Biologi Laut
DISUSUN OLEH :
Kelompok III
: M.Fatah.Hi.Ambar
: Risman Olowahit
: Agsa Yainahu
: Sabil Ali
Assalamu’allaikum Wr Wb
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul : Delegasi dan
Desentralisasi dengan baik, salawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW beserta para sahabat dan keluarga yang telah memperjuangkan dinul islam
dan memberi petunjuk jalan kebenaran, amien.
Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekuranagan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan demi melengkapi makalah ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi
masarakat khususnya Fakultas Pertanian. Amien.
Wasalamu’alaikum Wr Wb
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam keindahan
pulau dan juga berbagai macam ekosistem yang terkandung didalamnya. Ekosistem
pesisir dan lautan merupakan sistem akuatik yang terbesar di planet bumi. Ukuran dan
kerumitannya menyulitkan kita untuk dapat membicarakan secara utuh sebagai suatu
kesatuan. Sehingga terkadang kita harus membaginya menjadi sub-bagian yang dapat
dikelola agar lebih mudah dipahami. Selanjutnya, masing-masing dapat dibicarakan
berdasarkan prinsip-prinsip ekologi yang menentukan kemampuan adaptasi organism
dalam suatu komunitas.
Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan
mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan pesisir memiliki sejumlah
fungsi ekologis berupa hasil sumberdaya, penyedia jasa kenyamanan, penyedia
kebutuhan pokok hidup dan penerima limbah (Bengen, 2002).
Salah satu perairan laut Indonesia memiliki zona intertidal. Wilayah pesisir atau coastal
adalah salah satu sistem lingkungan yang ada, dimana zona intertidal merupakan zona
yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan luas area yang sempit antara daerah
pasang tertinggi dan surut terendah. Zona intertidal dapat juga diartikan sebagai bagian
laut yang paling banyak dikenal serta terdiri dari daerah pantai berbatu, pantai berpasir,
dan pantai berlumpur serta memiliki keragaman faktor lingkungan. Hanya zona inilah
tempat penelitian terhadap organism perairan dapat dilaksanakan secara langsung selama
periode air surut tanpa memerlukan peralatan khusus. Zona ini telah diamati oleh manusia
dalam waktu cukup lama.
Di dalam zona intertidal terdapat substrat yang berbeda seperti pasir, batu, dan lumpur
yang menyebabkan adanya fauna dan struktur komunitas di daerah intertidal. Tampaknya
oksigen bukan merupakan faktor pembatas kecuali pada keadaa tertentu. Nutrient dan pH
juga tidak penting bagi organism seta struktur komunitad di daerah intertidal.
Tata ruang sebagai wujud structural ruang dan pola penggunaannya secara terencana
atau tidak dari bagian permukaan bumi di laut dan pesisir, dikenal selama ini sebagai
objek dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Selain mengandung beranekaragam
sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang telah dan sementara dimanfaatkan manusia,
ruang laut dan peisisr menampilkan berbagai isu menyangkut keterbatasan dan konflik
dalam pemanfaatannya. Untuk mengharapkan keberlanjutan fungsi dimensi ekologi yang
dimiliki kawasan pesisir perlu ditingkatkan upaya pelestarian dan pemanfaatan segenap
sumberdaya yang ada di dalamnya secara berkelanjutan.
Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan
mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan pesisir memilki sejumlah
fungsi ekologis berupa penghasil sumberdaya, penyedia jasa kenyamanan, penyedia
kebutuhan pokok hidup dan penerima limbah. Tata ruang sebagai wujud struktural ruang
dan pola penggunaannya secara terencana atau tidak dari bagian permukaan bumi di laut
dan pesisir, dikenal selama ini sebagai objek dalam memenuhi berbagai kebutuhan
manusia.
Salah satu bagian dari pembagian ekosistem di kawasan pesisir dan laut adalah
kawasan intertidal (intertidal zone). Zona intertidal merupakan zona yang terkena pasang
surut air laut dan daerahnya adalah dari pasang tertinggi hingga surut terendah. Pasang
surut dapat terjadi dikarenakan naik turunnya badan air samudra dunia akibat pengaruh
gravitasi bulan dan matahari terhadap bumi .
Letak zona intertidal yang dekat dengan berbagai macam aktifitas manusia, dan mmeiliki
lingkungan dengan dinamika yang tinggi menjadikan kawasan ini sangat rentan terhadap
gangguan. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap segenap kehidupan di
dalamnya. Pengaruh tersebut salah satunya dapat berupa cara beradaptasi. Adaptasi ini
diperlukan untuk mempertahankan hidup pada lingkungan di zona intertidal.
Keberhasilan beradaptasi akan menentukan keberlangsungan organisme di zona
intertidal.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akandibahas adalah :
1. Apakah pengertian dari Intertidal?
2. Zonasi apa sajakah yang terdapat di Intertidal?
3. Organisme apa saja yang berada di Intertidal?
4. Bagaimana adaptasi dan peranan organisme di Intertidal?
5. Bagaimana aliran energi dan siklus materi yang terjadi di Intertidal?
6. Faktor pembatas apa saja yang ada di Intertidal?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatanmakalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dari Intertidal.
2. Mengetahui zonasi yang terdapat di intertidal.
3. Mengetahui organisme yang terdapat di Intertidal.
4. Mengetahui adaptasi dan peranan organisme tersebut di intertidal.
5. Mengetahui aliran energi dan siklus materi yang terjadi di intertidal.
6. Mengetahui faktor pembatas apa saja yang mempengaruhi kehidupan intertidal.
BAB II
PEMBAHASAN
Faktor pasang surut merupakan peristiwa naik turunnya permukaan laut secara
periodik selama suatu interval waktu.Proses terjadinya pasang surut ini karena adanya
interaksi gaya gravitasi matahari dan bulan terhadap bumi serta gaya sentrifugal yang
ditimbulkan oleh rotasi bumi dan sistem bulan.Umumnya pasang surut mempengaruhi
organisme dan juga komnitas di zona ini karena adanya kontak langsung dengan udara
terbuka secara periodik.
1. Pasang Purnama, merupakan pasang yang menunjukkan kisaran terbesar (baik naik
maupun turun) dan terjadi ketika bulan dan matahari terletak sejajar sehingga kedua
gayanya bergabung
2. Pasang Perbani ,merupakan pasang yang terjadi apabila matahari dan bulan
membentuk sudut siku-siku dan gayanya saling menetralkan.
Peristiwa pasang surut tentu berkaitan dengan waktu. Hubungan pasang surut dengan
waktu akan menimbulkan suatu fenomena terhadap zona intertidal. Biota yang terdapat di
zona intertidal yang terkena udara dalam waktu yang lama maka akan semakin besar
kemungkinannya mengalami suhu letal(mematikan) atau kehilangan air.
Pasang surut dapat terjadi sekali sehari atau sering juga disebut pasang surut diurnal,atau
dua kali sehari atau disebut juga pasang surut semi diurnal. Dan ada juga yang berperilaku
diantara keduanya disebut dengan pasang surut campuran.Kombinasi antara pasang surut dan
waktu dapat menimbulkan 2 akibat langsung yang nyata pada kehadiran dan organisasi
komunitas intertidal. Akibat pertama yang timbul disebabkan oleh perbedaan waktu relatif
antara lamanya suatu daerah tertentu di intertidal berada di udara terbuka dengan lamanya
terendam air. Lamanya terkena udara terbuka merupakan hal yang paling penting karena pada
saat itulah organisme laut akan berada dalam kisaran suhu terbesar dan kemungkinan
mengalami kekeringan (kehilangan air).
2.2 Suhu
Semakin dalam suatu perairan maka suhunya akan semakin dingin dengan kandungan
oksigen yang sedikit,sedangkan perairan yang berada dipermukaan mengalami suhu yang
tinggi dan juga kandungan oksigen yang tinggi.Hal ini dipengaruhi oleh jumlah sinar
matahari yang masuk ke perairan.Pada daerah intertidal suhu juga sangat berpengaruh baik
secara musiman maupun harian.Pada suhu yang tinggi pada daerah intertidal tentu akan
meyebakan kematian terhadap organismenya karena adanya perbedaan suhu tersebut.
Suhu pada suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi surya,posisi surya,letak geografis,
musiman, kondisi awan dan proses anatara air tawar dan air laut.
2.3 Salinitas
Salinitas adalah jumlah kandungan garam dalam suatu perairan yang dinyatakan
dalam permil.Pada air laut salinitas yang dikandung tentu akan sangat berbeda dengan air
tawar dan payau.Perbedaan salinitas pada perairan ini tentu memiliki perbedaan biota baik
dalam sistem osmoregulasinya,cara beruaya dan lain-lain.Salinitas yang terkandung pada
perairan dipengaruhi oleh adanya faktor lingkungan seperti muara sungai atau gurun
pasir,adanya musim,dan interaksi air dan udara.Salinitas yang berbeda antara perairan
tawar.payau dan laut akan mengalami perubahan salinitas.
Salinitas akan menurun apabila zona intertidal terbuka pada saat pasang turun dan
kemudian digenagi air akibat hujan lebat.
Daerah yang menampung air ketika pasang surut turun dapat digenangi oleh oleh air
tawar yang mengalir masuk ketika hujan deras sehingga salinitas menurun atau
kenaikan salinitasa dapat dilihat apabila proses penguapan terjadi.
Organisme intertidal umumnya berasal dari laut, maka adaptasi yang diteliti terutama
harus menyangkut penghindaran atau pengurangan tekanan yang timbul karena keadaan yang
terbuka setiap hari pada lingkungan darat.
Begitu organisme laut berpindah dari air ke udara terbuka, mereka mulai kehilangan
air. Jika mereka ingin mempertahankan diri daerah intertidal, kehilangan harus dikurang dan
atau organisme harus mempunyai sistem tubuh yang dapat menyesuaikan diri terhadap
kehilangan air yang cukup besar selama di udara terbuka.
Mekanisme yang sederhana untuk menghindari kehilangan air terlihat pada hewan-
hewan yang bergerak seperti kepiting dan anemon. Spesies-spesies hewan intertidal
mempunyai mekanisme untuk mencegah kehilangan air. Mekanisme ini dapat terjadi secara
struktural, tingkah laku, maupun kedua-duanya. Banyak spesies-spesies teritip merupakan
spesies yang utama di zona intertidal diseluruh dunia.
Organisme intertidal juga mengalami keterbukaan terhadap suhu panas dan dingin
yang ekstrim dan memperlihatkan adaptasi tingkah laku dan struktur tubuh untuk menjaga
keseimbangan panas internal. Walaupun kematian akibat kedinginan ditemukan juga pada
beberapa organisme intertidal, namun suhu rendah yang ekstrim nampaknya tidak menjadi
masalah bagi organisme pantai dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi. Hal ini dapat
diatasi dengan :
Cara kedua, dengan kehilangan panas seperti satu mekanisme yang ditemukan pada
organisme bercangkang keras seperti moluska, adalah dengan memperluas memperluas
cangkang dan memperbanyak ukiran pada cangkang. Ukiran-ukiran tersebut berfungsi
sebagai sirip radiator sehingga memudahkan hilangnya panas.
Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang berbeda, pada pantai berbatu dan pada pantai
berpasir. Untuk mempertahankan posisi menghadapi gerakan ombak, organisme intertidal
telah membentuk beberapa adaptasi. Salah satu diantaranya yang ditemuka pada
Orgaisme Interstitial
Interstitial adalah suatu istilah umum yang ditujukan pada organisme yang menempati
ruangan di antara butiran-butiran pasir. Psammon adalah sinonim untuk organisme
interstitial, mengenai semua yang hidup diantara butir-butiran pasir. Istilah mesopsammon
membicarakan semua organisme interstitial yang berhubungan dengan tepi pantai air tawar
atau air panyau, sedangkan thalassopsammon adalah organisme yang berasosiasi dengan
tepian laut dan daerah pasir.
2. Filum Nemathelminthes
Nemathelminthes merupakan cacing bulat tak beruas, untuk membedakannya dari
cacing pipih (Platyheminthes) dan cacing beruas (Annelida) adalah cacing ini memiliki tubuh
panjang dan ramping dengan permukaan tubuh halus dan mengkilap. Salah satu atau kedua
ujungnya meruncing, alat kelamin terpisah dan dapat menghasilkan beribu-ribu butir telur.
Filum ini terbagi kedalam dua kelas, yakni Nematoda (mempunyai usus tetapi tidak
mempinyai belalai) dan Acanthocephala (tidak mempunyai usus tetapi mempunyai belalai
berduri). Nematoda merupakan cacing bulat yang paling banyak ditemukan didaerah
interstitial.
Nematoda ( Cacing Benang )
Di pantai terdapat cacing benang yang hidup bebas tetapi begitu tak nyata sehingga
lewat dari pengamatan kita. Nematoda hidup bebas sebagai pembangkai (scavenger), hidup
dari partikel-partikel zat organic renik yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan dan hewan
yang membusuk, yang disedot dengan kerongkongan berotot.
Cacing benang memiliki tubuh silendrik tak beruas dan ujung-ujungnya meruncing.
Tubuhnya dilapisi oleh kutikel ulet dan biasanya ditanggalkan empat kali selama hidupnya.
Mulutnya terletak diujung depan dan anus didekat ujung belakang. Mereka bergerak dengan
gerakan tubuh yang mengombak.
3. Filum Rotifera
Filum rotifera atau Rotatoria merupakan Metazoa yang sangat kecil. Rotifera pernah
dianggap sebagai Infusoria. Rotifera merupakan filum menarik karena bentuk tubuhnya
sangat menyerupai larva trokofor. Larva trokofor adalah salah satu fase dari daur hidup
molussca dan Annelida. Kepala rotifera mempunyai banyak bulu getar yang membantu untuk
bergerak dan menarik makanan ke dalam mulutnya. Ekor atau kakinya bercabang dan
menempel pada benda dengan cara mengeluarkan sekresi dari kelenjar semen. Tubuhnya
biasanya berbentuk silendrik dan ditutupi oleh kutikel serupa cangkang, kelamin rotifera
terpisah. Rotifera sebagai mesopsammon sedangkan Gastrotricha sebagai thalassopsammon.
4. Filum Krustacea
Krustacea pada dasarnya diwakili oleh kopepoda (hewan kecil yang tak terlihat oleh
mata telanjang) dan ostrakoda yang berlimpah dan beberapa kelompok kecil lainnya misalnya
Mystacocarida.
Badannya terbungkus dalam cangkang tipis menyerupai cangkang kerang.
Jantungnya dapat dilihat berdenyut dibawah cangkang yang setengah tembus pandang.
Kelompok ini memiliki mata yang majemuk atau tidak. Jika ada mata letaknya lebih di
samping dari pada dibagian ujung depan. Mempunyai antena yang berkembang baik, ada dua
atau satu embelan dada yang tidak pipih, ada palpus mandibel yang biasanya bercabang dua.
2.15Keseimbangan panas
Di daerah tropis organisme cenderung hidup pada kisaran suhu letal atas sehingga
mekanisme keseimbangan panas hampir seluruhnya berkenaan dengan suhu yang terlalu
tinggi. Beberapa bentuk adaptasi antara lain :
a. Memperbesar ukuran tubuh relatif bila dibandingkan dengan species yang sama. Dengan
memperbesar ukuran tubuh berarti perbandingan antara luas permukaan dengan volume
tubuh menjadi lebih kecil sehingga luas daerah tubuh yang mengalami peningkatan suhu
menjadi lebih kecil. Moluska, gastropoda seperti Littorina littorea dan Olivella biplicata
dengan ukuran tubuh besar banyak terdapat di daerah intertidal.
b. Memperbanyak ukiran pada cangkang yang berfungsi sebagai sirip radiator sehingga
memudahkan hilangnya panas. Contoh Littorina dan Tectarius
c. Hilangnya panas dapat juga diperbesar melalui pembentukan warna tertentu pada
cangkang. Genera Nerita, dan Littorina memiliki warna lebih terang dibandingkan dengan
kerabatnya yang hidup di daerah lebih bawah (warna gelap akan menyerap panas).
d. Memliki persediaan air tambahan yang disimpan didalam rongga mantel. Persediaan air
ini digunakan untuk mendinginkan tubuh melalui penguapan serta menghindarkan
kekeringan.
Setiap organisme intertidal perlu beradaptasi untuk mempertahankan diri dari pengaruh
ombak. Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang berbeda pada pantai berbatu, berpasir
dan berlumpur sehingga memiliki konsekuensi bentuk adaptasi yang berbeda pada
organismenya. Beberapa bentuk adaptasinya antara lain:
a. Melekat kuat pada substrat, seperti pada Polichaeta, Teritip, Tiram.
b. Menyatukan dirinya pada dasar perairan melalui sebuah alat pelekat (Algae).
c. Memiliki kaki yang kuat dan kokoh seperti pada Citon dan limfet.
d. Melekat dengan kuat tetapi tidak permanen seperti pada Mytillus melalui bisus yang
dapat putus dan dibentuk kembali sehingga membatasi gerakan yang lambat.
e. Mempertebal ukuran cangkang, lebih tebal dibandingkan kerabatnya yang hidup di
daerah subtidal.
2.16Tekanan salinitas
Zona intertidal mendapat limpahan air tawar, yang dapat menimbulkan masalah tekanan
osmotik bagi organisme yang hanya dapat hidup pada air laut. Kebanyakan organisme
intertidal bersifat osmokonformer, tidak seperti organisme estuaria. Adaptasi satu-satunya
adalah sama dengan yang dilakukan untuk melindungi tubuh dari kekeringan yaitu dengan
menutup cangkangnya. Misalnya untuk melindungi tubuh dari kekeringan, teritip dan
moluska beradaptasi dengan menutup valva atau cangkangnya (Hutabaratdan Steward, 2008).
2.17 Reproduksi
Kebanyakan organisme intertidal hidup menetap atau melekat, sehingga dalam
penyebarannya mereka menghasilkan telur atau larva yang bersifat planktonik. Reproduksi
dapat juga terjadi secara periodik mengikuti irama pasang-surut tertentu, seperti misalnya
pada pasang-purnama. Contoh Mytillus edulis, gonad menjadi dewasa selama pasang
purnama dan pemijahan berlangsung ketika pasang perbani.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari isi makalah ini adalah :
1. Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap
saat. Pembagian zonasi daerah intertidal berdasarkan material atau substrat penyusun dasar
perairan dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu : Tipe pantai berbatu, Tipe pantai berpasir, Tipe
pantai berlumpur.
2. Daerah intertidal secara bergantian tertutup oleh laut dan terkena udara, sehingga
organisme yang hidup di lingkungan ini harus memiliki adaptasi baik untuk kondisi basah
dan kering. Bahaya termasuk menjadi hancur atau terbawa oleh gelombang kasar, paparan
suhu sangat tinggi, dan pengeringan. Bentuk adaptasi mencakup adaptasi struktural, adaptasi
fisiologi, dan adaptasi tingkah laku. Adaptasi struktural merupakan cara hidup untuk
menyesuaikan dirinya dengan mengembangkan struktur tubuh atau alat-alat tubuh ke arah
yang lebih sesuai dengan keadaan lingkungan dan keperluan hidup. Biota zona intertidal
antara lain bulu babi, anemon laut, teritip, chitons, kepiting, isopoda, kerang, bintang laut,
dan moluska.
3. Pada daerah intertidal terdapat aliran energi yang terdiri dari rantai makanan dan jaring
makanan dimana cahaya matahari sebagai sumber utama dalam ekosistem selain air dan CO2
dalam fotosintesis. Juga terdapat produsen yaitu berbagai macam alga, fitoplankton, dan
Mikrofitobenthos. Konsumennya yaitu Zooplankton (herbivor memakan fitoplankton),
herbivor yang lebih tinggi yaitu: burung, bulu babi, limpet, siput litorina, dan microfauna
(heterotrof), zooplankton karnivor dan ikan predator yang memakan zooplankton (produk
ketiga). Dan terdapat pula bakteri sebagai pengurai.
4. Siklus materi yang terjadi di daerah intertidal antara lain : siklus hidrologi, sikklus
oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus sedimen.
5. Faktor pembatas yang mempengaruhi daerah intertidal yaitu : pasang surut, gelombang,
suhu dan salinitas, tekstur, air, udara, cahaya matahari, kecepatan arus, derajat keasaman
(pH), kedalaman, jumlah predator dan struktur umur.
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsp
Pengelolaannya. Bogor : IPB
Prajitno.A.2009. Biologi Laut. Malang : Universitas Brawijaya
Hutabarat, S.dan Steward,M.E. 2008. Pengantar Oseanografi. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Juwana, Sri . 2007. Biologi Laut. Jakarta: Djambatan.
Mukayat, D. Brotowidjoyo.1995.Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya
Air.Yogyakarta:Liberty.
Nybakken, J.W. 1992.Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Odum. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Universitas Gadja Mada.
Sudarmadji. 2012. Pengenalan Ekologi. Jember: Yayasan Alam Lestari.