Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2015


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

KNEE FRACTURE

Di susun oleh :
Amalia Dwi Ananda
110 210 0099

Pembimbing :
dr. Alfa Januar

Supervisor :
Dr. dr. Muh. Sakti, Sp.OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Amalia Dwi Ananda K. Sanrang

Stambuk : 1102100099

Judul : Knee Fracture

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia.

Makassar, November 2015

Residen Pembimbing Supervisor

dr. Alfa Januar Dr. dr. Muh. Sakti, Sp.OT


DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................i

Lembar Pengesahan...............................................................................................ii

Daftar Isi...............................................................................................................iii

A. Pendahuluan…….......................................................................................1

B. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………2

1. Definisi ………...................................................................................2

2. Epidemiologi……………….………………………………………..3

3. Anatomi ..............................................................................................3

4. Mekanisme Trauma............................................................................9

5. Diagnosis…………...........................................................................11

6. Klasifikasi dan Penatalaksanaan knee fracture.................................14

7. Penatalaksanaan fraktur secara umum..............................................19

8. Komplikasi………............................................................................23

9. Prognosis….……….……….………...………………………….…24

Daftar Pustaka......................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

Sendi lutut adalah sendi yang paling dominan digunakan setelah sendi bahu.
Sendi lutut juga merupakan sendi terbesar yang menopang tubuh. Sendi lutut
terdiri dari tiga pertemuan tulang yaitu patella (tempurung lutut), tibia (tulang
kering) dan femur (tulang paha). Ligamen dan tendon berperan dalam
menyatukan ketiga tulang tersebut dan juga berperan dalam fiksasi sehingga
memungkinkan pergerakan lutut. Fraktur sendi lutut adalah fraktur yang
melibatkan satu tulang ataupun multiple tulang yang melibatkan ketiga tulang
tersebut. Fraktur sendi lutut meliputi intraartikuler (termasuk kapsul sendi lutut)
dan fraktur ekstraartikuler (daerah diluar dari sendi lutut). Cedera pada lutut
adalah keluhan yang paling banyak dialami oleh orang-orang yang sering
beraktivitas berat seperti dalam olahraga serta fitness. Dalam referat ini akan
dibahas mengenai fraktur yang terjadi pada sendi lutut.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan (sendi)


dan lempeng epifisis. Ini akibat dari adanya retakan, akibat terjatuh atau pecahnya
lapisan korteks sehingga tulang terenggang baik secara komplet dan ada
pergeseran dari fragmen tulang. Jika kulit diatas fraktur masih utuh maka disebut
fraktur tertutup, jika kulit terhubung dengan dunia luar maka disebut fraktur
terbuka, hati-hati terhadap kontaminasi dan infeksi.2
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran,
atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung.
Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.2,3,4
Sendi lutut adalah sendi yang paling dominan digunakan setelah sendi bahu.
Sendi lutut juga merupakan sendi terbesar yang menopang tubuh. Sendi lutut
terdiri dari tiga pertemuan tulang yaitu patella (tempurung lutut), tibia (tulang
kering) dan femur (tulang paha). Ligamen dan tendon berperan dalam mengikat
kuat ketiga tulang tersebut dan juga berperan dalam fiksasi sehingga
memungkinkan pergerakan lutut.1
Fraktur atau kerusakan pada tulang kering tepat dibawah lutut disebut dengan
fraktur proksimal tibia, fraktur pada tulang paha yang berada diatas lutut disebut
fraktur distal femur, sedangkan fraktur pada tulang tempurung yang berada
didepan lutut disebut fraktur patella.1
Fraktur pada patella terhitung satu persen kejadian diantara semua cedera
tulang dan paling sering terjadi pada kelompok usia 20-50 tahun. Kejadian pada
laki-laki dua kali lebih sering dibandingkan perempuan. Fraktur patella biasanya
terjadi akibat cedera langsung dan juga bisa terjadi bersama dengan fraktur femur
atau tibia.5
Kejadian fraktur distal femur berjumlah sebanyak tujuh persen diantara
semua kejadian fraktur pada femur. 50% fraktur ekstraartikuler suprakondiler dan
50% merupakan tambahan intraartikuler.5
2. Epidemiologi
Kejadian fraktur distal femur merupakan 7% dari semua fraktur femur. Paling
sering terjadi pada usia muda akibat trauma energi tinggi, seperti kecelakaan
motor atau terjatuh dari ketinggian, dan yang kedua adalah pada pasien tua akibat
terjatuh. Sedangkan untuk fraktur plateau tibia merupakan 1% kejadian dari
semua fraktur dan 8% fraktur ini terjadi pada usia muda. Sekitar 55%-70% fraktur
plateau lateral tibia, 10%-25% plateau, dan 10%-30% pada bikondiler. Untuk
fraktur patella, ini merupakan kejadiaannya 1% dari semua jenis fraktur.
Perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2:1, dan paling sering terjadi pada
kelompok usia 20-50 tahun, serta sangat jarang terjadi bilateral.4

3. Anatomi
Anatomi sendi lutut terdiri atas proksimal tibia, distal femur, dan patella.
Distal femur tersusun atas kondilus medial dan lateral, epikondilus medial dan
lateral, facies patellaris, dan fossa interkondiler. Kondilus medial lebih besar dan
sedikit meluas dibandingkan kondilus lateral. Kedua kondilus ditutupi oleh
kartilago artikular. Facies patellaris berada di daerah depan distal femur diantara
medial dan lateral kondilus femur. Permukaannya juga ditutupi oleh kartilago
artikuler dan merupakan sisi melekatnya patella. Sebelah lateral facies patellaris
biasanya lebih menonjol dibandingkan dengan sisi medial untuk memudahkan
perabaan patella pada femur.6
Gambar 1. Distal femur aspek anterior dan posterior. 7
Epikondilus berperan dalam sisi untuk melekatnya struktur penting. Bagian
dalam dan permukaan ligamentum kolateral medial melekat pada epikondilus
medial. Batas proksimal epikondilus medial lebih besar dan berperan sebagai sisi
melekatnya adductor magnus. Bagian lateral atau ligamentum collateral fibular
melekat pada epikondilus lateral. Bagian bawah dari bagian itu adalah melekatnya
otot poplitea yaitu pada sekat antara kondilus lateral dan epikondilus. Sebelah
medial dan lateral puncak otot gastrocnemius berasal dari bagian medial dan
lateral kondilus posterior femur. Fossa interkondiler adalah sisi melekatnya
ligamentum cruciatum. Sebelah depan ligamentum cruciatum melekat pada
bagian posterolateral dari fossa, dan ligamentum cruciatum posterior berada pada
bagian anteromedial dari fossa interkondiler. 6
Permukaan tibia proksimal terdiri atas plateaus medial dan lateral serta
interkondiler eminens. Plateau medial lebih besar dan lebih meluas ke sisi
belakang jika dibandingkan dengan plateau lateral. Permukaan medial plateau
berbentuk lebih datar. Sementara lateral tibial plateu lebih konveks. Kedua tibial
plateau ditutupi oleh kartilago artikuler. Eminence intercondylar adalah tempat
melekatnya meniskus dan ligamentum cruciatum. 6
Gambar 2. (a) Sendi lutut tampak anterior (b) Fleksi sendi lutut tampak
anterior. 7
Patella merupakan tulang sesamoid dengan tendon yang berasal dari otot
quadriceps. Terdapat dua sisi yang besar pada patella, yaitu medial dan lateral.
Terdapat jenis dan ukuran yang signifikan antara keduanya. Namun, normalnya
kutub lateral lebih luas dan medial lebih mengarah ke trochlea femoral. 6

Gambar 3. Anatomi patella. 7


Anatomi tulang yang menyusun sendi lutut berguna dalam stabilitas.
Stabilitas dan fungsinya antara lain dilakukan oleh komplek jaringan yang
membungkus sekitar dan didalam sendi lutut. Komponen jaringan lunak dari lutut
dapat dibagi dalam beberapa bagian penting: untuk fungsi statis (ligamen),
dinamis (otot dan tendon), dan meniscus. Fungi static dilakukan oleh ligament
kolateral media, ligament kolateral lateral, ligament cruciatum anterior dan
posterior. Struktur ini mencegah terjadinya valgus dan varus. Ligamentum
cruciatum mediaterdiri dari dua serat atau lapisan. Lembaran yang paling dalam
berjalan mulai dari epikondilus medial femur ke tibia proksimal tepat dibawah
plateau medial tibia. Lapisan yang paling luar berada pada posisi yang sama,
walaupun ligament ini memiliki jarak insersi pada tibia sepanjang 6 sampai 10 cm
dibawah plateau tibial sepanjang garis posteromedial tibia. Ligamentum
cruciatum lateral lebih terpisah dari sisi lateral lutut. Ini berjalan dari epikondilus
lateral caput fibula. 6
Ligamentum cruciatum anterior mencegah pergeseran sisi depan tibia
terhadap femur. Ligamen ini berjalan dari depan eminence tibia ke posterolateral
femoral notch. Ligamentum cruciatum posterior mencegah pergeseran belakang
tibia terhadap femur dan mencegah hiperekstensi lutut. Ligamen ini berjalan dari
sisi posterior intercondylar eminence dan tibia proksimal pada garis tengahnya
menuju sisi anteromedial dari intercondylar notch femoral. 6
Untuk menjaga dinamis lutut terdapat otot dan tendon yang melewati sendi
lutut. Otot-otot tersebut tebagi untuk fungsi ekstensi dan fleksi. Otot yang
berfungsi untuk ekstensi adalah quadriceps femoris dan tensor fascia lata. Otot
quadriceps tersusun atas empat otot, yang melekat pada patella dan tendo patella,
kemudian masuk menuju ke tubercle tibia anterior. Otot yang menyusun
quadriceps femoris adalah rektus femoris, vastus lateralis, vastus medialis, dan
vastus intermedial. Otot-otot tersebut dipersarafi oleh nervus femoris. Tensor
fascia lata berasal dari tepi panggul kemudian masuk menuju Gerdy’s tubercle
pada proximal anterior lateral tibia dan dipersarafi oleh nervus gluteal superior. 6
Gambar 4. (a) Kompartemen anterior (b) Kompartemen medial (c)
kompartemen lateral. 7
Fleksor utama sendi lutut adalah otot hamstring, semimembranosus,
semitendinosus, biceps femoris, sartorius dan gracillis. Otot hamstring berasal
dari ischium dan menuju posteromedial tibia proksimal. Mereka menerima
innervasi dari nervus sciatic menuju percabangan nervus sciatic pada daerah tibia
kecuali dua bagian otot bisep, dimana mendapat persarafan dari nervus sciatic
cabang peroneus. Sartorius berasal dari anterosuperior spina iliaka dan gracillis
berasal dari pubis. Sartorius dipersarafi oleh nervus femoralis dan gracillis oleh
nervus obturatur. 6
Otot yang lain yang juga berperan dalam fleksi lutut adalah otot
gastrocnemius dan popliteus, dimana berasal dari aspek posterior kondilus
femoral ke calcaneus dan proksimal tibia. 6
Meniskus adalah dua kartilago dengan bentuk seperti bulan sabit yang berada
pada permukaan proksimal tibia. Struktur ini memungkinkan dua fungsi lutut.
Keduanya meningkatkan area weight-bearing, menurunkan stress terhadap
kartilago artikuler, dan juga memberikan stabilitas pada lutut dengan membuat
permukaan proksimal tibia berbentuk seperti mangkuk. 6
Gambar 5. Tibia tampak superior. 7
Pada fossa poplitea terdapat arteri dan vena popliteal yang berasal dari arteri
femoralis, dan ditutupi oleh tendon adductor magnus menuju kebelakang
melewati ligamentum cruciatum posterior kemudian bercabang ke muskulus
poplitea. Cabang-cabangnya terdiri atas arteri genicular superior lateral, arteri
genicular superior medial, arteri genicular inferior lateral, arteri genicular
inferior medial, arteri anterior dan posterior tibia. 6

Gambar 6. (a) Vaskularisasi sendi lutut (b) Innervasi sendi lutut. 7


4. Mekanisme Trauma 2,3,4,8,9
Fraktur dapat disebabkan dari kecelakaan, stress yang berulang maupun
gangguan pada tulang (fraktur patologis).
1. Fraktur yang disebabkan karena kecelakaan
Pada umumnya fraktur disebabkan oleh kekuatan yang berlebihan yang
terjadi secara tiba-tiba, yang dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung.
a. Langsung
1) Energi tinggi: kecelakaan kendaraan bermotor
a) Sebagian besar berupa fraktur transversal, comminuted, displaced
fractures.
b) Angka kejadian kerusakan terhadap jaringan sangat tinggi.
2) Penetrasi: luka tembakan
a) Pola luka bervariasi.
b) Pada senjata genggam dengan kecepatan rendah tidak dapat
menyebabkan gangguan pada tulang maupun kerusakan jaringan
seperti yang disebabkan oleh energy tinggi (kecelakaan bermotor)
atau kecepatan tinggi (senjata tembak dan senjata mematikan
lainnya).
3) Bending: three- or four-point (ski boot injuries)
a) Obliq yang pendek maupun fraktur transversal dapat timbul,
dengan kemungkinan menghasilkan potongan butterfly.
b) Timbulnya crush injury.
c) Pola comminuted dan segmental sangat berhubungan dengan
kerekatan janringan disekitarnya.
d) Kemungkinan terjadinya kompartemen sindrom harus
diperhatikan
b. Tidak langsung
1) Mekanisme terpelintir
a). Terputarnya kaki dan terjatuh dari ketinggian rendah merupakan
penyebab utama.
b). Spiral, tidak ada pergeseran pada bagian fraktur yang memiliki
hubungan yang sedikit terhadap kerusakan jaringan sekitar.
2). Fraktur Stres
a). Pada pelatihan militer, jenis kecelakaan ini sangat sering timbul
pada sambungan antara metafisis dan diafisis, ditandai dengan
bagian sklerotik pada kortex postero medial.
b). Pada penari balet, fraktur ini biasanya muncul pada 1/3 tengah,
yang biasanya tersembunyi akibat penggunaan yang berlebihan.
c). Temuan radiologi dapat tertunda sampai beberapa minggu.
2. Fraktur karena stres berulang:
Fraktur jenis ini muncul pada tulang yang normal yang menanggung
berat secara berulang-ulang, biasanya terjadi pada atlet, penari dan anggota
militer yang selalu melakukan latihan. Beban yang berat akan
menimbulkan deformitas yang menginisiasi proses normal dari remodeling
tulang, gabungan dari proses reabsropsi tulang dan pembentukan tulang
baru sesuai dengan hukum Wolff’s. Ketika terpajan oleh stress serta proses
deformasi yang berulang dan memanjang, reabsorpsi timbul lebih cepat
daripada penggantian, sehingga meninggalkan daerah yang kosong dan
menyebabkan fraktur. Masalah yang sama timbul pada orang yang sedang
dalam pengobatan sehingga mengganggu keseimbangan proses reabsorpsi
dan penggantian tulang baru.
3. Fraktur Patologi:
Fraktur dapat terjadi dengan stres yang normal jika tulang melemah
akibat perubahan pada strukturnya (contohnya pada osteoporosis,
osteogenesis imperfekta atau Paget’s disease) atau sebuah lesi litik
(contohnya kista pada tulang atau sebuah metastasis).
Gambar 7 . Beberapa pola fraktur dapat dijadikan sebagai patokan
mekanisme penyebab: (a) pola spiral (terputar); (b) pola obliq pendek
(kompresi); (c) potongan segitiga ‘butterfly’ (tertarik) dan (d) pola
transversal (tertekan). Pola spiral dan beberapa obliq (panjang) seringkali
terjadi akibat kecelakaan energi rendah secara tidak langsung; pola tertarik
dan transversal disebabkan kecelakaan energy tinggi secara langsung. 2

5. Diagnosis 1,8,10,11
Riwayat penyakit:

Pasien yang datang biasanya mengeluh rasa nyeri, bengkak dan kelainan
bentuk, juga terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan
menggunakan tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari
tempat yang cedera suatu pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus
femur, patella atau tibia. Umur pasien dan mekanisme cedera itu penting,
kalau fraktur terjadi akibat cedera yang ringan curigailah lesi patologik nyeri,
memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala
itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas jauh
lebih mendukung.
Tanda – tanda lokal :

a) Look (Inspeksi) : Pembengkakan, memar, luka terbuka, hemaarthrosis,


dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,
pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah
apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan
dengan fraktur, cedera terbuka.

b) Feel (Palpasi): Terdapat nyeri tekan setempat, atau teraba perubahan


pada tulang, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk
merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah
adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan

c) Movement (lingkup gerak) : Krepitus dan gerakan abnormal dapat


ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat
menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.

d) NVD (Neuro Vaskular Distal) : Pemeriksaan neurologis berupa


pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelainan
neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan
saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat
menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya. Pulsasi dari arteri
dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta pemeriksaan CRT
(Capillary Refill Time).

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Radiologi (Foto X-ray) yang harus dilakukan pada fraktur
sendi lutut adalah foto AP dan lateral.4
Seorang ahli bedah sebaiknya melihat ciri - ciri foto radiologi AP dan
lateral seperti berikut: 4
a. Lokasi dan morfologi fraktur harus ditentukan.
b. Adanya garis fraktur sekunder: garis ini dapat berubah selama operasi.
c. Adanya fraktur kominutif: hal ini menandakan cedera- energi tinggi.
d. Jarak fragmen tulang yang telah berubah dari lokasi normalnya:
pergeseran fragmen yang luas menunjukkan bahwa jaringan lunak yang
terikat telah rusak dan fragmen mungkin avaskular.
e. Defek osseus: hal ini menunjukkan adanya tulang yang hilang.
f. Garis fraktur dapat meluas ke proksimal hingga ke lutut atau ke distal
hingga ke pergelangan kaki.
g. Keadaan tulang: Apakah ada bukti adanya osteopenia, metastasis, atau
fraktur sebelumnya?
h. Gas dalam jaringan: hal ini biasanya akibat sekunder dari fraktur terbuka
tetapi juga dapat menandakan adanya gas gangren, necrotizing fasciitis,
atau infeksi anaerob lainnya.

Pemeriksaan X-ray adalah hal yang wajib. Harus diingat rule of twos: 2
a. Two views - Setidaknya dibutuhkan dua posisi (anteroposterior dan lateral)
yang harus diambil.
b. Two joints – Pada lengan bawah atau tungkai bawah, satu tulang dapat
fraktur dan mengalami angulasi. Angulasi tidak mungkin terjadi kecuali
tulang lainnya juga rusak, atau sendi dislokasi. Keduanya, sendi atas dan
bawah fraktur harus diambil pada film x-ray.
c. Two limbs - Pada anak-anak, adanya epifisis yang imatur dapat
membingungkan dengan diagnosis fraktur; foto x-ray dari ekstremitas
yang tidak terluka diperlukan untuk perbandingan.
d. Two injuries – Cedera yang parah sering menyebabkan cedera pada lebih
dari satu level. Jadi, pada fraktur calcaneum atau femur penting dilakukan
foto x-ray pelvis dan spine.
e. Two occasions - Beberapa fraktur yang sangat sulit untuk dideteksi segera
setelah cedera, tapi pemeriksaan x-ray yang lain satu atau dua minggu
kemudian dapat menunjukkan adanya lesi. Contoh umum adalah
undisplaced fraktur ujung distal klavikula, scaphoid, neck femur dan
maleolus lateralis dan juga fraktur stress dan cedera fiseal yang tidak
berpindah dimanapun terjadi.
Computed tomography dan magnetic resonance imaging (MRI) biasanya
tidak diperlukan. Technetium scan tulang dan MRI dapat berguna dalam
mendiagnosis stress fraktur sebelum cederanya menjadi jelas pada foto polos.
Angiografi diindikasikan jika dicurigai terdapat cedera arteri.4

6. Klasifikasi dan Tatalaksana Knee Fracture

a. Fraktur distal femur

Gambar 9. Fraktur distal femur.8

Klasifikasi AO 8

1. Tipe A: Ekstra artikuler


a. Tipe A1: Simpel, fraktur suprakondiler menjadi dua bagian
b. Tipe A2: Metaphyseal wedge

c. Tipe A3: Fraktur kominutif suprakondiler
2. Tipe B: Unikondiler

a. Tipe B1: Kondilus lateral, sagital

b. Tipe B2: Kondilus medial, sagital
c. Tipe B3: Koronal
3. Tipe C : Bikondiler
a Tipe C1: fraktur T atau Y suprakondiler nonkominutif
b Tipe C2: Fraktur kominutif suprakondiler
c Tipe C3: Fraktur kominutif suprakondiler dan interkondiler
Tatalaksana 4,5
1). Nonoperasi: dengan menggunakana long leg cast atau skeletal traction,
tetapi cara ini sulit dibuktikan berhasil. Cara ini biasa mengakibatkan
malunion dan non-union. Manajemen non-operative biasanya dilakukan
pada fraktur dengan perubahan tulang yang minimal, atau pada pasien
usia tua, pasien dengan mobilisasi yang kurang, atau pasien yang tidak
bisa diberikan anastesi. 4,5
2). Operasi 4,5
a Plate dan screw dapat digunakan pada fraktur sebagian sendi atau
unikondiler, kemudian diikuti dengan mobilisasi awal menggunakan
cast/brace.
b Intramedullary device (IM nails) ideal untuk fraktur ekstraartikuler
dan bikondiler, khususnya pada usia muda dengan kualitas tulang
yang baik, tetapi kurang memuaskan pada fraktur tipe C3 dimana
terdapat benturan pada sendi yang signifikan. Fiksasi terbuka dan
rekonstruksi juga diperlukan.
c Fiksasi eksterna sering dilakukan pada kerusakan yang berat,
fraktur tipe C3, dan fraktur terbuka.

Manajemen post-operasi 4

1). Trauma pada ekstremitas paling sering menggunakan alat gerakan pasif
sesaat setelah operasi jika kulit dan jaringan lunak bisa toleransi.
2). Fisioterapi untuk memperbaiki gerakan aktif pasien saat berolahraga, dan
dianjurkan untuk tidak menggunakan ekstremitas saat berpijak.
3). Penyembuhan pada usia tua bisa saja tertunda 12 minggu.
b. Fraktur patella 9

Gambar 8. Fraktur Patella 7


Klasifikasi Saunders 8
1. Nondisplaced
2. Transversal
3. Vertikal
4. Stellata
5. Kutub inferior/ superior
6. Kominutif

Tatalaksana 4,5
1). Non-operasi : Tatalaksana ini cocok untuk fraktur non-displaced patella
dengan fungsi ekstensor baik. Jika terdapat hemaarthrosis, dianjurkan
untuk aspirasi, sebelum imobilisasi dengan silinder atau brace
dilepaskan. Latihan quadriceps dianjurkan setelah masa istirahat. Brace
dapat dilepaskan setalah 4-6 minggu. 4,5
2). Operasi : 4,5
a. Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) : Metode ini telah
menggunakan cerclage wire, tension band wire, dan two Kirschner
wires, atau lag screw fixation. Pada kasus tersebut apabila terdapat
fraktur kominutif, pengeluaran fragmen kecil dapat dilakukan.
Imobilisasi dianjurkan sampai penyembuhan luka dimulai, tetapi
mobilisasi dini dapat dilakukan dalam beberapa hari. Indikasi
dilakukan ini adalah apabila pasien kehilangan fungsi ekstensi aktif,
> 2mm perubahan posisi sendi, >3mm pemindahan fragmen, atau
fraktur terbuka. Pada pasien dengan fraktur kominutif berat atau
marginal, imobilisasi dilakukan selama 3-6 minggu.
b. Patellektomi parsial: Untuk memperbaiki fungsi ekstensor dapat
dilakukan internal fiksasi. Reseksi kutub inferior adalah satu-satunya
indikasi apabila terjadi fraktur kominutif yang parah. Rekonstruksi
anatomi normal patella adalah tujuan pada kasus fraktur patella.
c. Patellektomi total : Patellektomi total dilakukan pada fraktur
kominutif berat, tetapi jarang dilakukan. Perbaikan retinakuler
medial dan lateral yang rusak pada saat patellektomi sangat penting.
Baik patellektomi total maupun parsial, sendi lutut harus
diimobilisasi dengan cast pada posisi fleksi 10 derajat selama 3-6
minggu.
c. Fraktur proksimal tibia

Gambar 9. Fraktur Plateau Tibia 7

Klasifikasi Schatzker 8

1. Tipe I:
Fraktur lateral plateau, split fracture


2. Tipe II:
 Fraktur lateral plateau, split depression fracture
3. Tipe III:
 Fraktur plateu lateral, fraktur depresi
4. Tipe IV:
 Fraktur medial plateau
5. Tipe V:
 Fraktur plateau bikondiler
6. Tipe VI: Fraktur plateau dengan disertai disosiasi metafisis dan diafisis
Tatalaksana 4,5
1). Nonoperasi 4,5
Traksi dan mobilisasi dini : Indikasi untuk fraktur nondisplaced atau
dengan displaced minimal serta pada pasien osteoporosis. Ini dianjurkan
oleh Apley pada tahun 1950, dimana dilaporkan hasil yang baik pada
78% pasien. Indikasi konservatif adalah pada fraktur depresi kurang dari
4 cm. Pengobatan konservatif pada mobilisasi dini untuk traksi, diikuti
dengan penggunaan cast/ brace selama 6 minggu. Fraktur depresi dengan
4-8 mm harus dipikirkan untuk elevasi, bone grafting, dan fiksasi
internal, sesuai usia dan aktifitas pasien. Apabila varus/valgus >15 o, atau
terdapat depresi >8 mm, indikasi dilakukan fiksasi interna.
2). Operasi 4,5
a Arthroscopy dilakukan untuk mengevaluasi permukaan sendi,
meniskus dan ligamentum cruciatum. Ini juga dapat dilakukan untuk
penanganan hemarthrosis dan debris, untuk prosedur meniskus, dan
untuk arthroscopic-assisted reduction and fixation.
b Open Reduction and Internal Fixation (ORIF). Fiksasi fraktur
dapat menggunakan plate dan screw, atau hanya menggunakan
screw. Pemilihan implan ini berhubungan dengan bentuk fraktur,
derajat perubahan fragmen, dan kemampuan ahli bedah dengan
prosedur operasi.
c Fiksasi Eksternal dapat digunakan pada fraktur segmental dan
bikondiler, atau kasus dimana kulit dan jaringan lunak terkena
trauma parah. Seperti kerusakan pada trauma high energy, yang
sering pada benturan atau kerusakan jaringan lunak yang luas.

Manajemen post operasi


Pergerakan awal dapat dilakukan setelah operasi dan lutut menggunakan
cast/brace selama 8 minggu, tidak melakukan pijakan selama 6 minggu.
Walaupun permukaan sendi tidak dapat betul-betul direkonstruksi,
penyusunan kembali sendi lutut adalah yang terpenting untuk bedah
rekonstruksi selanjutnya. 5

7. Penatalaksanaan fraktur secara umum


Dari semua penanganan kecelakaan, atasi syok merupakan langkah awal dan
fraktur dibidai sebelum dipindahkan. Bidai fraktur dengan metode Thomas-tipe
splint untuk mengurangi perdarahan dan rasa nyeri. Berikan antibiotik dan
analgetik intravena.2
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi,
dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi:10
a Reduksi
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal. Sasarannya adalah untuk
memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya.
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip
yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus,
reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami
penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum
reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan,
analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia.
Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips,
bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga
reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x
harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b Imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai
terjadi penyembuhan. Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah
dengan alat-alat “eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator
eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup,
kawat, batang, dll).
c Rehabilitasi
Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada
bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan
mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk
meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas
dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas
hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat
memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas
semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.
Pengobatan yang dapat diberikan pada fraktur sendi lutut: 11
1. Terapi Konservatif
a). Bed Rest
Bed rest merupakan salah satu jenis metode pengobatan, baik
secara umum ataupun hanya lokal dengan mengistirahatkan anggota
gerak/tulang belakang dengan cara-cara tertentu.
b) Pemberian alat bantu
Alat bantu ortopedi dapat terbuat dari kayu, aluminium atau
gips, berupa bidai, gips korset, korset badan, ortosis (brace), tongkat
atau alat jalan lainnya. Pemberian alat bantu bertujuan untuk
mengistirahatkan bagian tubuh yang mengalami gangguan, untuk
mengurangi beban tubuh, membanu untuk berjalan, untuk stabilisasi
sendi atau utuk mencegah deformitas yang ada bertambah berat.
Alat bantu ortopedi yang diberikan bisa bersifat sementara
dengn menggunakan bidai, gips pada badan (gips korset), bisa juga
untuk pemakaian jangka waktu lama/permanen misalnya pemberian
ortosis, protesa, tongkat atau pemberian alat jalan lainnya untuk
menyangga bagian-bagian dari anggota tubuh/anggota gerak yang
mengalami kelemahan atau kelumpuhan pada penderita. Traksi kulit
merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif
untuk mengurangi spasme otot. Traksi tulang berimbang dengan
bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama fraktur
yang bersifat komunitif dan segmental. Menggunakan cast bracing
yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis.
c) Pemberian obat-obatan
Pemberian obat-obatan dalam bidang ortopedi meliputi:
1). Obat-obat anti-bakteri
2). Obat-obat anti inflamasi
3). Analgetik dan sedatif
4). Vitamin
5). Injeksi lokal.
2. Terapi Operatif 10,11
a). Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan
distal femur.
b). Mempergunakan K-nail, AO-nail, atau jenis-jenis lain baik dengan
operasi tertutup ataupun terbuka.
c). Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur komunitif.
Infected pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak yang hebat.
Indikasi Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) :10,11

1). Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avaskulerr necrosis
tinggi
2). Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
3). Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
4). Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi ada 3 jenis, yaitu komplikasi dini, lambat
dan komplikasi lanjut..2,4
1. Early : 2,4
a. Vaskuler : Sindrom kompartemen, trauma vaskuler
b. Neurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer
c. Crush syndrome
2. Delay : 2,4
a Infeksi : Jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan adanya
luka terbuka dan dicurigai akibat debridemen berulang.

b Osteoarthritis: Kejadian atau insidensinya bermacam-macam dan


bergantung dari derajat benturan dan kemampuan reduksi. Gejala
dapat timbul setelah satu atau dua dekade setelah trauma.
Keseluruhan tergantung pada usia, dan gaya hidup dari pasien.

c Sistemik : emboli lemak, emboli paru


3. Late : 2,4

a Malunion : Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal


(angulasi, perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal
b Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari
normal
c Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu

d Joint stiffness: Kekakuan pada sendi. Kekakuan tidak selalu berat,


dengan mayoritas pasien mampu mencapai ekstensi penuh dan fleksi
lebih dari 90o.

e Kerusakan nervus peroneus : trauma yang sering terjadi apabila


fraktur pada aspek lateral .
f Refracture : Sekitar 1-5 % kejadian, yaitu berkurangnya kekuatan
pada sisi yang sebelumnya fraktur.

g Berkurangnya kemampuan pergerakan sendi : komplikasi sekunder


akibat yang paling sering terjadi akibat scar, kerusakan otot
quadriceps.

8. Prognosis
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang
menakjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur
dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang
hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah
tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan
memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti
imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan,
selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial
dalam penyembuhan fraktur.11
DAFTAR PUSTAKA
1. Kottmeier, S. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Distal Femur
(Thighbone) Fractures of the Knee.[online]. 2008 [cited 2015 November 9
]; Available from: URL:
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00364
2. Nalyagam S. Principles of Fractures. In: Solomon L. Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures. Ninth edition. UK: 2010. p. 687-693.
3. Bucholz, R W.; Heckman, James D. Fractures of The Femur. In: Court-
Brown, Charles M. Rockwood & Green's Fractures in Adults, 7th Edition.
UK: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. p. 1868-76.
4. Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D. Handbook of Fractures, 4th
Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2006.p. 420-8, 439-45,
455-63
5. Keebe, G. Key Topic in Orthopaedic Trauma Surgery. London: Bios
Scientific. 2000. P. 46-8, 146-7, 287-9
6. Wiesel, S. Essentials of Orthopaedic Surgery, 3rd Edition. USA: 2007. P.
454-7.
7. Thompson, J. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy, 2nd Ed. Elsevier
Saunders, 2010. Hal: 251, 266-8, 286-322.
8. Mostofi, SB. Fracture Classification in Clinical Practice. London:
Springer. 2006. 53-60.
9. Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of Orthopaedics 6th Edition.
Philadelphia; Saunder Elsevier. 2012. p. 315-6.
10. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit PT Yarsif
Watampone, Jakarta, 2009. Hal 82-85, 92-94, 355-361, 364
11. Apley GA, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi Dan Fraktur Sistem Apley.
Edisi ke-7. Jakarta, 1995. Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai