Anda di halaman 1dari 83

RESUME

“ LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN


KEPERAWATAN PADA SISTEM ONKOLOGI”

OLEH:
SERLIN MOHAMAD UMAR
C01416090
KEPERAWATAN C 2016

PROGRAM STUDY NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2018
LAPORAN PENDAHULUAN KANKER PARU-PARU

A. KonsepMedis
1. Definisi
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di
paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan
metastasis tumor di paru (Suryo, 2014). Metastasis tumor di paru adalah
tumor yang tumbuh sebagai akibat penyebaran (metastasis) dari tumor
primer organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer yakni tumor
ganas yang berasal dari epitel bronkus. Kanker paru-paru adalah
pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru-paru
dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama asap
rokok.( Suryo, 2014).
2. Etiologi
a. Merokok: Sebanyak 90% dari kanker-kanker paru-paru timbul sebagai
akibat daripenggunaan tembakau (Jusuf, 2015).
b. Paparan asbes: Serat-serat asbes (asbestos fibers) adalah serat-serat
silikat (silicate fibers)yang dapat menetap untuk seumur hidup dalam
jaringan paru seiring denganpaparan pada asbes-asbes (Dodi, 2014).
Kanker paru dan mesothelioma (suatu tipekanker dari pleura atau dari
lapisan rongga perut yang disebut peritoneum)dikaitkan dengan paparan
pada asbes-asbes.
c. Radon gas: Radon gas adalah suatu gas mulia secara kimia dan alami
yang adalah suatupemecahan produk uranium alami (Produk radio
aktif) (Harryanto, 2013). Ia pecahatau hancur membentuk produk-
produk yang mengemisi suatu tipe radiasi yangmengionisasi.
d. Genetik: Pada faktor genetik terdapat mutasi/ perubahan beberapa gen
yang berperan dalam kanker paru, yakni:
e. Proto onkogen adalah gen yang mengkode dan mengatur pembentukan
protein untuk pertumbuhan.
f. Tumor supressor gene adalah gen yang mengurangi kemungkinan
bahwa sebuah sel dalam organisme multisel akan berubah menjadi sel
tumor.
g. Gene encoding enzyme adalah enzim yang mengkode gen yang
mengalami mutasi.
h. Polusi Udara: Sebanyak 1 % kematian karena kanker paru disebabkan
oleh pernapasanudara yang terpolusi, dan ahli-ahli percaya bahwa
paparan yang memanjang (lama)pada udara yang terpolusi sangat tinggi
dapat membawa suatu risiko serupa denganyang dari merokok pasif
untuk mengembangkan kanker paru (Harryanto, 2013).
i. Konsumsi Zat Karsinogen: Zat kimia ini umumnya berasal dari
pewarna, pengawet, maupun bahantambahan makanan atau minuman
yang berbahaya bagi tubuh.
3. Manifestasi klinis
Menurut Davey (2005) manifestasinya bisa tanpa gejala, gejala non
spesifik (40% kurang tenaga, anoreksia, dan penurunan BB), gejala
akibat kanker primer, penyebaran lokal, metastasis jauh, atau
nonmetastasis.
a. Efek kanker primer: batuk (≥50%): sesak napas terjadi akibat
obstruksibronkus, kolaps lobus atau efusi pleura, hemoptisis (≥35%).
Mengi atau stridor menetap menunjukkan adanya penyempitan pada
saluran pernapasan besar.
b. Efek penyebaran lokal: nyeri lokal akibat terkenanya dinding dada.
Tumor di apeks menginvasi pleksus brakialis (nyeri menjalar ke lengan).
Invasi ke mediastinum menyebabkan kelumpuhan nervus laringgeus
rekuren (suara serak), obstruksi vena cava superior, kelumpuhan nervus
frenikus (sesak napas), dan penekanan esofagus (disfagia).
c. Efek metastasis jauh: metastasis terjadi pada tulang (nyeri atau
hiperkalsemia), hati (asimptomatik, nyeri kapsular), atau otak (nyeri
kepala, bingung).
d. Manifestasi nonmetastasis: endokrin – SIADH (syndrome of
inappropriate release of antidiuretic hormone) (hiponatremia terutama
pada kanker paru sel kecil), hiperkalsemia (berhubungan dengan peptida
hormon paratiroid pada 6% kanker sel skuamosa), sekresi hormon
adrenokortikotropik.
e. Gejala neurologis: biasanya berhubungan dengan metastasis. Manifestasi
nonmetastasis diantaranya sindrom miastenia lambert-eaton. Degenerasi
serebelum, neuropati perifer, enselopati, neuropati campuran dan
sensoris semuanya relatif jarang.
f. Clubbing: terutama pada karsinoma sel skuamosa.
g. Gejala lain: dermatomiositis, dan sindrom nefrotik bisa ditemukan
walaupun jarang.
4. Stasium Ca Paru
a. Stadium I: sel kanker hanya ditemukan di paru sedangkan jaringan di
sekitarnya tetap normal. Stadium I dibagi menjadi stadium IA dan IB,
tergantung ukuran tumor.
b. Stadium II: sel kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening, dinding
dada, diafragma, lapisan yang mengelilingi jantung. Stadium II dibagi
menjadi stadium IIA dan IIB, tergantung ukuran tumor atau ada
tidaknya sel kanker di kelenjar getah bening sekitarnya.
c. Stadium III: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening dan bagian
dada diantaranya jantung dan paru. Pembuluh darah di bagian ini juga
telah terkena. Kanker mungkin juga telah menyebar ke leher bawah.
d. Stadium IIIA: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di dada
bagian tengah, di sisi yang sama dimana kanker bermula.
e. Stadium IIIB: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di sisi
dada yang lainnya.
f. Stadium IV: kanker telah menyebar ke paru lain atau bagian tubuh yang
berbeda dan tak dapat dihilangkan dengan operasi atau pembedahan.

Penderajatan internasional kanker paru berdasarkan sistem TNM


STAGE TNM
Occult carcinoma Tx NO MO
O Tis NO MO
IA T1 NO MO
IB T2 NO MO
IIA T1 N1 MO
IIB T2 N1 MO
IIIA T3 NO MO
T3 N2 MO
IIIB Seberang T N3 MO
T4 Seberang N MO
IV Seberang T Seberang N Seberang T

Kategaori TNM untuk Kanker Paru


T : tumor primer
T0 : tidak ada bukti ada tumor primer. Tumor primer sulit dinilai,
atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada
sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radiologis atau
bronkoskopik
Tx : tidak ada bukti ada tumor primer. Tumor primer sulit dinilai,
atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada
sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radiologis atau
bronkoskopik
Tis : karsinoma in situ
T1 : tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm,
dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara
bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus.
Tumor supervisial seberang ukuran dengan komponen invasif
terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus
utama.
T2 : setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sbb:
a. Garis tengah terbesar > 3 cm
b. Mengenal bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari
karina mengenai pleura viseral.
c. Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif
yang meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh
paru.

T3 : tumor seberang ukuran dengan perluasan langsung pada dinding


dada, diafragma, pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus
utama yang jaraknya < 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang
berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif
seluruh paru

T4 : tumor seberang ukuran yang mengenai mediastinum atau


jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra,
karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura ganas atau satelit
tumor nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor
primer.

N : kelenjar getah bening regional

Nx : kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0 : tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening

N1 : metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau


hilus ipsilateral termasul perluasan tumor secara langsung.

N2 : metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral


dan/atau KGB subkarina

N3 : metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB


skalenus/ supraklavila ipsilateral/ kontralateral

M : metastasis jauh
Mx : metastasis tak dapat dinilai

M0 : tak ditemukan metastasis jauh

M1 : ditemukan metastasis jauh

5. Komplikasi
a. Hemotorak
b. Pneumotorak
c. Efusi pleura
d. Empiema
e. Endokarditis
f. Metastasis sel kanker ke bagian tubuh lain
6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Radiologi.
1) Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi
dada.Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat
mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran
dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus,
effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
2) Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
b. Laboratorium.
Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
c. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
d. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
e. Histopatologi.
f. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
g. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
h. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi.
1) Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening
yang terlibat.
2) Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam
– macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan stadium


Untuk kanker bukan sel kecil
a. CT toraks memeriksa tempat metastasis tersering yaitu hati dan
kelenjar adrenal (4%). KGB mediastinum dengan ukuran <1 cm tidak
berbahaya pada 25% pasien dan tindakan bedah tidak dibutuhkan
kecuali hasil mediastinoskopi untuk pengkuran stadium di meja
operasi positif
b. Scan tulang isotop untuk metastasis ke tulang (nyeri tulang atau
hiperkalsemia)
c. CT otak: untuk gangguan neurologis.
7. Penatalaksanaan Ca Paru
Penatalaksanaan Ca Paru menurut Gledle (2007) sebagai berikut:
a. Pembedahan memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun
hanya <25% kasus yang bisa dioperasi dan hanya 35% diantaranya
(5% dari semua kasus) yang tetap hidup setelah 5 tahun. Tingkat
mortalitas perioperatif sebesar 3% pada lobektomi dan 6% pada
pneumonektomi.
b. Radioterapi radikal digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil
yang tidak bisa dioperasi. Terapi radikal sesuai untuk penyakit yang
bersifat lokal, dan hanya menyembuhkan sedikit diantaranya.
c. Radioterapi paliatif untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri
lokal. Metastasis ke otak diobati dengan steroid dan radioterapi
d. Kemoterapi digunakan pada kanker paru sel kecil, karena pembedahan
tidak pernah sesuai dengan histologi kanker.
e. Terapi endobronkial seperti krioterapi, terapi laser, atau penggunaan
stent bisa memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan
penyakit endobronkial yang signifikan.
f. Perawatan paliatif. Opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan
dispnea. Steorid membantu mengurangi gejala nonspesifik dan
memperbaiki selera makan. Dukungan dari perawat, keluarga, dan
spesialis perawatan sangat penting.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci
untuk diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan
tanda awal penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak yang banyak
dan kadang-kadang bercampur darah, sesak nafas dengan suara
pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan
menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang mendukung.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker
paru adalah factor usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dan
terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.
b. PemeriksaanFisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan
berupa perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran
kelenjar getah bening dan tanda-tanda obstruksiparsial, infiltrate dan
pleuritis dengan cairan pleura.
c. PemeriksaanLaboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :
1) Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru.
Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau
pemeriksaan analisis gas.
2) Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada organ-organ lainnya.
3) Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh
karena metastasis.

2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d akumulasi sputum

b. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan ventilasi perfusi

c. Defisit Nutrisi b.d anoreksia


3. Rencana keperawatan

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan KH (Outcome) Intervensi (NIC)

1. Bersihan Jalan Napas Tidak Tujuan: jalan napas bersih seteah Airway management/airway suctioning/chest fisioteraphy

Efektif b.d sekresi dalam diintervensi 1x24 jam - Buka jalan napas klien dan Posisikan pasien untuk memaksimalkan

bronki, mukus berlebih Dengan kriteria hasil (outcome): ventilasi

ditandai dengan: Ronkhi (-) - Pasang oral atau nasoparingeal untuk membuka jalan napasi jika

DS: RR: 16-20 x/menit, sesak (-) diperlukan

Pasien mengeluh batuk, - Keluarkan sekresi dengan penghisapan lendir

mengeluh sesak - Kaji dan pantau status pernapasan: suara napas, penurunan ventilasi,

DO: atau adanya suara napas tambahan

Terdengar ronkhi - Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah penghisapan lendir

RR 25 x/menit - Gunakan teknik aseptik/standar precaution: sarung tangan, masker,

Sputum berlebihan goggle

- Lakukan fisioterapi dada di area yang terdengar sputum: perkusi,


vibrasi, postural drainase yang tepat

- Lakukan terapi uap pada pasien dan ajarkan batuk efektif

- Anjurkan batuk selama dan setelah postural drainase

- Monitor jumlah dan tipe sputum yang dikeluarkan

- Ukur saturasi oksigen dengan spirometri

- Monitor status pernapasan dan oksigenasi klien

- Anjurkan untuk memperbanyak intake cairan untuk mengoptimalkan

pengeluaran sputum

- Berikan bronkodilator, mukokinetik, bila diperlukan/sesuai indikasi

2. Gangguan pertukaran gas Setelah diintervensi 2x 24 jam Oksigen therapy/respiratory monitoring

b.d gangguan ventilasi gangguan pertukaran gas teratasi - Bersihkan sekresi orala, nasal dan trakeal dengan penghisapan lendir

perfusi ditandai dengan KH/Outcome: nilai AGD normal - Pertahankan kepatenan jalan napas

Nilai AGD tidak normal Pernapasan normal - Berikan oksigen dan monitor aliran liter oksigen

Pernapasan abnormal Sianosis (-) - Monitor posisi oksigen yang diberikan


Sianosis Sesak napas (-) - Monitor keefektifan terapi oksigen ( cek nadi oksimetri, nilai AGD)

Sesak napas Napas cuping hidung (-) - Monitor kemampuan klien terhadap toleransi pelepasan oksigen

Napas cuping hidung - Observasi tanda-tanda hipoventilasi

- Kaji status pernapasan: rate, ritme, kedalaman dan usaha bernapa

klien

- Buka jalan napas serta monitor pola napas klien

- Monitor kelemahan otot diafragma

- Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan

- Monitor nilai PFT, kapasitas vital partikular, kekuatan maksiamal

inspirasi, kekuatan ekspirasi maksimal volue dalam deti (FEV!)

- Monitor hasil foto thorak dada

- Lakukan fisioterapi dada jika diperlukan

3. Defisit Nutrisi Tujuan : klien menunjuukan Nutrition therapy

ditadai dengan tanda-tanda peningkatan masukan - Monitor jumlah masukan dan pengeluaran nutrisi klien serta hitung
DS nutrisi dalam 3x24 jam kalori yang dibutuhkan klien

Mengeluh mual, tidak nafsu KH/Outcome - Kolaborasi pemberian diet sesuaidengan yang dibutuhkan klien

makan Mual (-), mau makan makanan - Anjurkan klien untuk makan makanan tinggi kalsium, tinggi

DO yang diberikan potasium, tinggi serat, dan tinggi kalori, sera pilih makanan yang

BB: 40kg, TB: 165 cm lembut

Lila 20cm, tidak mau - Kaji kebutuhan akan adanya pemasangan selang makan (NGT)

makan/menghindari - Pantau hasil lab

makanan, membran mukosa - Monito adanya penambahan atau kehilangan berat badan

pucat - Kaji turgor kulit

- Kaji kemampuan klien menelan, adanya mual muntah

- Kaji tingkat energi klien, kelemahan, dan kelelahan klien

- Monitor kepucatan, kemerahan, dan kekeringan konjungtiva klien

- Anjrukan klien makan porsi sedikti tapi sering

- Konsultasikan ke ahli gizi


DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher., Joanne McCloskey Dochterman.


Nursing Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Eslivier, 2008.

Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.2005

Gleadle, Jonathan. History And Examination At A Glance. Jakarta: Erlangga,


2007.

Johnson, Marion et al. NOC and NIC Linkages to Nanda-1 and Clinocal
Conditions: Supporting Critical Reasoning and Quality Care Third
edition. USA: Mosby Eslivier, 2012

NANDA Internasional. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014

SDKI.(2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
LAPORAN PENDAHULUAN CA MAMAE

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
CA Mamae/Kanker payudara adalah gangguan yang dapat
mempengaruhi organ dalam tubuh ditandai dengan oleh proliferasi sel
abnormal jaringan epitel pada duktus lafiferis atau lobulus pada
payudara, membentuk massa yang padat, terbentuk tumor yang sering
disebut neoplasma. Neoplasma kemudian menyebar ke jaringan sekitar
dan akhirnya mempengaruhi fungsi normal.
2. Tahapan kanker payudara
Tahapan klinik yang paling banyak digunakan untuk kanker payudara
adalah sistem klasifikasi TNM yang mengevaluasi ukuran tumor,
nodus limfe yang terkena dan bukti adanya metastasis yang jauh.
Sistem TNM diadaptasi oleh The America Joint Committee on Cancer
Staging and Resuid Reformating. Pertahapan ini didasarkan pada
fisiologi memberikan prognosis yang lebih akurat, tahap-tahapnya
adalah sebagai berikut :
Tahap I : tumor kurang dari 2 cm, tidak mengalami nodus

Tahap II : tumor yang lebih besar dari 2 cm, kurang dari 5 cm,
dengan nodus limfe terfiksasi negatif/positif. Tidak terdeteksi
metastasis

Tahap III : tumor > 5 cm atau tumor dengan sembarang tempat yang
menginvasi kulit/dinding, nodus limfe terfiksasi positif dalam area
klavikular, tanpa bukti metastasit

Tahap IV : terdiri atas tumor dalam sembarang ukuran dengan nodus


limfe normal/kankerlosa dan metastase janin
3. Tipe kanker payudara
1) Karsinoma duktal, menginfiltrasi.
Tipe paling umum (75%) bermetastasis di nodus axila, perognosa
buruk.
2) Karsinoma lobuler menginfiltrasi (5-10%)
Terjadi penebalan pada salah satu/2 payudara bisa menyebar ke
tulang, paru, hepar, otak.
3) Karsinoma medular (60%)
Tumor dalam capsul, dalam duktus, dapat jadi besar, tapi
meluasnya lambat.
4) Kanker musinus (3%), menghasilkan lendir, tumbuh lambat,
prognosis lebih baik.
5) Kanker duktus tubulen (2%)
6) Karsinoma inflamatom (1-2%) : jarang terjadi, gejala berbeda nyeri
tekan dan sangat nyeri, payudara membesar dan keras, edema,
retraksi puting susu, cepat berkembang

4. Etiologi
Tidak ada satupun penyebab spesifik dari kanker payudara,
sebaiknya serangkaian faktor genetik hormonal dan kejadian
lingkungan dapat menunjang terjadinya kanker. Bukti yang
bermunculan menunjukkan bahwa perubahan genetik berkaitan dengan
kanker payudara, namun apa yang menyebabkan perubahan belum
diketahui.
Perubahan genetik ini termasuk perubahan/mutasi dalam gen
normal dan pengaruh protein baik yang menekan/meningkatkan
perkembangan kanker payudara. Hormon yang dapat berpengaruh
dalam kanker payudara adalah normal hormon steroid yang dihasilkan
ovarium (hormon estrodiol dan hormon progesteron). Meskipun belum
ada penyebab spesifik dari kanker payudara, para peneliti
mengidentifikasi sekelompok faktor resiko sebagai berikut :
a. Riwayat pribadi tentang kanker payudara
Resiko mengalami kanker payudara pada payudara sebelahnya
meningkat hampir 1% tiap tahun.
b. Anak perempuan/saudara perempuan (hubungan langsung
keluarga) dari wanita dengan kanker payudara. Resikonya
meningkat 2x lipat. Jika ibunya terkena kanker sebelum berusia 60
tahun. Resiko meningkat 4-6 x. Jika kanker payudara terjadi pada
dua orang saudara langsung.
c. Menarche dini, resiko meningkat pada wanita yang mengalami
menarche sebelum 12 tahun.
d. Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama
wanita yang hanya anak pertama, setelah usia 30 tahun
mempunyai resiko 2 x lipat dibanding dengan mereka yang punya
anak sebelum 20 tahun.
e. Menopause pada usia lanjut (>50 tahun).
f. Riwayat penyakit payudara jinak. Wanita yang mempunyai tumor
payudara di sekitar perubahan epitel prliferasi mempunyai resiko 2
x lipat untuk mengalami kanker payudara.
g. Pemajanan terhadap wanita setelah masa pubertas dan sebelum
usia 30 tahun.
h. Obesitas, resiko terendah diantara wanita pasca menopause.
i. Kontrasepsi oral.
j. Therapi pengganti hormone.

5. Patofisiologi
Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering
terjadi pada sistem duktal, mula-mula terjadi hiperplasi sel-sel dengan
perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi
carcinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan
waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa
yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter1 cm). Pada
ukuran itu kira-kira seperempat dari carsinoma mammae telah
bermetastasis. Carsinoma mamae bermetastase dengan penyebran
langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan
aliran darah (Anoname 2, 2002).

6. Manifestasi Klinis
Fase awal : asimtomatik
Tanda umum : benjolan/penebalan pada payudara
Tanda dan gejala lanjut :
1) kulit cekung
2) Retraksi/deviasi puting susu
3) Nyeri tekan/raba
4) Kulit tebal dan pori-pori menonjol seperti kulit jeruk
5) Ulserasi pada payudara.

Tanda metastase : nyeri pada bahu, pinggang, punggung bawah

1) Batuk menetap
2) Anoreksia
3) BB turun
4) Gangguan pencernaan
5) Kabur
6) Sakit kepal

7. Pemeriksaan Penunjang
1) Monografi
Menemukan kanker insito yang kecil yang tidak dapat dideteksi
dengan pemeriksaan fisik.
2) SCAN (CT, MRI, galfum), ultra sound.
Untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, respon pengobatan
3) Biopsi (aspirasi, eksisi)
Untuk diagnosis banding dan menggambarkan pengobatan
4) Penanda tumor
Zat yang dihasilkan dan disekresi oleh dalam serum (alfa feto
protein, HCG asam fosfat).
5) Dapat menambah dalam mendiagnosis kanker tetapi lebih
bermanfaat sebagai prognosis/monitor terapeutik.
6) Reseptor estrogen/progesteron assay yang dilakukan pada jaringan
payudara untuk memberikan informasi tentang manipulasi
hormonal.
7) Tes skrining kimia : elektrolit, tes hepar, hitung sel darah.
8) Foto toraks
9) USG

8. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan kanker payudara bisa dengan prosedur bedah,
kemoterapi, radioterapi, atau terapi hormon. Pada sejumlah kasus, dua
atau lebih prosedur dikombinasikan untuk mengobati kanker payudara.
Pengobatan yang dipilih tergantung pada tipe, stadium, dan tingkat sel
kanker.
9. Pencegahan
Perlu untuk diketahui, bahwa 9 di antara 10 wanita menemukan
adanya benjolan di payudaranya. Untuk pencegahan awal, dapat
dilakukan sendiri. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan sehabis selesai
masa menstruasi. Sebelum menstruasi, payudara agak membengkak
sehingga menyulitkan pemeriksaan.

Cara pemeriksaan adalah sebagai berikut :


1) Berdirilah di depan cermin dan perhatikan apakah ada kelainan
pada payudara. Biasanya kedua payudara tidak sama, putingnya
juga tidak terletak pada ketinggian yang sama. Perhatikan apakah
terdapat keriput, lekukan, atau puting susu tertarik ke dalam. Bila
terdapat kelainan itu atau keluar cairan atau darah dari puting susu,
segeralah pergi ke dokter.
2) Letakkan kedua lengan di atas kepala dan perhatikan kembali
kedua payudara.
3) Bungkukkan badan hingga payudara tergantung ke bawah, dan
periksa lagi.
4) Berbaringlah di tempat tidur dan letakkan tangan kiri di belakang
kepala, dan sebuah bantal di bawah bahu kiri. Rabalah payudara
kiri dengan telapak jari-jari kanan. Periksalah apakah ada benjolan
pada payudara. Kemudian periksa juga apakah ada benjolan atau
pembengkakan pada ketiak kiri.
5) Periksa dan rabalah puting susu dan sekitarnya. Pada umumnya
kelenjar susu bila diraba dengan telapak jari-jari tangan akan
terasa kenyal dan mudah digerakkan. Bila ada tumor, maka akan
terasa keras dan tidak dapat digerakkan (tidak dapat dipindahkan
dari tempatnya). Bila terasa ada sebuah benjolan sebesar 1 cm atau
lebih, segeralah pergi ke dokter. Makin dini penanganan, semakin
besar kemungkinan untuk sembuh secara sempurna.
6) Lakukan hal yang sama untuk payudara dan ketiak kanan.

B. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Didahului dengan pencatatan identitas penderita secara lengkap.
Keluhan utama dapat berupa masa tumor dipayudara, rasa sakit,
cairan pada puting susu, kemerahan, atau keluhan berupa
pembesaran getah bening atau tanda metastasis jauh (Reksoprodjo
dkk, 2010)
2. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Biasanya pada pasien ca mammae mengalami badan lemah,
pucat, mual, perut tidak enak, anorexia, berat badan turun, kulit
keriput.
2) Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut rontok, kelopak mata
normal, konjungtiva anemis, mata cowong, muka tidak odema,
pucat/bibir kering, lidah kotor, fungsi pendengran normal leher
simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
3) Abdomen
Didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan, terdengar bising
usus.
4) Sistem respirasi
Pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat
cuping hidung.
5) Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan ca mammae yang ditemukan
tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan
tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
6) Sistem integument
Kulit kotor, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak,
akral hangat.
7) Sistem eliminasi
Pada pasien ca mammae eliminasi normal.
8) Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak
ada gangguan.
9) Sistem endokrin
Apakah di dalam penderitaca mammae ada pembesaran kelenjar
toroid dan tonsil.
10) Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma,
dalam penderita penyakit ca mammae.
3. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan radiasi sinar x
3) Kurang pengetahuan berhungan dengan kurangnya kemauan
untuk mencari informasi
4) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
4. Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
Tujuan : Nyeri teratasi.
Kriteria Hasil :
1) Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
2) Nyeri tekan tidak ada
3) Ekspresi wajah tenang
4) Luka sembuh dengan baik
Intervensi :
1) Kaji karakteristik nyeri, skala nyeri, sifat nyeri, lokasi dan
penyebaran.
Rasional : Untuk mengetahui sejauhmana perkembangan rasa
nyeri yang dirasakan oleh klien sehingga dapat dijadikan
sebagai acuan untuk intervensi selanjutnya.
2) Beri posisi yang menyenangkan.
Rasional :Dapat mempengaruhi kemampuan klien untuk
rileks/istirahat secara efektif dan dapat mengurangi nyeri.
3) Anjurkan teknik relaksasi napas dalam.
Rasional : Relaksasi napas dalam dapat mengurangi rasa nyeri
dan memperlancar sirkulasi O2 ke seluruh jaringan.
4) Ukur tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan tanda-tanda vital dapat menjadi acuan
adanya peningkatan nyeri.
5) Penatalaksanaan pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat memblok rangsangan nyeri sehingga
dapat nyeri tidak dipersepsikan.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan radiasi sinar X


Tujuan: kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil:
1) Temperatur jaringan tubuh sesuai yang di harapkan
2) Sensasi kulit sesuai yang diharapkan
3) Hidrasi kulit sesuai yang diharapkan
4) Bebas dari lesi jaringan
5) Pertumbuhan rambut pada kulit
INTERVENSI
1) Hindari kerutan pada tempat tidur
Rasional :menjaga timbulnya lesi baru
2) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Rasional : menghindari dari infeksi
3) Monitor kulit akan adanya kemerahan
Rasional : untuk mengetahui adanya tanda iritasi yang
melebar
4) Mobilisasi fisik
Rasional: membantu untuk sirkulasi udara supatatidak
lembab.

Kurang pengetahuan berhungan dengan kurangnya kemauan


untuk mencari informasi
Tujuan: Klien mengerti tentang penyakitnya.
Kriteria hasil:
1) Klien tidak menanyakan tentang penyakitnya.
2) Klien dapat memahami tentang proses penyakitnya dan
pengobatannya.
Intervensi :
1) Jelaskan tentang proses penyakit, prosedur
pembedahan dan harapan yang akan datang.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar, dimana
pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi,
dan dapat berpartisipasi dalam program terapi.
2) Diskusikan perlunya keseimbangan kesehatan,
nutrisi, makanan dan pemasukan cairan yang
adekuat.
Rasional : Memberikan nutrisi yang optimal dan
mempertahankan volume sirkulasi untuk
mengingatkan regenerasi jaringan atau proses
penyembuhan.
3) Anjurkan untuk banyak beristirahat dan membatasi
aktifitas yang berat.
Rasional : Mencegah membatasi kelelahan,
meningkatkan penyembuhan, dan meningkatkan
perasaan sehat.
4) Anjurkan untuk pijatan lembut pada insisi/luka yang
sembuh dengan minyak.
Rasional : Merangsang sirkulasi, meningkatkan
elastisitas kulit, dan menurunkan ketidaknyamanan
sehubungan dengan rasa pantom payudara.
5) Dorong pemeriksaan diri sendiri secara teratur pada
payudara yang masih ada. Anjurkan untuk
Mammografi.
Rasional : Mengidentifikasi perubahan jaringan
payudara yang mengindikasikan terjadinya /
berulangnya tumor baru.

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil :
1) Tidak ada tanda – tanda infeksi.
2) Luka dapat sembuh dengan sempurna
Intervensi :
1) Kaji adanya tanda – tanda infeksi.
Rasional : Untuk mengetahui secara dini adanya
tanda – tanda infeksi sehingga dapat segera
diberikan tindakan yang tepat.
2) Lakukan pencucian tangan sebelum dan sesudah
prosedur tindakan.
Rasional : Menghindari resiko penyebaran
kuman penyebab infeksi.
3) Lakukan prosedur invasif secara aseptik dan
antiseptik.
Rasional : Untuk menghindari kontaminasi
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT CA ESOFAGUS

A. Konsep Medis
1. Definisi
Esophangeal Cancer (Kanker esophagus) adalah kanker yang
terjadi pada dinding esophagus. Kanker jenis ini merupakan kanker
yang ganas tetapi sangat jarang terjadi. Sedangkan Esofagus adalah
saluran yang menghubungkan masuknya makanan dari mulut kedalam
lambung. Kanker ini paling banyak diderita oleh kaum pria usia diatas
65 tahun.
Dinding Esophagus memiliki beberapa lapisan, yaitu mukosa yang
basah dan licin untuk memungkinkan bagian dari makanan,
Submucosa. Ini berisi kelenjar yang mensekresikan lendir untuk
menjaga mukosa lembab, lapisan otot yang mendorong dan
mendorong makanan ke depan, dan ada juga lapisan luar yang meliputi
esofagus. Ada dua jenis Kanker Esophagus, yaitu :
a. Karsinoma sel skuamosa, yaitu jenis kanker esophagus yang
terjadi pada hulu dan tengah esophagus. Biasanya
disebabkan oleh kebisaan merokok dan konsumsi minuman
beralkohol. Merupakan kasus paling banyak penderita
kanker esophagus (sekitar 95%)
b. Adenocarcinoma, yaitu kanker yang terjadi pada bagian
bawah esophagus. Biasanaya terjadi pada orang yang
menderita obesitas dan perokok berat.

Kanker esophagus dimulai di kerongkongan tetapi dapat


berkembang di luar dinding esophagus dan menyebar ke bagian tubuh
lain seperti tulang, hati paru-paru, dan otak melalui sistem limfatik.
Stadium Esophangeal Cancer

1) Stadium 0
Kanker esophagus awal, kanker yang terjadi hanya sebatas dibagian
keronkongan, tidak ada perubahan menjadi ganas pada jaringan
lain, juga tidak menyebar ke kelenjar getah bening.
2) Stadium 1
kanker telang menyerang ke bagian lain di bawah lapisan epidermis,
sel kanker muncul di lamina propria atau submukosa, tapi tidak
menganggu otot. Kanker tidak akan menyebar ke kelenjar getah
bening atau organ lain.
3) Stadium 2
Pada stadium ini kanker dapat menyebar kelenjar getah bening tapi
tidak ke organ lain.
4) Stadium 3
Kanker esophagus telah menyebar ke trakea yang berdekatan
dengan organ lain, tapi tidak mempengaruhi kelenjar getah bening
yang terkait, tidak ada metastasis yang jauh.
5) Stadium 4
Kanker esophagus telah menyebar oleh darah ke organ lain seperti
hati, tulang, otak dan lain-lain.

2. Etiologi
1) Penyebab Primer
Penyebab pasti kanker esophagus tidak diketahui, tetapi ada
beberapa factor yang dapat menjadi predisposisi yang diperkirakan
berperan dalam pathogenesis kanker. Predisposisi penyebab kanker
esophagus biasanya berhubungan dengan terpajannya mukosa
esophagus dari agen berbahaya atau stimulus toksik, yang
kemudian menghasilkan terbentuknya dysplasia yang bisa menjadi
karsinoma.
Beberapa factor juga dapat memberikan kontribusi
terbentuknya karsinoma sel skuamosa, seperti berikut ini
(Arif,2011) :
a. Defisiensi vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi,
kekurangan riboflavin padaras china memberikan kontribusi
besar terbentuknya kanker esophagus.
b. Pada factor merokok sigaret dan penggunaan alcohol secara
kronik merupakan factor penting yang berhubungan dengan
meningkatnya risiko kanker esophagus.
c. Infeksi papilloma virus pada manusiadan Helicobacter pylory
disepakati menjadi factor yang memberi konstribusi
peningkatan risiko kanker esophagus.

Penyakit refluks gastroesofageal menjadi factor predisposisi


utama terjadinya adenokarsinoma pada esophagus. Factor iritasi
dari bahan refluks asam dan garam empedu didapatkan menjadi
penyebab. Sekitar 10-15% pasien yang dilakukan pemeriksaan
endoskopik mengalami dysplasia yang menuju kekondisi
adenokarsinoma. Pasien dengan iritasi refluks gastroesofageal
sering berhungan dengan penyakit Barret esophagus yang berisiko
menjadi keganasan.

2) Penyebab Sekunder
Penyebab kanker esofagus dapat terjadi karena metastase dari
kanker organ lain.
3) Faktor Resiko
Penyebab-penyebab yang tepat dari kanker esophagus tidak
diketahui secara pasti. Bagaimanapun, studi-studi menunjukan
bahwa apa saja dari faktor-faktor berikut dapat meningkatkan
risiko mengembangkan kanker esophagus:

a. Umur
Kanker esophagus lebih mungkin terjadi ketika
orang-orang menjadi tua; kebanyakan orang-orang yang
mengembangkan kanker esophagus adalah berumur diatas
60 tahun.
b. Kelamin
Kanker esophagus adalah lebih umum pada pria-
pria daripada pada wanita-wanita.
c. Penggunaan Tembakau
Merokok sigaret-sigaret atau menggunakan
tembakau yang tidak berasap adalah satu dari faktor-faktor
risiko utama untuk kanker esophagus.
d. Penggunaan Alkohol
Penggunaan alkohol yang kronis dan/atau berat
adalah faktor risiko utama yang lain untuk kanker
esophagus. Orang-orang yang menggunakan keduanya
alkohol dan tembakau mempunyai suatu risiko yang
terutama tinggi dari kanker esophagus. Ilmuwan-ilmuwan
percaya bahwa senyawa-senyawa ini meningkatkan efek-
efek yang berbahaya lain dari setiapnya.
e. Barrett's Esophagus
Iritasi jangka panjang dapat meningkatkan risiko
kanker esophagus. Jaringan-jaringan pada dasar dari
kerongkongan dapat menjadi teiritasi jika asam lambung
secara sering balik masuk kedalam esophagus -- persoalan
yang disebut gastric reflux. Melalui waktu, sel-sel dibagian
yang teriritasi dari esophagus mungkin berubah dan mulai
menyerupai sel-sel yang melapisi lambung. Kondisi ini,
dikenal sebagaiBarrett esophagus, adalah kondisi sebelum
ganas (premalignant) yang mungkin berkembang kedalam
adenocarcinoma dari esophagus.
f. Tipe-Tipe Iritasi Lain.
Penyebab-penyebab lain dari iritasi atau kerusakan
yang signifikan pada lapisan esophagus, seperti menelan
cairan alkali atau senyawa-senyawa caustic (tajam) lain,
dapat meningkatkan risiko mengembangkan kanker
esophagus.
g. Sejarah Medis
Pasien-pasien yang telah mempunyai kanker-kanker
kepala dan leher lainya mempuyai kesempatan yang
meningkat dari pengembangan suatu kanker kedua pada
area kepala dan leher, termasuk kanker esophagus.

3. Patofisilogi
Cedera esofagus akibat pajanan dengan materi kaustik atau dari
ingesti berulang cairan yang sangat panas(seperti teh). Pada akhirnya
penyakit refluk gastroesofagus dapat menstimulasi perkembangan
esofagitis barrett dan kanker esofagus.
Secara fisiologis jaringan esophagus distratafikasi oleh epitel
nonkeratin skuamosa.Karsinoma sel skuamosa yang meningkat dari
epitel terjadi akibat stimulus iritasi kronik agen iritan.Alcohol,
tembakau, dan beberapa komponen nitrogen diidentifikasi sebagai
karsinogenik iritan.
Penggunaan alcohol dan tembakau secara prinsip menjadi factor
risiko utama terbentuknya karsinoma sel skuamosa. American cancer
society mencatat bahwa kombinasi yang lama antara minum alcohol
dan tembakau akan meningkatkan pembentukan substansi factor risiko
yang lebih tinggi. Nitrosamine dan komponen lain nitrosildi dalam
acar (asinan), daging bakar, atau makanan ikan yang di asinkan
memberikan konstribusi peningkatan karsinoma sel skuamosa pada
esophagus.
Pendapat lain menyebutkan adanya hubungan antara peningkatan
kejadian karsinoma sel skuamosa pada esophagus dengan konsumsi
kronik air hanga, konsumsi sirih, asbestos, polusi udara dan diet tinggi
bumbu rempah. Akan tetapi, pendapat lain menyebutkan hal
sebaliknya, di mana konsumsi diet tinggi buah dans ayur-sayuran
justru menjadi factor protektif untuk terjadinya karsinoma sel
skuamosa.
Beberapa kondisi media yang dipercaya meningkatkan karsinoma
selskuamosa, seperti akalasia, striktur, tumor kepala dan leher,
penyakit plummer-vinson syndrome, serta terpajan dari radiasi.
Karsinoma sel skuamosa meningkat pada akalasia setelah periode 20
tahun kemudian.Hal inidipercaya akibat iritasi yang lama dari material
lambung.Pada pasien striktur, akibat kondisi kontak dengan cairan
alkali akan meningkatkan sekitar 3% karsinoma sel skuamosa setelah
20-40 tahun. Tumor kepala dan leher dihubungkan dengan karsinoma
sel skuamosa yang disebabkanoleh factor penggunaan alcohol
dantembakau. Penyakit plummer-vinson syndrome akan mengalami
disfagia, anemia defisiensibesi, dan web esophagus.
Kanker Esophagus sering terjadi pada bagian tengah dan bagian
bawah esophagus. Peningkatan abnormal mukosa esophageal sering
dihubungkan dengan refluksgastro esofageal kronik. Metaplasia pada
stratifikasi normal epitelium skuamosa bagian distal akan terjadi dan
menghasilkan epitelium grandular yang berisi sel-sel goblet yang
disebut epitelbarret. Perubahan genetic pada epitelium meningkatkan
kondisi dysplasia dan secara progresif membentuk adenokarsinoma
pada esophagus.
Adanya kanker esophagus bisa menghasilkan metastasis ke
jaringan sekitar akibat invasi jaringan dan efek kompresi oleh tumor.
Selain itu, komplikasi dapat timbul karena terapi terhadap tumor.Invasi
oleh tumor sering terjadi ke struktur di sekitar mediastinum. Invasi ke
aorta dapat mengakibatkan perdarahan massif; invasi ke pericardium
terjadi tamponade jantung atau syndrome vena kava superior; invasi ke
serabut saraf mengakibatkan suara serak atau disfagia; invasi kesaluran
napas mengakibatkan fistula trakeoesofageal dan esofagopulmonal,
yang merupakan komplikasi serius dan progresif mempercepat
kematian. Sering terjadi obstruksi esophagus dan komplikasi yang
paling sering terjadi adalah pneumonia aspirasi yang pada gilirannya
akan menyebabkan abses paru dan empyema. Selain itu, juga dapat
terjadi gagal napas yang disebabkan oleh obstruksi mekanik atau
perdarahan. Perdarahan yang terjadi pada tumornya sendiri dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi sampai perdarahan akut. Pasien
sering tampak malnutrisi, lemah, emasiasi, dan gangguan system imun
yang kemudian akan menyulitkan terapi.

4. Manifestasi Klinik
Gejala awal kanker esophagus tidak terlalu jelas, lebih dari separuh
pasien dengan metastasis sistemik pada saat diagnosis, setelah 5 tahun
operasi tingkat kelangsungan hidup hanya 25% sampai 40%. Oleh
karena itu, memahami gejala kanker esophagus, berdampak pada
pendeteksian dan pengobatan dini untuk meningkatkan harapan hidup.
1) Pada tenggorokan terasa aneh, dan tersedak ketika menelan
makanan
2) Saat menelan tulang dada terasa panas, perih atau sakit
seperti tertarik
3) Kesulitan menelan, sehingga tidak bisa makan, sering
disertai muntah, nyeri di perut, penurunan berat badan dan
gejala lain
4) Kesulitan makan yang terus menerus dapat menyebabkan
gizi buruk, penurunan berat badan, chacexia, dapat terjadi
penyebaran kanker, tekanan, dan komplikasi lainnya.

Perlu dicatat, jika mengalami gejala seperti ini, belum tentu terkena
kanker esofagus, bisa juga karena penyakit kerongkongan lainnya, tapi
jika mengalami seperti ini harus segera ke rumah sakit untuk
pemeriksaan agar bisa diketahui apakah penyakit ini disebabkan oleh
kanker atau karena penyakit lainnya.

5. Pemeriksaan Penunjang
1) Serat endoskopi: cara ini banyak digunakan untuk melakukan
pemeriksaan penyakit pencernaan (kanker esofagus, kanker
lambung, dll)
2) Pemeriksaan dengan USG: untuk menentukan kedalaman lesi
dalam inflirtasi kerongkongan; untuk mengukur pembesaran
kelenjar getah bening yang abnormal pada dinding esophagus;
penentuan lokasi lepsi pada dinding kerongkongan
3) Pemeriksaan sinar-X: dapat menentukan lesi, panjang dan suhu
obstruksi, juga bisa menentukan sel-sel kanker belum atau sudah
menyerang bagian lain.
4) CT Scan: CT Scan dapat dengan jelas menunjukan hubungan
antara esophagus dengan mediastinum yang berdekatan, tetapi
agak sulit mendeteksi dini kanker esophagus.
5) Pemeriksaan sitologi esofagus: pemeriksaan ini sederhana, dengan
secara dini mengecek rasa sakit

6. Penataaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan terhadap kanker esofagus (Brunner&
suddarth,1997):
1) Pengobatan
Apabila kanker esofagus ditemukan pada tahap awal,
sasaran pengobatan dapat diarahkan ke pengobatan.

2) Pembedahan
Standar penatalaksanan bedah mencakup reseksi total
esofagus(esofagektomi) dengan pengangkatan tumor plus marjin
luas bebas tumor dari esofagus dan nodus limfe di area.
3) Terapi Radiasi
Penggunaan terapi radiasi, baik sendiri atau didalam
hubungannya dengan bedah praoperasi atau pascaoperasi, mungkin
merupakan pilihan pengobatan.
4) Kemoterapi
Penggunaan kemoterapi dikombinasi dengan radiasi atau
pembedahan juga sedang diteliti.
5) Terapi Laser
Penggunaan dari sinar yang berintensitas tinggi untuk
menghancurkan sel-sel tumor. Terapi laser mempengaruhi sel-sel
hanya di area yang dirawat. Dokter mungkin menggunakan terapi
laser untuk menghancurkan jaringan yang bersifat kanker dan
membebaskan rintangan dalam kerongkongan ketika kanker tidak
dapat dikeluarkan dengan operasi. Pembebasan dari rintangan
dapat membantu mengurangi gejala-gejala, terutama persoalan-
persoalan menelan.
6) Photodynamic therapy (PDT)
Tipe dari terapi laser, melibatkan penggunaan dari obat-
obat yang diserap oleh sel-sel kanker; ketika dipaparkan pada sinar
khusus, obat-obat menjadi aktif dan menghancurkan sel-sel kanker.
Dokter mungkin menggunakan PDT untuk membebaskan gejala-
gejala dari kanker esophagus seperti sulit menelan.
Namun kanker sering ditemukan pada tahap akhir, yang
membuat paliasi merupakan sartu-satunya tujuan terapi yang dapat
diterima. Pengobatan dapat mencakup pembedahan,
radiasi,kemoterapi, atau kombinasi modalitas ini dan tergantung
luasnya penyakit.

7. Kompikasi Esophangeal Cancer


Bermetastase ke organ yang lain yang belum terkena kanker, misal
lambung , limfe dll.

8. Pencegahan Esophangeal cancer


1) Langkah untuk mengurangi risiko kanker esofagus seperti:
2) Berhenti merokok atau mengunyah tembakau.
3) Hindari meminum alkohol atau minum dalam batas wajar.
4) Makan lebih banyak buah dan sayur
5) Jaga berat badan sehat

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama : nyeri saat menelan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang : terasa nyeri saat menelan dan
berhenti saat tidak menelan, BB menurun, nafas berbau busuk
d. Riwayat Penyakit Dahulu : pasien tidak pernah mengalami
penyakit ini sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga : keluarga pasien tidak pernah
mempunyai penyakit seperti ini.
f. Pemeriksaan Fisik
B1 : Normal 16 x/menit
B2 : Normal TD 120/85 mmHg, Nadi 85 x/menit
B3 : Cemas
B4 : Normal
B5 : nyeri saat menelan, BB menurun
B6 : Kelemahan

2. Diagnosa Keparawatan
(1) Risiko injuri b.d. pascaprosedur reseksi esofagus
(2) Defisit Nutrisi b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat.
(3) Nyeri Akut b.d. iritasi mukosa esofagus,respons pembedahan
(4) Resiko infeksi b.d. adanya portdeentree dari luka pembedahan.

3. Intervensi Keperawatan
(1) Risiko injuri b.d. pascaprosedur reseksi esofagus
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam pascaintervensi reseksi esofagus,
pasien tidak menjalami injuri.
Kriteria Hasil:
a. TTV dalam batas normal.
b. Kondisi kepatenan selang dada optimal.
c. Tidak terjadi infeksi pada insisi.
Intervensi Keperawatan
1. Lakukan perawatan diruang intensif.
2. Kaji faktor-faktor yang meningkatkan risiko injury.
3. Kaji status neurologis dan laporkan apabila terdapat
perubahan status neurologis.
4. Pantau kondisi status cairan sebelum memberikan
cairan kristaloid atau komponen darah.
(2) Defisit Nutrisi b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat.
Tujuan : Setelah 3 x 24 jam pada pasien nonoperasi dan setelah 7 x
24 jam pascabedah, intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria Hasil:
a. Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang
tepat.
b. Terjadi penurunan gejala refluk esofagus, meliputi : odinofigia
berkurang, pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20
x/menit.
c. Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.
Intervensi Keperawatan
1. Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan
mengunyah makanan saksama.
2. Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi
makanan.
3. Sajikan makanan dengan cara yang menarik.
4. Fasilitas pasien memperoleh diet biasa yang disukai
pasien (sesuai indikasi
5. Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat
badan secara periodik(sekali seminggu).
6. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan
sesudah makan, serta sebelum dan sesudah
intervensi/pemeriksaan peroral.
7. Masukkan 10-20 ml cairan sodium klorida setiap sif
jaga melalui selang nasogastrik.
8. Berikan nutrisi cair melalui selang nasogastrik pada hari
kedua atau ketiga pascbedah atau pesanan dari medis.
(3) Nyeri Akut b.d. iritasi mukosa esofagus,respons pembedahan
Tujuan : dalam waktu 7 x 24 jam pascabedah,nyeri berkurang atau
teradaptasi.
Kriteria Hasil:
a. Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi.
b. Skala nyeri 0-1 (0-4).
c. TTV dalam batas normal,wajah pasien rileks.
Intervensi Keperawatan
1. Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan noninvasif.
2. Lakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi:
3. kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
4. Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.
5. Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam pada saat
nyeri muncul.
6. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.

(4) Resiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entree dari luka
pembedahan.
Intervensi Keperawatan
1. Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptik jenis
iodine providum dengan cara swabbing dari arah dalam ke
luar.
2. Bersihkan bekas sisa iodine providum dengan alkohol 70%
atau normal salin dengan cara swabbing dari arah dalam ke
luar.
3. Tutup luka dengan kasa steril dan tutup dengan plester
adhesif yang menyeluruh menutupi kasa.
4. Kolaborasi penggunaan antibiotik.
4. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan
adalah sebagai berikut :
1) Terpenuhinya informasi pemeriksaan diagnostik, intervensi
kemoterapi,radiasi, dan prabedah.
2) Tidak mengalami injuri dan komplikasi pascabedah.
3) Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.
4) Terjadi penurunan respons nyeri.
5) Tidak terjadi infeksi pascabedah.
6) Kecemasan pasien berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Vol 1.


Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. BukuSakuPatofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC

Muttaqin,Arif. 2011. Gangguan gastrointestinal. Jakarta :Salemba Medika

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: KonsepKlinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC

Priyanto, Agus dan Sri Lestari. 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta:


SalembaMedika

Dian. 2013. Askep Karsinoma Esofagus.


(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31624/4/Chapter%20II.pdf).
Diakses pada tanggal 17 November 2018
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT OSTEOSARCOMA

A. Konsep Medis
1. Definisi
Sarkoma adalah tumor yang berasal dari
jaringan penyambung (Danielle. 1999: 244 ). Kanker adalah neoplasma yang
tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung
bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong. 2003: 595 ).
Sarkoma osteogenik ( Osteosarkoma ) merupakan neoplasma tulang
primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang
tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang
panjang, terutama lutut.( Price. 1998: 1213 ).
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) merupakan tulang primer
maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis
hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena
sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat.(
Smeltzer. 2001: 2347 ).
Tempat-tempat yang paling sering terkena adalah femur distal, tibia
proksimal dan humerus proksimal.Tempat yang paling jarang adalah pelvis,
kolumna, vertebra, mandibula, klavikula, skapula, atau tulang-tulang pada
tangan dan kaki.Lebih dari 50% kasus terjadi pada daerah lutut.( Otto.2003 :
72 ).
Sarkoma osteogenik atau osteosarkoma adalah merupakan neoplasma
tulang primer yang sangat ganas.Osteosarkoma merupakan tumor tulang
maligna primer yang paling lazim dan seringkali berakibat fatal dan dapat
timbul sebagai metastase sekunder dari ekstrimitas tungkai pada 50% kasus.
Biasanya terdapat pada lokasi bekas radiasi atau lebih sering sebagai
penyerta pada penyakit paget. Osteosarkoma sering terjadi pada laki-laki
pada kelompok usia 10-25 tahun dan pada orang tua yang mengalami
penyakit paget.
2. Etiologi
a. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
b. Keturunan
c. Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget
(akibat pajanan radiasi).
d. Virus onkogenik ( Smeltzer. 2001: 2347 ).

3. Patofisiologi
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang
primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian
metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian
ujung tulang panjang, terutama lutut.
Penyebab osteosarkoma belum jelas diketahui, adanya hubungan
kekeluargaan menjadi suatu predisposisi. Begitu pula adanya hereditery.
Dikatakan beberapa virus onkogenik dapat menimbulkan osteosarkoma pada
hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung
osteosarkoma. Akhir-akhir ini dikatakan ada 2 tumor suppressor gene yang
berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma yaitu
protein P53 ( kromosom 17) dan Rb (kromosom 13).
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang
memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma.
Mulai tumbuh bisa didalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut
sampai pada jaringan lunak sekitar tulang epifisis dan tulang rawan sendi
bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor kedalam sendi. Osteosarkoma
mengadakan metastase secara hematogen paling sering keparu atau pada
tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase
pada saat diagnosis ditegakkan. (Salter, robert : 2006).
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan
respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan
tulang).Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi,
beberapa tidak menimbulkan masalah, sementara lainnya ada yang sangat
berbahaya dan mengancam jiwa.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa
ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas
tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat
yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen jaringan lunak seperti
jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling
dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui
dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis
membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh
sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu
proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau
proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses
osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum
tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan
tulang yang abortif.

4. Abses
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu
infeksii bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka
akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga
yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi.
Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan
infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel
darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk
nanah, yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan
terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas abses; hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.

5. Manifestasi Klinis
a. Rasa sakit (nyeri), Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang
terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan
meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).
b. Pembengkakan, Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian
serta pergerakan yang terbatas (Gale. 1999: 245).
c. Keterbatasan gerak
d. Fraktur patologik.
e. Menurunnya berat badan
f. Teraba massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas
massa serta distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena.
g. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam,
berat badan menurun dan malaise (Smeltzer. 2001: 2347).

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
a. Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman dan
destruksi tulang.
b. CT scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru.
c. Biopsi terbuka menentukan jenis malignansi tumor tulang, meliputi
tindakan insisi, eksisi, biopsi jarum, dan lesi- lesi yang dicurigai.
d. Skening tulang untuk melihat penyebaran tumor.
e. Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkalin
fosfatase.
f. MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya.
g. Scintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanya “skip lesion”, (
Rasjad. 2003).

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut
saat didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi
pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan
pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau
ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan,
kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan atau radiasi
dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi
adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau
metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin
digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan
pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan
seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid. ( Gale. 1999:
245 ).
b. Tindakan keperawatan
1) Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas
dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi) dan farmakologi
(pemberian analgetika).
2) Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka,
dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk
berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
3) Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek
samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang
adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi
gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai
dengan indikasi dokter.
4) Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang
kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik
perawatan luka di rumah. (Smeltzer. 2001: 2350 ).

Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menghancurkan atau


mengangkat jaringan maligna dengan menggunakan metode yang seefektif
mungkin.Secara umum penatalaksanaan osteosarkoma ada dua, yaitu:
a. Pada pengangkatan tumor dengan pembedahan biasanya diperlukan
tindakan amputasi pada ekstrimitas yang terkena, dengan garis amputasi
yang memanjang melalui tulang atau sendi di atas tumor untuk control
lokal terhadap lesi primer. Beberapa pusat perawatan kini
memperkenalkan reseksi lokal tulang tanpa amputasi dengan
menggunakan prosthetik metal atau allograft untuk mendukung kembali
penempatan tulang-tulang.
b. Kemoterapi
Obat yang digunakan termasuk dosis tinggi metotreksat yang dilawan
dengan factor citrovorum, adriamisin, siklifosfamid, dan vinkristin.

8. Komplikasi
a. Akibat langsung : Patah tulang
b. Akibat tidak langsung : Penurunan berat badan, anemia, penurunan
kekebalan tubuh
c. Akibat pengobatan : Gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah,
kebotakan pada kemoterapi.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status perkawinan,
alamat, dan lain-lain.
b. Riwayat kesehatan
1) Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.
2) Klien mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak
3) Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya
c. Pengkajian fisik
1) Pada palpasi teraba massa pada derah yang terkena.
2) Pembengkakan jaringan lunak yang diakibatkan oleh tumor.
3) Pengkajian status neurovaskuler; nyeri tekan
4) Keterbatasan rentang gerak
d. Hasil laboratorium/radiologi
1) Terdapat gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan tulang
baru.
2) Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari
kortek tulang.
3) Terjadi peningkatan kadar alkali posfatase.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan
(amputasi).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah nyeri akut teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
1) Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol
2) Klien tampak rileks, tidak meringgis, dan mampu istirahat/tidur
dengan tepat
3) Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk
menghilangkannya
4) Skala nyeri 0-2
DS : Klien mengatakan nyeri sebelum dan setelah pembedahan
DO :
1) Fokus diri klien tampak menyempit, dan
2) Perilaku klien tampak melindung diri / berhati-hati.
No Intervensi Rasional
1 Catat dan kaji lokasi dan Untuk mengetahui respon dan
intensitas nyeri (skala 0-10). sejauh mana tingkat nyeri pasien
Selidiki perubahan karakteristik
nyeri
2 Berikan tindakan kenyamanan Mencegah pergeseran tulang dan
penekanan pada jaringan yang luka

3. Berikan sokongan (support) pada Peningkatan vena return,


ektremitas yang luka menurunkan edema, dan
mengurangi nyeri
4. Berikan lingkungan yang tenang Agar pasien dapat beristirahat dan
mencegah timbulnya stress
5. Kolaborasi dengan dokter tentang Untuk mengurangi rasa nyeri
pemberian analgetik, kaji
efektifitas dari tindakan
penurunan rasa nyeri
b. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
muskuluskletal, nyeri, dan amputasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah kerusakan mobillitas fisik teratasi seluruhnya
Kriteria Hasil :
1) Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program
pengobatan, dan tindakan keamanan,
2) Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan
keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
3) Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan
beraktivitas, dan
4) Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai
tingkat optimal.
DS :Klien mengatakan sulit untuk bergerak
DO : Klien tampak mengalami Gangguan koordinasi; penurunan
kekuatan otot, kontrol dan massa.

No Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat immobilisasi Pasien akan membatasi gerak
yang disebabkan oleh karena salah persepsi (persepsi
edema dan persepsi pasien tidak proporsional)
tentang immobilisasi
tersebut
2. Dorong partisipasi dalam Memberikan kesempatan untuk
aktivitas rekreasi (menonton mengeluarkan energi, memusatkan
TV, membaca koran dll ) perhatian, meningkatkan perasaan
mengontrol diri pasien dan
membantu dalam mengurangi
isolasi sosial
3. Anjurkan pasien untuk Meningkatkan aliran darah ke otot
melakukan latihan pasif dan dan tulang untuk meningkatkan
aktif pada yang cedera tonus otot, mempertahankan
maupun yang tidak mobilitas sendi, mencegah
kontraktur / atropi dan reapsorbsi
Ca yang tidak digunakan
4. Bantu pasien dalam Meningkatkan kekuatan dan
perawatan diri sirkulasi otot, meningkatkan pasien
dalam mengontrol situasi,
meningkatkan kemauan pasien
untuk sembuh
5. Berikan diet Tinggi Mempercepat proses
protein Tinggi kalori , penyembuhan, mencegah
vitamin , dan mineral penurunan BB, karena pada
immobilisasi biasanya terjadi
penurunan BB
6. Kolaborasi dengan bagian Untuk menentukan program
fisioterapi latihan

c. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan


penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang lama
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam masalah kerusakan integritas kulit atau
jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan perilaku atau tehnik untuk
mencegah kerusakan kulit tidak berlanjut.
No Intervensi Rasional
1. Kaji adanya perubahan warna Memberikan informasi tentang
kulit sirkulasi kulit
2. Pertahankan tempat tidur Untuk menurunkan tekanan
kering dan bebas kerutan pada area yang peka resiko
kerusakan kulit lebih lanjut
3. Ubah posisi dengan sesering Untuk mengurangi tekanan
mungkin konstan pada area yang sama
dan meminimalkan resiko
kerusakan kulit
4. Beri posisi yang nyaman Posisi yang tidak tepat dapat
kepada pasien menyebabkan cedera kulit atau
kerusakan kulit
5. Kolaborasi dengan tim Untuk mengurangi terjadinya
kesehatan dan pemberian kerusakan integritas kulit
antibiotic

d. Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan


lunak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam masalah resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
2) Leukosit dalam batas normal, dan
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal
No Intervensi Rasional
1. Kaji keadaan luka (kontinuitas Untuk mengetahui tanda-
dari kulit) terhadap adanya: tanda infeksi
edema, rubor, kalor, dolor, fungsi
laesa
2. Anjurkan pasien untuk tidak Meminimalkan terjadinya
memegang bagian yang luka kontaminasi
3. Rawat luka dengan Mencegah kontaminasi
menggunakan tehnik aseptik dan kemungkinan infeksi
silang
4. Mewaspadai adanya keluhan Merupakan indikasi
nyeri mendadak, keterbatasan adanya osteomilitis
gerak, edema lokal, eritema pada
daerah luka
5. Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit yang meningkat
Leukosit artinya sudah terjadi
proses infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Ed 8. EGC.


Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit.Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Rahmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskletal.


Banjarbaru: Akper Depkes.

Reeves, J. Charlene.Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. I. Salemba


medika. Jakarta

Tucker, Susan Martin et al.1999, Standar Perawatan Pasien Edisi V Vol 3,


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Elizabeth DKK. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima.


Yogyakarta: mocomedia

Gloria DKK. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam.


Yogyakarta: mocomedia

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI
KONSEP DASAR PENYAKIT
Kanker Lambung ( Ca Lambung )

A. DEFINISI
Kanker lambung merupakan bentuk neoplasma maligna
gastrointestinal. Karsinoma lambung merupakan bentuk neoplasma
lambung yang paling sering terjadi dan menyebabkan sekitar 2,6% dari
semua kematian akibat kanker (Cancer Facts and Figures, 1991).
Neopasma ialah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel
yang tumbuh terus-menerus secara tak terbatas, tidak terkoordinasi dengan
jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh.(Patologi, dr. Achmad
Tjarta, 2002).
Karsinoma Gaster ialah suatu neoplasma yang terdapat pada
Gaster. (R. Simadibrata, 2000).
Kanker lambung adalah salah satu penyakit pembunuh manusia
dengan jumlah kematian 14.700 setiap tahun.Kanker lambung terjadi pada
kurvatura kecil atau antrum lambung dan adenokarsinoma. Factor lain
selain makanan tinggi asam yang menyebabkan insiden kanker lambung
mencakup Inflamasi lambung, anemia pernisiosa, aklorhidria ( tidak
adanya hidroklorida ). Ulkus lambung, bakteri H, plylori, dan keturunan.(
Suzanne C. Smeltzer ).
Kanker lambung atau tumor malignan perut adalah suatu adeno
kararsinoma .kanker ini menyebar ke paru –paru,nodus limfe dan
hepar.faktor risiko meliputi gastritis atrofik kronis dengan metaplasia usus
anemia pernisiosa ,konsumsi alkohol tinggi dan merokok .(Nettina sandra
,pedoman praktik keperawatan )

.
C. ETIOLOGI

Penyebab pasti dari kanker lambung belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang bisa meningkatkan perkembangan kanker lambung, meliputi
hal- hal sebagai berikut:
1. Faktor predisposisi
a. Faktor genetik.
Sekitar 10% pasien yang mengalami kanker lambung memiliki
hubungan genetik. Walaupun masih belum sepenuhnya dipahami,
tetapi adanya mutasi dari gen E-cadherin terdeteksi pada 50% tipe
kanker lambung.Adanya riwayat keluarga anemia pernisiosa dan
polip adenomatus juga dihubungkan dengan kondisi genetik pada
kanker lambung (Bresciani, 2003).
b. Faktor umur.
Pada kasus ini ditemukan lebih umum terjadi pada usia 50-70
tahun, tetapi sekitar 5 % pasien kanker lambung berusia kurang
dari 35 tahun dan 1 % kurang dari 30 tahun (Neugut, 1996).
c. Faktor presipitasi
a) Konsumsi makanan yang diasinkan, diasap, atau yang
diawetkan. Beberapa studi menjelaskan intake diet dari
makanan yang diasinkan menjadi faktor utama peningkatan
kanker lambung.Sehingga menfasilitasi konversi golongan
nitrat menjadi carcinogenic nitrosamines didalam
lambung.Kondisi terlambatnya pengosongan asam lambung
dan peningkatan komposisi nitrosamines didalam lambung
memberikan konstribusi terbentuknya kanker lambung
(Yarbro, 2005).
b) Infeksi H. Pylori. H. Pylori adalah bakteri penyebab lebih dari
90% ulkus doudenum dan 80% tukak lambung (fuccio, 2007).
Bakteri ini menempel dipermukaan dalam tukak lambung
melalui interaksi antara membran bakteri lektin dan
oligosakarida spesifik dari glikoprotein membran sel-sel epitel
lambung (fuccio, 2009).Mekanisme utama bakteri ini dalam
menginisiasi pembentukan luka adalah melalui produksi racun
VacA. Racun VacA bekerja dalam menghancurkan keutuhan
sel-sel tepi lambung melalui berbagai cara; diantaranya
melalui pengubahan fungsi endolisosom, peningkatan
permeabilitas sel, pembentukan pori dalam membran plasma,
atau apoptosis (pengaktifan bunuh diri sel). Pada beberapa
individu, H. Pylori juga menginfeksi bagian badan lambung.
Bila kondisi ini sering terjadi, maka akan menghasilkan
peradangan yang lebih luas yang tidak hanya memengaruhi
ulkus didaerah badan lambung, tetapi juga meningkatkan
risiko kanker lambung. Peradangan dilendir lambung juga
merupakan faktor risiko tipe khusus tumor limfa (lymphatic
neoplasm) dilambung, atau disebut dengan limfoma MALT
(Mucosa Lymphoid Tissue).Infeksi H. Pylori berperan penting
dalam menjaga kelangsungan tumor dengan menyebabkan
dinding atrofi dan perubahan metaplastik pada dinding
lambung (santacroce, 2008).
c) Mengkonsumsi rokok dan alkohol. Pasien dengan konsumsi
rokok lebih dari 30 batang sehari dan kombinasi dengan
konsumsi alkohol kronik akan meningkatkan risiko kanker
lambung (Gonzalez, 2003).
d) NSAIDs. Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada pasien
yang mengkonsumsi NSAIDs dalam jangka waktu yang lama
dalam hal ini (polip lambung) dapat menjadi prekursor kanker
lambung. Kondisi polip lambung berulang akan meningkatkan
risiko kanker lambung (Houghton, 2006).
e) Anemia pernisiosa. Kondisi ini merupakan penyakit kronis
dengan kegagalan absorpsi kobalamin (vitamin B12),
disebabkan oleh kurangnya faktor instrinsik sekresi lambung,
kombinasi anemia pernisiosa dengan infeksi H. Pylori
memberikan konstribusi penting terbentuknya tumorigenesis
pada dinding lambung (Santacroce, 2008).

D. PATOFISIOLOGIS

Seperti pada umumnya tumor ganas ditempat lain penyebab tumor


gaster juga belum diketahui secara pasti. Faktor yag mempermudah
timbulnya tumor ganas gaster adalah perubahan mukosa yang abnormal
antara lain seperti gastritis atropik, polip di gaster, dan anemia pernisiosa.
Di samping itu juga pengaruh keadaan lingkungan mungkin memegang
peran penting terutama pada penyakit gaster seperti dinegara Jepang,
Chili, Irlandia, Australia, Rusia dan Skandinavia.Ternyata pada orang
jepang yang telah lama meninggalkan jepang, frekuensi tumor ganas
gaster lebih rendah. Dapat disimpulkan bahwa kebiasaaan hidup
mempunyai peran penting, makanan panas dapat merupakan faktor
timbulnya tumor ganas seperti juga makanan yang di asap, ikan asin yang
mungkin mempermudah timbuknya tumor ganas gaster. Selain itu faktor
lain yang mempengaruhi adalah faktor herediter, dan faktor infeksi H.
Pylori. Karsinoma gaster berasal dari pertumbuhan epitel pada membran
mukosa gaster.Kabanyakan karsinoma gaster berkembang pada bagian
bawah gaster.Sedangkan pada atrofi gaster disapatkan bagian atas gaster
dan secara multisenter.
Karsinoma gaster terlihat beberapa bentukyaitu :
a. Seperempatnya berasal dari propria yang berbentuk fungating yang
tumbuh ke lumen sebagai massa.
b. Seperempatnya berbentuktumor yang berulserasi.
c. Massa yang tumbuh melalui dinding menginvasi lapisan otot.
d. Penyebarannya melalui dinding yang disemari penyebaran pada
permukaan.
e. Bentuk linisplastika.
f. Sepertiganya karsinoma berbagai bentuk di atas.
Prognosis yang baik berhubungan dengan bentuk polipoid dan
kemudian berbentuk ulserasi dan yang paling jelek ada bentuk
scirrhous.Penyebaran karsinoma gaster sering kehati, arteri hepatika
dan celiac, pankreas dan hilus selitar limpa.Dapat juga mengenai
tulang, paru, otak dan bagian lain saluran cerna.

E. KLASIFIKASI
1. Early gastric cancer (tumor ganas lambung dini).
Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi, gastroskopi dan pemeriksaan
histopatologis dapat dibagi atas :
a. Tipe I (pritrured type)
Tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa dan sub
mukosa yang berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler permukaan tidak
rata, perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.
b. Tipe II (superficial type)
Dapat dibagi atas 3 sub tipe.
a) Elevated type
Tampaknya sedikit elevasi mukosa lambung.Hampir seperti tipe I,
terdapat sedikit elevasi dan lebih meluas dan melebar.
b) Flat type
Tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya terlihat
perubahan pada warna mukosa.
c) Depressed type
Didapatkan permukaan yang iregular dan pinggir tidak rata
(iregular) hiperemik / perdarahan.
c. Type III. (Excavated type)
Menyerupai Bormann II (tumor ganas lanjut) dan sering disertai
kombinasi seperti IIC + III atauIII + IIc dan IIa + IIc
2. Advanced gastric cancer (tumor ganas lanjut).
Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi atas :
a. Bormann I.
Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut
sebagai fungating dan mukosa di sekitar tumor atropik dan iregular.
b. Bormann II
Merupakan Non Infiltrating Carsinomatous Ulcer dengan tepi ulkus
serta mukosa sekitarnya menonjol dan disertai nodular.Dasar ulkus
terlihat nekrotik dengan warna kecoklatan, keabuan dan merah
kehitaman.Mukosa sekitar ulkus tampak sangat hiperemik.
c. Bormann III.
Berupa infiltrating Carsinomatous type, tidak terlihat bats tegas pada
dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.
d. Bormann IV
Berupa bentuk diffuse Infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada
dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.

F. TANDA DAN GEJALA

Pada tahap awal kanker lambung, gejala mungkin tidak ada.Beberapa


penelitian telah menunjukkan bahwa gejala awal, seperti nyeri yang hilang
dengan antasida, dapat menyerupai gejala pada pasien ulkus benigna.
Gejala penyakit progresif dapat meliputi:
1. Nyeri
2. Penurunan Berat badan.
3. Muntah
4. Anoreksia.
5. Disfagia.
6. Nausea.
7. Kelemahan.
8. Hematemasis.
9. Regurgitasi.
10. Mudah kenyang.
11. Asites ( perut membesar).
12. Keram abdomen
13. Darah yang nyata atau samar dalam tinja
14. Pasien mengeluh rasa tidak enak pada perut terutama sehabis
makan.

G. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dapat membantu diagnosis seperti penurunan berat


badan, anemia, teraba massa di epigastrium, jika telah metastasisi ke hati
akan terba hati yang irreguler, dan terkadang terba kelenjar limfe
klavikula.

H. PEMERIKASAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisis dapat membantu diagnosis berupa berat badan menurun
dan anemia. Didaerah epigastrium mungkin ditemukan suatu massa dan
jika telah terjadi metastasis ke hati, teraba hati yang iregular, dan kadang-
kadang kelenjar limfe klavikula teraba.
2. Radiologi.
Pemeriksaan radiologi yang penting adalah pemeriksaan kontras ganda
dengan berbagai posisi seperti telentang.Tengkurap, oblik yang disertai
dengan komprsi.
3. Gastroskopi dan Biopsi.
Pemeriksaan gastroskopi banyak sekali membantu diagnosis untuk melihat
adanya tumor gaster.Pada pemeriksaan Okuda (1969) dengan biopsi
ditemukan 94 % pasien dengan tumor ganas gaster sedangkan dengan
sitologi lavse hanya didapatkan 50 %.
4. Pemeriksaan darah pada tinja.
Pada tumor ganas sering didapatkan perdarahan dalam tinja (occult blood),
untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan tes Benzidin.
5. Sitologi.
Pemeriksaan Papanicolaou dari cairan lambung dapat memastikan tumor
ganas lambung dengan hasil 80 – 90 %.Tentu pemeriksaan ini perlu
dilengkapi dengan pemeriksaan gastroskopi dan biopsi.

I. PENATALAKSANAAN
1. Bedah
jika penyakit belum menunjukkan tanda penyebaran, pilihan terbaik
adalah pembedahan. Walaupun telah terdapat daerah sebar, pembedahab
sudah dapat dilakukan sebagai tindakan paliatif. Reaksi kuratif akan
berhsil bila tidak ada tanda metastasis di tempat lain, tidak ada sisa Ca
pada irisan lambung, reseksi cairan sekitar yang terkena, dari pengambilan
kelenjar limfa secukupnya.
2. Radiasi
3. Pengobatan dengan radiasi memperlihatkan kurang berhasil.
4. Kemoterapi
Pada tumor ganas dapat dilakukan pemberian obat secara tunggal atau
kombinsi kemoterapi. Di antara obat yang di gunakan adalah 5 FU,
trimetrexote, mitonisin C, hidrourea, epirubisin dan karmisetin dengan
hasil 18 – 30 %.

J. KOMPLIKASI
1. Perforasi
Dapat terjadi perforasi akut dan perforasi kronik.
2. Hematemesis.
Hematemesis yang masif dan melena dapat terjadi pada tumor ganas
lambung sehingga dapat menimbulkan anemia.
3. Obstruksi.
Dapat terjadi pada bagian bawah lambung dekat daerah pilorus yang
disertai keluhan mintah-muntah.
4. Adhesi
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
a. Apakah ada riwayat kanker pada keluarga
b. Status kesehatan dan penyakit yang diderita, upaya yang
dilakukan
c. Lingkungan tempat tinggal klien
d. Tingkat pengetahuan dan kepedulian pasien
e. Hal-hal yang membuat status kesehatan pasien berubah :
merokok, alkohol, obat-obatan, polusi, lingkungan, ventilasi.
2. Nutrisi metabolic
a. Jenis, frekuensi dan jumlah makanan dan minuman yang
dikonsumsi sehari
b. Adanya mual, muntah, anorexia, ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan nutrisi
c. Adanya kebiasaan merokok, alkohol dan mengkonsumsi obat-
obatan tertentu.
d. Ketaatan terhadap diet, kaji diet khusus
e. Jenis makanan yang disukai (pedas, asam, manis, panas,
dingin)
f. Adanya makanan tambahan
g. Napsu makan berlebih/kurang
h. Kebersihan makanan yang dikonsumsi
3. Eliminasi
a. Pola BAK dan BAB: frekuensi, karakteristik,
ketidaknyamanan, masalah pengontrolan
b. Adanya mencret bercampur darah
c. Adanya Diare dan konstipasi
d. Warna feses, bentuk feses, dan bau
e. Adanya nyeri waktu BAB
4. Aktivitas dan latihan
a. Kebiasaan aktivitas sehari hari
b. Kebiasaan olah raga
c. Rasa sakit saat melakukan aktivitas
5. Tidur dan istirahat
a. Adanya gejala susah tidur/ insomnia
b. Kebiasaan tidur per 24 jam
6. Adanya perasaan cemas,takut,tidak sabar ataupun marah
a. Mekanisme koping yang biasa digunakan
b. Respon emosional klien terhadap status saat ini
c. Orang yang membantu dalam pemecahan masalah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nausea b.d refluk
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan gerak peristaltik
usus
3. Nyeri b.d peningkatan massa lambung
4. Kelelahan b.d penyerapan makanan tidak adekuat

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Tujuan dan KH Intervensi Rasional
Dx
1. Setelah dilakukan
1. Pantau gejala yang
1. Mengetahui
tindakan keperawatan menyebabkan mual dan penyebab dari mual
selama 3x24 jam masalah muntah dan muntah
keperawatan nausea
2. Pantau frekuensi
2. Mengetahui berapa
dapat teratasi dengan KH muntah pasien CC cairan yang keluar
sebagai berikut : 3. Ajarkan kepada pasien
3. Pemasukan nutrisi
1. Asupan nutrisi untuk makan secara yang adekuat akan
terpenuhi teratur mengurangi kelelahan
2. Pasien dapat
4. Pasang NGT bila
4. Pemasukan nutrisi
mengidentifikasi keadaan sudah parah enteral lebih adekuat
tindakan yang dapat
5. Ajarkan kepada pasien dan cepat diserap oleh
mengurangi mual dan untuk minum satu jam tubuh
muntah sebelum dan satu jam
5. Pembatasan minum
3. Asupan nutrisi dapat setelah makan satu jam sebelum dan
masuk secara adekuat 6. Kolaborasi dengan sesudah makan akan
dokter untuk mengurangi tingkat
memberikan obat anti kepenuhan dari isi
emetik sesuai dosis perut
6. Pemberian
kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian obat anti
emetik diharapkan
bisa mengurangi
hasrat untuk muntah
2 Setelah dilakukan
1. Pantau intake dan
1. Mengetahui jumlah
tindakan keperawatan output makanan makan baik yang
selama 3x24 jam,
2. Lakukan penimbangan dimasukkan atau
masalah nutrisi kurang berat badan dikeluarkan
dari kebutuhan tubuh
3. Pantau nilai
2. Perkembangan berat
dapat teratasi dengan KH laboratorium khususnya badan pasien selama
sebagai berikut : albumin perawatan
1. Menunjukkan
4. Berikan asupan diit
3. Asupan makanan
keadekuatan zat gizi makanan yang mudah akan mempengaruhi
yang masuk dalam tubuh diserap nilai albumin
dan yang diabsorbsi oleh
5. Beri tahu kepada
4. Pemberian makanan
tubuh pasien atau keluarga yang mudah diserap
2. Keadekuatan jumlah tentang makanan yang oleh tubuh dengan
makan dan cairan yang bergizi tujuan agar nutrisi
masuk ke dalam tubuh
6. Kolaborasi dengan ahli dapat terpenuhi
selama 24 jam gizi untuk pemberian
5. Pendidikan kepada
3. Mempertahankan berat nutrisi yang seimbang pasien dengan harapan
badan dalam keadaan lebih dapat
normal mengetahui tentang
makanan yang bergizi
6. Penentuan diit yang
seimbang dan tetap

3. Setelah dilakukan
1. Pantau TTV 1. Mengetahui keadaan
keperawatan selama
2. Pantau keparahan nyeri umum pasien
3x24 jam, masalah dan skala nyeri 2. Mengetahui tingkat
keperawatan nyeri dapat
3. Tatalaksanan nyeri : perkembangan nyeri
teratasi dengan KH ringankan atau kurangi
3. Memberikan
sebagai berikut : nyeri sampai pada tingkat kenyamanan sesuai
1. Skala nyeri turun, misal kenyaman yang dapat yang diharapkan oleh
4–5 diterima oleh pasien pasien
2. Memperlihatkan wajah
4. Ajarkan teknik
4. teknik untuk
yang tidak meringis relaksasi nafas dalam mengurangi nyeri
kesakitan 5. Kolaborasi dengan
5. pemberian obat
3. Kegelisahan dapat dokter untuk pemberian analgetik diharapkan
berkurang analgetik sesuai dosis mampu mengurangi
nyeri
LAPORAN PENDAHULUAN KOLOREKTAL

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Kolorektal adalah kanker yang menyerang daerah usus besar
sampai dengan dubur. Perkembangan kanker ini sangat lambat,
sehingga sering di abaikan oleh penderita. Pada stadium dini, sering
kali tidak ada keluhan dan tidak ada rasa sakit yang berat.
Biasanya,penderita datang kedokter setelah timbul rasa sakit
yang berlebihan sudah pada stadium lanjut, sehingga sulit di
obati.
Kemungkinan terkena kanker usus besar,dubur antara pria dan
wanita adalah sama besar. Di indonesia, orang yang sering terserang
kanker ini adalah mereka yang berusia sekitar 30 tahun dan 60 tahun.
Meskipun demikian, kanker usus besar dubur bisa mulai menyerang
orang pada usiamuda sampai usia lanjut (Mangan,2003).

2. Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolon tidak diketahui dengan pasti,
tetapi faktor resiko telah teridentifikasi.

Faktor resiko untuk kanker kolon :


1. Riwayat kanker pribadi, orang yang sudah pernah terkena
kanker colorectal dapat terkena kanker colorectal untuk kedua
kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indungtelur,
uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko
yang lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal.
2. Riwayat kanker colorectal pada keluarga, jika mempunyai
riwayat kanker colorectal pada keluarga, maka kemungkinanakan
terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika mempunyai
saudara yang terkena kanker pada usia muda.
3. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis.Diet : kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran, buah-
buahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan
sumber protein hewani.

Faktor predisposisi yang penting adalah faktor gaya hidup, orang


yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak seperti
lemak jenuh dan asam lemak omega-6 (asam linol) dan sedikit buah-
buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena
kanker colorect.

Etiologi lain :

1. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat,


toksin,dan ototoksin serta gelombang elektromagnetik.
2. Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada
pigmenempedu, daging sapi dan kambing serta tranfusi darah.
3. Minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah
alcohol menjadi asetilaldehida yang meningkatkan risiko menderita
kankerkolon.
4. Obesitas.
5. Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif,
pegawaiadministrasi, atau pengemudi kendaraan umum
6. Polip di usus (Colorectal polyps), polip adalah pertumbuhan pada
dinding dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada
orangberusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat jinak
(bukankanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi
kanker.
7. Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn, orang dengan kondisi yang
menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis
ulcerativaatau penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki
risiko yanglebih besar.
8. Usia di atas 50, kanker colorectal lebih biasa terjadi pada usia
manusia yang semakin tua. Lebih dari 90 persen orang
yang menderita penyakit ini di diagnosis setelah usia 50 tahun ke
atas.

3. Patofisiologi
Munculnya tumor biasanya dimulai sebagai polip jinak,
yang kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup, serta merusak;
jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya. Tumor
dapat berupa masa polipoid, besar, tumbuh ke dalam lumen, dan
dengan cepat melua ske sekitar usus sebagai striktura annular (mirip
cincin).
Lesi annular lebih sering terjadi pada bagi rekto sigmoid,
sedangkan lesi polipoid yang datarl ebih sering terjadi pada sekum dan
kolon asendens.Secara histologis,hampir semua kanker usus
besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan dapat
mensekresi mucus yang jumlahnya berbeda-beda.Tumor dapat
menyebar melalui :
a. Secara Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti
kedalam kandung kemih (vesika urinaria).
b. Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar
limfe perikolon dan mesokolon.
c. Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon
mengalirkan darah balik ke sistem portal.

4. Manifestasi Klinis
Gejala sangat di tentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan
fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam
defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan
feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan
yang umum terjadi. Bila kita berbicara tentang gejala tumor usus besar,
gejala tersebut terbagi tiga, yaitu gejala lokal, gejala umum,dan
gejala penyebaran (metastasis).
a. Gejala lokalnya adalah :
1) Perubahan kebiasaan buang air
2) Perubahan frekuensi buang air, berkurang (konstipasi)
atau bertambah (diare)
3) Sensasi seperti belum selesai buang air, (masih ingin
tapi sudah tidak bisa keluar) dan perubahan diameter serta
ukuran kotoran (feses). Keduanya adalah ciri khas dari
kanker kolorektal
4) Perubahan wujud fisik kotoran/feses
5) Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang
pembuangan saat buang air besar
6) Feses bercampur lender
7) Feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan
dengan terjadinya perdarahan di saluran pencernaan bagian
atas
8) Timbul rasa nyeri di sertai mual dan muntah saat buang air
besar, terjadi akibat sumbatan saluran pembuangan
kotoran oleh massa tumor
9) Adanya benjolan pada perut yang mungkin di rasakan
oleh penderita
10) Timbul gejala-gejala lainnya di sekitar lokasi tumor, karena
kanker dapat tumbuh mengenai organ dan jaringan
sekitar tumor tersebut, seperti kandung kemih (timbul darah
pada airseni, timbul gelembung udara, dll), vagina
(keputihan yangberbau, muncul lendir berlebihan, dll). Gejala-
gejala ini terjadi belakangan, menunjukkan semakin besar
tumor dan semakinluas penyebarannya
b. Gejala umumnya adalah :
1) Berat badan turun tanpa sebab yang jelas (ini adalah gejalayang
paling umum di semua jenis keganasan)
2) Hilangnya nafsu makan
3) Anemia, pasien tampak pucat
4) Sering merasa lelah
5) Kadang-kadang mengalami sensasi seperti melayang
c. Gejala penyebarannya adalah :
1) Penyebaran ke Hati, menimbulkan gejala penderita
tampak kuning
2) Nyeri pada perut, lebih sering pada bagian kanan
atas, disekitar lokasi hati
3) Pembesaran hati, biasa tampak pada pemeriksaan fisik oleh
dokter
4) Timbul suatu gejala lain yang disebut
paraneoplastik,berhubungan dengan peningkatan
kekentalan darah akibat penyebaran kanker.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoid
oskopi maupun kolon oskopi. Pemeriksaan kolono skopi atau
teropong usus ini di anjurkan segera dilakukan bagi mereka yang
sudah mencapai usia 50 tahun. Pemeriksaan kolono skopi relatif
aman, tidak berbahaya, namun pemeriksaan ini tidak
menyenangkan. Kolono skopi di lakukan untuk menemukan kanker
kolorektal sekaligus mendapatkan jaringan untuk diperiksa di
laboratorium patologi. Pada pemeriksaan ini di perlukan alat
endoskopi fiberoptik yang di gunakan untuk pemeriksaan
kolono skopi. Alat tersebut dapat melihat sepanjang usus
besar, memotretnya, sekaligus biopsi tumor bila di temukan.
Dengan kolono skopi dapat dilihat kelainan berdasarkan gambaran
makroskopik. Bila tidak ada penonjolan atau ulkus, pengamatan
kolono skopi di tujukan pada kelainan warna, bentuk permukaan,
dan gambaran pembuluh darahnya.
b. Radiologis
Pemeriksan radiologis yang dapat di lakukan antara lain
adalah foto dada dan foto kolon (barium enema). Foto dada di
lakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke paru.
c. Ultrasonografi (USG)
Sulit di lakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi
di gunakan untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker ke
kelenjar getah bening di abdomen dan hati.
d. Histopatologi
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar
histopatologis karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan
perlu di tentukan di ferensiansi sel.
e. Barium Enema
Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium
dimasukkan keusus besar melalui dubur dan siluet (bayangan)-nya
dipotret dengan alat rontgen. Pada pemeriksaan ini hanya dapat
di lihat bahwa ada kelainan, mungkin tumor, dan bila ada
perlu di ikuti dengan pemeriksaan kolon oskopi. Pemeriksaan
ini juga dapat mendeteksi kanker dan polip yang besarnya
melebihi satu senti meter. Kelemahannya, pada pemeriksaan ini
tidak dapat dilakukan biopsi.
f. Laboratorium
Laboratorium Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa
kemungkinanpasien mengalami perdarahan (FKUI,2001:2010).
Selain itu, pemeriksaan darah samar (occult blood) secara berkala,
untuk menentukan apakah terdapat darah pada tinja atau tidak.
g. Scan
(misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound. Dilakukan
untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi
respons pada pengobatan.
h. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum)
Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan
pengobatandan dapat dilakukan melalui sum-sum tulang,
kulit, organ dan sebagainya.
i. Jumlah darah lengkap dengan di ferensial dan trombosit Dapat
menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan
seldarah putih: trombosit meningkat atau berkurang.
j. Sinar X dada
Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.
6. Penatalaksanaan Medis
1. Farmakologi
1) Pembedahan (Operasi)
Operasi adalah penangan yang paling efektif dan
cepat untuk tumor yang di ketahui lebih awal dan masih
belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker
telah terbuang. Oleh sebab itu dokter bedah biasanya juga
menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang
mengelilingi sekitar kanker. Pembedahan dapat bersifat
kuratif atau palliative. Tujuan pembedahan dalam situasi ini
adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan
mencakup strukturvital sekitarnya, maka operasi tidak dapat
dilakukan.
a. Pembedahan Reseksi
Satu-satunya pengobatan definitif adalah
pembedahan reseksidan biasanya diambil sebanyak
mungkin dari kolon, batasminimal adalah 5 cm
di sebelah distal dan proksimal daritempat
kanker.
b. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang
(stoma)yang dibentuk dari pengeluaran sebagian bentuk
kolon (ususbesar) ke dinding abdomen (perut), stoma
ini dapat bersifat sementara atau permanen. Tujuan
Pembuatan Kolostomi adalah untuk tindakan
dekompresi usus pada kasus sumbatan/obstruksi
usus. Sebagai anus setelah tindakan operasi
yangmembuang rektum karena adanya tumor atau
penyakit lain.Untuk membuang isi usus besar sebelum
dilakukan tindakan operasi berikutnya untuk
penyambungan kembali usus (sebagai stoma
sementara).
b. Radioterapi
Setelah di lakukan tindakan pembedahan perlu
di pertimbangkan untuk melakukan radiasi dengan dosis
adekuat. Memberikan radiasi isoniasi pada
neoplasma.Karena pengaruh radiasi yang mematikan
lebih besar pada sel-sel kanker yang sedang proliferasi,dan
berdiferensiasi buruk, di bandingkan terhadap sel-sel
normal yang berada di dekatnya, maka jaringan normal
mungkin mengalami cidera da1am derajat yang dapat
ditoleransi dan dapat diperbaiki, sedangkan sel-sel kanker
dapat dimatikan, selanjutnya dilakukan kemoterapi.
c. Kemoterapi
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-
FU). Belakangan ini sering di kombinasi dengan leukovorin
yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada
yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU,
levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah
dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan
kemoterapi.
2. Non Farmakologi
a. Penatalaksanaan Keperawatana.Dukungan adaptasi dan
kemandirian.
b. Meningkatkan kenyamanan.
c. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal
d. Mencegah komplikasi.
e. Memberikan informasi tentang proses/kondisi
penyakit,prognosis, dan kebutuhan pengobatan.

Penatalaksanaan Dieta.

a. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-


buahan. Serat dapat melancarkan pencemaan dan buang
air besar sehingga berfungsi menghilangkan kotoran dan zat
yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang
terlalu lama mengendap di usus akan menjadi racun
yang memicu selkanker.
b. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
c. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenu dan
kolesterol tinggi terutama yang terdapat pada daging hewan.
d. Menghindari makanan yang di awetkan dan pewarna sintetik,
karena hal tersebut dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
e. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
f. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur
7. Pencegahan
a. Kanker kolon dapat dicegah dengan cara sebagai berikut
b. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar
dan menurunkan derajat keasaman, kosentrasi asamlemak,
asam empedu, dan besi dalam usus besar.
c. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
d. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
e. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilusf.Berolahraga
dan banyak bergerak sehingga semakin mudah danteratur untuk
buang air besar
f. Hidup rileks dan kurangi stress.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
A. Amnesa
Identitas Pasien, Nama, Umur, Jenis Kelamin, No. Register,
Alamat,Status Perkawinan, KeluargaTerdekat, Diagnosa Medis
Riwayat keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang :
Keluhan Utama : sudah 1 bulan ini BAB nya selalu berlendir
dandarah, dan 1 minggu terakhir ini BAB nya darah segar dan
seringjuga mengalami obstipasi, kadang juga mengalami
distensiabdomen
b. Riwayat Kesehatan masa lalu :
Riwayat alergi (obat, makanan, binatang,lingkungan)Klien
tidak pernah mempunyai riwayat alergi
obat,makanan,binatang,lingkungan.
c. Riwayat kecelakaan
klien tidak pernah mengalami riwayat kecelakaan sebelumnya
d. Riwayat dirawat di Rumah Sakit (kapan, alasan, berapa lama)
klien baru pertama kali datang ke rumah sakit pada tanggal
e. Riwayat pemakaian obat
klien tidak pernah memakai obat dalam jangka waktu yang
lama.
f. Riwayat trauma kepala.
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah di derita
klien, serta riwayat adanya terkena radiasi
g. Sejak kapan keluhan dirasakan.
Buang air besar 6 kali sehari sudah terjadi selama 2 hari
belakangan ini.
h. Kaji TTV dasar
Untuk perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan
datang.
i. Kaji pertumbuhan klien.
j. Timbang dan ukur BB, TB klien.Resiko infeks
k. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Keluarga klien tidak pernah ada riwayat penyakit
seperti ini sebelumnya
B. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan fisik Umum
a. Berat badan sekarang:
b. Berat badan sebelum sakit:
c. Tinggi badan:
d. Tekanan darah:
e. Nadi:
f. Frekuensi nafas:
g. Suhu tubuh:
2) Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/istirahat
Pasien dengan kanker kolorektal biasanya merasakan tidak
nyaman pada abdomen dengan keluhan nyeri, perasaan
penuh, sehingga perlu di lakukan pengkajian terhadap pola
istirahat dan tidur.
b. Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pergerakan kerja.
Kebiasaan: perubahan pada tekanan darah.
c. Integritas ego
Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan
peran) dan caramengatasi stress ( misalnya
merokok, minum alkohol, menundamencari
pengobatan, keyakinan religius/ spiritual)
d. Eliminasi
Adanya perubahan fungsi kolon akan mempengaruhi
perubahan padadefekasi pasien, konstipasi dan diare
terjadi bergantian. Bagaimana kebiasaan di rumah yaitu:
frekuensi, komposisi, jumlah, warna, dancara
pengeluarannya, apakah dengan bantuan alat atau tidak
adakah keluhan yang menyertainya. Apakah kebiasaan di
rumah sakit sama dengan di rumah. Pada pasien dengan
kanker kolerektal dapat dilakukan pemeriksaan fisik
dengan observasi adanya distensi abdomen, massa
akibat timbunan faeces.
Massa tumor di abdomen, pembesaran hepar akibat
metastase, asites,pembesaran kelenjar inguinal,
pembesaran kelenjar aksila dan supraklavikula,
pengukuran tinggi badan dan berat badan, lingkar perut,
dancolok dubur.
e. Makanan/cairan
Gejala: kebiasaan makan pasien di rumah dalam
sehari, seberapa banyak dan komposisi setiap kali makan
adakah pantangan terhadapsuatu makanan, ada keluhan
anoreksia, mual, perasaan penuh (begah),muntah, nyeri
ulu hati sehingga menyebabkan berat badan menurun.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema
f. Neurosensori
Gejala: Pusing; sinkope, karena pasien kurang
beraktivitas, banyaktidur sehingga sirkulasi darah ke otak
tidak lancar.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi misalnya
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat
(dihubungkan dengan proses penyakit)
h. Pernapasan
Gejala: Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan
seorang perokok).
i. Keamanan
Gejala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Pemajanan matahari lama/berlehihan. Tanda: Demam.
Ruam kulit, ulserasi
j. Seksualitas
Gejala: Masalah seksual misalnya dampak pada hubungan
perubahanpada tingkat kepuasan. Multigravida lebih besar
dari usia 30 tahun Multigravida, pasangan seks multipel,
aktivitas seksual dini, herpesgenital.
k. Interaksi sosial
Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (insisi pembedahan).
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Resiko infeksi

D. Intervensi
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri akut b.d NIC Label : Pain
Setelah diberikan
Management
agen cedera fisik
asuhan keperawatan 1. Kaji secara
(insisi komprehensip
asuhan keperawatan
pembedahan). terhadap nyeri
Definisi : termasuk lokasi,
selama …x 2 jam,
emosional yang karakteristik,
nyeri yang dirasakan durasi, frekuensi,
tidak mnyenagkan
klien berkurang kualitas, intensitas
yang muncul akibat nyeri dan faktor
dengan criteria hasil
kerusakan jaringan. presipitasi
: 2. Observasi reaksi
Batasan
ketidaknyaman
karakteristik : secara nonverbal
 Perubahan NOC label : Pain 3. Gunakan strategi
Control komunikasi
selera makanan
terapeutik untuk
 Perubahan mengungkapkan
tekanan darah 1. Klien pengalaman nyeri
dan penerimaan
 Perubahan melaporkan
klien terhadap
frekwensi nyeri berkurang respon nyeri
jamtung 2. Klien dapat 4. Tentukan
mengenal pengaruh
 Perubahan lamanya (onset) pengalaman nyeri
frekwensi nyeri terhadap kualitas
3. Klien dapat hidup( napsu
pernafasan
menggambarkan makan, tidur,
 Diaphoresis faktor penyebab aktivitas,mood,
Factor yang 4. Klien dapat hubungan sosial)
menggunakan 5. Tentukan faktor
berhubungan :
teknik non yang dapat
Agen cidera farmakologis memperburuk
(biologis, 5. Klien nyeriLakukan
menggunakan evaluasi dengan
kimia,fisik,
analgesic sesuai klien dan tim
psikologis instruksi kesehatan lain
tentang ukuran
Pain Level pengontrolan
nyeri yang telah
dilakukan
1. Klien 6. Berikan informasi
tentang nyeri
melaporkan
termasuk
nyeri berkurang penyebab nyeri,
2. Klien tidak berapa lama nyeri
akan hilang,
tampak
antisipasi
mengeluh dan terhadap
menangis ketidaknyamanan
dari prosedur
3. Ekspresi wajah
7. Control
klien tidak lingkungan yang
menunjukkan dapat
mempengaruhi
nyeri respon
4. Klien tidak ketidaknyamanan
klien( suhu
gelisah
ruangan, cahaya
dan suara)
8. Hilangkan faktor
presipitasi yang
dapat
meningkatkan
pengalaman nyeri
klien( ketakutan,
kurang
pengetahuan)
9. Ajarkan cara
penggunaan terapi
non farmakologi
(distraksi, guide
imagery,relaksasi)
Kolaborasi pemberian
analgesic

Diagnosa NOC NIC


Gangguan a. Joint Movement : Exercise therapy :
Mobilitas Active ambulation
Fisik b. Mobility Level 1. Monitoring vital
Definisi: c. Self care : ADLs sign
Keterbatasan d. Transfer sebelm/sesudah
dalam gerak performance latihan dan lihat
fisik dari satu respon pasien saat
atau lebih Setelah dilakukan latihan
ekstremitas tindakan
secara 2. Konsultasikan
mandiri. keperawatan dengan terapi fisik
selam….jam gangguan tentang rencana
Batasan mobilitas fisik teratasi ambulasi sesuai
Karakteristik: dengan kriteria hasil: dengan kebutuhan
1. Mengeluh 1. Klien meningkat 3. Bantu klien untuk
sulit dalam aktivitas fisik menggunakan
menggerak
an 2. Mengerti tujuan dari tongkat saat
peningkatan berjalan dan cegah
ekstremitas terhadap cedera
2. Kekuatan mobilitas
Ajarkan pasien
otot 3. Memverbalisasikan atau tenaga
menurun perasaan dalam kesehatan lain
3. Rentang meningkatkan tentang teknik
gerak kekuatan dan ambulasi
(ROM) kemampuan
menurun berpindah 4. Kaji kemampuan
pasien dalam
4. Nyeri saat 4. Memperagakan mobilisasi
bergerak penggunaan alat
5. Enggan Bantu untuk 5. Latih pasien dalam
melakukan mobilisasi(walker) pemenuhan
pergerakan kebutuhan ADLs
Merasa cemas secara mandiri
saat bergerak sesuai kemampuan
6. Dampingi dan
Bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs
ps.
7. Berikan alat Bantu
jika klien
memerlukan.
8. Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan
Diagnosa NOC NIC
Resiko Infeksi Immune Status 1. Pertahankan teknik
Definisi: a. Knowledge : Infection aseptif
Beresiko Control 2. Batasi pengunjung bila
mengalami b. Risk control perlu
peningkatan 3. Cuci tangan setiap
terserang Setelah dilakukan tindakan sebelum dan sesudah
organism keperawatan tindakan keperawatan
patogenik. selama……jam 4. Gunakan baju, sarung
Batasan pasien tidak mengalami tangan sebagai alat
Karakteristik: infeksi dengan kriteria pelindung
1. AIDS hasil: 5. Ganti letak IV perifer dan
2. Luka Bakar 1. Klien bebas dari tanda dressing sesuai dengan
3. Diabetes dan gejala infeksi petunjuk umum
mellitus 2. Menunjukkan 6. Gunakan kateter
4. Gangguan kemampuan untuk intermiten untuk
fungsi hati mencegah timbulnya menurunkan infeksi
5. Tindakan infeksi kandung kencing
invasive 3. Jumlah leukosit dalam 7. Tingkatkan intake nutrisi
6. Penyalaguna batas normal 8. Berikan terapi
an obat. 4. Menunjukkan perilaku Antibiotic
7. Kanker hidup sehat 9. Monitor tanda dan gejala
8. Gagal ginjal 5. Status imun, infeksi sistemik dan local
gastrointestinal,genitour 10. Pertahankan teknik
inaria dalam batas isolasi k/p
normal 11. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan cairan

https://edoc.site/makalah-dan-askep-ca-colon-pdf-free.html

Anda mungkin juga menyukai