PENDAHULUAN
beberapa bahasa Daeerah disebut patek, puru, buba, pian, parangi, ambalo adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Traponema perteneu yang hidup
8,2017)
melaporkan adanya kasus Frambusia berdasarkan laporan WHO tahun 2012. Pada
tahun 2014, dilaporkan adanya 1.521 kasus Frambusia di Indonesia. Hasil survey
Secara geografis, penyakit ini terbatas hanya pada daerah yang terpencil dan
dan serologi. Kemungkinan terdapat frambusia tanpa lesi klinis yang tidak
tahun 2020 belum tercapai. Hal ini disebabkan karena kurangnya keasadaran
di daerah ini.
yang kuat dari seluruh sektor terkait, baik lintas sektor maupun lintas program.
penemuan kasus Frambusia. Salah satu kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu
deteksi dini (skrining) penyakit frambusia. Penemuan kasus secara dini dapat
memutuskan mata rantai penularan frambusia. Semua koreng yang bukan
diakibatkan oleh cedera atau trauma, dapat diduga sebagai suspek frambusia
Hal ini pula yang membuat kami tertarik untuk ikut melakukan kegiatan
Deteksi Dini (skrining) Penyakit Frambusia pada anak sekolah. Tujuan kegiatan
ini adalah untuk memastikan bahwa sudah tidak ada lagi penyebaran frambusia di
Kegiatan deteksi dini (skrining) penyakit frambusia pada anak sekolah yang
satu perwujudan dari Tri Dharma perguruan tinggi yang terdapat pada undang-
undang no 12. Tahun 2012 pada pasal 1 ayat 9 yaitu kewajiban perguruan tinggi
integrilisasi dari ilmu yang tertuang secara teoritis dibangku kuliah untuk
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
sekolah
kesehatan pada populasi sehat pada kelompok tertentu sesuai dengan jenis penyakit
yang akan dideteksi dini dengan upaya meningkatkan kesadaran pencegahan dan
diagnosis dini bagi kelompok yang termasuk resiko tinggi. Berikut dijelaskan definisi
yang digunakan secara luas pada populasi sehat atau populasi yang tanpa gejala
terhadap penyakit tertentu. Mereka yang mungkin memiliki penyakit (yaitu, mereka
yang hasilnya positif) dapat menjalani pemeriksaan diagnostik lebih lanjut dan
dugaan penyakit atau kecacatan yang belum dikenali dengan menerapkan pengujian,
pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat diterapkan dengan cepat. Tes
kelompok orang yang mungkin sehat. Sebuah tes skrining/penapisan ini tidak
dimaksudkan untuk menjadi upaya diagnosa. Orang dengan temuan positif menurut
hasil skrining/penapisan atau suspek suatu kasus harus dirujuk ke dokter untuk
Penelitian uji skrining mempunyai tujuan yaitu untuk menilai validitas dan
reliabilitas suatu test dalam mendeteksi kemungkinan adanya suatu penyakit secara
lebih dini (deteksi dini). Deteksi dini merupakan bagian dari pencegahan sekunder
yang terdiri dari deteksi dini dan dikuti pengobatan tepat. Konsep dari deteksi dini
gejala. Dengan melakukan deteksi dini maka klasifikasi memungkinkan terkena suatu
menjadi lebih cepat diberikan dan outcome penyakit sebagian besar berakhir
dengan kesembuhan (prognosis lebih baik). Konsep ini sejalan dengan teori
bahwa semakin dini suatu penyakit diketahui maka peluang sembuh sempurna
semakin murah. Konsep deteksi dini tersebut dapat dibuatkan bagan sebagai
berikut:
Gambar 1.
Deteksi Dini
validitas suatu.
test terhadap suatu baku emas, tanpa adanya tujuan untuk mengetahui
bahwa semua variabel, termasuk test yang diuji dan gold standar (baku emas)
diteliti dengan test yang diuji dan baku emas sangat penting dilakukan pada
periode waktu yang sama untuk menjamin bahwa kondisi penyakit masih
sama. Jika waktu pengukuran atau mengambilan bahan oleh test yang diuji
dan gold standar berbeda maka adanya perbedaan hasil bukan karena kurang
masalah penentuan atau pemilihan test yang digunakan sebagai baku emas.
Tidak sembarang test bisa digunakan sebagai baku emas. Test yang
tergolong test untuk skrining tidak bisa digunakan sebagai baku emas. Baku
emas adalah test yang memang sudah dipercaya kebenarannya sesuai dengan
(TB) pada anak, kurang tepat kalau dilakukan penelitian uji diagnosis sistem
skoring TB anak oleh dokter umum dengan dokter spesialis anak sebagai baku
emas karena hasil skoring TB anak oleh dokter spesialis anak belum tentu
terapi obat anti TB dapat digunakan sebagai baku emas. Dengan kata lain
pemilihan baku emas suatu penyakit tertentu yang akan dilakukan penelitian
uji diagnosis dan skrining harus sesuai dengan keilmuwan (teori) yang
berlaku. Seperti baku emas untuk kanker payudara adalah hasil pemeriksaan
sebagai test yang baik. Karakteristik atau ciri-ciri ini juga merupakan alasan atau
latar belakang untuk melaksanakan suatu penelitian uji skrining. Dalam membuat
berarti biaya yang diperlukan untuk melakukan suatu test diagnostik lebih
berarti waktu yang diperlukan dari sampel diambil sampai didapatkan hasil
3. Mudah dikerjakan
mudah jika bisa dikerjakan oleh tenaga medis dengan pelatihan yang relatif
singkat.
Bebas dari risiko dan ketidaknyamanan mempunyai makna suatu test tidak
Semakin tidak ada rasa nyeri dan tidak ada tindakan invasif maka semakin
6. Valid
7. Reliabel
dikerjakan lebih dari sekali terhadap pasien (subjek pengamatan) yang sama
pada kondisi yang sama pula. Sumber ketidaksamaan hasil ukur (bias) dapat
terjadi karena observer berbeda yang disebut dengan bias inter observer dan
observer sama tapi waktu pengamatan berbeda yang disebut bias intra
obserber.
seperti ini adalah kanker, diabetes melitus, tekanan darah tinggi dan
HIV/Aids
sembuh, tidak mengalami kecacatan dan kematian jauh lebih tinggi jika
terdeteksi dan diobati pada tahap awal (preklinis) dibandingkan tahap
lanjut. Salah satu contoh penyakit lebih efektif diobati pada tahap awal
adalah kanker payudara dimana bila terdeteksi dan diobati pada tahap
dan diobati pada tahap awal tetapi survivor rate dari penyakit ini tidak
menemukan pada stadium yang lebih dini. Dengan kata lain semakin
untuk diskrining.
untuk benar sakit pada orang-orang dengan hasil tes positif semakin
tinggi. Dengan kata lain, jika skrining dilakukan pada populasi dengan
prevalensi suatu penyakit tinggi, maka jumlah hasil positif palsu akan
semakin sedikit. Hal ini akan sangat bagus karena akan menghasilkan
Anak sekolah dasar yaitu anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik
lebih kuat yang mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak
bergantung dengan orang tua. Anak usia sekolah ini merupakan masa
perilakunya sendiri dalam hubungan dengan teman sebaya, orang tua dan
and continues through the life span, yang artinya perkembangan adalah
tinggi badan dimula sejak lahir dan berhenti pada usia 18 tahun (Desmita,
2015).
memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai
usia 7-11 tahun (tahap operasional konkret. Pada tahapan ini, pemikiran
pada objek konkret dan dalam situasi konkret. Anak telah mampu mampu
yaitu sudah mampu memperhatikan lebih dari satu dimensi dan juga
menghubungkan satu
anak atau karakteristik biologis individu yang dibawa sejak lahir yang
tidak diturnkan dari pihak kedua orang tua. Kita juga dapat menyebutkan
faktor prenatal dan post natal. Lingkungan post natal secara umum dapat
di golongkan menjadi lingkungan biologis (ras/suku bangsa, jenis
Perilaku hidup bersih dan Sehat (PHBS) adalah sebagai bentuk wujud
2011).
dapat menciptakan kondisi sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa,
Bersih dan Sehat (PHBS) pada anak usia dini dibagi menjadi beberapa
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (1992: 1-7, dalam Banun 2106)
2014).
mencapai suatu tujuan tertentu, dan hasil dari dorongan dan gerakan
2016)
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
2009).
2.4 Konsep Medis Penyakit Frambusia
Indonesia sampai saat ini belum dapat dieliminasi dari seliruh wilayah
angka prevalensi yang cukup tinggi yaitu Papua Barat (15,00), Papua
berfluktuasi dari tahun 2005 sampai 2007. Pada tahun 2005 prevalensi
frambusia 1,7 per 10.000 penduduk sedangkan pada tahun 2006 menjadi
1,4 per 10.000 penduduk namun pada tahun 2007, prevalensi penyakit
frambusia di Kota Jayapura sebesar 5,4 per 10.000 penduduk.3 Angka ini
lebih tinggi dari kebijakan Departemen Kesehatan yaitu < 1 per 10.000
Jayapura pada bulan Juni tahun 2007 terhadap 200 orang penduduk
dari 200 kasus frambusia per 10.000 penduduk di Propinsi Nusa Tenggara
Propinsi NTT dengan tes serologis yang positif (Pudjiati dkk, 201).
2.4.2 Definisi
dan sering rekuren, bersifat endemic pada daerah beriklim tropis dan
dengan gejala utama pada kulit dan tulang (Rachmah, Cahanar, 2000).
di pedesaan yang panas dan lembab; banyak ditemukan pada anak umur
2–15 tahun dan lebih sering pada laki-laki. Jumlah kasus frambusia selalu
2.4.3 Epidemiologi
di tempat – tempat yang terpencil dan jauh dari kota – kota besar masih
Jawa – Bali menjadi 0,01%, sedangkan diluar Jawa – Bali masih 0,245%.
Selama periode perang dunia II, pada saat pendudukan Jepang tidak ada
melalui :
penderita ke orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala
perantaraan benda atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam
lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada jejas itu
masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut. Terjadinya infeksi yang
kemungkinan:
virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi tidak
ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan
1. Stadium primer :
3. Stadium lanjut :
b. Tidak eksudatif
rekuren
tulang Manifestasi klinis frambusia juga dibagi dalam beberapa tahap, antara lain :
penyakit. Namun, tidak menutup kemungkinan si penyakit telah ada dalam tubuh
si penderita.
4. Tahap Lanjut : Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki,
sendi dan tulang, sehingga mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya
5. Tahap Pasca Patogenesis : Pada tahap ini perjalanan akhir penyakit hanya
penderita.
b. Karier tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada
dalam tubuh.
c. Penyakit tetap berlangsung secara kronik yang jika tidak diobati akan
jaringan penjamu, setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang
berbentuk seperti buah arbei, yang memiliki permukaan yang basah, lembab,
tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai dengan peningkatan suhu
tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian. Apabila tidak segera diobati
ditularkan melalui kontak dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang
infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang umum.
rawan, kulit, serta jaringan halus, yang akan mengakibatkan disabilitas yang
2.4.9 Komplikasi
menodai dan melumpuhkan komplikasi setelah lima tahun karena penyakit ini
dapat menyebabkan kerusakan berat pada kulit dan tulang. Hal ini juga dapat
atas.
1. Pemeriksaan hispatologi
2. Pemeriksaan serologi
2.4.11 Pencehagan
danmemudahkanindividu,keluarga,kelompokmaupunmasyarakatmengi
penelitian ini maka kita dapat mengatakan bahwa keyakinan yang dimiliki
gejala aktif diperlakukan sebagai pasien laten. Survei serologis untuk pasien
laten perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya relaps dan timbulnya lesi
lebih mudah menular pada saat musim hujan. Berikut ini ada beberapa hal
(PHBS).
Pengobatanframboesiadilakukandenganmemberikanantibiotika.Antibiotika
orang dewasa dan untuk 1,2 juta unit untuk anak-anak. Hingga saat ini,
penisilin merupakan obat pilihian, tetapi bagi mereka yang peka dapat
1. Bila sero positif >50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun >5%
2. Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5%
maka penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan
pengobatan.
3. Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun
pengobatan.
berikut :
4. Persiapan alat dan bahan untuk kegiatan Deteksi Dini (Skrining) Penyakit
Frambusia
tahun atau kelas 1 – 6 sekolah Dasar. Pada intinya, kegiatan ini adalah melakukan
pemeriksaan badan terhadap siswa untuk mengetahui adanya koreng dan lesi
Langkah-langkah :
Sekolah bersangkutan
b) Sampiran
daftar nama siswa di kelas yang akan dipeiksa ke dalam formulir pemeriksaan
Frambusia di sekolah
dan siswa
7. Pemeriksaan terhadap siswa dilaksanakan satu demi satu siswa, tidak boleh
tata cara pemeriksaan. Jika ditemukan koreng atau lesi frambusia, dilakukan
pencapaian target hasil diuraikan menurut runtutan metode pelaksanaan dengan beberapa
modifikasi sesuai kondisi lapangan dan selanjutnya secara detail diuraikan berikut.
mengenai persiapan penempatan mahasiswa pengabdian dan hal-hal yang perlu diketahui
oleh mahasiswa mengenai situasi dan kondisi tempat yang akan digunakan sebagai tempat
Kegiatan Edukasi ini dilakukan sebelum skrining. Peserta yang diedukasi adalah para
guru, orang tua siswa dan siswa kelas 1 ssampai kelas 6 SD. Pelaksanaannya di ruang
Kegiatan ini dimulai pukul 10.00 setelah Guru, Orang tua siswa dan siswa
dikumpulkan. Ada 2 materi yang diberikan yaitu materi tentang penyakit frambusia
yang diedukasikan kepada Guru dan orang tua siswa, serta materi 6 langkah mencuci
tangan yang baik dan benar menggunakan sabun yang diedukasikan dan dipraktekan
pemeriksaan badan dilakukan pada seluruh siswa yang hadir. Siswa diperiksa dari
kepala sampai pada kaki, untuk mencari apakah ada koreng atau lesi frambusia. Jika
ditemukan koreng atau lesi frambusia, maka akan ditindak lanjuti dengan
pemeriksaan Rapid Diagnostic Test Frambusia. Jika ditemukan kasus positif akan
Guru, orang tua dan siswa sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Guru
dan orang tua yang hadir pada kegiatan ini berjumlah 5 orang, dan siswa yang
orang siswa yang dkatakan negative ini akan ditindak lanjuti oleh pihak
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
beberapa bahasa Daeerah disebut patek, puru, buba, pian, parangi, ambalo adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Traponema perteneu yang hidup di
penyakit ini hanya terbatas pada daerah yang terpencil dan terlokalisir di tempat
untuk pemberian penanganan kesehatan primer ke dalam populasi secara sosial dan
terisolasi secara geografis. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan penemuan kasus
Frambusia yaitu deteksi dini (skrining) penyakit frambusia. Penemuan kasus secara
dini dapat memutuskan mata rantai penularan frambusia. Semua koreng yang bukan
diakibatkan oleh cedera atau trauma, dapat diduga sebagai suspek frambusia sampai
dapat dikonfirmasi dengan melakukan pengujian serologi. Tujuan kegiatan ini adalah
untuk memastikan bahwa sudah tidak ada lagi penyebaran frambusia di wilayah
kabupaten Gorontalo Utara. Kegiatan Deteksi Dini (skrining) frambusia ini dilakukan
pada anak sekolah Dasar kelas 1 sampai dengan 6. Selain kegiatan skrining,
5.2 Saran