Anda di halaman 1dari 23

CLINICAL SCENARIO

a. Riwayat Perjalanan Penyakit


Seorang laki-laki Somalia berusia 31 tahun datang dengan keluhan
nyeri pada dada sejak dua hari yang lalu, keluhan disertai dengan sesak napas
dan pusing.
Pada riwayat penyakit terdahulu, pasien pernah menderita skizofrenia
(dengan pengobatan olanzapine). Pasien merupakan seorang Qat chewer dan
sering mengkonsumsi alcohol sebanyak lima sampai 6 kaleng bir dalam
sehari.
Pada saat dilakukan pemeriksaan, kesadaran pasien baik, pasien dapat
berorientasi dengan baik, RR 40 kali/menit, serta pada saat auskultasi terdapat
ronki pada basal paru kiri.

b. Pemeriksaan Khusus
Radiografi dada awal menunjukkan bayangan pada basal paru kiri.
Elektrokardiogram (EKG) menunjukkan depresi gelombang T lateral yang
dinamis.
Analisis gas darah arteri (on air) :
pH : 7,37
PaO2 : 13,2
PaCO2 : 1,94
base excess (BE): 10.6.
Hemoglobin (Hb): 12,4
Leukosit: 19,4,
C-reaktif protein (CRP): 49
Na: 122
Cl−: 93
Ureum: 1.9
Kreatinin: 97

1
Osmol: 269
Troponin: 0,06
creatine kinase: 143
tes fungsi hati: pembekuan
B12 dan folat, tes fungsi tiroid – normal

Pertanyaan 1: Apa diagnosis banding dan tatalaksana awal?

c. Follow Up Pasien
Pasien memburuk dan diperiksa oleh tim medis.
Pada pemeriksaan didapatkan pasien tidak demam, Glasgow Coma Scale 15,
tenang, euvolaemic (2 l cairan intravena diberikan sejak masuk).
RR 35x/menit dan terdapat ronki pada basal paru kiri, SpO2 98%, HR
120x/menit, TD 110/50 mmHg, tekanan vena sentral meningkat 29 cm H2O,
SpO2 vena sentral 84%.
Pada abdomen terlihat cembung. Pada palpasi tungkai masih didapatkan
denyut nadi tetapi akral dingin.
Pada pemeriksaan urin didapatkan keton ++
EKG menunjukkan depresi gelombang ST 1mm dan inversi gelombang-T
V3–4.
pada pemeriksaan analisa gas darah ulangan didapatkan:
pH 7,37 → 7,14
PaO2 13.2 → 12
PaCO2 1,94 → 1,9
BE −10.6 → −23
Laktat → 16
Pertanyaan 2: Apa diagnosis banding sekarang?

d. Follow Up Pasien
Skala geser insulin dimulai dengan suplementasi kalium.
pemberian antibiotik dan heparin dengan dosis rendah dilanjutkan.

2
Asidosis parah tidak sembuh dan uji coba 1,26% natrium bikarbonat
pada 50 ml / jam dimulai.
Mengingat perubahan EKG, gliseril trinitrat intravena telah dimulai
dan uji coba CPAP wajah, yang ditoleransi dengan buruk.
Rontgen dada berulang dilaporkan sebagai pneumonia atipikal atau mungkin
kegagalan ventrikel kiri. Ekokardiogram menunjukkan kontraktilitas
'normal', MR / TR ringan dengan derajat hipertensi paru.
Pagi berikutnya, pasien mengalami oliguria
peningkatan sesak napas dan terlihat sangat cemas.
Pasien mengeluhkan tangan dan kaki yang sakit tetapi terasa dingin
tetapi denyut nadi dan warna pada tangan dan kaki masih normal. Ia
mengalami radang di bagian dada kanannya dengan saturasi oksigen
(SPO2) adalah 97%.
Gambar progres hemodinamik parameter dan status asam-basa:

Pertanyaan 3: bagaimana obat pada pasien?


Pertanyaan 4: Apa diagnosis pasien?

3
e. Jawaban
1. Diagnosis banding meliputi pneumonia yang didapat komunitas dan
kemungkinan sindrom koroner akut.
Perawatan awal adalah cefuroxime intravena dan klaritromisin oral.
Pasien juga diberikan dosis pengobatan dengan dosis rendah
heparin, aspirin dan clopidogrel.
2. Masih dimungkinkan bahwa presentasi ini semua berhubungan dengan
pneumonia dan sepsis. Namun, asidosis metabolik meningkatkan
kemungkinan olanzapine - terkait toksisitas, keton kemih meningkatkan
kemungkinan ketoasidosis diabetes dan peningkatan tekanan vena
jugularis, hipoksia dan bukti perfusi jaringan yang buruk membawa paru-
paru embolisme atau syok kardiogenik ke dalam diferensial.
3. Obat pasien adalah pabrinex intravena (tiamin).
4. Diagnosis dikonfirmasi sebagai 'beri beri' dengan derajat kardiomiopati.
Tingkat tiamin darah 50 nmol. Pasien mendapat pemulihan yang baik
setelah perawatan.

4
PEMBAHASAN

I. Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus
respiratorius dan alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga
dapat mengganggu pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru.3
Pada perkembangannya , berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua
bentuk pneumonia, yaitu pneumonia-masyarakat (community-acquired
pneumonia/CAP), apabila infeksinya terjadi di masyarakat; dan pneumonia-
RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/HAP), bila
infeksinya didapat di rumah sakit (Said Mardjanis,2018).
Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia) adalah
pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit , sedangkan
pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih
setelah dirawat di rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun di ICU
tetapi tidak sedang menggunakan ventilator. Pneumonia berhubungan dengan
penggunaan ventilator (ventilator-acquired pneumonia/VAP) adalah
pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal.
Pneumonia yang didapat di pusat perawatan kesehatan (healthcare-
associated pneumonia) adalah pasien yang dirawat oleh perawatan akut di
rumah sakit selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi,
tinggal dirumah perawatan (nursing home atau longterm care facility),
mendapatkan antibiotik intravena, kemoterapi, atau perawatan luka dalam
waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke klinik rumah sakit atau klinik
hemodialisa (Dahlan Zul,2000).
b. Etiologi
- Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu:

5
1. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa
Streptococcus pneumonia (merupakan bakteri anaerob facultatif.7
Bakteri patogen ini di temukan pneumonia komunitas rawat inap
di luar ICU sebanyak 20-60%, sedangkan pada pneumonia
komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%.3), Staphylococcus
aureus (bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan
obat secara intravena (intravena drug abusers) memungkan
infeksi kuman ini menyebar secara hematogen dari kontaminasi
injeksi awal menuju ke paru-paru.7 Kuman ini memiliki daya
taman paling kuat, apabila suatu organ telah terinfeksi kuman ini
akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan
pembentukan abses(Warsa C Usman, 1993). Methicillin-resistant
S. Aureus (MRSA) memiliki dampak yang besar dalam pemilihan
antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap beberapa
antibiotik.)7,Enterococcus (E. faecalis, E faecium) (organisme
streptococcus grup D yang merupakan flora normal usus.
Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang
pada pasien defisiensi imun (immunocompromised) atau pasien
yang di rawat di rumah sakit, di rawat di rumah sakit dalam waktu
yang lama dan dilakukan pemasangan endotracheal tube.)
Contoh bakteri gram negatif dibawah adalah Pseudomonas
aeruginosa (bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki bau
yang sangat khas.), Klebsiella pneumonia (bakteri anaerob
fakultatif, bentuk batang tidak berkapsul. Pada pasien alkoholisme
kronik, diabetes atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
dapat meningkatkan resiko terserang kuman ini.), Haemophilus
influenza (bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul atau
tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggu
yaitu encapsulated type B (HiB). (Kamangar N, MD et al, 2013)

6
2. Atipikal organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp. ,
chlamedia sp. , Legionella sp.
- Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui
droplet(Reevers, Chalene J., 2000), biasanya menyerang pada pasien
dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya adalah
cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster virus
(Kamangar N, MD et al, 2013).
- Fungi
- Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat
menghirup udara. Organisme yang menyerang adalah Candida sp. ,
Aspergillus sp. , Cryptococcus neoformans (Mandanas A Romeo, MD
et al, 2013).

c. Manifestasi Klinis
Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non
produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau
bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak.13 Gejala umum lainnya
adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri dada (Mansjoer, 2000).
Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian
bawah saat pernafas14, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi
redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura,
ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.

d. Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak terjadinya:
1. Community-Acquired Pneumonia

7
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius ini sering di
sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia (Penicillin sensitive
and resistant strains ), Haemophilus influenza (ampicillin sensitive and
resistant strains) and Moraxella catarrhalis (all strains penicillin resistant).
Ketiga bakteri tersebut dijumpai hampir 85% kasus CAP. CAP biasanya
menular karena masuk melalui inhalasi atau aspirasi organisme patogen ke
segmen paru atau lobus paru-paru. Pada pemeriksaan fisik sputum yang
purulen merupakan karakteristik penyebab dari tipikal bakteri, jarang terjadi
mengenai lobus atau segmen paru. Tetapi apabila terjadi konsolidasi akan
terjadi peningkatan taktil fremitus, nafas bronkial. Komplikasi berupa efusi
pleura yang dapat terjadi akibat infeksi H. Influenza , emphyema terjadi
akibat infeksi Klebsiella , Streptococcus grup A, S. Pneumonia . Angka
kesakitan dan kematian infeksi CAP tertinggi pada lanjut usia dan pasien
dengan imunokompromis. Resiko kematian akan meningkat pada CAP
apabila ditemukan faktor komorbid berupa peningkatan respiratory rate,
hipotensi, demam, multilobar involvement, anemia dan hipoksia.
2. Hospital-Acquired Pneumonia
Berdasarkan America Thoracic Society (ATS) , pneumonia nosokomial (
lebih dikenal sebagai Hospital-acquired pneumonia atau Health care-
associated pneumonia ) didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul
setelah lebih dari 48 jam di rawat di rumah sakit tanpa pemberian intubasi
endotrakeal .
Terjadinya pneumonia nosokomial akibat tidak seimbangnya pertahanan
inang dan kemampuan kolonisasi bakteri sehingga menginvasi traktus
respiratorius bagian bawah. Bakteria yang berperan dalam pneumonia
nosokomial adalah P. Aeruginosa , Klebsiella sp, S. Aureus, S.pneumonia.
Penyakit ini secara signifikan akan mempengaruhi biaya rawat di rumah
sakit dan lama rawat di rumah sakit. ATS membagi pneumonia nosokomial
menjadi early onset (biasanya muncul selama 4 hari perawatan di rumah
sakit) dan late onset (biasanya muncul setelah lebih dari 5 hari perawatan di
rumah sakit). Pada early onset pneumonia nosokomial memili prognosis

8
baik dibandingkan late onset pneumonia nosokomial; hal ini dipengaruhi
pada multidrug-resistant organism sehingga mempengaruhi peningkatan
mortalitas.
Pada banyak kasus, diagnosis pneumonia nosokomial dapat diketahui
secara klinis, serta dibantu dengan kultur bakteri; termasuk kultur
semikuantitatif darisample bronchoalveolar lavange (BAL).
3. Ventilator-Acquired pneumonia
Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia yang
terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea.17 Ventilator
adalah alat yang dimasukan melalui mulut atau hidung, atau melalu lubang
di depan leher. Infeksi dapat muncul jika bakteri masuk melalui lubang
intubasi dan masuk ke paru-paru.

II. Sindrom Koroner Akut


a. Definisi
Sindroma koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-
gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Sindrom ini menggambarkan
suatu penyakit yang berat, dengan mortalitas tinggi. Mortalitas tidak
tergantung pada besarnya prosentase stenosis (plak) koroner, namun lebih
sering ditemukan pada penderita dengan plak kurang dari 50-70% yang tidak
stabil, yaitu fibrous cap ‘dinding (punggung) plak’ yang tipis dan mudah erosi
atau ruptur.
Terjadinya SKA, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan,
yaitu aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi,
terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari
suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi
debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran
koroner juga meningkat.

9
Sindroma koroner akut mencakup:
1. Angina pektoris tak stabil (APTS)
2. Non ST elevation myocard infark (NSTEMI)
3. ST elevation myocard infark (STEMI)

b. Etiologi dan Patofisiologi


Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara
pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard.
Etiologi SKA antara lain:
1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang
ada pada plak aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang rupture mengakibatkan infark kecil di distal.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada
segmen arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi
endotel.
3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus 
terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan
stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi  penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur,
trombogenesis. Makrofag, limfosit T  ↑ metalloproteinase  penipisan dan
ruptur plak
5. Keadaan/factor pencetus:
a. ↑ kebutuhan oksigen miokard  demam, takikardi, tirotoksikosis
b. ↓ aliran darah koroner
c. ↓ pasokan oksigen miokard  anemia, hipoksemia
Patofisiologi
SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade
pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner
yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid
dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque

10
disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor
‘faktor jaringan’ dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue
factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai
penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet,
aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini
disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’.
Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit,
proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis
tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak
melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan
sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga
menyebabkan ruptur plak.
Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang
memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika
mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan
sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan
meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen
reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine
dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase
(eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia,
diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat
disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada
keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-
1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni
nitrit oksid dan prostasiklin).
Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi
sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet
dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat
agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner,
menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.

11
SKA yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi
plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi
plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi
inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.

c. Diagnosis
Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari
anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).
1. Anamnesis
Pasien dengan SKA biasanya datang dengan keluhan nyeri dada
yang khas kardial (gejala kardinal), yaitu:
 Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial
 Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti
diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau seperti ditusuk.
 Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah,
punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan.
 Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.
 Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas, lemah.
 Factor pencetus: aktivitas fisik, emosi
 Factor resiko: laki-laki usia >40 tahun, wanita menopause, DM,
hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.

2. Elektro Kardiografi
Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST
(≥ 1mV) atau inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang
bersebelahan.
Depresi ST pada iskemia miokard:
A. Depresi ST horizontal, spesifik untuk iskemia
B. Depresi ST landai ke bawah, spesifik untuk iskemia
C. Depresi ST landai ke atas, tidak spesifik untuk
iskemia

12
Inverse T pada iskemia miokard:
A. Inverse T yang kurang spesifik untuk iskemia
B. Inverse T berujung lancip dan simetris, spesifik
untuk iskemia.

Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan


perubahan paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya
gangguan miokardium. Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada
setiap orang yang dicurigai menderita infark sekalipun kecurigaannya
kecil.
Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium:
1) Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T
 Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian
inverse (simetris). Perubahan gelombang T menggambarkan
iskemia miokardium. Jika terjadi infark sejati, gelombang T
tetap inverse selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.
2) Elevasi segmen ST
 Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu
dengan gelombang T. elevasi segmen ST menggambarkan jejas
miokardium. Jika terjadi infark, segmen ST biasanya kembali
ke garis iso elektrik dalam beberapa jam.
3) Muncul gelombang Q baru
 Gelombang-gelombang Q baru bermunculan dalam beberapa
jam sampai beberapa hari. Gelombang ini menandakan infark
miokard, syarat: lebar ≥ 0,04 detik, dalam ≥ 4mm atau ≥ 25%
tinggi R. Pada kebanyakan kasus, gelombang ini menetap
seumur hidup pasien.

13
Evolusi EKG pada AMI:
A. Fase hiperakut: Elevasi segmen ST yang nonspesifik,
T yang tinggi dan meruncing.
B. Fase evolusi lengkap: Elevasi ST yang spesifik dan
konveks ke atas, T inverse simetris, Q patologis.
C. Fase infark lama: Q patologis (QS atau Qr), ST kembali
isoelektrik, T normal atau negative.

Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG:


Lokasi Lead Perubahan EKG
Anterios ekstensif V1-V6 ST elevasi, gelombang Q
Anteroseptal V1-V4 ST elevasi, gelombang Q
Anterolateral V4-V6 ST elevasi, gelombang Q
Posterior V1-V2 ST depresi, Gelombang R
tinggi
Lateral I, aVL, V5, V6 ST elevasi, gelombang Q
Inferior II, III, aVF ST elevasi, gelombang Q
Ventrikel kanan V4R, V5R ST elevasi, gelombang Q

3. Cardiac Marker
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain
dengan menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK),
kreatin-kinase MB (CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat
dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB
atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis
jantung (infark miokard). Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan
secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
 Paling spesifik untuk infark miokard
 Troponin C  Pada semua jenis otot
 Troponin I & T  Pada otot jantung
 Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah
dideteksi

14
b. Myoglobin
 Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran
molekulnya sangat kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri
 Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
c. Creatine Kinase (CK)
 Ditemukan pada otot, otak, jantung
 Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)
 Ditemukan di seluruh jaringan
 LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung,
normalnya LD2 > LD1
 Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
 Spesifik untuk infark miokard

Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal


cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari
cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari
CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari
CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari
Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam
LDH 24-48 jam 3-6 hari 8-14 hari

Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI:


Perbedaan APTS NSTEMI STEMI
Nyeri dada <15 menit >15 menit >15 menit
EKG Normal/iskemik iskemik evolusi
Cardiac marker normal meningkat meningkat

15
III. Sepsis
a. Definisi
Sepsis merupakan respon penjamu terhadap infeksi dimana patogen
atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
aktivitas proses inflamasi. Menurut konsensus American Collage of
Chest Physician (ACCP) dan Society of Critical Care Medicine
(SCCM) tahun 1992, sepsis adalah sindroma respon inflamasi sistemik
(systemic inflamatory response syndrome/SIRS), sepsis berat dan
syok/rejatan septik.18Tahapan penyakit yang terjadi dimulai dengan
bakteremia, SIRS, sepsis, sepsis berat (severe sepsis), syok septik,
hipotensi dan Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS).
Sepsis terjadi karena adanya infeksi kemudian memberikan respon
inflamasi sistemik . SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome)
ditandai dengan minimal 2 dari gejala berikut:
- Temperatur >38°C atau <36°C
- Frekuensi denyut jantung >90 kali/menit
- Frekuensi nafas / Respiratory Rate > 20 kali/menit atau PaCO2
<32mmHg
- Jumlah leukosit darah >12.000/mm3, < 4.000/mm3 atau
batang(bentuk imatur neutrofil) >10%
Sepsis biasanya berkaitan dengan kondis lain pasien, misalnya20 :
- Traktus Gastrointestinal : penyakit Liver, penyakit kandung
empedu, obstruksi intestinal
- Traktus urogenital : pielonefritis, batu ginjal, obstruksi traktus
urinarius, akut prostatitis, insufiensi renal.
- Pelvis : Peritonitis, dan abses pelvis
- Traktus respiratori bawah : Community-acquired pneumonia
(CAP), empyema, dan abses paru
- Jantung dan pembuluh darah : akut endocarditis dan myocardial
atau perivalvular ring abscess

16
b. Etiologi
Sepsis berat muncul pada pneumonia komunitas (community-
acquired pneumonia) dan pneumonia berhubungan dengan perawatan
di rumah sakit (health care-associated pneumonia). Pneumonia
merupakan penyebab sepsis terbanyak dimana hampir setengah dari
seluruh kasus disertai dengan infeksi intraabdominal dan traktus
urinarius. Pada kultur darah hanya 1 dari 3 kasus diketahui positif
ditemukan bakteri dan sisanya diketahui memiliki kultur bakteri negatif.
Sepsis disebabkan berbagai mikroorganisme seperti jamur, bakteri,
protozoa atau parasit, tetapi infeksi banyak terjadi diakibatkan oleh
infeksi bakteri gram negatif. Pada pasien lanjut usia dari 40-50% kasus
bakteremia 40-60% bakteri gram negatif ikut berperan terhadap
terjadinya sepsis. Bakteri gram positif lebih jarang menyebabkan sepsis
jika dibanding dengan gram negatif. Angka kejadian berkisar 20-40%.
Bakteri gram negatif yang paling sering ditemukan pada sepsis
diantaranya adalah Escherria coli pada pielonefritis dan infeksi
abdominal, Klebsiella pneumonia menyebabkan infeksi saluran kemih
dan infeksi saluran pernafasan akut, Enterobacter, Haemophilus
influenza dapat menyebabkan sepsis pada neonatus, Pseudomonas
aureginosa pada infeksi nosokomial pasien penyakit berat, neutropenia
dan luka bakar.
Bakteri gram positif yang dapat menyebabkan sepsis adalah
Staphylococcus aureus, Enterococcua, Streptococcuss viridan,
Streptococcus pneumonia, Corynebacteri dan Listeria monositogenesis.

IV. Asidosis Metabolik


a. Definisi
Asidosis metabolic adalah keasaman darah yang berlebihan,yang di
tandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan
keasaman melampaui system penyangga PH,darah akan benar benar menjadi
asam. Seiring dengan menurunnya PH darah,pernafasan menjadi lebih dalam

17
dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam
darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya ginjal
juga akan berusaha mengkonpensasi keadaan tersebut dengan cara
mengeluarkan lebih banyak asam dalam urin.
Tetapi ke-2 mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus
menghasilkan terlalu banyak asam. Sehingga terjadi asidosis berat dan
berakhir dengan keadaan koma.
Asidosis metabolic (kekurangan HCO3 ) adalah gangguan sistemik yang
di tandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma,sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan Ph (peningkatan [H+]). [HCO3-] ECF
adalah kurang dari 22 mEq/L dan pH nya kurang dari 7,35. Konpensasi
perbapasan kemudian segera di mulai untuk menurunkan PaCO2 melalui
hoperventilasi sehingga asidosis metabolic jarang terjadi secara akut.

b. Etiologi
Penyebab asidosis metabolic dapat dikelompokkan ke dalam 3 bentuk
utama:
 Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu
asam atau bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang
dapat mengakibatkan asidosis bila di makan di anggap beracun.
Contohnya adalah methanol (alcohol kayu ) dan zat anti beku (etilen
glikol ). Overdosis aspirinpun dapat menyebabkan asidosis metabolic.
 Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu
akibat dari beberapa penyakit, salah satu diantaranya adalah diabetes tipe
1. Jika diabetes tidak dikendalikan dengan baik, tubuh akan memecah
lemak dan menghasilkan asam yang di sebut keton. Asam yang berlebihan
juga di temukan pada shok stadium lanjut, dimana asam laktat di bentuk
dari metabolism gula.
 Asidosis metabolic bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk
membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam
yang normal pun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi

18
secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini di kenal sebagai asidosis tubulus
renalis, yang biasa terjadi pada penderita gagal ginjal atau pada penderita
kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Penyebab utama asidosis metabolic:
 gagal ginjal Asidosis tubulus renalis (kelianan bentuk ginjal )
 ketoasidosis diabetikum
 asidosis laktat (bertambahnya asam laktat )
bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, methanol,
paraldehid, asetozalmid atau ammonium klorida.
kehilangan basa (misalnya bikarbonat )melalui saluran pencernaan
karena diare,ileostomi dan kolostomi.
 Kelaparan
 Syok
 Diare
 Penggunaan obat (methanol,etanol,as.formik,peraldehid,aspirin )
Penyebab mendasar asidosis metabolic adalah penembahan asam
terpiksasi (nonbikarbonat ),kegagalan ginjal untuk menngekskresi beban
asam harian,atau kehilangan beban bikarbonat basa. Penyebab asidosis
metabolic umumnya di bagi dalam dua kelompok berdasarkan selisih anion
yang normal atau meningkat.

V. Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah suatu proses penyakit yang kompleks yang dapat
menyerang jantung penderita dengan berbagai usia dan manifestasi klinis biasanya
tampak saat dekade ketiga atau keempat. Kardiomiopati dapat dibagi menjadi tiga
berdasarkan perubahan anatomi yang terjadi, yaitu kardiomiopati dilatasi,
kardiomiopati hipertrofi, dan kardiomiopati restriksi.
Kardiomiopati hipertrofi ditandai dengan hipertrofi pada ventrikel kanan,
tanpa kasus yang pasti, seperti hipertensi atau stenosis aorta. Kardiomiopati jenis
ini ditemukan pada 1 dari 500 dari jumlah penduduk. Ada dua ciri dari
kardiomiopati hipertrofi yang menarik perhatian paling besar: (1) hipertrofi

19
ventrikel kanan yang asimetri, kadang-kadang disertai dengan hipertrofi dari
septum interventrikuler; dan (2) meningkatnya tekanan dari sistem aliran keluar
ventrikel kanan yang sangat drastis, yang berhubungan dengan penyempitan di
bagian subaorta.
Kardiomiopati restriksi ditandai dengan gangguan pengisian diastolik dengan
fungsi kontraktil yang layak dipertahankan. Kondisi ini relatif jarang, dengan
penyebab yang paling sering meliputi amyloidosis. Biasanya mudah untuk
mengenali amiloid dengan histologi dari karakteristik warna hijau dibawah sinar
terpolarisasi setelah menggunakan pewarnaan Sirius red. Penyebab lain dari
kardiomiopati restriktif yaitu kardiomiopati infiltratif (contoh: hemochromatosis,
sarkoidosis), dan penyakit jaringan ikat (contoh: skleroderma).

VI. Pengobatan
a. Cefuroxime
Cefuroxime adalah obat antibiotik yang digunakan untuk menangani
sejumlah infeksi, seperti sinusitis, radang amandel, faringitis, bronkitis,
otitis media, dan infeksi kandung kemih akibat bakteri, serta penyakit
Lyme dan gonore. Cefuroxime merupakan antibiotik golongan
sefalosporin, tersedia dalam bentuk tablet dan suntik. Obat ini bekerja
dengan cara menekan pertumbuhan bakteri di dalam tubuh.
b. Klaritomisin
Clarithromycin adalah antibiotik golongan macrolide yang mempunyai
spektrum luas. Obat ini umumnya digunakan sebagai antibiotik untuk
infeksi pada saluran pernafasan atas dan bawah, juga infeksi kulit dan
jaringan lunak. Antibiotik ini aktif terhadap bakteri gram negatif maupun
gram positif.
Clarithromycin adalah bakteriostatik yang bekerja dengan cara mengikat
sub unit 50s dari ribosom bakteri sehingga menghambat translasi mRNA.
Dengan demikian sistesis protein akan terganggu sehingga pertumbuhan
bakteri akan terhambat.

20
Obat ini biasanya tersedia berupa Clarithromycin 250 mg dan 500 mg
tablet atau 125 mg/ 5 ml syrup dan 250 mg/5 mL Forte syrup.
Kegunaan Clarithromycin adalah untuk pengobatan infeksi oleh kuman
yang peka terhadap antibiotik ini, seperti :
 Infeksi saluran pernapasan (faringitis, tonsilitis, sinusitis, sinusitis
maksilaris akut, eksaserbasi akut bronkitis obstruktif kronik, otitis
media akut, pneumonia).
 Clarithromycin juga digunakan untuk mengobati penyakit infeksi
kulit dan jaringan lunak.
 Selain itu, obat ini juga dapat digunakan untuk eradikasi Helicobacter
pylori, bakteri penyebab gastritis.

c. Antiplatelet
Antiplatelet bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet, sehingga
dapat menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, dimana
antikoagulan kurang dapat berperan. Asetosal 150-300 mg sebagai dosis
tunggal diberikan segera setelah kejadian iskemik dan kemudian diikuti
dengan pemberian jangka panjang asetosal 75 mg sehari sekali untuk
mencegah serangan penyakit jantung selanjutnya.
Penggunaan asetosal jangka panjang pada dosis 75 mg sehari berguna
untuk semua pasien dengan penyakit kardiovaskular, untuk pasien dengan
risiko mengalami penyakit kardiovaskular pada 10 tahun mendatang sebesar
20% atau lebih dan usia di atas 50 tahun; untuk pasien diabetes yang berusia
di atas 50 tahun atau yang telah menderita diabetes lebih dari 10 tahun dan
untuk pasien dengan diabetes yang menerima pengobatan antihipertensi.
Asetosal dosis 75 mg sehari juga diberikan setelah operasi bypass jantung.
Klopidogrel digunakan untuk pencegahan kejadian iskemik pada pasien
dengan riwayat gejala penyakit iskemik. Klopidogrel dalam kombinasi
dengan asetosal dosis rendah, juga digunakan untuk sindroma koroner akut
tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Kombinasi ini diberikan untuk
sekurangnya selama 1 bulan tapi biasanya tidak lebih dari 9-12 bulan.

21
Penggunaan klopidogrel dengan asetosal dapat meningkatkan risiko
pendarahan dan tidak ada bukti dapat memberikan manfaat pada penggunaan
melebihi 12 bulan dari kejadian terakhir dari gejala koroner akut tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI). Dipiridamol digunakan secara oral sebagai tambahan
antikoagulan oral untuk tujuan profilaksis tromboemboli yang berhubungan
dengan katup jantung prostetik.
Sediaan dengan pelepasan termodifikasi disarankan untuk pencegahan
sekunder stroke iskemik dan serangan iskemia sementara (TIA). Dipiridamol
juga dikombinasikan dengan asetosal dosis rendah untuk menurunkan risiko
stroke berulang namun bukti manfaat penggunaan jangka panjangnya belum
diketahui dengan pasti.
d. Olanzapine
Obat olanzapine termasuk salah satu jenis obat yang diberikan pada
orang yang mengidap penyakit skizofrenia dan gangguan bipolar. Obat ini
diberikan secara khusus dibanding dengan obat haloperidol dan risperidone
yang menjadi terapi utama pada skizofrenia. Obat ini dapat memperbaiki
kekacauan otak dan menurunkan tingkat halusinasi yang memicu terjadinya
gangguan psikologis.
Obat olanzapine secara farmakologi merupakan jenis agen antipsikotik
atipikal atau generasi dua. Obat clozapine juga berasal dari agen yang sama
seperti olanzapine. Mekanisme kerja dari obat olanzapine adalah dengan
berinteraksi dengan reseptor dopamine di dalam otak yang terdiri dari D1 dan
D2, dan reseptor lainya seperti serotonin dan histamine.
Saat obat ini dikonsumsi, efek dari olanzapine akan memblokade reaksi
dari reseptor serotonin dan reseptor dopamine sehingga akan berpengaruh
pada gejala negatif di skizofrenia seperti afek datar, menarik diri, gangguan
emosional, tidak mau bergaul, dan gangguan pola pikir stereotip.
Olanzapine merupakan obat golongan dibenzodiazepin yang mempunyai
efek samping somnolen, peningkatan BB, peningkatan kadar prolactin
plasma, pusing, akatisia, peningkatan nafsu makan, edema perifer, hipotensi
ortostatik, mulut kering, eosinophilia asimptomatik, konstipasi, peningkatan

22
sementara kadar enzim hati, sindrom neuroleptic maligna serta dapat terjadi
tardive dyskinesia.
e. Thiamine
Vitamin B1 atau tiamin adalah salah satu vitamin yang berguna dalam
merubah karbohidrat menjadi energi untuk tubuh, terutama otak dan sistem
saraf. Vitamin B1 dapat dijumpai dalam berbagai makanan, seperti sereal,
daging sapi, kacang-kacangan, dan telur.
Kekurangan vitamin B1 bisa menyebabkan penyakit beriberi atau
sindrom Wernicke-Korsakoff. Kekurangan vitamin B1 sendiri seringkali
dialami oleh orang-orang yang kecanduan alkohol, rutin mengonsumsi obat
furosemide, penderita HIV/AIDS, dan orang-orang yang menjalani operasi
bariatrik, yaitu operasi pengecilan ukuran lambung untuk menurunkan berat
badan. Jika asupan vitamin B1 tidak tercukupi dari makanan, dokter akan
menyarankan konsumsi suplemen vitamin B1. Suplemen vitamin B1 tersedia
dalam bentuk obat tunggal, gabungan dengan vitamin B lainnya, atau
gabungan dengan vitamin dan mineral lainnya.

23

Anda mungkin juga menyukai

  • Case Cody Pterygium
    Case Cody Pterygium
    Dokumen29 halaman
    Case Cody Pterygium
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat Malaria Serebral
    Cover Referat Malaria Serebral
    Dokumen4 halaman
    Cover Referat Malaria Serebral
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Jurnal VIVI Rizki
    Jurnal VIVI Rizki
    Dokumen17 halaman
    Jurnal VIVI Rizki
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Referat Vivi
    Referat Vivi
    Dokumen32 halaman
    Referat Vivi
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Status Stase Mata + Gambar Rs Bari
    Status Stase Mata + Gambar Rs Bari
    Dokumen25 halaman
    Status Stase Mata + Gambar Rs Bari
    Livia Hanisamurti
    Belum ada peringkat
  • Louy 7
    Louy 7
    Dokumen9 halaman
    Louy 7
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Telinga
    Pemeriksaan Telinga
    Dokumen48 halaman
    Pemeriksaan Telinga
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • BST VIVI
    BST VIVI
    Dokumen23 halaman
    BST VIVI
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • KJHG
    KJHG
    Dokumen11 halaman
    KJHG
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Kugyjh
    Kugyjh
    Dokumen28 halaman
    Kugyjh
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Lkuiyut
    Lkuiyut
    Dokumen21 halaman
    Lkuiyut
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • HCGFX
    HCGFX
    Dokumen14 halaman
    HCGFX
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Klih 8 H
    Klih 8 H
    Dokumen36 halaman
    Klih 8 H
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Kugyjh
    Kugyjh
    Dokumen28 halaman
    Kugyjh
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Cover Case
    Cover Case
    Dokumen1 halaman
    Cover Case
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Kelainan Pada Telinga
    Kelainan Pada Telinga
    Dokumen10 halaman
    Kelainan Pada Telinga
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Hidung
    Pemeriksaan Hidung
    Dokumen41 halaman
    Pemeriksaan Hidung
    ShintaAnggiaPrawesti
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Tumor Payudara
    Bab Ii Tumor Payudara
    Dokumen33 halaman
    Bab Ii Tumor Payudara
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Tumor Payudara
    Bab Ii Tumor Payudara
    Dokumen33 halaman
    Bab Ii Tumor Payudara
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Virus Dengue
    Infeksi Virus Dengue
    Dokumen27 halaman
    Infeksi Virus Dengue
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Format Laporan 2019
    Format Laporan 2019
    Dokumen8 halaman
    Format Laporan 2019
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • JKHGF
    JKHGF
    Dokumen14 halaman
    JKHGF
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Jhkug
    Jhkug
    Dokumen12 halaman
    Jhkug
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Demam Tifoid
    Demam Tifoid
    Dokumen50 halaman
    Demam Tifoid
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Tumor Payudara
    Bab Ii Tumor Payudara
    Dokumen33 halaman
    Bab Ii Tumor Payudara
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Kuiyf
    Kuiyf
    Dokumen16 halaman
    Kuiyf
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • JKHGF
    JKHGF
    Dokumen14 halaman
    JKHGF
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • FAM
    FAM
    Dokumen36 halaman
    FAM
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Kluyi
    Kluyi
    Dokumen46 halaman
    Kluyi
    Vivi Rizki Yusuf
    Belum ada peringkat
  • Jurnal VIVI Rizki 702014052
    Jurnal VIVI Rizki 702014052
    Dokumen5 halaman
    Jurnal VIVI Rizki 702014052
    Nabilah Ananda
    Belum ada peringkat