PENDAHULUAN
pg. 1
1.4 Ikan Teri
Abu pelepah kelapa mengandung MgCl2 dan KCl yang dapat digunakan untuk menggantikan
garam (NaCl) dalam pengasinan makanan. Ikan teri merupakan salah satu sumber kalsium terbaik
untuk mencegah pengeroposan tulang, serta sebagai sumber kalsium yang murah dan mudah
didapat. Kandungan gizi teri meliputi energi, protein, lemak, kalsium, phosfor, besi, Vit A, Vit
B,mineral. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui berapa kadar protein dan calsium (Ca) pada
ikan teri asin hasil pengasinan menggunakan abu pelepah kelapa.
pg. 2
1.7 Ikan Lele
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia tepung kepala ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus). Metode penelitian terdiri dari dua tahap, yaitu: 1) Preparasi pembuatan tepung
kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), 2) Analisis proksimat tepung kepala ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus). Parameter yang diukur pada tahap satu meliputi presentase bagian tubuh dan
rendemen, pada tahap kedua meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat.
pg. 3
BAB II
PEMBAHASAN
pg. 4
1) Ekstraksi Lemak
Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet dengan pelarut n-heksan.
Sebanyak masing-masing 10 gram sampel diekstraksi dengan pelarut n-heksan selama 5
jam. Lemak yang diperoleh kemudian digunakan untuk analisis selanjutnya.
2) Analisis Komposisi Asam Lemak
Untuk analisis asam lemak ditentukan dengan merode kromatografi gas spektroskopi
massa. Sampel yang diperoleh dari tahap sebelumnya diderivatisasi menjadi ester asam
lemak dan metanol dengan menggunakan katalis asam klorida. Sebanyak 100 mg sampel
ditambahkan dengan 5 ml metanol anhidrat dan asam sulfat. Campuran direfluks selama
5 jam pada suhu 50-60oC. Hasilnya merupakan metil ester asam lemak yang siap untuk
fisuntikkan ke alat kromatografi gas. Konsisi kromatografi mengikuti yang dikemukanan
oleh Vlieg & Body (1988).
b. Pakan uji Pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan berbentuk
pelet dengan kandungan protein 32%. Pakan dibuat dengan menggunakan perbedaan
dosis tepung hasil fermentasi azolla yang diberikan, perlakuan A (0%), B (10%), C
(15%), D (20%), dan E (25%). Pemberian pakan pada ikan uji secara ad satiation.
Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari (07.00
dan 17.00 WIB). Komposisi bahan pakan uji dapat dilihat pada Tabel 1.
pg. 5
c.
Journal of Aquaculture Management and Technology Volume 5, Nomor 1, Tahun
2016, Halaman 1-7
Online di :http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jamt
Komposisi (%)
BahanPenyusun Pakan(g/100g)
A B C D E
Tepung Fermentasi azolla 0,00 10,00 15,00 20,00 25,00
Tepung ikan 41,50 34,00 29,00 22,70 13,70
Tepung kedelai 23,00 25,75 28,50 33,10 41,20
Tepung jagung 10,00 8,75 7,50 6,40 5,20
Tepung dedak 10,00 8,00 7,00 6,00 4,00
Tepung terigu 10,00 8,00 7,50 6,30 5,40
Vit Min Mix 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00
CMC 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50
Total (g) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Protein (%) 32,09 32,07 32,01 32,00 32,02
Lemak (%) 11,37 10,76 10,49 10,35 10,34
Energi (kkal/g)a 275,49 263,90 259,13 255,81 256,01
Rasio E/P (kkal/g P)b 8,59 8,23 8,10 8,00 8,00
Keterangan:
a. Dihitung berdasarkan padaDigestible Energy menurut Wilson (1982) untuk 1 g protein adalah
3,5 kkal/g, 1 g lemak adalah 8,1 kkal/g, dan 1 g karbohidrat adalah 2,5 kkal/g.
b. Menurut De Silva (1987), nilai E/P bagi pertumbuhan optimal ikan berkisar antara 8 –9 kkal/g.
Alat-alat yang digunakan adalah alat soxhlet, desikator, pemanas listrik, oven, alat pemanas,
blender, tanur pengabuan, buret, timbangan digital, pipet tetes, labu kjedahl, labu lemak, tabung
reaksi, gelas vial, gelas piala, beker gelas, gelas ukur, labu Erlenmeyer, corong gelas, cawan
porselin, spatula, penjepit dan hot plate. labu erlenmeyer, corong buchner, buret, tabung reaksi.
pg. 6
2.8 Materi Dan Metode
Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas (C. carpio) yang berasal dari
Banjarnegara, dengan bobot rerata 1,76±1,42 gram. Pakan uji tersebut dibuat sebanyak 4 jenis
dengan perbedaan kandungan protein yang diberikan (27; 30; 33; dan 36%). Pemberian pakan
dilakukan dengan metode at satiation dan diberikan 3 kali sehari, yaitu pada pukul 08.00, 12.00,
dan 16.00 WIB. Media pemeliharaan dalam penelitian ini adalah menggunakan air tawar berasal
dari air sungai yang telah diendapkan terlebih dahulu pada tandon selama 1 sampai 2 hari. Selama
pengendapan, perlu diberikan aerasi untuk mensuplai oksigen dalam media. Wadah pemeliharaan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah toples plastik dengan ukuran 8 liter sebanyak 12 buah.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang dilakukan dengan Rancangan Acak
Lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan
A: Pakan uji dengan kadar protein 27% dan nilai E/P sebesar 8,5 kkal/g protein Perlakuan
B: Pakan uji dengan kadar protein 30% dan nilai E/P sebesar 8,5 kkal/g protein Perlakuan
C: Pakan uji dengan kadar protein 33% dan nilai E/P sebesar 8,5 kkal/g protein Perlakuan
D: Pakan uji dengan kadar protein 36% dan nilai E/P sebesar 8,5 kkal/g protein
Bahan kimia yang digunakan pada pembuatan hidrolisat, isolat fermentasi dan non
fermentasi, antara lain: buah nanas (Ananas comosus L. Merr), alkohol (Methanol for analysis
EMSURE® ACS, ISO, Reag. Ph Eur. CAS 67-56-1 85%), HCL (for analysis EMSURE® ISO.
CAS 7664-93-9, EC Number 231-639-5), NaCl, buffer fosfat (Certipur® certified pH Buffer
Solutions acc. to EP) dan NaOH, ortoftalaldehida (Sigma, Austria), natrium hidroksida (Sigma,
Austria) asam borat (Sigma Austria), larutan brij-30 30% (1 ml) (Sigma, Austria), 2-
merkaptoetanol (Sigma, CAS 60-24-2, chemical formula HSCH₂CH₂OH), larutan standar asam
amino 0,5 μmol/mL, g 5 g, metanol, tetrahidrofuran (THF) (CAS 109-99-9, pH 7 - 8 (200 g/L,
H₂O, 20°C), Na-asetat, air HP, natrium hidroksida (Merck, CAS No. 1310-73-2, EC Number 215-
pg. 7
185-5). SDS-Page: 7,5% separating gel (gel pemisah) (Merck, Darmstadt, Germany) dan 3%
stacking gel (gel pengumpul) (Merck, Darmstadt, Germany).
pg. 8
BABA III
METODE BAHAN DAN TUJUAN
Kadar air
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan
porselen dalam oven pada suhu 105ºC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam
desikator (± 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin lalu ditimbang. Cawan tersebut ditimbang
kembali hingga beratnya konstan. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan,
kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105ºC selama 5 jam. Cawan dimasukkan ke dalam
desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.
B−A
Kadar abu % = × 100%
C
Keterangan:
A = Berat cawan abu kosong (gram)
B = Berat cawan abu + sampel setelah dikeringkan (gram)
C = Berat sampel (gram)
pg. 9
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini diawali dengan menyiapkan ikan cakalang segar dengan berat rata-rata 2,5 kg
per ekor. Ikan di cuci bersih dan dibuang insang dan isi perut kemudian di belah dua dan dijepit
dengan bambu. Ikan cakalang yang digunakan sebanyak 100 ekor masing masing diasap
menggunakan bahan pengasap sabut kelapa dan cangkang pala proses pengasapan dilakukan pada
tungku pengasapan dengan ukuran panjang 6 m, lebar 4 m dan tinggi 60 cm. Setiap perlakuan
membutuhkan 150 kg bahan pengasap untuk sekali proses hingga dihasilkan produk ikan asap.
Proses pengasapan berlangsung selama 15 jam hingga ikan matang dan berwarna perak keemasan
hingga kuning keemasan. Produk ikan cakalang asap yang dihasilkan selanjutnya di analisis sifat
fisiko kimia dan profil asam lemak dan dilakukan uji organoleptik.
3.6 Nilai Aw
Nilai aw ikan cakalang yang diasap dengan bahan asap cangkang pala pada lama pengasapan
15 jam adalah 0,87 dan yang di asap dengan bahan asap sabut kelapa adalah 0,88. Hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata (p>0,05) antara kedua bahan pengasap terhadap nilai aw
produk ikan cakalang asap yang dihasilkan. Hasil tersebut disebabkan oleh lama waktu proses
pengasapan yang dilakukan relatif seragam demikian juga dengan jumlah ikan cakalang yang
diasap sama, oleh karena itu kandungan air yang terdapat dalam daging ikan menjadi berkurang
seiring lama waktu pengasapan. Goulas dan Kontominos (2005) menyatakan bahwa kadar air
pg. 10
pada bahan produk yang berkurang menyebabkan berkurangnya nilai aw sehingga bahan produk
akan lebih awet karena air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba berkurang.
3.7 Kadar Air
Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air yaitu 29,93% pada sampel ikan yang di asap
dengan bahan pengasap cangkang pala berbeda nyata (p<0,05) dengan kadar air 34,76% pada
sampel yang di asap dengan bahan pengasap sabut kelapa. Kadar air yang.
Tabel 1 Kandungan fisiko kimia dengan bahan pengasap sabut kelapa dan cangkang pala dengan
lama waktu pengasapan masing-masing 15 jam
Perlakuan bahan aw Kadar air Kadar protein Kadar lemak Kadar abu
pengasap (%) (%) (%) (%) (%)
Sabut Kelapa 0,88±0,02 34,76±0,17 56,73±0,03 2,69±0,04 3,28±0,02
Cangkang Pala 0,87±0,01 29,93±0.06 61,82±0,03 2,87±0,02 4,14±0,12
tinggi atau rendah juga dapat disebabkan oleh panas yang ditimbulkan pada proses
pengasapan akibat berbeda kadar komponen hemiselulosa, selulosa dan lignin sabut kelapa dan
cangkang pala yang tidak sama, sehingga diduga menghasilkan panas yang berbeda.
Sigurgisladottir (2010) menyatakan bahwa perbedaan nilai pada ikan asap disebabkan oleh
perlakuan pengolahan dan berkurangnya kadar air pada bahan pangan menyebabkan berkurangnya
nilai aw, sehingga bahan pangan tersebut akan semakin awet karena air yang tersedia untuk
pertumbuhan mikroba berkurang.
Proses pemberian bahan bakar secara bertahap memungkinkan kadar air yang rendah.
Oduor-Odote et al. (2010) juga menyatakan bahwa perbedaan jenis bahan bakar yang digunakan
pada proses pengasapan dapat mempengaruhi karakteristik fisik, kimia, organoleptik dan
mikrobiologi ikan asap. Ahmed et al. (2010) melaporkan bahwa rerata kadar air ikan jenis nila
(Oreochromis niloticus) yang diasap menggunakan kayu jenis Acacia seyal dan jenis Citrus lemon,
nilainya yaitu 62,3% dan 61,4%. Ikan jenis Clarias lazera juga diasap menggunakan jenis kayu
Acacia seyal dan jenis Citrus lemon rerata kadar air 54,42% dan 64,15%.
pg. 11
3.8 Kadar Protein
Kadar protein ikan cakalang asap pada bahan pengasap sabut kelapa dan cangkang pala
dengan lama pengasapan 15 jam berkisar antara 56,73-61,82%. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-
rata kadar protein tertinggi diperoleh sampel yang diasap dengan bahan pengasap cangkang pala
yaitu 61,82% dan terendah pada bahan pengasap sabut kelapa yaitu 56,73%. Perbedaan nilai
tersebut dapat disebabkan oleh kadar komponen penyusun sabut kelapa dan cangkang pala
berbeda, khususnya selulosa, hemiselulosa, lignin, karbonil serat kasar dan fenol. Jenis bahan
bakar sangat berpengaruh terhadap kadar protein ikan asap protein ikan dapat berubah akibat
interaksi dengan komponen asap (Effendi 2012). Perbedaan jenis bahan bakar menyebabkan
berbeda kadar protein dan dengan susutnya air maka kadar protein meningkat (Wibowo 2017).
pg. 12
diketahui bahwa total kadar karbohidrat tertinggi dalam otak-otak ikan kembung subtitusi buah
lamun Kadar karbohidrat terdapat pada perlakuan 1:3 (17,52%). Kadar pada perlakuan 3:1
(6,36%). Kadar lemak terdapat pada perlakuan 1:1 (0,47%). Kadar total fenol terdapat pada
perlakuan 1:3 (344,49ug/g). Kadar kalsium terdapat pada perlakuan 1:1 (194,17ug/g). Kadar Zat
besi terdapat pada perlakuan 1:3 (36,89ug/g). (Data Primer, 2016).
Mutu Hedonik
Perlakuan Warna Aroma Tekstur Rasa
K S K S K S K S
1:0 Agak 3,6 Harum 5,8 Agak tdk 3,8 Biasa 4,0
Gelap Kenyal
3:1 Krem 4,4 Agak tdk 3,4 Biasa 4,6 4,6 Agak tdk 3,8
Gurih
1:1 Krem 4,4 Agak tdk 3,8 Biasa 4,2 Biasa 4,2
harum
1:3 Agak 3,8 Biasa 4,8 Kenya l5 Agak 3,2
gelap tdk gurih
Sumber: Data Primer, 2016
1:3 yaitu 36,89%. Nilai zat besi (Fe) dalam 100 gram daging ikan kembung sebanyak 1,50 Mg.
Berdasarkan Angka Kecukupan mineral yang dianjurkan untuk orang Indonesia (perorang
perhari) kebutuhan protein anak usia 7-9 tahun sebesar 10 mg perhari dan usia 10-12 tahun sebesar
20 mg. Dengankan dungan zat besi dari otakotak ikan kembung substitusi buah lamun setidaknya
memberikan kontribusi terhadapat anak yang mengalami gizi kurang dan dapat dijadikan sebagai
pg. 13
makanan tambahan. Peranan zat besi sangat penting bagi pertumbuhan anak. Kekurangan zat besi
bisa menyebabkan anemia, yang dapat menyebabkan kelelahan, kelemahan, dan mudah marah.
Zat besi juga dapat mempengaruhi perkembangan otak anak dan pada anak, anemia dapat
menyebabkan masalah perkembangan kognitif jangka panjang (Muchtadi, 2009).
3.14 Klasifikasi
Menurut Tjitrosoepomo (1993), tanaman kelapa memiliki klasifikasi :
Divisio :Spermatophyta
Subdivisio :Angiospermae
Classis :Monocotyledoneae
Ordo :Arecales (Spadiciflorae)
Familia :Arecaceae (Palmae)
Genus :Cocos
Species :Cocos nucifera
pg. 14
b. Daun : Daun kelapa digunakan untuk hiasan atau janur, sarang ketupat dan atap. Tulang daun
atau lidi dijadikan barang anyaman, sapu lidi dan tusuk daging (sate). Pelepahnya dapat
dimanfaatkan untuk bahan
bakar/kayu bakar.
c. Nira : Bila didinginkan, cairan ini akan mengeras yang disebut gula kelapa. Nira juga dapat
dikemas sebagai minuman ringan.
d. Buah : Sabut kelapa untuk pelapis jok dan kursi, serta untuk pembuatan tali. Tempurung kelapa
dapat dibakar sebagai kayu bakar, atau diolah menjadi arang. Daging kelapa yang cukup tua, diolah
menjadi kelapa parut, santan, kopra, dan minyak goreng. Sedang daging kelapa muda dapat
dijadikan campuran minuman cocktail dan dijadikan selai. Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pembuatan kecap dan sebagai media pada fermentasi nata de coco.
Daging buah kelapa mengandung enzim peroksidase, dehidrogenase, katalase, dan fosfatase.
Buah kelapa juga mengandung zat volatin metil keton dan delta lakton yang menimbulkan rasa
dan aroma yang khas (Astawan, 2004).
Menurut Setyamidjaja (1994) tanaman memiliki critical level atau batas kritis suatu unsur di
dalam jaringan tanaman adalah angka konsentrasi dari unsur di dalam jaringan tanaman yang
dianalisis menunjukkan melebihi angka batas kritis. Adapun angka batas kritis dari berbagai unsur
hara di dalam jaringan daun kelapa adalah :
Nitrogen :1,80 – 2,00 ppm.
Phosfat :0,120 ppm.
Kalium :0,80 – 1,00 ppm.
Magnesium :0,300 ppm.
Calcium :0,500 ppm.
Ferrum :50 ppm.
Mangan : 60 ppm.
pg. 15
3.16 Ikan Teri
Ikan teri (Stolephorus sp) atau dalam bahasa Inggrisnya disebut anchovy, merupakan salah
satu kelompok ikan Pelagis (hidup di dekat permukaan laut). Berbeda dengan jenis ikan-ikan besar,
gaya hidup ikan teri adalah berkoloni, yaitu membentuk kumpulan yang terdiri dari ratusan bahkan
ribuan ekor. Ikan teri umumnya berukuran kecil dengan panjang sekitar 6-9 cm, namun ada pula
yang berukuran relatife panjang hingga 17,5 cm. Ciri-ciri ikan teri adalah: bentuk tubuhnya
memanjang (fusiform) atau mampat ke samping (compressed), terdapat selempang putih
keperakan memanjang dari kepala sampai ekor, memiliki sisik kecil, tipis dan sangat mudah lepas,
tulang rahang atas memanjang mencapai celah ingsang (Astawan, 2008).
Pelaksaaan di Laboratorium
1. Ekstraksi Lemak Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet dengan
pelarut n-heksan. Sebanyak masing-masing 10 gram sampel diekstraksi dengan pelarut n-
heksan selama 5 jam. Lemak yang diperoleh kemudian digunakan untuk analisis
selanjutnya.
2. Analisis Komposisi Asam Lemak Untuk analisis asam lemak ditentukan dengan merode
kromatografi gas spektroskopi massa. Sampel yang diperoleh dari tahap sebelumnya
diderivatisasi menjadi ester asam lemak dan metanol dengan menggunakan katalis asam
klorida. Sebanyak 100 mg sampel ditambahkan dengan 5 ml metanol anhidrat dan asam
sulfat. Campuran direfluks selama 5 jam pada suhu 50-60oC. Hasilnya merupakan metil
ester asam lemak yang siap untuk fisuntikkan ke alat kromatografi gas. Konsisi
kromatografi mengikuti yang dikemukanan oleh Vlieg & Body (1988).
pg. 16
3.18 Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan jenis-jenis asam lemak
yang dikandung pada masing-masing jenis ikan tongkol, ikan layur dan ikan tenggiri yang
diperoleh.
komposisi asam lemak jenuh yang lebih banyak dibandingkan asam lemak tak jenuh (Holme
& Peck, 1993).
Tabel 5.1 Kadar lemak total yang terkandung dalam ikan layur, tenggiri dan tongkol
Ikan Kadar Lemak (%)
Layur 16,68
Tenggiri 6,11
Tongkol 0,87
Profil Distribusi asam lemak pada layur, tongkol dan tenggiri Ditemukan rata-rata 6
sampai 7 asam lemak pada masing-masing sampel ikan yang dinalisis, yaitu : C14:0, C16:0,
C18:0, C20:0, C22:0, C16:1 Δ9, C18:1 Δ9, C24:1 Δ15 C18:2 Δ9,12, C20:4 Δ5,8,11,14 C20:5
Δ5,8,11,14,17 (Tabel 5.2). Meskipun ditemukan pada semua sampel yang dianalisis, kadar
masing-masing asam lemak tersebut berbeda-beda pada tiap sampel. Sebagai contoh, kadar
asam miristat (C14:0) pada ikan layur hanya 0,24% terhadap total asam lemak dalam sampel,
sedangkan pada ikan tenggiri dan tongkol, asam lemak yang sama kadarnya masing-masing
adalah 16,79% dan 20,89%. Sedangkan untuk asam linoleat (C18:2 Δ9,12), pada sampel ikan
layur ditemukan sebanyak 48,36% dan tidak ditemukan pada sampel yang lain. Hal ini sesuai
pg. 17
dengan hasil penelitian oleh Iverson et.al. (2002) yang menunjukkan bahwa komposisi asam
lemak salah satunya dipengaruhi oleh perbedaan spesies (spesifik spesies).
pg. 18
BAB IIII
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Melalui hasil analisis proksimat dapat disimpulkan bahwa sisik ikan laut yang digunakan
dalam penelitian ini mengandung kadar air berkisar 8-13%, abu 29-45%, lemak 3-7%, protein 25-
37%, dan karbohidrat 11-19%. Protein pada sisik ikan kemungkinan berupa kolagen ataupun
keratin yang merupakan komponen penyusun sisik ikan, sedangkan karbohidrat yang ada pada
sisik ikan kemungkinan salah satunya adalah kitin yang dapat diturunkan menjadi kitosan.
Ikan cakalang asap yang diasap menggunakan bahan pengasap cangkang pala mengandung
kadar air dan aw rendah sedangkan kadar protein, lemak dan kadar abu tertinggi dibandingkan
dengan ikan cakalang asap yang diasap menggunakan bahan pengasap sabut kelapa. Profil asam
lemak ikan cakalang asap menggunakan bahan pengasap cangkang pala dengan komposisi Total
Saturated Fatty Acid (SFA) 75,42% dan Monounsaturated Fatty Acid (MUFA) Polyunsaturated
Fatty Acid (PUFA) tertinggi MUFA 16,93% dan PUFA 9,65% dibandingkan dengan ikan asap
menggunakan bahan pengasap sabut kelapa. Uji organoleptik terhadap ikan cakalang asap panelis
lebih menyukai ikan dengan bahan bahan pengasap cangkang pala.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah Kadar karbohidrat paling banyak terdapat pada
otak-otak untuk perbandingan 1:3 sebanyak 17,52 %. Kadar protein paling banyak pada otak-otak
perbandingan 3:1 sebanyak 6,36 %. Kadar lemak paling banyak pada produk otakotak ikan
perbandingan 1:1 sebanyak 0,47 %. Kadar total fenol paling banyak pada otak-otak ikan kembung
perbandingan 1:3 sebanyak 344,49 ug/g. Kadar kalsium paling banyak pada produk otak-otak
perbandingan 1:1 sebanyak 194,17 ug/g. Kadar Zat besi paling banyak pada produk otak-otak
perbandingan 1:3 sebanyak 36,89 ug/g. Uji hedonik dan uji mutu hedonik terhadap otak-otak ikan
kembung subtitusi buah lamun paling disuka dan mempunya kualitas baik adalah otak-otak dengan
perbandingan 1:1. Rekomendasi produk terbaik dari keempat sampel untuk zat gizi makro
perbandingan 3:1 dan zat gizi mikro
pg. 19
Yang dapat diperoleh dari penelitian “Pemanfaatan tepung hasil fermentasi azolla sebagai
campuran pakan buatan untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelulushidapan ikan gurame”
adalah sebagai berikut :
1. Pemanfaatan tepung hasil fermentasi azolla dengan dosis yang berbeda pada pakan buatan
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertumbuhan benih ikan gurame (O. gouramy)
dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kelulushidupan ikan gurame (O. gouramy).
2. Perlakuan untuk hasil pertumbuhan terbaik pada perlakuan penambahan tepung fermentasi
azolla 20% (D) sebesar 0,80±0,05 %/hari.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kepala ikan lele dumbo memiliki presentase bagian
sebagai berikut: daging 63,64%, jeroan 6,63% dan kepala 29,73%. Kandungan gizi tepung
kepala ikan lele dumbo pada penelitian ini adalah kadar air 9,62 (%bb), kadar abu 17,25 (%bk),
kadar lemak 19,66 (%bk), kadar protein 50,94 (%bk), dan kadar karbohidrat 4,95 (%bk).
Rendemen tepung (39,74%).
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perbedaan kadar
protein pada pakan buatan memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan relatif, efisiensi
pemanfaatan pakan dan protein efisiensi rasio, tetapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
tingkat konsumsi pakan dan kelulushidupan ikan mas (C. carpio).
Hidrolisat, isolat fermentasi dan isolat non fermentasi ikan gabus mengandung asam amino
penstimulasi insulin, terdiri dari: leusin, arginin, lisin, alanin, fenilalanin, isoleusin, dan metionin.
Biskuit dan snack dengan penambahan konsentrat protein ikan patin dapat diterima oleh
konsumen anak sekolah dengan usia 10
pg. 20
Nilai Gizi
Karakteristik Biskuit (%) Snack (%) Biskuit(a) Biskuit Cookies
MP-ASI (b)
Kadar air 4.05 4,38 maks 5 maks 5 3,82-4,52
Kadar abu 2,44 2,39 maks 1,5 maks 3,5 2,72-2,91
Kadar protein 19,47 19,14 min 9 min 6 9,32-9,19
Kadar lemak 21,91 30,77 min 9,5 6-18 21,89-23,18
Kadar karbohidrat 52,13 43,32 min 70 min 30 59,06-61,47
Keterangan:
(a) SNI 01-2973-1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit
(b) SNI 01-7111.2-2005. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Bagian 2: Biskuit (c) Riyanto dan
Wilakstanti (2006).
Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Dari hasil pengujian protein dan Ca di LPPT UGM pada ikan teri asin hasil
pengasinan dengan menggunakan abu pelepah kelapa didapat protein : P1 38,12%, P2 41,79%,dan
P3 41,24%, sedangkan pada Ca didapat : P1 5,12%, P2 5,38%, dan P
4.2 Saran
Hasil yang telah diperoleh dari penelitian ini dapat ditindaklanjuti untuk penelitian
selanjutnya guna mengeksplorasi kandungan kolagen, keratin, asam amino, kitin, dan lainnya yang
ada pada sisik ikan secara kuantitatif dan kualitatif.
pg. 21
DAFTAR PUSTAKA
Abolagba OJ, Melle OO. 2008. Chemical composition an keeping qualities of a scaly fish
tilapia (Oreochromis niloticus) smoked with two energy sources. African Journal of General
Agriculture. 4(2): 113117.
Almatsier S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anna Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.
Anonym. 2007. Mudahnya Pengasinan Teri Nasi. http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/30/m
udahnya pengasinan-terinasi/ dikutip: 27oktober 2009.
Ackman, R.G. 1980. Fish lipids, In: Connell, J.J. (ed.), Advances in Fish Science and
Technology. FishingNews. Farham. P 86. Art, M.T., Ackman, R.G. & Holub, B.J. 2001. “Essential
Fatty Acids” in Aquatic ecosystems: a crutial link between diet and human health and evolution.
Can.J.Fish. Aquat. Sci. 58:122.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis (18
Edn). The Association of Official Analytical Chemist. Inc. Mayland. USA.
pg. 22