ID Pengolahan Limbah Cair Industri Farmasi
ID Pengolahan Limbah Cair Industri Farmasi
Jurnal Riset
Teknologi Pencegahan Pencemaran
Industri
Journal homepage : ejournal.kemenperin.go.id/jrtppi
formula melalui proses fermentasi, ekstraksi, dan/atau aerob dapat memberikan konsentrasi biomass yang
sintesis kimia, dan (2) proses formulasi produk farmasi lebih tinggi dan waktu tinggal yang lebih singkat
akhir. Industri farmasi dapat menghasilkan limbah cair (Shawaqfeh 2010). Teknologi di atas memiliki
yang bersumber dari proses-proses produksi, proses kelebihan masing-masing, namun masih belum
pencucian alat produksi, kegiatan laboratorium dan mampu memberikan hasil yang optimal jika diterapkan
sisa produk yang tidak memenuhi spesifikasi atau dari sebagai sistem tunggal. Oleh karena itu, kombinasi dari
kegagalan proses. Limbah cair yang dihasilkan bersifat teknologi-teknologi tersebut dapat menjadi opsi
beracun, rekalsitran, serta mengandung senyawa terbaik dalam sistem pengolahan limbah cair industri
organik dan anorganik terlarut (Oktem et al. 2008; farmasi.
Schröder 1999). Oleh karena itu, limbah cair industri
farmasi memiliki nilai BOD (Biochemical Oxygen 2. METODE PENELITIAN
Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), dan TSS
(Total Suspended Solids) yang tinggi dan dapat 2.1.Bahan dan Alat
menimbulkan risiko bagi lingkungan dan kesehatan Bahan yang digunakan dalam penelitian
manusia (Project et al. 1997). Penelitian sebelumnya ini adalah limbah cair industri farmasi formulasi,
telah mengolah limbah cair farmasi dengan mikroba anaerob dan lumpur aktif, makronutrien
menggunakan proses anaerob (Chelliapan et al. 2006; (nitrogen dan fosfor), ferro sulfat (FeSO4.7H2O),
Chelliapan et al. 2011; Ng et al. 2014; Oktem et al. 2008). Polyaluminium chloride (PAC), aluminum sulfat
Namun kualitas keluaran dari pengolahan anaerob (Al2(SO4)3.18H2O), anion dan kation. Peralatan yang
masih cukup tinggi dan belum mampu memenuhi digunakan dalam uji coba meliputi unit Upflow
ambang untuk dibuang ke lingkungan (Oktem et al. Anaerobic Sludge Bed Reactor (UASBr), Unit reactor
2008). Peneliti lain menggunakan proses chemical Aerob, pompa peristaltik (Cole Parmer Masterflex L/S
oxidation untuk mengolah komponen antibiotik yang 7518-62), dan Jar test (Phipps & Bird).
ada di dalam limbah farmasi dengan efisiensi tinggi,
namun proses pengolahannya dapat menghasilkan 2.2. Prosedur Penelitian
produk samping lain yang bersifat toksik (Hey
2013).Teknologi fisika-kimia diaplikasikan oleh peneliti 2.2.1. Karakterisasi limbah
lain dalam pengolahan limbah cair farmasi, namun Limbah cair yang digunakan dalam percobaan diambil
proses ini membutuhkan bahan kimia dengan dosis dari salah satu industri farmasi formulasi yang ada di
yang cukup besar untuk memperoleh efisiensi yang Semarang yang memiliki unit produksi β-laktam.
tinggi (Jiang & Zhou 2013). Limbah cair yang berasal dari unit tersebut
Integrasi proses anaerob dan fisika-kimia serta memberikan kontribusi sebesar 6% dari volume total
anaerob-aerob telah diaplikasikan sebelumnya untuk limbah yang dihasilkan dan telah mendapatkan pre-
mengolah berbagai limbah dengan efisiensi penurunan treatment¬ (penambahan NaOH) sebelum
COD yang tinggi (Aiyuk et al. 2004; Irenosen et al. 2014; digabungkan dengan limbah dari unit produksi lain.
Kalyuzhnyi et al. 2005; Sklyar, V., Epov, A., Gladchenko, Karakteristik umum dari limbah cair yang digunakan
M., Danilovich, D. 2003; Tiehm & Schmidt 2011; dapat dilihat pada Tabel 1.
Shawaqfeh 2010). Teknologi anaerob pada prinsipnya
didasarkan pada proses oksidasi senyawa organik yang Tabel 1 . Karakteristik limbah cair
bersifat biodegradable oleh bakteri. Di lain sisi, proses
fisika-kimia memiliki efisiensi tinggi namun No Parameter Konsentrasi (mg/L)
menghasilkan deposit lumpur dalam jumlah yang
1. TSS 126
cukup banyak. Sementara, kombinasi proses anaerob-
F.Crisnaningtyas et al./Jurnal Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri 7 (1) (2016) 13-21 15
4. pH 7,4
(a)
(b)
Reaktor Hanna HI 839800 dan mengacu pada Standard Proses aklimatisasi dilakukan dengan menggunakan air
Method (APHA 1999). Pengukuran parameter lain, limbah 10% hingga 90% secara bertahap dan substrat
seperti BOD dan TSS juga mengacu pada Standard gula. Gula dipilih sebagai substrat karena merupakan
Method. karbohidrat terlarut yang siap terdegradasi namun
3. HASIL DAN PEMBAHASAN tidak membatasi proses biodegradasi anaerobik.
Efisiensi penurunan COD yang fluktuatif pada masa
3.1. Anaerob aklimatisasi kemungkinan disebabkan karena adanya
Percobaan anaerob didahului dengan proses komponen kurang biodegradable namun dapat
aklimatisasi selama 14 hari pada OLR 0,5 – 0,8 kg teroksidasi dalam air limbah industri farmasi (Gambar
COD/m3hari (HRT 25 jam) dan mampu menurunkan 2 ).
COD dengan efisiensi mencapai 69% (Gambar 2).
2 Proses kontinyu 100% limbah 0,5 – 0,8 7,0 – 8,7 6,5 – 8,7
F. Crisnaningtyas et al./Jurnal Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri 7 (1) (2016) 13-21 17
70%
1400
COD (mg/L)
50%
1000
40%
800 1
30%
600
20%
400 0.5
10%
200
0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
hari hari
2.5 100%
50%
Efisiensi penurunan COD (%)
2
OLR (kg COD/m3hari
0%
1.5
-50%
1
-100%
0.5 -150%
0 -200%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Hari
Gambar 4. Grafik OLR (■) dan efisiensi penurunan COD (♦) pada proses anaerob
F. Crisnaningtyas et al./Jurnal Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri 7 (1) (2016) 13-21 18
700 120%
100 20%
0 0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
hari
Gambar 5. Grafik CODi (▲) dan efisiensi penurunan COD (♦) pada sistem aerob
Setelah aklimatisasi selesai, proses anaerob ideal (7 – 8,7) pada pH optimum methane producing
kontinyu dilakukan pada kisaran OLR 0,5 - 2 kg archaea (MPA) dilakukan untuk memberikan
COD/m3 hari. Nilai COD effluen nampak mengalami lingkungan yang menguntungkan bagi
kenaikan pada awal proses anaerob (Gambar 3). Hal mikroorganisme dan meningkatkan proses anaerob
ini ditandai dengan terbentuknya sludge yang (Lu et al. 2015). Pengaturan pH pada kisaran tersebut
cenderung ringan (flocculent) dan keluar dari sistem juga dilakukan untuk mencegah terjadinya overload
reaktor (sludge washout) (Prashant 2003). Fenomena VFA (Volatile Fatty Acids) yang merupakan produk
ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti intermediet dari proses anaerob sehingga kestabilan
shock loading, terperangkapnya gas dalam sludge proses anaerob dapat terjaga (Oktem et al. 2008).
bed, atau tertangkapnya partikulat dari limbah di Oleh karena itu, kondisi steady-state dapat dicapai di
dalam sludge (Khan et al. 2015). Namun pada akhir akhir proses dengan efisiensi penurunan COD
percobaan (OLR 0,8 kg COD/m3hari), COD effluen mencapai 74% dan kisaran COD effluen mencapai
mulai menunjukkan nilai yang stabil. Pengaturan pH 141,38 – 282,57 mg/L (Gambar 3 ).
3.2. Aerob pretreatment sebelum proses AS akan meningkatkan
Sistem Activated Sludge (AS) menunjukkan tingkat biodegradability dan membantu proses
ketidakstabilan pada awal proses pengolahan mineralisasi komponen rekalsitran yang terkandung
(Gambar 5). Ketidakstabilan ini dapat disebabkan dalam air limbah farmasi (Mansour et al. 2014).
karena terjadinya fase lag atau masa aklimatisasi Komponen rekalsitran dalam air limbah farmasi
mikroorganisme terhadap air limbah. Hal ini juga dapat menjadi biodegradable melalui proses oksidasi
dialami oleh penelitian lain yang mengolah limbah awal (pada proses pretreatment) hingga terbentuk
cair yang mengandung pestisida (Fontmorin et al. by-product berupa senyawa aromatis dan asam
2013). Peningkatan efisiensi penurunan COD karboksilat rantai pendek yang akan lebih mudah
kemudian diperoleh setelah 7 hari, dimana proses didegradasi oleh mikroorganisme aerob.
dapat menurunkan COD hingga mencapai 95 – 97%.
Hal ini dimungkinkan karena terjadinya proses 3.3. Koagulasi Flokulasi
asimilasi spontan produk degradasi dari proses Koagulasi flokulasi dilakukan untuk
sebelumnya (anaerob) oleh mikroorganisme aerob mengolah keluaran (effluent) dari proses
(Fontmorin et al. 2013). Hasil ini senada dengan hasil sebelumnya, yaitu proses anaerob. Penelitian
penelitian lain yang menyebutkan bahwa dilakukan dengan menggunakan variasi koagulan
F. Crisnaningtyas et al./Jurnal Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri 7 (1) (2016) 13-21 19
antara lain, ferro sulfat (FeSO4.7H2O), PAC dan untuk masing-masing koagulan menggunakan suhu
aluminum sulfat (Al2(SO4)3.18H2O) dengan kamar dan pH alami. Tidak dilakukan penyesuaian
konsentrasi 10%. Sedangkan variasi flokulan yang pH maupun suhu. Berdasarkan penelitian
digunakan adalah anion dan kation. Proses koagulasi sebelumnya, pengaturan suhu dan pH dalam proses
dilakukan selama 2 menit dengan gradien koagulasi flokulasi tidak diperlukan, karena hal
kecepatan(G) 700 detik-1 dan proses flokulasi tersebut tidak mempengaruhi hasil. Proses akan
dilakukan selama 15 menit dengan nilai pada gradien lebih efektif apabila dilakukan pada suhu kamar dan
kecepatan 25 detik-1. Influent dari proses koagulasi pH alami limbah (Ghaly et al. 2006)
menggunakan effluent proses anaerob. Suhu dan pH
80.00% 76.13%
70.00% 66.18%
60.00%
penurunan COD
48.56%
50.00% 43.97%
40.29%
40.00% 37.54%
33.86%
30.00% 27.43% 26.39%
20.00%
10.00%
0.00%
Fe Fe + Fe + Tawas Tawas + Tawas + PAC PAC + PAC +
anion kation anion kation anion kation
Jenis Koagulan
Gambar 6. Efisiensi penurunan COD pada berbagai jenis koagulan dan flokulan
Dari ketiga jenis koagulan yang digunakan mencapai 76,13%. Hal ini terjadi karena terjadi tarik
dalam uji coba pengolahan limbah farmasi tersebut, menarik antara partikel bermuatan negative dengan
aluminum sulfat merupakan jenis koagulan yang kation sehingga membentuk suatu ikatan partikel
paling efektif jika dibandingkan dengan PAC dan yang lebih besar dari yang dibentuk pada proses
ferro sulfat (Gambar 6). Efisiensi penurunan COD koagulasi.
yang dihasilkan jika menggunakan aluminum sulfat Proses koagulasi flokulasi dilanjutkan dengan
mencapai 66,18%. Sedangkan dengan PAC dan ferro melakukan variasi volume alumunium sulfat yang
sulfat efisiensi penurunan COD hanya mencapai ditambahkan. Penambahan dilakukan mulai dari
37,54% dan 40,29%. Oleh karena itu, koagulan yang 0,25 mL, 0,5 mL, 0,75 mL, sampai 1,0 mL. Dengan
paling efektif adalah aluminum sulfat. Jika volume sampel dan jumlah kation yang sama,
ditambahkan flokulan, hasil yang paling efektif efektifitas penurunan COD yang dihasilkan
adalah ketika aluminum sulfat dicampur dengan menunjukkan hasil yang berbeda (Gambar 7).
kation. Nilai penurunan COD yang dihasilkan
F. Crisnaningtyas et al./Jurnal Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri 7 (1) (2016) 13-21 20
Efisiensi penurunan COD pada penambahan pengolahan limbah secara koagulasi flokulasi.
aluminum sulfat sebesar 0,25 mL adalah sebesar Penambahan koagulan yang terlalu banyak akan
73,53% (Gambar 7). Sedangkan penambahan membuat proses pembentukan flok menjadi tidak
alumunium sulfat sebanyak 0,5 mL, 0,75 mL dan 1,0 efektif. Ketika jumlah koagulan berlebih, partikel
mL memberikan hasil penurunan COD secara koloid berubah menggumpal dan bertumbukan antar
berturut-turut yaitu 73,53%, 58,05%, 55,56% dan partikel. Jika kelebihan koagulan tersebut
47,55%. Nilai efisiensi penurunan COD tertinggi ditambahkan dalam air limbah, maka hasil dari
mencapai 73,53% yaitu pada penambahan aluminum kelebihan penyerapan ion Al3+ dan Fe3+ akan berbalik
sulfat sebanyak 0,25 mL. atau pecah kembali (dari negative menjadi positif)
Berdasarkan hasil uji coba dengan variasi dan partikel kembali tidak stabil. Sehingga flok yang
penambahan volume koagulan, semakin banyak seharusnya terbentuk, akan pecah kembali. Hal
aluminum sulfat yang ditambahkan, efisiensi inilah yang menyebabkan penurunan nilai efisiensi
penurunan COD semakin kecil. Kondisi ini terjadi COD yang ada di air limbah akibat dari penambahan
karena semakin banyak koagulan yang ditambahkan koagulan yang berlebih (Ghaly et al. 2006).
belum tentu akan meningkatkan efektifitas
80% 73.53%
70%
58.05%
60% 55.56%
penurunan COD
47.55%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
0.25 mL 0.5 mL 0.75 mL 1 mL
Variasi dosis Aluminum Sulfat