Anda di halaman 1dari 4

A.

TIFOID

Demam tifoid merupakan suatu penyakit yang masih endemik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk penyakit yang menular yang tercantum di dalam Undang-Undang nomor 6 Tahun
1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan oenyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.1

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah
penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran.1

a.) ETIOLOGI

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari
Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora,
motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu.
Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan khlorinisasi.1,2

b.) PATOGENESIS

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan
yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak.1,2

Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus
sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat
hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri
ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus
torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan
sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya
masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya
dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise,
mialgia, sakit kepala dan sakit perut. 1,2

c.) MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita
dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala
prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat. 1,2

Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu1,2:


a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan
suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam
minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu ketiga.

b. Ganguan pada saluran pencernaan


Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) .
Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang
disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung
(meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya
didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.

c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis
sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

d.) PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain
Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu1,2:
a. Vaksin oral Ty 21a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang
sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita
hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh: Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine
(Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk
dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis
dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan
nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada
pemberian pertama.
c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara
intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui,
sedang demam dan anak umur 2 tahun.

Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar
dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan. 1,2

Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan
kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan
yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa
menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan,
sejak awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi
lingkungan. 1,2
Selain pemberian vaksin, penderita tifoid juga dapat di berikan obat-obatan anti mikroba
(antibiotik) yang segera diberikan bila diagnosa telah dibuat. Kloramfenikol masih menjadi
pilihan pertama, berdasarkan efikasi dan harga. Kekurangannya adalah jangka waktu
pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier dan relaps. 1,2

Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena
dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat
yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin. 1,2

DAFTAR PUSTAKA

1. Widodo Djoko. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed V. Jilid III. Sudoyo AW, et all,
editor. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 2805-2797
2. Demam Tifoid. [Internet]. C2015. [cited on Oktober 2015; Updated on 2010]. Avalaible
from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16366/2/Chapter%20II.pdf
3. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis.
Ed V. Dany Frans, editor. Jakarta: EGC; 2012

Anda mungkin juga menyukai