Anda di halaman 1dari 32

Makalah :

Oseanografi
“Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Hasil Perikanan”

DISUSUN OLEH :

Kelompok V

Nama : Fajrin Tuduhu

: Agsa Yainahu

: M.Riski Syamsi

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN (THP)


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALUKU UTARA
(UMMU) TERNATE
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum Wr Wb

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul : Pengaruh Suhu
Permukaan Laut Terhadap Hasil Perikanan dengan baik, salawat serta salam semoga tercurah
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan keluarga yang telah
memperjuangkan dinul islam dan memberi petunjuk jalan kebenaran, amien.

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekuranagan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan demi melengkapi makalah ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi
masarakat khususnya Fakultas Pertanian. Amien.

Wasalamu’alaikum Wr Wb

Ternate, 3 Juni 2017


DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................1
1.3 Tujuan.................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Suhu.....................................................................................................................................2
2.2 Salinitas...............................................................................................................................2
2.3 Derajat Keasaman..............................................................................................................2
2.4 Oksigen Terlarut................................................................................................................2
2.5 Kecerahan...........................................................................................................................2
2.6 Arus.....................................................................................................................................2
2.7 Gelombang..........................................................................................................................3
2.8 Pasang Surut.......................................................................................................................3
2.9 Gambar 1. Peta Laut Banda C..........................................................................................4

BAB III METODE PRAKTEKA


3.1 Metode Pembuatan Peta-Peta Prameter Oseangrafi Meliputi......................................5

BAB V SUHU PERMUKAAN LAUT


4.1 Pembuatan Peta Sebaran Suhu Permukaan Laut..........................................................6
4.2 123 Omni-Akuatika Vol. 12 No. 3, 2016:119-130..........................................................17
4.3 Ratnawati et al., 2016 Upwelling di Laut Banda dan Pesisir Selatan Jawa 124.........17
4.4 Ratnawati et al., 2016 Upwelling di Laut Banda dan Pesisir Selat Jawa 126.............18

BABA IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan.......................................................................................................................20
5.2 Saran..................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUANA

1.1 Latar Belakang


Oseanografi (berasal dari bahasa Yunani oceanos yang berarti laut dan atau graphos yang
berarti gambaran atau deskripsi juga disebut oseanologi atau ilmu kelautan) adalah cabang dari ilmu
bumi yang mempelajari segala aspek dari samudera dan lautan. Secara sederhana oseanografi dapat
diartikan sebagai gambaran atau deskripsi tentang laut. Dalam bahasa lain yang lebih
lengkap,oseanografi dapat diartikan sebagai studi dan penjelajahan (eksplorasi)
ilmiahmengenai laut dan segala fenomenanya. Laut sendiri adalah bagian dari hidrosfer. Fenomena
yang terjadi di laut disebabkan oleh beberapa faktor seperti suhu,salinitas, gelombang, dan
lain-lain dari perairan tersebut.

Benua Maritim Indonesia (BMI), secara geografis terletak di daerah tropis berada diantara
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia serta diantara benua Asia dan Australia. Posisi
BMI yang strategis inilah yang menjadikan kondisi atmosfer dan lautan sangat kompleks
dalam mengendalikan sirkulasi atmosfer regional dan global. Berbagai sirkulasi global
atmosfer dan laut yang melintasi wilayah BMI menyebabkan tingginya variabilitas iklim
di atasnya.

Wilayah perairan laut BMI juga dipengaruhi keragaman variabilitas lautatmosfer.


Berbagai fenomena yang memiliki siklus beragam baik secara spasial dan temporal
mempengaruhi kondisi atmosfer di BMI, diantaranya adanya sistem monsunal, aliran
Arus Lintas Indonesia (Arlindo) - Indonesia Trough Flow (ITF), serta sirkulasi laut
atmosfer global yang terkait dengan fenomena ENSO, IOD dan Madden Julian Oscillation
(MJO). Variabilitas laut dan atmosfer dapat teridentifikasi dari beberapa parameter seperti
kondisi hujan, angin, suhu permukaan laut (SPL) -sea surface temperature (SST).
Selain proses fisis diatas, proses biologiskimiawi di BMI juga dipengaruhi oleh
variabilitas laut dan atmosfer.
Fitoplankton sebagai tumbuhan sel tunggal berukuran mikroskopik memiliki peran penting
proses kehidupan di dalam perairan dan berfungsi sebagai sumber makanan organisme
perairan yang dapat digunakan sebagai salah satu kajian untuk menduga sebaran
konsentrasi klorofil-a (chlorophyll-a) pada perairan (Putra, 2012). Kandungan
chlorophyll-a juga digunakan sebagai ukuran jumlah fitoplankton pada suatu perairan dan
dapat digunakan sebagai petunjuk produktifitas suatu perairan.

Perlunya mengkaji distribusi konsentrasi chlorophyll-a karena dapat dijadikan sebagai


suatu indikator dalam menentukan tingkat kesuburan perairan laut (Hendiarti, et al., 2004).
Dengan mengetahui daerah yang memiliki tingkat kesuburan tinggi maka dapat diduga
berpotensi sebagai wilayah penangkapan ikan. Chlorophyll-a memiliki variabilitas secara
spasial dan temporal. Variasi spasial distribusi chlorophyll-a di lautan tergantung pada
letak geografis dan kedalaman perairan. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan intensitas
cahaya matahari dan konsentrasi nutrien di perairan.

Upwelling merupakan suatu proses naiknya massa air laut dari lapisan dalam laut
ke permukaan. Adanya angin yang mendorong lapisan air pada permukaan mengakibatkan
kekosongan massa air di bagian atas, akibatnya air yang berasal dari bawah menggantikan
kekosongan yang berada di atas. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih
dingin, salinitas tinggi, dan zatzat hara yang kaya ke permukaan (Nontji,1993 dalam Putra,
2012).Proses upwelling dapat terindikasi dari sebaran konsentrasi chlorophylla yang
bervariasi Secara spasial dan temporal. Konsentrasi chlorophyll-a lebih tinggi pada
perairan pantai dan pesisir, serta rendah diperairan lepas pantai, namun pada daerahdaerah
tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi chlorophyll-a dalam jumlah yang
cukup tinggi, yang merupakan fenomena upwelling (Ramansyah, 2009).

Pada sektor kelautan dan perikanan, variabilitas laut-atmosfer banyak dikaji dalam
kaitannya dengan distribusi konsentrasi chlorophyll-a. Susanto et al. (2001a, 2001b) serta
Susanto dan Marra (2005) menganalisis kejadian fenomena El Nino Southern Oscillation
(ENSO) 1997/1998 melalui pengamatan satelit ocean color (chlorophyll-a) di perairan
laut Indonesia, dimana El Nino kuat pada 1997/1998 diikuti dengan periode La Nina, yang
juga bertepatan dengan kejadian Indian Ocean Dipole (IOD) positif, berkaitan dengan
tingginya nilai chlorophyll-a (upwelling) di sepanjang pantai selatan Jawa dan Sumatera.
Nilai chlorophyll-a juga terlihat lebih tinggi saat berlangsungnya monsun timur (April
Oktober) dibandingkan saat monsun barat. Menurut Purwandani (2012), variabilitas laut-
atmosfer dan proses dinamika interaksi antara Monsoon, Dipole Mode (DM) dan ENSO
secara simultan terhadap SPL di perairan Asia Tenggara dan sekitarnya, total keragaman
terbesar pertama (mode-1) dari SPL didominasi oleh siklus tahunan muson dengan periode
sebesar 12,2 bulan. Mode-2 merupakan penyimpanan/pelepasan Bahang perairan Asia
Tenggara (PBAT) dengan fenomena yang mengiringi masih didominasi oleh monsoon dan
munculnya siklus dekadal serta siklus dua tahunan. Sementara mode-3 berkaitan dengan
siklus antar tahunan dengan periode 42,6 bulan.

Beberapa penelitian terkait sebaran chlorophyll-a dan variabilitas iklim yang telah
dijelaskan diatas memberikan kontribusi pada perkembangan keilmuan iklim dan kelautan
di Indonesia. Namun, kajian yang dilakukan tersebut masih bersifat parsial, artinya masih
terfokus pada satu atau dua kombinasi dari fenomena yang terjadi di BMI. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis karakteristik upwelling di Laut Banda dan Selatan Jawa,
serta menganalisis hubungan antara chlorophyll-a dengan variabilitas iklim antar tahunan
ENSO dan IOD. Studi ini sangat penting dalam perkembangan iklim kelautan sehingga
hasilnya diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengelolaan sektor kelautan
dan perikanan terkait dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-RI), sebagaimana
Indonesia sebagai poros maritim.

1.2 Rumusan Masalah


Terkait dengan materi kami mengenai Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Hasil
Perikanan, maka kami sebagai insan yang serba kekurangan dalam memahami itu sendiri,
maka dari itu kami penulis memberi batasan rumasan masalah sebagai berikut.

● Apa yang dimaksud dengan BMI dan apa tujuannya?


● Apa manfaat dari Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Hasil Perikanan?
● Adakah perbedan antara Suhu dan Salinitas?
1.3 Tujuan
Hal yang menjadi dasar dari pembuatan makalah ini adalah hanya ingin berbagi sedikit
pengatahuan mengenai apa itu Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Hasil
Perikanan. Harapan kami semoga dengan kita belajar mengenai hal ini semoga lebih
mengatahui apa meksud dari ketiga istilah tersebut di atas.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Suhu
Suhu air merupakan salah satu faktor yang banyak mendapat perhatian dalam kajian
kelautan. Data suhu air dapat dimanfaatkan selain untuk mempelajari gejala-gejala fisika di
dalam laut juga sangat berpengaruh pada kehidupan organisme (aktifitas metabolisme dan
perkembang biakan), bahkan untuk pengkajian meteorologi. Pada lapisan permukaan
(surface layer) penyebaran suhu ditentukan oleh banyak faktor, beberapa diantaranya
adalah jumlah panas yang diterima oleh lautan, arus laut yang membawa massa air dari
khatulistiwake kutub-kutub atau sebaliknya, upwelling dan pengaruh meteorologi
sepertiangin, penguapan, hujan dan lain-lain

2.2 Salinitas
Selain suhu, salinitas juga merupakan indikator untuk mempelajari penyebaran massa air
di lautan karena itu dapat dikatakan penyebaran nilai-nilai salinitas secara langsung
menunjukan penyebaran dan peredaran massa air dari satu tempat ke tempat lainnya. Penyebaran
salinitas pada lapisan permukaan (surface layer) tergantung pada beberapa faktor antara lain curah
hujan, aliran massa air tawar ke laut, baik secara langsung maupun melalui sungai atau
gletser, dan pencairan es di kutub-kutub. Faktor-faktor ini akan menurunkan nilai
salinitas di laut. Selanjutnya faktor-faktor yang meningkatkan nilai salinitas antaralain
penguapan dan pembentukan es di kutub.

2.3 Derajat Keasaman


Nilai pH suatu perairan menunjukan nilai logaritma negatif dari aktivitas ion-ionhidrogen
yang terdapat dalam suatu cairan, dan merupakan indikator baik buruknya lingkungan
perairan. Pada umumnya kematian organisme perairandi sebabkan oleh rendahnya nilai pH dari
pada total kematian yang disebabkan tingginya nilai pH. Nilai pH dalam suatu perairan
dipengaruhi oleh beberapafaktor antara lain: aktivitas biologi, fotosintesa, suhu,
kandungan oksigen, dan adanya kation dan anion. Mahida (1984) dalam Supriyadi
(2002), melaporkan bahwa perubahan nilai pH dapat juga disebabkan oleh buangan industri
danrumah tangga. Buangan dari industri menyebabkan turunnya nilai pH dan berakibat
fatal terhadap organisme perairan (Baker, 1983) dalam Supriyadi(2002).

2.4 Oksigen Terlarut


Oksigen merupakan salah satu unsur kimia yang penting bagi kehidupan. Dalamair laut
oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasidan menguraikan zat
organik oleh mikroorganisme. Oksigen terlarut (DissolvedOxygen) merupakan parameter
yang sangat penting dalam mendeteksi adanya pencemaran lingkungan perairan, karena
oksigen dapat digunakan untuk melihat perubahan biota dalam perairan. Kelarutan
oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas-gas yang ada di udara dan di
air, kadar garam terlarut,dan adanya senyawa-senyawa atau unsur-unsur yang teroksidasi
dalam air.Semakin tinggi suhu, salinitas, dan tekanan parsial gas yang terlarut dalam
air maka kandungan oksigen makin berkurang (Wardojo,1975 dalam Supriyadi,2002).

2.5 Kecerahan
Kecerahan merupakan gambaran kedalaman air yang dapat ditembus oleh cahaya dan
umumnya tampak secara kasat mata. Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan
pada suatu perairan sangat eratkaitannya dengan proses fotosintesa yang terjadi di perairan
secara alami.Menurut Nybakken (1992), fotosintesa hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya
yang sampai ke suatu sel alga lebih besar dari intensitas di suatuperairan

2.6 Arus
Lautan merupakan media yang selalu bergerak, baik di permukaan maupun lapisan di
bawahnya. Hal ini menyebabkan terjadinya sirkulasi air, bisa berskala kecil maupun yang berskala
besar. Pergerakan massa air (arus) ini ada yang bersifat lokal dan ada yang mengalir
melintas samudera. Gerakan air laut ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti angin yang
berhembus di ataspermukaan air, pengadukan akibat perbedaan suhu antara dua lapisan, dan
pasang surut.

2.7 Gelombang
Gelombang laut atau ombak merupakan gerakan air laut yang paling umum danmudah
kita amati. Nontji (1993) menerangkan prinsip dasar terjadinya
gelombang laut sebagai berikut: “Jika ada dua massa benda yang berbeda
kerapatannya (densitasnya) bergesekan satu sama lain, maka pada bidang
gerakannya akan terbentuk gelombang”.

2.8 Pasang Surut


Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut yang hampir teratur.Gaya
pembangkit pasut adalah gaya tarik bulan dan matahari. Karena posisibulan dan matahari
selalu berubah, maka besarnya kisaran pasut juga berubah mengikuti perubahan posisi
tersebut. Pasang surut mempunyai arti yang sangat penting bagi keselamatan pelayaran.
Juga bila seorang peneliti ingin meneliti di daerah intertidal maka terlebih dahulu harus tahu
tentang pasang surut, selain itu pasang surut juga sangat penting bagi pertambakan pantai

B. Deskripsi perairan Laut Banda Kepulauan Indonesia membentang mulai 60 Lintang Utara
hingga 100 Lintang Selatan dan Mulai 950 Bujur Timur hingga 1420 Bujur Timur. Indonesia
terdiri dari 17,508 pulau dengan panjang garis pantainya 80,791 Km. Sekitar 78%
Wilayah Indonesia adalah perairan dengan 2 paparan dangkal, yaitu :
(1) Paparan Sunda, (2) Paparan Sahul. Beberapa laut dan selat yang terdapat di Nusantara
yang terpenting adalah Laut Banda .

Laut Banda adalah sebuah laut yang terletak di Kepulauan Maluku tepatnya di Maluku Tengah,
Indonesia. Laut yang berukuran 500x1.000 km ini terpisah dari Samudra Pasifik oleh
beratus-ratus pulau, serta Laut Halmahera dan Seram Laut ini Merupakan bagian dari perairan
Nusantara yang dibagian sebelah utara terdapat pulau-pulau Buru, Sula, Ambon, dan Seram.
Dibagian selatan terdapat pulau Wetar,Babar, Alor, Timor, Tanimbar. Dibagian Timur
pulau Aru dan Barat Pulau Wakatobi. Luas Laut ini sekitar 470.000 Km 2 dengan bagian
yang terdalam mencapai 5800 Meter. Posisi laut banda menurut Forum Koordinasi Pengelolaan
PenangkapanSumber Daya (FKPPS) Direktorat Jendral Perikanan , batas-batas
wilayahperikanan laut Banda adalah 030 10 LS, 132030‟ BT –08030 LS –1250 30‟ BT

Gambar 1. Peta Laut Banda C. Tujuan Praktek Tujuan praktek yaitu untuk pembuatan
beberapa peta meliputi ;1) Peta distribusi suhu permukaan laut (sea surface
temperature/SST)2) Peta sebaran konsentrasi klorofil-a3)

Peta perbedaan tinggi permukaan laut (sea surface height anomaly/SSHA)


2.9 Gambar 1. Peta Laut Banda C.
BAB III
METODE PRAKTEKA

3.1 Metode Pembuatan Peta Peta Parameter Oseanografi meliputi :


1) Peta distribusi suhu permukaan laut (sea surface temperature/SST)2) Peta sebaran
konsentrasi klorofil-a3) Peta perbedaan tinggi permukaan laut (sea surface height
anomaly/SSHA)Peta –peta ini dibuat dengan menggunakan :1) Program dari CCAR
(Colorado Center for Astrodynamic Research)
B. Tahapan –Tahapan Pembuatan Peta Sebaran Parameter Oseanografis :
1. Untuk memantau Anomali suhu permukaan laut dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
a) Membuka website google dan ketik „ccar‟ sebagai kata kunci
b) Klik Colorado Center for Astrodynamic Researchc) KlikRESEARCHd) Klik Sea
Surface Temperature Viewer e) Pilih waktu (setiaphari) selama musim timur meliputi
bulan Juni-Agustus tahun 2011, jenis produk GHRSST, dengan posisi geografis : East
Longitude :minimum 122 dan maksimum 132, Lattitude : minimum -10 dan
maksimum -3 untuk laut Bandaf) Memilih format derajat, kisaran nilai suhug)
Selanjutnya kelik smit untuk tampilan hasilnya

2. Untuk memantau Anomaliklorofil-adilakukan dengan tahapan sebagai berikut:


a) Samalangkanya (1-3) sepertipadapemantauansuhu
b) Klik SSH Anomaly/ Ocean Color Overlay
c) Pilihwaktu, dan posisi geografis yang sama seperti pada pemantuan suhu,pilih penentuan
image source: 8 day composi
d) Pilih format derajat area, kisarannilaiklorofil-adanoutput :pada File Orientation
pilihPotrait, danpada file Format pilih GIF.e) Selanjutnyakelik submit untuk tampilan
hasilnya

3. Untuk memantau Perbedaan. Tinggi Permukaan Laut dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
a) Sama langkahnya (1-3) seperti pada pemantauan suhu
b) Klik Near Real –Time SSH Anomaly
c) Pilih waktu, dan posisigeografis (sama seperti pada pemantauan suhu), untuk format petapilih
show contours dan annotate contours.
d) Pilih format derajat study area, kisaran nilai SSHA dan output :pilih intervalcolor
bar 5, kisaran data color minimum -30 dan maksimum 30. Pilih Potrait,dan pada file
Format pilih GIF.
e) Selanjutnya klik sub mit untuk tampilan hasilnya
BAB V
PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Peta Sebaran Suhu Permukaan Laut


Pembuatan Peta distribusi suhu permukaan laut (sea surface temperature/SST)di perairan laut
Banda selama 3 bulan selama musim Timur yaitu dari Bulan Junisampai dengan Bulan
Agustus 2011. Berikut ini ditampilkan peta sebaran suhu permukaan laut di perairan Laut
Banda :Kisaran suhu di perairan Laut Banda pada tanggal 15 Juni 2011 berada padakisaran
suhu 28–300 C, begitu pula suhu pada bulan Juli tidak berbeda jauh akan tetapi di bagian timur
mengalami penurunan suhu berkisar 25 –270 C, sebaliknya pada bulan Agustus suhu mengalami
penurunan ke arah bagian Selatan yangberkisar antara 24 –260 C.
Peta distirbusi suhu permukaan laut (sea surface temperature/SST) antara bulan Juli dan
Agustus di perairan laut Banda menunjukkan adanya penurunan, pada bulan Agustus suhu
permukaan laut cenderung rendah yaitu pada kisaransuhu 240 C –270 C, pada bagian barat
menunjukkan suhu pada kisaran 25 –280 C.Suhu permukaan laut pada Bulan Juni cenderung
menunjukkan distribusi suhu yang sama yaitu pada suhu 28 –300 C.Dari Peta Sebaran suhu
permukaan Laut pada musim timur yaitu pada bulan Juni, Juli dan Agustus maka , dapat
dilihat bahwa suhu berada pada kisaran 24ºC sampai dengan 30ºC, suhu terendah berada pada bulan
Agustus dengan kisaran suhu khususnya pada wilayah perairan bagian Selatan adalah berada pada kisaran
24ºC –27ºC
B. Pembuatan Peta Sebaran klorofil-a di wilayah laut Banda Pada tanggal 15 Juni
tahun 2011 sebaran klorofil-a di bagian barat dan selatan wilayah perairan laut Banda
berada pada kosentrasi -2 sampai dengan -1mg/m³, sedangkan pada bagian utara
umumnya tidak menunjukkan nilai konsentrasi klorofil-a . sedangkan pada bulan Juli
menunjukkan sebaran klorofil dibagian timur dan barat perairan laut Banda dengan
kisaran nilai konsentrasi -2sampai dengan 0 mg/m 3. Selanjutnya pada bulan Agustus
dengan kosentrasi -2 sampai 1 mg/m³ akan tetapidi bagian utara menunjukkan tidak
memiliki kandungan klorofil.
Peta Konsentrasi klorofil-a di wilayah perairan Laut Banda pada bulan Agustus dan Juli tidak
menunjukkan kandungan klorofil-a, hanya terdapatsebagian kecil wilayah perairan di bagian
selatan dan barat saja dengan kandungan kosentrasi klorofil-a -3 sampai 0 mg/m³
.Kandungan kosentrasi klorofil –a pada bulan Juni mengalami peningkatan di
bandingkan dengan bulan Juli dan Agustus yaitu berada pada kisaran -2 –1mg/m³, di
bagian selatan perairan cenderung mengandung kosentrasi sekitar -1samapi 0 mg/m³
dengan sedikit wilayah dengan kandungan konsentrasi -3sampai -2 mg/m³ ,Dari Peta
kandungan klorofil tersebut maka dapat dilihat bahwa padamusim timur kandungan
klorofil di wilayah perairan laut Banda memiliki sebaran kandungan klorofil yang
hampir sama dimana kandungan kosentrasi berada padaangka -3 mg/m³
sampai dengan 0 mg/m³, kandungan kosentrasi klorofil –a
tertinggi berada di wilayah perairan Laut Banda bagian selatan dan Barat.sementara di bagian
utara dan timur umumnya tidak menunjukkan nilaikandungan klorofil-a.

C. Pembuatan Peta Sebaran Perbedaan Tinggi Permukaan Laut


Peta perbedaan tinggi permukaan laut , di wilayah perairan Luat bandamasing- masing pada
bulan Juni, Juli dan Agustus, menunjukkan bahwa padabulan Juni umumnya memiliki tinggi
permukaan air 0

8 cm, akan tetapi padabagian titik tertentu bagian timur tinggi permukaan air mencapai 16

24 cm. Padabulan Juli wilayah perairan laut Banda memiliki tinggi permukaan
perairanmencapai 0

8 cm, sedangkan pada bulan Agustus menunjukkan tinggipermukaan laut Banda mencapai -8
samapi 8 cm, nilai ini lebih tinggi dibandingkanpada bagian utara dengan tinggi permukaan
air -8 sampai 0 cm, akan tetapi padatitik tertentu dibagian utara tinggi permukaan air
mencapai 16 sampai 24 cm, nilai
ini menunjukkan tinggi permukaan yang sama pada bulan Juli.Tinggi permukaan laut pada
bulan Juni hingga Agustus 2011 di wilayahperairan Laut banda, pada bulan Juni bagian selatan
wilayah perairan Laut Banda umumnya memiliki tinggi permukaan air laut sebesar 0

8 cm namun ada juga sebagian kecil dari wilayah perairan Banda bagian selatan memiliki
tinggi permukaan air laut mencapai -16 sampai -8 cm. Pada bulan Juli tinggi permukaan air laut di
sebagian kecil wilayah perairan bagian utara berada pada kisaran lebih dari 24 cm ,
sedangkan pada bagian selatan cenderung lebih rendah yaitu 0 hingga 8 cm, sedangkan pada
bulan Agustus tinggi permukaan air hampir sama dengan pada bulan Juni yaitu pada kisaran
0 –8 cm akan tetapi sebagian kecil wilayah perairan pada bagian utara dan selatan
mempunyai kisaran nilai -16sampai –8. Dari hasil yang diperoleh maka umumnya pada
musim timur ketinggian permukaan air laut bervariasi antara -16 hingga 16 cm, akan tetapi pada sebagian
kecil wilayah perairan laut Banda di bagian timur pada bulan Agustus dapat mencapai
lebih dari 24 cm. Di wilayah perairan Laut Banda, perubahan terlihat misalnya pada
bagian selatan yang cenderung mengalami kenaikan tinggi permukaan air laut selama 3 bulan
berturut- turut, sedangkan pada bgian utaradan timur wilayah perairan laut Banda
cenderung mengalami penurunan tinggi permukaan air laut hingga 0 cm

Variasi SPL, angin permukaan, Ekman


transport, Ekman pumping dan chlorophyll-a

Wilayah perairan di Laut Banda dan selatan Jawa merupakan daerah kajian yang
menarik, karena memiliki variabilitas spasial dan temporal yang terlihat jelas dari
distribusi chlorophyll-a, SPL dan angin permukaan. Gambar 1 memperlihatkan
komposit distribusi chlorophyll-a pada setiap musim di selatan Jawa. Konsentrasi
chlorophyll-a pada periode monsun barat (DJF) berkisar 0,34mg/m 3³ dan pada
MAM sebesar 0,36 mg/m Pada periode monsun timur (JJA) konsentrasi chlorophyll

ameningkat menjadi 0,89 mg/m³ dan pada SON mencapai nilai 1,1 mg/m³.

Konsentrasi chlorophyll-a pada periode SON terlihat lebih tinggi dan terdistribusi
lebih luas hingga mencapai 200km dari tepi pantai dibandingkan pada periode JJA.
Hasil komposit distribusi SPL dan angin permukaan ditunjukkan pada Gambar 2. SPL
pada periode JJA dan SON mencapai 27 ̊C yang terdistribusi luas pada periode JJA
dan mulai berkurang pada periode SON. Hasil komposit angin bulanan
memperlihatkan angin tenggara dengan kecepatan yang lebih tinggi di perairan
selatan Jawa pada periode JJA dan mulai menurun pada periode SON. Sementara
kecepatan angin pada saat DJF cenderung semakin menurun dan mencapai nilai
minimum pada periode MAM.

Kondisi SPL rendah dan kecepatan angin permukaan yang relatif lebih tinggi pada
periode JJA bertepatan dengan kelimpahan konsentrasi chlorophyll-a dipesisir selatan
Jawa merupakan indikasi terjadinya upwelling. Pada periode SON kelimpahan
chlorophyll-a terlihat lebih tinggi dan terdistribusi meluas hingga ke pesisir barat daya
Sumatera. Kondisi ini terkait dengan SST yang lebih dingin meluas hingga ke pesisir
barat Sumatera. Persistensi angin timuran yang kuat ini bertindak sebagai winddriven
motion pada fenomena upwelling saat monsun timur. Kondisi SST dingin membawa
massa air yang kaya nutrien menuju permukaan laut terindikasi dari kelimpahan
konsentrasi chlorophyll-a. Gerakan naiknya massa air ini juga diakibatnya karen
adanya stratifikasi lapisan yang memiliki perbedaan densitas pada setiap lapisannya
karena dengan bertambahnya kedalaman perairan maka suhunya akan semakin turun
dengan densitas makin meningkat. Hal ini memicu energi untuk menggerakkan massa
air secara vertikal.

Sebaliknya, pada saat DJF kelimpahan konsentrasi chlorophyll-a cenderung menurun


dimana SPL mengalami peningkatan sementara kecepatan angin mengalami
penurunan. Hal ini mengindikasikan terjadinya proses downwelling di wilayah pesisir
tersebut.
4.2 123 Omni-Akuatika Vol. 12 No. 3, 2016 : 119 - 130

Gambar 1. Komposit chlorophyll-a musiman di selatan Jawa..

Gambar 2. Komposit SPL dan kecepatan angin permukaan secara musiman di Selatan Jawa.

Distribusi musiman chlorophyll-a di Laut Banda diperlihatkan pada Gambar 3.


Konsentrasi chlorophyll-a rata-rata pada bulan April-November mencapai

0,31mg/m³. Konsentrasi chlorophyll-a pada periode DJF dan MAM terlihat lebih
rendah bila dibandingkan dengan konsentrasi chlorophyll-a pada periode JJA dan

SON yang mencapai 0,45mg/m³ . Di wilayah ini, periode JJA merupakan periode

dengan konsentrasi chlorophyll-a tertinggi dan terdistribusi meluas hingga sekitar 200
km dari tepi pantai. Kondisi ini terkait dengan sebaran SPL rata-rata pada periode JJA
yang mencapai 27,0̊ C dan pada SON mencapai 28,4̊ C yang disertai angin timuran
yang kuat (Gambar 4). Kondisi ini memicu proses upwelling di perairan laut Banda
pada periode JJA. Konsentrasi chlorophyll-a mulai terlihat mengalami penurunan
pada periode SON dan terus menurun pada DJF hingga MAM. SPL pada
periode ini mulai mengalami kenaikan pada SON hingga MAM. mencapai nilai
maksimum pada periode DJF sebesar 29,5̊ C. Pada periode DJF konsentras

chlorophyll-a sebesar 0,14mg/m³ terlihat mengalami penurunan, yang

mengindikasikan terjadinya proses downwelling.

4.3 Ratnawati et al., 2016, Upwelling di Laut Banda dan Pesisir Selatan Jawa 124

Gambar 3. Komposit chlorophyll-a pada musim DJF, MAM, JJA dan SON di Laut Banda.
satuan konsentrasi chlorophyll-a yaitu mg/m³
Gambar 4. Komposit SPL dan kecepatan angin permukaan pada musiman DJF, MAM, JJA
dan DJF di Laut Banda. Vektor menunjukkan arah dan kecepatan angin.

4.4 Ratnawati et al., 2016, Upwelling di Laut Banda dan Pesisir Selatan Jawa 126

Gambar 5. Variasi temporal Ekman transport, Ekman pumping dan chlorophyll-a bulanan di
Laut Banda dan pesisir selatan jawa.
Gambar 6. Variasi temporal Ekman transport, SST dan chlorophyll-a bulanan di Laut Banda
dan pesisir selatan jawa.

Menurut Susanto et al. (2001a, 2001b); Susanto dan Marra (2005) bahwa variabilitas
iklim antar-tahunan (interannual) (ENSO dan IOD) berpengaruh terhadap distribusi
chlorophyll-a di wilayah perairan BMI. Gambar 7 menunjukkan variasi temporal
konsentrasi chlorophyll-a di perairan Selatan Jawa dan Laut Banda terkait dengan
fenomena El-Nino dan IOD.

Pada tahun 2003-2004 terlihat adanya peningkatan chlorophyll-a di selatan Jawa dan
di Laut Banda. Hal ini terkait dengan kejadian IOD positif pada tahun tersebut dan El
Nino moderat (sedang) tahun 2002-2003 serta El Nino lemah 2004-2005. Peningkatan
chlorophyll-a di Selatan Jawa dan di Laut Banda terjadi pada tahun 2006-2007 terkait
dengan kejadian El-Nino lemah yang bersamaan dengan IOD positif.

Pada tahun 2011-2012 terjadi peningkata chlorophyll-a di Selatan Jawa dan Laut
Banda yang bersamaan dengan lanina lemah dan IOD positif. Peningkatan
chlorophyll-a terjadi kembali pada tahun 2015-2016 di selatan
Jawa dan di Laut Banda mulai terlihat peningkatan chlorophyll-a pada tahun
20142016.
Pada periode tahun 2014-2015 merupakan tahun IOD positif dan Elnino
sangat kuat terjadi pada tahun 2015-2016.

Variabilitas musiman dan antar-tahunan juga terlihat dari anomali chlorophyll-a dari
data ocean color. Pada saat berlangsungnya monsun timur, konsentrasi chlorophyll-a
cenderung lebih tinggi dibandingkan pada saat monsun barat. Pada tahun-tahun El
Nino dan IOD positif terlihat anomali sebaran chlorophyll-a cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun-tahun normal.

Fenomena El Nino lemah terjadi pada tahun 2004-2005, 2006-2007; El Nino moderat
terjadi pada tahun 2002-2003 dan 2009-2010; El Nino sangat kuat terjadi pada tahun
2015-2016, sedangkan IOD positif terjadi secara bersamaan pada tahun-tahun El Nino
tersebut. Kondisi ini berkontribusi pada peningkatan konsentrasi chlorophyll-a di
beberapa wilayah perairan Indonesia, diantaranya perairan selatan Jawa/Sumatra dan
Laut Banda.
BAB IV
PENUTUP

5.1 Kesimpulan1
Pada musim timur yaitu dari bulan Juni sampai dengan Agustus sebaran suhu permukaan Laut Banda
berada pada kisaran 24ºC sampai dengan 30ºC, suhu terendah berada pada bulan Agustus dengan
kisaran suhu khususnya pada wilayah perairan bagian Selatan adalah berada pada kisaran 24ºC-
27ºC.2. Kandungan kosentrasi klorofil-a pada musim timur di wilayah perairan lautBanda
memiliki sebaran kandungan klorofil yang hampir sama dimana kandungankosentrasi berada pada angka -3
mg/m³ sampai dengan 0 mg/m³ , kandungankosentrasi klorofil–a tertinggi berada di wilayah
perairan bagian selatan dan Barat.
Sementara di bagian utara dan timur umumnya kandungan klorofilnyadengan sebaran yang
sangat rendah bahkan terdapat wilayah yang tidakmengandung klorofil.3. Ketinggian permukaan air
laut pada musim timur di perairan laut Banda bervariasiantara -16 hingga 16 cm , akan tetapi
pada sebagian kecil wilayah perairan lautBanda di bagian timur pada bulan Agustus dapat mencapai
lebih dari 24 cm. Diwilayah perairan Laut Banda, perubahan terlihat misalnya pada bagian selatanyang
cenderung mengalami kenaikan tinggi permukaan air laut selama 3 bulanberturut- turut,
sedangkan pada bgian utara dan timur wilayah perairan laut Banda cenderung mengalami
penurunan tinggi permukaan air laut hingga 0 cm

5.2 Saran
Demikian makalah yang dapat kami sajikan tentang pengaruh suhu permukaan laut terhadap
hasil perikanan yang cukup singkat, saran dan kritik yang sekiranya membangun senantiasa
kami nantikan, agar makalah berikutnya lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan kami mohon maaf apabila ada kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Abrham, B. 2011. Suhu dan Kedalaman di banda sea.


Loka Penelitian Perikanan Tuna
. Bali Fredy, H. 1999. Suhu Permukaan Laut dari Citra Satelit NOAA/AVHRR dan
Parameter Oseanografi lain di Perairan Banda, Maluku. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi. Gaol, J.L dan B.Sadhotomo. 2007.
Karakteristik dan Variabilitas Parameter Oseanografi Journal Penelitian Perikanan
Indonesia Hela, I. and Laevastu, T. 1970.
Fisheries Oceanography and Ecology. London: Fishing News Book Ltd. Hutabarat, S.
dan S. M. Evans. 1986. Pengantar Oseanografi. Cetakan ke-3. UI Press. Jakarta
Masrikat, J. A. N., I. Jaya, B. H. Iskandar, dan D. Soedharma. 2009. Estimasi
Standing Stock
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 15 No. 3. Nontji, A. 1987. Jakarta:
Penerbit Djambatan Nybakken, J.W. 1992.
Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia. Rahmat E. 2007.
LIPI Jurnal. Balai Riset Perikanan Laut: Jakarta. Realino, T.A. Wibawa, D.A.
Zahrudin dan A.M. Napitu. 2007. Pola Spasial Dan Temporal Kesuburan Perairan
Permukaan Laut Di Indonesia. Balai Riset dan Observasi Kelautan Departemen
Kelautan dan Perikanan.Bali. Sukresno, B. dan K.I. Suniada. 2007. Observasi
Pengaruh ENSO Terhadap Produktifitas Primer Dan Potensi Perikanan Dengan
Menggunakan Data Satelit Di Laut Banda. Balai Riset dan Observasi Kelautan
Departemen Kelautan dan Perikanan. Bali. Susanto, R.D., A.L. Gordon dan Q. Zeng.
2001. Upwelling Along the Coasts of Java and Sumatera and its Relation to ENSO.
Geophysical Research Letters. 28:1.559-1.602 Wyrtki K. 1962. Physical
Oceanography of the Southeast Asean Water . Naga Report Vol II. California: The
University of California, Scrips Institution of Oceanography. La Jolla

Anda mungkin juga menyukai