Anda di halaman 1dari 116

SERI AL QURAN

DAN LAUTAN

PERGESERAN
PARADIGMA
KE LAUT
Negeri Kepulauan Terbesar di Dunia
Perlu Pergeseran Paradigma.
Langkah-langkah Strategis dan Taktis

AGUS S DJAMIL
© Hak Cipta ada pada Agus S. Djamil dan dilindungi oleh Undang Undang. Tidak ada sebarang bagian
dari buku ini yang bisa disalin dengan media apapun tanpa seijin tertulis dari pengarang.

Bandar Seri Begawan

ISBN

Cetakan pertama edisi eBook, 2012.

Penerbit Niru Design Alam

Design Sampul dan Grafis oleh Nizal


AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Buku-Buku
Buku-Buku LainLain Dari Yang
Dari Penulis Penulis
Sama Yang Sama
· Buku Lain
The Earthquake dari
Odyssey
·
· Penulis yang Sama
· The Earthquake Odyssey
·
·
Batas Dua Laut
Batas Dua Laut
Ayat Ayat
Ayat
Laut
AyatSiLaut
· Bapakku JinKunJur
· · Bapakku Si
Resepsi AgungJinKunJur
di Arafah
· ·
• Resepsi
TheAgung
Pergeseran di Arafah
Earthquake
Paradigma Ke Odyssey
Laut
· · Pergeseran
Abundace Paradigma Ke Laut
• Batas Dua Laut
· · Abundace
Fascinating Indonesia

· Ayat Ayat
Fascinating Laut
Indonesia
· Al Quran dan Lautan
· ·
• Al Quran
Bapakku
Kiprah dan Lautan
Si JinKunJur
·
• Kiprah
Resepsi Agung di Arafah
• Pergeseran Paradigma Ke Laut
• Abundace
• Fascinating Indonesia
• Al Quran dan Lautan
• Kiprah

Halaman | v
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Komentar
Komentar Komentar
Komentar TerhadapTerhadap
Buku ‘Induk’ Buku
Alquran ‘Induk’ Alquran
Dan Lautan
Dan Lautan
“Nilai buku ini, bukan saja karena AlQuran banyak berbicara tentang
lautan dengan segala potensinya, tetapi hari depan Indonesia untuk
KOMENTAR
survival akan sangat bergantungKOMENTAR kepada lautan, tidak saja sebagai
“Nilai buku ini, bukan saja karena AlQuran banyak berbicara tentang
terhadap
sumber
lautan
protein
dengan segala bukupotensinya,
yang ‘induk’ tetapi
berlimpah, bahan obat, dan juga sumber
hari depan Indonesia untuk
ALQURAN DAN LAUTAN
energy yang tak akan pernah habis. Bung Agus telah sangat berhasil
survival akan sangat bergantung kepada lautan, tidak saja sebagai
mengenalkan kepada kita betapa sentralnya posisi lautan, baik dilihat
sumber protein yang berlimpah, bahan obat, dan juga sumber
dari ekonomi, maupun ditinjau dari kepentingan militer. Disebut
energy yang tak akan pernah habis. Bung Agus telah sangat berhasil
misalnya letakini,Selat
“Nilai buku Malaka,
bukan Selat AlQuran
sajabetapa
karena Lombokbanyakdan Selat Makassar yang
mengenalkan kepada kita sentralnya posisiberbicara tentang
lautan, baik dilihat
sungguh strategis bagi lalu lintas pelayaran haridunia.
darilautan denganmaupun
ekonomi, segala potensinya,
ditinjau tetapi depan Indonesia
dari kepentingan militer. untuk
Disebut
Bung Agus
survivalletakmelalui
akan Selat karya tulisnya
sangatMalaka,
bergantung sungguh telah berjasa menyingkapkan
misalnya Selat kepada
Lomboklautan, tidak saja
dan Selat sebagai
Makassar yang
potensi
sumberlautanproteinuntuk
yang kepentingan umat
obat,manusia”
sungguh strategis bagiberlimpah,
lalu lintasbahan
pelayaran dandunia.
juga sumber energy yang
(Prof.
tak akanDr.pernahAhmad habis.Syafii Maarif,
Bung Agus Mantan
telah sangat berhasilKetua Umum
mengenalkan
PP
Bung Muhammadiyah,
Aguskita
kepada melalui
betapakarya
sentralnyaFounder
tulisnya sungguh
posisi Maarif
telah
lautan, baikberjasaInsitute,
dilihat pada
menyingkapkan
dari ekonomi,
kolom
potensi
maupun Resonansinya
lautan untuk
ditinjau di
darikepentingan Republika, 20
umat manusia”
kepentingan militer. November
Disebut misalnya letak Selat 2007)
“Buku ini langka. Saya tidak bosan membacanya.
Malaka, Selat Lombok dan Selat Makassar yang sungguh Terserah anda menilai
strategis bagi
apa
(Prof.ini kelebihannya
Dr. Ahmad
lalu lintas pelayaran dunia. atau
Syafii kekurangnnya.
Maarif, Buku
Mantan ini sangat
Ketua kaya akan
Umum
informasi yang beragam. Bukan
PP Muhammadiyah, pesan sponsor,
Founder Maarif kalauInsitute,
saya mengatakan
pada
bahwa
kolom buku
Bung Agus ini
Resonansinya bagus, sangat perlu
di Republika,
melalui karya tulisnya dibaca,
sungguh telah20 karena
November
berjasa informasi
2007)di
menyingkapkan
dalamnya sungguh
potensi lautan untukkaya. ”
kepentingan umat manusia”
(Prof. Dr. Quraish Shihab, Ahli Tafsir, Pusat Studi Al
Qur’an,
(Prof. Dr. Jakarta.
Ahmad Syafii Mantan Maarif, Menteri
MantanAgama Ketua Umum Republik
“Buku
PP ini
Indonesia) langka. Saya tidak bosan
Muhammadiyah, membacanya.
Founder MaarifTerserah
Insitute, anda menilai
pada
apa ini
“Semua kelebihannya
kolomyang atau
ingin saya katakan
Resonansinya kekurangnnya.
di sudah Buku
ada dalam
Republika, ini sangat
20 buku kaya akan
ini. Buku
November ini
informasi
seperti
2007) yang beragam.
menjawab kerinduanBukankita.
pesan
” sponsor, kalau saya mengatakan
bahwa
(Prof. buku ini bagus, sangat
Dr. Muchtar Achmad, perlupakar
dibaca, biologi
karena informasi
kelautan, di
dalamnyaUNRI
Rektor sungguh kaya. ”
- Riau)
“Buku ini
(Prof.
“Buku ini langka.
Dr. Saya tidak
Quraish
mudah-mudahan bosan
Shihab, membacanya.
Ahli Tafsir,
menggugah Terserah
bangsa anda Studi
Pusat menilai
Indonesia, Al
karena
apa
Qur’an, ini
penulis buku kelebihannya
Jakarta. atau kekurangnnya.
Mantan Menteri
berhasil memaparkan Buku ini sangat
Agama
secara gamblang kaya akan
Republik
posisi strategis
informasi
Indonesia) yang beragam.”
Indonesia. Disampaikan dengan sangat eloquent.“
“Gagasan-gagasan dan solusi penulis sungguh unik, reformatif dan
“Bukan pesan sponsor, kalau saya mengatakan bahwa buku ini bagus,
pragmatis bagi Indonesia untuk kembali meraih kejayaan sebagai
sangat perlu dibaca, karena informasi di dalamnya sungguh kaya.”
bangsa maritim. Buku Al Qur’an dan Lautan ini patut dijadikan
“Semua yang ingin saya katakan sudah ada dalam buku ini. Buku ini
referensi
(Prof. bagi
Dr. siapa
Quraishsaja yang terlibat
Shihab, dalam mengaktualisasikan nilai–
seperti menjawab kerinduan kita. ”Ahli Tafsir, Pusat Studi Al
nilaiQur’an,
Al Qur’an pada kehidupan
Jakarta. Mantan masyarakat
Menterinegeri
Agama kepulauan
Republikini dari
segi ekologi,
Indonesia)
(Prof. sains, ekonomi dan sosial politik.
Dr. Muchtar Achmad, pakar biologi kelautan, ”

vi | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

RektorDr.
(Prof. UNRI - Riau)Dahuri MS, Menteri Kelautan dan
Rokhmin
Perikanan RI, 1999-2004)

“Saudara Agus S. Djamil, dengan kecerdasan spiritual, emosional dan


“Buku ini mudah-mudahan
intelektualnya menggugah bangsa Indonesia, karena
“Semua yangmencoba
ingin sayamembedah
katakan sudah secara terpadu
ada dalam bukuayat-ayat
ini. Buku iniyang
penulis
berwujud buku berhasil
“Al-Quran memaparkan
dan Lautan” secara
dalam gamblang
satu posisi strategis
pemahaman Islam
seperti menjawab kerinduan kita.”
Indonesia.
yang “rahmatanDisampaikan dengan
lil’alamin”. Sudah sangat eloquent.
tiba saatnya “
– walaupun terlambat,
paradigma
(Prof. Dr. pembangunan
Muchtar Achmad, nasional Indonesia yang berwawasan
pakar biologi kelautan,dan
“Gagasan-gagasan dan solusi penulis sungguh unik, reformatif dan
berorientasi
Rektor UNRI ke potensi serta kekayaan laut dikedepankan. Dan buku
- Riau)
pragmatis bagi Indonesia untuk kembali meraih kejayaan sebagai
ini sarat muatan dan pesan cerdas menuju ke arah itu.”
bangsa maritim. Buku Al Qur’an dan Lautan ini patut dijadikan
(Prof. A. Malik Fadjar M.Sc., Menteri Pendidikan
referensi bagi siapa saja yang terlibat dalam mengaktualisasikan nilai–
Nasional RI, 1999-2004)
nilai “Buku
Al Qur’an pada kehidupanmenggugah
ini mudah-mudahan masyarakatbangsa negeriIndonesia,
kepulauan ini dari
karena
segipenulis
ekologi,
bukusains, ekonomi
berhasil dan sosial
memaparkan politik. ”
“Kajian-kajian dan tulisan-tulisan yangsecara gamblang
mengembalikan posisi
setiap strategis
perilaku
Indonesia.
manusia Disampaikan
termasuk dengan
dalamDahuri sangat
bidang sains eloquent. “
(Prof. Dr. Rokhmin MS,dan teknologiKelautan
Menteri kepada sumber dan
asalnya
Perikanan dalam al-Quran
RI, 1999-2004) dan Sunnah seperti buku al-Quran dan
“Gagasan-gagasan dan solusi penulis sungguh unik, reformatif dan
Lautan tulisan sdr. Agus S Djamil ini sangatlah dialu-alukan dan
pragmatis bagi Indonesia untuk kembali meraih kejayaan sebagai
ditunggu-tunggu.”
bangsa maritim. Buku Al Qur’an dan Lautan ini patut dijadikan referensi
(Dr. Abdurrahman Haqqi, Ahli Tafsir dan Hukum
bagi siapa saja yang terlibat dalam mengaktualisasikan nilai–nilai Al
Syariah,
“Saudara Deputy Dean of Faculty ofspiritual,
Shariah, Univeriti
Qur’an Agus
pada S.kehidupan
Djamil, dengan
masyarakatkecerdasan
negeri kepulauan emosional
ini dari segidan
Islam Sultan Sharif Ali,
intelektualnya Brunei secara Darussalam)
ekologi, sains,mencoba
ekonomi dan membedah
sosial politik.” terpadu ayat-ayat yang
berwujud “Al-Quran dan Lautan” dalam satu pemahaman Islam
yang “rahmatan
(Prof. lil’alamin”.Dahuri
Dr. Rokhmin Sudah tiba MS,saatnya
Menteri – walaupun
Kelautan terlambat,
dan
“Saya
paradigmayakin
Perikanan buku
pembangunanini adalah
RI, 1999-2004) nasional Indonesia yang berwawasan buat
sumbangan yang sangat berarti dan
bangsa Indonesia
berorientasi khususnya
ke potensi sertadan ummatlaut
kekayaan Islam umumnya.” Dan buku
dikedepankan.
(Dr. M.muatan
ini sarat Nabildan Almunawar,
pesan cerdasDeputymenuju keDean of ”Faculty of
arah itu.
Economy & Business, Univ. Brunei Darussalam)
(Prof. A. Malik
“Kajian-kajian Fadjar M.
dan tulisan-tulisan yangSc. , Menterisetiap
mengembalikan Pendidikan
perilaku
Nasional
“Buku-buku RI,
manusia termasuk 1999-2004)
Harun dalam berhenti
Yahya bidang sains pada dankekaguman,
teknologi kepada
tetapisumber
buku ini
asalnya
tidak dalampada
berhenti al-Quran dan Sunnah
kekaguman sepertidan
semata, buku al-Quran
bahkan dan Lautan
meneruskannya
tulisanbagaimana
hingga sdr. Agus S mengelola
Djamil ini sangatlah
lautan dialu-alukan
secara Qur’ani.dan ditunggu-
Buku ini
tunggu.” bagaimana SDM Indonesia dengan Qur’annya ditambah
menunjukkan
“Kajian-kajian
dengan potensi dan tulisan-tulisan
Lautannya, akan yang mengembalikan
bisa membawa setiap
kemajuan. ” perilaku
manusia
(Dr. termasuk
Abdurrahman dalam bidang
Haqqi, sains
Ahli
(Ir Rahmat Kurnia MS, Pengajar di Fakultas Perikanan dan teknologi
Tafsir kepada
dan Hukum sumber
asalnya
dan dalamInstitut
Syariah,
Kelautan, al-Quran dan Sunnah
IPB) Pengajian Islam seperti
SultanbukuHaji al-Quran
Omardan
Lautan tulisan sdr. Agus
Ali Saifuddien, S Djamil
Universiti ini sangatlah
Brunei Darussalam) dialu-alukan dan
ditunggu-tunggu.
“Sebagai orang ”yang awam akan dunia laut saya merasa dapat
memahami tulisan-tulisan tersebut dengan mudah. Gagasan yang
(Dr. Abdurrahman Haqqi, Ahli Tafsir dan Hukum
H a l a m a n | vii
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Syariah, Deputy Dean of Faculty of Shariah, Univeriti


Islam Sultan
“Saudara AgusSharif
S. Djamil,Ali, Brunei
dengan Darussalam)
kecerdasan spiritual, emosional dan
intelektualnya mencoba membedah secara terpadu ayat-ayat yang
berwujud “Al-Quran dan Lautan” dalam satu pemahaman Islam yang
“rahmatan lil’alamin”. Sudah tiba saatnya – walaupun terlambat,
“Pak Agus Djamil
paradigma adalah nasional
pembangunan seseorang yang mengilhami
Indonesia saya dan
yang berwawasan untuk
masuk ke bisnis
berorientasi offshore
ke potensi serta(di laut). Setelah
kekayaan saya bacaDan
laut dikedepankan. bukunya
buku ini“Al
Quran dan Lautan”, kami undang beliau untuk
sarat muatan dan pesan cerdas menuju ke arah itu.” memaparkan bukunya
di mesjid kantor kami. Walaupun saya sudah membaca bukunya, tapi
saya sangatA.terinspirasi
(Prof. dengan M.Sc.,
Malik Fadjar paparannya…. Menteri SayaPendidikan
bersyukur bisa
berkenalan
Nasional dengan Agus Djamil . . . . . . . . . . . . . . one of Indonesia’s best”.
RI, 1999-2004)

(Triharyo Soesilo, Presiden Direktur PT Rekayasa


Industri dan Anggota Dewan Komisaris PT Pertamina)
“Saya yakin buku ini adalah sumbangan yang sangat berarti buat bangsa
Indonesia khususnya dan ummat Islam umumnya.”

(Dr.yakin
“Saya M. Nabil Almunawar,
buku ini Head of
adalah sumbangan Business
yang Admin.
sangat berarti buat
Dept,
bangsa Univ. Brunei
Indonesia Darussalam)
khususnya dan ummat Islam umumnya. ”

(Dr. M. Nabil Almunawar, Deputy Dean of Faculty of


Economy & Business, Univ. Brunei Darussalam)
“Buku-buku Harun Yahya berhenti pada kekaguman, tetapi buku ini tidak
berhenti pada kekaguman semata, dan bahkan meneruskannya hingga
bagaimana mengelola lautan secara Qur’ani. Buku ini menunjukkan
“Buku-buku
bagaimanaHarun Yahya berhenti
SDM Indonesia pada kekaguman,
dengan Qur’annya tetapipotensi
ditambah dengan buku ini
tidak berhentiakan
Lautannya, pada
bisakekaguman semata, dan bahkan meneruskannya
membawa kemajuan.”
hingga bagaimana mengelola lautan secara Qur’ani. Buku ini
(Ir Rahmat
menunjukkan Kurnia MS,
bagaimana SDMPengajar
Indonesia di Fakultas
dengan Perikanan
Qur’annya ditambah
dan Kelautan,
dengan IPB) akan bisa membawa kemajuan. ”
potensi Lautannya,

(Ir Rahmat Kurnia MS, Pengajar di Fakultas Perikanan


dan Kelautan, IPB)

“Sebagai orang yang awam akan dunia laut saya merasa dapat
memahami tulisan-tulisan tersebut dengan mudah. Gagasan yang
digali dengan melihat sejarah, mempunyai nilai originalitas yang
selayaknya patut ditonjolkan. ”
viii | H a l a m a n
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

(Hendro Setyanto, Astronomer, Observatorium Bosscha


- Lembang ) yang awam akan dunia laut saya merasa dapat
“Sebagai orang
memahami tulisan-tulisan tersebut dengan mudah. Gagasan yang digali
dengan melihat sejarah, mempunyai nilai originalitas yang selayaknya
patut ditonjolkan.”
“Saya sedang membaca buku Anda. Saya suka sekali. Pertama-
tama, bahasanyaSetyanto,
(Hendro enak dibaca.Astronomer,
Kedua, isinya kaya sekali. Saya sangat
Observatorium
menikmatinya.
Bosscha - ”Lembang )

(Sirikit Syah, Budayawan, Sastrawan, Wartawan, Dosen


Ilmu Jurnalistik & Komunikasi, Feb 2005)
“Saya sedang membaca buku Anda. Saya suka sekali. Pertama-
tama, bahasanya enak dibaca. Kedua, isinya kaya sekali. Saya sangat
menikmatinya.”

(Sirikit Syah, Budayawan, Sastrawan, Wartawan,


“Buku
Dosenini Ilmu
merupakan sumbangan
Jurnalistik berharga bagi
& Komunikasi, Feb khasanah
2005) ilmu
pengetahuan dan dunia Islam. ”

(Adabi Darban, Penulis, Dosen Ilmu Sejarah UGM)

“Buku ini merupakan sumbangan berharga bagi khasanah ilmu


pengetahuan
“Buku ini kaya dan
akandunia Islam.” Agus mengingatkan, bahwa bukunya
informasi.
bukan kitab tafsir. Namun uraiannya tentang fenomena laut bisa
(Adabi Darban,
memperkaya khazanahPenulis, Dosen
penafsiran Ilmu” Sejarah UGM)
Al-Quran.

(Alfian, Resensi, Majalah GATRA, 19 Maret 2005)


“Buku ini kaya akan informasi. Agus mengingatkan, bahwa bukunya
bukan kitab tafsir. Namun uraiannya tentang fenomena laut bisa
memperkaya
“Bisa khazanah
dibilang, buku penafsiran Al-Quran.”
ini mendekati tafsir-tafsir ilmiah yang salama ini
dikembangkan Harun Yahya. Buku ini mudah sekali dibaca, karena
(Alfian, Resensi, Majalah GATRA, 19 Maret 2005)
disajikan dalam bahasa yang lugas dan tidak njelimet. ”

(Resensi, Harian REPUBLIKA, 29 April 2005)

“Buku ini amat krusial bukan saja bagi peminat kajiankelautan dan

Halaman | ix
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

ilmu kebumian, tetapi juga buat siapa saja yang ingin memperdalam
tentang ayat-ayat yang mengungkap tentang pelbagai fenomena alam
dan ilmu pengetahuan. ”
“Bisa dibilang, buku ini mendekati tafsir-tafsir ilmiah yang salama ini
(D.dikembangkan
Syofyan, Harun Yahya.Harian
Resensi, Buku ini mudah
MIMBAR sekali MINANG,
dibaca, karena 13
disajikan
Maret 2005) dalam bahasa yang lugas dan tidak njelimet.”

(Resensi, Harian REPUBLIKA, 29 April 2005)

“Buku tebal –yang terdiri dari 5 bab— yang ditulis dengan menggunakan
sentuhan spiritual dan intelektual ini banyak mengungkap rahasia dan
“Buku ini amat krusial bukan saja bagi peminat kajiankelautan dan
misteri lautan sebagaimana diungkap oleh al-Qur’an yang belum
ilmu kebumian, tetapi juga buat siapa saja yang ingin memperdalam
diungkap banyak orang. ”
tentang ayat-ayat yang mengungkap tentang pelbagai fenomena alam
dan ilmu
(Cholis, pengetahuan.”
Resensi, www. hidayatullah. com )
(D. Syofyan, Resensi, Harian MIMBAR MINANG, 13
Maret 2005)

“Buku tebal –yang terdiri dari 5 bab— yang ditulis dengan menggunakan
sentuhan spiritual dan intelektual ini banyak mengungkap rahasia
dan misteri lautan sebagaimana diungkap oleh al-Qur’an yang belum
diungkap banyak orang.”

(Cholis, Resensi, www.hidayatullah.com )

x | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Persembahan

Untuk anak-anakku tercinta Rara, Nayo, Alta, Nuha, ‘Imad


dan Na’imah serta kawan-kawan mereka dan seluruh
generasi muda negeri pemuda Indonesia…

Halaman | xi
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

xii | H a l a m a n
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Motto

“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar


kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan),
dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu
pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya
kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur”. (An Nahl 16:14)

H a l a m a n | xiii
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Daftar Isi

KATA PENGANTAR........................................................................................12
Cuplikan dari Resonansi Syafii Ma’arif di Koran
REPUBLIKA, Selasa, 20 November 2007..............................................13
JATI DIRI BANGSA KEPULAUAN...........................................................15
AIR LAUT SEBAGAI SOLUSI, BUKAN KENDALA.......................19
GEOEKONOMI INDONESIA YANG DAHSYAT...........................23
Selat Malaka Menghubungkan
Lautan Hindia Dan Lautan Pasifik.........................................................25
Siapa Berkepentingan Dengan Selat Malaka?.................................29
MENGELOLA RAHMAT ALLAH SESUAI SUNATULLAH......33
PERGESERAN PARADIGMA KE LAUT...............................................35
MENUJU KEJAYAAN BANGSA BAHARI...........................................41
Sosialisasi dan Apresiasi..........................................................................41
Rancangan Tindakan Strategis............................................................42
Rancangan Tindakan Taktis....................................................................78
PENULIS..................................................................................................................81
Back Cover.............................................................................................................82

xiv | H a l a m a n
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahri robbil ‘alamiin. Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian
alam, yang telah memberikan rahmat dan barakahnya sehingga dapat
terselesaikannya buku kecil ini. Sholawat dan salaam bagi junjungan kita
Rasulullah SAW, uswatun hasanah yang telah menyampaikan kebenaran dan
membawa kita semua ke akhir zaman yang tercerahkan dengan petunjuk
dan wahyu.

Buku kecil PERGESERAN PARADIGMA KE LAUT ini adalah


bagian dari buku induk ALQURAN DAN LAUTAN dari penulis yang
diterbitkan oleh ArRasy Mizan pada tahun 2004. Buku dalam format yang
lebih kecil ini dikembangkan lebih lanjut, diperkaya dengan redaksional dan
beberapa tambahan di sana sini sehingga diharapkan lebih mudah dibaca,
lebih komunikatif, dan terlebih lagi formatnya yang berupa eBook, akan
lebih mudah dibaca dimana saja dalam multimedia yang mutakhir, dan lebih
murah untuk sampai ke tangan pembaca.

Beberapa bagian dari buku induk yang sama juga diterbitkan dalam format
dan pembaruan yang sama sebagai satu seri.

Selamat membaca, dan memohon masukan, serta doanya agar apa saja
manfaat yang bisa ditarik dari buku ini, bisa menjadi amal jariah dan
mengurangi dosa kesalahan dari penulis. Amiin.

Bandar Seri Begawan, Maret 2012

Agus S. Djamil

Halaman | xv
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Cuplikan dari Resonansi Syafii Ma’arif di Koran REPUBLIKA,


Selasa, 20 November 2007

Al Quran dan Lautan


Judul Resonansi ini berasal dari karya tulis Bung Agus S Djamil, seorang
geo-saintis yang sejak 1998 bekerja di Brunei. Agus, kelahiran Banjarnegara,
adalah cucu KRH Hadjid, salah seorang murid Ahmad Dahlan, pendiri
Muhammadiyah, dan kemudian Hadjid menjadi salah seorang pemimpin
gerakan Islam itu. Sebenarnya Bung Agus telah menghadiahi saya karyanya
itu sekitar tahun 2005, tetapi saya lalai untuk membukanya.

Beberapa hari yang lalu Bung Agus singgah ke rumah sambil membawakan
lagi karyanya itu yang sudah cetakan kedua (2005), terbitan Arasy Mizan,
Bandung. Buku ini sangat penting untuk dibaca, siapa pun kita, Muslim dan
non-Muslim. Agus memaparkan dengan rinci berdasarkan data mutakhir
tentang kekayaan lautan kita yang luar biasa. Kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat sangat dijanjikan oleh kandungan planet biru nusantara kita.

Nilai buku ini, bukan saja karena Alquran banyak berbicara tentang lautan
dengan segala potensinya, tetapi hari depan Indonesia untuk survival akan
sangat bergantung kepada lautan, tidak saja sebagai sumber protein yang
melimpah, bahan-bahan obat, dan juga sebagai sumber energi yang tidak
akan pernah habis. Bung Agus telah sangat berhasil mengenalkan kepada
kita betapa sentralnya posisi lautan, baik dilihat dari ekonomi, maupun
ditinjau dari kepentingan militer. Disebut misalnya letak Selat Malaka, Selat
Lombok, dan Selat Makassar, yang sungguh strategis bagi kepentingan lalu
lintas pelayaran dunia.

Tentang Selat Malaka, Agus menulis: ‘’Selat Malaka sendiri merupakan salah
satu jalur laut yang terpadat di dunia. Suatu tantangan bagi penduduk Riau,
dan kawasan pesisir timur Sumatra, mengapa potensi yang sangat luar biasa
ini hanya bisa diraih oleh Singapura yang arealnya kecil. Mengapa Riau hanya
bisa jadi penonton dan menguntungkan Singapura, bahkan ‘melukai diri
sendiri’ dengan menjual pasir dan kerikil untuk menimbun rawa-rawa di
kawasan Jurong Singapura untuk disulap menjadi sentra kawasan industri
yang melayani industri kelautan dan perminyakan dunia. ‘’ (Hlm. 417-418).

xvi | H a l a m a n
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Pernyataan dengan nada ini beberapa kali dilontarkan Agus dalam bukunya
itu. Tujuannya jelas, agar pembacanya terbangun dari tidur mendengkur
untuk segera menukikkan pandangan ke lautan, mencintainya, dan dengan
bantuan teknologi tinggi memanfaatkan karunia Allah yang tersimpan di
dalamnya.

Bung Agus mengusulkan kepada bangsa ini agar paradigma pembangunan


Indonesia yang berbasis daratan digeser ke paradigma pembangunan yang
berbasis kelautan. Sebuah pemikiran yang menurut hemat saya patut benar
direnungkan oleh seluruh kekuatan bangsa Indonesia. Bukankah Indonesia
adalah negara kepulauan yang terbesar di muka bumi di mana luas lautan
sekitar lima kali luas daratan?

Bangsa ini sebenarnya sungguh dahsyat, tetapi sayang rakyat dan


pemimpinnya belum cukup cerdas dan peka dalam membaca potensi lautan
ini. Maka, untuk menebus keteledoran ini, saya mengusulkan agar masalah
kelautan dimasukkan dalam kurikulum sekolah dari tingkat SD sampai SMA.
Siapa tahu generasi yang akan datang menjadi terbelalak matanya untuk
memanfaatkan potensi lautan yang tak ternilai itu. Sebagai kelanjutannya
adalah agar Angkatan Laut harus melebihi kekuatan Angkatan Darat sebagai
akibat logis dari pergeseran paradigma pembangunan nasional: Dari darat
ke lautan.

Bung Agus melalui karya tulisnya sungguh telah berjasa menyingkapkan


potensi lautan untuk kepentingan umat manusia. Dan Alquran ternyata
telah sekian abad merangsang rasa ingin tahu kita tentang kelautan, tetapi
tingkat kehirauan dan intensitas perhatian kita tetap saja lemah dan rendah
selama kurun yang panjang. Pengetahuan kita, khususnya saya, tentang lautan
masih berada di bawah batas minimal. Bagaimana Anda? Mudah-mudahan
lebih baik dari saya!

Selasa , 20 November 2007

Syafii Ma’arif

H a l a m a n | xvii
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

xviii | H a l a m a n
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

JATI DIRI BANGSA KEPULAUAN

Kita sebagai umat Islam Indonesia ini sejatinya orang-orang kepulauan, orang
yang dekat dengan laut. Lebih dari 100 juta manusia berjejalan di pulau Jawa
yang sempit. Dari pantai di Laut Jawa ke pantai di Lautan Hindia tidak lebih
dari 300 km. Lebih dari 90% penduduk Indonesia tinggal pada kawasan 100
km dari bibir pantai.

Kekeliruan kita pada beberapa puluh tahun terakhir adalah tidak menyadari
akan kekhasan benua maritim yang kita miliki. Kebijaksanaan pembangunan
nasional kita tidak difokuskan pada keunggulan kompetitif bangsa Indonesia
dalam hal kemaritiman. Laut telah dipandang sebagai ‘kendala’. Padahal
laut adalah opportunitas yang perlu mendapat perhatian besar dalam
pembangunan.

Halaman | 1
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Pengeliling dunia pertama pertama yang sejati adalah beberapa pelaut


asal Maluku pada tahun 1521, bukanlah Ferdinand Magellan. Orang-
orang Maluku ini, menurut buku The Encyclopaedia of the Earth: Oceans and
Islands,karangan Talbot, F.H. & R.E. Stevenson, 1991, merupakan pelaut-pelaut
yang direkrut oleh Ferdinand Magellan untuk menjadi awak di kapalnya
yang bernama Victoria. Disebutkan dalam buku tersebut : “On March 6,
1521 they reached the Marianas, and the following months landed at Cebu
in the Philiphines. They were back in the charted waters. Unhappily, Magellan
was shortly thereafter killed, and the expedition was reduced to a single
ship, the Victoria, under the command of Sebastian del Cano. When they
reached the Mollucas a crewman who had been born there
became, technically, the world’s first circumnavigator. (Talbot,
F.H. & R.E. Stevenson, 1991, Hal 100), terjemahannya: “Pada tanggal 6 Maret
1521 mereka mencapai kepulauan Mariana, dan beberapa bulan kemudian
mendarat di Cebu di kepulauan Filipina. Kembali ke kawasan yang telah
tertera dalam peta. Namun, tak berapa lama di sana Magellan terbunuh.
Ekspedisi ini kemudian surut menjadi tinggal sebatang perahu saja, Victoria,
di bawah komando nahkoda Sebastian del Cano. Saat mereka berlayar
lagi dan mencapai kepulauan Maluku, seorang awak kapal yang berasal dari
Maluku telah, secara teknis, menjadi manusia pertama yang mengelilingi
bumi.” Buku Talbot tadi memang menyebut cuma seorang Maluku, namun
menurut sebuah buku karangan Mr. Muhammad Yamin, kalau tidak keliru
disebutkan bahwa orang-orang dari kepulauan di nusantara ini berjumlah
sembilan orang.
Jadi secara teknis sebenarnya orang-orang dari kepulauan nusantara inilah
yang sebenarnya adalah the first circumnavigator dari bumi ini
dengan melintasi lautan-lautan luas.
Apatah lagi Magellan, pada saat kapalnya melintasi Cebu di Filipina telah
dibunuh oleh penduduk setempat. Hanya kapalnya saja, Victoria, yang
berlayar terus hingga kembali ke Portugal dengan diawaki oleh beberapa
pelaut Maluku tadi.
Dalam biografi Julius Tahija, pendiri Bank Niaga dan bekas President Caltex
Pacific Indonesia (Beyond The Horizon, 1995), dicantumkan nama orang
Maluku pengeliling dunia tersebut adalah Enrique de Mollucas. Dalam
biografi tersebut tidak disebutkan sumber dari mana nama Enrique terebut
dicatat.

2 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Pada saat itu, tahun1520-an


Kepulauan Maluku belumlah
dijamah oleh penjajah Portugis
apalagi Belanda. Kerajaan yang
ada disana adalah Kerajaan
Islam Ternate dan Tidore.
Nama Kerajaan atau Al Mulk
pun dilafazkan oleh orang-
orang Eropa menjadi Mollucas.
Relief perahu layar pada dinding dekat gerbang timur
pada Candi Borobudur. Dibuat pada masa Dinasti Kesultanan Islam di Maluku ini
Cailendra yang berkuasa antara tahun 750 - 850, atau
sudah berumur tua seperti
sekitar 400 tahun sebelum katedral-katedral di Eropa
dibangun. catatan Sprigg berikut; “there
is evidence from Aru of large
trading ports such as at Ujir
where the stone remains of a substantial Islamic settlement have
been found, and later sites on the east coast of Aru. These sites appear to have
become abandoned by the mid-19th century, perhaps because introduced
diseases decimated the population.” (Sprigg, M., 1999). Bukti bekas-bekas
batu-batuannya yang menunjukkan perkampungan Islam saat itu. Pelabuhan
perdagangan yang besar, menurut catatan sejarah tersebut pernah ada di
Ujir di Kepulauan Aru.
Majapahit yang pernah jaya dengan penguasaan lautannya sehingga Sultan
Muhammad Syah atau Awang Alak Betatar, Sultan Brunei yang pertama
tunduk membayar upeti tahunan kepada Raja Hayam Wuruk, akhirnya
runtuh dengan makin kuatnya kesultanan Islam semenjak abat 13. “Moslem
merchants from Gujarat and Persia began visiting Indonesia in the 13th
Century and established trade links between this country and India and
Persia. Along with trade, they propagated Islam among the Indonesians people,
particularly along the coastal areas of Java, like Demak. At a later stage they
even influenced and converted Hindu kings to Islam, the first being the Sultan
of Demak. This Moslem Sultan later spread Islam westwards to Cirebon and
Banten, and eastward along the northern coast of Java to the kingdom of Gresik.
In the end, he brought the downfall of the powerful kingdom of
Majapahit (1293-1520). After the fall of Majapahit, Islam spread further
east to where the sultanates of Bone and Goa in Sulawesi were established.
Also under the influence of Islam, were the Sultanates of
Ternate and Tidore in the Maluku.” (Soetjipto, H., 1994)

Halaman | 3
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Jadi pada abad ke 13, Islam masuk ke Indonesia dan sejak itu secara bertahap
merubah kerajaan di kepulauan nusantara ini menjadi kesultanan-kesultanan
Islam termasuk Ternate dan Tidore di Maluku, dan pada periode awal
abad 16 itulah Majapahit yang juga terkenal dengan ekspansi samudranya
di bawah raja Hayam Wuruk dengan Maha Patih Gadjah Mada-nya mulai
terdesak sampai akhirnya runtuh.
Mengenai pelaut asal Maluku di kapal Magellan ini kemungkinan lain boleh
jadi karena para orang Portugis yang datang ke Malaka pada tahun 1511
itu, tidak bisa membedakan antara orang Maluku atau orang-orang dari
kepulauan lain, seperti Bugis misalnya. Hal mana seperti halnya tidak mudah
bagi kita untuk bisa membedakan antara orang Spanyol dengan orang Itali.
Yang jelas, pencapaian penduduk nusantara ini --yang kemudian menjadi
Indonesia ini-- pada pertengahan Millenium ke dua ini wajib dicatat dalam
sejarah para eksplorer, dan penjelajah dunia. Barat tidak bisa terus menerus
curang, menutup-nutupi kenyataan sejarah akan kenyataan bahwa manusia
pengeliling bumi yang pertama kali bukanlah Ferdinan Magellan, tetapi
beberapa putera-putera nusantara.
Tradisi kemaritiman bangsa Indonesia bukanlah baru seumur jagung.
Jauh sebelum masa bangsa-bangsa Eropa mendayung perahunya, para
leluhur bangsa kita di antero Dwipantara, atau Nusantara telah
mengembangkan layarnya, menyambut angin dan membaca hidayat maruto
(petunjuk angin) mengarungi samudra mencapai peradaban lain di ujung
dunia. Mereka ke utara hingga bibir pantai Vietnam, Filipina dan China. Ke
barat hingga kepulauan Madagaskar dan ujung selatan Afrika. Dan ke timur
berputar-putar di Samudra Pasifik hingga menemukan dan menempati
ratusan kepulauan seperti Marquesas, Hawaii, Tahiti dan Aeteroa (atau New
Zealand sekarang).
Situs arkeologis, artefak teknologi dan seni, serta bahasa dan budaya yang
tersisa hingga saat ini, serta catatan-catatan sejarah membuktikan itu semua.
Di Candi Borobudur misalnya. Borobudur yang dibangun oleh dinasti
Cailendra yang berkuasa antara tahun 750 - 850, sekitar 400 tahun
sebelum katedral-katedral di Eropa dibangun, mempunyai relief pada salah
satu sisi dinding sebelah timur bergambar perahu layar yang mengembang
layarnya. Kerajaan Cailendra juga terkenal dengan ketangguhannya dalam
perdagangan dan angkatan lautnya. Sebuah catatan panduan berbentuk
nyanyian yang dikenal dengan Chandra Cha-an, pertama kali ditulis pada
tahun 778 ( Soetjipto, H., et all, 1994).
4 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Relief perahu layar megah yang sangat indah itu mengabadikan keperkasaan
kerajaan dinasti Cailendra di Jawa Tengah dalam eksplorasinya di lautan.
Perdagangan melalui pelayaran dengan negeri China telah pun dilakukan
oleh bangsa Indonesia bahkan pada tahun-tahun di awal Millenium pertama !.
Menurut catatan China bertarikh 132 masehi menuliskan adanya hubungan
diplomatik antara China dengan Java-Dwipa.
Dari buku Bo’ Sangaji Kai: Catatan Kerajaan Bima, disebutkan bahwa daerah
Bima di Nusa Tenggara pun sudah disebut dalam kitab Nagarakertagama
dan Pararaton, sebagai dua kronik Jawa Kuno pada abad ke-14, sebagai
pelabuhan kuno yang disinggahi dari abad ke-10. Setelah itu, Tome Pires
menggambarkan daerah itu sebagai tempat berniaga yang ramai yang
menghubungkan Malaka, Cina, Jawa dan Maluku pada abad ke-16. (Wolas
Krenak, Pembaruan, 10/2/2000).
Beralih ke belahan bumi timur.
Penjelajah lautan tradisional kita, yang
orang barat mencatatnya sebagai
seafarer, pada saat prehistorik sudah
mengapungkan kano-nya mencapai
deretan pulau-pulau di Samudra Pasifik.
Kini kita bisa menyaksikan bahwa
penduduk kepulauan Hawaii, Maori
di New Zealand, Tahiti, Tonga dan
masih banyak lagi kepulauan Polynesia
mempunyai banyak kesamaan budaya
dengan berbagai budaya saudara kita
di seantero nusantara.
Pada waktu saya mengunjungi Bishop
Museum di Honolulu, di sana terdapat
Pelaut Nusantara telah berhasil menghidupkan pereko-
mural, gambar besar di dinding yang
nomian dengan perahu layar Pinisi semacam ini. Para menggambarkan migrasi penduduk di
penulis barat banyak yang mengingkari bahwa manusia
pengeliling dunia pertama sebenarnya bukan Ferdinand
berbagai kepulauan di Samudra Pasifik.
Magellan pada1521. Tetapi sembilan orang pelaut Nus- Buku The Encyclopaedia of the Earth:
antara dari Maluku yang berada di atas kapal Magellan, Oceans and Islands (Talbot, F.H. & R.E.
Victoria. Mereka telah menyelesaikan the first circumnavi-
gation (keliling bumi) pada saat mereka melewati Maluku. Stevenson, 1991) juga mencantumkan
Magellan sendiri terbunuh di Fillipina saat itu, sebelum sejarah migrasi penduduk polynesia
sempat kembali ke Portugal.
tersebut. Penduduk Hawaii ternyata

Halaman | 5
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

berasal dari kepulauan di Indonesia yang mulai berlayar meninggalkan


kepulaun nusantara ini pada 7000-5000 tahun dahulu (atau BP=before
present).
Etape migrasi terakhir diceritakan bahwa masyarakat Polynesia yang telah
berlayar jauh dari nusantara dan mencapai kepulauan Marquesas (pada
sekitar tahun 300-an) ini kemudian berlayar ke Barat Laut ke kawasan Pasifik
Selatan yaitu ke kepulauan yang mereka namakan Aeteuroa (pulau yang
berawan panjang) pada sekitar tahun 750-an, atau orang Inggris kemudian
menamakan kepulauaan itu dengan New Zealand.
Pada tahun 1981 saat saya mengikuti program AFS di New Zealand, saya
menjumpai bahwa bahasa orang Maori sangat mirip dengan bahasa kita
di Nusantara ini. Mereka menggunakan kata “Wai” yang berarti air untuk
mengawali nama sungai, danau atau pun pantai. Waimakariri adalah nama
sungai besar di South Island. Hal mana sama juga dengan orang Hawaii
menamakan pantai Waikiki. Dimana Wai berarti air. Perhatikan dengan
nama-nama tempat di Indonesia seperti Wai Kambas, Waingapu, dll.
Cara orang Maori menghitung juga amat mirip dengan beberapa daerah
kita baik di kawasan timur Indonesia atau bahkan dengan bahasa Jawa !.
Menghitung satu hingga sepuluh adalah : Tahi (satu), rua (dua), toru (tiga), fa
(empat), rimo (lima), ono (enam), fitu (tujuh), woru (delapan), ? (sembilan),
sapulo (sepuluh). Penyebutan angka ini pada beberapa angka amat mirip
dengan bahasa Bugis, Makasar, Timor dan bahkan dengan bahasa Jawa.
Bukti antropologi ini menunjukkan bahwa penduduk Polynesia dan
Melanesia dari kawasan nusantara ini telah melakukan perjalanan laut yang
amat jauh hingga mencapai pulau-pulau di Samudra Pasifik hingga ke Hawaii
dan Tahiti.
Sedangkan pada usia sejarah yang berikutnya perahu Phinisi pada masa
Foto dari internet
itu telah mampu berlayar hingga ke Africa. Ekspedisi modern dengan
menggunakan Phinisi Nusantara dengan mengarungi lautan terluas,
Lautan Pacific, telah pun membuktikan ketangguhan dengan pelayaran dari
Makassar hingga mencapai Vancover di Canada.
Hari ini pelayaran nusantara dipenuhi dengan para pelaut dengan
menggunakan perahu Phinisi seperti kita bisa saksikan di pelabuhan Sunda
Kelapa Jakarta.

6 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

AIR LAUT SEBAGAI SOLUSI,


BUKAN KENDALA

Kita saksikan hingga hari ini, bagaimana kawasan-kawasan dunia yang tidak
mempunyai akses terhadap sungai maupun laut, masih juga tertinggal
sebagai kawasan yang terisolir dan tidak maju. Tanpa akses ke arah laut,
suatu kawasan akan sangat lamban untuk berkembang.

Air sebagai solusi inilah telah menumbuhkan peradaban di penjuru dunia.


Di mana pusat-pusat peradaban selalu berada pada kota yang mempunyai
akses laut ataupun sungai. Kamajuan peradaban di Jawa sejak juta atau ribuan
tahun sebelum masehi hingga hingga ke awal abad masehi, dipengaruhi oleh
kehidupan yang berhubungan dengan aliran sungai, entah Bengawan Solo,
sungai Brantas ataupun sungai besar lainnya. Demikian pula kejayaan Sri
Wijaya mulai abad ke-7 sangat berkaitan dengan kehidupan air di seputar
Sungai Musi, Sungai Kampar, dan Selat Malaka.

Paradigma pemikiran kita yang kini cenderung pada kedaratan, dan selalu
melihat lautan sebagai kendala untuk menjalani hidup ini. Ini kemunduran
yang menyengsarakan.

Adanya air laut laut bukanlah kendala, malah justru merupakan solusi.

Perhatikan persoalan berikut. Kita dihadapkan pada persoalan untuk


mentransportasikan barang yang cukup berat dari suatu titik A ke titik
B. Pada gambar kiri kita berhadapan dengan daratan yang mempunyai
topografi yang bervariasi, naik turun, antara ke dua titik itu. Pada gambar
kanan, pada lokasi yang sama, tetapi lembah bertopografi tadi terendam
oleh air laut.

Halaman | 7
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Kita akan mendapati bahwa keberadaan air laut di antara kedua titik tadi
ternyata mempunyai beberapa kelebihan.

Daratan Lautan
Jarak tempuh Berliku-liku mengikuti
Lurus, jarak terpendek
kontur topografi àjarak
lebih panjang
Berat Bobot kargo terbatas. Bobot kargo ratus ribu ton
Daya tahan kendaraan Daya tahan kendaraan Kapal mengapung àringan
harus kuat
Energy Perlu daya dorong motor,
Terapung dan Ikut arus = ‘Tan-
gesekan jalan = ‘Banyak
pa Energi’= Minimal energi
Energi’
Waktu tempuh Cepat sampai tujuan
Lambat sampai tujuan

Daya dukung jalan Dibatasi daya dukung


Bebas batas beban
jalan dan jembatan

Saya akan membuat ilustrasi berikut (lihat diagram di bawah ini), bagaimana
kita memandang laut sebagai solusi. Dan bandingkan pada orang yang justru

8 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

melihat dengan cara pandang kedaratan. Bagaimana kita menyikapi adanya


selat atau laut di antara pulau-pulau. Dengan paradigma kedaratan yang
menyelimuti hati dan pikiran kita saat ini, maka pendekatan kita adalah
mencari cara untuk membangun jalan sepanjang pesisir hingga titik terujung
dan lalu membangun sebuah jembatan yang melintas selat. Kalau selatnya
terlampau lebar, maka dicarilah pulau-pulau karang di selat itu yang bisa
dipakai sebagai ‘batu’ lompatan untuk membangun jembatan.

Namun apabila paradigma batas dua lautan yang kita miliki, maka dalam
ilmu kita, adanya selat di antara dua pulau adalah berkah.

Dengan adanya air yang melimpah itu kita bisa memindahkan ratusan ribu
ton barang dan komoditas secara cepat dengan sekali angkut dari ”A” di
satu sisi pulau ke ”B” di satu sisi pulau lain yang jaraknya terpisah ratusan
kilometer. Kita hanya perlu sebuah pontoon / barge / kapal tongkang, ’rakit’
modern dan dua buah pelabuhan di sisi kedua pulau itu.

Atas kasih sayangNya, Allah SWT, memfasilitasi manusia dengan air laut
mempunyai karakter fisika yang bisa mengapungkan ratusan ribu ton besi
apabila diangkut dengan kapal (Al Isra’ 17:66). Kapal itu sendiri merupakan
teknologi pertama yang diwahyukan langsung oleh Allah SWT kepada
manusia melalui Nabi Nuh. (lihat Hud 11:37 dan Al Mu’minun 25: 27).

“Tuhan-mu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar


kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penyayang terhadapmu” (Al Isra’ 17:66).

Halaman | 9
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Perhatikan bagaimana kita telah diberi petunjuk yang membuat hidup


kita akan lebih cepat, efisien dan penuh kenikmatan: “Tidakkah kamu
memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan
nikmat Allah. Supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda
(kekuasan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur”.
Luqman (31:31)

Ayat-ayat AlQuran yang membicarakan laut itu sendiri adalah fondasi bagi
dimulainya membangun Paradigma batas dua lautan untuk membangun
negeri kita. Keimanan haruslah menjadi dasar yang kokoh melandasi kita
dalam menghimpun ilmu dan melaksanakan amal perbuatan. Keimanan
pulalah yang merupakan ranah (domain) bagi perubahan paradigma, dari
paradigma kedaratan ke paradigma kelautan.

10 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

GEOEKONOMI INDONESIA
YANG DAHSYAT

Istilah geoekonomi sesungguhnya sudah lama muncul. Tetapi tidak sesering


sekarang dipakainya. Sewaktu orang ngomong “globalisasi”; tumbuhnya
“emerging market BRIC” (Brazil Rusia India China); “single European
market”; “Pasar bersama ASEAN”; dan lain-lain pertumbuhan ekonomi
yang berkonotasi kolaborasi ekonomi global ataupun regional, maka di
situlah sejatinya geoekonomi semakin mengokohkan arti pentingnya.

Dalam skala mikro, studi geoekonomi menganalisa posisi lokasi sebuah


toko terhadap arus lalu lintas manusia calon konsumennya. Misalnya,
McDonald akan melakukan studi, dimana akan membuka gerai berikutnya:
di perempatan Jl. Thamrin ataukah di perempatan Pondok Indah? Mana
lebih menguntungkan?.

Atau kalau kita balik. Kalau punya kapling di perempatan Semanggi, bisnis apa
yang paling ideal dan banyak mendatangkan untung? Untuk ukuran makro
regional – global, pertanyaan kita, “kapling” Indonesia di “perempatan” Asia
Tenggara ini cocoknya untuk bikin usaha apa? Bikin pabrik apa? Jual jasa apa?
Lalu Rancangan Pembangunan Jangka Panjang yang bagaimana yang perlu
kita susun.

Halaman | 11
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Setelah 100 tahun lebih kita bangkit ke-nasional-an kita, maka mari kita
bangkit sekali lagi, melihat “nation” kita ini dalam “peta global”. Bukan sibuk
mengorek luka di dalam tubuh sendiri. Saling menohok kawan seiring dalam
kebangkitan.

Kebangkitan nasional kita perlu ditingkatkan lagi menjadi permainan yang


seru dimana kita bisa menang. Bukannya setelah “BANGKIT” selanjutnya
bisa “BERJALAN, BERLARI dan BERMAIN”? Dan permainan kita di kancah
global ini adalah memanfaatkan keunggulan geoekonomi kita yang khas.
Kalau kita mahir main badminton, khan kita tidak akan ngajak tanding sepak
takraw, bukan?

Geoekonomi makro melekat dengan masalah jalur pelayaran maritim.


Maka kelautan inilah keunggulan yang harus kita mainkan. Ketahuilah bahwa
Indonesia secara geoekonomi punya lokasi paling strategis di dunia. Lebih
strategis ketimbang punya kapling di pojokan Semanggi. Kita ibaratnya
punya kapling sepanjang Jalan Thamrin-nya dunia. Keunggulan komparatif ini
tidak dimiliki Singapore dan Malaysia, bahkan tidak juga India dan China. Dua
sobat raksasa kita di Asia ini yang dipuja dan dikagumi dunia.

Lokasi geoekonomi kita yang strategis itu berada di simpang jalan pusat
pertumbuhan ekonomi dunia di Asia Timur yang dimotori China, dan
pusat pertumbuhan ekonomi dunia lainnya India. Sebagai pemilik simpang
jalan, kita bisa menentukan motor ekonomi apa yang layak kita hidupkan.
Permainan perdagangan apa yang bisa menangkan dengan mudah.

Lalu apa kita perlu buat? Geoekonomi kita yang khas akan membuka peluang
antara lain; (1) Hub atau terminal pengolahan bahan sumber daya alam
menjadi produk setengah jadi untuk mendukung pertumbuhan China dan
India. Mengolah crude oil menjadi aneka refined product. Mengolah CPO
menjadi biodiesel dan minyak goreng. Mengolah bijih nikel, alumunium, besi,
menjadi lembaran, pellet atau batangan. Dlsb.

(2) Pusat pasar dan hub komoditas dunia: pelabuhan curah batubara,
minyak mentah, rempah ratus, crude palm oil, beras, jagung, kedelai,
biodiesel, gandum, dll. (3) Pelabuhan hub perdagangan internasional tempat
barang dialih-agihkan, kapal China bisa mengalirkan cargonya di kita untuk
didistribusikan ke India dan Eropa, dan sebaliknya.

12 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

(4) Pelabuhan bebas pajak yang menjadi magnet 50% pelayaran dunia
yang melintasi perairan kita, dan 95% pelayaran dagang di Asia-Pacific yang
menembusi perairan kita. Dengan bebas pajak, mereka datang. Kita bisa
menjual jasa lain seperti logistik, gudang, dll.

(5) Dan karena sibuknya perdagangan di pelabuhan-pelabuhan itu, maka


jasa keuangan, legal, management dan jasa lain akan menjadi keharusan yang
akan ikut tumbuh subur. Lihatlah bagaimana Singapore kini mengukuhkan
diri menjadi Islamic Financial Center. Ini hanya efek samping. Kita bisa
menyusulnya kalau mau dan tahu caranya. (6) Jasa pelayanan perawatan
kapal, galangan kapal dan Industri berat maritim.

Saya terus terang tidak habis pikir, membaca prioritas industri nasional
yang akan dikembangkan Indonesia dalam jangka panjang. Lima industri
prioritas yaitu itu: (1) sektor agrobisnis, (2) manufaktur dan alat angkut,
(3) elektronika dan telematika, (4) industri kreatif serta (5) UKM. Padahal
pada era Presiden Soeharto, industri manufaktur, elektronika, agrobisnis dan
UKM merupakan industri yang juga menjadi prioritas. Lalu Reformasi itu
ngapain aja? Bedanya cuma nomer 4, dan itupun isinya: Industri film, design
industry, buku, dll. Apa artinya Kebangkitan Nasional, Reformasi, Indonesia
Bangkit, dsb?

Coba bayangkan soal dampak mengandalkan agrobisnis. Tanah kita cuma


20% dari luar negeri. 80% air laut. Dari yang 20% itu mayoritas hutan
rain forest, yang oleh negara lain mendikte kita untuk dilestarikan demi
mencegah global warming. Tanah paling subur cuma di Jawa, berebut lahan
dengan impian industri manufaktur dan angkutan. Kalau pun agrobisnis
sukses, artinya mekanisasi pertanian dan bibit unggul. Maka jumlah tenaga
kerja yang terserap makin sedikit, sementara penduduk makin banyak.
Sektor manufaktur dan alat angkut tanpa focus ke industri kelautan, sama
juga memelihara anak harimau di tengah kampung.

Intinya, kalau kita mengabaikan geoekonomi kita, maka kita seperti pemilik
kapling sepanjang jalan Thamrin yang cukup puas menanam bayam di jaur
hijau, atau jasa ojeg di mulut gang, atau jualan asongan, pengamen dan
pengemis di perempatan jalan. Agroindustri?Angkutan? Industri Kreatif?
UKM?.

Halaman | 13
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Uniknya lagi, kita punya 2 keunggulan lain yang tidak dimiliki oleh tetangga
kita yang sudah mengeksploitir habis potensi geoekonomi-nya. Atau bahkan
kompetitor emerging market dunia lainnya. Kita punya: Sumber Daya
Manusia yang tumbuh berkembang, kreatif dan resilient (ulet), dan Sumber
Daya Alam yang berlimpah. Tapi toh inipun belum disyukuri, tapi malah
dikufuri, dikubur, dicover-up, dilupakan.

Ketika negara lain sibuk mencari pasar buat menjual produknya, maka
seperti halnya China dan India, kita punya captured market yang ada di
bumi pertiwi Indonesia. Demografi kita dengan captured market ini
dicemburui oleh negeri-negeri berpenduduk terbatas. Ada 230 juta mulut
yang menganga (istilah Taufiq Ismail) yang senantiasa perlu makan, maka
Nestle, Cocacola, Unilever dan Danone memprioritaskan industrinya
di Indonesia. Ada 230 juta tubuh yang selalu perlu sandang, papan dan
nyaman. Maka Nokia, VW, Bluesteel, dll buru-buru bikin pabrik di sini. Ada
230 juta penduduk yang kesejahteraannya tumbuh 6 % pertahun. Maka
equity fund, Channel, Louis Vutton, menjaga eksistensinya di pasar besar ini.
Dan tingkat kecerdasan manusia Indonesia yang berjibun ini juga meningkat
setapak-demi meningkat. Setiap tahun ada 12000 mahasiswa kita belajar di
Amerika, ada 15000 mahasiswa kita kuliah di Australi, dan ada 6. 9 juta anak-
anak kita yang sedang kuliah di dalam negeri. Spiritually, ada 220 ribu jamaah
haji setiap tahun yang tulus berdoa di depan Ka’bah untuk kemakmuran
keluarga dan negerinya. Dan kita haqqul yakin bahwa setiap doa pasti
dikabulkan oleh Allah bukan? Ud’u ni, astajib lakum; berdoalah, pasti Aku
kabulkan. Begitu dalam AlQuran.

Kita juga dimodaliNYA sumber daya alam yang berlimpah. Posisi di batas
dua samudra yang geoekonomisnya strategis. Arus laut lintas Indonesia
yang memfasilitasi 50% spesies ikan dunia berbiak diperairan kita. Species
terumbu karang kita 75% terumbu karang dunia. Cadangan minyak & gas
kita terbesar di Asia Tenggara & Timur.

Tambang emas Freeport terbesar di dunia, dengan produksi sekitar 56 ton/


tahun, meski produksi nasional kita nomer 7 di dunia. Kita eksportir batubara
terbesar di dunia. Penghasil minyak sawit nomer 1 di dunia. Pulau Jawa
dengan gunung berapi terpadat di dunia adalah di antara tanah paling subur
di dunia. Tapi ingat, semua sumber daya alam ini, hanyalah pelengkap bagi
jutaan manusia yang ulet dan kreatif yang berada pada posisi geoekonomi

14 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

yang sangat unggul. Sumber daya alam ini harus diolah sebelum dijual. Bukan
jamannya lagi menjual mentah komoditas kita ke pasar global.

Dengan memahami masalah geoekonomi kita yang khas ini, selayaknya akan
memudahkan kita semua menemukan jalan keluar dari kesumpekan negeri
tercinta.

Selat Malaka Menghubungkan


Lautan Hindia Dan Lautan Pasifik

Indonesia dengan Selat Malaka, Selat Makassar dan Laut Malukunya,


menghubungkan kawasan haus minyak pabrik-pabrik dunia di Asia Timur
dengan kawasan 80% cadangan minyak terbesar di dunia di Timur Tengah.

Kecuaian (cuek atau ignorance) yang berkepanjangan dari para pemimpin


kita untuk memposisikan Selat Malaka sebagai asset yang penting bagi
Indonesia dalam berbagai segi, telah membuat rakyat kita dari segala lapisan
dan latar belakang, merasa asing dengan Selat Malaka.

Masyarakat dunia dan juga masyarakat kita secara umum mempunyai


persepsi bahwa Selat Malaka adalah hanya milik Malaysia. Mungkin karena
nama ”Malaka” adalah nama kota di semenanjung Malaysia. Saya menjumpai
pada peta buku pelajaran di Brunei misalnya, disebutkan ”Malaca Strait,
Malaysia”. Kenapa demikian?

Seorang perwira menengah angkatan laut kita, komandan salah satu kapal
perang kita, penrnah menanyakan kepada saya: ”Mana yang lebih dalam,
Selat Malaka ataukah Selat Makassar?”. Terus terang saat itu saya terpana,
sebelum menjawabnya. Ini salah satu bukti ’keterasingan’ kita di negeri sendiri.
Beliau yang seharusnya faham semua karakteristik, segala celuk laut dan
bibir pantai perairan laut kita, justru tidak mengenalnya. Apatah lagi rakyat
kebanyakan yang tidak bersentuhan dengan lautan dalam kesehariannya.

Selat Malaka merupakan jalur maritim terpenting di dunia dan berada di


bawah kedaulatan Indonesia, Malaysia dan Singapura. Selat Malaka sangat
dangkal, bahkan pada bagian di selatan Singapura terancam dengan

Halaman | 15
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

pendangkalan. Panjangnya 550 mil dengan lebar 300 mil di ujung barat laut
dan mengerucut menjadi sesempit 1. 5 mil di Selat Singapura dan Selat
Phillips.

Selat Malaka sendiri peran lokal – bilateralnya sangat sibuk. Tidak kurang
dari 80,000 orang yang menumpangi ferry menyeberangi selat ini setiap
harinya, antara Indonesia, Malaysia dan Singapore.

Sekitar 80 % dari import minyak dan gas untuk Jepang, China, Taiwan dan
Korea Selatan diangkut melalui Selat Malaka. Negara-negara ini adalah
negara yang paling produktif di dunia dan China bahkan diberi julukan
“pabrik dunia”. Tidak kurang dari 2500 kapal khusus bermuatan LNG/LPG
setiap tahunnya. Dua per tiga LNG dunia diangkut melalui Selat Malaka.

Dalam kurun 20 tahun ke depan, ketergantungan China pada pasokan


minyak dari Timur Tengah semakin membludak. Dua per tiga import minyak
China akan dipasok dari Timur Tengah, dalam volume empat kali lipat dari
jumlah hari ini. Nyaris keseluruhan minyak itu akan diangkut tanker melalui
Selat Malaka ini.

16 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Untuk mengurangi resiko ketergantungan pada Selat Malaka, sementara


ini China sedang berpikir keras dan merancang jalur alternatif lain yaitu
memipakan langsung dari Asia Tengah ke China dengan melintasi gurun
Gobi. Jalur kombinasi lain yang dirancang adalah mengapalkannya hingga
ke Myanmar, lalu dipindahkan melalui pipa minyak dari pelabuhan Myanmar
melintasi daratan dan pegunungan ke utara hingga mencapai China. Tidak
mengherankan kalau seringkita mendengar bangaimana Myanmar selalu
dalam sorotan Amerika, karena jalur minyak ke China menjadi salah satu
issue yang hangat dan strategis.

Perairan Selat Malaka dikuasai bersama antara Indonesia, Malaysia dan


Singapura. Bagian terluas dan terpanjang dari Selat Malaka ini justru
merupakan perairan di bawah kedaulatan Indonesia [lihat peta]. Singapura,
sesuai dengan garis pantainya yang pendek, hanya mempunyai sedikit saja
potongan dari Selat Malaka.

Namun demikian, ironisnya, Singapura adalah pengguna paling intens


dari Selat Malaka ini. Seandainya selat ini tersekat karena sesuatu hal,
maka perekonomian Singapura akan hancur (’devastated’, menurut istilah
Bronson Percival) dan bahkan tidak mustahil eksistensi negara Singapura
inipun terancam.
Halaman | 17
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Hari ini, lebih dari 10 Juta barrel minyak mentah per hari diangkut tanker
melintasi selat ini.Volume ini meliputi sekitar sepertiga dari total minyak yang
dikapalkan di seluruh dunia. Aliran komoditi sangat penting ini menjadikan
selat ini paling strategis di dunia dalam transportasi minyak setelah berlepas
dari Teluk Persia.

Dalam tahun 2005 saja, ada sekitar 50 – 60 ribu kapal berukuran di atas
300 ton yang melayari selat sempit ini. Jumlah ini sama dengan hampir
separoh armada kapal yang ada di muka bumi.

Sedikitnya, ada 600 freighter (kapal cargo/container) yang melalui selat ini
mengangkut apa saja barang penting dan bernilai. Dari bahan baku untuk
industri China, beras Vietnam dan Thailand untuk India, mobil Hyundai dari
Korea ke Eropa, mobil Eropa untuk Asia, mobil Jepang untuk Eropa hingga
limbah nuklir dari Jepang untuk diolah di Eropa.

Setiap tahun tidak kurang dari USD 1. 000 Milyar nilai barang yang diangkut
melintasi Selat Malaka, atau hampir sama dengan GDP China, sekitar 1. 5
kali GDP Indonesia atau sepuluh kali GDP Singapura!

18 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Siapa Berkepentingan Dengan Selat Malaka?


Apakah Jakarta punya kepentingan dengan Selat Malaka sebesar kepentingan
Amerika, Jepang, Korea, China dan Singapore?

Seandainya Selat Malaka tersekat. Alur laut (passage) alternatifnya adalah


melalui selat Sunda atau Lombok. Keadaan ini justru akan meningkatkan
keekonomian Indonesia, karena dengan demikian pemakai jasa pelayaran di
perairan Indonesia akan semakin tergantung kepada jasa yang bisa diberikan
oleh Indonesia. Beberapa pelabuhan pada alur laut ini seperti pelabuhan
Benoa Bali, Makassar, Bojanegara ataupun Lampung akan bisa menjual jasa
pelayanan keperluan pelayaran.

Seawal abad pertama, ketika suku bangsa dari kepulauan nusantara ini telah
berlayar jauh mengarungi lautan hingga merapat di Madagaskar, perairan
Indonesia merupakan tempat bertemunya berbagai peradaban dan
kepentingan.

Kerajaan Sriwijaya dan Malaka mencapai kejayaannnya di abad 7 karena


berhasil memanfaatkan keunggulan komparatifnya menguasai Selat Malaka.
Kerajaan ini secara damai membangun pasar, economic hub yang dikunjungi
oleh pedagang-pedagang dari India, Arab dan China. Sri Wijaya berada pada
persimpangan jalan yang sangat strategis.

Para pedagang China, India dan Arab bertemu pada kerajaan yang dalam
terminologi hari ini mungkin lebih tepat dikatanan sebagai Oceanopolitan
atau bisa juga Cosmopelago, bukan hanya cosmopolitan. Ruang Kepulauan
yang bernuansa dan beratmosfer multinasional, multicultural.

Catatan perjalanan dari Ibnu Batutah, Itching, Antonio Pigafeta, Vasco


DeGama, ChengHo, Marcopolo, dan masíh banyak lagi menorehkan kondisi
yang oceanopolitan di kawasan perairan Indonesia ini.

Bagaimana dengan keamanan perdagangan lintas laut dan bajak laut?


Ternyata “bisnis” bajak laut cukup lukratif. Nilai estimasi barang yang hilang
(atau dianggap hilang) karena pembajakan laut berkisar antara US$ 16 – 25
Milyard pada tahun 2000-an. Ini jumlah yang besar, atau sekitar sama dengan

Halaman | 19
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

GDP negeri minyak Brunei pada tahun 2010.

Apakah nilai pasar masif ini akan dianggap sepi oleh para cukong yang jeli?
Apakah mudah menjual barang dan kapal hasil bajakan ini dipasar gelap
raksasa bisa dilakukan dengan mudah tanpa campur tangan pemain besar
juga? Rasanya mustahil bukan?

Apakah penduduk riau yang jadi pembajak itu bisa memasarkan hasil
rompakannya yang bernilai 4 kali lipat GDP Indonesia? Apakah orang-orang
kepulauan Riau yang tidak pandai berbahas Inggris ini mampu mengadakan
deal-deal, mengganti lambung kapal, memasarkan papal “baru” hasil
rompakan dengan surat-surat legalitas ’aspal’ (asli tapi palsu) yang baru?

Sama tidak mustahilnya kalau kita menengarai adanya permainan yang luar
biasa kotor dan besar dalah hal bajak laut ini. Bahkan tidak mustahil terjadi
kolaborasi permainan antara ”perusahaan” asuransi, perusahaan pelayaran,
pemilik barang sendiri dan para pemain invicible besar. Bajak laut kelihatannya
bukan mainan orang-orang kepulauan dengan motor tempelnya dan sejnata
murahan. Ini bisnis besar yang melibatkan pemain besar.

Bagaimana dengan geostrategis dan konstelasi politik global? Beberapa


analisa ternyata menunjukkan bahwa Amerika sangat bernafsu untuk
berkongsi urusan bagaimana menghandel “hot pursuit” di Selat Malaka.
Mereka menuduh Indonesia dan Malaysia sebagai penguasa Selat Malaka
yang jealously guard their sovereignty over territorial waters and deny cross-
boundary “pursuit and entry,” often colloquially known as “hot pursuit,” by their
neighbors. Mengapa sampai demikian jauh negara adidaya ini ingin campur
tangan masalah pengamanan Selat Malaka yang letaknya jauh dari negeri
mereka? Angka-angka di atas tadi sudah cukup menunjukkan strategisnya
jalur ini.

Tidak mustahil di masa depan, ada suatu scenario “serangan teroris” di Selat
Malaka ini, yang akan dipakai sebagai pretext atau alasan bagi Amerika untuk
memaksakan kehendaknya.

20 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Kita perlu mencermati, bahwa setelah peristiwa drama tragis 9/11 telah
kemudian digunakan sebagai pretext bagi Amerika untuk menyerang negara
lain: Afghanistan dan Iraq. Maka bukan hal yang mustahil hal yang mirip
juga akan dimainkan di perairan Selat Malaka. Namun untuk benar-benar
bermain dengan mengacaukan selat ini, harga yang harus dipikul amat
sangat mahal bagi dunia keseluruhan. Para pengguna jalur ekonomi ini tentu
tidak tinggal diam.

Amerika menghendaki adanya perubahan sikap Indonesia dan Malaysia


sehubungan dengan kekukuhan kedua negara berjiran ini untuk mengawal
selat. Analisa ahli strategis Amerika Bronson Parcival bahwa “the high priority
Indonesia and Malaysia place on “sovereignty” may not be modified unless a
maritime terrorism attack takes place in Southeast Asia. ” Ini bisa diartikan
bahwa Amerika memerlukan suatu “contoh soal”, pretext yang akan
dipakainya sebagai alibi untuk “masuk” ke Selat Malaka, apapun kejengkelan
yang akan dirasakan kedua negara berjiran ini.

Sebelum drama tragis 9/11terjadi, para analis strategis Amerika


meneriakkan bahwa mereka memerlukan ”pearl harbour like event” untuk
mentriger suatu proyek besar New American Century. Dan begitu terjadi
peristiwa 9/11, pagi itu Direktur CIA George Tennert langsung berujar
bahwa peristiwa ini seperti “serangan Pearl Harbor”.

Apakah ”serangan teroris” di Selat malaka akan dimainkan untuk memulai


suatu proyek besar di Asia Tenggara terutama negara kepulaun nusantara
sebagai negara kepulauan paling strategis di muka bumi dan dikawal oleh
jamaah Islam terbesar dimuka bumi pula?

Kawasan Indonesia adalah kancah permainan Amerika terpenting nomer


dua setelah timur tengah. Seperti kata mereka sendiri: “The American focus
on terrorism in Southeast Asia became so intense that the region was labeled
the “second front” in the “Global War on Terrorism. ” For the first time since
1975, the dominant national security issue in U. S. global policy became the
unifying and energizing principle of U. S. strategy in Southeast Asia. ”(Bronson
Percival, 2005)

Halaman | 21
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Kenapa demikian? Karena Indonesia adalah negara dengan populasi muslim


terbesar di dunia ! dan ini masalah besar untuk kebijakan politik luar negeri
regim yang berkuasa di Amerika.

Intrusi campur tangan Amerika di Indonesia menurut catatan seorang


analis ternyata dilakukan secara diam-diam pada level para perwira dan
diplomat tingkat menengah, bukan pada level panglima atau menteri luar
negeri. Menurut Percival (2005): “the U. S. maritime security initiatives for
the Malacca Straits were designed and largely implemented by enterprising
mid-level diplomats and navy officers within their respective bureaucracies. ”
Menarik bukan?

Selat Malaka hingga saat ini, (2012), belum pernah menjadi issue politik di
Indonesia. Di kemudian hari issue besar ini bisa dengan mudah diangkat
untuk kepentingan politik nasional sekaligus internasional.

Issue yang bisa dipolitisir dalam skala high profil tentu saja bajak laut dan
ancaman konspirasi teorisme. Terutama dalam kaitannya dengan masalah
keamanan, keselamatan, dan campur tangan asing dalam pengamanan selat
malaka.

Sedangkan dengan efek yang sama, issue yang diangkat bisa juga dalam
hal antara lain pencemaran lingkungan hidup, kerjasama bilateral,
pengentasan kemiskinan masyarakat kepulauan Riau, pendangkalan, biota
laut, pengembangan Propinsi Riau Kepulauan, kapitalisasi jalur penting ini
jangkar ekonomi Indonesia, jalur ini sebagai bargaining power bagi politik
internasional Indonesia.

Atau bahkan, skenario yang menarik juga, “diam”nya kalangan eltite


pengambil keputusan di Indonesia adalah juga sebagai suatu ”aksi” yang
justru memberikan ruang keluasaan untuk mengontrol Selat Malaka
melawan bernafsunya kepentingan asing di Selat ini. Indonesia dengan
‘mendiamkan’ isu Selat Malaka ini, akan dapat menjerumuskan kepentingan
asing tersebut ke suatu keadaan blunder.

22 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Masalah paling utama saat ini adalah ketidak-tahuan masyarakat Indonesia


terutama pada jajaran elite politik dan pembuat kebijakan di Indonesia,
mengenai potensi, peluang dan ancaman yang dimiliki Selat Malaka.

Langkah pertama mungkin dengan mempopulerkan Selat Malaka kepada


umum seluas mungkin.

Halaman | 23
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

MENGELOLA RAHMAT ALLAH


SESUAI SUNATULLAH

Umat Islam Indonesia sejatinya sudah diberi dua fasilitas untuk sukses
dunia-akherat. Yaitu dengan diberi petunjuk dalam AlQuran dan dilahirkan
di lokasi paling strategis di dunia dengan karunia sumber kelautan yang
tak terhingga. Kestrategisan itu antara lain, separo armada pelayaran dunia
melewati perairankita. Selat Malaka yang sempit itu saja dilalui oleh 50 ribu
kapal setiap tahunnya. Dimana di antaranya, sekitar 40% armada tanker
dunia yang membawa 10 kali lipat produksi minyak nasional , atau sepertiga
volume minyak dunia yang diangkut tanker.

Modal berupa populasi umat terbesar di muka bumi dengan berada di


rangkaian kepulauan terluas di batas dua samudra, dan berbekal Al Qur’an,
maka dengan keunggulan komparatif ini insyaAllah bisa menjadikan kita
sebagai bangsa bermartabay dan bisa mengemban amanah mulia. Pada
masa lalu, saya yakin AlQuran pernah menjadi inspirasi bagi muslim untuk
menjelajah lautan sebagaimana telah dibuktikan dan tercatat dalam sejarah
tentang pelaut Maluku, Bugis, dan para penemu muslim dari bangsa lain. Kita
perlu menggalinya kembali dan mengembangkannya.

Dalam pengelolaan kelautan marilah kita mempertimbangkan manusia


Indonesia, pegangan manusia Indonesia dan lingkungan di mana manusia
Indonesia itu berada. Dan itu bisa dirumuskan dengan rumus yang
disederhanakan berikut ini:

24 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Secara demografis, di panggung global, sebenarnya umat Islam Indonesia


ini membuat ”ngiri sekaligus ngeri” bangsa-bangsa lain. Ironisnya, ummat
ini justru merasa rendah diri di negeri sendiri. Merasa asing dengan ayat-
ayat AlQuran yang berhubungan dengan kenusantaraan kita (ayat-ayat
laut) dan belum berhasil mengkapitalisasikan potensi kelautan yang sudah
dikaruniakan oleh Allah pada bangsa Indonesia.

Padahal Allah SWT berulang kali menyindir kita dalam Ar Rahman (55:19,
20,21,22): “Dia membiarkan dua laut mengalir yang keduanya kemudian
bertemu”,”antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-
masing”,”Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”,”Dari
keduanya keluar mutiara dan marjan”.

Apakah kita bangsa yang telah mendustakan ayat-ayat ini? Naudzubillahi min
dzaalik. Keberadaan populasi muslim terpadat di batas dua samudra –Pasifik
dan Hindia– ini seharusnya mampu menuai karunia “mutiara dan marjan”
itu dalam banyak segi kehidupan: ekonomi, ekologi, hingga peradaban.

Umat Islam terbanyak ini kenapa justru tidak mampu ”melihat” karunia yang
begitu melimpah. Kenapa kita mendustakannya?

Yang mengelitik adalah, kenapa Allah SWT pada saat ini sudah memberikan
“kemampuan melihat” kepada suadara-saudara kita di Singapura. Sehingga
ia mampu menjadi salah satu poros ekonomi dunia.

Apabila kita kembali berpegang kepada AlQuran maka insyaAllah kita


sebagai bangsa besar dan ummat terbaik akan menjadi bangsa yang
bermartabat, sejajar dan bahkan melebihi negara-negara makmur lainnya.
Kita akan bisa sejajar dengan negara-negara maju, yang umumnya juga
adalah negara yang posisi geografisnya sebagai coastal states (mempunyai
garis pantai dan akses ke laut lepas) ataupun archipelagic states (kepulauan

Halaman | 25
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

di dikelilingi lautan). Negara-negara pulau yang telah maju dan kaya seperti
Jepang, Inggris, Singapore, Hongkong, Taiwan, New Zealand, dan Bahrain.

Nenek moyang kita, Majapahit dan Sriwijaya pernah mencapai kejayaan


juga karena mempunyai wawasan kelautan. Rajanya tahu memanfaatkan
potensi lautnya untuk mencapai sumber-sumber daya di seberang lautan.
Sebaliknya ketika Mataram masuk ke padalaman dan berbasis agraris, maka
pelan-pelan surut dan terisolasi dari dunia perdagangan global.

26 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

PERGESERAN PARADIGMA KE LAUT

Indonesia telah berhasil melewati krisis moneter 1998. Demikian pula


saat krisis ekonomi global 2008, Indonesia bahkan tumbuh. Pertumbuhan
ekonomi dan juga kenaikan GDP per kapita memang patut disyukuri. Tetapi
masih berjuta rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Masih banyak tuga
yang belium selesai.

Banyak potensi perekonomian untuk mensejahteraan rakyat belum


terealisir. Salah satu sebabnya menurut penulis adalah karena Indonesia
telah melalaikan potensi kelautannya. Padahal, posisi dan keadaan geografis
kepulauan Indonesia yang berada di batas dua samudra juga telah
menegaskan potensi yang luar biasa. Sejarah juga mencatat keunggulan
maritim penduduk Pulau Jawa dan kepulauan lain sempat berjaya hingga ke
Madagaskar dan Pasifik.

Indonesia bisa mengoreksi kekeliruan selama ini dengan mulai menghargai


potensi kelautannya. Memfokuskan diri untuk mengaktualisasikan potensi
geoekonomi dan sumber daya kelautannya yang dahsyat dan hanya
dimiliki oleh negeri di batas dua benua ini. Sumber daya kelautan itu ialah
geostrategis, perkapalan, biodiversitas kelautan, arus laut yang raksasa dan
abadi, sumber pangan & protein, sumber energi terbarukan, sumber mineral
dan bahan tambang. Jasa yang berhubungan dengan kelautan juga begitu
luas dan luar biasa besar.

Selat Malaka sendiri merupakan salah satu jalur laut yang terpadat di dunia.
Suatu tantangan bagi penduduk Riau, dan kawasan pesisir timur Sumatra.

Halaman | 27
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Namun kenapa potensi yang sangat luar biasa ini hanya bisa diraih oleh
Singapura yang areal tanahnya kecil. Mengapa Riau hanya bisa jadi penonton
dan menguntungkan Singapura bahkan “melukai diri sendiri” dengan
menjual pasir dan kerikil untuk menimbun rawa-rawa di kawasan Jurong
Singapura untuk disulap menjadi sentra kawasan industri yang melayani
industri kelautan dan perminyakan dunia.

Singapura bahkan kini menetapkan sebagai pusat distribusi BBM untuk


Asia timur. Sempitnya lahan, disiasati dengan membangun tanki-tanki
cadangan bahan bakar minyaknya di bawah tanah. Mereka sedang menggali
terowongan-terowongan atau gua raksasa yang lebarnya hingga 30 meter,
pada kedalaman 130 meter di bawah permukaan laut. Gua ini akan dipakai
sebagai gudang penyimpan BBM, bahkan juga untuk membangun kota
bawah tanah.

Mengapa Riau dengan ribuan pulau di seputar Singapura justru tidak mampu
mengubahpulau-pulau tersebut menjadi pangkalan-pangkalan singgah
pelayaran dan perawatan kapal-kapal yang melintasi perairan Selat Malaka
dan Selat Karimata atau bahkan galangan-galangan kapal dan anjungan
minyak dunia sebagaimana halnya Singapura, Jepang, dan Korea Selatan.

Sudah saatnya para pengambil keputusan untuk berani melakukan


pergeseran paradigma pembangunan Indonesia dari pembangunan
nasional yang berbasis daratan ke pembangunan nasional berbasis kelautan.
Paradigma kelautan menuntut berbagai pergeseran pola pemikiran lain,
utamanya oleh para pengambil keputusan di tingkat nasional. Pergeseran
paradigma harus dilakukan dari pola pemikiran yang berkiblat pertanian-
domestik pada perdagangan yang terbuka antarpulau dan lintas lautan.
Bergeser dari wawasan monokultural yang terisolasi pada wawasan
multikultural yang kaya interaksi budaya. Bergeser dari nasionalisme yang
eksklusif ke nasionalisme yang inklusif.

Pola pemikiran yang berkiblat pertanian-domestik harus dikembangkan


menjadi perdagangan yang terbuka antarpulau dan lintas lautan. Pertanian
yang sukses dan berlimpah tidak akan ada dampak kesejahteraan untuk
rakyat apabila tidak dikendalikan dengan kemampuan memperdagangkan
hasil panen dan olahannya.

28 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Dengan luas wilayah yang 80% berupa lautan dan berada di urat nadi
pelayaran serta perekonomian dunia, kita perlu lebih maju daripada sekadar
negara agraris yang berdesakan di daratan yang hanya 20% dari wilayah
negeri ini.

Perdagangan antar pulau dan lintas lautan adalah langkah ke depan yang
juga akan mendorong tumbuhnya pertanian dan industri di dalam negeri.
Karena terbukanya jalur perdagangan dengan luar pulau hingga luar negeri,
akan membentuk pasar-pasar baru dan sekaligus menjadi pulling factor bagi
tumbuhnya pertanian dan industri itu sendiri.

Kita juga jangan hanya puas dengan swasembada pangan dan kebutuhan
pertanian dalam negeri. Kita harus melihat luas ke sekeliling kita. Permintaan
pasar di kawasan pertumbuhan Asia timur, terutamannya China, serta
kawasan Asia selatan atau India, tentu akan lebih menggairahkan kegiatan
produksi yang mulanya hanya diniatkan untuk swasembada.

Apalagi Indonesia berada pada “simpang raya” jalur laut urat nadi
perekonomian dunia. Seharusnya produksi olahan hasil bumi, lautan,
dan industri kita bisa lebih mudah untuk menembus pasaran dunia.
Singapura menjadi negeri yang makmur seperti sekarang ini tidak lebih
daripada kemampuannya menjadi penjual jasa, menjadi “pedagang”
yang memanfaatkan posisi geografisnya yang berada di jalur urat nadi
perekonomian.

Pergeseran Paradigma
Pembangunan nasional berbasis KE Pembangunan nasional berbasis
DARATAN LAUTAN

Pola pemikiran yang berkiblat à Perdagangan terbuka antar pulau


pertanian-domestik dan hub perdagangan global
lintas lautan
Wawasan monokultural yang à Wawasan multikultural yang
terisolasi kaya interaksi budaya

Nasionalisme yang eksklusif à Nasionalisme yang inklusif

Wawasan monokultural yang terisolasi harus dikikis sehingga kita bisa


memiliki wawasan multikultural yang kaya interaksi budaya. Indonesia

Halaman | 29
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

yang sudah aslinya terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama,
merupakan modal yang amat bernilai untuk lebih berkembang lagi.
Islam menerima keanekaragaman suku, bangsa, dan budaya. Yang
dianjurkan Islam kepada umatnya adalah saling mengenal, li ta‘ârafû,
saling berinteraksi, dan membangun kesadaran berbangsa yang
multikultur. Dengan demikian, kita menjadi bangsa yang terbuka dan
mampu berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dari belahan bumi
mana pun.

Budaya Indonesia tunggal yang monolitik mungkin tidak akan pernah


ada, maka tidak perlu mencarinya, apalagi mencoba menyintesiskannya
melalui penyeragaman budaya Indonesia dengan menerapkan budaya
dari satu suku yang dominan dengan dalih sebagai budaya Indonesia.
Kebhinekaan yang multikultural itulah yang akan selalu kita alami pada
masa depan, ketika orang-orang dari berbagai pulau saling bertukar
tempat, mencari nafkah, dan membina kehidupannya di seberang
pulau.

Kita juga harus mampu menggeser cara pandang nasionalisme yang


eksklusif menjadi nasionalisme yang inklusif. Nasionalisme eksklusif
yang sempit terpenjara pada stereotip simbol-simbol dan romantisme
kebangsaan masa lalu yang diwarnai dengan sifat heroik yang
meledak-ledak, bahkan cenderung chauvinistik dengan menganggap
suku bangsa dan budayanya sendiri yang terbaik. Nasionalisme yang
eksklusif adalah juga nasionalisme sempit dengan kecenderungan
xenofobia yang tertutup terhadap bangsa-bangsa lain, tidak toleran
terhadap perbedaan ras, dan mudah teriritasi dengan pencapaian
yang dialami oleh ras lain.

Ketertutupannya membuat enggan beranjak jauh dari tempat


kelahiran dan asal nenek moyangnya. Sifat eksklusif seperti ini juga
bisa bermakna sebaliknya jika terbentur dengan masalah, merasa
hanya bangsanya sendiri yang punya masalah besar, merasa bangsanya
sendiri yang dimusuhi, merasa hanya bangsanya sendiri yang paling
korup, dan segala perasaan negatif yang ditimpakan secara eksklusif
bagi bangsanya sendiri.

Sikap nasionalisme eksklusif yang sempit dan memenjarakan ini harus


digeser menjadi nasionalisme dengan makna yang luas, merangkumi
30 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

dan komprehensif, yang dengan kebesaran jiwanya mampu menerima


kemajuan, kelebihan sekaligus kekurangan bangsa lain, sama derajat
dengan bangsa lain di mana pun tanpa kehilangan jati dirinya sebagai
bangsa Indonesia.

Rasulullah Saw. , mencontohkan dalam Perang Khandaq, bagaimana


beliau yang berasal dari Suku Quraisy Arab, bisa dengan berbesar
hati menerima ide pemuda Salman Al-Farisidari Persia yang
memperkenalkan teknologi perang dengan membangun parit untuk
pertahanan kota Madinah. Bagaimana juga masyarakat pendatang
Muhajirin dari Makkah dapat hidup dan tumbuh bersama Kaum
Anshor yang merupakan penduduk asli Madinah.

Hari ini, penduduk negeri kepulauan Nusantara adalah sekaligus


penduduk Muslim terbesar di muka bumi. Namun ironisnya,sebagian
penduduk Muslim melupakan kejayaan maritim masa lalu dan lalai
pada pesan-pesan kitab suci Al-Quran untuk turun ke laut. Mereka
lalai misalnya dengan, Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu
supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan
supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-
mudahan kamu bersyukur (QS Al-Jâtsiyah [45]: 12).

Sebagai Muslim yang mayoritas mendiami kepulauan terbesar di


muka bumi ini, dan menjadi motor penggerak pembangunan, tidaklah
berlebihan apabila penulis merujuk pada ayat-ayat suci Al-Quran untuk
lebih memantapkan hati dalam menyikapi pergeseran paradigma ke
arah aktualisasi potensi sumber daya kelautan Nusantara. Bahasa
yang dipakai oleh Allah dalam mewajibkan manusia Indonesia untuk
menggali potensi lautan adalah sangatlah indah dan lugas. Perhatikan
bunyi ayatnya:

Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu),


agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang
segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu
perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera
berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan)
dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS Al-
Nahl [16]: 14)

Halaman | 31
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Tuhan-mu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan


untukmu, agar kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu.
(QS Al-Isrâ’ [17]: 66)

Petunjuk Allah dalam Surah Al-Isrâ’ ayat 66 di atas, bersama dengan


keberadaan kita di kawasan kepulauan terbesar di jagat ini, merupakan
ekspresi kecintaan dan kasih sayang Allah kepada hambanya yang berserah
diri, hambanya yang Muslim. Kita ditempatkan di negeri kepulauan di batas
dua samudra yang begitu khas penuh kenikmatan, kemudian diberi-Nya
juga kitab Al-Quran yang begitu penuh dengan putunjuk dan kunci untuk
hidup sukses di negeri kepulauan ini dan sukses kelak hidup di akhirat.

Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum kaum itu memulai
mengubah dirinya sendiri. Oleh karena itu, kita pun harus terus berupaya
untuk berubah maju, membetulkan cara pandang kita. Allah SWT
menciptakan kita dalam sebaik-baik kejadian, melengkapkan segala fasilitas
hidup di dunia dan mengalokasikan rezeki yang cukup dalam bentuk sumber
daya ataupun karunia siap pakai, serta mengirimkan malaikat-malaikat untuk
mengawal keselamatan dan kebahagiaan kita. Dan Allah SWT pun menjamin
tidak akan merubah kondisi itu, kecuali kita manusia sendiri yang merubah
kondisi asli yang baik itu itu ke keadaan yang dekaden, merosot.

Oleh karena kelengkapan fasilitas itu, maka sejatinya kita hanya perlu
kembali. Kembali kepada fitrah kita, dan pada karunia berlimpah yang sudah
difasilitaskan kepada kita, dimana kita berada. Karena kita di kepulauan
Indonesia, maka kita perlu kembali kepada keunggulan fasilitas yang
dikaruniakan Allah SWT pada kita. Kalau kita cuma cinta daratan dan pulau
yang kita diami, itu bukanlah kembali pada fitrah. Fitrah mensyukuri nikmat
penghuni kepulauan terbesar di muka bumi ini adalah dengan melakukan
perubahan cara pandang, perubahan paradigma.

Kita memerlukan pergeseran paradigma ini karena: (1) Laut, kepulauan,


dan posisi geopolitik perairan Indonesia merupakan keunggulan komparatif
Indonesia di percaturan ekonomi global; (2) Situasi dan kondisi geografis
dan demografis kita di negara kepulauan ini memerlukan solusi yang khas

32 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

dalam berbagai sektor kehidupan kita; (3) Saat ini hanya negara-negara
tetangga saja yang mengambil keuntungan ekonomis dari keunggulan
Indonesia ini (baik melalui pelayanan jasa maritim maupun pengerukan
sumber daya kelautan); (4) Bersandar kepada industri berorientasi agraris
dan kehutanan maupun pertanian sendiri tidak cukup langgeng (sustained)
untuk mendukung pertumbuhan populasi yang sangat besar sedangkan
jumlah daratan kepulauan hanya sekitar 20% dari luas wilayah Republik
Indonesia;

(5) Sumber daya manusia mayoritas Indonesia adalah umat Islam yang
mendapat petunjuk dari Al-Quran tentang beberapa fenomena di laut dan
perintah untuk mencari karunia di lautan; dan (6) Laut adalah tempat masa
depan umat manusia ditentukan (pangan, sumber protein, sumber obat-
obatan, energi, bahan bakar, bahan baku industri, dan lain-lain).

Dari pergeseran pola pemikiran ini maka dalam menyikapi perubahan


dunia serta menyusun kebijakan pembangunan negara kepulauan Indonesia
ini, insya Allah akanmembawa kita pada solusi jangka panjang bagi persoalan
laten bangsa ini, sehingga akan lebih mudah jalan untuk mencapai kemajuan
dan bahkan kejayaan bangsa bahari.

Transformasi Dari Pola Negara Agraris Ke


Negara Maritim

Aksi yang harus dibuat: menghayati paradigm kelautan untuk pembangunan


peradaban Indonesia dan selanjutnya melakukan transformasi dari pola
negara agraris ke negara maritim.

Apa beda ‘transformasi’ dengan ‘pergeseran paradigma’? Paradigma pada


kawasan pola pikir. Sedang Transformasi pada kawasan aksi sebagai indak
lanjut dari pola piker yang sudah terbentuk.

Tabulasi berikut mencoba membuat garis besar tranformasi yang bisa


dilakukan dan dampak yang akan dirasakan sebagai manfaat oleh masyarakat
dan kesejahteraan bangsa.

Halaman | 33
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

PARADIGMA MARITIM, TRANSFORMASI DI


BERBAGAI BIDANG DAN DAMPAKNYA

PARADIGMA PARADIGMA
BIDANG DAMPAK
AGRARIS MARITIM

1. PANGAN - Beras, Sayur, Daging, - Sama, ditambah dengan - Memperbanyak


Bijih-bijihan Algae, Agar, Kerageenan, variasi pangan.
aneka ikan, Obat-obatan - Kualitas
meningkat:
protein, vitamin,
kenyamanan /
renyah

2. PAPAN - Aset lahan : 30% daratan - Aset lahan : 70% lautan - Aman &
- Jawa terbebani 60% - Jasa selat-selat selamat
populasi, sementara - Produksi selat-selat - Tumbuh
pulau-pulaua lain ‘kosong’. - Inland volcanic island merata
untuk pertanian pangan - Tata ruang yang
- Redesign tata ruang: berkeadilan
- Jawa: lumbung pangan & sesuai dengan
financial geosaintifik
- Kalimantan: energy faktornya.
intensive industries; pusat
pemerintahan

3. SAN- - Import kapas & wool - Consumer good dari laut: - Penghematan
DANG - Polyester polyester dari gas alam devisa.
& nafta. - Mengurangi
- Pulp kertas dari rumput beban hutan
laut produksi.
- Pupuk organis dari algae
- Kelp untuk pengganti
serat

34 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

4. UTILITAS - Oil & gas untuk listrik - Oil & gas untuk petro- - Clean Energy,
dan kendaraan. chemical Carbon credit
- PLTA - PLT Hidrokinetik: arus - Listrik abadi
- Diesel laut, arus pasang-surut, - Eksport baru:
- Artesis dan penjernihan arus sungai listrik & energy
air sungai untuk suplai - Geothermal: listrik, heat- hydrogen
air tawar. ing, cooling.
- OTEC: Listrik, Hidrogen,
Desalanisasi suplai air
tawar, mariculture air
dingin.

5. TATA - Exclusive - Inclusive - Terlibat dalam


SOSIAL - Crowded metropolitan - Oceanopolitan global vibrant
EKONOMI - Inland growth - Coastal growth economy
- Berbasis hutang (fiat - Berbasis riil (asset based - Expanding
money) value) economy
- Grow + Produce - Produce + Manufacture
+ Trade

6. TRANS- - Truk - Kapal kargo & pontoon - Pembangu-


PORTASI - Jembatan - Pelabuhan nan antar
- Airport - Water airport: hydrofoil, pulau yang
- Circle-island transporta- jet boat, albatross lebih cepat dan
tion network - Cross-island transporta- merata.
- Atmospheric telcom tion network - Komuni-
satellite - SOFAR-Channel telcom kasi yang
satellite lebih cepat dan
bersih.

7. SUSTAIN- - Reforestasi & Reboisasi à - CO2 absorpsi: algae à - Ruang daratan


ABILITAS nilai ekonomi yang mero- biofuel sekaligus nutrisi untuk perta-
sot & lahan penduduk super nian pangan
yang kurang. - Upwelling air dingin & - Ecosistem yang
OTEC à surface cooling à lebih baik.
Salmon & Cooler climate

Halaman | 35
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

MENUJU KEJAYAAN
BANGSA BAHARI

Kekhasan geografis dan demografis Indonesia menuntut kreativitas, inovasi,


dan kepeloporan serta pendekatan yang terpadu dan mengikut sunatullah
dalam maritime governance. Luasnya kawasan laut dibanding dengan daratan
serta penduduk yang mayoritas Muslim dengan heterogenitas etnis yang
tinggi, menjadikan tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa dijadikan
model yang dapat kita contoh untuk pembangunan negara berdasarkan
keunggulan kemaritiman kita.

Beberapa kasus memang dapat dicontoh dari beberapa negara, tetapi


diperlukan beberapa adaptasi besar bahkan reformasi dari yang sudah
ada dan bahkan overhaul terhadap model dari luar tersebut. Dengan
demikian,akan kita miliki model pengelolaan kemaritiman yang sesuai,
berjaya serta langgeng (sustainable), dan memuaskan rakyat hingga ke
pelosok kepulauan.

Setelah kita mendapat wawasan yang lebih baik mengenai lautan dan Al-
Quran serta merasakan bagaimana masyarakat di Indonesia mempunyai
beban amanah sebagai khalifah yang menjaga sudut bumi. Untuk mengenali
kombinasi dua potensi kita, penulis ingin mengajukan beberapa gagasan
pemikiran sebagai masukan penyusuan rancangan tindakan (action plan)
untuk mempromosikan kelautan bagi kembali mencapai kejayaan maritim
umat Islam di rantau Nusantara ini.

36 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Rancangan tindakan ini tidak saja kepada pihak pemerintah, tetapi juga bagi
siapa saja dalam kapasitasnya sebagai anggota masyarakat yang memiliki
perhatian dan keprihatinan terhadap laut. Secara garis besar, usulan ini
penulis kelompokkan: Pertama, membangkitkan kesadaran kelautan melalui
sosialisasi dan apresiasi melalui berbagai media, Kedua usulan dalam bentuk
tindakan strategis untuk jangka panjang dan Ketiga, usulan tindakan taktis
yang bisa dilakukan dan dirasakan segera.

Sosialisasi dan Apresiasi


Penulis memulai ini dengan menulis di berbagai media, dalam bentuk buku
dan ebook. Ceramah di kampus-kampus di seluruh Indonesia, di sekolah-
sekolah, masjid-masjid, kantor-kantor pemerintahan maupun swasta, di
partai-partai politik, di kalangan militer, loby dan sebagainya, serta dimana
saja peluang itu ada. Pada berbagai kesempatan dialog langsung dengan
tokoh masyarakat dan pejabat tinggi pemerintahan, juga disampaikan
sosialisasi masalah perlunya kita kembali membangun Indonesia dengan
keunggulan komparatif kelautan kita.

Giliran pembaca meneruskan, apa yang sudah dibaca dari seri buku ini,
ataupun yang sudah sempat mendengar ceramah dan pemaparan penulis.
Riak kecil yang coba saya gerakkan dari sini, InsyaAllah dengan idzin Allah
SWT akan bisa menjadi gelombang besar pada suatu hari nanti, dengan
peran serta anda sekalian pembaca buku ini.

Rancangan Tindakan Strategis


Dalam rangkaian tindakan strategis ini kita soroti beberapa sektor penting,
contoh kasus dan gagasan menarik seperti batas wilayah, cetak biru
pembangunan nasional berbasis kelautan, keselamatan dan keamanan
(Safety and Security), pendidikan, dakwah dan pesantren, kesejahteraan
sosial dan budaya, pembinaan pusat industri dan finansial sekunder berbasis
kelautan, jalan akses ke pesisir, teknologi pengindraan jauh dengan satelit,
serta teknologi informasi dan telekomunikasi bawah laut.

Halaman | 37
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Cetak Biru Pembangunan Nasional Berbasis


Kelautan
Cetak biru yang merupakan masterplan dalam maritime governance
mencakup serangkaian rancangan strategis dan taktis yang dapat diaplikasikan
oleh berbagai komponen dan konstituen bangsa dalam tenggang waktu
tertentu yang sama-sama disepakati.

Dalam kerangka rancangan strategis perlu digariskan hal-hal mengenai:

1. Kepastian batas wilayah lautan RI hingga ke batas luar paparan


benua;

2. Administrasi negara dan struktur lembaga eksekutif terutama yang


berkaitan dengan fungsi fasilitator dan regulator dalam program
pembangunan berbasis kelautan;

3. Pemanfaatan sains dan teknologi bagi pengembangan kelautan;

4. Penanganan keselamatan dan keamanan di perairan Indonesia;

5. Pendidikan nasional berwawasan kelautan;

6. Pengembangan pusat-pusat industri dan finansial baik pimer


maupun sekunder yang berbasis kelautan;

7. Peningkatan kualitas kesejahteraan dan kesehatan masyarakat


pesisir;

8. Perencanaan tataruang kepulauan;

9. Jaringan transportasi terintegrasi poros-antar pulau dan poros-


pesisir-pedalaman;

10. Pemberdayaan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan nonpemerintah


dalam memajukan kelautan Indonesia.

38 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Langkah Pemerintah Indonesia dalam era Reformasi dengan membentuk


Departemen Kelautan dan Eksplorasi Kelautan (yang kemudian berubah
menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan) adalah langkah yang tepat
dan strategis. Terbukti salah satunya dengan peningkatan yang signifikan dari
produksi perikanan. Jumlah produksi sektor perikanan meningkat dari 4,8
juta ton pada 1999 menjadi 5,5 juta ton pada 2002. Nilai ekspor usaha
perikanan pun meningkat dari 1,6 miliar dolar AS pada 1999 menjadi 2,3
miliar dolar AS pada 2002.

Namun, manajemen lembaga eksekutif yang berkaitan dengan lautan


seyogianya tidak hanya membatasi bidang perikanan dan budidaya kelautan,
serta masyarakat pesisir saja, tetapi juga bidang perdagangan, industri,
sumber daya mineral, dan pertambangan. Kolaborasi dengan berbagai
sektor sangat diharapkan bisa dijalin dan memberikan hasil yang optimal.

Melihat betapa pentingnya sumber daya kelautan dan keunggulan komparatif


kita dibanding dengan seluruh negara di dunia, maka sangat relevan apabila
kita memberikan porsi yang lebih besar terhadap pengurusan hal ikhwal
maritim Indonesia melalui beberapa reformasi dalam administrasi negara
kepulauan Indonesia ini.

Dalam hal cetak biru yang menyangkut administrasi negara dan struktur
lembaga eksekutif, perlu dipertimbangkan adanya dua lembaga kementerian
di dalam pemerintahan, yaitu Kementerian/Departemen Perdagangan dan
Industri Maritim dan Kementerian/Departemen Sumber-Sumber Daya
Maritim. Hal ini berkaitan dengan fungsi fasilitator dan regulator dalam
program pembangunan berbasis kelautan

Kementerian/Departemen Perdagangan dan Industri Maritim dapat


membawahkan beberapa direktorat seperti Direktorat Jenderal Industri
Berat Maritim (yang mengurusi industri pembuatan kapal dan struktur
lepas pantai/platform, dan lain-lain); Direktorat Jenderal Industri Makanan
Laut; Direktorat Jenderal Konstruksi dan Infrastruktur Maritim (yang
mengurusi pembangunan pelabuhan, dermaga, dan lain-lain); Direktorat
Jenderal Industri Ringan dan Menengah Maritim (yang mengurusi industri
kerajinan, wisata laut, kapal tradisional, perlengkapan wisata bahari, dan
lain-lain); Badan Otorita Pusat Finansial dan Industri Primer dan Sekunder
Kelautan (Otorita–otorita yang mengelola kawasan khusus pusat-pusat
finansial dan industri primer dan sekunder kelautan pada kota/kawasan-

Halaman | 39
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

kawasan tertentu di seluruh Indonesia).

Kementerian/Departemen Sumber-Sumber Daya Maritim dapat


membawahkan beberapa direktorat seperti Direktorat Jenderal Perikanan
dan Budidaya Laut; Direktorat Jenderal Pertambangan dan Mineral Bawah
Laut; Direktorat Jenderal Informasi Geografi dan Survei (yang mengurusi
segala informasi geografis kelautan, pemetaan, dan survei, termasuk
mengelola satelit pemantau kelautan untuk kepentingan industri maritim dan
perikanan); serta Direktorat Jenderal Pengawasan Lingkungan, Keselamatan,
dan Kesehatan Maritim.

Secara politik, Indonesia perlu menyelesaikan masalah perbatasan dengan


negara-negara tetangga secara baik dan bersahabat. Sebagaimana dengan
usaha kepeloporan Indonesia di forum internasional dalam masalah konsep
negara kepulauan (Wawasan Nusantara) dan inisiatif dalam membina
confidence building measure di antara negara-negara yang bersengketa
mengenai Kepulauan Spratly di Lautan Cina Selatan, makin banyak diperlukan
anak-anak bangsa Indonesia yang memelopori penggalangangan kerja sama
kelautan antarnegara ASEAN, Asia Timur, dan Pasifik Barat.

Selain untuk kepentingan ekonomi, hal terebut juga strategis dalam menjaga
keutuhan negara kesatuan Indonesia yang aman dan stabil. Di samping itu,
pemerintah perlu juga melakukan fasilitasi kolaborasi antara industri-industri
strategis dan lembaga penelitian dan penerapan teknologi, seperti Badan
Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT), bagi pengembangan
masyarakat pesisir.

Undang-Undang Kelautan Nusantara


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif masih memiliki
tugas yang sangat banyak dalam menghasilkan undang-undang yang berkaitan
dengan masalah kelautan. Kita memerlukan berbagai undang-undang
seperti undang-undang tentang pembangunan kawasan pesisir, konsesi
lahan penangkapan ikan di lepas pantai, budidaya perikanan laut, pertanian
laut, energi terbarukan dari laut, pengembangan kekuatan angkatan laut
yang tangguh dan berwibawa; jalur-jalur perlayaran, pelabuhan-pelabuhan,
industri perkapalan, dan masih banyak lagi.

40 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Dan lebih dari itu semua, saya yakin bahwa kita juga memerlukan suatu
Undang-Undang Kelautan Nusantara yang komprehensif. Kalau Anda saat
ini sedang duduk di DPR, ini adalah kesempatan untuk memuat insiatif
membuat rancangan undang-undang ini. Kalau pun Anda bukan anggota
DPR, silakan menghubungi wakil yang Anda pilih waktu Pemilu dan
memintanya untuk menyusun perangkat undang-undang itu.

Diperlukan kerja keras untuk menyusun perundang-undangan ini. Undang-


Undang Nomor: 6 Tahun 1996 (6/1996), Tanggal 8 Agustus 1996 (Jakarta),
tentang perairan Indonesia perlu dilengkapi adendum ataupun peraturan
pemerintah termasa kini (up-to-date) yang mencakup daftar nama Indonesia
bagi pulau-pulau pada ujung-ujung terluar negara kepulauan, berikut
koordinatnya dan peta yang presisi dan akurat. Belajar dari pengalaman
kelemahan kita bahwa Peraturan Pemerintah No 4 Prp. tahun 1960 tentang
Perairan Laut Negara Republik Indonesia, ternyata tidak mencakup Pulau
Sipadan dan Pulau Ligitan dalam kawasan wilayah Indonesia. 2

Selain itu, masih banyak publikasi resmi maupun populer yang menyebutkan
bahwa kepulauan Indonesia terdiri dari 13. 000 pulau, padahal pada tahun
1980-an Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional)
telah mengumumkan hasil penghitungan kembali bahwa jumlah kepulauan
Indonesia adalah 17. 508 pulau (bahkan hasil perhitungan tahun 2003
adalah sebanyak 18. 108 pulau) dan di samping itu, ternyata masih ribuan
yang belum memiliki nama resmi.

Undang-Undang Kelautan Nusantara tidak saja untuk mengatur hubungan


dengan negara tetangga atau kepentingan asing yang menggunakan perairan
kita, tetapi terutama untuk kepentingan pembangunan dalam negeri.
Potensi konflik kewenangan menangkap ikan atau eksplorasi sumber daya
alam nonhayati tidak saja antarnegara, tetapi juga bisa terjadi antarprovinsi
bahkan antarkabupaten yang memiliki hak otonomi masing-masing.

Perlu diatur dengan bijaksana dan saksama hak dan kewajiban dalam
pengelolaan sumber daya laut atau sumber daya alam yang ada di bawah
dasar, dalam, dan di atas lautan dengan pembagian wewenang yang jelas
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten dan Provinsi.

Ketika setiap provinsi dipacu untuk menghasilkan sendiri pendapatan asli


daerahnya (PAD), maka potensi konflik akan terjadi sehubungan dengan

Halaman | 41
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

sumber daya alam kelautan yang terletak di perbatasan provinsi. Contohnya,


nelayan dari provinsi lain yang memenuhi perairan Laut Bengkulu untuk
melakukan penangkapan ikan hiu dan ikan pari di dalam wilayah tangkapan
nelayan tradisional Bengkulu atau 12 mil dari garis pantai. Oleh para nelayan
Bengkulu, hal ini dianggap sebagai “pencerobohan” dan mengambil rezeki
orang. Sebelum hal ini berlarut-larut, maka aturan perundang-undangan
harus dibuat dengan jelas dan dikawal dengan baik.

Undang-Undang Kelautan Nusantara juga termasuk hal yang mendesak


untuk segera disusun. Konsekuensi dari otonomi daerah serta masalah
pelestarian sumber daya alam, juga menuntut adanya landasan hukum yang
mengatur wilayah laut mana yang menjadi porsi pengelolaan pemerintah
pusat dan mana yang menjadi pengelolaan pemerintah daerah. Berapa mil
dari pantai batas dari wilayah kabupaten, berapa mil wilayah laut provinsi
dan berapa mil kawasan laut yang menjadi wilayah pemerintah pusat.

Bagaimana mengelola udara, air laut, dan lapisan tanah di bawah dasar
laut dari tiap-tiap kawasan wilayah tadi. Bagaimana metode menarik garis
batas ke arah laut untuk menentukan wilayah sebuah kabupaten pesisir.
Bagaimana nanti menyelesaikan konflik atau perbedaan pendapat mengenai
pengelolaan sumber daya kelautan di kawasan perbatasan dua provinsi atau
kabupaten yang berdekatan.

Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara


pemerintah pusat dan daerah, Bagian 3 Pasal 6 Ayat 6 dalam penerimaan
dari sektor pertambangan, diperlukan pendefinisian “wilayah” yang jelas di
lepas pantai, di mana ladang migas seumpamanya berada. Perbedaan batas
dalam beberapa ratus meter saja bisa berakibat mengalirnya dana ke tempat
yang tidak semestinya. Apabila suatu ladang minyak dan gas di lepas pantai
melampar hingga melintasi pesisir beberapa kabupaten, bagaimana nanti
pembagian hasil yang bisa dinikmati oleh kabupaten-kabupaten tersebut.

Kejelasan hukum diperlukan karena menyangkut perhitungan ekonomis


dari investor migas yang harus jeli memprediksi perolehan investasi yang
bernilai miliar dan dolar. Tanpa kejelasan hukum, maka investor akan ragu
untuk menanam modal dan memulai usahanya. Perlu diingat bahwa masa
depan industri peminyakan bergantung pada eksplorasi dan produksi dari
kawasan lepas pantai, terutama pada kawasan lepas pantai dan laut dalam.

42 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Industri perikanan laut kita wajib dilindungi dari kekuatan industri perikanan
asing. Kawasan penangkapan ikan di laut perlu ditata dan diatur dengan
seadil mungkin agar nelayan kecil dapat memperoleh rezeki yang sama
menguntungkannya dengan nelayan bermodal besar. Keinginan untuk
menerapkan sistem Production Sharing Contract yang biasa dilakukan di
dunia perminyakan, pada industri perikanan tangkap, perlu dipertimbangkan
masak-masak.

Ada perbedaan dasar yang mencolok, misalnya dalam perminyakan, sumber


dayanya tidak terbarukan (nonrenewable), ikan-ikan sebaliknya; industri
minyak hanya bagi perusahaan besar dan modal kuat saja, sedangkan
perikanan dimainkan juga oleh jutaan nelayan kecil; sumber daya yang
diusahakan dalam satu kawasan operasi minyak tidak bisa berpindah,
sedangkan sumber daya perikanan laut bebas berkeliaran ke kawasan
kontrak operasi lain; dan masih banyak lagi.

Kelestarian sumber daya perikanan perlu dijaga dengan pengaturan yang baik
tentang kawasan tangkap, musim tangkap, jenis ikan yang boleh ditangkap,
dan lain sebagainya. Demikian pula bagaimana mengatur dan menyelesaikan
persoalan yang mungkin bakal timbul karena tumpang tindih pemanfaatan
kawasan laut, jalur laut, dan kawasan dasar laut.

Untuk kepentingan nasional, pemerintah dengan bantuan pihak-pihak


yang berkompeten harus segera mendefinisikan dan memproklamasikan
batas-batas laut wilayah Republik Indonesia, terutama yang berbatasan
dengan negara tetangga. Prof Hasyim Djalal, dalam diskusi panel tahun
2003 mengemukakan bahwa dalam hal batas laut wilayah yang sudah ada
dengan negara tetangga barulah di Selat Malaka bagian selatan dengan
Malaysia dan di Selat Singapura bagian tengah dengan Singapura. Beliau
juga mengemukakan bahwa hingga saat itu belum ada perjanjian batas
laut wilayah antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura di bagian barat Selat
Singapura dan di bagian timur dari Selat Singapura tersebut. Inilah isu yang
sangat penting dalam rangka pengelolaan dan penambangan pasir laut di
perairan Indonesia untuk diekspor ke Singapura. Di tempat lain pun, juga
belum ada garis batas laut seperti di Laut Sulawesi.

Apabila kita perhatikan negara tetangga Australia dan New Zealand,


yang luas lautannya tak sebanyak kita, mereka telah mengajukan klaim
dan menjelaskan batas wilayah lautnya yang berbatasan dengan negara

Halaman | 43
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

tetangga. Mereka juga telah memiliki seperangkat perundang-undangan


yang berhubungan dengan pengelolaan lautan dan tanah dasar laut serta
lapisan bumi di bawahnya.

Australia antara lain memiliki Undang-Undang Maritim (Maritime Legislation);


Akta Manajemen Perikanan (Fisheries Management Act); Akta Laut dan
Tanah di Bawahnya (Seas and Submerged Lands Act); Akta Peminyakan dan
Dasar Laut (Petroleum and Submerged Lands Act); dan Konsitusi Penyelesaian
Lepas Pantai (Offshore Constitutional Settlement).

Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya juga dapat menyusun perangkat


undang-undang ini dengan mengacu pada pasal-pasal yang ada dalam
Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 dan dengan melakukan
perbandingan dengan negara-negara lain yang telah menyusunnya.

Kita juga perlu waspada agar tidak mudah terjebak dalam romantika dan
retorika “pecinta lingkungan”Barat yang sangat vokal dengan kritik terhadap
usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintahan negara-negara berkembang.
Isu global warming masih merupakan isu politik yang penuh kontroversi.
Kritik mereka belum tentu sesuai dengan kondisi pembangunan masyarakat
di negara berkembang seperti Indonesia.

Perlu diingatkan bahwa tidak kesemuanya bergerak tanpa pamrih dan tulus
ikhlas. Sebagian adalah mendapat bantuan dana dari kepentingan besar dan
dipakai sebagai pembentuk opini publik demi menguntungkan kepentingan
ekonomis pihak pemberi dana, yang justru menghambat pembangunan
negara berkembang.

Batas Wilayah Hingga ke Batas Luar Paparan


Benua
Penentuan batas wilayah bagi negara yang memiliki laut adalah sangat penting
dan strategis. Hal ini untuk kepentingan pertahanan dan keamanan sekaligus
untuk kepentingan kesejahteraan warga negaranya. Sepengetahuan penulis,
hingga tahun 2004 ini, Indonesia belum dengan tegas mendefinisikan Zona
Ekonomi Eksklusifnya (ZEE) dan memproklamirkannya ke dunia luar.

44 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Meskipun hak mendapatkan ZEE ini suatu hak yang boleh dikatakan otomatis
dimiliki oleh negara pesisir ataupun negara kepulauan, tetapi penentuan
ini sangat penting terutama pada kawasan laut yang berbatasan dengan
negara tetangga. Misalnya batas Indonesia dengan Thailand, Malaysia, Filipina
yang laut-lautnya membatasi di antara negara-negara yang bersebelahan
ini kurang dari 200 mil jaraknya. Zona Ekonomi Eksklusif ini perlu segera
didefinisikan untuk menghindari potensi konflik yang mungkin terjadi pada
kemudian hari.

Selain itu, Indonesia bersama dengan sekira 150 negara pesisir lain, memiliki
potensi untuk menambah wilayah ZEE hingga mencapai 350 nm dari garis
dasar kepulauan (archipelagic base line). Hal ini dijamin secara sah oleh
Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 Part VI Continental
Shelf dalam Artikel 76 dan 77 serta Part XI Seabed Mining. Penambahan ini
tidak berlaku secara otomatis, tetapi diperlukan klaim resmi dari pemerintah
kepada badan PBB yang mengurusi hal kelautan, yaitu The Commission
on the Limits of the Continental Shelf. Pengajuan klaim ini harus dengan
menyerahkan peta-peta yang didukung dengan argumentasi berdasarkan
riset saintifik terutama penelitian geodesi, geofisika, dan geologi untuk
menentukan batas luar paparan benua Indonesia.

Menurut penulis, ada tiga kawasan di lepas pantai lautan dalam yang
berpotensi untuk diklaim oleh Indonesia sebagai bagian dari tambahan
Zona Ekonomi Eksklusifnya. KawasanIndonesian Outer Continental Shelf
(IOCS) itu dua berada di Lautan Hindia dan satu berada di Lautan Pasifik
(lihat peta). IOCS-1 bisa mencapai seluas Pulau Sumatra, sedangkan IOCS-
2 bisa mencapai seluas Pulau Jawa. Satu lagi IOCS-3 di utara Pulau Papua
dapat mencapai seluas Pulau Jawa juga. Jumlah tambahan luas ini ada sekira
0,75 juta kilometer persegi! Kawasan ini tidak berpotensi konflik dengan
tetangga mana pun karena batas ZEE yang 200 mil tersebut adalah laut
bebas atau The Area.

Halaman | 45
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Mengapa kita perlu mengajukan klaim?Sebab itu adalah hak yang dijamin
dan diharuskan untuk mengajukan klaim. Sebab kedua adalah potensi
sumber daya alam yang terdapat pada kedalaman lautan itu luar biasa besar.
Secara khusus, pada IOCS-1, menurut perkiraan penulis akan menjorok
hingga mencapai kawasan pegunungan bawah laut Ninety East Ridge di
tengah Lautan Hindia.

Di kawasan itu banyak terdapat hidrotermal, black smokers, cadangan gas


beku methane hydrate,dan kandungan polimetalik mineral sulfid yang kaya
dengan mangan, emas, platina, perak, tembaga, nikel, kobalt, timah, dan
seng dalam kandungan yang besar. Para eksplorer Barat telah melakukan
penelitian dan memetakan kawasan ini dengan mengambil sampel nodul
dan crust, berupa bongkah polimetalik mineral sulfida dengan kandungan
tembaga, emas, perak, dan mineral lain yang sangat tinggi. Selain itu, pada
kawasan hidrotermal ini ditenggarai banyak terdapat fenomena biologis
berupa mikroorganisme yang sangat unik dan sangat bermanfaat bagi
kepentingan bioteknologi, pengobatan, dan perlindungan lingkungan hidup.
Kita perlu menyelamatkan potensi sumber daya alam di laut dalam ini untuk
kepentingan anak-cucu kita pada masa depan.

Negara-negara raksasa terutama Amerika Serikat yang tidak menandatangani


Konvensi Hukum Laut UNCLOS bersemangat untuk menyatakan bahwa

46 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

pada laut lepas, sumber daya yang ditemukan adalah milik siapa saja yang
mampu mengambilnya. Mereka sangat percaya diri bahwa mereka telah
menguasai teknologinya. Padahal menurut UNCLOS Artikel 136, sumber
daya apa saja yang ditemukan di sana adalah dianggap sebagai warisan umat
manusia tempat umat manusia yang tinggal di negara-negara tak berpantai
(landlock) seperti Mali, Nepal, Afghanistan, Laos, Mongolia, dan lain-lain
juga memiliki hak atas pembagian sumber daya alam yang ditambang dari
kawasan laut bebas yang didefinisikan UNCLOS sebagai The Area.

Pemerintah Indonesia harus segera mengambil peran aktif dengan


memobilisasi para tenaga ahli geofisika, geologi, geodesi, dan kelautan serta
ahli hukum laut internasional untuk bersegera melaksanakan survei saintifik
dan mengajukan klaim resmi. Karena apabila sampai dengan Mei 2009 kita
gagal mengajukan klaim, kawasan berpotensi tadi lepas begitu saja dari
Indonesia. Perlu dicatat bahwa negara-negara seperti Australia dan New
Zealand, bahkan Kenya dengan aktif telah melakukan riset saintifik untuk
mengajukan klaim dan mengejar waktu jatuh tempo tahun 2009 ini. Penulis
pernah mengemukakan hal ini pada forum pertemuan ilmiah tahunan
Himpunan Ahli Geofisika Indonesia dan Ikatan Ahli Geologi Indonesia pada
16 Desember 2003 di Jakarta.

Keselamatan dan Keamanan


Telah dikemukakan di bagian awal buku ini tentang betapa penting dan
strategisnya jalur laut di perairan Indonesia, yang secara resmi disebut Alur
Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), atau penulis menjulukinya dengan Jalur
Emas Hitam Laut. Jalur laut ini harus dikawal dan dirawat dengan baik. Jalur
laut ini adalah salah satu aset dalam keunggulan kompetitif negara kita di
percaturan ekonomi global dan geopolitik. Demikian pula Laut Wilayah
(Territorial Sea), Zona Penerusan (Contiguous Zone), dan Zona Ekonomi
Eksklusif (Exclusive Economic Zone) perlu dikawal dengan saksama selain
untuk menjaga kedaulatan, juga untuk melindungi para pengguna perairan
kita, dari nelayan kecil-besar hingga tanker dan kapal kargo yang berlalu-
lalang.

Keselamatan dan keamanan dalam kegiatan ekonomi di perairan Nusantara


menuntut perhatian serius. Negara memerlukan Kesatuan Pengawal Pantai
Nasional (KPPN) yang, khusus mengawal keselamatan dan keamanan
seluruh perairan Indonesia dan dapat bergerak cepat ke seluruh penjuru

Halaman | 47
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

perairan hingga ke kawasan Zona Ekonomi Eksklusif, menjaga keamanan


dari provokasi militer negara asing, gangguan para bajak laut, pencuri ikan,
penyelundup, penceroboh, sabotase terhadap fasilitas lepas pantai dan
bawah laut. Juga untuk mengantisipasi sabotase terhadap kapal-kapal tanker
dan keselamatan para nelayan kita yang mengais rezeki serta keselamatan
para pemakai laut secara umum.

Kekuatan angkatan laut kita masih amat kurang memadai, tidak sebanding
dengan luas lautan yang menjadi wilayah pengawasannya. Contoh yang
memprihatinkan adalah Indonesia hingga tahun 2003 tidak memiliki alat
deteksi antikapal selam untuk menangkal penyalahgunaan alur laut kepulauan
Indonesia (ALKI) oleh kekuatan militer negara asing, terutama yang
menggunakan kapal selam. Oleh karena itu, diperlukan kemauan politik dari
semua pihak baik lembaga eksekutif maupun legislatif untuk memperkuat
armada pengawal wilayah laut Indonesia. Ini tidak saja meliputi lembaga
angkatan laut yang telah ada, tetapi juga dengan reformasi pemikiran dan
kebijakan dalam membentuk kesatuan pengawal pantai nasional.

Dalam bayangan penulis, kesatuan semacam ini merupakan kesatuan yang


memiliki gabungan kemahiran dan kemampuan yang saat ini tersebar dalam
berbagai kesatuan militer maupun sipil. Kesatuan Pengawal Pantai Nasional
ini akan memiliki tugas seperti yang diemban oleh polisi laut, pemadam
kebakaran, pengawasudara maupun satelit, kesatuan marinir angkatan
laut. Di dalam kesatuan ini dilengkapi unit-unit elite reaksi cepat semacam
Special Boat Service(SBS) milik Angkatan Laut Kerajaan Inggris atau SEAL-
nya Amerika Serikat serta Search And Rescue(SAR) yang tangguh.

48 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Indonesia tidak memerlukan kapal induk seperti Kapal Induk yang dapat berfungsi
sebagai “pulau” terapung untuk mengakomodasikan ribuan pasukan dan membawa
puluhan pesawat tempur untuk menyerang negara yang jauh dari tanah airnya. Ada
belasan ribu pulau yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pertahanan dalam
negeri. Namun, barangkali lebih sesuai bila memiliki ratusan kapal hydrofoil pemburu
cepat untuk menghalau dan menangkap para pencuri ikan yang menggerogoti
kekayaan alam laut Indonesia serta para bajak laut yang merugikan tamu yang
berlalu-lalang di perairan kita. Model Hydrofoil pemburu (Gambar bawah) menarik
untuk dicermati sebagai alternatif kapal pemburu bagi kapal asing pencuri ikan.
Sumber & Copy right: Hydrofoil Inc, 2007

Halaman | 49
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Pendidikan Terpadu
Salah satu faktor yang paling menentukan maju mundurnya bangsa Indonesia
sebagai bangsa maritim adalah pengembangan sumber daya manusia yang
berwawasan kelautan. Sebagai umat Islam yang kebetulan ditakdirkan Allah
sebagai populasi terbesar di negara kepulauan terbesar di Bumi, kita dapat
menjadi pelopor dan motor bagi pembangunan berbasis kelautan dengan
kaidah dan nilai yang digariskan Al-Quran. Pembinaan dari menara akademik
perguruan tinggi hingga ke tingkat akar rumput di desa-desa pesisir perlu
dilakukan.

Organisasi Islam besar seperti Nahdatul Ulama (NU) dengan ribuan pondok
pesantrennya dan Muhammadiyah dengan perguruan tingginya dapat
menyinergikan langkah untuk membentuk insan kamil yang berwawasan
kelautan. Langkah yang sinergi tersebut, misalnya Muhammadiyah
membentuk perguruan tinggi khusus kelautan baik tingkat diploma maupun
sarjana.

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah umum di sekolah-sekolah


swasta Islam, dengan dipelopori Muhammadiyah yang memiliki ribuan
sekolah, perlu diperkaya dengan muatan kelautan dan wawasan Indonesia
sebagai negara kepulauan. Sekolah-sekolah menengah kejuruan kelautan
milik lembaga pendidikan Islam juga wajib dilipatgandakan. Sedangkan NU
membuat pesantren khusus kelautan yang di dalamnya para santri di samping
memperoleh pendidikan formal—agar dapat melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi—juga dibekali dengan keterampilan untuk mengais
rezeki di lautan.

Sinergi dan gotong royong semacam ini insya Allah dapat memberikan hasil
yang positif bagi kesejahteraan umat Islam yang akan menjadi penggerak
pusat-pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan. Pada
akhirnya sebutan umat Islam sebagai rahmatan lil ‘alamîn ukan sekadar
angan-angan, melainkan benar-benar dapat diwujudkan dalam kehidupan
nyata.

Dalam Konvensi Hukum Laut Internasional, UNCLOS 1982, ditegaskan


perlunya didirikan pusat-pusat studi di tingkat regional untuk melaksanakan

50 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

program-program pelatihan dan pendidikan pada segala tingkatan dan


dalam segala aspek sains dan teknologi kelautan, terutama dalam bidang
biologi kelautan, manajemen sumber daya yang hidup di laut, oseanografi,
hidrografi, teknik, geologi eksplorasi bawah dasar laut, pertambangan,
teknologi desalinisasi, studi manajemen, studi-studi yang berkaitan dengan
perlindungan dan pelestarian lingkungan kelautan serta kontrol polusi.

Secara khusus digariskan pula kewajiban negara-negara pesisir untuk


memberikan pendidikan dan pelatihan kepada penduduknya untuk
kepentingan perlindungan dan pelestarian lingkungan kelautan serta
pencegahan, pengurangan, dan pengawasan terhadap polusi di lautan.

Dalam kerangka nasional diperlukan semakin banyak sekolah dan


peningkatan kualitas sekolah vokasional/kejuruan kelautan tingkat menengah
dalam bidang teknik kelautan, teknologi pengolahan hasil laut, perikanan
laut, perkapalan, navigasi, bisnis serta administrasi kelautan. Sekolah kejuruan
pelayaran seperti yang ada di Marunda-Jakarta, Mauk-Tangerang, Semarang,
Barombong-Sulsel, dan lain-lain perlu semakin diperkuat dan ditambah
keragaman jurusannya.

Sebagaimana disebutkan dalam buku ini, hampir separuh dari pelayaran


dunia melintasi perairan Indonesia, maka sejatinya pasar tenaga kerja
pelayaran dan yang berkaitan dengan pelayaran ini cukup besar. Konon,
awak kapal asal Filipina menguasai pasaran tenaga kerja pelaut di dunia.
Dengan kata lain, banyak perusahaan pelayaran yang merekrut tenaga kerja
asing dari kawasan Asia ini. Ini artinya, pasaran TKI (Tenaga Kerja Indonesia,
yang merantau ke luar negeri) pelayaran masih sangat besar peluangnya.

Saat ini, banyaknya TKI yang bekerja di anjungan minyak lepas pantai sudah
diakui oleh dunia internasional. Sayangnya, banyak dari mereka menggunakan
agen dari Singapura dan negara-negara lain. Para agen/calo inilah yang
mengeruk keuntungan dan banyak mengurangi penghasilan mereka.

Perlu pula dibangun lembaga pendidikan teknologi kelautan terpadu


atau pesantren bahari. Untuk standardisasi sekolah yang diselenggarakan
merata di banyak tempat di kepulauan Indonesia ini, dapat memanfaatkan
jaringan internet sebagai platformstandardisasi sehingga materi pendidikan,
pengajaran, dan akreditasinya selalu terjamin kualitas dan ketermasakiniannya.

Halaman | 51
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Sedangkan untuk menghemat biaya penyelenggaraan laboratorium dan


bengkel teknik kelautan yang lengkap, jaringan pesantren bahari ini dapat
menggunakan laboratorium dan bengkel terapung berupa kapal survei secara
bersamaan untuk pendidikan keterampilan kelautan yang secara periodik
mengunjungi pesantren bahari yang tersebar tersebut. Laboratorium dan
bengkel ini diadakan di atas kapal yang secara rutin mengunjungi pesantren,
sambil sekaligus melatih para pelajarnya melakukan praktiksurvei kelautan
pada lingkungan kelautan tempat sekolah tersebut berdomisili.

Pusat riset dan institut kelautan yang canggih perlu didirikan oleh pemerintah
sendiri ataupun berkolaborasi dengan swasta. Industri perminyakan dan
industri-industri yang memiliki kepentingan dengan lautan dapat menjadi
sponsor dan kontributor, yang dengannya upaya sinergis dan praktikal yang
saling menguntungkan dapat dijalankan. Di negara-negara maju, sering kali
pendirian pusat penelitian kelautan diawali dan didanai oleh para philanthropic
atau miliuner dermawan. Scripp Institution of Oceanography yang mendunia
dan berpusat di La Jolla, California adalah salah satu contohnya. Ia didirikan
oleh keluarga Scripp yang sukses dalam bidang persuratkabaran.

Riset tentang desain perahu layar yang canggih juga dimungkinkan dengan
dukungan industrialis jutawan yang bisnisnya bukan di laut. Di Indonesia,
tidak sedikit orang yang sangat kaya, meskipun kita secara kolektif adalah
negara yang miskin. Peluang mereka untuk menjadi philantropicseperti itu
tidak tertutup kemungkinannya. Andaikata tidak, usaha kolektif melalui
organisasi dapat pula diupayakan.

Pusat-pusat riset lapangan kelautan (marine station) perlu didirikan di


beberapa pulau yang memiliki kekhasan di seantero Indonesia dengan fokus
penelitian dan keunggulan komparatif yang berlainan dari tiap-tiap pusat
riset lapangan kelautan tersebut.

Universitas-universitas raksasa (Stanford University, California University,


Massachusetts Institute of Technology, Imperial College, Oxford University)
dan lembaga penelitian dunia, penulis yakin akan berminat membina kerja
sama membangun dan mengelola marine station di perairan tropis, di
kepulauan terluas dengan diversitas biologinya yang besar, kawasan perairan
tempat pertukaran air laut dari Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, dan segala
keunikan lain yang tak dimiliki belahan bumi mana pun.

52 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dikelola oleh gerakan-gerakan


dakwah amar ma‘ruf nahi mungkar seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah,
LSM-LSM Islam, justru perlu mengambil inisiatif dan menjadi pionir
memberikan prioritas kepada sekolah menengah kejuruan pelayaran dan
budidaya laut. Sebagai lembaga swadaya masyarakat, mereka tidak perlu
menunggu upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Kerja sama dengan pihak-
pihak yang memiliki kepentingan sama bisa digalang secara internasional.

Pembiayaan bisa dicarikan melalui berbagai lembaga internasional Islam,


keilmuwan, atau lingkungan hidup. Buku ini atau yang sejenisnya bisa
pula dipergunakan sebagai bahan bacaan wajib ataupun pelengkap bagi
kurikulum yang memberikan porsi signifikan tentang kemaritiman dan Al-
Quran; tidak hanya sebagai kurikulum muatan lokal, tetapi masuk dalam
kurikulum nasional.

Tidak kalah pentingnya dalam penyediaan fasilitas pendidikan adalah


pemberian beasiswa untuk menuntut ilmu-ilmu yang berhubungan dengan
kelautan di luar negeri. Jika cetak biru pembangunan nasional berbasis
kelautan telah dicanangkan, akan terpetakan dengan jelas bidang apa saja
yang memerlukan sumber daya manusia yang berhubungan dengan kelautan.

Beberapa sektor yang cepat menghasilkan tenaga ahli mungkin perlu


diberikan insentif berupa beasiswa sebanyak mungkin untuk mahasiswa
atau sarjana agar dapat segera memperoleh ilmu dan kesempatan magang
di luar negeri. Misalnya beasiswa belajar tentang Hukum Laut Internasional
ke Belanda, Australia, dan Inggris. Demikian pula beasiswa teknologi dan
industri kelautan serta perikanan ke Norwegia, Finlandia, Belanda, Jepang,
Jerman, Amerika, dan Korea.

Beasiswa ke luar negeri bukan saja untuk meningkatkan kepentingan


akademik yang bersangkutan, melainkan juga tidak kalah pentingnya
adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk menjalin jaringan
(networking) secara internasional dalam lingkup profesinya yang akan
sangat bermanfaat dalam praktik di lapangan kelak. Mereka juga akan
memiliki referensi, melihat contoh kasus di negeri lain, mencari inspirasi dan
memotivasi sehingga wawasannya semakin luas dan timbul kepercayaan
dirinya untuk berkreasi dalam konteks Indonesia.

Halaman | 53
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Menurut pengalaman penulis, program beasiswa ini juga semakin menambah


kecintaan tanah air kepada kita karena dengan berada di luar Indonesia akan
semakin bisa melihat negeri ini secara lebih utuh, mampu mengapresiasi
kelebihan, dan lebih objektif dalam melihat kekurangan yang ada.

Dakwah dan Peran Pesantren


Kita ingin menyaksikan manusia Indonesia memiliki kualitas insan kamil,
pribadi mukminmuttaqin yang mukhlisin sekaligus berwawasan kelautan.
Tugas meningkatkan kualitas indvidu dan masyarakat Muslim ini bukan
hanya tugas pemerintah atau Depatemen Agama, melainkan juga tugas
setiap Muslim sendiri terutama mereka yang berhimpun dalam organisasi
dakwah amar ma‘ruf nahi mungkar. Tugas ini harus dilakukan di segala arena
kehidupan manusia dan di segala tingkatan usia.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bersama Departemen Agama


dan organisasi masyarakat nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan
dan dakwah serta lembaga-lembaga riset kelautan dapat berkolaborasi
menyusun kurikulum sekolah-sekolah Islam dan pondok pesantren, dengan
subjek Al-Quran dan Lautan. Ini merupakan investasi sumber daya manusia
dalam jangka panjang yang insya Allah akan menciptakan kesadaran akan
laut, memotivasi dan memberi inspirasi kepada generasi muda Muslim
untuk terjun menekuni profesi kelautan.

Bangsa ini memiliki aset lembaga pendidikan pesantren yang meluas


di tingkat akar rumput. Lembaga pendidikan semacam ini bisa lebih
diperkaya dan diberdayakan lagi sesuai dengan kondisi georgarfis dan
demografis Indonesia. Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama dan
juga pendidikan umum, saat ini nyaris keseluruhannya berlokasi di pedesaan
yang berorientasi pada pertanian, kecuali beberapa yang baru.

Untuk itu perlu terus dipelopori berdirinya rangkaian pesantren berbasis


kelautan di beberapa kantung kampung nelayan. Pesantren, sebagai aset
nasional, perlu dikembangkan untuk meningkatkan kualitas generasi
muda yang sadar pada laut. Khazanah pesantren modern seperti Pondok
Pesantren Gontor, barangkali perlu diperkaya lagi dengan membuka cabang
pesantren maritim atau pesantren bahari. Gagasan pesantren bahari ini

54 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

sejalan dengan Konvensi Hukum Laut internasional, UNCLOS 1982, pada


pada Artikel 202, 244, 268, dan 277 tentang perlunya negara-negara pesisir
dan kepulauan untuk menyelenggarakan pendidikan kelautan.

Penulis mengidamkan adanya suatu model pesantren kelautan atau


pesantren bahari yang dibangun dengan dengan kolaborasi lintas disiplin.
Para Kyai muda perlu bekerja sama dengan ahli yang berlatar belakang
pendidikan, sains & teknologi, naturalis, ekonomi-keuangan, angkatan
laut, dan bahkan para product designer dan seniman. Lembaga resmi baik
pemerintah maupun non-pemerintah perlu ikut terlibat bahu-membahu
memfasilitasi tumbuh berkembangnya model pesantren ini.

Model ini nantinya dapat dikloning atau digandakan ke seluruh pelosok


kepulauan Nusantara. Pesantren-pesantren bahari ini alangkah asrinya jika
dibina di teluk-teluk tenang lokasi para nelayan yang memungkinkan para
tarunanya (atau santrinya) tumbuh berkembang bersama penduduk pesisir
di sana. Para taruna dan mentornya, baik Kyai maupun teknolog, naturalis,
dan bahkan seniman, bersinergi memberikan nilai tambah pada hasil
tangkapan atau budidaya para nelayan di lokasi pesantren-pesantren itu.

Selain membina diri dan masyarakat dalam bidang akidah dan syarîah
dengan memanfaatkan laut, para taruna ini diharapkan akan mampu
menjadi pelopor dan bibit unggul bagi bangkitnya kembali industri kelautan
rakyat pesisir di seluruh pelosok Indonesia dan pada gilirannya dapat
membangkitkan kembali industri maritim Nusantara jaya.

Dalam bidang dakwah, secara praktis, pemerintah dan organisasi nirlaba


dapat memberikan panduan kepada para dai untuk memberikan muatan
kelautan di dalam ceramah-ceramah motivasi keagamaan di kalangan
masyarakat, terutama generasi muda. Perlu dilakukan pemberdayaan
lembaga dakwah dengan memberi pelatihan kepada para dai dengan tema
Al-Quran dan lautan sepadan dengan keberadaan umat Islam Indonesia di
negeri kepulauan terluas di jagat ini.

Modul-modul materi khotbah yang dengan mudah dapat dibaca oleh


para khatib di masjid-masjid pelosok kampung nelayan perlu disusun dan
disebarluaskan untuk memberi wawasan kelautan dalam konteks keislaman,
serta untuk memberantas takhayul mengenai laut yang membatasi aktivitas
nelayan mengeksplorasi laut secara optimal.

Halaman | 55
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Tindakan dakwah nyata (bilhal) perlu lebih konkrit, misalnya dalam rangka
membantu menegakkan syarîah dan menghilangkan was-was bagi konsumen
dalam hal kehalalan produk makanan laut, perlu didisiplinkan dan lebih
diprofesionalkan tugas sertifikasi halal dari Departemen Agama bersama
lembaga terkait. Sertifikasi halal pada produk-produk olahan hasil laut yang
selain akan dikonsumsi oleh umat Islam di dalam negeri juga, penting bagi
persyaratan ekspor ke negara-negara Islam. Para ahli hukum syarîah secara
proaktif dapat memberikan masukan materi kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, untuk menyusun perundang-undangan yang berhubungan dengan
ekplorasi dan eksploitasi laut yang adil dan bertanggung jawab, berasaskan
prinsip-prinsip Qurani dan Sunnah Nabi.

Kesehatan Masyarakat Pesisir dan Kepulauan


Untuk melayani kesejahteraan rakyat secara adil dan merata, perlu tindakan
proaktif dan kreatif. Rumah sakit terapung dengan para dokter ahli dan
perlengkapan yang canggih, secara periodik dapat mengunjungi pulau-pulau
terpencil dengan memberikan pelayanan dan penyuluhan kesehatan. Rumah
sakit terapung seperti yang dimiliki Angkatan Laut Republik Indonesia,
sebaiknya juga ada yang dioperasikan oleh sipil untuk melayani kesehatan
masyarakat.

Sebagai gambaran, misalnya rumah sakit terapung USNS Comford yang


dimiliki oleh Angkatan Laut Amerika Serikat, memiliki kapasitas 1. 000
tempat tidur. Dilengkapi dengan 12 kamar operasi dan dilengkapi dengan
peralatan canggih kedokteran seperti CT-Scan dan Digital Radiological
Services, serta fasilitas laboratorium medis, laboratorium optometri, apotik,
dan bahkan pabrik gas oksigen.

Di dunia ini, mungkin hanya Indonesia yang memerlukan pelayanan


terapung dan mobile seperti rumah sakit terapung karena luasnya lautan
dan banyaknya pulau tempat masyarakat tinggal di sana. Membangun rumah
sakit yang lengkap peralatannya di setiap provinsi akan memakan dana
yang besar. Mungkin lebih efisien membangun dua atau tiga rumah sakit
terapung/kapal yang dapat mengunjungi setiap provinsi dan kota pelabuhan
secara periodik. Fasilitas medis dan laboratorium yang lengkap—menurut
penulis—masuk dalam kategori yang penting, tetapi tidak mendesak.

56 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Sehingga pada tahap awal, tidak perlu setiap provinsi memiliki rumah sakit
yang lengkap seperti itu. Cukup beberapa rumah sakit terapung yang
lengkap dan secara rutin mengunjungi pelabuhan-pelabuhan. Setiap pasien
yang memerlukan pelayanan dengan fasilitas canggih dapat menunggu
hingga rumah sakit kapal tersebut berlabuh di kotapelabuhan terdekat.
Pelayanan cuci darah (dialisis) bagi penderita gagal ginjal yang memerlukan
perawatan dengan peralatan canggih setiap dua minggu atau satu bulan
sekali, merupakan kasus yang bisa dilayani rumah sakit terapung yang
singgah secara periodik di kota pasien.

Masalah dana, penulis yakin dapat diusahakan dengan bantuan berbagai


pihak. Pihak galangan kapal dan produsen instrumen dapat membantu
mencari investoruntuk proyek kemanusiaan ini. Biaya operasional rutin
dapat didukung oleh pabrik obat. Populasi Indonesia yang besar dan kondisi
kesehatan yang masih rendah menjadikan Indonesia sebagai pasar obat
yang menggiurkan. Pabrik obat di dunia saat ini sangat royal “mensponsori”
para dokter di negara mana pun untuk jalan-jalan “menghadiri seminar” ke
mancanegara secara rutin atau memberikan berbagai freebies, perks, dan
hadiah.

Pabrik-pabrik obat saling bersaing melakukan ini. Dan ini artinya begitu
banyak dana—konon 30% dari harga obat—yang digunakan sebagai
promosi obat secara terselubung kepada para dokter ini. Menurut penulis,
mendukung program rumah sakit terapung yang melayari Nusantara ini,
melalui sponsorship jangka panjang merupakan public relation campaign
ataupun bentuk corporate social resposibility yang positif bagi produsen obat,
daripada menghabiskan dana promosi obat dengan membiayai sebagian
dokter berjalan-jalan “menghadiri seminar” ke luar negeri.

Keuangan
Sektor keuangan dan finansial di Indonesia belum memihak dunia usaha
berbasis kelautan. Suku bunga dunia perbankan konvensional bagi usaha
perikanan di Indonesia masih tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan
negara lain seperti Thailand, Jepang, dan Australia. Alokasi dana perbankan
Indonesia ke sektor perikanan hanya 0,2%. Ini tidak saja sungguh sangat
memprihatinkan, tetapi juga memalukan bagi bangsa yang hidup di tengah

Halaman | 57
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

kepulauan dan tumpukan ikan yang berjuta ton. Dan ini perlu dicarikan jalan
keluar yang serius bagi puluhan juta jiwa yang menggantungkan hidup pada
sektor kelautan dan perikanan dan ratusan juta manusia Indonesia yang
bergantung pada pasokan protein dari laut.

Dalam hal posisinya sebagai pusat finansial sekunder, termasuk di kota-kota


pilihan tersebut perlu dirancang berbagai perangkat kebijaksanaan fiskal;
skema pembiayaan yang mendukung baik oleh lembaga milik pemerintah
maupun swasta; berbagai insentif untuk investasi bagi industri berbasis
kelautan; insentif berupa bebas pajak untuk impor mesin produksi pengolah
hasil laut; atau mesin-mesin pembuat kapal; insentif pendirian usaha kerja
sama bagi hasil (production sharing atau co-operation) untuk eksplotasi hasil
perikanan laut, insentif ekspor dan berbagai keistimewaan seperti yang
dimiliki oleh kawasan pertumbuhan ataupun daerah otorita yang ada
sekarang. Pemerintah pusat seharusnya juga memberikan kewenangan yang
lebih luas kepada daerah dalam menerapkan kebijakan ini dan memfasilitasi
perkembangannya secara sinergis di antara sesama pusat-pusat industri dan
keuangan berbasis kelautan.

Secara nasional dan pada skala besar, perlu dilakukan inisiatif untuk
mengadakan Bank Kelautan Nasional. Bank dengan fokus melayani sektor
kelautan ini dapat didirikan dengan mengkonversikan bank yang sudah
ada dengan cabang yang cukup banyak di beberapa pulau dan kota
pesisir, khususnya kota-kota yang ditargetkan sebagai pusat industri dan
finansial primer dan sekunder. Konversi bank yang sudah ada ini alangkah
lebih baiknya apabila sekaligus dikonversi menjadi bank yang beroperasi
berdasarkan prinsip syarîah. Penulis yakin bahwa pangsa pasar pembiayaan
bagi bank masih sangat besar.

Pembiayaan untuk pembangunan pabrik es, pembiayaan pembuatan kapal-


kapal penangkap ikan dan kapal patroli, pembiayaan pembangunan pabrik
pemrosesan hasil tangkapan laut, pembiayaan pembangunan pasar-pasar
ikan modern dan sekolah-sekolah teknologi kelautan atau sekolah-sekolah
pelayaran yang didirikan oleh tiap-tiap kabupaten pesisir, dan bahkan
pembiayaan berskala raksasa seperti pembangunan dermaga-dermaga
dengan fasilitas pergudangan dan bongkar muat kontainer.

Pada skala mikro, belajar dari kesuksesan program 3. 500 Unit Desa dari
Bank Rakyat Indonesia yang dipuji dunia, serta ketangguhan Bank Perkreditan

58 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Rakyat Syarîah(BPR Syarîah) di kota-kota kabupaten dalam melewati masa


krisis moneter tahun 1997-1998, perlu dirancang suatu pola perbankan
sederhana semacam kedua sistem tersebut yang dapat ditumbuhkan di
lokasi-lokasi pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan.

Selain upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dengan bantuan


bank-bank negara seperti skema Mina Mandiri oleh Bank Mandiri, Swamitra
Mina oleh Bank Bukopin, dan BRI Mina, yang masih berdasarkan sistem
perekonomian konvensional, perlu juga secara proaktif para pelaku ekonomi
mencari terobosan yang lebih mendatangkan barakah.

Sistem ekonomi syarîah yang terbukti tahan banting dan bertahan selama
krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997-2000 harus berani tampil untuk
menjadi alternatif solusi finansial yang memihak dan memberikan dukungan
kepada para wirasusahawan pemilik keahlian, kepiawaian, dan keterampilan
di sektor kelautan.

Secara khas, BPR Syarîah Kelautan tadi, katakanlah demikian, dapat didorong
pertumbuhannya dengan dukungan dana dan berbagai insentif dari pihak
Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan Indonesia dan Departemen
Keuangan, untuk dapat bertindak sebagai micro financial intermediary bagi
para pelaku industri berbasis kelautan. Mereka dapat memberikan pelayanan
bai‘ bi-tsaman âjilatau lease purchaseuntuk motor, jaring trawler atau bahkan
perahu nelayan atau memberikan pinjaman mudhârabah pada para perajin
produk hasil ikan tangkapan dan masih banyak lagi.

Para pedagang perantara dapat pula memperoleh manfaat pinjaman


dana untuk membeli perlengkapan gudang berpendingin, perlengkapan
pengepakan, atau alat transportasi. Sebagai BPR Syarîah Kelautan, lembaga
ini berperan langsung membelikan barang kebutuhan para pelaku usaha
kelautan dan kemudian ikut menanamkan sahamnya dalam skema-
skema pembiyaan Mudhârabah, Al-Ijârah, Musyârakah, Musyârakah Al-
Mutanâqishah,dan lain sebagainya.

BPR Syarîah dapat didirikan dengan biaya yang relatif rendah. Menurut
peraturan yang berlaku pada tahun 2002, untuk mendirikan BPR Syarîah di
kota kabupaten hanya diperlukan modal Rp500 juta (kurang dari US$60 ribu,
uang tahun 2002). Lembaga semacam ini sangat menolong pedagang kecil
dan nelayan kecil karena dapat menggantikan peran tauke dan tengkulak

Halaman | 59
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

ikan di perkampungan nelayan, yang sering kali merupakan pemburu


untung besar (rent seeker) atau riba yang haram karena menyengsarakan
buruh nelayan.

Pengalaman pribadi penulis bersama kawan-kawan di Caltex dan


Pekanbaru dalam mendirikan BPR Syarîah Berkah Dana Fadlillah di Air
Tiris, sangat membesarkan hati. Sebagai semacam pilot project, bank mikro
yang memberikan pinjaman dalam skala mikro kepada para pedagang kecil
di pasar ternyata mampu menolong para pedagang kecil tersebut dari
kebergantungan pada para inang-inang pemetik riba. Lembaga keuangan
mikro berbasis syarîahini pun menunjukkan keunggulannya karena mampu
bertahan dalam badai krisis ekonomi Indonesia di penghujung abad ke-
20 dan bahkan masih dapat memberikan keuntungan bagi para pemegang
sahamnya.

Lembaga keuangan Syarîah besar seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI)


barangkali dapat mengambil inisiatif menangkap peluang ini melalui kerja
sama dengan pemerintah daerah yang sebagiannya mendapat dana bagi
hasil pertambangan minyak dan gas, serta bersama investor lokal, untuk
sama-sama mendirikan BPR Syarîah Kelautan di pusat-pusat industri dan
finansial sekunder yang berbasis kelautan ini.

Selain sebagai peluang untuk mendapat untung dari tijârah (business),


upaya lembaga keuangan ini sebenarnya juga memegang amanah dan
melaksanakan fardu kifayah. Harus ada sekelompok umat Islam yang
berkemampuan untuk mengambil peran dalam memberantas kemiskinan
yang mendekatkan kepada kekufuran itu. Sebab saat ini peran financial
intermediary yang memberikan pinjaman keuangan untuk keperluan
konsumtif dan produktif di daerah nelayan dimainkan oleh para tauke dan
tengkulak yang justru melanggengkan kesengsaraan nelayan.

Pusat Industri dan Finansial Sekunder


Berbasis Kelautan
Beberapa perencana pembangunan Indonesia pada pertengahan tahun
1990-an telah menggagas pengembangan Sabuk Ekonomi Maritim. Sabuk
yang mengikat beberapa kawasan maritim berbasis ekonomi ini dimaksudkan

60 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

untuk memberdayakan wilayah tertinggal dengan prinsip kemandirian sesuai


dengan potensi daerah masing-masing. Ini merupakan ide bagus dan perlu
mendapatkan perhatian. Apatah lagi program ini dikemas dalam bingkai
pembangunan yang berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Melalui perencanaan pembangunan wilayah diupayakan terjadi pemerataan
keadilan dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di pulau-pulau
kecil dan wilayah pesisir.

Sabuk Ekonomi Maritim merupakan jaring penghubung pulau-pulau kecil


dan kota pantai yang memiliki potensi untuk berkembang dalam aspek
perikanan, pariwisata, transportasi, dan jasa pelabuhan serta pertambangan.
Secara umum, kegiatan pertambangan di wilayah Sabuk Ekonomi Maritim
yang sudah beroperasi terdapat di Kepulauan Riau, Indramayu, Bawean,
Bontang, dan Sale di Irian. Di Kepulauan Riau, selain penambangan batu granit,
saat ini juga aktif dilakukan penambangan pasir laut dari kawasan Kepulauan
Riau di sekitar Singapura, untuk diekspor ke negara jiran Singapura.

Terlepas dari masalah pro dan kontra, masalah penambangan pasir yang
gencar ini perlu mendapatkan porsi perhatian yang serius dari pihak
pemerintah. Apalagi dampak permasalahan yang ditimbulkan tidak hanya
masalah kelestarian lingkungan hidup, tetapi juga dampak geopolitik karena
proyek penimbunan yang dilakukan oleh Singapura dengan menggunakan
pasir dari Riau tersebut akanmemengaruhi batas wilayah negara antara
Indonesia dan Singapura. Dan pertanyaan yang paling penting adalah apakah
usaha eksploitasi yang merupakan bagian dari industri pertambangan
tersebut memberikan nilai tambah kepada masyarakat kecil penduduk di
kawasan kepulauan tersebut.

Jika boleh meminjam visi pembangunan mantan Gubernur Jawa Timur,


Mohammad Nur, pembangunan adalah gawe gumuyune wong cilik,
‘pembangunan itu adalah membuat rakyat kecil tersenyum bahagia’. Visi
yang diungkapkan beliau pada tahun 1970-an itu sangat relevan hingga hari
ini, lebih dari sepertiga abad kemudian dan bahkan hingga negara kita ini
benar-benar telah kuat.

Dalam masalah pembangunan berbasis kelautan juga seharusnya mengadopsi


visi Pak M. Noer ini, sebagaimana pada konsep manajemen modern, para
pelaku bisnis selalu diingatkan untuk mengukur kesuksesan dengan kepuasan
pengguna jasa. Rakyat kecil adalah pengguna jasa yang utamabagi para

Halaman | 61
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

administrator negara—baik yang di lembaga lesgilatif maupun di eksekutif


yang mendapat amanah—yang sangat layak mendapatkan haknya secara
adil dengan mendapatkan manfaat dari pembangunan. Tanda rakyat yang
benar-benar puas adalah gumuyu atau tersenyum bahagia, bukan tersenyum
kecut, apalagi teriak-teriak protes di pinggir jalan.

Selain itu, ada pula gagasan Kawasan Perikanan Terpadu (integrated fisheries
zone) yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rokhmin Dahuri. Namun, juga perlu
dikembangkan kawasan-kawasan terpadu dengan pusat-pusatnya yang tidak
saja terfokus pada perikanan, tetapi lebih terpadu lagi dalam hal industri
berbasis kelautan dengan segala sarana pendukungnya.

Dalam perencanaan tataruang regional berbasis kelautan, menyambung


gagasan Sabuk Ekonomi Maritim serta gagasan Kawasan Perikanan Terpadu
di atas, penulis ingin mengajukan pemikiran agar dilakukan perencanaan
yang matang dan terpadu untuk mengoptimalisasikan lokasi strategis di
Indonesia yang berpotensi besar. Perlu dipikirkan pengembangan pusat-
pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan dengan
optimalisasi pemanfaatan energi yang langgeng (sustainable) dan dekat
dengan sumber energi (insitu).

Secara strategis, kita dapat menetapkan beberapa kota menengah, mungkin


kota kabupaten, sebagai pusat perkembangan industri dan finansial sekunder
dengan membagi Indonesia menjadi dua belas wilayah pengembangan
strategis dan mendirikan dua belas maritime based industrial and financial
secondary centers di pusat-pusat ekonomi sekunder di seluruh Indonesia.

Pengembangan pusat-pusat industri dan finansial sekunder ini dilandaskan


pada faktor keunggulan kelautan, faktor geografis, dan demografis serta
faktor ketersediaan sumber daya energi yang langgeng. Pusat-pusat yang
diusulkan ini selayaknya dipandang sebagai koreksi atas pelaksanaan
pembangunan pada masa lalu yang menurut penulis mengandung beberapa
kekeliruan cara pandang: Pertama, memusatkan pertumbuhan industri dan
finansial dengan berorientasi ke daratan saja utamanya Pulau Jawa;

Kedua, pengabaian sektor kelautan sebagai sektor keunggulan komparatif


bangsa Indonesia; dan Ketiga, pengabaian akan faktor penduduk beragama
Islam yang mana mereka diwajibkan oleh Tuhannya untuk mencari karunia-
Nya dari lautan dan Al-Quran sangat inspiratif pada pengembangan

62 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

kelautan. Keempat, kawasan penghasil sumber daya alam justru terabaikan


hanya sebagai daerah kantung (enclave) yang menjadi sapi perah (cash cow)
bagi kepentingan pemerintah pusat.

Faktor keunggulan kelautan merupakan dasar utama karena hal inilah yang
menjadi falsafah dasar pembangunan berbasis kelautan. Faktor keunggulan
kelautan antara lain; potensi alam yang memungkinkan untuk dibangun
pelabuhan air dalam (deepwater port) yang terlindungi dari badai (well
sheltered); potensi dekat dengan kawasan yang kaya dengan ikan, berdekatan
dengan arus laut yang kaya nutrisi; berdekatan dengan potensi eksplorasi
dan eksploitasi mineral, pertambangan dasar laut, minyak, dan gas di lepas
pantai.

Faktor geografis dan demografis seperti posisi lokasi yang strategis sebagai
portal atau pintu gerbang pada Alur Laut Kepulauan Indonesia yang dilayari
kapal-kapal dagang internasional; titik ekspor yang optimal dari lokasi produksi
di pedalaman ke jalur pelayaran internasional; lokasi yang berpotensi sebagai
andalan (anchor) untuk pertumbuhan ekonomi di kawasan pedalaman dan
pulau-pulau di sekitarnya; pemberdayaan sumber daya insani Islam usia
muda untuk dikembangkan sebagai penggerak pembangunan berbasis
kelautan; serta penyebaran penduduk secara alamiah karena faktor tarikan
dari keduabelas maritime based industrial and financial secondary center di
pusat-pusat ekonomi sekunder di seluruh Indonesia tersebut.

Faktor ketersediaan sumber daya energi yang langgeng merupakan


jaminan bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan efisien.
Oleh karena itu, lokasi yang dipilih wajib memiliki jaminan kelanggengan
pasokan energi secara ekonomis. Faktor ini meliputi kedekatan lokasi
terhadap sumber energi, terutama minyak, gas, batu bara, panas bumi, dan
kemungkinan menuai energi terbarukan dari laut dan angin.

Pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan dimaksudkan


untuk menjadi kawasan pengembangan yang memiliki beberapa kemudahan
dari segi infrastruktur bagi tumbuhnya industri berbasis kelautan maupun
kemudahan dalam peraturan-peraturan pemerintah terutama masalah
keuangan, fiskal, dan birokrasi.

Pemerintah Daerah dalam era reformasi memiliki otonomi yang


memungkinkan untuk mengoptimalisasikan potensi daerah dengan

Halaman | 63
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

lebih leluasa. Sinergi, kerja sama yang serempak, dan saling memperkuat
dengan pemerintah-pemerintah daerah lain sangatlah diperlukan dalam
memaksimalkan usaha pembinaan pusat pengembangan dan industri
berbasis kelautan ini. Asosiasi Pemerintah Kota/Daerah dari dua belas kota
yang memiliki potensi sejenis (common potential) dan kesamaan kepentingan
(common interest) dapat pula didirikan. Tujuannya adalah untuk membentuk
suatu forum yang dapat dipakai untuk saling berbagi pengalaman—sharing
best practices—dan memperkuat jaringan pertumbuhan pusat industri dan
finansial sekunder berbasis kelautan.

Pusat-pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan dapat


dirancang di berbagai pulau di Indonesia secara merata. Lokasi-lokasi ini bisa
dalam wewenang kota madya, kabupaten atau daerah tingkat I. Menurut
penulis, lokasi yang sesuai untuk diusulkan adalah: Banda Aceh, Dumai,
Bengkulu, Pontianak, Balikpapan, Tuban, Kendari, Bima, Toli-toli, Ternate, Biak,
dan Merauke. Kota-kota ini sebagian mungkin masih sebagai kota yang lesu
(sleepy town) atau mungkin baru bangkit, tetapi penulis percaya potensinya
pada masa depan akan bagus dan menjadi tumpuan dari kawasan di
sekitarnya.

Kota-kota ini merupakan pengembangan dari pusat perkembangan industri


dan finansial “utama” yang sudah ada, seperti Medan, Padang, Palembang,
Jakarta, Semarang, Batam, Surabaya, Makassar ataupun Manado-Bitung.
Penambahan ini dipandang perlu dari sudut memusatkan kembali perhatian
bidang usaha (business refocusing) pada basis kelautan yang ditawarkan dan
pemerataan pembangunan negara kepulauan Nusantara ini.

Mari kita tinjau beberapa kota pesisir pilihan ini satu per satu. Tidak
tertutup kemungkinan bahwa beberapa kota menengah lainnya dapat pula
dikembangkan sebagaimana kota-kota ini.

Banda Aceh diusulkan sebagai pusat pengembangan strategis wilayah


barat karena posisi geografisnya yang sangat strategis berdekatan dengan
Malaysia, India, Thailand, Myanmar, Bangladesh, dan kawasan Afrika Timur,
serta menghubungkan pesisir barat bagian utara dari Sumatra. Kawasan
pantai barat Sumatra sebelah utara memiliki potensi kelautan yang cukup
baik. Dengan adanya gugusan pulau busur luar seperti Simeulue, Pulau
Batu-batu, Nias, Siberut, dan Pini merupakan posisi yang strategis bagi
penangkapan ikan. Melihat posisinya yang berhadapan dengan laut-dalam

64 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

lautan Hindia, bisa diduga adanya beberapa lokasi upwelling atau lokasi di
mana plankton dari laut-dalam muncul ke permukaan laut-dangkal sehingga
ikan akan berkumpul dan menjadi lokasi target penangkapan ikan. Kawasan
pantai barat ini memerlukan sentra industri pengolahan hasil tangkapan laut
dan titik ekspor yang memadai.

Cadangan energinya di ujung Sumatra cukup untuk menggerakkan


perekonomiannya secara langsung di lokasi yang bersangkutan (insitu).
Lahan gas alam, meskipun semakin berkurang, tetapi relatif lebih banyak
daripada daerah lain. Cekungan-cekungan sedimen di pantai timur Aceh
pada kawasan lepas pantai Langsa hingga ke kawasan Laut Andaman, masih
menjanjikan untuk dilakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas.
Beberapa lapangan minyak dan gas telah ditemukan sejak dari arah selatan
di Pangkalan Berandan hingga ke kawasan perairan negara Myanmar di
utara.

Selain itu, cekungan-cekungan sedimen yang berpotensi menghasilkan


minyak dan gas alam di lepas pantai barat provinsi Aceh, pada kawasan yang
dikenal sebagai forearcs basin juga masih menjanjikan untuk bisa diekplorasi
untuk menemukan cadangan gas alam.

Pengalaman pribadi penulis waktu melakukan eksplorasi minyak di kawasan


itu, melihat bahwa perairan Pulau Nias sebenarnya banyak memiliki potensi
yang bisa digali, baik bahan tambang untuk bahan baku pabrik semen, batu
mulia maupun cadangan gas. Ekplorasi Caltex di perairan Nias memang
dihentikan tahun 1998 karena tidak mendapatkan akumulasi gas atau
minyak yang cukup ekonomis menurut ukuran Caltex untuk dieksploitasi
lebih lanjut. Meskipun demikian, potensi berupa prospek ladang gas alam
di lepas pantai Nias dan pulau-pulau di busur luar lainnya bukannya hilang
begitu saja.

Dari segi perikanan Aceh memang masih memprihatinkan. Para nelayan yang
turun ke laut masih menggunakan perahu yang amat sederhana. Meskipun
demikian, hasil tangkapannya lumayan banyak untuk ukuran sampan yang
menebar jala di lautan bebas. Suatu malam, penulis pernah berkemah
di sebuah teluk yang sangat cantik di Pantai Moale, sisi Pulau Nias yang
menghadap ke Lautan Hindia. Malam itu kami menyaksikan puluhan lampu
kelap-kelip dari sampan para nelayan, muncul tenggelam dipermainkan
ombak. Pada pagi harinya, kami memborong banyak ikan segar yang

Halaman | 65
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

melimpah dari para nelayan kecil ini. Penulis rasa lokasi ini memang banyak
ikannya, seperti yang dikemukakan oleh lembaga riset kelautan Australia.
Demikian juga dengan kemungkinan terjadinya fenomena upwelling dari
Lautan Hindia, di lokasi pesisir barat Nias dan pulau-pulau lain di sebelah
barat Sumatra.

Kota minyak Dumai, pelabuhan untuk pengapalan ratusan ribu barel


minyaksetiap hari ke negara-negara Asia Timur dan Amerika Serikat
merupakan portal menuju ekonomi dunia. Roda perekonomian dunia
memerlukan bahan bakar minyak, dan Dumai merupakan pintu gerbang
keluarnya jutaan barel minyak. Di lepas pantai Dumai ribuan tanker berlalu-
lalang melaju membawa minyak dari Timur Tengah dan dari bumi Riau
sendiri untuk memberi tenaga dan melumasi dunia.

Setiap tahun, ada 50. 000 kapal kargo, tanker, dan kapal lain yang melalui
Selat Malaka di depan Dumai ini. Dan sekira 10,3 juta barel minyak mengalir
dari Timur Tengah ke Asia Timur melalui Selat ini. Dumai, yang berada di
tepi“jalan raya utama” dan urat nadi perekonomian dunia ini dapat lebih
ditingkatkan menjadi titik ekspor segala hasil perkebunan dan produksi dari
pedalaman Sumatra bagian tengah. Pada tahun 2000, pelabuhan Dumai
sibuk melayani tanker-tanker yang mengantarsekira 750. 000 barel minyak
per hari dari bumi Riau ke segala penjuru dunia atau separuh lebih besar
daripada ekspor minyak mentah Indonesia.

Track record ini selayaknya bisa dipakai untuk mengembangkan Dumai lebih
dari sekadar titik ekspor minyak mentah. Dumai dan Pulau Rupat berpotensi
untuk dapat dikembangkan sebagai pelabuhan kontainer untuk ekspor
hasil olahan perkebunan dan pelayanan docking ribuan kapal yang melalui
Selat Malaka. Hasil olahan hulu kepala sawit di kawasan Riau dan Sumatra
Utara seperti Crude Palm Oil (CPO) atau hasil olahan hulu perkebunan
karet berupa latex dari kawasan Kotapinang dapat terus diekspor melalui
pelabuhan Dumai.

Dumai memiliki lokasi yang strategis sebagai penjaga gawang Selat Malaka,
sebagai jalur 70% kebutuhan minyak mentah Asia Timur, demikian pula
sebagai pintu gerbang terdekat ke Malaysia. Kapal-kapal yang berlalu di Selat
Malaka ini menghidupkan ekonomi Asia Timur, Timur Tengah, pesisir barat
Amerika, bahkan Eropa. Saat ini, hampir semua keperluan kapal-kapal ini
dilayani oleh galangan kapal dan pelabuhan di Singapura.

66 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Dumai juga didukung Pulau Rupat dan apabila keduanyabersinergi dengan


Batam dan Belawan-Medan seharusnya mereka bisa merebut pasar
pelayanan kapal-kapal besar yang berlalu-lalang ini, mulai dari yang sekadar
mengisi bahan bakar, mengisi bekal bahan makan, perawatan kapal hingga
ke aneka pelayanan galangan kapal (docking), di samping sebagai gerbang
ekspor produk-produk Sumatra sendiri.

Cadangan energi untuk mendukung perkembangan industri berbasis


maritim, yang melayani industri kelautan di Selat Malaka, dengan mudah
diperoleh dari cadangan minyak dan gas di Cekungan Sumatra Tengah
dengan lapangan minyak Minas, Zamrut, dan Duri serta lebih dari seratus
ladang minyak kecil di Riau.

Bengkulu di pesisir barat Sumatra sebagai pusatbagi kawasan pengembangan


pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan bersinergi
dengan Padang serta kawasan industri di Anyer dan Bandar Lampung. Kota
pesisir ini berada di pertengahan antara Padang dan Bandar Lampung.
Meskipun pembangunan sudah lama dilaksanakan di bagian pesisir ini,
tetapi sektor kelautan tidak mendapat perhatian yang selayaknya. Dengan
terbukanya jalan raya lintas Sumatra pada sisi pesisir timur, maka jalur tepi
barat relatif menjadi sepi. Oleh karena itu, pembangunan pelabuhan dan
perhatian terhadap sektor kelautan akan membuka peluang yang lebih
besar untuk menggali potensi yang ada.

Apabila pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis kelautan lebih
ditekankan sebagai exit point, Bengkulu perlu mendapat penekanan sebagai
entry point untuk pembangunan wilayah pantai barat Sumatra bagian selatan
dan kawasan pesisir barat hingga ke Padang. Pada kawasan Bukit Barisan,
terdapat berbagai bahan tambang termasuk tambang emas yang berpotensi
untuk dieksplorasi dan dieksploitasi. Pelabuhannya dapat digunakan untuk
jalur ekspor hasil tambang dan mineral dari kawasan barat Sumatra.

Lokasi Bengkulu juga berdekatan dengan potensi sumber panas bumi


(geotermal) yang dapat digunakan sebagai sumber pasokan energi untuk
pengembangan industri. Sepanjang Bukit Barisan pada Patahan Semangko,
terdapat banyak lokasi yang memiliki prospek pembangkit listrik tenaga
panas bumi seperti di Tambang Sawah, Gedong Hululais, Suban Graga, Bukit
Daun, Bukit Kaba, Gunung Dempo, Lumut Balai (possible reserves: 300 MW),
Ranau (resource: 125 MW), dan Suoh Sekincau (possible reserves: 375 MW).

Halaman | 67
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Beberapa blok telah ditawarkan oleh Pertamina untuk dieksplorasi bagi


perusahaan yang berminat. Tersedianya pasokan listrik yang cukup besar
akan memudahkan untuk mendirikan industri yang memberikan nilai
tambah pada sumber daya alam sebelum diekspor ke luar negeri. Beberapa
prospek minyak dan gas di lepas pantai Bengkulu pernah dieksplorasi oleh
Fina Oil dan Canadian Petroleum. Beberapa indikasi akan adanya sumber
daya ini ditemukan di kawasan laut sebagaimana di perairan Pulau Nias.
Namun, hingga hari ini memang belum ada produksi minyak dan gas.

Industri perikanan dari laut dalam pada kawasan Zona Ekonomi Eksklusif ke
arah Lautan Hindia masih belum dikembangkan di kawasan ini. Sayangnya
para nelayan kita mayoritas masih tradisional. Contohnya hasil tangkapan
nelayan Bengkulu pada tahun 2002 baru sekira 20. 000 ton atau 20 persen
dari potensi yang diperkirakan ada di kawasan Bengkulu.

Para nelayan masih menggunakan jaring dan kapal tradisional dan hanya
mampu beroperasi di kawasan laut kurang dari 12 nm. Padahal, potensi laut
terbesar diyakini berada di wilayah 12 nm hingga kawasan ZEE. Di kawasan
ini hidup lebih dari 51 jenis ikan dan beberapa telah dikenali memiliki nilai
yang tinggi dan memenuhi standar ekspor seperti tuna besar, tongkol, dan
tenggiri yang kualitasnya bagus. Di samping itu, perairan Bengkulu dikenali
memiliki potensi ikan hiu dan ikanpari yang bernilai jual tinggi. Selanjutnya
proses nilai tambah, seperti pemrosesan dan pengalengan produk sebelum
diekspor dapat dilakukan di Bengkulu.

Menurut hasil riset industri yang dilakukan Commonwealth Scientific and


Industrial Research Organization (CSIRO) Australia, di sekitar perairan barat,
utara, dan selatan Nias terdapat ikan tuna sirip biru dengan berat 350 kg
per ekor yang harganya mencapai 75 ribu dolar AS. Namun, kenyataannya
hingga hari ini sektor perikanan di kawasan pantai barat Sumatra ini sangat
memprihatinkan. Nelayan di Pulau Nias hanya mampu menangkap ikan
tuna dengan berat 1-30 kg dan dijual dengan harga maksimal Rp10. 000
per kg atau sekira Rp0,3 juta saja per tangkapan. Apa yang dipanen masih
sangat jauh dari potensinya yang bisa mencapai Rp600 juta per tangkapan
(dengan kurs dolar = Rp8. 000).

Pulau Nias dan Pini pada gugusan kepulauan busur luar Sumatra yang
menerus hingga ke Kepulauan Mentawai dan Enggano di seberang
Bengkulu juga memiliki lobster. Pengalaman pribadi menyantap lobster yang

68 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

besar sangat nikmat dan mengesankan bagi kami yang waktu itu membawa
tamu-tamu kami dari perusahaan minyak. Menurut cerita nelayan di sana,
lobster-lobster besar ini masih ditangkap dengan cara yang amat sederhana
di Pulau Pini, ditangkap satu per satu dengan tangan oleh penyelam tanpa
tabung oksigen. Tangkapan eksotis lainyang bernilai tinggi adalah kepiting-
kepiting raksasa yang selalu menjadi oleh-oleh yang dinanti-nanti.

Kawasan ketiga, Pontianak sebagai pusat bagi kawasan perkembangan


strategis di kawasan pesisir barat Kalimantan dapat bersinergi dengan
Batam. Pulau Kalimantan yang begitu luas memerlukan export point di pantai
barat. Selain jalur ekspor tradisional melalui darat ke negara jiran Serawak,
kawasan Pontianak sebagaimana Batam juga memiliki keunggulan geografis
seperti Singapura pada ujung paling depan dari Indonesia terhadap pusat
pertumbuhan Asia tempat pasaran produk.

Lokasi pilihan di Kalimantan Barat ini dapat diperuntukkan sebagai tempat


relokasi industri-industri yang berorientasi ekspor ke negara-negara
pasar Serawak, Brunei, dan Sabah, bahkan ke negara-negara berpopulasi
besar seperti Cina, Vietnam, Thailand, Hong Kong, Taiwan, dan Kampuche.
Infrastruktur darat dari Pontianak ke negara-negara yang tumbuh pesat di
Kalimantan sebelah utara (northen Borneo) ini dapat dipakai sebagai media
ekspor hasil laut dan produk pemrosesan hasil laut yang ditangkap atau
dibudidaya di kawasan Laut Natuna.

Lahan yang luas dan akses ke sumber daya alam di pedalaman Kalimantan,
justru merupakan keunggulan yang tidak dimiliki Singapura. Di luar kota
Pontianak, pada ujung utara yang berbatasan dengan Serawak, karena
lokasinya berdekatan dengan Kepulauan Natuna yang memiliki cadangan
gas raksasa di lepas pantainya, dapat pula dipertimbangkan untuk industri
hilir perminyakan (downstream) dan industri padat energi (energy intensive)
seperti pabrik kertas dan pulpa, pabrik baja, peleburan alumunium
(alumunium smelter), pabrik pengolahan karet/ban, pabrik semen, atau
industri yang menggunakan gas sebagai bahan baku (feedstock) seperti
pabrik Petrokimia dan pabrik pupuk urea danammonia.

Hasil perikanan dari kawasan pesisir Kalimantan Barat yang menghadap Laut
Natuna dan Selat Karimata yang relatif “tenang” sebagaimana Laut Jawa,
justru membuka peluang industri budidaya perikanan sebagaimana yang
telah dilakukan para pengusaha di pesisir Sumatra Selatan dan Lampung.

Halaman | 69
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Pemasaran hasil budidaya dan hasil laut ini memiliki akses ekspor melalui
darat ke Kuching, Bintulu, Miri, Brunei, dan Kota Kinabalu. Hal ini mengingat
jalur jalan raya dari Pontianak hingga sepanjang Serawak, Brunei, dan Sabah
telah terbuka lebar.

Jalur kereta api lintas Borneo bahkan sudah mulai dirintis dari ujung utara.
Kenyataan ini memberikan keunggulan kompetitif yang unik bagi Pontianak, di
mana penyediaan fasilitas, infrastruktur yang menarik bagi investasi budidaya
kelautan, akan menarik investor dari negara tetangga yang datang dengan
modal dan siap dengan pasar di negerinya yang telah menunggu. Perbedaan
nilai tukar mata uang di perbatasan ini, juga merupakan tambahan daya tarik
bagi investasi dan perdagangan. Para pengusaha dari Brunei yang pernah
penulis temui mengatakan bahwa mereka tertarik melakukan bisnis dengan
para pengusaha di Pontianak.

Kawasan Balikpapan ke utara hingga Bontang mewakili Kalimantan belahan


timur disebabkan beberapa faktor penunjang diantaranya: sumber daya
energi yang berlimpah, dilewati alur laut penting, gerbang timur menuju
ke Kalimantan, faktor lahan dan geologis yang berlimpah, serta peran
komplementer dalam pembangunan berbasis kelautan serta hasil hutan
dan bumi yang juga berlimpah.

Lokasi Balikpapan dekat dengan sumber-sumber energi pembangkit listrik


yang sangat dibutuhkan oleh industri berat padat energi, pabrik-pabrik, dan
industri manufaktur. Memiliki sumber-sumber energi yang melimpah untuk
pembangkit listrik dan bahkan untuk diekspor. Ladang-ladang minyak dan
gas bertebaran dari kawasan Delta Sungai Mahakam hingga ke kawasan
laut dalam (deepwater) Selat Makassar. Ladang minyak dan gas raksasa
dari bagian laut dalam (lebih dari 1. 000 meter kedalaman air) tersebut
dapat dipipakan langsung gasnya dari ladang-ladangnya ke pusat-pusat
pembangkit listrik di Balikpapan. Apabila dirasakan perlu, bahan bakar lain
untuk pembangkit listrik, Kalimantan Timur memiliki cadangan batu bara
terbesar di Indonesia yang bisa dimanfaatkan dan dekat dengan sumbernya.

Sumber energi terbarukan (renewable energy source) dari laut juga berpotensi
untuk dikembangkan di lepas pantai Kalimantan Timur ini. Contohnya,
Pembangkit Listrik OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion), Pembangkit
Listrik Tenaga Arus Laut, Pembangkit Listrik Tenaga Pasang-Surut (tide),
dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin. Potensi ini ditunjang oleh kondisi, (1)

70 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Jarak pantai hingga laut dalam (>1000 meter) yang relatif dekat (<10 km).
Adanya laut-dalam di dekat khatulistiwa memungkinkan diperoleh gradien
suhu yang besar antara permukaan laut tropis (~27°C) dan laut-dalam
(~4. 5°C) sehingga cukup potensial untuk mengembangkan OTEC; (2)
Delta Sungai Mahakam yang cukup dipengaruhi oleh aliran pasang-surut
(tide) setinggi 1,5 – 3,2 meter yang terus bergerak dan berbalik arah dalam
siklus 12 jam dan mampu menggenangi hingga 50 km ke arah hulu; (3)
Aliran Arus Laut Indonesia (Arlindo) yang mengalir deras di Selat Makassar
dengan debit sekitar 9 juta meter kubik per detik dari Lautan Pasifik ke arah
selatan menuju Lautan Hindia.

Relokasi kawasan industri yang memiliki ciri banyak memerlukan energi


(energy intensive) dan berorientasi ekspor (export oriented) dari Pulau
Jawa yang terlalu padat ke Kalimantan perlu dipertimbangkan. Relokasi
ini dapat pula memberi kesempatan yang lebih luas pada swasta untuk
mengembangkan kawasan tersebut untuk membangun industri logam,
mesin dan industri galangan kapal, dan modifikasi anjungan lepas pantai.

Bahan gas dan kondensat yang melimpah serta ekses bahan bakar dari
gas alam yang dieksploitasi dari kawasan lepas pantai Balikpapan serta
cadangan batu bara (termasuk limbah gas metananya) yang amat melimpah
dapat dimanfaatkan untuk membangun industri kertas dan pulpa yang lebih
baik daripada sekadar ekspor kayu gelondongan; pabrik baja, peleburan
alumunium (alumunium smelter), pabrik pengolahan karet/ban, pabrik semen
yang bahannya dari pegunungan Meratus di selatan atau yang menggunakan
gas sebagai bahan baku (feedstock) seperti pabrik Petrokimia, dan pabrik
pupuk urea dan amonia.

Industri-industri ini sekilas tidak berhubungan dengan laut, tetapi karena


hampir kesemuanya berorientasi ekspor, maka kebutuhan akan pelabuhan,
kapal, dan segala penunjangnya akan ikut berkembang.

Bahkan, industri pelat baja prepabrikasi untuk bahan pembuatan kapal-


kapal berikut galangan kapalnya dan anjungan produksi minyak dapat
dikembangkan di sini. Mengapa tidak dicoba ditawarkan pada industri
maritim berat di Jepang atau Korea Selatan, yang aktif membuat kapal,
tanker, dan peralatan berat, untuk melakukan joint venture dan merelokasi
pabriknya ke kawasan ini, mengingat mereka saat ini menggunakan listrik
dari LNG yang diekspor dari Bontang di utara Balikpapan.

Halaman | 71
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Kawasan Balikpapan dan Kalimantan Timur yang menghadap Selat Makassar


berada pada Alur Laut Kepulauan Indonesia alur resmi yang sibuk dengan
pelayaran internasional dari Australia, Timur Tengah, dan Afrika ke kawasan
pertumbuhan ekonomi Asia Timur dan ASEAN Timur. Balikpapan juga
merupakan provinsi Indonesia yang terdekat dengan Sabah, Serawak, Brunei,
Filipina, dan lepas pantai Selat Makassar yang memiliki sumber gas alam dan
minyak besar di kawasan Asia Timur–Tenggara. Lokasi geografisnya berada
di gerbang Indonesia terhadap pusat pertumbuhan Asia Timur tempat
pemasaran produk.

Kawasan pertumbuhan di negara-negara seputar Laut Sulawesi dan Laut


Cina Selatan menjadi lebih mudah dijangkau, dibandingkan dengan kawasan
lain di Indonesia. Sebagai kawasan relokasi industri, Balikpapan juga dapat
digunakan sebagai pusat untuk berbagai kawasan perkembangan strategis di
kawasan pedalaman Pulau Kalimantan ke dunia Asia Timur, Pasifik, Australia,
dan Afrika.

Pulau Kalimantan dengan pedalaman yang luas dan pesisirnya yang panjang,
secara geologis tanahnya lebih stabil dengan seismisitas (kemungkinan
suatu kawasan mengalami gempa bumi) yang rendah dibandingkan dengan
kawasan Jawa dan Sumatra. Dari seluruh pulau di Indonesia, Kalimantan
memiliki seismisitas yang paling rendah. Ini artinya, kemungkinan mendapat
risiko bencana gempa bumi sangat kecil. Dengan risiko yang rendah ini, maka
biaya pendirian pabrik dalam masalah teknis dan biaya pembayaran premi
asuransinya menjadi rendah, demikian pula harga lahan yang tentu sangat
bersaing daripada Jawa, Sabah, Serawak, Singapura ataupun Semenanjung
Malaysia. Oleh karena itu, biaya investasi industri berat berorientasi kelautan
diharapkan lebih kompetitif dibandingkan dengan tempat lain.

Tuban di pantai utara Jawa Timur berpotensi besar sebagai hub atau poros
pengembangan untuk berbagai kawasan perkembangan strategis berbasis
kelautan, perminyakan lepas pantai, dan industri hilir (downstream industry)
perminyakan di kawasan Laut Jawa dan pantai utara Jawa Timur.

Industri petrokimia terbesar yang terintegrasi telah dan sedang dibangun


di kawasan Tuban ini. Industri ini memberikan nilai tambah pada produk
minyak, gas, dan kondensat. Selain menyediakan lapangan kerja bagi
ratusan ribu orang, industri ini juga membuat para pengusaha kecil dan
menengah akan turut berkembang. Berkembangnya jasa kelautan juga akan

72 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

ikut tumbuh dengan ditingkatkannya kualitas dan kuantitas pelabuhan di


kawasan ini. Industri petrokimia terintegrasi ini menjadikan tersedianya
bahan polipropilenadan bahan-bahan kimia dasar yang sangat berguna bagi
industri superplastik dan fiberglass yang pada giliran berikutnya membuka
jalan bagi industri galangan kapal.

Kawasan Tuban juga berdekatan dengan sumber minyak dan gas dari Cepu,
ladang minyak dan gas raksasa Banyu Urip yang baru ditemukan tahun 2000,
serta beberapa ladang minyak lepas pantai di kawasan utara Pulau Madura
yang banyak ditemukan pada awal abad 21. Kenyataan bahwa kawasan
utara Pulau Jawa ini telah lama menjadi kawasan minyak dari Cepu hingga
Wonokromo, tidak menjadikan kawasan ini sepi dari penemuan ladang
minyak baru baik di daratan seperti Banyu Urip terlebih lagi di lepas pantai
dari barat Bawean hingga Kangean.

Kekurangsuburan lapisan tanah di kawasan pantai utara Jawa ini,


seharusnya diterima sebagai karunia terselubung (blessing in disguise) bagi
pengembangan potensi kelautannya. Perikanan dan industri pengolahan
hasil laut, di samping industri migas lepas pantai dan petrokimia terpadu,
seharusnya digarap lebih serius. Pendanaan bukanlah hal yang sulit untuk
didatangkan ke daerah ini, apabila ada proyek yang menarik. Tuban telah
membuktikan ini dengan dibangunnya kompleks industri petrokimia
terpadu. Industri tersebut bermula dari suatu impian, proyek dijual kepada
pemilik modal dan pemilik mesin-mesin, dan dana pun akhirnya mengalir
meski pemilik proyeknya sendiri hanya memiliki dana yang terbatas.

Kendari yang berada di Teluk Kendari yang indah dapat difungsikan


sebagai hub untuk berbagai kawasan perkembangan strategis di kawasan
timur Indonesia bagian tengah. Kota ini juga terkenal dengan berbagai
keterampilan penduduknya mulai dari kerajinan perak yang sudah terkenal
seantero Nusantara, juga pandai besi dan pelautnya. Dari lokasi ini dapat
digunakan sebagai pusat industri dan finansial sekunder yang berbasis pada
kelautan untuk melayani industri berbasis kelautan yang beroperasi di laut-
dalam (lebih dari 5. 000 meter) antara Maluku dan pesisir timur Sulawesi
hingga Laut Banda.

Kepulauan Wakatobi di selatan Kendari dengan Pulau Tukang Besi yang


terkenal dengan keterampilan para perajin besinya serta keindahan alam
lautnya merupakan modal pembangunan di kawasan ini. Dari keindahan

Halaman | 73
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

taman lautnya, para pakar terumbu karang laut internasional memberi nilai
yang sangat tinggi bagi Pulau Tukang Besi di Kepulauan Wakatobi, yaitu pada
skala 34.

Keindahan karang dasar lautnya menurut mereka melebihi kepulaun Tahiti


di Pasifik yang diberinya skala 22, Kepulauan Karibia di Atlantik pada skala
25, dan Kepulauan Maldives di Lautan Hindia, yang hanya 28. Ketiga nama
tempat di luar negeri tadi memang lebih terkenal dan mendapat tempat
di masyarakat dunia karena pemasaran turisme yang gencar. Namun pada
masa depan,aset nyata seperti terumbu karang, insya Allahakan dapat
dikenal dunia dan memberi nilai tambah bagi kepariwisataan laut, dan yang
lebih penting lagi ia dapat memberi manfaat bagi peningkatan kualitas hidup
dan kehidupan penduduk di kawasan Sulawesi Tenggara dan sekitarnya.

Selain itu, kepandaian para pandai besi di pulau ini, sehingga pulau ini diberi
nama Tukang Besi, serta kemampuan berlayar dengan menggunakan kapal
Lambo, yang lebih kecil dari Pinisi, telah mengantar mereka hingga ke Laut
Arafuru di Utara Australia. Dan uniknya lagi, penduduk di sini ternyata
memiliki keahlian menjinakkan bom yang banyak dijatuhkan di laut oleh para
Tentara Sekutu pada Perang Dunia ke-II dan belum meletus. Kepiawaian
para pandai besi di tingkat masyarakat pedesaan dan pesisir ini merupakan
aset budaya yang bernilai untuk dikembangkan ke arah industri berbasis
kelautan dengan teknologi yang lebih baik.

Beberapa sumber minyak dan gas yang cukup berarti telah ditemukan, di
daerah Senoro-Toili, pada tahun 2002. Penemuan ini tentu menaikkan nilai
ekonomi pesisir timur dan tenggara Sulawesi yang sudah lama tertinggal dan
mendorong masuknya para investor. Perusahaan minyak dan gas, termasuk
industri hilirnya, mulai melirik kawasan ini. Cadangan gas yang besar
mendorong rencana didirikannya kilang LNG keempat di Indonesia setelah
Aceh, Bontang, dan Tangguh-Irian. Produksi LNG ini nantinya akandiekspor
ke Meksiko dan negara-negara haus energi. Bagi masyarakat dan pemerintah
daerah, hal ini cukup menggembirakan, terlebih lagi dengan aturan baru yang
memberi bagian atas hasil minyak dan gas kepada masyarakat di daerah
tersebut melalui Pemerintah Daerah. Dana segar ini dapat dimanfaatkan
melalui lembaga-lembaga finansial yang khusus didirikan untuk memfasilitasi
tumbuhnya industri berbasis kelautan.

Proses pengayaan dan peningkatan nilai bagi hasil tambang dari Pegunungan

74 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Verbeek di utara dan hasil aspal dari Pulau Buton di selatan dapat
dilaksanakan di kawasan Kendari. Bijih nikel dapat diberi nilai tambah dengan
mengolahnya di kawasan Kendari ini.

Bima diusulkan untuk menjadi pusat industri dan finansial sekunder yang
berbasis kelautan bagi kawasan tenggara Indonesia dengan Australia dan
Timor-Timur. Saat ini, kepulauan di Nusa Tenggara ini seolah terabaikan
pembangunannya, padahal potensi kelautan yang bisa digarap tidaklah
kecil. Bima pernah menjadi pelabuhan penting pada jalur samudra klasik
yang sudah tercatat dalam sejarah sejak abad ke-10. Sayangnya, kawasan
kepulauan Nusa Tenggara ini tertinggal dalam memanfaatkan momentum
pertumbuhan ekonomi global.

Sebagai contoh, budidaya mutiara sudah lama dikenal dan membudaya


di Kepulauan Nusa Tenggara ini. Potensi ini harus dikapitalisasi sehingga
menjadi industri menengah yang berkembang dan mapan. Industri tidak
hanya berhenti hingga panenan hasil budidaya, tetapi juga dilanjutkan
hingga proses nilai tambah. Misalnya,dengan membuat industri kecil berupa
pembuatan hiasan disertai pengepakan yang bagus dan didukung promosi
penciptaan citra di pasaran dunia.

Aneka perhiasan dari dasar laut, seperti cangkang kerang, pecahan karang,
sisik ikan, dan lain-lain dapat dikembangkan dengan mengikuti industri
kerajian perhiasan mutiara yang sudah terkenal terlebih dahulu. Di New
Zealand, industri hiasan—termasuk kancing baju—dari kulit kerang paua
shell, tumbuh sebagai bagian dari industri modern. Produk berkualitasnya
dapat diekspor dan dapat meningkatkan kualitas hidup pekerjanya.

Terlebih istimewa lagi, kawasan pedalaman dari pulau ini juga memiliki
kandungan emas yang cukup besar. Perusahaan penambang emas dari
Australia telah aktif mengeksplorasi dan mengeksploitasi cadangan bijih
emas berkelas dunia (porphyry copper-gold deposit, 914 Mt @ 0. 53% CU,
0. 40g/t Au)15 yang ada di kawasan Batu Hijau di pulau tempat Kota Bima
berada. Selayaknya, emas yang ditambang dari sini tidak hanya diekspor
dalam bentuk bijih mentah, tetapi diberikan proses nilai tambah juga. Industri
pengecorannya yang berpotensi untuk menyuplai industri perhiasan lokal
perlu diadakan. Alangkah idealnya apabila kemilau mutiara dari dasar lautan
dapat dirangkai dengan emas dari perbukitan Pulau Sumbawa.

Halaman | 75
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Melihat jaraknya yang tidak jauh dari Bali, Pulau Komodo, Selat Lombok,
dan Timor Leste yang sudah terkenal dalam sorotan dunia internasional,
maka situasi ini dapat dimanfaatkan untuk mempromosikan potensi
kelautan kawasan ini kepada dunia, baik dalam hal pariwisata, industri
kerajian, industri emas maupun untuk budidaya laut. Mata dunia sudah
terbiasa melihat sudut kepulauan ini, maka branding dapat dilakukan
untuk menjual dan memopulerkan Bima sebagai hub wisata kelautan yang
menangguk para turis yang datang ke Bali. Objek-objek yang bisa dijadikan
sebagai andalan (anchor) antara lain Pulau Komodo, gugusan karang Pulau
Masalembo, padang rumput dengan kuda-kuda liar, budidaya mutiara, dan
Danau Tigawarna.

Toli-toli di ujung utara Indonesia untuk wilayah tengah utara yang berada
pada daerah segitiga pertumbuhan BIMEAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia,
dan Philipines/kawasan East ASEAN Growth). Toli-toli sebagai kota laut yang
lama, posisi geografisnya sangat strategis karena merupakan pintu gerbang
masuk ke Selat Makassar dari Laut Sulawesi. Posisinya pada sebuah teluk
dengan kedalaman air laut yang cukup dalam, dan menghadap ke Filipina
dan Sabah, juga jalur ke kawasan pertumbuhan Asia Timur sangat ideal.

Pelayaran dari Australia ke kawasan negara-negara macan Asia Timur,


melalui perairan Toli-toli ini. Bahkan, lokasi ini lebih menguntungkan daripada
Manado yang berada di ujung Semenanjung Sulawesi Utara. Budaya laut
dari masyarakat di seputar pesisir Laut Sulawesi ini pun telah terbukti sejak
berabad-abad lampau. Dan inilah modal budaya yang bernilai.

Kawasan ini juga tidak begitu jauh dari ladang-ladang minyak dan gas yang
baru ditemukan di kawasan laut-dalam di Selat Makassar. Prospek sumber
energi lain dari panas bumi (geotermal) juga ada di Semenanjung Sulawesi
Utara. Saat ini, baru panas bumi di Lahendong, Tomaso, dan Kotamubagu di
dekat Manado yang telah dieksploitasi. Pasokan energi ini dapat menghasilkan
listrik untuk menggerakkan industri pengolahan hasil laut dan industri lain
yang berbasis kelautan di kawasan itu.

Sebagai kawasan laut yang “tertutup” dan menampung sedimen dari


kawasan daratan seperti Kalimantan, maka Laut Sulawesi memiliki potensi
yang cukup besar bagi ditemukannya cadangan minyak dan gas pada
kawasan laut-dalamnya pada kemudian hari. Aktivitas eksplorasi migas saat
ini dilakukan di bagian utara lepas pantai Kepulauan Palawan di Filipina, dan

76 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

juga di kawasan barat lepas pantai Sipadan-Ligitan, Bunyu hingga Ujung


Mangkalihat di Kalimantan Timur.

Ternate merupakan kota tua bekas tapak Kesultanan Ternate pada awal
milenium yang lalu, juga bekas ibu kota Maluku. Meski hanya berada pada
sebuah pulau yang “kecil”,sekira 15 km2, pulau ini memiliki pendukung alam
yang bagus. Dengan gunung berapi Gamalama dan dua buah danau air
tawar, serta pelabuhan yang menghadap laut-dalam dan merupakan alur
laut internasional yang penting, maka Ternate akan mampu menjadi jangkar
pengembangan kawasan yang berterusan.

Ternate dan Pulau Halmahera sampai saat ini perairannya belum dikenali
sebagai penghasil minyak bumi dan gas alam. Daratannya memang belum
diketahui terdapat panas bumi sebagai energi penggerak. Namun, ini tidak
berarti tidak memiliki potensi ekonomi yang kuat. Pada abad ke-16, kawasan
ini mulai dikenal oleh Portugis karena kekayaan rempah-rempahnya sehingga
namaKerajaan Islam pada Jazîratâ Al-Mulk,yang kemudian dikenal dengan
Maluku, menjadi perebutan berbagai kepentingan politik dan penyebaran
agama para kolonialis. Kesan historis yang telah dikenal oleh dunia ini dapat
dipergunakan sebagai citra (image dan branding) untuk membangkitkan
dan memasarkan kembali kejayaan Kepulauan Maluku sebagai penghasil
rempah-rempah dan kemudian untuk menjual hasil lautnya

Namun, posisi Pulau Halmahera yang berada di utara dan menghadap ke


Lautan Pasifik, sangat kaya dengan hasil perikanan. Lokasi Pulau Halmahera
berada pada pertemuan dua buah arus besar equatorial countercurrent yang
dingin dari arah utara berbelok ke timur serta sebagian arus besar south
equatorial dari arah timur, menjadikan lokasi ini bagaikan “pintu gerbang
tol” lewatnya ikan-ikan. Berkah lokasi yang strategis ini perlu dimanfaatkan
untuk membina industri perikanan yang modern. Armada penangkap ikan
modern, termasuk dengan bantuan sonar dan satelit pendeteksi plankton di
angkasa luar serta pabrik pengolahan hasil tangkapannya berpeluang untuk
menangguk keuntungan sepanjang tahun di perairan ini. Fokuspada industri
pengolah hasil tangkapan laut dapat menjadi potensi yang besar. Negara-
negara tujuan ekspor ke Cina, Jepang, Korea, dan Amerika pun lebih dekat
dicapai dari sini.

Kawasan Biak beserta teluknya yang dalam dan terlindungi dari lautan
terbuka dapat dikembangkan menjadi pusat pengembangan industri dan

Halaman | 77
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

finansial sekunder kawasan paling timur Indonesia. Lokasinya merupakan


gerbang Indonesia ke lingkar Pasifik Barat, melayani wilayah Pasifik Basin dan
Asia Timur, yaitu Jepang, Korea, Filipina, Pantai Barat Amerika, dan negara-
negara kepulauan Pasifik. Sebagaimana Ternate di Halmahera, perairan di
sini pun merupakan kawasan yang kaya dengan sumber perikanan dan
masih belum diusahakan secara maksimal.

Lokasi kota Biak pada sebuah pulau yang menghadap ke Lautan Pasifik
sebelah barat dan berada pada gerbang utara Pulau Papua merupakan
lokasi yang strategis, bahkan demikian pula dalam pertimbangan Jepang
pada masa PD II dan juga negara adidaya Amerika Serikat. Strategis dalam
arti pertahanan militer dan dalam hal perekonomian.

Pembentukan pusat pengembangan industri berbasis kelautan di kawasan


ini sejalan dan menjadi pelengkap usulan Menteri Riset dan Teknologi
waktu itu, B. J. Habibie, tentang pengembangan DAS (daerah aliran sungai)
Mamberamo di daratan Papua (Irian Jaya). Kawasan ini selain dekat dengan
pasar dunia, juga dekat dengan sumber daya energi pendukung seperti
potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dari Sungai Mamberamo dan
lapangan minyak dan gas alam raksasa Tangguh (Wiriagar) serta lapangan
minyak lain di sekitarnya. Pelabuhan Udara Biak yang melayani penerbangan
ke Benua Amerika dan penerbangan internasional lainnya, merupakan pintu
gerbang ekspor yang telah tersedia dan dapat dikembangkan lagi.

Pulau tempatkota ini berada juga berhampiran dengan garis khatulistiwa.


Lokasi di bawah garis khatulistiwa ini menarik bagi kepentingan peluncuran
roket dan satelit. Bentuk bola bumi yang pepat di kedua kutubnya membuat
kawasan di bawah garis khatulistiwa memiliki gaya gravitasi yang relatif
lebih kecil. Ditambah dengan rotasi bumi pada porosnya, maka kawasan
ini juga memiliki gayasentripetal yang optimal. Kedua faktor ini, di samping
beberapa faktor lain, akan menjadikan peluncuran roket satelit di kawasan
garis khatulistiwa menjadi pilihan yang ideal. Untuk kepentingan ini, Biak
telah diincar oleh banyak negara besar yang ingin menumpang meluncurkan
roketnya dari titik strategis ini.

Angkatan Laut Republik Indonesia sudah selayaknya memiliki Pangkalan


Armada yang kuat dan tangguh di lokasi ini sebagaimana di ujung-ujung
kawasan laut teritorial kita yang terluar, seperti di Banda Aceh, Miangas, dan
Natuna. Angkatan Laut yang kuat ini bukan dimaksudkan untuk keperluan

78 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

perang, melainkan sebagai penjaga keamanan perairan dan memberikan


jaminan ketenangan dan keamanan kepada para pelaku ekonomi yang
mengail rezeki di perairan teritorial Indonesia hingga ke kawasan Zona
Ekonomi Eksklusif yang jauh menjorok hingga 200 nm ke Lautan Pasifik,
dan bahkan berpotensi mencapai 350 nmdari garis pantai Pulau Biak.
Kapal-kapal patroli dapat mengawasi dan melindungi perairan dari perairan
Pulau Miangas di selatan Filipina hingga ke lepas Pantai Jayapura, dari para
nelayan pencuri ikan dari yang menggunakan perlengkapan modern dan
para penceroboh perairan.

Pulau Biak juga memiliki banyak pantai yang indah sebagai aset pariwisata
bahari yang sangat unggul seperti Pantai Bosnik, Paprare,Tanjung Korem, dan
pulau-pulau beserta taman lautnya yang luar biasa. Di darat juga terdapat
Air Terjun Wardo dan Sumber Biru. Wisata laut lain yang paling menarik
adalah Kepulauan Mapia yang dipenuhi terumbu karang yang indah. Pulau
Isnobabi, Rani, dan Padaido oleh sebuah pengelola perjalanan wisata disebut
sebagai the most wonderful sea gardens in the world.

Klaim ini mengikuti penilaian para pakar wisata laut yang mendasarkan pada
standart rating keelokan terumbu karang yang telah diterima internasional.
Taman laut dan pantai di sini mendapat skor tiga puluh lima. Sebagai
gambaran, skor yang diberikan kepada beberapa taman laut di luar negeri
dan di Indonesia adalah Pulau Bunaken di dekat Manado mendapat skor
24; Tahiti di Lautan Pasifik mendapat skor 22, Caribbia di Atlantik mendapat
skor 25, Maldives di Lautan Hindia mendapat skor 28, Flores mendapat skor
31, dan Pulau Tukang Besi di Sulawesi Tenggara mendapat skor 34.

Pernilaian ini meliputi kejernihan air, jenis ikan yang ada, jenis dan keadaan
terumbu karang yang tumbuh, pasir, dan sinar matahari. Dalam hal fauna di
darat, sebagai bagian dari aset wisata kepulauan, di pulau ini terdapat pula
kehidupan burung-burung eksotis yang langka di dunia seperti Kakaktua
Hitam dan Cenderawasih.

Merauke yang sebutan sebenarnya adalah “Ermasoek”, memiliki posisi


geografis yang strategis dan perlu dikembangkan sebagai bagian penting
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kota ini menyimpan
sejarah perjuangan pendirian NKRI karena banyak pejuang kemerdekaan
dan interlektual Indonesia yang pernah “dibuang dan diasingkan” di Boven
Digul dan Tanah Merah di dekat Merauke ini.Yang lebih terutama lagi adalah

Halaman | 79
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

pada daerah di kawasan timur Indonesia ini masih sangat terbelakang dan
kurang mendapat perhatian, padahal posisinya strategis karena merupakan
pintu gerbang paling timur Indonesia ke kawasan Papua Nugini, New
Zealand, Australia, dan negara-negara Pasifik Selatan.

Sebagai laluan utama dan jalan menuju pasar luar negeri, Merauke yang
menghadap Selat Torres merupakan gerbang masuk kawasan Laut Arafura
dan menghadap ke Teluk Carpentaria yang sejak dahulu kerap dikunjungi
oleh para nelayan Bugis. Merauke dapat menjadi jangkar perkembangan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di kawasan selatan Pulau Papua
yang amat luas. Dari titik ini dapat menjadi pintu masuk ke dataran rendah
di Pulau Papua melalui banyak sungai yang menuju pedalaman di sebelah
utara.

Sungai Maro di dekat Merauke memiliki nilai yang penting, tidak saja sebagai
pemasok air tawar, tetapi juga berpotensi sebagai urat nadi transportasi
yang efektif sebelum jalan-jalan potong ke pedalaman banyak dibuka.
Sungai Maro yang lebarnya lebih kurang 500 meter itu bersama sembilan
sungai besar lainnya, yaitu Bian, Digul, Yuliana, Lorents, Unir, Kouh, Braza,
Sirets, dan Bets, merupakan sumber air tawar untuk pengairan dan potensi
prasarana angkutan. Meski sebagai prasarana transportasi belum mudah
untuk membuka daerah yang luasnya hampir sama dengan seluruh Pulau
Jawa, setidaknya jalan air ini lebih ekonomis untuk membuka daerah dan
merealisasikan potensi yang ada di pedalaman.

Untuk menggerakkan ekonomi diperlukan sumber daya energi yang


potensinya dapat diperoleh dari minyak dan gas di lepas pantai atau dari
sumber energi terbarukan dari sungai-sungai di situ. Kegiatan eksplorasi
minyak menunjukkan peningkatan pada kawasan Arafura ini yang berdekatan
dengan cekungan sedimen Arafura. Beberapa survei seismik telah dilakukan.
Penemuan-penemuan besar di celah Timor, di paparan Northwest Australia,
di kepala burung Papua serta daerah di Papua Nugini telah menghidupkan
kembali minat para pencari minyak untuk mengevaluasi kembali kawasan
Laut Arafuru ini.

Kawasan ini memiliki potensi besar dalam perikanan laut dan darat, teripang,
dan berbagai jenis moluska sebagaimana yang dicari para nelayan Bugis
sejak abad ke-17-18. Sembilan puluh delapan persen luas wilayah Merauke
memang masih berupa hutan.Tahun 2000 misalnya, kehutanan memberikan

80 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

kontribusi terbesar bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).


Meskipun demikian, sektor perikanan juga bersaing ketat dan menjadi
penyumbang terbesar kedua bagi berlangsungnya kegiatan ekonomi wilayah
ini. Luas perairan laut kawasan ini pun terbilang besar, 75. 000 kilometer
persegi ditambah perairan darat 71. 000 kilometer persegi. Dari perairan
ini dihasilkan antara lain udang, ikan pelagis, ikan demersal, kakap, belanak,
dan tenggiri.

Ikan hias yang amat mahal, Arwana, pun ada di sana. Populasi terbesar
ikan Arwana ada di Sungai Kumbe, Bulaka, Biau, dan Sungai Digul. Selain
sebagai potensi untuk dapat dibudidayakan, ikan ini juga merupakan daya
tarik pariwisata bahari di samping binatang-binatang eksotis seperti Kuskus,
Kasuari, Cenderawasih, Kakaktua Hitam dan Putih, Buaya, dan masih banyak
lagi.

Sungai Digul yang dalam dan tenang juga dapat dilayari hingga ke pedalaman.
Objek budaya yang sudah dikenal dunia dan menjadi andalan kawasan
ini adalah seni Patung Asmat yang dihasilkan oleh suku Asmat di daerah
ini. Potensi yang terakhir ini melengkapi sederetan keunggulan kompetitif
Merauke sebagai pusat sekunder bagi pengembangan pariwisata bahari.

Poros Pesisir-Pedalaman
Rekan penulis, Ahmiyul Rauf, di Riau mencoba menjual ide yang sangat
brilian menyangkut akses para penduduk Riau terhadap aset Riau yang
besar, Selat Malaka. Beliau pernah mengusulkan agar, di samping jalan lintas
timur Sumatra yang sudah ada, perlu diupayakan segera pembangunan
jalan-jalan yang memotong lintas timur Sumatra tersebut menuju ke pesisir-
pesisir timur Sumatra yang menghadap ke Selat Malaka. Membuat jalan
yang memotong lintas timur Sumatra berarti mengembangkan Poros
Pesisir–Pedalaman. Prasarana transportasi yang dirancang tegak lurus dari
garis pantai ini sangat masuk akal. Akan lebih membawa dampak lagi apabila
prasarana yang dibuat merupakan kombinasi penetrasi antara jalan air
berupa sungai dan kanal dan jalan darat.

Pemindahan ibu kota Riau ke Pekanbaru sendiri sebenarnya adalah suatu


kemunduran apabila dipandang dari segi aksesibilitas kota ini pada jalur

Halaman | 81
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

laut utama. Akses dan interkoneksi yang tinggi yang dimiliki Tanjungpinang
sebagai ibu kota Riau terhadap dunia internasional, menjadi hilang saat ibu
kota Riau berpindah ke pedalaman di Pekanbaru. Meski masih juga di tepi
Sungai Siak yang bisa dilayari kapal pengangkut kontainer, tetapi lokasinya
tetap lebih menjorok ke dalam dibandingkan dengan ibu kota Kerajaan Siak
kuno di Siak Sri Inderapura.

Penulis sendiri pernah menggunakan speedboat yang melaju kencang dari


Pekanbaru menuju Muara Kampar, perlu sekitar 6 jam untuk mencapai
muara Sungai Siak sendiri. Apatah lagi kapal dagang bermuatan komoditas
ekspor, akan merayap menyusuri Sungai Siak yang berkelok-kelok. Dalam hal
keterbatasan akses pada pelayaran dan lintasan perdagangan internasional
yang ada di Selat Malaka inilah, lokasi Pekanbaru sebagai ibu kota Riau
kurang menguntungkan dan cenderung mengabaikan keunggulan kompetitif
provinsi Riau yang menjadi “penghulu” dari Selat Malaka.

Di daratan Sumatra dan pulau-pulau besar lainnya di Indonesia, daerah-


daerah pedalaman yang banyak menghasilkan sumber daya alamiah
bisa semakin diberdayakan dengan diberi kemudahan akses ke jalur
perdagangan dan ekonomi dunia. Pedalaman harus terhubung dengan baik
dengan kawasan pesisir. Ini akan sangat banyak faedahnya untuk masyarakat
pedalaman maupun masyarakat pesisir. Para nelayan akan lebih mudah
memasarkan hasil tangkapannya ke konsumen di sisi pedalaman pulau,
sedangkan para petani, peladang, dan pekebun produsen hasil agroindustri
bisa lebih cepat memasarkan ke kawasan Nusantara atau bahkan ekspor
ke mancanegara. Barang-barang dan mesin-mesin produksi yang dibuat
di mancanegara dapat pula dibawa masuk dengan mudah hingga jauh ke
pedalaman.

Dua potensi Poros Pesisir-Pedalaman yang perlu diperhatikan adalah,


Pertama, jalan potong ke pedalaman. Kedua, sungai atau kanal. Keduanya
bisa diterapkan secara bersamaan dengan mempertimbangkan kondisi
alam dan nilai keunggulan daerah ataupulau.

Jalan potong ke pedalaman atau jalan masuk/akses dari pesisir yang menusuk
ke jantung pulau di pedalaman akan menghasilkan aliran barang dari dua
kutub yang memiliki beda potensial yang besar. Perbedaan potensial
yang besar ini tentu akan menggerakkan arus ekonomi yang kuat dan
berkesinambungan.

82 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Potensi kelautan berupa bahan pangan kaya protein, dan mineral dapat
diuangkan jika dipasarkan di daratan tempat permintaan (demand)
belum terpenuhi. Sebaliknya, potensi di pedalaman berupa bahan pangan
karbohidrat dapat dipasok untuk memenuhi permintaan di kota pelabuhan
atau diekspor.

Apabila negara mencarikan anggaran dana yang cukup untuk membangun


jalan raya yang menghubungkan Pontianak dan Banjarmasin melalui
pesisir, maka akan lebih strategis jika dana yang sama kita alokasikan
untuk membangun Poros Pesisir-Pedalaman dengan kombinasi jalan air
(sungai dan kanal) dan jalan darat. Pembangunan dapat dirancang dengan
mengombinasikan jalur Sungai Mahakam, Kapuas, Barito, dan beberapa kanal
buatan dengan jalan raya interkoneksi antarpelabuhan sungai di pedalaman.

Kalau tidak, barangkali anggaran dana yang sama dipakai untuk membuat jalan
raya lintas Poros Pesisir-Pedalaman Kalimatan Timur sebelah utara dengan
memanfaatkan Sungai Sesayap hingga Kota Bangalan kemudian diteruskan
dengan membangun jalan menuju Kota Longbawang di perbatasan negara
dan terus menembus Kota Bangar di Brunei dan Kota Lawas di Serawak
serta ke Kota Kinabalu di Sabah. Jalur kombinasi ini akan memberdayakan
potensi yang dimiliki oleh kawasan yang dilalui poros ini.

Beberapa provinsi di Indonesia, secara sendiri-sendiri maupun bersama,


telah mencanangkan rencana pembangunan jalan raya lingkar pulau, di
Provinsi Banten dan beberapa Provinsi Kalimantan tadi. Jalan lingkar pulau
memang memiliki nilai positif untuk pertahanan dan kelak juga diperlukan
kalau memang sudah ada aset ekonomi yang perlu dipertahankan. Namun
sebagai prioritas, dahulukan membangun prasarana untuk tumbuh
berkembang dan prasarana untuk mewujudkan potensi yang terkandung di
pulau yang bersangkutan. Menurut penulis, jalan lingkar pesisir lebih banyak
membawa kemudaratan daripada keuntungan.

Alasannya antara lain: (1) Membuat jalan lingkar pulau, berarti menyia-
nyiakan “jalan raya” laut yang sudah ada secara alamiah; (2) Tidak membawa
nilai tambah bagi peningkatan ekonomi pedalaman tempat bahan pangan
dan mineral dihasilkan; (3) Teknologi yang lebih banyak tantangannya
untuk membangun jalan di tepi pantai pada kawasan yang kemungkinan
besar berawa (swampy), berpotensi terkena abrasi, jenis tanah yang labil,
tebing karang atau malah berpasir; (4) Biaya akan lebih mahal karena

Halaman | 83
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

memerlukan teknologi canggih yang penuh tantangan; (5) Lebih murah jika
kita membangun beberapa dermaga di ujung jalan Poros Pesisir–Pedalaman
daripada membangun banyak jembatan yang memotong beberapa muara
sungai di sepanjang lingkar pulau; (6) Beberapa habitat pesisir berupa flora
dan fauna pesisir seperti bakau berpotensi untuk dirusakkan.

Di Sumatra tengah, alangkah baiknya jika titik ekspor Riau tidak hanya
bergantung pada Pelabuhan Dumai saja, tetapi juga pada pelabuhan-
pelabuhan lain yang tumbuh berkembang karena terhubung dengan pusat-
pusat produsen getah karet di Kampar, kelapa sawit di seantero Riau,
rambutan, durian, dan lain-lain. Sungai Kampar yang cukup lebar dan dapat
dilayari hingga ke jantung Riau perlu diberdayakan untuk menjadi prasarana
pengangkutan hasil perkebunan di pedalaman. Kota Butun dan Sungai
Pakning misalnya perlu dihubungkan dengan jaringan jalan lintas pedalaman
timur laut-barat daya yang layak dan memadai, seperti ide Ahmiyul tadi.
Kombinasi lintasan-lintasan jalan air dan jalan darat sebagai Poros Pesisir-
Pedalaman lain perlu diupayakan sepanjang Pulau Sumatra dan pulau-pulau
besar lain yang miskin prasarana transportasi.

Orang Riau dan juga para pengambil kebijakan pembangunan di seluruh


pelosok wilayah Indonesia, selayaknya menyikapi pergeseran paradigma
dalam memandang sumber daya alam. Minyak dan segala bahan tambang
bukanlah segala-galanya dalam hal sumber daya alam. Lokasi yang strategis
alamiah bangsa Indonesia yang dikaruniakan oleh Allah dengan jaringan dan
jalur pelayaran laut ini adalah juga merupakan sumber daya alam yang perlu
dikembangkan dan diaktualisasikan semaksimal mungkin.

Perhatikan Singapura yang tidak memiliki sumber daya alam berupa energi
minyak seperti Riau, tetapi mengeksploitir keunggulan lokasi geografis yang
dimilikinya. Singapura paham betul bahwa memiliki lokasi yang bagus sama
beruntungnya atau bahkan lebih beruntung daripada memiliki biliunan barel
minyak mentah atau miliaran kubik meter kayu, tetapi tidak punya point of
export yang strategis dan kompetitif.

Kondisi yang telanjur dibuat misalnya di Riau masih bisa diperbaiki dengan
mengapitalisasikan potensi Riau yang lain. Sungai Siak sebagai urat nadi
perekonomian dapat diperbaiki. Kita dapat belajar dari pengalaman negara-
negara maju dalam memanfaatkan jalur air untuk meningkatkan ekonomi
daerah di pedalaman. Kota industri—dan kota bola—Manchester di Inggris

84 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

yang terletak sekitar 54 kilometer dari pesisir dapat meningkat ekonominya


dan menjadi kota industri manufaktur yang maju pesat serta memiliki
pelabuhan besar karena didukung oleh sebuah kanal ManchesterShip
Canal—kanal paling penting di Inggris—yang menjadi Poros Pesisir-
Pedalaman.

Kota minyak Houston di Amerika Serikat, yang terletak sekitar 80 kilometer


di pedalaman juga dapat menjadi kota industri minyak yang ekfektif dengan
dimilikinya kanal Houston Ship Canal yang menghubungkannya dengan
Teluk Meksiko. Kapal-kapal yang membawa muatan berat untuk kepentingan
pembangunan dan industri dapat merapat di kota pedalaman tersebut
karena adanya kanal yang sengaja dibuat.

Potensi kedua dari Poros Pesisir-Pedalaman adalah sungai dan kanal. Kekayaan
kawasan perairan Nusantara tidak hanya laut saja, tetapi juga kekayaan
berupa lebih dari seribu sungai dan danau. Sungai yang sudah dipetakan,
baik yang pendek dan yang panjang ada 1. 278 (menurut Sudaryono 1976).
Jumlah sungai di Indonesia yang tercatat dan panjangnya lebih dari 40 km
di Pulau Jawa ada sekitar 268 aliran sungai, di Sumatra ada 61 sungai, di
Kalimantan ada 20 batang sungai, di Sulawesi ada 41 batang sungai, dan di
Papua (Irian Jaya) ada 43 batang sungai. Sedangkan panjang seluruh sungai
di Indonesia ada 18. 000 kilometer dengan 10. 000 kilometer sungai yang
dapat dilayari kapal pada musim kemarau.

Dari data tersebut, Jawa tampaknya pulau yang paling banyak memiliki sungai
yang panjang, tetapi kemampuan untuk dilayari kapal barangkali menjadi
masalah. Sedangkan di pulau-pulau besar lainnya, sungai-sungai yang ada
dapat dilayari secara efektif hingga jauh ke pedalaman.

Sistem sungai-sungai besar seperti Bengawan Solo, Brantas, Ciliwung, Musi,


Batanghari, Kampar, Siak, Pinang, Barito, Kapuas, Mahakam, Jeneberang,
Merauke, Mamberamo, dan lainnya dapat ditingkatkan sebagai urat nadi
perekonomian, prasarana transportasi yang memberdayakan potensi
pedalaman dan menjadi Poros Pesisir-Pedalaman.

Beberapa sungai yang lebar dan dalam, dapat dilayari kapal besar hingga
jauh ke arah hulu. Seperti Sungai Siak di Riau sebagai sungai yang terdalam
Indonesia, mampu dilayari hingga ratusan kilometer ke arah hulu hingga
kotaPekanbaru oleh kapal-kapal peti kemas. Namun, bentuk sungai yang

Halaman | 85
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

berkelok-kelok (meandering) menjadikan perjalanan di sungai ini memakan


waktu yang lama. Mungkin beberapa pelurusan dengan membuat kanal-
kanal pada beberapa tempat dan pelebaran sungai ini, dapat menjadikan
prasarana pengangkutan muatan berat dan massa yang efisien, cepat, dan
murah.

Ketika jaringan jalan raya belum berkembang di banyak pulau, terlebih lagi
jalur kereta api masih belum dibangun, pilihan memberdayakan jalan air
berupa sungai-sungai merupakan pilihan perintisan yang menarik. Hutan-
hutan tropis curah hujan yang lebat di pedalaman terlalu bernilai untuk
ditebangi. Biaya membersihkan hutan dan memperkuat lapisan tanah yang
umumnya lunak ini juga memakan biaya yang besar. Sebagai alternatif untuk
perintisan, menumbuhkan Poros Pesisir-Pedalaman dapat dilakukan dengan
memberdayakan jalan air melalui sungai-sungai besar. Dermaga-dermaga
sungai pada berapa titik kota pedalaman di arah hulu sungai dapat dibangun.
Jalur air ini memiliki beberapa kelebihan pada tahap perintisan Poros Pesisir-
Pedalaman ini.

Kelebihan jalan air berupa sungai dan kanal buatan antara lain memungkinkan
pengangkutan barang kargo yang berukuran besar dan berat dengan
cepat dan murah, berupa hasil panen, alat-alat berat untuk keperluan
pembangunan, generator listrik, bahan bakar minyak, mesin-mesin pabrik
dan industri, barang-barang pabrik, dan lain-lain. Bus air dan feri di sungai
dapat digunakan untuk pengangkutan penumpang secara massal dari muara
atau kota pelabuhan di pesisir menuju ke kota pedalaman.

Selain itu, kanal buatan dapat ditambahkan atau dibangun berdasarkan


sistem sungai yang telah ada. Sistem interkoneksi antarkanal dan yang
menghubungkan sungai-sungai juga memudahkan transportasi dan
komunikasi massal seperti di Eropa. Kanal yang menghubungkan sungai-
sungai dan danau dapat berupa sistem irigasi untuk keperluan pertanian
dan perkebunan. Selain itu, kanal buatan dapat pula berfungsi sebagai sistem
pembuangan limbah (drainage), penanggulangan banjir sekaligus pembangkit
listrik tenaga air.

Kita bisa mengambil pelajaran bagaimana ibu kota Belanda tumbuh


berkembang dari sebuah desa nelayan, Amstel-dam (kini Amsterdam).
Amsterdam kini justru merupakan kota kanal yang sibuk sebagai kota

86 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

perdagangan internasional sekaligus cantik dan menawan. Ada sekitar 100


kilometer panjang kanal yang saling memotong di dalam dan seputar kota
ini bagai rumah laba-laba. Ada seribuan jembatan di kota ini yang melintas
di atas kanal-kanal itu. Orang dapat bepergian dengan berganti-ganti antara
mengendarai bus ataupun perahu feri di kota ini.

Kanal-kanal besar yang melewati Amsterdam juga menghubungkan Laut


Utara dengan sistem sungai yang ada di pedalaman Eropa. Kanal-kanal ini
sengaja dibuat atau hasil modifikasi dari sungai-sungai yang ada. Pendekatan
ini berhasil membuka keterkungkungan kawasan pedalaman. Poros Pesisir-
Pedalaman memang sangat penting untuk memajukan wilayah sebuah
negara secara merata. Potensi pedalaman dalam direalisasikan dengan
terbukanya jalur poros seperti ini. Jaringan kanal di Eropa dan Amerika,
demikan juga di Cina, telah membuktikan dapat membantu pertumbuhan
ekonomi melalui industri manufaktur maupun pertanian dan sumber daya
alam.

Di Cina, yang menyadari akan daratan yang begitu luas dan membatasi
berlangsungnya transformasi sosial dan ekonomi, telah pula memakai
pendekatan pembangunan jalan air untuk memperoleh akses ke pesisir.
Kanal tertua dan terbesar di dunia ada di Cina, yaitu The Grand Canal of
China, yang mulai dibuat pada 7 abad sebelum Masehi dan baru diselesaikan
oleh Kubilai Khan pada 1280. Panjang kanal ini lebih dari 1. 600 kilometer.

Hari ini hampir seluruh Eropa telah dipenuhi oleh jaringan jalan air hingga
ke pedalaman, baik yang menghubungkan sungai-sungai alamiah maupun
jaringan kanal buatan. Seluruh sistem sungai besar di Eropa Utara telah
tersambung karena adanya kanal-kanal.

Di Benua Amerika, pencapaian penting dari pembangunan kanal di


pedalaman sebelah timur Amerika adalah terbukanya kawasan Great Lakes
bagi industri dan pertanian, sekaligus menjadi pembuka pasar baru bagi
barang pabrikan dari pabrik-pabrik yang berada di kota-kota pesisir timur
Amerika. Saat ini, total ada sekitar 4. 500 kilometer jalan air pedalaman
(intracoastal waterway) di Amerika Serikat. Sistem jalan air di Illinois
menghubungkan antara The Great Lakes dan Teluk Mexico melalui sungai
Mississippi, memungkinkan kapal masuk dari Teluk Mexico dan terus menuju
kota-kota di jantung Amerika hingga ke Detroit.

Halaman | 87
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Pemandangan yang sangat menakjubkan saat kapal pesiar mewah raksasa Celebrity
Silhouette sedang mengarungi Sungai Ems dari galangan kapal pembuatnya di
Meyer Werft di Pepenburg Jerman,sejauh 26 mil menuju Laut Utara. Kapal berukuran
panjang hampir 3 kali lapangan sepak bola dan tinggi hampir seperti hotel 10
tingkat ini dengan hati-hati melayari sungai Ems yang dalamnya hanya 7,3 meter
dimana di beberapa tempat jharus bermanuver dengan menyisakan sela selebar 5
ft dengan memperhitungkan waktu air pasang.
Air yang memiliki sifat cair dan mampu menahan beban yang amat berat ini
memungkinkan orang mengangkut dan memindahkan barang yang amat berat
dari satu tempat ke tempat lain yang jauh. Industri mesin-mesin berat dan bahkan
perkapalan dapat dibuat di kota pedalaman sepanjang tersedia jalan air berupa
sungai atau kanal yang dapat mengangkut produk hasil industri tersebut ke laut
lepas dan kemudian ke pasar.
Sumber:
http://www. cruisenewsweekly. com/2011/07/01/celebrity-silhouette-completes-tight-
squeeze/.

88 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Pencitraan Satelit

Indonesia selayaknya juga mengerahkan berbagai sumber daya manusianya


di segala bidang untuk mendayagunakan potensi yang ada di negara
kepulauan Nusantara ini. Negara-negara lain yang tidak memiliki jumlah
lautan dan pulau sebanyak Indonesia saja lebih proaktif mengerahkan para
ahlinya dengan segala insentifnya untuk terjun ke laut. Untuk memahami laut
tidaklah melulu harus dengan mencebur langsung ke laut. Teknologi remote
sensing yang semakin canggih dengan resolusi yang makin tinggi, bandwidth
yang semakin sempit dengan rangkaian multispektral telah membuktikan
sebagai teknologi yang sangat penting bagi penelitian dan pendayagunaan
laut. Saat ini, telah semakin banyak satelit observasi lautan yang diluncurkan
guna memahami sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi dari lautan dalam untuk
kepentingan menggali potensinya yang melimpah ruah.

Salah satu negara yang telah aktif memanfaatkan teknologi ruang angkasa
untuk memahami lautan adalah India. Pada 26 Mei 1999 India telah
meluncurkan satelit pengamat samudra canggihnya, IRS-P4. Satelit yang
dikhususkan untuk penelitian oseanografis tersebut mengorbit pada
ketinggian 727 kilometer diorbit polar Sun-synchronous bersama dengan
satelit-satelit peneliti milik Korea Selatan dan Jerman.

IRS-P4 memuat dua buah instrumen utama, yaitu sebuah Ocean Colour
Monitor (OCM) dan sebuah Multifrequency Scanning Microwave
Radiometer(MSMR) untuk mempelajari sifat-sifat biologis dan dinamika
fisika samudra. Data hasil pengukuran OCM maupun MSMR dipancarkan
dari satelit dan diterima oleh stasiun bumi National Remote Sensing Agency
(NRSA) yang berpusat di Hyderabad. Masyarakat kelautan dan ilmuwan
selanjutnya dapat memanfaatkan data-data yang sangat bernilai tersebut
untuk kepentingan ekonomis maupun riset. Alat OCM, yang dibuat para
ilmuwan India dengan bantuan teknologi Jerman, didesain untuk mengamati
sifat-sifat optik pigmen phytoplankton dan partikel-partikel anorganik di
lautan.

Pemahaman mengenai kondisi phytoplankton itu penting karena


phytoplanktonmerupakan komponen dari sistem rantai makanan yang
penting dalam daur kehidupan di laut. Pertumbuhan dan kematian

Halaman | 89
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

phytoplankton dalam lingkungan laut memberikan indikasi bagi kondisi


kesuburan laut. Perkiraan akan mutu phytoplankton yang hidup di lautan ini
dapat terdeteksi dari angkasa berdasarkan pada perubahan sifat optik air
laut yang disebabkan oleh klorofil.

Informasi ini selanjutnya dapat digunakan oleh para nelayan untuk


menunjukkan dengan tepat kawasan yang masih kaya dengan ikan. Alat
instrumen lain pada satelit India tersebut, MSMR, memiliki bermacam-
macam aplikasi yang potensial untuk mengumpulkan data dinamika lautan
dan atmosfer untuk membuat perkiraan mengenai suhu permukaan laut,
kecepatan angin di permukaan laut, kandungan air awan serta muatan uap
air di atmosfer. Data MSMR dapat digunakan untuk meramalkan kapan
datangnya musim hujan, memperkirakan badai tropis bahkan memahami
dinamika lapisan es di Antartika yang memengaruhi suhu global terutama
suhu air laut.

Lembaga-lembaga penelitian di tanah air pun alhamdulillah telah semakin


maju dalam menginventarisasikan potensi kelautan kita. Meski penulis belum
mendengar program survei, inventarisasi, dan karakterisasi kelautan kita
dengan memanfaatkan teknologi satelit milik sendiri, tetapi lembaga seperti
Bakosurtanal, Lembaga Oseanologi Nasional, Hidros TNI-AL, LIPI, dan BPPT,
telah banyak bekerja sama dengan berbagai lembaga keilmuwan, profesi, dan
industri kelautan dari negara-negara lain untuk menginventarisasi sumber
daya laut serta memonitor kekayaan kelautan Nusantara.

Survei geofisika, geologi, geokimia, biologi kelautan, perikanan, teknologi


kelautan, hingga ke masalah sosial penduduk pesisir telah dan terus
dilaksanakan. Beberapa negara maju ikut pula berkepentingan dan ikut
andil dalam proyek-proyek ini. Survei yang dilakukan antara lain dengan
melakukan pemetaan digital atas beberapa potensi kelautan kita antara lain,
jaringan stasiun diferensial GPS, stasiun pengukuran standar air pasang-surut,
survei Alur Laut Kepulauan Indonesia, penentuan garis dasar kepulauan,
pemantauan perubahan suhu air laut, dan lain-lain.

Selain lembaga-lembaga yang jelas memiliki kepentingan kelautan di atas,


perlu juga dilibatkan lembaga antariksa seperti Lapan (Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional) untuk menyingsingkan lengan menyisihkan dana
untuk proyek angkasa dan penerbangan untuk kepentingan laut. Segmen
pasar hasil penelitian ini lebih jelas daripada program eksplorasi angkasa

90 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

luar yang dibiarkan saja untuk sementara waktu menjadi proyek negara-
negara maju. Sebagai contoh, penentuan batas kontinental margin, dapat
dilakukan dengan menggunakan satelite altimeter.

Sehingga penentuan Zona Ekonomi Eksklusif juga semakin akurat. Pemetaan


struktur retakan, patahan, dan lipatan bumi yang berguna bagi eksplorasi
minyak dan gas serta mineral di dasar samudra kini juga dilakukan dengan
bantuan satelit. Deteksi rembesan minyak dari dasar laut yang memberikan
indikasi terdapatnya petroleum sistem atau kemungkinan cadangan minyak,
juga dapat dilakukan dengan mempelajari hasil pengukuran yang dilakukan
oleh satelit. Pengawasan polusi di atas permukaan laut juga kini dilakukan
dari atas angkasa luar selain dari foto udara dengan menggunakan pesawat
terbang.

Rancangan Tindakan Taktis


Beberapa tindakan taktis dan populer dapat dilakukan untuk menumbuhkan
kesadaran bahari (maritime awareness) dan menanamkan wawasan kelautan
kepada orang-orang Indonesia, terutama pada generasi mudanya.

Lembaga pemerintah maupun nonpemerintah dapat mengambil inisiatif


mengoordinir beberapa lembaga terkait untuk bersinergi menyelenggarakan
program-program pendidikan, budaya, olahraga, atau hiburan yang
berorientasi ke laut. Misalnya dalam hal membuka wawasan kelautan
dan memajukan teknologi perahu layar dapat dimulai dengan menjadi
penyelengara dan tuan rumah bagi rangkaian lomba perahu layar tingkat
dunia untuk perahu layar dengan teknologi tinggi (yacht). Atau secara rutin
mengadakan rangkaian perlombaan perahu layar tradisional, Pinisi, dan
perahu jenis lainsecara nasional lebih sering daripada yang sudah dilakukan
di beberapa tempat seperti di Pare-Pare Sulawesi Selatan.Yang pada lomba
tradisional tadi dapat diperkenalkan teknik dan penemuan baru yang akan
meningkatkan kualitas perahu tradisional secara umum.

Berbagai aktivitas latihan kepemimpinan dengan menggunakan sarana


kelautan juga dapat diselenggarakan. Misalnya, outward bound dengan acara
puncak melayarkan perahu pinisi untuk menumbuhkan rasa percaya diri
bagi remaja dan pemuda serta mempromosikan kelautan Nusantara.
Halaman | 91
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Dalam bidang sastra dan budaya, tema kelautan juga dapat diangkat
sebagai latar belakang kisah roman, komedi, petualangan, tragedi, dan
metafora sejarah ribuan tahun pembentukan budaya maritim Nusantara.
Penerjemahan karya epik legendaris seperti La Galigo(Sureq Galigo) perlu
dilakukan, sebagaimana juga kisah-kisah legendaris yang dapat menumbuhkan
keinginan anak-anak bangsa untuk lebih mengenal dan mencintai lautnya.

Epik La Galigo, dengan tokoh putra mahkota penakluk laut, Sawerigading,


dan seorang putri cantik jelita, We Tanriabeng, perlu diperkenalkan kepada
anak bangsa di seluruh pelosok Nusantara, jangan hanya masyhur di tanah
Bugis dan Makassar. Ramuan kisah cinta, tragedi, pertempuran di laut lepas,
mistis, dan petualangan dengan latar belakang budaya laut akan sangat indah
diangkat dan dikemas dengan format dan media modern.

Epik yang disebut sebagai karya sastra prosa lirik terpanjang di dunia,
300.000 larik sajak, terkumpul dalam 6000 lembar halaman lontara,
mengalahkan epik Mahabarata dari India, perlu diterjemahkan, dibuatkan
film atau sinetron ceritanya, film dokumentasi penelitiannya, dan banyak
lagi. Bukankah suatu ironi jika penduduk kepulauan yang dikelilingi air lebih
mengenal epik Mahabarata yang berbasis benua yang datang dari seberang,
daripada epik La Galigo yang berbasis lautan dan berasal dari Pulau Sulawesi,
negeri kita sendiri. Epik La Galigo ditulis pada abad ke-14 di lembaran daun
lontar (sejenis nipah). Padahal, penjelajahan maritim yang dilakukan oleh
tokoh-tokoh epik La Galigo hingga ke belahan bumi barat pada masa itu,
tampaknya menerobos hingga ke Anak Benua India dan Jazirah Arab, ke
utara hingga ke Cina. Tentunya ini merupakan rekaman dalam versi sastra
atas pencapaian masyarakat maritim Nusantara pada abad itu.

Promosi keunggulan kompetitif lautan Indonesia dalam dunia pariwisata dan


budaya dapat dilakukan melalui media film cerita dan film dokumenter. Film
cerita untuk konsumsi internasional dapat dilakukan dengan mengambil
setting lokasi di objek-objek kelautan yang eksotik dan penuh nuansa
etnis di seluruh Indonesia. Cerita yang diangkat bisa dibuat oleh penulis
internasional. Bahkan, bisa diangkat kisah science fiction yang dikembangkan
dari binatang eksotis Indonesia seperti Komodo, Dugong, Ikan Coelacanth,
Orang Utan, dan lain sebagainya. Atau dengan mengangkat kisah epik
Nusantara berbasis kelautan seperti cerita yang diangkat dari fragmen epik
La-Galigo yang luar biasa.

92 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Citra pariwisata bahari yang berbau 3S, Sea-Sunshine-Sex, seperti di


beberapa pantai di Bali harus secara proaktif diubah melalui counter action
dengan memberikan alternatif yang tak kalah menariknya dalam kerangka
pariwisata bahari Indonesia.

Film dokumenter untuk ditayangkan di televisi kabel seperti National


Geographic, Discovery Channel, dan sejenisnya pun dapat dibuat. Ribuan
topik dan panorama laut dan kepulauan Indonesia sangat layak untuk

Halaman | 93
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

itu. Buku ini insya Allah juga akan diikuti dengan versi audiovisual serta
multimedianya. Untuk pendidikan masyarakat global, akan pula diusahakan
dalam versi bahasa Inggris.

Semua yang dikemukakan di atas hanyalah sebagian kecil dari apa yang
dapat diupayakan. Penulis yakin berjuta generasi muda yang “melek” laut
dan tumbuh kesadaran kelautannya akan mampu berbuat lebih banyak lagi.

Latihan kepemimpinan pemuda Indonesia, semacam outward bound,


dapat memanfaatkan perahu layar sebagai sarana melatih semangat
gotong-royong (team work) sekaligus membangun wawasan dan
kesadaran akan lautan. []

94 | Halaman
AGUS S DJAMIL | P E R G E S E R A N P A R A D I G M A K E L A U T

Penulis

Agus S. Djamil adalah penulis buku AL


QUR’AN DAN LAUTAN. Master of
Science dalam bidang Exploration and
Development Geophysics dari Stanford
University di Palo Alto, Amerika Serikat
pada tahun 1996. Menyelesaikan
Sarjana Geofisika di Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta tahun 1988. Setamat
SMAN III di Makassar, mengikuti
program pertukaran pelajar AFS tahun 1981-1982 hingga lulus
dari Christchurch Boys High School di Christchurch, New
Zealand.

Sejak 1998 bekerja pada Jabatan Perdana Menteri Kerajaan


Negara Brunei Darussalam di Bandar Seri Begawan.
Sebelumnya, 1988-1998, sebagai Sr. Geophysicist di Caltex
Pacific Indonesia.

Bukunya, ALQURAN DAN LAUTAN diterbitkan oleh


Arasy-Mizan, 25 Desember 2004. Buku setebal 612 halaman
ini merupakan buku pertama yang membahas ayat-ayat Al
Quran mengenai lautan dan mendapat sambutan yang sangat
positif dari berbagai kalangan.

Kegiatan di masyarakat, sebagai Penasehat Persatuan Masyarakat


Indonesia di Brunei Darussalam.
Email: agus.djamil@yahoo.com

Halaman | 95

Anda mungkin juga menyukai