Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH PERBANDINGAN TEKNOLOGI (MILITER DAN LUAR ANGKASA)

ANATAR AMERIKA SERIKAT DAN UNI SOVIET


PADA MASA PERANG DINGIN
TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

Farkhan Raflesia

NIS : 8471
NISN : 9960043445
Kelas : XI IPA 3
Program : Ilmu Pengetahuan alam

Diajukan
Sebagai Tugas Makalah
Tahun Pelajaran 2012/2013

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 GADINGREJO


KABUPATEN PRINGSEWU
LAMPUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era tahun 50-an, Negara-negara di dunia terpolarisasi kedalam dua kutub.


Ketika itu terjadi pertarungan yang kuat antra Timur dan Barat terutama sekali pada era
perang dingin (cold war) antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet.
Pertarungan ini adalah merupakan upaya untuk memperluas sphere of interest dan
sphere of influence. Dengan sasaran utama perebutan penguasaan atas wilayah-wilayah
potensial di dunia dengan berkedok pada ideology anutan masing-masing.

Sebagian Negara masuk dalam Blok Amerika dan sebagian lagi masuk dalam Blok Uni
Sovyet. Aliansi dan pertarungan didalamnya memberikan akibat fisik yang negative
bagi beberapa Negara di dunia seperti misalnya Jerman yang sempat terbagi menjadi
dua bagian, Vietnam dimasa lalu, serta Semenanjung Korea yang sampai saat sekarang
ini masih terbelah menjadi Korea Utara dan Korea Selatan.
Dalam pertarungan ini Negara dunia ketiga menjadi wilayah persaingan yang amat
mempesona buat keduanya. Sebut saja misalnya Negara-negara di kawasan Asia Timur
dan Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Jepang serta Negara-negara di
kawasan lain yang kaya akan energi dunia seperti Uni Emirat Arab, Kuwait dan Qatar.

Dalam kondisi yang seperti ini, lahir dorongan yang kuat dari para pemimpin dunia
ketiga untuk dapat keluar dari tekanan dua Negara tersebut. Soekarno, Ghandi dan
beberapa pemimpin dari Asia serta Afrika merasakan polarisasi yang terjadi pada masa
tersebut adalah tidak jauh berbeda dengan kolonialisme dalam bentuk yang lain.

Akhirnya pada tahun 1955 bertempat di Bandung, Indonesia, 29 Kepala Negara Asia
dan Afrika bertemu membahas masalah dan kepentingan bersama, termasuk didalamnya
mengupas secara serius tentang kolonialisme dan pengaruh kekuatan “barat”. Pertemuan
ini disebutkan pula sebagai Konferensi Asia Afrika atau sering disebut sebagai
Konferensi Bandung. Konferensi inilah yang menjadi tonggak lahirnya Gerakan Non
Blok.

B. TUJUAN

Dengan didasari semangat Dasa Sila Bandung, Gerakan Non Blok dibentuk pada tahun
1961 dengan tujuan utama mempersatukan Negara-negara yang tidak ingin beraliansi
dengan Negara-negara adidaya peserta Perang Dingin yaitu USA dan Uni Sovyet.
BAB II
PEMBAHASAN

Perbandingan Teknologi Militer


Perang dingin antara dua negara adidaya ditandai oleh perimbangan persenjataan nuklir dan
personil militer. Sehingga kegiatan ini disebut sebagai politik Balance of Power. Unjuk kekuatan kedua
negara adidaya tersebut diikuti perlombaan dalam bidang teknologi militer dimana keduanya saling unjuk
kecanggihan.
Perlombaan senjata nuklir antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet jelas menimbulkan
kekhawatiran dan ketegangan yang luar biasa bagi dunia. Perbandingan kekuatan nuklir Uni Soviet
menunjukkan posisi yang unggul dibandingkan kekuatan Amerika Serikat. Dalam hal kekuatan nuklir
medan (theater nuclear), yaitu rudal dan pesawat pengebom yang digunakan untuk menyerang atau
melindungi Eropa Barat, Uni Soviet memiliki keunggulan yang nyata. Keunggulan itu diperkuat dengan
kemampuan dalam senjata konvensional. Untuk setiap jenis senjata, kecuali rudal antitank, Uni Soviet
dan sekutunya, memiliki keunggulan yang meyakinkan. Kedua blok membangun pusat-pusat tombol
peluncuran senjata nuklir berbagai negara yang berada di bawah pengaruhnya.
Kedua negara adidaya itu saling berlomba menciptakan berbagai senjata yang mutakhir dan
mematikan, misalnya bom. Bom adalah senjata ledak yang lazim digunakan dalam perang. Bom
umumnya terdiri atas wadah logam yang diisi dengan bahan peledak atau bahan kimia. Keberhasilan
Amerika Serikat dalam menciptakan bom atom, ternyata dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat
diikuti oleh pesaingnya Uni Soviet. Negara-negara mereka dibangun basis militer dan pangkalan
peluncuran rudal hanya untuk ambisi dua adidaya dunia.
Pada tahun 1949, US mengadakan uji coba peledakan bom atomnya yang pertama. Yang
ditanggapi dengan pembuatan bom hidrogen oleh AS yang diuji pada November 1952, meskipun begitu
ternyata US pun sudah dapat membuat bom hidrogen sendiri. Hingga tahun 1983, perbandingan kekuatan
senjata nuklir Uni Soviet menunjukkan posisi yang unggul dibanding dengan kekuatan Amerika Serikat.

Perbandingan Teknologi Ruang Angkasa


Selain meningkatkan kekuatan militer terhadap pertahanan darat dan laut, kedua blok tersebut
juga melakukan pertahanan terhadap bidang luar angkasa. Sehingga masing-masing blok bersaing untuk
menciptakan suatu teknologi untuk meningkatkan pertahanan mereka terhadap bidang luar angkasa.
Karena pertahanan terhadap darat dan laut saja dipandang tidaklah cukup bagi mereka karena musuh bisa
datang dari segala arah tanpa diduga bisa dari darat, laut ataupun angkasa selain itu juga pertahanan
terhadap darat dan laut saja dipandang tidak cukup karena hal ini belum mampu menjadikan negara
mereka sebagai negara yang terkuat dan paling utama serta berpengaruh terhadap dunia. Kedua belah
pihak merasa bahwa negara pertama yang berhasil mencapai luar angkasa akan menambah prestise yang
luar biasa. Dengan adanya persaingan ini, masing-masing negara bersaing untuk meluncurkan teknologi
tercanggih dalam bidang luar angkasa diantaranya roket dan satelit. Kedua alat tersebut sangat bermanfaat
bagi negara mereka karena memberikan pengaruh terhadap berbagai bidang, baik dalam bidang keamanan
maupun kemajuan teknologi di negara mereka.
Teknologi penerbangan antariksa terjadi ketika era Perang Dingin dan persaingan antara Amerika
Serikat dengan Rusia yang saat itu masih bernama Uni Soviet. Teknologi roket yang merupakan dasar
dari sistem penerbanan antariksa pada mulanya dikembangkan untuk keperluan persenjataan. Bicara soal
teknologi roket, kita tidak bisa lepas dari nama Wehrner Von Braun, ilmuwan Jerman yang direkrut Hitler
untuk mengembangkan misil V2, sebuah peluru kendali dengan teknologi roket dalam masa Perang dunia
II. Saat perang usai, Von Braun hijrah ke AS dan membantu pengembangan teknologi roket untuk
kepentingan penerbangan antariksa di sana. Namun demikian, entah mengapa, cetak biru V2 kemudian
jatuh ke tangan Rusia, dan digunakan oleh pihak rusia sebagai acuan untuk mengembangkan roketnya
sendiri. Kedua negara adidaya itu kemudian terlibat dalam persaingan sengit untuk mengeksplorasi ruang
angkasa. Rusia unggul lebih dahulu dengan keberhasilannya meluncurkan satelit buatan yang pertama di
dunia dengan nama Sputnik I pada 4 Oktober 1957. AS kemudian menyusul dengan meluncurkan satelit
pertamanya yang dinamai Explorer I pada 31 Januari 1958. Pada 12 April 1961, Rusia kembali
memimpin dengan meluncurkan manusia pertama ke angkasa luar, Yuri Alekseyivich Gagarin, seorang
mayor Agkatan Udara Rusia yang meluncur dengan kapsul Vostok I. Kurang dari sebulan kemudian, AS
meluncurkan astronaut pertamanya, Alan B Shepard dengan kapsul Mercury 7. Peluncuran ini dilakukan
secara terburu-buru dengan teknologi yang belum sempurna sehingga Alan B.Shepard hanya mampu
mengangkasa selama 15 menit dengan ketinggian maksimal 184 km, tertinggal dengan Yuri Alekseyivich
Gagarin dari Uni Soviet yang mencatat waktu 108 menit dan ketinggian maksimal 301,4 km dalam sekali
orbit.
Misi Amerika Serikat sendiri sebenarnya hanyalah penerbangan naik-turun dan tidak sampai
mengorbit bumi. AS baru berhasil mengirimkan pesawat pengorbit pada 20 Februari 1962, ketika kapsul
Friendship 7 yang diawaki oleh Letkol. John Herschel Glenn berhasil melakukan 3 kali orbit dalam
penerbangan selama 4 jam 56 menit. Tetapi prestasi ini masih kalah jauh dengan kemajuan yang dicapai
Rusia pada 6 bulan sebelumnya, ketika Mayor German Stephanovich Titov berhasil mengorbit sebanyak
17 kali dalam penerbangan selama 25 jam 18 menit dalam kapsul Vostok II.
Bulan menjadi sasaran berikutnya dari kedua negara yang tengah bersaing itu. Rusia mendahului
dengan mengirim wahana tak berawak Lunik II pada 14 September 1959. Wahana ini tercatat sebagai
wahana buatan manusia pertama yang mendarat di permukaan bulan. Sayangnya, Lunik II mendarat
secara keras (hard landing), dengan akibat seluruh peralatan yang dibawanya rusak sehingga tidak mampu
mengirimkan data apapun ke bumi. Rusia baru berhasil mendaratkan wahana yang mampu melakukan
pendaratan lunak (soft landing) pada Februari 1966 melalui wahana Lunik IX.
Sedangkan AS baru berhasil mengirimkan wahana untuk melakukan pendaratan lunak pada 1966.
Setahun kemudian, sebuah wahana AS lainnya berhasil mengirimkan gambar TV pertama dari permukaan
bulan. Puncaknya terjadi pada 17 Juli 1969, ketika Neil Amstrong dan Edwin Aldrin berhasil mencatatkan
namanya dalam sejarah sebagai manusia pertama yang menginjak permukaan bulan melalui misi Apollo-
11. Misi ini dilanjutkan dengan 5 pendaratan lainnya, masing-masing Apollo-12 (November 1969),
Apollo-14 (Februari 1971), Apollo-15 (Agustus 1971), Apollo-16 (April 1972), dan terakhir, Apollo-17
(Desember 1972). Misi Apollo juga pernah mencatat kegagalan, tepatnya menimpa misi Apollo-13 yang
mengalami kecelakaan (ledakan pada salah satu modulnya). Melalui tindakan pertolongan yang
legendaris, para awaknya dapat kembali dengan selamat ke bumi walaupun gagal menjejak ke permukaan
bulan.
Sementara itu, Rusia tercatat pernah mengirimkan modul Lunkhod I pada 17 November 1970.
Modul ini berupa robot yang dikendalikan dari bumi. Namun demikian, sesudahnya program antariksa
Rusia di bulan tidak lagi berlanjut. Begitu pula dengan AS. Setelah berakhirnya misi Apollo-17, AS tidak
lagi mengirimkan manusia ke bulan. Amerika Serikat berusaha menaklukkan ruang angkasa dengan
mengadakan penyelidikan-penyelidikan atas benda-benda ruang angkasa yang letaknya jauh dari bumi
seperti Saturnus, Yupiter, dan lain-lain.
Persaingan antara Amerika dengan Uni Soviet terus berlanjut dalam bidang penguasaan ruang
angkasa. Kalau sebelum era pesawat ulang-alik, seluruh komponen antariksa bersifat sekali pakai. Maka
akibatnya, pengiriman misi berawak membutuhkan biaya yang sangat besar. Selain cara ini juga sangat
berisiko karena apabila terjadi kecelakaan dalam misi berawak di ruang angkasa, mustahil untuk
melakukan pertolongan. Musibah yang menimpa misi Apollo 13 memberikan pelajaran bahwa misi
berawak ke antariksa tidak lain adalah sebuah petualangan yang penuh risiko. Atas pertimbangan itu,
maka tahun 1970-an, NASA mulai mengembangkan pesawat ulang-alik. Misi ulang-alik dinilai lebih
ringan biayanya karena hampir seluruh komponennya dapat digunakan kembali pada misi-misi
sesudahnya. AS kembali mencatat sejarah dengan keberhasilannya meluncurkan pesawat ulang-alik
pertamanya, Columbia, pada bulan Juni 1981. Dengan digunakannya teknologi ulang-alik, terbuka
kesempatan untuk meluncurkan misi berawak dengan frekuensi yang lebih sering dengan pembiayaan
yang lebih kecil.
Pesawat ulang-alik Challenger yang meledak saat peluncuran 28 Februari 1986 dan menewaskan
ketujuh awaknya memang sempat membuat NASA merestrukturisasi kembali program ulang-aliknya,
khususnya dalam persoalan keamanan. Namun demikian, teknologi ulang-alik sendiri tidak banyak
berubah, bahkan selama lebih dari 20 tahun sejak pertama kali digunakan.

Sementara itu Uni Soviet juga tidak mau ketinggalan dengan Amerika Serikat. untuk mengejar
ketertinggalannya dari AS, Rusia tercatat juga sempat mengembangkan pesawat ulang-aliknya sendiri
yang diberi nama Buran, dari bahasa setempat yang berarti Badai Salju. Tahun 1988, Buran sempat
diujicoba dalam sebuah penerbangan tanpa awak. Sayangnya, krisis politik maupun ekonomi yang
melanda Uni Soviet sesaat sebelum bubar membuat proyek Buran tersendat, dan bahkan terhenti sama
sekali sebelum sempat berkembang. Pecahnya Uni Soviet akhirnya juga membawa malapetaka bagi
program antariksa Rusia. Pangkalan peluncuran Rusia yang berada di Tyuratam (dikenal sebagai
kosmodrom Baikonur) kini telah masuk wilayah Kazakhstan, sebuah negara kecil yang secara ekonomi
tidak begitu makmur. Tentu saja pemerintah Kazakhstan tidak ingin membiarkan begitu saja sebagian
teritorinya dipakai secara gratis oleh negara Rusia untuk kepentingannya sendiri. Pendeknya, pemerintah
Kazakhstan menuntut pihak Rusia untuk membayar ongkos sewa agar dapat terus menggunakan
pangkalan tersebut. Rusia terus melanjutkan program antariksa mereka dengan memanfaatkan stasiun luar
angkasa Mir. Tetapi karena kurangnya biaya ditambah lagi dengan kondisi Mir yang memang sudah
terlalu tua akhirnya membuat pemerintah Rusia terpaksa memutuskan untuk mengakhiri riwayat stasiun
kebanggaan mereka itu pada bulan april 2001.

Anda mungkin juga menyukai