya UVB. UVA bekerja pada
sel langerhans dan eosinofil, sedangkan UVB memiliki efek imunosupresif
dengan cara memblokade fungsi sel langerhans dan mengubah produksi sitokin
keratinosit.

i. Prognosis
Sulit meramalkan prognosis DA pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila
kedua orangtua menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa
anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja, sebagian kasus menetap
pada usia diatas 30 tahun.1,11
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik DA, yaitu:
- DA luas pada anak
- Menderita rhinitis alergi dan asma bronkial

25
- Riwayat DA pada orangtua atau saudara kandung
- Awitan (onset) DA pada usia muda
- Anak tunggal
- Kadar IgE serum sangat tinggi

26
BAB 5
DERMATITIS NUMULARIS

a. Definisi
Dermatitis numularis (=Discoid eczema, nummular neurodermatitis,
nummular eczema) adalah gambaran morfologi tunggal yang nonspesifik yaitu
plak lingkaran atau oval dan eksem dengan tepi berbatas jelas. Arti numular yaitu
coin shaped / mata uang logam. Dermatitis numularis merupakan suatu bentuk
dermatitis dengan efloresensi berbentuk papul dan vesikel dengan dasar
eritematosa.1,13

b. Epidemiologi
Pada orang dewasa umumnya lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
wanita. Usia puncak pada kedua jenis kelamin adalah antara 55 dan 65 tahun.
Dermatitis numularis jarang ditemukan pada anak, umumnya kejadian dermatitis
numularis meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

c. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, banyak faktor diduga ikut berperan. Faktor-
faktor yang ikut berperan :13
1. Kulit kering pada usia lanjut atau kelembaban yang rendah.
2. Peranan infeksi pada gigi, saluran pernafasan atas maupun bawah.
3. Dermatitis kontak, misalnya alergi terhadap nikel, krom, kobal, demikian
pula wol dan sabun.
4. Trauma fisis atau kimiawi terutama di tangan, dapat pula pada bekas
cedera lama atau jaringan parut.
5. Stress emosional.
6. Minum alkohol berlebihan.

27
d. Gambaran Klinis
Penderita umumnya mengeluh sangat gatal. Lesi akut berupa vesikel dan
papulovesikel yang akan membesar dengan cara berkonfluensi atau meluas ke
samping membentuk lesi berbentuk uang logam, eritematosa, sedikit edema dan
berbatas tegas. Vesikel pecah terjadi eksudasi kemudian mongering jadi krusta
kekuningan. Penyembuhan dimulai dari tengah sehingga terkesan mirip dengan
lesi dermatomikosis. 1
Jumlah lesi dapat hanya satu atau banyak dan tersebar. Tempat predileksinya
di tungkai bawah, badan dan lengan. Dermatitis numularis cenderung hilang
timbul dan bila kambuh umumnya timbul di tempat semula. Lesi juga dapat
terjadi pada tempat yang mengalami trauma (fenomena Kobner).

e. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis.

Gambar 5.1 Manifestasi klinis dermatitis numularis

f. Diagnosis banding
Sebagai diagnosis banding antara lain adalah dermatitis kontak, dermatitis
atopik, liken simpleks kronik, dan dermatomikosis.

g. Tatalaksana
Pasien diharapkan mencari penyebab atau faktor yang memprovokasi.
Menggunakan pelembab atau emolien jika kulit kering. Lini pertama pengobatan
adalah krim atau salep kortikosteroid dan antihistamin. Lesi yang masih eksudatif
sebaiknya dikompres terlebih dahulu dengan larutan permanganas kalikus 1 :

28
10.000. Jika terdapat infeksi bakteri diberikan antibiotik secara sistemik. Pruritus
dapat diobati dengan antihistamin golongan H1, misalnya hidroksisin HCl.1,13

h. Prognosis
Dermatitis numularis cenderung sering berulang. Mencegah atau menghindari
faktor-faktor yang memperburuk atau meningkatkan frekuensi berulang dapat
dilakukan dengan menggunakan pelembab pada kulit. Dari data pengamatan,
didapatkan 22% sembuh, 25% pernah sembuh beberapa minggu hingga tahun, dan
53% tidak bebas lesi tanpa pengobatan.

29
BAB 6
NEURODERMATITIS SIRKUMSKRIPTA

a. Definisi
Neurodermatitis sirkumskripta (Liken Simpleks Kronis) adalah penyakit
peradangan kronis pada kulit, gatal, sirkumskripta, dan khas ditandai dengan
likenifikasi. Likenifikasi timbul sebagai respon dari kulit akibat gosokan dan
garukan yang berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama, atau kebiasaan
menggaruk pada satu area tertentu pada kulit sehingga garis kulit tampak lebih
menonjol menyerupai kulit batang kayu.1
Neurodermatitis sirkumskripta merupakan proses sekunder ketika seseorang
mengalami sensasi gatal pada daerah kulit yang spesifik dengan atau tanpa
kelainan kulit yang mendasar yang dapat mengakibatkan trauma mekanis pada
kulit yang berakhir dengan likenifikasi. Penyakit ini biasanya timbul pada pasien
dengan kepribadian yang obsessif, dimana selalu ingin menggaruk bagian tertentu
dari tubuhnya.13

b. Epidemiologi
Neurodermatitis sirkumskripta jarang ditemukan pada anak-anak. Biasanya
terjadi pada orang dewasa. Puncaknya antara usia 30 sampai 50 tahun. Lebih
banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Insidens tertinggi didapatkan
pada bangsa ras Asia.

c. Etiologi
Penyebab neurodermatitis sirkumskripta belum diketahui pasti. Namun, ada
berbagai faktor yang memicu terjadinya rasa gatal pada penyakit ini. Faktor
penyebab neurodermatitis sirkumskripta dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 13
1. Faktor eksterna
a. Lingkungan
Faktor lingkungan seperti panas dan udara yang kering dapat
berimplikasi dalam menyebabkan iritasi yang dapat menginduksi gatal.

30
Suhu yang tinggi memudahkan seseorang berkeringat sehingga dapat
mencetuskan gatal, hal ini biasanya menyebabkan neurodermatits
sirkumskripta pada daerah anogenital.
b. Gigitan Serangga
Gigitan seranga dapat menyebabkan reaksi radang dalam tubuh yang
mengakibatkan rasa gatal.
2. Faktor Interna
a. Dermatitis Atopik
Asosiasi antara neurodermatitis sirkumskripta dan gangguan atopik
telah banyak dilaporkan, sekitar 26% sampai 75% pasien dengan
dermatitis atopik terkena neurodermatits sirkumskripta.
b. Psikologis
Anxietas telah dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi yang
mengakibatkan neurodermatitis sirkumsripta. Anxietas sebagai bagian dari
proses patologis dari lesi yang berkembang. Telah dirumuskan bahwa
neurotransmitter yang mempengaruhi perasaan, seperti dopamine,
serotonin, atau peptide opioid, memodulasikan persepsi gatal melalui
penurunan jalur spinal.

c. Gejala
Gatal yang berat merupakan gejala dari liken simpleks kronik. Gatal bisa
paroksismal, terus-menerus, atau sporadik. Rasa gatal dapat menyebabkan
penderita menggosok dan menggaruk baik disengaja maupun tidak sengaja.
Keparahan gatal dapat diperburuk dengan berkeringat, suhu atau iritasi dari
pakaian. 1,13
Penggosokan dan penggarukan berulang menyebabkan terjadinya likenifikasi
(penebalan kulit dengan garis-garis kulit semakin terlihat) plak yang berbatas
tegas dengan ekskoriasis dan sedikit edematosa, lambat laun edema dan eritema
menghilang. Bagian tengah berskuama dan menebal, sekitarnya menjadi
hiperpigmentasi. Biasanya, hanya satu plak yang tampak, namun dapat melibatkan
lebih dari satu tempat.

31
Tempat predileksinya adalah kulit kepala, tengkuk leher, pergelangan kaki,
eksremitas ekstensor, dan regio anogenital. Daerah genital yang sering terkena
adalah labia mayora pada wanita dan skrotum pada laki-laki. 13

Gambar 6.1 Neurodermatitis Sirkumskripta10


d. Diagnosis
Diagnosis liken simpleks kronis dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjan. Pemeriksaan fisis menunjukkan
plak yang eritematous, berbatas tegas, dan terjadi likenifikasi. Terjadi perubahan
pigmentasi, yaitu hiperpigmentasi. Pada pemeriksaan penunjang histopatologi
didapatkan adanya hiperkeratosis dengan area yang parakeratosis, akantosis
dengan pemanjangan rete ridges yang irregular, hipergranulosis dan perluasan dari
papil dermis.13

e. Diagnosis banding
Diagnosis bandingnya adalah liken planus, liken amiloidosis, psoriasis, dan
dermatitis atopik.

f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan neurodermatitis sirkumskripta secara primer adalah
menghindarkan pasien dari kebiasaan menggaruk dan menggosok secara terus-
menerus. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memotong kuku
pasien, memberikan antipruritus, kortikosteroid topikal atau intralesi, atau produk-
produk ter, konsultasi psikiatrik. 13

32
Antipruritus yang digunakan berupa antihistamin yang punya efek sedatif
(hidroksizin, difenhidramin, prometazin) atau tranquilizer. Dapat pula diberikan
topikal krim doxepin 5% dalam jangka pendek. Kortikosteroid potensi kuat
biasanya yang dipakai, jika masih tidak berhasil dapat diberikan suntikan intralesi.
Salep kortikosteroid juga dapat dikombinasi dengan ter yang punya efek anti-
inflamasi.1,13

33
BAB 7
DERMATITIS STASIS

a. Definisi
Dermatitis Stasis adalah suatu peradangan menahun (berupa kemerahan,
pembentukan sisik dan pembengkakan) pada tungkai bawah yang teraba hangat,
yang sering meninggalkan bekas berupa kulit yang berwarna coklat gelap.1

b. Etiopatogenesis
Dermatitis stasis merupakan akibat dari penimbunan darah dan cairan di
bawah kulit, sehingga cenderung terjadi pada penderita vena varikosa (varises)
dan pembengkakan (edema). Terdapat beberapa teori yang menjelaskan
mekanisme timbulnya dermatitis statis, yaitu:1
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sistem vena, terjadinya
kebocoran fibrinogen masuk ke dalam dermis. Fibrinogen di luar
pembuluh darah akan berpolimerasi membentuk selubung fibrin
perikapiler dan interstisium, sehingga menghalangi difusi oksigen dan
makanan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup kulit, akibatnya akan
terjadi kematian sel.
2. Dermatitis stasis terjadi sebagai akibat langsung dari insufisiensi vena.
Terganggunya fungsi sistem 1-arah pada katup di pleksus vena pada kaki
mengakibatkan terjadinya aliran balik darah dari sistem vena (refluks)
sampai ke sistem vena superfisial, dengan disertai hipertensi vena. Ini
hilangnya fungsi katup dapat hasil dari penurunan berhubungan dengan
usia pada kompetensi katup. Atau, peristiwa tertentu, seperti trombosis
vena dalam, pembedahan (misalnya, operasi vena, artroplasti lutut total,
pengambilan vena saphena untuk bypass koroner), atau luka trauma, dapat
merusak fungsi dari sistem vena tungkai. Mekanisme ini merupakan
penyebab hipertensi vena dalam peradangan kulit dermatitis stasis.

34
c. Gambaran Klinis1
− Pelebaran vena atau varises, disebabkan oleh tekanan vena yang
meningkat pada tungkai bawah.
− Edema pada pergelangan kaki akibat kebocoran plasma ke jaringan
ekstrasisial karena meningkatnya permeabilitas kapiler sebagai komplikasi
dari varises kronis.
− Pigmentasi stasis atau hiperpigmentasi, Purpura hiperpigmentasi
kecoklatan atau berwarna merah kehitaman pada tungkai bawah yang
disebabkan ekstravasasi hemosiderin sel darah merah ke dalam dermis.
− Prurity patch bermula dari medial tungkai bawah dan ankle yang progresif.
− Stocking erytoderma, disebabkan nekrosis lemak di bawah kulit akibat
dermatitis statis yang tak tertangani pada stadium awal sehingga area lesi
meluas yang akhirnya melingkar pada tungkai bawah.
− Ulserasi dan likenifikasi, kondisi seperti dermatitis lainnya dapat terjadi
akibat dari ekskoriasi yang berulang.
− Purpura dan ekimosis, umumnya terjadi akibat trauma saat lesi digaruk
dan dari edema tungkai.
− Lipodermatosclerosis, kelainan ini terdiri dari inflamasi pada dermis dan
subkutis akibat fibrosis. Dapat ditemukan pada dermatitis statis yang lama
(kronis) maupun sebagai tanda manifestasi awal. Awal dari
lipodermatosklerosis tungkai seperti kemerahan dan tegang dan sangat
nyeri. Pada stage kronis didapatkan gambaran “inverted champagne
bottle”, dengan garis parut seperti terikat, dan hiperpigmentasi, serta
edema tanpa sklerotik pada bagian atas dari tungkai yang terkena.

35
Gambar 7.1 Manifestasi klinis dermatitis statis4

d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis.

e. Tatalaksana
Pengobatan jangka panjang bertujuan mengurangi kemungkinan penimbunan
darah di dalam vena di sekitar pergelangan kaki.1,4
 Mengangkat kaki dalam posisi yang lebih tinggi dari dada akan
menghentikan penimbunan darah di dalam vena dan penimbunan cairan di
dalam kulit.
 Menggunakan stoking penyangga yang tepat bisa membantu mencegah
kerusakan kulit yang serius dengan cara mencegah penimbunan cairan di
tungkai yang lebih bawah.
 Biasanya tidak diperlukan pengobatan tambahan.
Kadang diambil kulit dari bagian tubuh lainnya untuk dicangkokkan guna
menutupi luka terbuka yang sangat lebar. Beberapa penderita mungkin
memerlukan sepatu Unna, yaitu suatu alat yang menyerupai pembalut gips yang
berisi pasta gelatin yang mengandung seng.
Jika penderita merasa tidak nyaman mengenakan sepatu ini, pasta yang sama
bisa digunakan dibawah balutan penyangga elastik. Pada dermatitis stasis, kulit
mudah teriritasi, oleh karena itu sebaiknya penderita menghindari pemakaian krim

36
antibiotik, krim anestetik, alkohol, lanolin atau bahan kimia lainnya sebab bisa
memperburuk keadaan.

f. Komplikasi
Dermatitis stasis dapat mengalami komplikasi berupa ulkus diatas maleolus
desebut ulkus venosum atau ulkus varikosum, dapat pula mengalami infeksi
sekunder, misalnya selulitis.

g. Prognosis
Dermatitis stasis sering merupakan penyakit dengan kondisi jangka panjang
(kronis). Kita bisa meminimalkan gejala dengan mengendalikan kondisi dan
pembengkakan.

37
BAB 8
DERMATITIS SEBOROIK

a. Definisi
Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit papuloskuamosa kronik dengan
tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar
sebasea seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, nasolabial, bibir, telinga,
dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Dermatitis seboroik sering
ditemukan dan biasanya mudah dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna
merah muda (eritema), membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna kuning
kecoklatan dan berkerak.1,14
Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit
yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat
seboroik. Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi
sebum dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan
folikel sebasea. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi
biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya
dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan cradle cap pada bayi.1

b. Epidemiologi
Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik dapat
menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur
30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun. Pria lebih sering
terkena daripada wanita pada semua kelompok umur. Hal ini mungkin disebabkan
karena adanya aktifitas kelenjar sebasea yang diatur oleh hormon androgen.

c. Etiologi
Penyebab dermatitis seboroik belum diketahui pasti. Dermatitis seboroik
dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel
sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Flora normal Pityrosporum ovale
kemungkinan merupakan penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk

38
menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga
merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan Pityrosporum ovale yang
berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk
metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri
melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan
lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit.1,14
Faktor yang mempengaruhi timbulnya dermatitis seboroik antara lain : umur
(orang dewasa), jenis kelamin lebih sering pada laki-laki, makanan (konsumsi
lemak dan minum alkohol), obat-obatan, iklim (musim dingin), kondisi fisik dan
psikis (status imun, stres emosional), dan lingkungan yang menyebabkan kulit
menjadi lembab.1,14

Gambar 8.1 Manifestasi dermatitis seboroik14


d. Patogenesis
Patogenesis dermatitis seboroik tidak sepenuhnya dipahami, tetapi tampaknya
ada hubungan yang kuat dengan kolonisasi kulit dengan ragi dari genus
Malassezia (Pityrosporum ovale). Jamur lipofilik malassezia furfur ditemukan
berlebihan, sebanyak 665.000/cm pada orang dengan dermatitis seboroik.
Penemuan ini banyak mendukung pendapat adanya hubungan yang erat antara
malassezia furfur dengan dermatitis seboroik.
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea.
Glandula sebasea aktif pada bayi baru lahir, lalu menjadi tidak aktif selama 9-12
tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik
pada bayi terjadi pada bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum

39
akil balik. Insidens mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang
pada umur tua. 1

e. Gejala Klinis
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak
kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang
halus dan kasar., Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok,
mulai di bagian vertex dan frontal.1,14
Bentuk berat ditandai dengan bercak-bercak yang berskuama dan berminyak
disertai eksudasi dan krusta tebal yang sering meluas ke dahi, glabela, telinga
postaurikular dan leher. Pada daerah dahi, batasannya sering cembung. Pada
bentuk sangat berat, seluruh kepala tertutup oleh krusta kotor dan berbau tidak
sedap. Pada bayi, skuama kekuningan dan kumpulan debris epitel yang lekat pada
kulit kepala disebut cradle cap.1,14
Dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial,
daerah sterna, areola mamae, lipatan di bawah mamae pada wanita, interskapular,
umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi,
kelainan dapat berupa papul-papul.
Dermatitis seboroik pada lipat paha dan bokong terlihat seperti kurap,
psoariasis, atau jamuran. Garisnya terlihat seperti kulit terkelupas pada keduanya
dan simetris.

f. Diagnosis banding14
1. Psoriasis
Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama-
skuama yang berlapis-lapis, disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz.
Tempat predileksinya juga berbeda. Jika psoriasis mengenai scalp
dibedakan dengan dermatitis seboroik Perbedaannya ialah skuamanya
lebih tebal dan putih seperti mika.

40
2. Kandidosis intertrigenosa
Dermatitis seboroik pada lipatan paha dan perianal dapat menyerupai
kandidosis. Pada kandidosis terdapat eritema berwarna merah cerah
berbatas tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya.
3. Otomikosis
Dermatitis seboroik yang menyerang saluran telinga luar mirip
otomikosis dan otitis eksterna.
g. Penatalaksanaan1,14
 Pengobatan sistemik
a) Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan pada bentuk berat, yaitu prednisone 20-30
mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan.
b) Antijamur
Bila pada sediaan langsung terdapat malassezia furfur yang banyak
dapat diberikan ketokonazol 200 mg per hari.
c) Isotretinoin
Obat ini berguna meskipun tidak secara resmi disetujui untuk
pengobatan dermatitis seboroik. Dosis rendah 0,05-0,1 mg/kg berat
badan setiap hari selama beberapa bulan
 Pengobatan topikal
a) Antijamur
Pengobatan antifungal seperti imidazole dapat memberikan hasil yang
baik. Biasanya digunakan ketokonazole 2 % dalam sampo dan krim.
b) Kortikosteroid
Misalnya krim hidrokortison 1% untuk dermatitis seboroik pada bayi
dan pada daerah wajah. Pada kasus dengan inflamasi berat dapat
dipakai kortikosteroid lebih kuat, misalnya betametason valerat dalam
jangka waktu singkat
c) Metronidazole
Metronidazole topikal dapat berguna sebagai pengobatan alternatif
untuk dermatitis seboroik.

41
h. Prognosis
Prognosis umumnya baik, dapat berlangsung selama bertahun-tahun
dengan periode peningkatan pada musim panas dan periode eksaserbasi di
musim dingin. Dermatitis seboroik pada bayi biasanya berkepanjangan
dari minggu ke bulan. Bayi dengan dermatitis seboroik memiliki resiko
lebih besar untuk terkena pnenyakit yang sama pada saat dewasa.

42
BAB 9
KESIMPULAN

Dermatitis yang merupakan kelainan kulit sering dijumpai dalam praktek


sehari-hari dengan pruritus sebagai gejala utama yang dikeluhkan pasien. Pada
pemeriksaan fisik seringkali ditemukan efloresensi polimorfik seperti eritema,
vesikula, eksudasi dan pembentukan skuama. Tanda-tanda polimorfik tersebut
tidak selalu timbul pada saat yang sama. Dermatitis cenderung bersifat residif dan
kronis.
Penyebab dermatitis seringkali tidak diketahui, namun sebagian besar
merupakan respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri
dan fungi. Respon tersebut dapat berhubungan dengan reaksi alergi atau iritasi.
Dalam penatalaksanaannya, dermatitis dapat dimasukkan dalam kelompok
kelainan yang responsif terhadap steroid. Steroid adalah senyawa anti inflamasi
kuat dimana secara alamiah bahan ini merupakan hormon endogen yang
dihasilkan oleh korteks adrenal. Dalam pembuatan bahan sintetik, analognya telah
berkembang pesat dan merupakan terapi utama pada dermatitis.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.


Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2. Morris-Jones R. ABC of dermatology. 6th edition. UK: JohnWiley & Sons,
Ltd; 2014;26.
3. Berke R, Singh A, Guralnick M. Atopic dermatitis: an overview. Am Fam
Physician. 2012;86(1);35-42.
4. Lawley LP, McCall CO, Lawley TJ. Eczema, psoriasis, cutaneous
infections, acne, and other common skin disorder. In Kasper DL, Hauser
SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J. Harrison's Principles of
internal medicine 19th edition. New York: McGraw Hill Professional;
2015;344-7.
5. Kostner L, Anzengruber F, Guillod C, Recher M, Schmid-Grendelmeier
P, Navarini AA. Allergic contact dermatitis. Immunol Allergy Clin North
Am. 2017;37(1): 141–52.
6. Lee HY, Stieger M, Yawalkar N, Kakeda M. Cytokines and chemokines in
irritant contact dermatitis. Mediators Inflamm. 2013;2013:916497.
7. Amado A, Sood A, Taylor JS. Irritant contact dermatitis. In: Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. Volume 2. 8th edition. New York: The
McGrawHill Companies;2012. P. 499-506.
8. Castanedo-Tardan MP, Zug KA. Allergic contact dermatitis. In:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Volume 2. 8th edition. New
York: The McGrawHill Companies;2012. P. 153-164.
9. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews’ disease of the skin clinical
dermatology. 11th edition. Elsevier Inc; 2011. P.88-137.
10. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis
of clinical dermatology. 7th edition. New York: The McGrawHill
Companies;2013. P. 18-48.
11. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz. Atopic dermatitis (atopic
eczema). In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
Wolff K. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Volume 2. 8th
edition. New York: The McGrawHill Companies;2012. P. 165-181.
12. Chowdury MMU, Katuyampola RP, Finlay AY. Dermatology at a glance.
John Wiley & Sons, Ltd;2013. P. 32-33.
13. Burgin S. Nummular eczema, lichen simplex chronicus, and prurigo
nodularis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
Wolff K. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Volume 2. 8th
edition. New York: The McGrawHill Companies;2012. P. 182-6.
14. Collins CD, Hivnor CD. Seborrheic dermatitis. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. Volume 2. 8th edition. New York: The McGrawHill
Companies;2012. P. 259-66.

44

Anda mungkin juga menyukai