Anda di halaman 1dari 30

1

PERAWATAN GIGI UNTUK PEDIATRIC OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA

RINGKASAN

Paediatric obstructive sleep apnea (OSA) sering terjadi dan prevalensinya

meningkat berhubungan dengan obesitas masa kanak-kanak. Penelitian terbaru

menunjukkan banyak anak-anak, baik sindrom dan non sindrom, yang

memperlihatkan pernapasan melalui mulut sebagai akibat dari penyempitan

saluran napas atas, juga dapat memperlihatkan kelainan dentofacial. Meskipun

adenotonsillectomy dan tekanan positif pada jalan napas dijadikan perawatan

pertama untuk menanggulangi paeditric OSA, akan tetapi terdapat kekurangan

pada keduanya. Oleh karena itu, jenis perawatan terbaru diperlukan. Penelitian

terbaru berkonsentrasi pada perawatan gigi yang muncul untuk OSA pediatrik,

seperti ekspansi maksila cepat (RME), peralatan oral dan distraksi osteogenesis.

Namun, baru ada beberapa penelitian acak yang menilai efektivitas terapi dental

baru ini untuk OSA pediatrik, dan karenanya diperlukan penelitian lebih lanjut

untuk memajukan bidang ini.

PENDAHULUAN

Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) pada anak-anak

didefinisikan sebagai gangguan pernapasan selama tidur yang ditandai dengan

obstruksi saluran napas atas parsial yang berkepanjangan dan atau obstruksi

lengkap intermiten (obstructive apnea) yang mengganggu ventilasi selama tidur

dan pola tidur [1]. Diperkirakan bahwa 3-26% anak-anak muda adalah
2

pendengkur kebiasaan [2-5] dengan 1,2% hingga 5,7% dari populasi pediatrik

umum yang menunjukkan OSAS [6-8]. Insiden tertinggi telah dilaporkan terjadi

antara usia 2 dan 8 tahun dan umumnya disebabkan oleh diskrepansi antara

ukuran jaringan limfoid dan diameter saluran napas. OSAS ditandai dengan

kolapsnya jalan napas bagian atas saat tidur karena ketidakseimbangan antara

struktur saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh faktor seperti hipertrofi

adenotonsiler, anomali kraniofasial, tonus neuromuskular saluran nafas bagian atas

dan obesitas. Kelanjutan dari OSAS termasuk gangguan neuropsikologis dan

kognitif, hipertensi sistemik [9,10] dan pulmonal [11] serta disfungsi endotel [12].

Adenotonsilektomi (AT) dianjurkan sebagai pengobatan pilihan untuk

anak-anak dengan OSAS pediatrik. Namun, beberapa penelitian telah menyoroti

sifat multi-faktorial dari kondisi ini dengan anomali kraniofasial, kondisi sindrom

seperti sindrom Downs, obesitas dan keparahan OSA memainkan faktor kunci

dalam masih terdapatnya sisa OSAS setelah intervensi AT [13-16]. Resolusi

lengkap OSA yang didefinisikan sebagai AHI <1 kejadian / jam telah dilaporkan

berkisar antara 25% - 40%.[15,17,18].

Uji Adenotonsilektomi Anak-Anak (CHAT) telah memberikan bukti baru

keefektifan AT dini versus pendekatan '' observasi” yang konservatif pada anak-

anak (rentang usia 5-9 tahun) dengan OSA sedang (kisaran AHI 2-30 kejadian /

jam ). [19] Marcus dan peneliti menemukan efek menguntungkan dari tindakan

AT awal di domain tertentu termasuk hasil polysomnographic dan kualitas hidup,

tetapi tidak ada perubahan signifikan dalam perhatian atau fungsi eksekutif.
3

Namun demikian, peran AT dalam OSAS yang lebih ringan tidak jelas dan

memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

Tekanan nasal positif terus menerus (nCPAP) tetap menjadi alternatif

pengobatan non-bedah untuk OSAS anak. Namun, ketidakpatuhan pada terapi ini

tetap menjadi batasan pada anak-anak [20-22]. Selain itu, implikasi jangka

panjang dari terapi nCPAP dengan sistem masker yang diberikan pada anak yang

sedang tumbuh kurang jelas. Beberapa penelitian telah mendokumentasikan efek

samping dentofacial yang merugikan termasuk hipoplasia mid-face setelah terapi

nCPAP yang lama [23-25]. Namun, penelitian sefalometri baru-baru ini pada

anak-anak (usia rata-rata 9,0 tahun) menjalani PAP selama minimal 6 bulan untuk

setidaknya 6 jam penggunaan menunjukkan perubahan yang tidak berarti [26].

Namun demikian ada kebutuhan untuk alternatif pengobatan yang sama-sama

efektif, dan sebaiknya menargetkan patofisiologi individu pada setiap anak.

Makalah ini akan membahas hubungan antara perkembangan kraniofasial

dan OSAS pediatrik dan fokus pada jenis perawatan gigi yang muncul, termasuk

ekspansi maksilaris cepat, terapi alat oral, dan intervensi bedah maksilibular

seperti distraksi osteogenesis dalam perawatan bersama pada gangguan tidur

pediatrik yang tidak teratur (SDB).

PERTUMBUHAN CRANIOFACIAL DAN IMPLIKASI FUNGSIONAL

PADA REKAM MEDIS CRANIOFACIAL DAN GIGI

Pengaruh cara bernapas pada pertumbuhan craniofacial dan dentofacial

masih terus diteliti dan masih didalami serta masih diperdebatkan.[27,28]. Pada
4

umumnya diterima bahwa kartilago merupakan faktor utama pada pertumbuhan

sinkrondrosis craniofacial dan basis cranial. Berdasarkan teori functional matrix

theory oleh Moss dan Salentijn [29], pertumbuhan pada craniofacial dan kompleks

dento facial terjadi sebagai respons terhadap kebutuhan fungsional dan

kemungkinan juga respon pertumbuhan pada kartilago nasal. [29]. Teori ini

berdasarkan pada prinsip bahwa pernapasan hidung mencetuskan pertumbuhan

yang harmonis dan mendorong perkembangan pada struktur craniofacial dengan

menstimulasi struktur yang berhubungan dengan kepala dan leher selama

mastikasi, penelanan dan pernapasan. [30,31]. Linder-Aronson mengemukakan

hubungan sebab dan akibat antara peningkatan resistensi jalan napas dan

disharmoni craniofacial atau maloklusi.[32]. Obtruksi nasal yang kronis

menyebabkan pernapasan melalui mulut, berakibat pada postur lidah di anterior

dan di bawah, postur mulut terbuka, postur mandibular yang rendah, dan

pengurangan tonusitas otot orofacial. Hal ini dianggap sebagai kompensasi dari

mekanisme sebagai respons penurunan aliran napas dalam menjaga respirasi.

Hasil yang tidak seimbang pada ketidak harmonisan tumbuh kembang struktur

orofasial dan bermanifestasi sebagai diskrepansi pada bentuk craniofacial dan

dentofacial.[32,33]. Hal ini termasuk konstriksi dan retrusi maksilla, pertumbuhan

mandibular yang kurang,postur kepala dan leher yang berubah, dan proklinasi gigi

maxilla yang parah. Penelitian rhesus pada monyet dengan obstruksi jalan napas

yang diinduksi telah menunjukkan kombinasi tampilan klinis ini termasuk

peningkatan pada tinggi wajah dan pengurangan panjang dan lebar maxilla.

[31,34]. Solow dan Kreiborg mengemukakan teori soft tissue stretch dan
5

menyatakan bahwa bernapas melalui mulut mendorong perubahan postur kepala

dan perubahan pola pembentukan otot, hal ini menjadi faktor yang berkontribusi

pada morfogenesis craniofacial [35].

Bernapas dari mulut memiliki banyak etiologi dan bisa dihasilkan oleh

obstruksi anatomis yang disebabkan oleh pembesaran palatum dan tonsil

faringeal, turbinate yang membesar, deviasi nasal septum, polip nasal, atau

rhinitis alergi. Anak-anak yang bernapas dari mulut dikarenakan hipertrofi

adenotonsilar umumnya menunjukkan postur yang ke depan, mandibulla yang

retrognati, peningkatan tinggi wajah anterior, bidang mandibular yang curam, dan

posisi lidah dan tulang hyoid yang di bawah [36]. Adenoidectomy menyebabkan

perubahan pada pernapasan hidung dan tampaknya memfasilitasi pertumbuhan

maxilla dan mandibulla [36] dan normalisasi pada posisi insisivus [37] setelah 5

tahun. Karena itu, fenomena pada pernapasan mulut penting dan kebiasaan buruk

kronis ini berefek merugikan pada pertumbuhan dan perkembangan kompleks

craniofacial dan dentofacial.

MORFOLOGI CRANIOFACIAL DAN DENTAL PADA OSA

Sejumlah penelitian mengidentifikasi kelompok abnormalitas morfologis

craniofacial dan dental berhubungan dengan OSA. Hal ini dirangkum pada tabel 1

dan 2.
6

Tabel 1. Abnormalitas morfologi craniofacial pada OSA

Maxillo-mandibular retruksi dalam hubungan dengan basis kranial anterior

Peningkatan sudut mandibular plane

Peningkatan tinggi anterior muka

Posisi tulang hyoid yang lebih rendah

Pengurangan panjang mandibular

Pengurangan ruang jalan napas faring

Palatum lunak yang lebih panjang

Peningkatan ukuran lidah

Tabel 2. Abnormalitas morfologi dental pada OSA

Konstriksi Maxilla

Palatum yang tinggi dan sempit

Open Bite

Anterior and Posterior Crossbite

Maxillary/mandibular dental crowding

Penurunan lebar intermolar

Anak-anak dengan obstruksi pernapasan dapat menunjukkan kelainan

craniofacial. Lofstrand et al. [38] membandingkan 48 anak dengan obstruksi

dengan grup kontrol pada anak usia 4 tahun dengan oklusi ideal. Anak yang

mendengkur setiap malam atau memiliki episode apnoeic meunjukkan rata-rata


7

yang lebih tinggi pada gangguan tidur, pernapasan melalui mulut, dan riwayat

radang tenggorokan. Sudut basis kranial yang lebih kecil dan rasio yang rendah

antara tinggi wajah total anterior dan posterior juga terlihat. Anak dengan

obstruksi memiliki maxilla yang sempit, palatum yang lebih dalam, lengkung gigi

bawah yang lebih pendek dengan prevalensi yang lebih tinggi pada crossbite

lateral. Pada penelitian terbaru, anak dengan mendengkur yang kronis juga

dilaporkan memiliki pola pertumbuhan dolichofacial dengan sudut mandibular

plane yang tinggi, palatum yang sempit, dan crowding yang berat pada maxilla

dan mandibulla, alergi, dan flu yang berulang, serta kebiasaan buruk bernapas dari

mulut. [39]. Efek negatif pada obstruksi pernapasan tidak hanya pada kelainan

pernapasan ketika tidur saja. Anak dengan asma juga menunjukkan peningkatan

maloklusi dan pernapasan dari mulut [40,41] dengan deviasi yang signifikan pada

morfologi dento alveolar seperti konstriksi maxilla.[42].

Dalam mendukung penelitian ini, Lindsay Gray pada tahun 1975

melaporkan pengamatan yang sejenis dalam penelitian kohortnya pada 310 pasien

[43]. Beliau menganjurkan penggunaan rapid maxillary expansion (RME) untuk

keadaan medis (jalan napas yang jelek, deformitas hidung, infeksi mata atau

hidung yang berulang, rhinitis alergi dan asma) dan indikasi dental (crossbite,

class III malocclusion, maxillary constriction, dan cleft palate). Penyembuhan

pada pilek dan infeksi pernafasan, alergi hidung dan asma dilaporkan dengan

lebih dari 80% pasien yang berubah pernapasannya dari mulut ke pernapasan

hidung. Meskipun secara subyektif dinilai, studi awal ini memberikan dasar untuk

perubahan paradigma dalam pengelolaan SDB. Hal ini mendukung hipotesis


8

bahwa intervensi tepat waktu dan awal dapat meningkatkan koreksi spontan dan

normalisasi gejala klinis di berbagai kelainan medis dental. Tidak mengherankan,

pengobatan dini oleh intervasi bedah atau gigi semakin diselidiki dengan

kepentingan penelitian utama difokuskan pada efek menguntungkan pada

pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial dan dentofasial.

IMPLIKASI THERAPEUTIK

Ada beberapa penelitian yang mendukung perbaikan dalam morfologi

dentofasial setelah intervensi bedah [44-46]. Hultcrantz dan rekan melaporkan

normalisasi pada 77% dari gigitan terbuka dan 50-65% dari crossbite bukal dan

anterior pada 22 anak yang diobati dengan tonsilektomi, dengan hasil yang lebih

baik dicapai pada anak-anak yang dioperasikan sebelum usia 6 tahun [45].

Zettergren dkk. dalam lima tahun studi membandingkan 17 OSA anak-anak

dengan usia dan kontrol yang cocok dengan jenis kelamin [47]. Anak-anak OSA

menunjukkan inklinasi mandibula yang cenderung posterior, inklinasi rahang atas

cenderung lebih anterior, tinggi wajah anterior yang lebih rendah, basis kranial

anterior yang lebih pendek, gigi insisivus atas dan bawah retroklinasi, mengurangi

ruang saluran napas dan hidung yang kurang menonjol. Lima tahun setelah

adenotonsillectomy, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kecuali

untuk panjang dasar kranial anterior dan hidung yang lebih pendek.

Hasil penelitian ini mendukung hipotesis bahwa obstruksi jalan napas atas

pada anak yang sedang tumbuh dapat berkontribusi pada evolusi OSA dengan

menyebabkan pertumbuhan tulang dan gigi yang tidak menguntungkan, dan juga
9

menyoroti kemungkinan bahwa intervensi sebelumnya dapat membalikkan efek

yang tidak menguntungkan dari OSA pada kraniofasial dan perkembangan

dentofacial.

ORTHOPEDIK DENTOFACIAL DAN OSA PEDIATRIK

Dalam 2 dekade terakhir, telah terjadi evolusi bertahap bidang

interdisipliner baru dari obat tidur gigi. Untuk anak-anak dengan SDB, penelitian

terbaru telah difokuskan pada pilihan perawatan gigi yang muncul untuk OSAS

pediatrik, seperti ekspansi maksila cepat, peralatan oral dan osteogenesis distraksi.

Pada anak-anak sindrom dan non-sindromik, data awal telah menunjukkan hasil

yang menggembirakan dan umumnya menunjukkan beberapa perbaikan dalam

fungsi pernapasan dan beberapa penghilangan gejala OSAS. Pilihan perawatan

gigi, ortodontik dan bedah ini dapat segera berfungsi sebagai alternatif pengobatan

alternatif atau tambahan untuk terapi adenotonsilektomi dan CPAP. Mereka

memainkan peran dalam pengelolaan OSAS pediatrik, dengan potensi untuk

menormalkan morfologi kraniofasial dan dentofasial, mengubah postur lidah dan

mode respirasi, sehingga mengembalikan lintasan pertumbuhan dan

perkembangan normal pada anak-anak.

RAPID MAXILLARY EXPANSION

Anak-anak yang menderita OSA sering menunjukkan rahang yang sempit

dengan langit-langit melengkung tinggi dan hipoplasia maksila. Hipoplasia

maksila sering didefinisikan sebagai defisiensi transversal maksila dibandingkan

dengan mandibula. Lengkungan maksila subyek OSA telah didokumentasikan


10

menjadi lebih sempit, lebih meruncing dan lebih pendek dibandingkan dengan

kelompok kontrol yang tidak mendengkur dan non-apnoeic [48]. Konstriksi

maxilla juga dapat meningkatkan resistensi hidung, mengurangi aliran udara, dan

mengubah postur lidah yang dapat mengurangi ruang saluran napas posterior

sehingga menyebabkan OSA [49].

RME adalah teknik ekspansi maksila pertama yang dijelaskan oleh Angell

pada tahun 1860, yang menggunakan jackscrew untuk memperluas bagian palatal

maksila [50]. Tidak mengherankan, metode ekspansi rahang atas ini kontroversial

ketika awalnya diusulkan tetapi ditunjukkan kelebihannya oleh Haas pada tahun

1961 [51]. RME saat ini masih digunakan secara rutin sebagai perawatan

ortodontik dan ortopedi untuk memperbaiki defisiensi transversal maksila dan

gigitan silang posterior. Teknik ini terdiri dari penerapan gaya ortopedi ke sutura

midpalatal dengan menggunakan alat kaku yang ditambatkan ke gigi rahang atas

dan jaringan lunak sekitarnya (lihat Gambar 1). Tulang maxilla dan palatum

dipisahkan sepanjang sutura midpalatal dengan gaya ortopedi di seluruh sutura

cranial dan sirkum maksila [52,53]. Pola pelebaran segitiga dengan basis yang

lebih luas di wilayah rahang atas anterior telah dicatat terjadi dengan peningkatan

yang signifikan dalam lebar hidung dan penurunan lebar sinus maksila terlihat

dengan cone-beam CT (CBCT) investigasi [54]. Telah disarankan bahwa RME

juga dapat meningkatkan ruang oropharyngeal seperti volume oral meningkat

melalui ekspansi transversal maksila memodifikasi postur istirahat lidah [33,55].

Pada pasien Kelas II dengan retraksi mandibular, pemosisian kembali lidah juga

telah didokumentasikan terjadi setelah RME [56-58]. Telah dihipotesiskan bahwa


11

reposisi lidah anterior terkait dengan RME dapat berkontribusi terhadap

peningkatan patensi saluran napas bagian atas.

Beberapa penelitian telah mendokumentasikan peningkatan lebar hidung

dan volume [59-61] serta penurunan resistensi saluran napas hingga 90 hari pasca

RME [60,61]. Menggunakan dinamika fluida komputasi, Iwasaki et al.

menunjukkan penurunan yang signifikan pada resistensi hidung dan tekanan

negatif maksimal pada saluran napas faring saat inspirasi [62]. Pengurangan yang

diamati ini dianggap berkontribusi terhadap penyembuhan OSAS pediatrik.

Sementara efek jangka panjang dari perubahan ini tidak jelas, mereka telah dicatat

untuk bertahan 11 bulan setelah RME [58] tetapi agak berkurang setelah 30 bulan

[61,63]. Rongga nasal dan volume nasofaring juga telah dilaporkan meningkat

secara signifikan dengan pencitraan CT setelah RME [64]. Pada 2013, Iwasaki

dan rekan penyelidik mempelajari dua puluh delapan anak (usia rata-rata 9,96±

1,21 tahun) dengan sumbatan hidung yang membutuhkan perawatan RME dengan

pencitraan CBCT. Pembesaran yang signifikan dalam volume saluran napas faring

pada kelompok RME diamati bila dibandingkan dengan kontrol [55]. Namun,

beberapa studi CBCT telah melaporkan perubahan saluran napas retropalatal dan

bukan orofaring yang signifikan pada anak-anak dengan konstriksii maksila yang

diobati dengan RME [65,66], menunjukkan bahwa efek RME terutama dikaitkan

dengan perubahan rongga hidung.

Penggunaan RME pasien OSA pertama kali ditunjukkan pada orang

dewasa [67,68]. Cistulli dan rekan menunjukkan peningkatan 70% dalam kohort

mereka dari 10 pasien dewasa, beberapa di antaranya membutuhkan bantuan


12

bedah, dengan penurunan yang signifikan dalam AHI (19± 4 vs 7± 4 kejadian /

jam, p <0,05) [68]. Sejak itu semakin banyak studi yang membahas efektivitas

terapi RME pada anak-anak dengan OSAS. Pirelli dan rekan mempelajari 31

anak (usia rata-rata 8,7 tahun) dengan penyempitan rahang atas dan OSAS yang

tidak menunjukkan hipertrofi adenotonsiler dengan AHI obstruktif (OAHI) 12,2±

2.6 kejadian / jam [69]. Empat hingga enam minggu setelah RME, rata-rata OAHI

berkurang menjadi 9,8± 2,7 kejadian / jam. Pada 4 bulan follow-up, OAHI

selanjutnya berkurang menjadi 0,4± 1.1 kejadian / jam. Ekspansi rata-rata rahang

atas adalah 4,32 ±0,7 mm dengan peningkatan rata-rata dari pembukaan pyriform

1,3±0,3 mm juga dilaporkan. Peningkatan yang ditandai dalam nadir SpO2 dari

78,5± 8,2% hingga 95,3± 1,7% dan penurunan durasi waktu apnea terpanjang juga

terjadi. Dalam penelitian prospektif kecil, Villa dan peneliti mempelajari 16

pasien OSAS (usia rata-rata 6,6± 2,0; 9 laki-laki) dengan maloklusi gigi yang

diobati dengan RME [70]. Pada kontrol satu tahun , 14 anak menyelesaikan

penelitian dengan dua tidak hadir untuk ditindaklanjuti. Sebelas anak mengalami

hipertrofi adenotonsiler tetapi tidak menjalani adenotonsilektomi selama

penelitian. AHI rata-rata menurun dari 5.8± 6,8 kejadian / jam ke 2,7± 3,5

kejadian / jam enam bulan setelah RME dengan pengurangan lebih lanjut menjadi

1,5± 1,6 kejadian / jam (p = 0,005), 12 bulan kemudian.

Para penulis menemukan bahwa pengurangan bermakna AHI rata-rata

terjadi pada anak-anak dengan hipertrofi tonsil ringan (5,6-1,0 kali / jam, p =

0,034) dibandingkan dengan anak-anak dengan hipertrofi tonsil berat (6,2-2,3

kejadian / jam, p = ns).


13

Gambar 1. Foto seorang anak dengan konstriksi maksilaris, menunjukkan fiksasi


perangkat RME ke molar atas, dan efek ekspansi aktif pada bentuk rahang atas selama 1
bulan. Diikuti fase retensi selama 6-12 bulan, di mana gigi insisvus bermigrasi kembali ke
garis tengah dan pembentukan tulang baru di sutura midpalatal menciptakan struktur yang
stabil.

Untuk mempelajari keefektifan jangka panjang dari RME, penulis yang

sama mengikuti 8 dari 16 anak yang awalnya direkrut untuk penelitian [71]. Dua

tahun setelah selesainya RME, tidak ada perubahan signifikan yang dicatat dalam

mean AHI (2.4± 2 kejadian / jam vs 2.3± 1.7 kejadian / jam, p = NS), mengamati

efek jangka panjang yang potensial dari RME.


14

Ketika ada pasien dengan OSAS pediatrik, keputusan mengenai

perawatan, RME atau adenotonsilektomi terlebih dahulu tidak jelas. Dalam

penelitian terbaru, Villa et al. menginvestigasi 52 anak dengan OSAS [18]. Dua

puluh lima anak menjalani AT (kelompok 1) dan 22 anak menjalani RME

(kelompok 2). Lima anak menjalani kedua perawatan (grup 3). Perawatan RME

dilaporkan sebagai pengobatan yang valid untuk kelompok 2 dengan anak-anak

yang lebih tua dari 4 tahun dengan maloklusi dan OSA ringan. Dari catatan,

meskipun kelompok 2 memiliki OSA yang lebih ringan sebelum perawatan jika

dibandingkan dengan kelompok 1, keberhasilan perawatan lebih tinggi pasca

perawatan AHI terjadi (17,25± 13,94 kejadian/ jam sampai 1.79±1,82 kejadian /

jam, p <0,0001 vs 5.81 6,05 kejadian/ jam hingga 2,64± 3,11 kejadian / jam, p =

0,005). Empat dari anak-anak ini tercatat mengalami peningkatan AHI saat follow

up. Para penulis beralasan bahwa perbedaan dan peningkatan AHI pada kelompok

2 dapat dikaitkan dengan durasi yang lebih lama dari penyakit, obesitas, alergi dan

efektivitas RME yang berpotensi lebih rendah pada anak yang lebih tua. Kedua

perawatan terbukti membantu memperbaiki OSA, dan pendekatan multidisipliner

dengan pengobatan RME dianjurkan.

PEMBESARAN MANDIBULA

Pembesaran mandibula (MA) dengan perangkat oral (OA), khususnya

splints pembesaran mandibula (MAS) pada orang dewasa telah terbukti efektif

dalam mengobati OSA di berbagai tingkat keparahan [72,73]. MAS sekarang

direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk OSA ringan hingga sedang

dan pada kasus yang lebih berat dimana CPAP ditolak atau tidak dapat ditoleransi
15

[74]. Mereka memperbesar jalan napas faring terutama di velopharynx

(retropalatal) dan ini dimediasi oleh peningkatan dimensi lateral [75]. Peningkatan

volume saluran napas dikaitkan dengan perubahan struktur jaringan lunak dan

tulang. Hubungan peregangan jaringan lunak yang terletak di dalam lengkung

palatoglosal dan palatofaring yang menghubungkan mandibula dan lidah ke

langit-langit lunak dan dinding faring lateral telah dihipotesiskan [76]. Chan et al.

melaporkan peningkatan tinggi wajah anterior lebih rendah, peningkatan posisi

hyoid, perpindahan lateral dari bantalan lemak parapharyngeal jauh dari jalan

napas dan posisi anterior dari pangkal otot lidah [75]. Dalam penelitian MRI pada

30 pria Jepang, Baik dan rekan melaporkan bahwa pasien OSA dengan obstruksi

retroglossal dan retropalatal menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk

mandibular retrognati, mikrognatia dan pola Kelas II skeletal [77]

Gambar 2. Foto yang menunjukkan contoh alat fungsional oral (twin block) yang
digunakan untuk merangsang pertumbuhan mandibula.
16

Pada anak-anak, pembesaran mandibula dapat dicapai oleh peralatan oral

(lihat Gambar 2), distraksi osteogenesis atau peningkatan dengan bedah maksila-

mandibula. Telah dihipotesiskan bahwa pembesaran mandibula oleh peralatan

oral (OA) seperti terapi alat fungsional dapat meningkatkan ukuran diameter

faring dan memperbaiki gejala OSAS pediatrik. Anak-anak dengan retrognati

mandibula menunjukkan kecenderungan terhadap dimensi saluran udara yang

lebih kecil. Peningkatan dimensi saluran napas posterior pada tingkat orofaringeal

dan nasofaring telah dilaporkan dengan penggunaan peralatan ortopedi fungsional

pada anak-anak Kelas II skeletal tanpa OSA [78]. Faktanya, stabilitas jangka

panjang hingga 22 tahun pada ukuran jalan nafas faring telah didokumentasikan

dengan perawatan activator-headgear pada anak-anak tanpa OSA [79]. Studi

sefalometri telah menemukan bahwa anak-anak dengan OSA memiliki posisi

mandibula yang lebih retrognati [77] dengan peningkatan sudut ANB [80] bila

dibandingkan dengan kelompok kontrol normal. Selain itu, Matsumoto dan

rekannya mencatat bahwa anak-anak dengan AHI> = 3 kejadian / jam

menunjukkan retraksi mandibula yang lebih besar bila dibandingkan dengan

kelompok dengan AHI <3 kejadian / jam [81].

Terdapat kekurangan studi penelitian pada OAs dalam menilai efektivitas

klinis mereka untuk OSAS pediatrik. Ini sangat kontras dengan orang dewasa di

mana ada sejumlah percobaan kontrol acak yang dipublikasikan [73,82,83].

Hingga saat ini, hanya ada satu uji coba unblinded randomised controlled trial

yang mempelajari efek OA pada anak-anak. Villa dan rekan mengevaluasi

kegunaan klinis dan tolerabilitas dari perangkat pengubah posisi rahang pada 32
17

pasien (usia rata-rata, 7,1 ± 2,6 tahun, 20 M) dengan berbagai maloklusi

ortodontik (deep bite, retrusif dan crossbites) [84]. Sembilan belas subjek secara

acak untuk OA sedangkan pasien yang tersisa bertindak sebagai kontrol. Yang

perlu diperhatikan, kelompok yang dirawat ditugaskan untuk 6 bulan pengobatan

dengan penggunaan OA selama 24 jam dibandingkan dengan kelompok kontrol

yang tidak ada pengobatan selama 6 bulan. Sampel yang tidak datang untuk

follow upt adalah 5 (26,3%) peserta dalam kelompok perlakuan dan 4 (30,8%)

peserta dalam kelompok kontrol. Setelah 6 bulan, terjadi penurunan AHI dari 7.1±

4,6 kejadian/ jam hingga 2,6 ± kejadian / jam (p <0,001), dan penurunan yang

signifikan dalam laporan subjektif dari kebiasaan mendengkur, kaki gelisah, lekas

marah, pernapasan mulut dan stufensi nasal dilaporkan. Namun demikian, hanya

50% anak yang diobati mencapai normalisasi AHI.

Dalam penelitian selanjutnya, Cozza dan rekan [85] membandingkan efek

dari alat monoblock yang dimodifikasi pada 20 OSA anak-anak Kaukasia dengan

usia berkisar 4-8 tahun (rata-rata 5,91 tahun). Kelompok kontrol terdiri dari 20

anak kaukasia sehat dengan usia mulai dari 5 hingga 7 tahun (rata-rata 6 tahun).

Setelah 6 bulan, AHI berkurang dari 7.88 menjadi 3.66 kejadian / jam, (p

<0,0003).

Sebuah tinjauan sistematis database Cochrane dari literatur ilmiah hingga

2005 [86] menilai 384 percobaan dan berdasarkan pada studi di atas oleh Villa et

al. pada tahun 2002 [84], menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk

menyatakan bahwa OA atau peralatan ortopedi fungsional efektif dalam

pengobatan OSAS pada anak-anak. Hanya rekomendasi bahwa OA atau peralatan


18

ortopedi fungsional dapat membantu dalam pengobatan anak-anak dengan

anomali kraniofasial yang merupakan faktor risiko untuk apnea telah ditetapkan.

Namun demikian, evolusi alat ortodontik baru terus berkembang seperti

yang dicontohkan oleh kebutuhan untuk memperbaiki obstruksi jalan napas atas

pada bayi dengan urutan Pierre Robin sequence (PRS). PRS ditandai dengan

retrognati mandibula atau retrognati disertai glossoptopsis dengan atau tanpa celah

langit-langit. PRS dapat menyebabkan hipoksia intermiten, hiperkapnia dan dapat

menyebabkan kematian mendadak. Penelitian sebelumnya telah menganjurkan

penggunaan alat ortodontik intraoral dengan ekstensi velar untuk obstruksi saluran

napas atas intermiten [87,88]. Buchenau dan rekan dalam uji coba secara acak

mempelajari 11 bayi (usia rata-rata 3 hari) dengan PRS dan membandingkan alat

ortodontik baru dengan ekstensi velar dibandingkan dengan tanpa alat [89].

Perubahan signifikan dalam indeks rata-rata apnea (13,8 vs 3,9 kejadian / jam, p

<0,001) dengan perangkat baru dilaporkan. Sebuah studi lanjutan 3 bulan pada

lima belas bayi (usia rata-rata 5 hari) dievaluasi oleh kelompok yang sama [90].

Dibandingkan dengan penerimaan (rata-rata 17,2 kejadian / jam; 95% CI, 11,1-

26,7), ada penurunan yang signifikan dalam MOAHI untuk melepaskan (rata-rata

3,8 kejadian / jam; 95% CI, 2,2-6,6). Peningkatan ini berlanjut 3 bulan kemudian

(rata-rata 1,2 kejadian / jam; 95% CI, 0,7-2,2; p value p <0,001).

Dalam kasus OSAS pediatrik yang parah di mana adenotonsillar hipertrofi,

terapi nCPAP dan pilihan perawatan bedah di ekslusikan, Schessl et al.

melaporkan peningkatan yang signifikan pada anak laki-laki berusia 3,5 tahun

dengan penggunaan OA fungsional Frankel II [91]. Zhang et al. [92] juga dalam
19

penelitian terbaru mengevaluasi penggunaan alat fungsional oral pada anak-anak

(usia rata-rata 9,7± 1,5 tahun, BMI 18,1± 1,04 kg / m2) dengan retrognati

mandibula dan OSA. 46 anak-anak (31 laki-laki 15 perempuan), diresepkan OA

twin block untuk jangka waktu 10,8 bulan. Berbeda dengan pengobatan OA

dewasa di mana perubahan dento-alveolar yang tidak menguntungkan mungkin

termasuk efek perubahan gigitan, pengobatan dengan OA fungsional pada anak-

anak dengan retrognati mandibula dalam penelitian ini mendokumentasikan

pertumbuhan mandibula dengan perubahan dento-alveolar yang menyertai yang

memperbaiki profil overjet, overbite dan wajah. Peningkatan ruang posterior

superior dan jalan napas bagian tengah dan pengurangan panjang langit-langit

lunak dengan dua pengukuran sefalometrik dimensi diamati. Perbaikan yang

signifikan pada AHI (14.09± 4.25 hingga 3.39± 1.86 kejadian / jam, p <0.01) dan

nadir SaO2 (77.8± 3.38% hingga 93.63± 2.66%, p <0.01) didokumentasikan.

DISTRAKSI OSTEOGENESIS

Anak-anak yang dilahirkan dengan kelainan kraniofacial kongenital seperti

Pierre Robin sequence (PRS) atau Treacher Collins syndrome dihadapkan dengan

masalah manajemen jalan nafas yang rumit. Mereka sering menunjukkan

retrognati mandibula dan glossoptosis yang mengakibatkan obstruksi saluran

napas. Pilihan pengobatan kontemporer termasuk tindakan konservatif seperti

posisi tengkurap, dukungan saluran napas nasofaring, glossoplexy dan OA untuk

prosedur bedah yang lebih invasif seperti osteogenesis distraksi atau trakeostomi.

Distraksi osteogenesis mandibular (MDO) telah terbukti memperbaiki obstruksi

jalan napas atas dan hasil fungsional lainnya [93,94], menyusui [95] dan kualitas
20

hidup [96]. Dalam tinjauan sistematis 2014, Tahiri dan rekan mengevaluasi

efektivitas MDO dalam meningkatkan saluran napas pada populasi pediatrik [97].

711 pasien dengan usia rata-rata 18,1 bulan yang menjalani MDO dianalisis.

Distribusi pasien terdiri dari hal-hal berikut: PRS terisolasi (52,9 persen), sindrom

PRS (7 persen), dan sindrom Treacher Collins (6,8 persen). Keberhasilan

didefinisikan seperti decannulation dari trakeostomi, penghindaran trakeostomi

atau CPAP, atau pengangkatan atau peningkatan signifikan dari gejala OSA.

Sebanyak 89,3% anak-anak berhasil diobati dengan MDO. Seratus tujuh puluh

satu (84,2 persen) dari 203 berhasil di decannulation. 95,6% pasien dengan OSA

mengalami resolusi lengkap atau perbaikan gejala yang signifikan. Para penulis

menyimpulkan bahwa dengan pemilihan kasus yang tepat, MDO adalah prosedur

perawatan yang efektif untuk pengobatan obstruksi saluran napas yang terkait

dengan defek kraniofasial kongenital yang melibatkan hipoplasia mandibula.

Berbeda dengan MDO, midface distraction osteogenesis (MFDO) adalah

prosedur bedah yang relatif baru yang diusulkan untuk obstruksi jalan nafas atas.

Berbeda dari pemanjangan mandibular dan efek reposisi basis lidah dengan MDO,

tujuan pengobatan untuk MFDO ditujukan pada tingkat nasofaring dan

velopharynx. Beberapa penelitian tentang perilaku dan kesehatan dan perbaikan

dengan MFDO. Namun demikian, Taylor dan rekannya melakukan tinjauan

sistematis MFDO pada hasil saluran napas atas pada tahun 2014, [98] melibatkan

16 studi observasional. MFDO dilaporkan meningkatkan status pernapasan

dengan hasil yang menguntungkan pada sefalometri (9 penelitian), polisomnografi

(9 penelitian), dan tingkat dekanulasi (8 penelitian) dilaporkan. Namun, hanya 67


21

pasien secara total dianalisis oleh polysomnography dengan hanya menggunakan

data rata-rata yang disajikan. Status saluran nafas atas membaik pada sebagian

besar pasien tetapi hasil jangka panjang dan ukuran obyektif konsisten ditemukan

kurang.

KESIMPULAN

Morfologi kraniofasial memainkan peran kunci dalam patofisiologi OSAS

pediatrik. Obstruksi jalan nafas atas akibat hipertrofi jaringan limfoid atau

restriksi skeletal pada anak yang sedang tumbuh dapat meningkatkan pernapasan

mulut, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial normal,

sehingga mengurangi ukuran saluran napas faring dan meningkatkan gangguan

pernapasan saat tidur . Meskipun hubungan kausatif antara cara pernafasan yang

berubah dan SDB pediatrik tidak dipahami dengan jelas, diagnosis dini dan

pengobatan interseptif pada anak-anak yang menunjukkan tanda dan gejala SDB

pediatrik harus dianjurkan.

Terapi gigi dan ortodontik seperti RME, peralatan oral dan perawatan

bedah termasuk distraksi osteogenesis muncul sebagai alternatif pengobatan

potensial yang mungkin merupakan bagian integral dalam armamentarium kami

untuk manajemen OSA pediatrik. Karena pilihan perawatan berbasis gigi ini

semakin diusulkan sebagai pilihan pengobatan yang layak atau tambahan untuk

gangguan tidur medis, pendekatan perawatan multidisiplin antara dokter spesialis

anak dan dokter gigi diperlukan untuk mengoptimalkan hasil pengobatan pasien.
22

Tinjauan medis dan gigi yang berkelanjutan diperlukan untuk menilai

kepatuhan, kenyamanan, dan kemanjuran pengobatan pada anak yang sedang

tumbuh. Lebih banyak penelitian tentang efektivitas klinis jangka panjang, waktu

pengobatan dan pemilihan pasien untuk setiap plihan pengobatan diperlukan.

Penelitian masa depan ke dalam faktor alat yang spesifik, prosedur titrasi, prediksi

hasil pengobatan dan dampak pertumbuhan pada efikasi perawatan jangka

panjang dan efek terhadap kesehatan untuk OSAS pediatrik diperlukan.

KONFLIK KEPENTINGAN

JN dan PAC tidak memiliki konflik kepentingan.

PERTANYAAN PENELITIAN

Pertanyaan-pertanyaan berikut memerlukan penelitian di masa yang akan datang:

1. Apakah indeks hipopnea apnea obstruktif merupakan matriks terbaik

untuk mengevaluasi respons terhadap pengobatan OSAS?

2. Pada anak-anak dengan OSAS ringan dan konstriksi maksilaris, urutan

pengobatan (adenotonsillectomy atau RME) harus dilakukan pertama kali

yang mana?

3. Apa stabilitas jangka panjang untuk perawatan RME untuk OSAS?

4. Pada anak-anak yang menjalani pengobatan nCPAP jangka panjang,

apakah masker wajah hibrida akan mengurangi efek samping yang

merugikan seperti hipoplasia mid-face?

5. Apa saja fenotip anak-anak dengan OSAS yang akan mendapatkan

manfaat dari RME, OA atau distraksi osteogenesis, atau kombinasi ?


23

Referensi

[1] Standards and indications for cardiopulmonary sleep studies in


children. American Thoracic Society. American journal of respiratory and
critical care medicine, 1996; 153(2) 866–78.

[2] Ali NJ, Pitson DJ, Stradling JR. Snoring, sleep disturbance, and behaviour
in 4-5 year olds. Arch Dis Child 1993;68(3):360–6.

[3] Gislason T, Benediktsdottir B. Snoring, apneic episodes, and nocturnal


hypox-emia among children 6 months to 6 years old. An epidemiologic study
of lower limit of prevalence. Chest 1995;107(4):963–6.

[4] Teculescu DB, et al. Snoring in French preschool children. Pediatr


Pulmonol1992;13(4):239–44.

[5] Hultcrantz E, Lofstrand-Tidestrom B, Ahlquist-Rastad J. The


epidemiology of sleep related breathing disorder in children. International
journal of pediatric otorhinolaryngology 1995;32(Suppl):S63–6.

[6] Bixler EO, et al. Sleep disordered breathing in children in a general


population sample: prevalence and risk factors. Sleep 2009;32(6):731–6.

[7] Li AM, et al. Epidemiology of obstructive sleep apnoea syndrome in


Chinese children: a two-phase community study. Thorax 2010;65(11):991–
7.

[8] O’Brien LM, et al. Sleep and neurobehavioral characteristics of 5- to 7-


year-old children with parentally reported symptoms of attention-
deficit/hyperactivity disorder. Pediatrics 2003;111(3):554–63.

[9] Gozal D, et al. Systemic inflammation in non-obese children with


obstructive sleep apnea. Sleep medicine 2008;9(3):254–9.

[10] Amin RS, et al. Twenty-four-hour ambulatory blood pressure in


children with sleep-disordered breathing. American journal of respiratory
and critical care medicine 2004;169(8):950–6.

[11] Miman MC, Kirazli T, Ozyurek R. Doppler echocardiography in


adenotonsillar hypertrophy. International journal of pediatric
otorhinolaryngology 2000;54(1): 21–6.

[12] Gozal D, et al. Obstructive sleep apnea and endothelial function in


school-aged nonobese children: effect of adenotonsillectomy.
Circulation 2007;116(20): 2307–14.

[13] Apostolidou MT, et al. Obesity and persisting sleep apnea after
adenotonsil- lectomy in Greek children. Chest 2008;134(6):1149–55.

[14] Costa DJ, Mitchell R. Adenotonsillectomy for obstructive sleep apnea


in obese children: a meta-analysis. Otolaryngol Head Neck Surg
2009;140(4):455–60.

[15] Bhattacharjee R, et al. Adenotonsillectomy outcomes in treatment of


obstruc- tive sleep apnea in children: a multicenter retrospective study. Am
J Respir Crit Care Med 2010;182(5):676–83.
24

[16] O’Brien LM, et al. Obesity increases the risk for persisting obstructive
sleep apnea after treatment in children. International journal of pediatric
otorhino- laryngology 2006;70(9):1555–60.

[17] Tauman R, et al. Persistence of obstructive sleep apnea syndrome in


children after adenotonsillectomy. The Journal of pediatrics
2006;149(6):803–8.

[18] Villa MP, et al. Adenotonsillectomy and orthodontic therapy in


pediatric obstructive sleep apnea. Sleep & breathing Schlaf & Atmung 2013.

[19] Marcus CL, et al. A randomized trial of adenotonsillectomy for


childhood sleep apnea. The New England journal of medicine
2013;368(25):2366–76.

[20] Nixon GM, et al. Patterns of continuous positive airway pressure


adherence during the first 3 months of treatment in children. The
Journal of pediatrics 2011;159(5):802–7.

[21] Marcus CL, et al. Randomized, double-blind clinical trial of two different
modes of positive airway pressure therapy on adherence and efficacy in
children. Journal of clinical sleep medicine: JCSM: official publication of
the American Academy of Sleep Medicine 2012;8(1):37–42.

[22] Sawyer AM, et al. A systematic review of CPAP adherence across age
groups: clinical and empiric insights for developing CPAP adherence
interventions. Sleep medicine reviews 2011;15(6):343–56.

[23] Li KK, Riley RW, Guilleminault C. An unreported risk in the use of


home nasal continuous positive airway pressure and home nasal
ventilation in children: mid-face hypoplasia. Chest 2000;117(3):916–8.

[24] Villa MP, et al. Mid-face hypoplasia after long-term nasal ventilation.
American journal of respiratory and critical care medicine
2002;166(8):1142–3.

[25] Fauroux B, et al. Facial side effects during noninvasive positive


pressure ventilation in children. Intensive care medicine 2005;31(7):965–
9.

[26] Korayem MM, et al. Craniofacial morphology in pediatric patients with


persistent obstructive sleep apnea with or without positive airway
pressure therapy: a cross-sectional cephalometric comparison with
controls. American journal of orthodontics and dentofacial orthopedics:
official publication of the American Association of Orthodontists its
constituent societies and the American Board of Orthodontics
2013;144(1):78–85.

[27] Clark WD. Preventing dentofacial abnormalities with the proper


correction of pediatric upper airway obstruction. Archives of
otolaryngology–head & neck surgery 2005;131(10):916–8.

[28] Vig KW. Nasal obstruction and facial growth: the strength of evidence
for clinical assumptions. American journal of orthodontics and dentofacial
orthope- dics: official publication of the American Association of
Orthodontists its constitu- ent societies and the American Board of
Orthodontics 1998;113(6):603–11.
25

[29] Moss ML, Salentijn L. The primary role of functional matrices in facial
growth.American journal of orthodontics 1969;55(6):566–77.

[30] Cooper BC. Nasorespiratory function and orofacial development.


Otolaryngo- logic clinics of North America 1989;22(2):413–41.

[31] Yamada T, et al. Influences of nasal respiratory obstruction on


craniofacial growth in young Macaca fuscata monkeys. American journal of
orthodontics and dentofacial orthopedics: official publication of the American
Association of Ortho- dontists its constituent societies and the American
Board of Orthodontics 1997;111(1):38–43.

[32] Linder-Aronson S. Adenoids. Their effect on mode of breathing and


nasal airflow and their relationship to characteristics of the facial skeleton
and the denition. A biometric, rhino-manometric and cephalometro-
radiographic study on children with and without adenoids. Acta oto-
laryngologica Supple- mentum 1970;265:1–132.

[33] Principato JJ. Upper airway obstruction and craniofacial morphology.


Otolar- yngology–head and neck surgery: official journal of American
Academy of Oto- laryngology-Head and Neck Surgery 1991;104(6):881–90.

[34] Harvold EP, Chierici G, Vargervik K. Experiments on the development of


dental malocclusions. American journal of orthodontics 1972;61(1):38–44.

[35] Solow B, Kreiborg S. Soft-tissue stretching: a possible control factor in


craniofa-cial morphogenesis. Scandinavian journal of dental research
1977;85(6):505–7.

[36] Woodside DG, et al. Mandibular and maxillary growth after changed
mode of breathing. American journal of orthodontics and dentofacial
orthopedics: official publication of the American Association of Orthodontists its
constituent societiesand the American Board of Orthodontics 1991;100(1):1–18.

[37] Linder-Aronson S, et al. Normalization of incisor position after


adenoidectomy. American journal of orthodontics and dentofacial orthopedics:
official publication of the American Association of Orthodontists its constituent
societies and the American Board of Orthodontics 1993;103(5):412–27.

[38] Lofstrand-Tidestrom B, et al. Breathing obstruction in relation to


craniofacial and dental arch morphology in 4-year-old children. Eur J
Orthod 1999;21(4): 323–32.

[39] Huynh NT, et al. Associations between sleep-disordered breathing


symptoms and facial and dental morphometry, assessed with screening
examinations. American journal of orthodontics and dentofacial orthopedics:
official publication of the American Association of Orthodontists its
constituent societies and the American Board of Orthodontics
2011;140(6):762–70.

[40] Venetikidou A. Incidence of malocclusion in asthmatic children. The


Journal of clinical pediatric dentistry 1993;17(2):89–94.

[41] Hojensgaard E, Wenzel A. Dentoalveolar morphology in children with


asthma and perennial rhinitis. European journal of orthodontics
1987;9(4):265–70.
26

[42] Kumar SS, Nandlal B. Effects of asthma and inhalation corticosteroids on


the dental arch morphology in children. Journal of the Indian Society of
Pedodontics and Preventive Dentistry 2012;30(3):242–9.

[43] Gray LP. Results of 310 cases of rapid maxillary expansion selected for
medical reasons. J Laryngol Otol 1975;89(6):601–14.

[44] Agren K, et al. Children with nocturnal upper airway obstruction:


postopera- tive orthodontic and respiratory improvement. Acta
Otolaryngol 1998;118(4): 581–7.

[45] Hultcrantz E, et al. The influence of tonsillar obstruction and


tonsillectomy on facial growth and dental arch morphology. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol 1991;22(2):125–34.

[46] Zettergren-Wijk L, Forsberg CM, Linder-Aronson S. Changes in


dentofacial morphology after adeno-/tonsillectomy in young children with
obstructive sleep apnoea–a 5-year follow-up study. European journal of
orthodontics 2006;28(4):319–26.

[47] Zettergren-Wijk L, Forsberg CM, Linder-Aronson S. Changes in


dentofacial morphology after adeno-/tonsillectomy in young children
with obstructive sleep apnoea–a 5-year follow-up study. Eur J Orthod
2006;28(4):319–26.

[48] Seto BH, et al. Maxillary morphology in obstructive sleep apnoea


syndrome.Eur J Orthod 2001;23(6):703–14.

[49] Warren DW, et al. The nasal airway following maxillary expansion.
American journal of orthodontics and dentofacial orthopedics: official
publication of the American Association of Orthodontists its constituent
societies and the American Board of Orthodontics 1987;91(2):111–6.

[50] Timms DJ. The dawn of rapid maxillary expansion. The Angle
orthodontist1999;69(3):247–50.

[51] Haas AJ. The Treatment of Maxillary Deficiency by Opening the


Midpalatal Suture. Angle Orthod 1965;35:200–17.

[52] Jafari A, Shetty KS, Kumar M. Study of stress distribution and


displacement ofvarious craniofacial structures following application of
transverse orthopedic forces–a three-dimensional FEM study. The Angle
orthodontist 2003;73(1): 12–20.

[53] Ghoneima A, et al. Effects of rapid maxillary expansion on the


cranial and circummaxillary sutures. Am J Orthod Dentofacial Orthop
2011;140(4): 510–9.

[54] Garrett BJ, et al. Skeletal effects to the maxilla after rapid maxillary
expansion assessed with cone-beam computed tomography. American
journal of ortho- dontics and dentofacial orthopedics: official publication of
the American Associa- tion of Orthodontists its constituent societies and the
American Board of Orthodontics 2008;134(1):8–9.

[55] Iwasaki T, et al. Tongue posture improvement and pharyngeal airway


enlarge- ment as secondary effects of rapid maxillary expansion: A
cone-beam com- puted tomography study. American journal of
27

orthodontics and dentofacial orthopedics: official publication of the


American Association of Orthodontists its constituent societies and the
American Board of Orthodontics 2013;143(2): 235–45.

[56] Guest SS, et al. Improving Class II malocclusion as a side-effect of rapid


maxillary expansion: a prospective clinical study. American journal of
ortho- dontics and dentofacial orthopedics: official publication of the
American Associa- tion of Orthodontists its constituent societies and the
American Board of Orthodontics 2010;138(5):582–91.

[57] McNamara Jr JA, et al. Changes in occlusal relationships in mixed


dentition patients treated with rapid maxillary expansion. A prospective
clinical study. Angle Orthod 2010;80(2):230–8.

[58] Baratieri C, et al. Does rapid maxillary expansion have long-term


effects on airway dimensions and breathing? American journal of
orthodontics and den- tofacial orthopedics: official publication of the
American Association of Ortho- dontists its constituent societies and the
American Board of Orthodontics 2011;140(2):146–56.

[59] Cappellette Jr M, et al. Evaluation of nasal capacity before and after


rapid maxillary expansion. American journal of rhinology 2008;22(1):74–
7.

[60] Oliveira De Felippe NL, et al. Relationship between rapid maxillary


expansion and nasal cavity size and airway resistance: short- and long-term
effects. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2008;134(3):370–82.

[61] Matsumoto MA, et al. Long-term effects of rapid maxillary expansion on


nasal area and nasal airway resistance. American journal of rhinology &
allergy 2010;24(2):161–5.

[62] Iwasaki T, et al. The effect of rapid maxillary expansion on


pharyngeal airway pressure during inspiration evaluated using
computational fluid dy- namics. International journal of pediatric
otorhinolaryngology 2014;78(8): 1258–64.

[63] Langer MR, et al. Does rapid maxillary expansion increase


nasopharyngeal space and improve nasal airway resistance? International
journal of pediatric otorhinolaryngology 2011;75(1):122–5.

[64] Smith T, et al. Three-dimensional computed tomography analysis of airway


volume changes after rapid maxillary expansion. Am J Orthod Dentofacial
Orthop 2012;141(5):618–26.

[65] Fastuca R, Zecca PA, Caprioglio A. Role of mandibular displacement and


airway size in improving breathing after rapid maxillary expansion. Progress
in orthodontics 2014;15(1):p40.

[66] Zhao Y, et al. Oropharyngeal airway changes after rapid palatal expansion
evaluated with cone-beam computed tomography. American journal of
ortho- dontics and dentofacial orthopedics: official publication of the
American Associa- tion of Orthodontists its constituent societies and the
American Board of Orthodontics 2010;137(4 Suppl):S71–8.
28

[67] Palmisano RG, et al. Treatment of snoring and obstructive sleep


apnoea by rapid maxillary expansion. Australian and New Zealand
journal of medicine 1996;26(3):428–9.

[68] Cistulli PA, Palmisano RG, Poole MD. Treatment of obstructive sleep
apnea syndrome by rapid maxillary expansion. Sleep 1998;21(8):831–5.

[69] Pirelli P, Saponara M, Guilleminault C. Rapid maxillary expansion in


children with obstructive sleep apnea syndrome. Sleep 2004;27(4):761–
6.

[70] Villa MP, et al. Rapid maxillary expansion in children with obstructive
sleep apnea syndrome: 12-month follow-up. Sleep Med 2007;8(2):128–
34.

[71] Villa MP, et al. Efficacy of rapid maxillary expansion in children with
obstruc- tive sleep apnea syndrome: 36 months of follow-up. Sleep &
breathing Schlaf & Atmung 2011;15(2):179–84.

[72] Ngiam J, et al. Clinical guidelines for oral appliance therapy in the
treatment of snoring and obstructive sleep apnoea. Australian dental
journal 2013;58(4): 408–19.

[73] Sutherland K, Cistulli P. Mandibular advancement splints for the


treatment of sleep apnea syndrome. Swiss Med Wkly 2011;141:w13276.

[74] Kushida CA, et al. Practice parameters for the indications for
polysomnography and related procedures: an update for 2005. Sleep
2005;28(4):499–521.

[75] Chan AS, et al. The effect of mandibular advancement on upper


airway structure in obstructive sleep apnoea. Thorax 2010;65(8):726–32.

[76] Isono S, et al. Anatomy of pharynx in patients with obstructive sleep apnea
and in normal subjects. J Appl Physiol 1997;82(4):1319–26.

[77] Baik UB, et al. Relationship between cephalometric characteristics and


ob- structive sites in obstructive sleep apnea syndrome. The Angle
orthodontist 2002;72(2):124–34.

[78] Ozbek MM, et al. Oropharyngeal airway dimensions and functional-


orthopedic treatment in skeletal Class II cases. The Angle orthodontist
1998;68(4): 327–36.

[79] Hanggi MP, et al. Long-term changes in pharyngeal airway dimensions


fol- lowing activator-headgear and fixed appliance treatment. European
journal of orthodontics 2008;30(6):598–605.

[80] Katyal V, et al. Craniofacial and upper airway morphology in pediatric


sleep- disordered breathing: Systematic review and meta-analysis. American
journal of orthodontics and dentofacial orthopedics: official publication of the
American Association of Orthodontists its constituent societies and the
American Board of Orthodontics 2013;143(1). p. 20–30 e3.

[81] Matsumoto E, et al. Sleep architecture and the apnoea-hypopnoea


index in children with obstructive-sleep apnoea syndrome. Journal of oral
rehabilitation 2007;34(2):112–20.
29

[82] Mehta A, et al. A randomized, controlled study of a mandibular


advancement splint for obstructive sleep apnea. Am J Respir Crit Care Med
2001;163(6): 1457–61.

[83] Gotsopoulos H, et al. Oral appliance therapy improves symptoms in


obstruc- tive sleep apnea: a randomized, controlled trial. Am J Respir Crit Care
Med 2002;166(5):743–8.

[84] Villa MP, et al. Randomized controlled study of an oral jaw-positioning


appliance for the treatment of obstructive sleep apnea in children with
malocclusion. Am J Respir Crit Care Med 2002;165(1):123–7.

[85] Cozza P, Ballanti F, Prete L. A modified monobloc for treatment of


young children with obstructive sleep apnea. Journal of clinical orthodontics:
JCO 2004;38(4):241–7.

[86] Carvalho FR, et al. Oral appliances and functional orthopaedic


appliances for obstructive sleep apnoea in children. Cochrane Database
Syst Rev 2007;(2): CD005520.

[87] Hotz M, Gnoinski W. Clefts of the secondary palate associated with the
‘‘Pierre Robin syndrome’’. Management by early maxillary
orthopaedics. Swedish dental journal Supplement 1982;15:89–98.

[88] von Bodman A, et al. [The Tubingen palatal plate–an innovative


therapeutic concept in Pierre-Robin sequence]. Wiener klinische
Wochenschrift 2003;115 (24):871–3.

[89] Buchenau W, et al. A randomized clinical trial of a new orthodontic


appliance to improve upper airway obstruction in infants with Pierre
Robin sequence.The Journal of pediatrics 2007;151(2):145–9.

[90] Bacher M, et al. An oral appliance with velar extension for treatment of
obstructive sleep apnea in infants with Pierre Robin sequence. The Cleft
palate-craniofacial journal: official publication of the American Cleft
Palate- Craniofacial Association 2011;48(3):331–6.

[91] Schessl J, et al. Severe obstructive sleep apnea alleviated by oral


appliance in a three-year-old boy. Respiration 2008;76(1):112–6.

[92] Zhang C, He H, Ngan P. Effects of twin block appliance on obstructive


sleep apnea in children: a preliminary study. Sleep & breathing Schlaf &
Atmung 2013.

[93] Hong P. A clinical narrative review of mandibular distraction


osteogenesis in neonates with Pierre Robin sequence. International
journal of pediatric otorhi- nolaryngology 2011;75(8):985–91.

[94] Ow AT, Cheung LK. Meta-analysis of mandibular distraction


osteogenesis: clinical applications and functional outcomes. Plastic and
reconstructive sur- gery 2008;121(3):p54e–e69.

[95] Hong P, et al. Feeding and mandibular distraction osteogenesis in


children with Pierre Robin sequence: a case series of functional outcomes.
International journal of pediatric otorhinolaryngology 2012;76(3):414–8.
30

[96] Hong P, et al. Mandibular distraction osteogenesis in children with


Pierre Robin sequence: impact on health-related quality of life.
International journal of pediatric otorhinolaryngology 2012;76(8):1159–
63.

[97] Tahiri Y, et al. The effectiveness of mandibular distraction in improving


airway obstruction in the pediatric population. Plastic and
reconstructive surgery 2014;133(3):p352e–e359.

[98] Taylor BA, Brace M, Hong P. Upper airway outcomes following midface
distraction osteogenesis: a systematic review. Journal of plastic
reconstructive & aesthetic surgery: JPRAS 2014;67(7):891–9.

Anda mungkin juga menyukai