Anda di halaman 1dari 16

TAX PLANNING DAN PENGENDALIAN ATAS PPH PASAL 21

1. PENDAHULUAN

Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan jasa dan kegiatan yang
dilakukan wajib pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut
PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang Pajak Peghasilan.

Bila penerima penghasilan adalah WPOP sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) maka
akan dikenai PPh Pasal 21, sedangkan bila penerima penghasilan adalah orang pribadi
dengan status sebagai Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) selain Bentuk Usaha Tetap (BUT)
akan dikenai PPh pasal 26.

2. PEMBAHASAN

2.1 Kompensasi Karyawan: Tunai Versus Natura

Umumnya, karyawan mendapatkan kompensasi/imbalan berupa gaji dan imbalan lain baik
yang berbentuk uang maupun dalam bentuk remunerasi lainnya. Imbalan tersebut dikenal
dengan istilah ‘benefit in cash’ dan ‘benefit in kind’. Istilah yang pertama mengacu kepada
gaji, tunjangan, dsb. yang merupakan imbalan dalam bentuk kas baik diterima tunai, cek
ataupun transfer rekening. Sementara, istilah yang kedua mengacu kepada imbalan selain
kas seperti barang, fasilitas, dan semacamnya. Natura dan kenikmatan lebih mengacu
kepada istilah kedua yang merupakan ‘benefit in kind’ ataupun lazim dikenal dengan istilah
lain berupa ‘fringe benefit’.

Secara pajak, kebijakan kompensasi atau pemilihan bentuk penghasilan untuk karyawan
akan memberikan dampak PPh Pasal 21 yang berbeda bagi perusahaan yang bersangkutan.
Misalnya, dampak pajak atas pemberian tunjangan transport akan berbeda dengan
pemberian fasilitas antar jemput karyawan atau pemberian mobil dinas.

Untuk perusahaan yang dikenakan PPh badan dengan tarif umum (pasal 17 UU PPh), bukan
yang dikenakan PPh Final atau dikenakan PPh berdasarkan deemed profit, pada dasarnya

Manajemen Perpajakan 1
berlaku prinsip umum antara PPh Pasal 21 dengan PPh badan. Pertama, apabila penghasilan
pegawai dalam bentuk tunai (bersifat benefit in cash), maka penghasilan itu menjadi Objek
PPh Pasal 21 (taxable income/TI). Di PPh badan, dapat dibebankan sebagai biaya
(deductible expenses/DE). Contohnya, pembayaran gaji, THR, tunjangan-tunjangan, dan
sebagainya.

Kedua, apabila penghasilan pegawai dalam bentuk natura, fasilitas atau kenikmatan
(bersifat benefit in kinds), maka penghasilan tersebut bukan merupakan Objek PPh Pasal 21
(non taxable income/NTI). Di PPh badan, tidak dapat dibebankan sebagai biaya (non
deductible expenses/NDE). Contohnya, pemberian fasilitas berobat gratis, pemberian
kendaraan, dan sebagainya.

Di luar kedua prinsip tersebut, peraturan pajak dapat menetapkan perlakuan khusus untuk
transaksi-transaksi tertentu. Misalnya, pembayaran tantiem atau bonus yang diambil dari
laba ditahan (retained earning), walaupun merupakan Objek PPh Pasal 21, tetapi di PPh
badan tidak dapat dibebankan sebagai biaya.

2.2 Gross Method, Net Method dan Gross Up Method

Gross method merupakan metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggng


sendiri jumlah pajak penghasilannya.

Net method merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung PPh
pasal 21 karyawan.

Gross-up Method merupakan metode pemotongan pajak, dimana perusahaan


memberikan tunjangan pajak PPH pasal 21 yang diformulasikan jumlahnya sam besar
dengan jumlah pajak- PPh pasal 21 yang akan dipotong dari karyawan.

Dengan menggunakan metode gross up adalah untuk memuaskan dan meningkatkan


motivasi karyawan. Dengan menggunakan metode ini karyawan akan merasa puas
karena PPh 21 ditanggung seluruhnya oleh perusahaan. Dengan demikian karyawan
akan meningkatkan produktivitas.

2.3 Konsep Taxable dan Deductible Terkait dengan Unsur Biaya Karywan

Prinsip taxability deductibility adalah prinsip yang menjelaskan tentang pos- pos yang
dapat/tidak dapat dikenai pajak penghasilan (objek pajak dan bukan objek pajak
Manajemen Perpajakan 2
penghasilan) dan pos- pos yang dapat atau tidak dibiayakan(pengurang penghasilan
bruto) yang mekanismenya : jika pada pihak pemberi kerja pemberian imbalan/
penghasilan dapat dibiayakan (pengurang penghasilan bruto), maka pada pihak karywan
merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Sebaliknya jika pada pihak karyawan
pemberian imbalan/ penghasilan tersebut bukan merupakan penghasilan, maka pada
pihak pemberi kerja tidak dapat dibiayakan (bukan pengurang penghasilan bruto).

Prinsip taxability deductibility merupakan prinsip dasar yang lazim diterapkan dalam
perencanaan pajak yang pada umumnya dilakukan dengan mengubah atau
menkonversikan penghasilan yang merupakan objek pajak menjadi penghasilan yang
bukan objek pajak atau sebaliknya mengubah biaya yang tidak boleh dikurangkan
menjadi biaya yang boleh dikurangi, dengan konsekuensi terjadinya perubahan pajak
terhutang akibat pengurangan atau konversi tersebut. Apakah perubahan jumlah pajak
terhutang akan menjadi lebih besar, lebih kecil atau sama dengan jumlah pajak terhutang
akibat koreksi fiskal, tentunya harus dipertimbangkan mana yang lebih menguntungkan
perusahaan.

Jika kondisi keuangan perusahaan baik dn perusahaan menghasilkan laba besar, maka
salah satu alternatif yang direkomendasikan adalah mengkaji maana yang lebih
menguntungkan antara memberikan kesejakteraan kepada karyawan dalam bentuk
tunjangan (uang) atau dalam natura ( benefit in kind).

Jenis imbalan Perlakuan Biaya bagi Perlakuan PPh Ps. 21


Perusahaan bagi Penerima
Imbalan dalam bentuk uang Deductible Taxable
Imbalan dalam bentuk Non deductible Non taxable
natura

Untuk menyakinkaan bahwa objek pajak penghasilan pasal 21 telah dipotong pajaknya,
berikut daftar transaksi yang berhubungan dengan prinsip taxability- deductibility, mana
yang menjadi objek pajak dan mana bukan objek pajak baik bagi karyawan maupun
perusahaan.

Manajemen Perpajakan 3
No. Objek Pajak Tarif Sifat

Penghasilan yang diterima oleh pegawai pasal 17 UU


1
tetap PPh

uang pensiun bulanan yang diterima pasal 17 UU


2
pensiunan PPh

Pegawai tidak tetap yang penghasilannya


dibayarkan secara bulanan atau jumlah
pasal 17 UU
3 kumulatif penghasilan yang diterima dalam
PPh
satu bulan kalender tlah melebihi Rp.
2.025.0000

Upah yang diterima oleh tenaga kerja lepas


berupa upa harian/ minggua/ satuan/
borongan dan uang saku harian:
0%
a. Upah/ uang saku harian atau rata- rata
uang saku > Rp.200.000 dan jumlah
kumulatif dalam satu bulan kalender tidak >
Rp. 2.025.000

b. Upah/ uang saku harian rata- rata upah/


4 5%
uang saku tidak > Rp. 200.000 dan jumlah
kumulatif dalam satu bulan kalender tidak >
Rp. 2.025.000

c. Upah kumulatif dalam satu bulan kalender


> Rp. 2.025.000 dan < Rp. 7.000.000
5%

d. Penghasilan kumulatif dalam satu bulan


kalender > Rp. 7.000.000

Manajemen Perpajakan 4
Honorarium yang diterima dewan komisaris/
pasal 17 UU
5 pengawas yang tidak merangkap sebagai
PPh
karyawan tetap

Jasa produksi, tantiem, grafikasi, bonus yang pasal 17 UU


6
diterima mantan pegawai PPh

Penarikan dana pada dana pensiun oleh pasal 17 UU


7
pensiunan PPh

honorarium dan pembayaran lain yang


diterima oleh tetangga ahli (pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris pasal 17 UU
8
penilai dan aktuaris) sebagai imbalan PPh
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan
kegiatan

Imbalan yang sifatnya berkesinambungan


yang diterima oleh oarang pribadi dalam
negeri bukan pegawai selain tenaga ahli
a. Bagi yang punya NPWP dan hanya
pasal 17 UU
9 menerima penghasilan dari pemotong pajak
PPh
ysb
b. Bagi yang tidak memiliki NPWP atau
menerima penghasilan dari selain pemotong
pajak ysb.

Imbalan yang tidak bersifat


berkesinambungan yang diterima oleh orang pasal 17 UU
10
pribadi dalam negeri dan bukan pegawai PPh
selain tenaga ahli

pasal 17 UU
11 Penghasilan yang diterima peserta kegiatan
PPh

Manajemen Perpajakan 5
uang tebusam pensiun, uang THT/ JHT,
12 pesangon, Uang THT/JHT, pesangon yang
diterima pegawai/ mantan:

a. Rp. 0 juta s.d Rp. 50 jt 0% Final

b. > Rp. 50 juta s.d Rp. 100 jt 5% Final

c. > Rp 100jt s.d Rp 500 jt 15% Final

d. >Rp. 500 jt 25% Final

Honorarium yang dananya dari keuangan


negara/ daerah yang diterima oleh pejabat
negara , PNS , anggota TNI/ Polri, kecuali
13 15% Final
PNS Gol II/d ke bawah atau polri dengan
pangkat pembantu letnan satu atau ajudan
Inspektur tingkat satu ke bawah

penghasilan dari pekerjaan, jasa dan kegiatan


pasal 17 UU
14 yang diterima oleh tenaga kerja asing yang
PPh
telah berstatus sebagai WPDN

Prinsip nontaxable-nondeductible diberikan pada tabel berikut:

Bagi Penerima Bagi Pemberi Penghasilan


Penghasilan

NontaxableBagi Jenis Biaya Nondeductible


Jenis Penghasilan
Yang Menerima

Pembayaran dari Ya Dividen yang Ya


perusahaan dibayarkan
asuransi kepada oleh
orang pribadi perusahaan
sehubungan asuransi

Manajemen Perpajakan 6
dengan asuransi kepada
kesehatan pemegang
asuransi polis
kecelakaan,
asuransi jiwa,
asuransi
dwiguna, dan
asuransi beasiswa

Bantuan atau Ya Bantuan atau Ya


sumbangan sumbangan

Warisan Ya Warisan Ya

Bagian laba yang Ya Gaji yang Ya


diterima atau dibayarkan
diperoleh kepada
anggota anggota
perseroan persekutuan,
komanditer yang firma, atau
modalnya tidak perseroan
terbagi atas komanditer
saham-saham, yang
persekutuan, modalnya
perkumpulan, tidak terbagi
firma dan kongsi atas saham
termasuk
pemegang unit
KIK

2.4 Rekonsiliasi Objek Pph Pasal 21 dengan Unsur Biaya Karyawan

Manajemen Perpajakan 7
Terdapat perbedaan dalam perlakuan penetapan pendapatan dan biaya menurut Undang-
Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 dengan Standar Akuntansi Keuangan
sebagai akibat dari adanya beda tetap dan beda sementara; perlakuan akuntansi terhadap
perbedaan tersebut perlu dilakukan rekonsiliasi antara laporan keuangan komersil
dengan laporan keuangan fiskal; dan pengaruh perbedaan tersebut terhadap laporan
keuangan yaitu pada besarnya jumlah pajak terutang dan jumlah laba usaha.

Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak
sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak
orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena
pajak).

Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan


maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.

Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:

 Beda tetap
Bagi perusahaan: semua pemasukan adalah pendapatan yang akan menambah laba
kena pajak , dan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba kena
pajak. Bagi Ditjend Pajak: tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba
kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah
laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan
tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang laba kena pajak karena ada
beberapa jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan merupakan bagian dari
kegiatan perusahaan (sumbangan, entertain tanpa daftar normatif). Di dalam
Akuntansi Perpajakan perbedaan ini disebut dengan beda tetap (Permanent
Difference), yaitu penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba neto
untuk akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan akuntansi pajak.
Contoh penghasilan: sumbangan, Penghasilan bunga deposito. Contoh biaya: biaya
sumbangan, biaya sanksi perpajakan.

Perincian beda tetap menurut sak dan menurut fiskal:

a. Penghasilan Bunga Bank Penghasilan di luar usaha Sudah dipotong PPh yang
bersifat final

Manajemen Perpajakan 8
b. Penghasilan Deviden Penghasilan di luar usaha Masuk dalam pengecualian
objek pajak
c. Biaya Sumbangan/Hadiah Biaya (tercantum dalam laba/rugi) Tidak mengurangi
penghasilan
d. Keuntungan dari penyertaan saham di BEI Penghasilan di luar usaha Tidak
menambah penghasilan
e. Penghasilan dari sumbangan/hibah Penghasilan luar biasa Tidak menambah
penghasilan
f. Tunjangan pegawai dalam bentuk natura Penghasilan (bagi pegawai) dan biaya
(bagi pemberi kerja) Tidak mengurangi penghasilan
g. Biaya Entertainment Dapat dimasukkan sebagai biaya Sebagai deductible
expense jika ada daftar nominatifnya, dan sebaliknya.
h. Biaya denda dan bunga pajak Pengurang penghasilan Non deductible expense
i. Hibah/Warisan Dapat diperhitungkan sebagai biaya/penghasilan luar biasa Non
deductible expense

 Beda waktu
Perbedaan lainnya adalah perbedaan yang diakibatkan karena bedanya saat
pengakuan (waktu pengakuan) baik itu terhadap pendapatan maupun beban
(pendapatan/beban tangguhan), juga akibat perbedaan beban penyusutan dimana
pihak Ditjend Pajak menggunakan metode penyusutan Garis Lurus (Straight Line
Method) sementara perusahaan mungkin menggunakan metode penyusutan yang
lain, yang oleh karenanya mengakibatkan adanya perbedaan alokasi beban
penyusutan. Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberi
kontribusi atas perbedaan tersebut. Dengan kata lain perbedaan metode yang
digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal. Dalam Akuntansi
Perpajakan ini disebut dengan beda waktu (Time Difference), yaitu penghasilan dan
biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial, tetapi tidak dapat diakui
sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbedaan metode pengakuan.
Contoh penghasilan: pendapatan laba selisih kurs. Contoh biaya: biaya penyusutan,
biaya sewa.

Jenis koreksi fiskal adalah sebagai berikut :

Manajemen Perpajakan 9
 Koreksi fiskal positif

Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan
PPh terutang. Contoh: Biaya PPh.

Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain :

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali:
1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
3) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
4) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
5) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industry.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali
jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan
bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan
dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.

Manajemen Perpajakan 10
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m
serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
h. Pajak Penghasilan.
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan
l. Persediaan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan
yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
m. Penyusutan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan
yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
n. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.

 Koreksi Fiskal Negatif

Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh
terutang. Contoh: Penghasilan bunga deposito.

Jenis Koreksi Fiskal Negatif antara lain :

a. Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final antara lain :

Manajemen Perpajakan 11
1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi.
2) Penghasilan berupa hadiah undian.
3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura.
4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan.
b. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak antara lain :
1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
3) Warisan.
4) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib

Manajemen Perpajakan 12
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak,
Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit).
6) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa.
7) dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
 dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
 bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah modal yang disetor.
8) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai.
9) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf h, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
10) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
11) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha
tersebut:
 merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
 sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

Manajemen Perpajakan 13
12) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
14) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
15) Persediaan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode
penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008
tentang PPh.
16) Penyusutan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode
penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008
tentang PPh.

3. PENUTUP

Salah satu kewajiban perusahaan atau pemberi kerja adalah memotong dan menyetorkan
PPh Pasal 21 atas gaji dan penghasilan lainnya yang mereka bayarkan kepada pegawai atau
karyawannya. Dalam hal ini ada pilihan bagi para pemberi kerja tersebut, memotong
langsung dari gaji karyawan atau membantu karyawan dan pegawainya dengan cara
menanggung PPh Pasal 21 yang terutang. Tinggal pilih, mana yang menguntungkan.

Dalam kacamata UU PPh, menanggung PPh tersebut dapat dilakukan dengan dua cara.
Pertama dengan memberikan tunjangan pajak (Tunjangan PPh) seperti layaknya
memberikan tunjangan transport, tunjangan makan, tunjangan jabatan, dlsb, atau dengan
cara kedua yaitu menanggung PPh tanpa memberikan tunjangan pajak.

Manajemen Perpajakan 14
Jika dilihat secara kasat mata, kedua cara ini sebenarnya sama saja karena PPh Pasal 21
yang terutang tidak dibebankan kepada karyawan (tidak dipotong dari gaji atau penghasilan
karyawan) melainkan ditanggung sendiri oleh perusahaan atau pemberi kerja. Tetapi jika
dilihat dari sisi UU dan ketentuan peraturan PPh, masing-masing mendapat perlakuan
perpajakan yang berbeda. Untuk menciptakan penghematan pajak dalam pemberian
kompensasi dan biaya karyawan, perusahaan dapat berpegang pada prinsip-prinsip
perpajakan.

Manajemen Perpajakan 15
DAFTAR REFERENSI

Pohan, Chairil Anwar (2013). Manajemen Perpajakan.Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia

Pasal 4 UU no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

Pasal 6 dan Pasal 9 UU no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

http://www.pajak.go.id

https://tanyapajak1.wordpress.com/tag/koreksi-fiskal

http://www.barakanamla.com/pph-21/165-uang-atau-barang

Manajemen Perpajakan 16

Anda mungkin juga menyukai