Anda di halaman 1dari 7

Biografi Susi Susanti – Legenda Bulu Tangkis Dunia

Perjalanan Karir Bulu Tangkis Susi Susanti

Nama Lengkap : Lucia Francisca Susi Susanti – Wang Lian Xiang


Julukan : Pengantin Olimpiade | Super Susy
Profesi : Pelatih
Tempat Lahir : Tasikmalaya, Jawa Barat
Tanggal Lahir : Kamis, 11 Februari 1971
Zodiac : Aquarius
Warga Negara : Indonesia
Suami : Alan Budikusuma
Anak : Lourencia Averina, Albertus Edward, Sebastianus Frederick

Biografi Susi Susanti | Legenda Bulu Tangkis Dunia – Lucia Francisca Susi Susanti atau
yang lebih dikenal dengan nama Susi Susanti adalah salah satu pebulu tangkis putri terbaik
yang pernah dimiliki Indonesia dan dunia. Wanita kelahiran Tasikmalaya ini menyukai
olahraga bulu tangkis sejak usia dini. Dukungan penuh dari orangtuanya, ia pun memulai
karier bulu tangkis di klub milik pamannya, PB Tunas Tasikmalaya. Setelah berlatih selama 7
tahun dan berhasil memenangkan kejuaraan bulu tangkis tingkat junior, pada tahun 1985
ketika Susi menginjak kelas 2 SMP ia pindah ke Jakarta untuk lebih serius menggeluti dunia
bulu tangkis.

Di Jakarta, ia tinggal di asrama sekolah khusus untuk atlet. Pergaulannya terbatas dengan
sesama atlet dan jadwal latihannya pun sangat padat. Enam hari dalam seminggu, Senin
sampai Sabtu mulai dari pukul 07.00 hingga pukul 11.00, kemudian dilanjutkan dari pukul
15.00 sampai pukul 19.00. Peraturan tentang makan, jam tidur sampai tentang pakaian sangat
ketat. Ia tidak diperbolehkan menggunakan sepatu dengan hak tinggi untuk menghindari
kemungkinan cedera kaki. Di hari Minggu, Susi lebih memilih untuk beristirahat karena lelah
daripada jalan-jalan ke mall.

Susi dikenal sebagai pemain bulu tangkis yang tenang dan tanpa emosi ketika bertanding
meskipun ia telah telah tertinggal jauh dari lawannya. Semangat Susi yang pantang menyerah
juga selalu berhasil membuat para pendukungnya yakin bahwa Susi pasti akan berhasil.

Pada awal kariernya di tahun 1989, Susi sudah berhasil menjadi juara di Indonesian Open.
Selain itu, berkat kegigihan dan ketekunannya, Susi berhasil turut serta menyumbangkan
gelar Piala Sudirman pada tim Indonesia untuk pertama kalinya dan belum pernah terulang
sampai saat ini. Ia pun mulai merajai kompetisi bulu tangkis wanita dunia dengan menjuarai
All England sebanyak empat kali (1990, 1991, 1993, 1994) dan menjadi Juara Dunia pada
tahun 1993.

Puncak karier Susi bisa dibilang terjadi pada tahun 1992 ketika ia menjadi juara tunggal putri
cabang bulu tangkis di Olimpiade Barcelona. Susi menjadi peraih emas pertama bagi
Indonesia di ajang olimpiade. Uniknya, Alan Budikusuma yang merupakan pacarnya ketika
itu, juga berhasil menjadi juara di tunggal putra, sehingga media asing menjuluki mereka
sebagai “Pengantin Olimpiade”, sebuah julukan yang terjadi menjadi kenyataan pada 9
Februari 1997.

Susi kembali berhasil meraih medali, kali ini medali perunggu pada Olimpiade 1996 di
Atlanta, Amerika Serikat. Selain itu, Susi juga menorehkan prestasi dengan merebut Piala
Uber tahun 1994 dan 1996 bersama tim Uber Indonesia. Puluhan gelar seri Grand Prix juga
berhasil ia raih sepanjang karirnya.

Susi pensiun di usia 26 tahun setelah ia menikah dengan pemain bulu tangkis tunggal putra,
Alan Budikusuma. Ia dan Alan memulai kehidupan dari nol lagi, karena pemerintah dinilai
kurang memperhatikan kesejahteraan para mantan atlet. Ia pun mengaku tidak akan
mengizinkan ketiga anaknya untuk terjun di dunia bulu tangkis maupun cabang olahraga
yang lain, mengingat nasib beberapa mantan atlet yang diabaikan oleh pemerintah.

Salah satu usaha Susi adalah sebuah toko di ITC Mega Grosir Cempaka Mas yang menjual
berbagai macam pakaian asal Cina, Hongkong dan Korea, serta sebagian produk lokal. Usaha
ini dilakoninya sambil melaksanakan tugas utamanya sebagai ibu dari 3 orang anak,
Lourencia Averina, Albertus Edward, dan Sebastianus Frederick. Selain itu, Susi bersama
Alan mendirikan Olympic Badminton Hall di Kelapa Gading sebagai gedung pusat pelatihan
bulu tangkis. Mereka berdua juga membuat raket dengan merek Astec (Alan-Susi
Technology) pada pertengahan tahun 2002.

Kini Susi dan Alan menjalani hari-harinya bersama ketiga anak mereka di rumah yang
terletak di Komplek Gading Kirana, Jakarta Utara. Mereka masih rutin bermain bulutangkis
sampai saat ini, minimal dua kali seminggu untuk menjaga kondisi. Ia adalah legenda hidup
bulu tangkis Indonesia – Ratu bulu tangkis Indonesia
Prestasi Susi Susanti

Tunggal Putri:

 Medali Emas Olimpiade Barcelona 1992


 Medali Perunggu Olimpiade Atlanta 1996
 Medali Perunggu Asian Games 1990, dan 1994
 Juara World Championship 1993, semifinalis World Championship 1991, 1995
 Juara All England 1990, 1991, 1993, dan 1994, Finalis All England 1989
 Juara World Cup 1989 ,1990, 1993, 1994, 1996, 1997
 Juara World Badminton Grand Prix 1990, 1991, 1992, 1993, 1994 dan 1996
 Juara Indonesia Open 1989, 1991, 1994, 1995, 1996, dan 1997
 Juara Malaysia Open 1992,1993, 1994, 1995, dan 1997
 Juara Japan Open 1991 1992, 1994, dan 1995
 Juara Korea Open 1995
 Juara Dutch Open 19931994
 Juara German Open 1992, 1993 1994
 Juara Denmark Open 1991 dan 1992
 Juara Thailand Open 1991, 1992, 1993, dan 1994
 Juara Swedish Open 1991 1992
 Juara Vietnam Open 1997
 Juara China Taipei Open 1991, 1994 dan 1996
 Juara SEA Games 1987,1989, 1991,1993 dan 1995
 Juara PON 1993
 Juara World Championship junior 5 kali 1985(di nomor tunggal, ganda putri, dan ganda
campuran) serta 1987(tunggal dan ganda putri)

Beregu Putri:

 Juara Piala Sudirman 1989 (Tim Indonesia)


 Juara Piala Uber 1994 dan 1996 (Tim Indonesia)
 Finalis Piala Sudirman 1991, 1993, 1995 (Tim Indonesia)
 Finalis Piala Uber 1998 (Tim Indonesia)
 Finalis Asian Games 1990, 1994 (Tim Indonesia)
 Semifinalis Piala Uber 1988, 1990, 1992 (Tim Indonesia)
 Juara SEA Games 1987, 1989, 1991, 1993, 1995 (Tim Indonesia)
 Juara PON 1993 (Tim Jawa Barat)

Penghargaan:

 Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama, 1992


 The Badminton Hall of Fame 2004
Mengenal Sosok Alan Budi Kusuma

Pengantin Emas Olimpiade Barcelona 1992

Sebutkan nama atlet dan dari cabang apa yang meraih medali pertama untuk Indonesia di
Olimpiade?

Begitulah kira-kira salah satu pertanyaan ujian semester mata pelajaran Pendidikan Olahraga
dan Jasmani, tahun 1988 di kala saya masih duduk di kelas dua SMP. Saya yang waktu itu
senang membuat kliping tentang bulutangkis, tentu saja selintas lalu telah membaca berita
tentang keberhasilan cabang panahan mempersembahkan medali perak di Olimpiade yang
berlangsung di Seoul, Korea Selatan. Saya berhasil menuliskan dengan tepat trio beregu putri
Nurfitriyana, Lilies Handayani dan Kusuma Wardhani di lembar jawaban.

Sejak saat itu muncul rasa penasaran di benak saya, bisakah bulutangkis mempersembahkan
medali emas di Olimpiade berikutnya dimana cabang tepok bulu pertama kali
dipertandingkan. Kalau hanya medali perak, tentu tidak akan menjadi fenomenal karena
sudah ada yang mendapatkannya terlebih dahulu. Sebagai penggemar bulutangkis, saya
sungguh berharap. Namun titik cerah belumlah nampak. Di kompetisi tahun 1988, Indonesia
masih mengandalkan pemain-pemain senior yang prestasinya mulai menurun seperti Icuk
Sugiarto dan Eddy Kurniawan di sektor tunggal putra.

Setahun kemudian barulah pemain-pemain generasi baru Indonesia mulai menunjukkan


tajinya. Setidaknya dua nama yang langsung menyeruak yaitu Alan Budi Kusuma dan Ardi
Bernadus Wiranata. Alan meraih dua gelar Grand Prix pertamanya di Thailand Terbuka 1989
dan Belanda Terbuka 1989. Sedangkan Ardi menjuarai Tiongkok Terbuka 1989. Dua nama
inilah menjadi pelopor kebangkitan tunggal putra Indonesia yang disusul rekan-rekannya
Hermawan Susanto, Fung Permadi, Joko Suprianto, Bambang Suprianto dan Fung Permadi
yang mulai unjuk gigi tahun-tahun berikutnya.

Di catatan saya kali ini, ingin lebih fokus kepada nama Alan Budi Kusuma. Nama inilah
bersama sang kekasih Susi Susanti menjadi penyumbang dua medali emas pertama bagi
Indonesia di pentas Olimpiade. Kota Barcelona tahun 1992, menjadi saksi sejarah abadi
ketika pengantin emas Indonesia mengibarkan sang saka merah putih dan mengumandangkan
lagu kebangsaan Indonesia Raya. Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti telah menjawab rasa
penasaran saya empat tahun sebelumnya walaupun nama mereka sudah tidak masuk di soal-
soal ujian saya.

———

Agustus 2009
Saya bersama Alan dan rekan Wartawan saat Astec Indonesia International Challenge 2009

Saya mewakili Majalah Jurnal Bulutangkis memberanikan diri untuk mengajukan sponsor ke
Astec lewat email ke Alan Budi Kusuma. Tanpa menunggu lama, saya langsung menerima
balasan email. Saya diminta untuk berkomunikasi dengan bawahannya yang menangani
bagian sponsor. Singkat cerita, Majalah Jurnal Bulutangkis edisi II mendapat sponsor dari
Astec dan diperkenankan membuka booth berjualan saat arena Astec Open V yang
berlangsung 3-8 Agustus 2009. Inilah perkenalan awal saya dengan Alan Budi Kusuma
secara langsung. Ketika pertama kali ngobrol, saya seperti tidak sedang berbincang dengan
seorang legenda karena keramahannya. Seorang peraih medali emas Olimpiade mau
berbincang akrab dengan seorang penggemar biasa.

Saya lalu mengajak rekan saya Dania Ciptadi untuk wawancara Alan sebagai materi Majalah
Jurnal Bulutangkis Edisi ketiga September 2009.

———

Berikut artikel yang ditulis rekan saya Dania Ciptadi tentang Alan Budi Kusuma yang dimuat
di Majalah Jurnal Bulutangkis Edisi ketiga September 2009 :

Alan – Susi saat Acara Bulutangkis Peduli Merapi

Alan dan Semangat Bulutangkisnya yang Tak Lekang Waktu

Siapa yang tidak kenal Alan Budikusuma? Mantan atlet bulutangkis kebanggaan Indonesia
ini mengukir sejarah dengan merebut emas tunggal putra Olimpiade Barcelona 1992,
bersanding dengan kekasihnya – kemudian istrinya, Susi Susanti yang merebut emas tunggal
putri di Olimpiade yang sama.

Sudah lebih dari 10 tahun sejak ia gantung raket, tetapi ia dan Susi tidak semerta-merta
meninggalkan dunia yang telah digelutinya sejak ia masih berusia tujuh tahun. Kegiatan
paling utamanya adalah menjalankan usaha perangkat bulutangkis ciptaan mereka berdua,
ASTEC, singkatan dari Alan-Susi Technology. Merek ini menjadi salah satu merek lokal
kebanggaan bangsa dan telah mengadakan turnamen dalam negeri, ASTEC Open, selama
lima tahun berturut-turut.

Lahir di Surabaya, 29 Maret, 41 tahun silam, Alan mengenal bulutangkis untuk pertama
kalinya dari kedua orangtuanya yang juga adalah atlet bulutangkis. Orangtuanya jugalah yang
memboyongnya masuk ke klub Rajawali di Surabaya saat ia masih berusia delapan tahun.

Setelah ditempa selama empat tahun di Rajawali, Alan berpindah ke PB Suryanaga, masih di
kota yang sama, sebelum ia bertolak ke Kudus untuk bergabung dengan keluarga besar PB
Djarum. Alan masuk PB Djarum pada tahun 1985 melalui jalur penjaringan atlet berprestasi
sebelum kemudian ditarik masuk ke Pelatnas. Sejak itu prestasinya pun makin berkilau
sampai pada puncaknya ia berhasil menyumbang emas bagi Indonesia tercinta pada
Olimpiade Barcelona pada tahun 1992.

Alan fokus di partai tunggal memang karena itulah pilihan pribadinya.

“Saya dari dulu memang bermain tunggal,” tukasnya saat ditanya apakah pernah terbersit
dalam benaknya untuk bermain di partai ganda dulunya. “Saya tidak bisa bermain ganda.”
Sepanjang masa bakti aktifnya di perbulutangkisan Indonesia sampai masa setelah ia gantung
raket pada tahun 1996, kehidupan legenda yang bernama lengkap Alexander Alan
Budikusuma Wiratama ini penuh dengan kerikil-kerikil tajam.

“Latihan harus disiplin dan saya juga harus meninggalkan sekolah,” tukasnya mengenang
kesulitan dan tantangan yang harus dihadapinya saat memutuskan berkarir di bulutangkis
pada masa lalu. Tentu saja Alan harus melakukan hal tersebut karena pada masa lalu, hanya
para pemenang kejuaraanlah yang berhak membawa pulang hadiah uang. Jika bukan juara,
satu-satunya yang dapat dibawa pulang adalah pengalaman.

Tetapi bara tekadnya akan bulutangkis Indonesia tak lekang waktu. Terbukti dengan
aktifitasnya yang tetap tidak jauh dari bulutangkis, dan yang paling anyar adalah menjadi
“seksi sibuk” di turnamen Astec Ultra Milk Indonesia Challenge 2009 dimana perusahaannya
menjadi salah satu sponsor utama. Bara semangatnya ini jugalah yang membawanya serta
istri menjadi pembawa obor Olimpiade Athena tahun 2004 dimana saat itu atlet tunggal putra
Indonesia lainnya, Taufik Hidayat, kembali menyumbangkan medali emas bagi Indonesia.

Terima kasih untuk sumbangsihnya bagi negara, dan teruslah berkarya.

PROFIL

Nama Lengkap : Alexander Alan Budikusuma Wiratama

Tempat/Tgl Lahir : Surabaya, 29 Maret 1968

Keluarga : Susi Susanti (istri, menikah 9 Februari 1997), Lourencia


Averina (anak, lahir 1999), Albertus Edward (anak, lahir 2000), dan Sebastianus Frederick
(anak, lahir 2003)

Profesi Saat Ini : Pengusaha perangkat bulutangkis ASTEC, pemilik lapangan


bulutangkis Olympic Badminton Hall, komentator/bintang tamu bidang bulutangkis

Domisili : Kelapa Gading, Jakarta Utara

Catatan Prestasi

 Medali emas Olimpiade Barcelona 1992 (tunggal putra)


 Juara Malaysia Terbuka 1995
 Juara Indonesia Terbuka 1993
 Juara Jerman Terbuka 1992
 Juara China Terbuka 1991
 Juara Thailand Terbuka 1989, 1991
 Juara Belanda Terbuka 1989

————

Astec Open X dan Astec International Challenge 2014

Mendapat hadiah tas dari Astec

Perjalanan waktu perjalanan begitu cepatnya. Generasi baru terus lahir, jaman pun berubah.
Namun seorang Alan tetaplah Alan. Dedikasinya kepada bulutangkis terus ia berikan dengan
pelaksanaan turnamen Astec Open. Dan keramahan seorang Alan yang lebih dulu menyapa
seraya mengucapkan “Mohon maaf lahir batin” ketika bertemu di acara jumpa pers jelang
Astec Open di Hotel Blue Sky Jakarta, 7 Agustus 2014 lalu.

Tahun 2014 ini Astec Open sedang diselenggarakan untuk kesepuluh kalinya. Disamping itu,
Astec juga menyelenggarakan Astec Indonesia International Challenge yang babak finalnya
berlangsung hari ini (16 Agustus 2014). Turnamen Astec Indonesia International Challenge
2014 mencatat sejarah sebagai turnamen pertama di Asia yang menerapkan ujicoba
penggunaan skor 5×11.

Dari turnamen ini juga muncul harapan dari generasi baru dimana turnamen ini memunculkan
kejutan dengan berhasilnya Ronald Alexander/Melati Daeva Oktavianti (ganda campuran)
dan Rian Ardianto/Fajar Alfian (ganda putra) menjadi juara. Dua pasang pemain muda ini
diyakini akan menjadi bintang masa depan Indonesia.

Podium ganda campuran Astec Indonesia International Challenge 2014 (Foto : PBSI)

Pasangan Ronald Alexander/Melati Daeva Oktavianti berhasil merebut gelar perdana mereka
di ajang Astec Indonesia International Challenge 2014 dengan mengalahkan unggulan
pertama yang juga senior mereka asal Indonesia, Muhammad Rijal/Vita Marissa, 7-11, 11-4,
11-6, 11-7. Tak diunggulkan, Rian/Fajar berhasil melangkah ke final dengan menyingkirkan
para unggulan. Puncaknya, kedua pemain muda ini meraih gelar juara dengan mengalahkan
pasangan senior, Fran Kurniawan/Agrippina Primarahmanto Putera (Indonesia), 9-11, 11-9,
11-9, 11-8. Astec International Challenge 2014 pun berakhir tetapi pengabdian seorang Alan
Budi Kusuma kepada bulutangkis akan tetap ia teruskan.

Berikut hasil pertandingan final Astec Indonesia International Challenge 2014 :

Ganda Campuran

Ronald Alexander/Melati Daeva Oktavianti (INA) vs Muhammad Rijal/Vita Marissa (1/INA)


7-11, 11-4, 11-6, 11-7

Tunggal Putri

Mayu Matsumoto (JPN) vs Hera Desi Ana Rachmawati (1/INA) 11-10, 10-11, 11-6, 10-11,
11-9

Ganda Putra

Muhammad Rian Ardianto/Fajar Alfian (INA) vs Fran Kurniawan/Agrippina Primarahmanto


Putera (4/INA) 9-11, 11-9, 11-9, 11-8

Ganda Putri

Suci Rizki Andini/Tiara Rosalia Nuraidah (2/INA) vs Vita Marissa/Shendy Puspa Irawati
(4/INA) 11-6, 11-9, 11-6

Tunggal Putra

Lee Hyun Il (2/KOR) vs Jonatan Christie (INA) 11-10, 9-11, 5-11, 11-8, 11-3

Anda mungkin juga menyukai