Anda di halaman 1dari 22

Makalah :

Biologi Laut

DISUSUN OLEH :

Kelompok III

Nama : Fajrin Tuduhu

: M.Fatah.Hi.Ambar

: Risman Olowahit

: Agsa Yainahu

: Sabil Ali

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN (THP)


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALUKU UTARA
(UMMU) TERNATE
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum Wr Wb

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul : Delegasi dan
Desentralisasi dengan baik, salawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW beserta para sahabat dan keluarga yang telah memperjuangkan dinul islam
dan memberi petunjuk jalan kebenaran, amien.

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekuranagan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan demi melengkapi makalah ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi
masarakat khususnya Fakultas Pertanian. Amien.

Wasalamu’alaikum Wr Wb

Ternate, April 2017


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1


1.2 Rumus Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pasang Surut.......................................................................................................................4


2.2 Suhu.....................................................................................................................................4
2.3 Silinitas................................................................................................................................4
2.4 Gerakan Ombak.................................................................................................................5
2.5 Adaptasi Organisme Intertindal.......................................................................................5
2.6 Daya Tahan Terhadap Kehilangan Air...........................................................................5
2.7 Tekanan Mekanik..............................................................................................................6
2.8 Faktor Yang Memepengaruhi Organisme Intertindal...................................................9
2.9 Pengertian Intertindal......................................................................................................10
2.10 Pembagian Zonasi Daerah Intertindal.........................................................................11
2.11 Tipe Pantai Berpasir......................................................................................................11
2.12 Tipe Pantai Berlumpur..................................................................................................12
2.13 Organisme Intertindal...................................................................................................12
2.14 Adaptasi Organisme Dalam Daerah Intertindal.........................................................14
2.15 Keseimbangan Panas.....................................................................................................15
2.16 Tekanan Selinitas...........................................................................................................16
2.17 Reproduksi......................................................................................................................16
2.18 Kesimpulan.....................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam keindahan
pulau dan juga berbagai macam ekosistem yang terkandung didalamnya. Ekosistem
pesisir dan lautan merupakan sistem akuatik yang terbesar di planet bumi. Ukuran dan
kerumitannya menyulitkan kita untuk dapat membicarakan secara utuh sebagai suatu
kesatuan. Sehingga terkadang kita harus membaginya menjadi sub-bagian yang dapat
dikelola agar lebih mudah dipahami. Selanjutnya, masing-masing dapat dibicarakan
berdasarkan prinsip-prinsip ekologi yang menentukan kemampuan adaptasi organism
dalam suatu komunitas.
Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan
mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan pesisir memiliki sejumlah
fungsi ekologis berupa hasil sumberdaya, penyedia jasa kenyamanan, penyedia
kebutuhan pokok hidup dan penerima limbah (Bengen, 2002).
Salah satu perairan laut Indonesia memiliki zona intertidal. Wilayah pesisir atau coastal
adalah salah satu sistem lingkungan yang ada, dimana zona intertidal merupakan zona
yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan luas area yang sempit antara daerah
pasang tertinggi dan surut terendah. Zona intertidal dapat juga diartikan sebagai bagian
laut yang paling banyak dikenal serta terdiri dari daerah pantai berbatu, pantai berpasir,
dan pantai berlumpur serta memiliki keragaman faktor lingkungan. Hanya zona inilah
tempat penelitian terhadap organism perairan dapat dilaksanakan secara langsung selama
periode air surut tanpa memerlukan peralatan khusus. Zona ini telah diamati oleh manusia
dalam waktu cukup lama.
Di dalam zona intertidal terdapat substrat yang berbeda seperti pasir, batu, dan lumpur
yang menyebabkan adanya fauna dan struktur komunitas di daerah intertidal. Tampaknya
oksigen bukan merupakan faktor pembatas kecuali pada keadaa tertentu. Nutrient dan pH
juga tidak penting bagi organism seta struktur komunitad di daerah intertidal.

Tata ruang sebagai wujud structural ruang dan pola penggunaannya secara terencana
atau tidak dari bagian permukaan bumi di laut dan pesisir, dikenal selama ini sebagai
objek dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Selain mengandung beranekaragam
sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang telah dan sementara dimanfaatkan manusia,
ruang laut dan peisisr menampilkan berbagai isu menyangkut keterbatasan dan konflik
dalam pemanfaatannya. Untuk mengharapkan keberlanjutan fungsi dimensi ekologi yang
dimiliki kawasan pesisir perlu ditingkatkan upaya pelestarian dan pemanfaatan segenap
sumberdaya yang ada di dalamnya secara berkelanjutan.

Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan
mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan pesisir memilki sejumlah
fungsi ekologis berupa penghasil sumberdaya, penyedia jasa kenyamanan, penyedia
kebutuhan pokok hidup dan penerima limbah. Tata ruang sebagai wujud struktural ruang
dan pola penggunaannya secara terencana atau tidak dari bagian permukaan bumi di laut
dan pesisir, dikenal selama ini sebagai objek dalam memenuhi berbagai kebutuhan
manusia.
Salah satu bagian dari pembagian ekosistem di kawasan pesisir dan laut adalah
kawasan intertidal (intertidal zone). Zona intertidal merupakan zona yang terkena pasang
surut air laut dan daerahnya adalah dari pasang tertinggi hingga surut terendah. Pasang
surut dapat terjadi dikarenakan naik turunnya badan air samudra dunia akibat pengaruh
gravitasi bulan dan matahari terhadap bumi .
Letak zona intertidal yang dekat dengan berbagai macam aktifitas manusia, dan mmeiliki
lingkungan dengan dinamika yang tinggi menjadikan kawasan ini sangat rentan terhadap
gangguan. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap segenap kehidupan di
dalamnya. Pengaruh tersebut salah satunya dapat berupa cara beradaptasi. Adaptasi ini
diperlukan untuk mempertahankan hidup pada lingkungan di zona intertidal.
Keberhasilan beradaptasi akan menentukan keberlangsungan organisme di zona
intertidal.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akandibahas adalah :
1. Apakah pengertian dari Intertidal?
2. Zonasi apa sajakah yang terdapat di Intertidal?
3. Organisme apa saja yang berada di Intertidal?
4. Bagaimana adaptasi dan peranan organisme di Intertidal?
5. Bagaimana aliran energi dan siklus materi yang terjadi di Intertidal?
6. Faktor pembatas apa saja yang ada di Intertidal?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatanmakalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dari Intertidal.
2. Mengetahui zonasi yang terdapat di intertidal.
3. Mengetahui organisme yang terdapat di Intertidal.
4. Mengetahui adaptasi dan peranan organisme tersebut di intertidal.
5. Mengetahui aliran energi dan siklus materi yang terjadi di intertidal.
6. Mengetahui faktor pembatas apa saja yang mempengaruhi kehidupan intertidal.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pasang surut (Tide)

Faktor pasang surut merupakan peristiwa naik turunnya permukaan laut secara
periodik selama suatu interval waktu.Proses terjadinya pasang surut ini karena adanya
interaksi gaya gravitasi matahari dan bulan terhadap bumi serta gaya sentrifugal yang
ditimbulkan oleh rotasi bumi dan sistem bulan.Umumnya pasang surut mempengaruhi
organisme dan juga komnitas di zona ini karena adanya kontak langsung dengan udara
terbuka secara periodik.

Peristiwa pasang-surut (tide) dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

1. Pasang Purnama, merupakan pasang yang menunjukkan kisaran terbesar (baik naik
maupun turun) dan terjadi ketika bulan dan matahari terletak sejajar sehingga kedua
gayanya bergabung
2. Pasang Perbani ,merupakan pasang yang terjadi apabila matahari dan bulan
membentuk sudut siku-siku dan gayanya saling menetralkan.

Peristiwa pasang surut tentu berkaitan dengan waktu. Hubungan pasang surut dengan
waktu akan menimbulkan suatu fenomena terhadap zona intertidal. Biota yang terdapat di
zona intertidal yang terkena udara dalam waktu yang lama maka akan semakin besar
kemungkinannya mengalami suhu letal(mematikan) atau kehilangan air.

Pasang surut dapat terjadi sekali sehari atau sering juga disebut pasang surut diurnal,atau
dua kali sehari atau disebut juga pasang surut semi diurnal. Dan ada juga yang berperilaku
diantara keduanya disebut dengan pasang surut campuran.Kombinasi antara pasang surut dan
waktu dapat menimbulkan 2 akibat langsung yang nyata pada kehadiran dan organisasi
komunitas intertidal. Akibat pertama yang timbul disebabkan oleh perbedaan waktu relatif
antara lamanya suatu daerah tertentu di intertidal berada di udara terbuka dengan lamanya
terendam air. Lamanya terkena udara terbuka merupakan hal yang paling penting karena pada
saat itulah organisme laut akan berada dalam kisaran suhu terbesar dan kemungkinan
mengalami kekeringan (kehilangan air).

2.2 Suhu
Semakin dalam suatu perairan maka suhunya akan semakin dingin dengan kandungan
oksigen yang sedikit,sedangkan perairan yang berada dipermukaan mengalami suhu yang
tinggi dan juga kandungan oksigen yang tinggi.Hal ini dipengaruhi oleh jumlah sinar
matahari yang masuk ke perairan.Pada daerah intertidal suhu juga sangat berpengaruh baik
secara musiman maupun harian.Pada suhu yang tinggi pada daerah intertidal tentu akan
meyebakan kematian terhadap organismenya karena adanya perbedaan suhu tersebut.

Suhu pada suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi surya,posisi surya,letak geografis,
musiman, kondisi awan dan proses anatara air tawar dan air laut.

2.3 Salinitas

Salinitas adalah jumlah kandungan garam dalam suatu perairan yang dinyatakan
dalam permil.Pada air laut salinitas yang dikandung tentu akan sangat berbeda dengan air
tawar dan payau.Perbedaan salinitas pada perairan ini tentu memiliki perbedaan biota baik
dalam sistem osmoregulasinya,cara beruaya dan lain-lain.Salinitas yang terkandung pada
perairan dipengaruhi oleh adanya faktor lingkungan seperti muara sungai atau gurun
pasir,adanya musim,dan interaksi air dan udara.Salinitas yang berbeda antara perairan
tawar.payau dan laut akan mengalami perubahan salinitas.

Perubahan salinitas terjadi melaui 2 cara, yaitu:

 Salinitas akan menurun apabila zona intertidal terbuka pada saat pasang turun dan
kemudian digenagi air akibat hujan lebat.
 Daerah yang menampung air ketika pasang surut turun dapat digenangi oleh oleh air
tawar yang mengalir masuk ketika hujan deras sehingga salinitas menurun atau
kenaikan salinitasa dapat dilihat apabila proses penguapan terjadi.

2.4 Gerakan Ombak

Di zona intertidal,gerakan ombak (gelombang) air laut mempunyai pengaruh besar


terhadap kehidupan organisme dibandingkan dengan daerah-daerah laut lainnya. Pengaruh ini
terlihat nyata baik secara langsung maupun tidak langsung.Pengaruh gelombang terhadap
zona intertidal berupa,pengaruh mekanik yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan
benda yang terkena,sehingga organisme yang mendiami zona ini harus mampu beradaptasi
dengan kondisi tersebut.Di samping itu,gelombang kuat dapat menjadi pembatas bagi
sebagian organisme. Akan tetapi ada pula sebagian organisme lain yang hanya cocok di
daerah dengan ombak yang kuat. Pengaruh lain dari gelombang yakni mencampur dan
mengaduk gas-gas di atmosfer sehingga meningkatkan kadar oksigen di dalam air.

2.5 Adaptasi Organisme Intertidal

Organisme intertidal umumnya berasal dari laut, maka adaptasi yang diteliti terutama
harus menyangkut penghindaran atau pengurangan tekanan yang timbul karena keadaan yang
terbuka setiap hari pada lingkungan darat.

2.6 Daya Tahan terhadap Kehilangan Air

Begitu organisme laut berpindah dari air ke udara terbuka, mereka mulai kehilangan
air. Jika mereka ingin mempertahankan diri daerah intertidal, kehilangan harus dikurang dan
atau organisme harus mempunyai sistem tubuh yang dapat menyesuaikan diri terhadap
kehilangan air yang cukup besar selama di udara terbuka.

Mekanisme yang sederhana untuk menghindari kehilangan air terlihat pada hewan-
hewan yang bergerak seperti kepiting dan anemon. Spesies-spesies hewan intertidal
mempunyai mekanisme untuk mencegah kehilangan air. Mekanisme ini dapat terjadi secara
struktural, tingkah laku, maupun kedua-duanya. Banyak spesies-spesies teritip merupakan
spesies yang utama di zona intertidal diseluruh dunia.

Organisme intertidal juga mengalami keterbukaan terhadap suhu panas dan dingin
yang ekstrim dan memperlihatkan adaptasi tingkah laku dan struktur tubuh untuk menjaga
keseimbangan panas internal. Walaupun kematian akibat kedinginan ditemukan juga pada
beberapa organisme intertidal, namun suhu rendah yang ekstrim nampaknya tidak menjadi
masalah bagi organisme pantai dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi. Hal ini dapat
diatasi dengan :

(1) pengurangan panas yang didapat dari lingkungan

(2) meningkatkan kehilangan panas dari tubuh hewan.


Cara pertama, dengan memperbesar ukuran tubuh. Tubuh yang lebih besar
memerlukan waktu yang lebih lama untuk bertambah panas dibandingkan dengan tubuh yang
lebih kecil. Contohnya moluska dan gastropoda seperti Littorina littorea yang berukuran
besar lebih banyak di zona intertidal daripada yang berukuran kecil.

Cara kedua, dengan kehilangan panas seperti satu mekanisme yang ditemukan pada
organisme bercangkang keras seperti moluska, adalah dengan memperluas memperluas
cangkang dan memperbanyak ukiran pada cangkang. Ukiran-ukiran tersebut berfungsi
sebagai sirip radiator sehingga memudahkan hilangnya panas.

2.7 Tekanan Mekanik

Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang berbeda, pada pantai berbatu dan pada pantai
berpasir. Untuk mempertahankan posisi menghadapi gerakan ombak, organisme intertidal
telah membentuk beberapa adaptasi. Salah satu diantaranya yang ditemuka pada
Orgaisme Interstitial
Interstitial adalah suatu istilah umum yang ditujukan pada organisme yang menempati
ruangan di antara butiran-butiran pasir. Psammon adalah sinonim untuk organisme
interstitial, mengenai semua yang hidup diantara butir-butiran pasir. Istilah mesopsammon
membicarakan semua organisme interstitial yang berhubungan dengan tepi pantai air tawar
atau air panyau, sedangkan thalassopsammon adalah organisme yang berasosiasi dengan
tepian laut dan daerah pasir.

Macam-macam Organisme Interstitial


Organisme yang membentuk psammon macamnya sangat banyak dari fila
invertebrata, sebagian diwakili oleh satu atau sejumlah kecil spesies saja, sedangkan yang
lain melimpah baik dalam jumlah individu maupun spesies. Psammon meliputi berbagai
organisme seperti filum Protozoa yang diwakili sejumlah besar spesies siliata, Filum
Platyheminthes, Filum Nemathelminthes, Filum Rotifera, dan filum Krustacea.
1. Filum Platyheminthes
Kelompok ini dikenal sebagai cacing pipih karena bentuknya yang pipih atas bawah.
Hewan ini tidak beruas, triploblastik, simetris bilateral, tidak mempunyai anus maupun
rongga tubuh atau selom (coelom) dan biasanya hermaprodit. Umumnya mulutnya terletak
dibagian bawah dan ditengah tubuhnya. Kelas Turbellaria sering ditemukan pada daerah
interstitial.
Dari kelas Turbellaria, ordo Acoela merupakan hewan laut kecil yang dapat
ditemukan diantara batu-batuan dan diantara ganggang laut. Pada tubuh hewan ini tumbuh
ganggang laut dan hewan ini memanfaatkan makanan yang dihasilkan ganggang tersebut
untuk makanannya. Simbiosis ini begitu lengkap sehingga cacing Turbellaria kehilangan
sistem pencernaannya.

2. Filum Nemathelminthes
Nemathelminthes merupakan cacing bulat tak beruas, untuk membedakannya dari
cacing pipih (Platyheminthes) dan cacing beruas (Annelida) adalah cacing ini memiliki tubuh
panjang dan ramping dengan permukaan tubuh halus dan mengkilap. Salah satu atau kedua
ujungnya meruncing, alat kelamin terpisah dan dapat menghasilkan beribu-ribu butir telur.
Filum ini terbagi kedalam dua kelas, yakni Nematoda (mempunyai usus tetapi tidak
mempinyai belalai) dan Acanthocephala (tidak mempunyai usus tetapi mempunyai belalai
berduri). Nematoda merupakan cacing bulat yang paling banyak ditemukan didaerah
interstitial.
Nematoda ( Cacing Benang )
Di pantai terdapat cacing benang yang hidup bebas tetapi begitu tak nyata sehingga
lewat dari pengamatan kita. Nematoda hidup bebas sebagai pembangkai (scavenger), hidup
dari partikel-partikel zat organic renik yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan dan hewan
yang membusuk, yang disedot dengan kerongkongan berotot.
Cacing benang memiliki tubuh silendrik tak beruas dan ujung-ujungnya meruncing.
Tubuhnya dilapisi oleh kutikel ulet dan biasanya ditanggalkan empat kali selama hidupnya.
Mulutnya terletak diujung depan dan anus didekat ujung belakang. Mereka bergerak dengan
gerakan tubuh yang mengombak.

3. Filum Rotifera
Filum rotifera atau Rotatoria merupakan Metazoa yang sangat kecil. Rotifera pernah
dianggap sebagai Infusoria. Rotifera merupakan filum menarik karena bentuk tubuhnya
sangat menyerupai larva trokofor. Larva trokofor adalah salah satu fase dari daur hidup
molussca dan Annelida. Kepala rotifera mempunyai banyak bulu getar yang membantu untuk
bergerak dan menarik makanan ke dalam mulutnya. Ekor atau kakinya bercabang dan
menempel pada benda dengan cara mengeluarkan sekresi dari kelenjar semen. Tubuhnya
biasanya berbentuk silendrik dan ditutupi oleh kutikel serupa cangkang, kelamin rotifera
terpisah. Rotifera sebagai mesopsammon sedangkan Gastrotricha sebagai thalassopsammon.

4. Filum Krustacea
Krustacea pada dasarnya diwakili oleh kopepoda (hewan kecil yang tak terlihat oleh
mata telanjang) dan ostrakoda yang berlimpah dan beberapa kelompok kecil lainnya misalnya
Mystacocarida.
Badannya terbungkus dalam cangkang tipis menyerupai cangkang kerang.
Jantungnya dapat dilihat berdenyut dibawah cangkang yang setengah tembus pandang.
Kelompok ini memiliki mata yang majemuk atau tidak. Jika ada mata letaknya lebih di
samping dari pada dibagian ujung depan. Mempunyai antena yang berkembang baik, ada dua
atau satu embelan dada yang tidak pipih, ada palpus mandibel yang biasanya bercabang dua.

2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Organisme Interstitial


Kondisi yang mempengaruhi fauna interstitial agak berbeda dengan kondisi yang
mempengaruhi makrofauna di daerah yang sama. Mungkin faktor paling penting yang
menentukan keberadaan, ketiadaan, dan tipe organismee interstitial adalah ukuran butiran.
Ukuran butiran sangat penting dalam menentukan besarnya ruangan interstitial yang tersedia
untuk tempat tinggal. Makin besar ukuran butiran, makin besar volume ruangan interstitial
dan oleh sebab itu makin besar pula organisme intersttital yang dapat mendiami tempat
tersebut. Sebaliknya maikn kecil ukuran butiran, makin kecil pula ruangan yang tersedia dan
dengan demikian makin kecil pula organisme yang dapat mendiami tempat tersebut. Oleh
karena itu ukuran butiran bertindak sebagai suatu pembatas yang jelas terhadap penyebaran
organisme psammon. Organisme psammon memperlihatkan suatu zonasi yang jelas
berdasarkan ukuran butiran.
Ukuran butiran juga sangat penting karena menentukan kemampuan suatu tepian
dalam penahanan dan sirkulasi air. Organisme interstitial adalah organisme akuatik dan oleh
karena itu membutuhkan kehadiran air di ruang antar butiran pasir untuk dapat hidup.
Apabila butiran terlalu kasar, daya kapiler pasir tak dapat menahan air sehingga air akan
mengalir ke luar, dan hanya meninggalkan sesuatu lapisan tipis yang menyelimuti butiran.
Sebaliknya, pantai yang berbutiran halus mampu menahan cukup banyak air di ruangan
antarbutiran dengan daya kapiler.
Sirkulasi air melalui pori-pori di dalam pasir penting karena gerakan air ini memperbarui
pergerakan oksigen. Sirkulasi yang paling baik terdapat pada pantai yang butiran pasirnya
kasar dan berkurang pada pantai yang butiran pasirnya halus. Apabila ukuran butiran
pasirnya sangat halus, misalnya pada pantai berlumpur, sirkulasi sama sekali terhenti, dan
akibatnya terbentuk lapisan anaerobic pada sedimen.
Selain ukuran butiran, kondisi mineral butiran juga penting artinya bagi penentuan komposisi
psammon. Asosiasi organisme yang terdapat di pasir silica akan berbeda dengan yang
terdapat di pasir karbonat.
Selain faktor diatas, beberapa faktor lain yang juga berpengaruh terhadap Organisme
Intrestitial adalah sebagai berikut:
1. Oksigen
Semua sedimen laut mempunyai suatu lapisan yang mendapatkan oksigen
dipermukaannya, sedangkan dibawahnya terdapat lapisan yang anoksik. Oleh karena itu,
organisme interstitial yang hidup di bawah kedalaman tertentu akan menghadapi kondisi
bebas oksigen. Ketebalan lapisan yang mendapatkan oksigen bergantung pada beberapa
factor umpamanya ukuran butiran, jumlah bahan organic, dan turbulensi air.

2.9 Pengertian Intertidal


Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap
saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik lautan yakni pasang surut.
Menurut Nybakken (1992) zona intertidal merupakan daerah yang paling sempit diantara
zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi sampai pada surut
terendah. Zona ini hanya terdapat pada daerah pulau atau daratan yang luas dengan pantai
yang landai. Semakin landai pantainya maka zona intertidalnya semakin luas, sebaliknya
semakin terjal pantainya maka zona intertidalnya akan semakin sempit.

2.10 Pembagian Zonasi Daerah Intertidal


Pembagian zonasi daerah intertidal berdasarkan material atau substrat penyusun dasar
perairan dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu :
Tipe pantai berbatu
Terbentuk dari batu granit berbagai ukuran. Kawasan ini paling padat
mikroorganismenya, dan mempunyai keragaman fauna maupun flora yang paling besar. Tipe
pantai ini banyak ditemui di selatan Jawa, Nusa Tenggara dan Maluku (Bengen, 2002).
Pembagian zona pada pantai berbatu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Supralitoral fringe : Organisme yang terdapat pada daerah ini, seperti beberapa jenis alga
yang menjalar, cyanobanteria dan cacing kecil.
b. Midlittoral Zone : Pada daerah ini didominasi oleh pemakan suspense seperti bernakel,
kerang, tiram.
c. Infralittoral fringe : Pada daerah ini didominasi oleh alga merah, organisme penghasil
kapur, kebanyakan berbentuk menjalar, alga coklat, tunicata (sea squirt).
2.11Tipe pantai berpasir
Pantai ini dapat ditemui di daerah yang jauh dari pengaruh sungai besar atau di pulau
kecil yang terpencil. Makroorganisme yang hidup disini tidak sepadat di kawasan pantai
berbatu, karena kondisi lingkungannya organisme yang ada cenderung menguburkan dirinya
ke dalam substrat. Kawasan ini lebih banyak dimanfaatkan manusia untuk berbagai aktivitas
rekreasi (Bengen, 2002).
Pembagian zona pada pantai berpasir dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Mean High Water of Spring Tides : rata-rata air tinggi pada pasang purnama. Daerah ini
berbatasan langsung dengan daerah yang kering dan terdapat pada bibir pantai.
b. Mean Tide Level : rata-rata level pasang surut. Zona ini merupakan daerah yang paling
banyak mengalami fluktusi pasang surut. Dapat ditemukan berbagai ekosistem salah satunya
ekosistem padang lamun.
c. Mean Water Low of Spring Tides : rata-rata air rendah pada pasang surut purnama. Zona
ini merupakan zona yang paling bawah. Pada daerah ini fluktuasi pasang surut sangat sedikit
yang berpengaruh karena daerah ini tidak terkena fluktuasi tersebut. Daerah ini juga bisa
ditemukan ekosistem terumbu karang.

2.12 Tipe pantai berlumpur


Perbedaan antara tipe pantai ini dengan tipe pantai berpasir yaitu terletak pada ukuran
butiran sedimen (substrat). Tipe pantai berlumpur mempunyai ukuran butiran yang paling
halus. Pantai berlumpur terbentuk di sekitar muara-muara sungai dan umumnya berasosiasi
dengan estuaria. Tebal endapan lumpurnya dapat mencapai satu meter atau lebih. Perbedaan
yang lainnya adalah gelombang yang tiba di pantai, aktivitas gelombangnya sangat kecil
(Bengen, 2002).
Pembagianzonapadapantaiberlumpurdibagimenjadiduabagian, yaitu :
a. Supralitoral : Dihuni oleh berbagai jenis kepiting yang menggali substrat. Zona ini juga
dipengaruhi oleh pasang tertinggi dan paling sering mengalami kekeringan.
b. litoral : Bagian ini merupakan bagian yang terluas diantara bagian ekosistem pantai
berlumpur. Pada zona ini dihuni oleh tiram dan policaeta.

2.13 Organisme Intertidal


Kelompok organisme intertidal umumnya terdiri dari lamun (sea grass), rumput laut
(seaweed), komunitas karang (coral community), dan biota yang berasosiasi dengan karang
dan lamun (Prajitno, 2009).
Komunitas darat adalah komunitas yang banyak ditemukan di dekat pantai dan akan
berkurang sebarannya ke arah laut. Komunitas ini adalah komunitas lamun (sea grass) yang
mensyaratkan substrat pasir dengan sedikit substrat agak halus dan cenderung hidup pada di
area yang terbenam air meskipun pada saat air surut. Lamun membutuhkan nutrien yang
konsentrasinya akan lebih tinggi di-temukan di substrat yang agak halus (Hemminga and
Duarte, 2000). Sebaran lamun ke arah laut terbatas hanya pada zona tengah karena substrat ke
arah laut makin kasar dan dominasi karang semakin meningkat. Zona tengah ini merupakan
daerah transisi dimana faktor lingkungan lebih beragam sehingga semua komunitas yang
terdiri dari lamun, komunitas karang dan rumput laut masih ditemukan meskipun tidak
menonjol.
Komunitas laut adalah komunitas yang cenderung lebih banyak ditemukan di zona tengah
dan bawah (ke arah laut).Komunitas ini adalah karang dan biota asosiasinya, dan rumput laut.
Komunitas karang dan rumput laut mensyaratkan lingkungan yang lebih jernih, substrat yang
kasar, keras dan relatif stabil (Allen and Steene, 1994; Raffaelli and Hawkins, 1996).
Karktersitik ini lebih banyak terdapat di zona tengah dan bawah. Karang memang merupakan
komunitas yang hidup di perairan yang dangkal, terdapat sinar matahari dan selalu
membutuhkan air yang bergerak (masa air selalu berganti) (Dubinsky and Stambler, 2011).
Diantara komunitas intertidal, karang merupakan komunitas yang paling mudah dan
terbesar yang mengalami perubahan akibat dinamika perairan pesisir (Duarte et al., 2008). Di
sekitar tubir karang (zona bawah) karang hidup lebih baik dibandingkan di zona lebih atas,
sehingga komunitas karang lebih menguasai zona bawah. Rumput laut yang mempunyai
toleransi yang lebih luas dibandingkan karang dapat hidup di seluruh zona. Namun demikian
rumput laut tumbuh lebih baik di zona tengah dan zona bawah. Faktor nutrien dan kecerahan
perairan yang merupakan faktor yang signifikan di zona tengah dan bawah, merupakan faktor
utama yang menentukan pertumbuhan rumput laut. Rumput laut dapat berasosiasi dengan
lamun dan karang dengan tingkat keterkaitan yang berbeda.
Kepadatan biota intertidal tidak sama di tiga zona intertidal, kecuali ke-lompok biota
krustase, cacing dan ikan yang relatif sama menyebar di tiga zona intertidal . Populasi
moluska lebih banyak ditemukan di zona atas, dan semakin ke arah laut kepadatannya
berkurang. Moluska lebih menyukai daerah yang agak datar dan terbuka yang merupakan
karakteristik zona atas. Selain itu populasi moluska memiliki pola hidup yang me-ngelompok
yang ditunjukkan dengan ditemukan moluska dengan jumlah yang tinggi pada habitat yang
sesuai.Komunitas ekhinodermata yang didominasi oleh bintang laut mengular (brittle star)
dan bulu babi (sea urchin) memiliki sebaran yang terbalik dengan moluska, yaitu lebih
banyak ditemukan di zona bawah. Kelompok biota ekhinodermata lebih menyukai daerah
yang terlindung dan tertututup oleh kerangka karang. Sementara komunitas karang tumbuh
lebih baik di zona ke arah laut (zona tengah dan bawah). Selain itu bulu babi yang memiliki
kebiasaan makan ‘grazer’ memiliki ketergantungan yang tinggi dengan keberadaan alga.

Tabel 1. Jenis-Jenis Organisme


Zone Pantai berbatu Pantai berpasir Pantai
berlumpur
Upper zone Alga yang menjalar Scylla nematoda dan
Cyanobacteria (bakteri olivacea, oligochaetes
hijau biru) Scylla serrata
cacing kecil, dan Scylla
periwinkles, kepiting, paramamosain
rajungan dimana Scylla
olivacea
Middle zone Bernakel, Scaphopoda Harpacticoid
Kerangterkadang (keong copepoda,
tiram, bintang laut, gading), mystacocarid,
mussels, kepiting, Crustacea, nematoda,
bernacles, isopods, Cacing oligochaetes
Mata Kebo (Turbo policaeta, dan turbelaria
brunnes), Cephalopoda bivalva,
(cumi-cumi, gurita dan Donax sp.
notilus), Bivalvia Mytilus edulis,
(kijing, tiram dan
kepah), Crustacea,
nekton

lower zone alga merah, organisme ikan badut, 40-70%,


penghasil kapur, ikan lepu, ikan nematoda dan
kebanyakan berbentuk barakuda, ikan crustacea,nekton
menjalar, terkadang baronang,
kelp yang lebat (alga botana, Kepe
coklat) tunicata (sea strip delapan,
squirt), Chiton, lely Kepe
laut, Asterias asterina, coklat,kepe
sun star, Brittle star monyong
(Ophiura), bulu zebra,
babi(stongylocentrotus, kambingan,
nekton Kerapu
layar,dll
2.14 Adaptasi Organisme dalam daerah Intertidal
Daya tahan terhadap kehilangan air
Organisme yang hidup di daerah intertidal harus memiliki kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap kehilangan air yang cukup besar selama berada di udara terbuka.
Mekanisme sederhana ditunjukkan oleh hewan-hewan yang bergerak, seperti kepiting,
anemon, Citon, dll. Hewan ini akan dengan mudah berpindah dari daerah terbuka di intertidal
kedalam lubang, celah atau galian yang basah atau bersembunyi dibawah algae sehingga
kehilangan air dapat dihindari. Secara aktif organisme ini mencari mikrohabitat yang ideal
(Hutabaratdan Steward,2008).
Organisme yang tidak memiliki kemampuan untuk aktif berpindah tempat seperti genera
algae maupun beberapa genera bivalvia, beradaptasi untuk mengatasi kehilangan air yang
besar hanya dengan struktur jaringan tubuhnya. Genera Porphyra, Fucus dan Enteromorpha
misalnya sering dijumpai dalam keadaan kisut dan kering setelah lama berada di udara
terbuka, tetapi jika air laut pasang kembali mereka akan cepat menyerap air dan kembali
menjalankan proses hidup seperti biasa. Mekanisme lain organisme intertidal untuk
beradaptasi terhadap kehilangan air adalah melalui adaptasi struktural, tingkah laku maupun
keduanya. Beberapa species dari teritip, gastropoda (Littorina) dan bivalvia (Mytilus edulis)
memiliki kemampuan untuk menghindari kehilangan air dengan cara merapatkan
cangkangnya atau memiliki operkula yang dapat menutup rapat celah cangkang.

2.15Keseimbangan panas
Di daerah tropis organisme cenderung hidup pada kisaran suhu letal atas sehingga
mekanisme keseimbangan panas hampir seluruhnya berkenaan dengan suhu yang terlalu
tinggi. Beberapa bentuk adaptasi antara lain :
a. Memperbesar ukuran tubuh relatif bila dibandingkan dengan species yang sama. Dengan
memperbesar ukuran tubuh berarti perbandingan antara luas permukaan dengan volume
tubuh menjadi lebih kecil sehingga luas daerah tubuh yang mengalami peningkatan suhu
menjadi lebih kecil. Moluska, gastropoda seperti Littorina littorea dan Olivella biplicata
dengan ukuran tubuh besar banyak terdapat di daerah intertidal.
b. Memperbanyak ukiran pada cangkang yang berfungsi sebagai sirip radiator sehingga
memudahkan hilangnya panas. Contoh Littorina dan Tectarius
c. Hilangnya panas dapat juga diperbesar melalui pembentukan warna tertentu pada
cangkang. Genera Nerita, dan Littorina memiliki warna lebih terang dibandingkan dengan
kerabatnya yang hidup di daerah lebih bawah (warna gelap akan menyerap panas).
d. Memliki persediaan air tambahan yang disimpan didalam rongga mantel. Persediaan air
ini digunakan untuk mendinginkan tubuh melalui penguapan serta menghindarkan
kekeringan.
Setiap organisme intertidal perlu beradaptasi untuk mempertahankan diri dari pengaruh
ombak. Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang berbeda pada pantai berbatu, berpasir
dan berlumpur sehingga memiliki konsekuensi bentuk adaptasi yang berbeda pada
organismenya. Beberapa bentuk adaptasinya antara lain:
a. Melekat kuat pada substrat, seperti pada Polichaeta, Teritip, Tiram.
b. Menyatukan dirinya pada dasar perairan melalui sebuah alat pelekat (Algae).
c. Memiliki kaki yang kuat dan kokoh seperti pada Citon dan limfet.
d. Melekat dengan kuat tetapi tidak permanen seperti pada Mytillus melalui bisus yang
dapat putus dan dibentuk kembali sehingga membatasi gerakan yang lambat.
e. Mempertebal ukuran cangkang, lebih tebal dibandingkan kerabatnya yang hidup di
daerah subtidal.

2.16Tekanan salinitas
Zona intertidal mendapat limpahan air tawar, yang dapat menimbulkan masalah tekanan
osmotik bagi organisme yang hanya dapat hidup pada air laut. Kebanyakan organisme
intertidal bersifat osmokonformer, tidak seperti organisme estuaria. Adaptasi satu-satunya
adalah sama dengan yang dilakukan untuk melindungi tubuh dari kekeringan yaitu dengan
menutup cangkangnya. Misalnya untuk melindungi tubuh dari kekeringan, teritip dan
moluska beradaptasi dengan menutup valva atau cangkangnya (Hutabaratdan Steward, 2008).

2.17 Reproduksi
Kebanyakan organisme intertidal hidup menetap atau melekat, sehingga dalam
penyebarannya mereka menghasilkan telur atau larva yang bersifat planktonik. Reproduksi
dapat juga terjadi secara periodik mengikuti irama pasang-surut tertentu, seperti misalnya
pada pasang-purnama. Contoh Mytillus edulis, gonad menjadi dewasa selama pasang
purnama dan pemijahan berlangsung ketika pasang perbani.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari isi makalah ini adalah :
1. Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap
saat. Pembagian zonasi daerah intertidal berdasarkan material atau substrat penyusun dasar
perairan dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu : Tipe pantai berbatu, Tipe pantai berpasir, Tipe
pantai berlumpur.
2. Daerah intertidal secara bergantian tertutup oleh laut dan terkena udara, sehingga
organisme yang hidup di lingkungan ini harus memiliki adaptasi baik untuk kondisi basah
dan kering. Bahaya termasuk menjadi hancur atau terbawa oleh gelombang kasar, paparan
suhu sangat tinggi, dan pengeringan. Bentuk adaptasi mencakup adaptasi struktural, adaptasi
fisiologi, dan adaptasi tingkah laku. Adaptasi struktural merupakan cara hidup untuk
menyesuaikan dirinya dengan mengembangkan struktur tubuh atau alat-alat tubuh ke arah
yang lebih sesuai dengan keadaan lingkungan dan keperluan hidup. Biota zona intertidal
antara lain bulu babi, anemon laut, teritip, chitons, kepiting, isopoda, kerang, bintang laut,
dan moluska.
3. Pada daerah intertidal terdapat aliran energi yang terdiri dari rantai makanan dan jaring
makanan dimana cahaya matahari sebagai sumber utama dalam ekosistem selain air dan CO2
dalam fotosintesis. Juga terdapat produsen yaitu berbagai macam alga, fitoplankton, dan
Mikrofitobenthos. Konsumennya yaitu Zooplankton (herbivor memakan fitoplankton),
herbivor yang lebih tinggi yaitu: burung, bulu babi, limpet, siput litorina, dan microfauna
(heterotrof), zooplankton karnivor dan ikan predator yang memakan zooplankton (produk
ketiga). Dan terdapat pula bakteri sebagai pengurai.
4. Siklus materi yang terjadi di daerah intertidal antara lain : siklus hidrologi, sikklus
oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus sedimen.
5. Faktor pembatas yang mempengaruhi daerah intertidal yaitu : pasang surut, gelombang,
suhu dan salinitas, tekstur, air, udara, cahaya matahari, kecepatan arus, derajat keasaman
(pH), kedalaman, jumlah predator dan struktur umur.
DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsp
Pengelolaannya. Bogor : IPB
Prajitno.A.2009. Biologi Laut. Malang : Universitas Brawijaya
Hutabarat, S.dan Steward,M.E. 2008. Pengantar Oseanografi. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Juwana, Sri . 2007. Biologi Laut. Jakarta: Djambatan.
Mukayat, D. Brotowidjoyo.1995.Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya
Air.Yogyakarta:Liberty.
Nybakken, J.W. 1992.Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Odum. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Universitas Gadja Mada.
Sudarmadji. 2012. Pengenalan Ekologi. Jember: Yayasan Alam Lestari.

Anda mungkin juga menyukai