Anda di halaman 1dari 18

PERBEDAAN PAKAIAN TRADISIONAL JEPANG, KOREA DAN

INDONESIA
AFINA UNZILA TIARASARI/13020154066

afinaunzila@gmail.com
Abstract

Dalam makalah ini akan menjelaskan bagaimana sejarah, kegunaan dan macam-macam
jenis pakaian tradisional Jepang, Korea dan Indonesia. Di Jepang pakaian tradisional
yang akan dijelaskan adalah Kimono. Di Korea pakaian tradisional yang akan dijelaskan
adalah Hanbok. Dan di Indonesia pakaian tradisional yang dijelaskan adalah Baju Bodo
dari Makassar Sulawesi Selatan. Tidak hanya menjelaskan sejarahnya, dalam makalah
ini akan juga menjelaskan bagaimana perkembangan pakaian-pakaian tradisional ini
dari zaman ke zaman. Dan dalam makalah ini, dapat ditemui banyak kemiripan bahan
dan sedikit kemiripan mode dan style dari setiap pakaian tradisional. Selain itu, di setiap
penjelasan mengenai pakaian tradisional ini, terdapat penjelasan mengenai perbedaan
setiap pakaian tradisional.

Introduction

Pakaian adalah bahan tekstil dan serat yang digunakan sebagai penutup tubuh. Pakaian
adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat berteduh/tempat tinggal
(rumah). Manusia membutuhkan pakaian untuk melindungi dan menutup dirinya.
Namun seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, pakaian juga digunakan
sebagai simbol status, jabatan, ataupun kedudukan seseorang yang memakainya.
Perkembangan dan jenis-jenis pakaian tergantung pada adat-istiadat, kebiasaan, dan
budaya yang memiliki ciri khas masing-masing. Pakaian juga meningkatkan keamanan
selama kegiatan berbahaya seperti hiking dan memasak, dengan memberikan
penghalang antara kulit dan lingkungan. Pakaian juga memberikan penghalang higienis,
menjaga toksin dari badan dan membatasi penularan kuman.
Pakaian itu tersendiri terdiri dari berbagai macam tipe salah satunya yakni pakaian adat
atau pakaian tradisional. Pakaian adat atau pakaian tradisional adalah suatu budaya
yang hanya dimiliki oleh satu kebudayaan atau pakaian layaknya pakaian pada
umumnya, tetapi memiliki identitas-identitas tertentu yang diakui sebagai ciri khas
suatu daerah tertentu.

Ciri-ciri khas yang dimiliki dan diakui sebagai milik daerah itu bisa berupa motif,
gambar, bahan, warna atau model tertentu. Di Indonesia sendiri pakaian adat atau
pakian tradisional ini memiliki banyak tipe sesuai dengan jumlah kepulauan di
Indonesia. Contohnya di Jawa Timur, di provinsi itu sendiri mempunyai pakaian
tradisional sendiri yang sekarang mulai berubah semakin berjalannya waktu. Nama
pakaian itu adalah Pesa’an Pakaian ini terkesan sederhana karena hanya berupa kaos
bergaris merah putih dan celana longgar. Untuk wanita biasa menggunakan kebaya.
Selain dari Jawa Timur, ada beberapa provinsi lagi yang memiliki pakaian adat atau
tradisional seperti di DKI Jakarta. Pakaian ini mewarisi suku dari DKI Jakarta itu sendiri
yakni Betawi. Pakaian Adat Betawi yang dipengaruhi dari berbagai corak masyarakat
Jakarta yang sangat beragam diantaranya dipengaruhi oleh budaya Arab, China, Melayu
dan Budaya Barat. Selain kedua pakaian adat atau tradisional itu Indonesia juga
memiliki lebih banyak lagi macam-macam pakaian tradisional seperti Pakaian adat Ulee
Balang dari Nanggro Aceh Darussalam, pakaian adat Ulos dari Sumatra Utara, Pakaian
adat Aesan Gede dari Sumatra Selatan, dan lain-lainnya. Selain di Indonesia, banyak di
Negara lain yang mempunyai pakaian adat masing-masing Negara. Seperti halnya di
Jerman, Jerman memiliki pakaian tradisional yang berebeda antara pria dan wanita.
Pakaian tradisional untuk pria bernama Lederhosen sedangkan untuk yang wanita
bernama Dirndl . Dirndl merupakan pakaian tradisional yang dikenakan di Jerman -
terutama Bavaria - Swiss , Liechtenstein , Austria dan South Tyrol. Dirndl adalah
pakaian perempuan yang ditiru dari Trachten atau baju tradisional pada masa lampau.

Dirndl tradisional terdiri dari rok lebar dan panjang dengan korsase , blus putih dan
celemek berwarna-warni sedangkan Dirndl modern lebih fashionable dan terlihat
memiliki model yang indah serta terdiri dari rok panjang sampai dengan rok mini.
Sedangkan Lederhosen (celana kulit) adalah pakaian tradisional laki-laki di Bayern.
Celana Kulit ini biasanya berbentuk celana pendek atau celana sampai di bawah lutut.
Yang tradisional biasanya dijalin atau bordir dengan motif Bayern seperti bunga
edelweiss dan suspender. Akhir-akhir ini kita melihat banyak wanita mengenakan
Lederhosen, style ini dipakai sebagai Lederhosen modern. Lain halnya di Skotlandia,
pakaian tradisional yang satu ini cenderung unik dan menarik karena pakaian ini
digunakan para pria namun dengan memakai bawahan rok. Pakaian yang satu ini
bernama kit . Para pangeran Inggris pun sering menggunakan pakaian ini termasuk
pangeran Charles. Tidak hanya di benua-benua Eropa, di Asia Tenggara pun banyak
yang memiliki pakaian tradisional yang cukup unik. Seperti di India, disana pakaian
tradisional yang sering dipakai adalah Sari. Sari adalah sebuah kain berukuran 20 m
dan lebar 5-6 meter. Cara mengenakan sari sangat bervariasi, dan dikenakan
berdasarkan wilayah, kasta, kegiatan, agama dan lain-lain. Di China pakaian tradisional
bernama Cheongsam atau dikenal juga dengan nama Qipao baju dengan potongan
panjang dengan leher tinggi, berlengan pendek, kancing shanghai di kiri atau kanan
bawah pundak. Cheongsam popular digunakan sejak zaman dinasti Qing, hanya saja
Qipao zaman itu tidak menonjolkan pada bentuk tubuh dan dipakai berlapis-lapis. Model
pakaian cheongsam yang terkenal sekarang ini masuk dari Shanghai ke Hongkong dan
dikenal luas sampai ke mancanegara, sangat praktis dipakai dan menonjolkan
keindahan bentuk tubuh wanita.

Di Vietnam para wanita menggenakan Ao dai. Ao dai terdiri dari tunik sutra panjang
dengan belahan di kedua sisinya dan sebuah celana panjang sutra. Kini, ao dai adalah
busana standar untuk pernikahan dan acara-acara spesial lainnya. Penerima tamu,
karyawan bank perempuan, pegawai restoran dan pekerja hotel di Vietnam juga biasa
terlihat mengenakan busana ini sebagai seragam dan ao dai putih polos adalah
seragam standar sekolah lanjutan bagi siswa perempuan di wilayah selatan Vietnam. Di
Jepang pakaian tradisional yang kita kenali adalah Kimono. Kimono adalah pakaian
tradisional Jepang yang berbentuk T mirip mantel berlengan panjang dan berkerah.
Panjang kimono dibuat hingga ke pergelangan kaki. Wanita mengenakan kimono
berbentuk baju terusan, sementara pria mengenakan kimono berbentuk setelan. Kerah
bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Sabuk kain yang disebut obi
dililitkan di bagian perut/pinggang, dan diikat di bagian punggung. Alas kaki sewaktu
mengenakan kimono adalah zōri atau geta.

Selain Kimono dari jepang ada pula Hanbok dari Korea Selatan atau chosŏn-ot di Korea
Utara. Awalnya Hanbok adalah busana sehari-hari seluruh warga Korea. Namun kini,
hanbok dikategorikan sebagai tipe busana semi-formal atau formal yang dikhususkan
untuk acara-acara spesial. Hanbok untuk perempuan biasanya terdiri dari sebuah
atasan (blus) berlengan panjang yang disebut jeogori dan rok tertutup yang panjang
mengembang yang disebut chima sementara kaum laki-lakinya mengenakan celana
longgar yang disebut baji dipadu atasan jeogori dalam versi yang lebih panjang.

Makalah ini akan membahas perbedaan antara pakaian tradisional Jepang, Korea dan
Indonesia. Memilih ketiga Negara tersebut karena Jepang dan Korea memiliki konsep
pakaian tradisional yang sama. Meskipun Indonesia tidak sama, namun ada satu
pakaian yang mendekati dengan pakaian adat kedua Negara tersebut. Dari Jepang
pakaian adatnya adalah Kimono. Di Korea adalah Hanbok. Dan di Indonesia adalah
pakaian adat dari masyarakat bugis yakni Baju Bodo. Memilih Baju Bodo untuk di
compare dengan kedua pakaian adat yang lain karena Baju Bodo memiliki style yang
sama dengan Kimono dan Hanbok bila dilihat secara kasat mata.

Metode

Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah metode kualitative. Metode kualitatif
merupakan metode penelitian yang lebih difokuskan pada pemahaman fenomena-
fenomena sosial dari perspektif partisipan dengan lebih menitikberatkan pada gambaran
yang lengkap daripada merinci menjadi variabel yang saling terkait.penelitian kualitatif
bertujuan memperoleh pemahaman makna verstehen, mengembangkan teori dan
menggambarkan realita yang kompleks. Pada penelitian kualitatif tidak bisa di peroleh
atau diukur menggunakan prosedur-prosedur statistik. Penelitian kualitatif sering
digunakan sebagai penelitian tentang kehidupan suatu masyarakat. Data yang
dihasilkan pada penelitian kualitatif adalah data yang deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau ucapan pelaku yang sedang diamati. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk
memperoleh pemahaman tentang hal yang di amati serta memperoleh teori baru untuk
dijadikan sebagai karya ilmiah. Paradigma yang dipakai pada penelitian kualitatif adalah
paradigma alamiah yang berdasarkan pada pandangan fenomenalogis. Makalah ini
menggunakan metode tersebut karena makalah ini melihat permasalahan yang dibahas
dari fenomena sosial yang terjadi dan langsung melihat di kehidupan masyarakat
sekitar.

Pembahasan

Di dunia ini ada berbagai macam Negara dan disetiap Negara selalu mempunyai
pakaian tradisionalnya sendiri-sendiri. Pakaian tradisional ini seperti identitas dari setiap
Negara tersebut. Setiap Negara juga pasti selalu melestarikan pakaian tradisional
mereka masing-masing agar kelak penerus bangsa mereka mengerti dan tetap menjaga
identitas tersebut. Pakaian tradisional ini juga sudah dibawa dari zaman dahulu kala
dan pastinya sudah turun menurun hingga sekarang meskipun telah mengalami banyak
perubahan zaman. Tak jarang pakaian tradisional ini dibuat nampak lebih modern dan
stylish hingga banyak anak muda yang tertarik untuk mencobanya. Selain itu dengan
adanya perubahan style yang lebih modern ini antusias masyarakat jauh lebih besar
dibanding dengan yang dahulu yang menganggap remeh pakaian tradisional. Pakaian
tradisional pun mulai banyak yang melirik dan tak jarang pula para designer terkenal
mengenakan pakaian tradisional ini sebagai produk terbarunya tetapi dibuat lebih
modern.

Tidak hanya dilirik oleh para designer-designer terkenal, para turis yang mengunjungi
sebuah Negara tertentu pasti akan penasaran dengan pakaian tradisional dari Negara
tersebut. Beberapa dari mereka sering berfoto dan mengunggahnya ke sosial media
mereka sebagai rasa antusias yang dimiliki oleh para turis tersebut. Mereka merasa
bahwa pakaian-pakaian tradisional tersebut sangat unik dan baru bagi mereka. Mereka
juga kebanyakan akan membeli beberapa contoh atau hiasan pakaian tradisional
tersebut lalu dipajang dirumah mereka. Selain itu mereka juga merasa bangga karena
telah mencoba pakaian tradisional Negara tersebut. Adapula jasa yang menyewakan
pakaian tradisional tersebut dan membuatkan studio foto untuk berfoto ria bagi para
kalangan masyarakat.

Namun, banyak masyarakat yang tidak mengerti bagaimana cara mengenakan pakaian
tradisional tersebut khususnya masyarakat modern saat ini. Adapula yang tidak
mengerti sejarah dari pakaian tradisional tersebut. Beberapa dari mereka bahkan hanya
mengerti cara memakainya. Dalam makalah ini, saya akan menjelaskan bagaimana
perbedaan dari pakaian tradisional Kimono, Hanbok dan Baju Bodo. Berikut adalah
penjelasan dari Kimono, Hanbok dan Baju bodo

A. Kimono Jepang
Kimono adalah adalah pakaian tradisional Jepang. Arti harfiah kimono adalah
baju atau sesuatu yang dikenakan (ki berarti pakai, dan mono berarti barang).
Pada zaman sekarang, kimono berbentuk seperti huruf "T", mirip mantel
berlengan panjang dan berkerah. Panjang kimono dibuat hingga ke pergelangan
kaki. Wanita mengenakan kimono berbentuk baju terusan, sementara pria
mengenakan kimono berbentuk setelan. Kerah bagian kanan harus berada di
bawah kerah bagian kiri. Sabuk kain yang disebut obi dililitkan di bagian
perut/pinggang, dan diikat di bagian punggung. Alas kaki sewaktu mengenakan
kimono adalah zōri atau geta. Kimono zaman Jomon dan zaman Yayoi berbentuk
seperti baju terusan. Dari situs arkeologi tumpukan kulit kerang zaman Jomon
ditemukan haniwa. Pakaian atas yang dikenakan haniwa disebut kantoi
Dalam Gishiwajinden (buku sejarah) ditulis tentang pakaian sederhana untuk
laki-laki. Sehelai kain diselempangkan secara horizontal pada tubuh pria seperti
pakaian biksu, dan sehelai kain dililitkan di kepala. Pakaian wanita dinamakan
kantoi. Di tengah sehelai kain dibuat lubang untuk memasukkan kepala. Tali
digunakan sebagai pengikat di bagian pinggang.

Masih menurut Gishiwajinden, kaisar wanita bernama Himiko dari Yamataikoku


"selalu mengenakan pakaian kantoi berwarna putih". Serat rami merupakan
bahan pakaian untuk rakyat biasa, sementara orang berpangkat mengenakan
kain sutra. Pada Pakaian zaman Kofun mendapat pengaruh dari daratan Cina,
dan terdiri dari dua potong pakaian: pakaian atas dan pakaian bawah. Haniwa
mengenakan baju atas seperti mantel yang dipakai menutupi kantoi. Pakaian
bagian bawah berupa rok yang dililitkan di pinggang. Dari penemuan haniwa
terlihat pakaian berupa celana berpipa lebar seperti hakama.

Pada zaman Kofun mulai dikenal pakaian yang dijahit. Bagian depan kantoi
dibuat terbuka dan lengan baju bagian bawah mulai dijahit agar mudah dipakai.
Selanjutnya, baju atas terdiri dari dua jenis kerah:

 Kerah datar sampai persis di bawah leher (agekubi)


 Kerah berbentuk huruf "V" (tarekubi) yang dipertemukan di bagian dada.

Pada awal zaman edo, dimana zaman ini adalah zaman peralihan dari zaman sengoku
yang dikuaisai oleh para samurai dan para samurai mengenakan kimono yang disebut
sebagai hitatare namun pada zaman muromachi hitatare berubah menjadi suō. Di
zaman edo ini terjadi penyerdehanaan baju samurai yakni pakaian samurai ini memiliki
setelan berpundak lebar yang disebut kamshimo. Zaman Edo adalah zaman keemasan
panggung sandiwara kabuki. Penemuan cara penggandaan lukisan berwarna-warni
yang disebut nishiki-e atau ukiyo-e mendorong makin banyaknya lukisan pemeran
kabuki yang mengenakan kimono mahal dan gemerlap. Pakaian orang kota pun
cenderung makin mewah karena iking meniru pakaian aktor kabuki.
Kecenderungan orang kota berpakaian semakin bagus dan jauh dari norma
konfusianisme ingin dibatasi oleh Keshogunan Edo. Secara bertahap pemerintah
keshogunan memaksakan kenyaku-rei, yakni norma kehidupan sederhana yang pantas.
Pemaksaan tersebut gagal karena keinginan rakyat untuk berpakaian bagus tidak bisa
dibendung. Tradisi upacara minum teh menjadi sebab kegagalan kenyaku-rei. Orang
menghadiri upacara minum teh memakai kimono yang terlihat sederhana namun
ternyata berharga mahal.

Tali pinggang kumihimo dan gaya mengikat obi di punggung mulai dikenal sejak zaman
Edo. Hingga kini, keduanya bertahan sebagai aksesori sewaktu mengenakan kimono.
Namun pada akhir zaman edo, politik isolasi (sakoku) membuat terhentinya impor
benang sutra. Kimono mulai dibuat dari benang sutra produksi dalam negeri. Pakaian
rakyat dibuat dari kain sutra jenis crape lebih murah. Setelah terjadi kelaparan zaman
Temmei (1783-1788), Keshogunan Edo pada tahun 1785 melarang rakyat untuk
mengenakan kimono dari sutra. Pakaian orang kota dibuat dari kain katun atau kain
rami. Kimono berlengan lebar yang merupakan bentuk awal dari furisode populer di
kalangan wanita.

Kimono memiliki berbagai macam jenis dan setiap jenis kimono memiliki kegunaan yang
berbeda-beda. Dibawah ini adalah macam-macam jenis kimono:

1. Tomesode
Tomesode adalah kimono paling formal untuk wanita yang sudah menikah.
Istilah tomesode berasal tradisi wanita yang sudah menikah atau sudah
menjalani genbuku untuk memperpendek lengan furisode yang dikenakannya
semasa gadis. Menurut urutan tingkat formalitas, tomesode adalah pakaian
paling formal setara dengan baju malam. Tomesode ada dua jenis, yaitu:
kurotomesode (tomesode hitam) dan irotomesode (tomesode warna).
Kurotomesode hanya dipakai sebagai pakaian formal untuk menghadiri pesta
pernikahan keluarga atau acara-acara yang sangat resmi. bahan untuk
kurotomesode adalah kain krep hitam tanpa motif tenun. Corak pertanda
keberuntungan seperti burung jenjang atau seruni berada pada bagian bawah
kimono. Posisi corak kain disesuaikan dengan usia pemakai, semakin berumur
pemakainya, corak kain makin diletakkan di bawah. Kurotomesode memiliki
lambang keluarga di tiga tempat Di punggung, Di dada bagian atas dan di bagian
belakang lengan. Ciri khas kurotomesode adalah motif indah padasuso yang
berada di bagian bawah sekitar kaki depan dan belakang.
Tomesode yang dibuat dari kain berwarna disebut irotomesode.Berbeda dengan
kurotomesode, irotomesode tidak selalu harus dihiasi lima buah lambang
keluarga. Bergantung kepada tingkat formalitas acara, pemakai bisa memilih
jumlah lambang keluarga pada kain kimono, mulai dari satu, tiga, hingga lima
buah untuk acara yang sangat formal. Irotomesode dikenakan sebagai pakaian
formal sewaktu diundang ke pesta pernikahan sanak keluarga, pesta dan
upacara resmi. Kain untuk irotomesode bisa berupa kain krep tanpa motif tenun
atau kain krep dengan motif tenun seperti monishō, rinzu, dan shusuji.
Kimono jenis ini dipakai oleh wanita dewasa yang sudah / belum menikah.
Kimono jenis irotomesode dipakai untuk menghadiri acara yang tidak
memperbolehkan tamu untuk datang memakai kurotomesode, misalnya resepsi
di istana kaisar. Hitam yang merupakan warna duka merupakan alasan tidak
dipakainya kurotomesode. Sama halnya seperti kurotomesode, ciri khas
irotomesode adalah motif indah pada suso.

2. Furisode
Kimono ini diperuntuk oleh remaja putri yang sudah menginjak umur 20 tahun.
Kedua orang tuanya memberikan hadiah yang berisi kimono ini saat perayaan
seijin no hi atau hari menuju dewasa sang anak. Ciri khas dari kimono ini adalah
lengan yang lebar dan menjuntai ke bawah dan bercorak floral yang berwarna-
warni cocok untuk merayakan kedewasaan seorang remaja putri. Kimono ini
selain dikenakan saat seijin no hi, juga dikenakan saat menghadiri resepsi
pernikahan, upacara wisuda dan hatsu mode. Furoside juga dibagi menjadi tiga
jenis yakni yang besar bernama ōburisode yang lebar lengannya berukuran 90cm
hingga 114cm, yang sedang bernama hūburisode yang lebar lengannya
berukuran 90cm hingga 102cm dan yang terakhir kecil bernama koburisode lebar
lengannya berukuran 70cm hingga 80cm. Untuk pengantin wanita juga
menggunakan kimono yang salah satunya sama dengan jenis ini yang bernama
hanayome ishō. Bukaan di bagian lengan kimono yang berdekatan
dengan ketiak disebut furiyatsuguchi Bukaan tersebut sengaja tidak dijahit
hingga membentuk kantong lengan baju yang disebut tamoto hingga ke bagian
ujung lengan kimono. Lebar tamoto pada furisode bisa mencapai 114 cm atau
menjuntai hingga sekitar pergelangan kaki.Menurut urutan tingkat formalitas,
furisode adalah kimono paling formal setara dengan kurotomesode, irotomesode,
dan homongi.

3. Homongi
Hōmon-gi yang memiliki arti harfiah adalah baju untuk berkunjung adalah
kimono formal untuk wanita, sudah menikah atau belum menikah. Menurut
urutan tingkat formalitas, homongi berada setingkat di bawah irotomesode.
Pemakainya bebas memilih untuk memakai bahan yang bergambar lambang
keluarga atau tidak. Ciri khas homongi adalah eba , yaitu corak kain yang saling
bertemu perpotongan kain (bagian jahit kimono). Bila sehelai homongi
dibeberkan, maka corak kain akan membentuk sebuah gambar utuh. Homongi
dipakai sewaktu menjadi tamu resepsi pernikahan, upacara minum teh, atau
merayakan tahun baru.

4. Iromuji
Iromuji adalah kimono semiformal, namun bisa dijadikan kimono formal bila
iromuji tersebut memiliki lambang keluarga yang biasa disebut kamon. Sesuai
dengan tingkat formalitas kimono, lambang keluarga bisa terdapat 1, 3, atau 5
tempat yakni dibagian punggung, bagian lengan, dan bagian dada. Iromoji
dibuat dari bahan tidak bermotif dan bahan-bahan berwarna lembut, merah
jambu, biru muda, atau kuning muda atau warna-warna lembut. Iromuji dengan
lambang keluarga di 5 tempat dapat dikenakan untuk menghadiri pesta
pernikahan. Bila menghadiri upacara minum teh, cukup dipakai iromuji dengan
satu lambang keluarga.

5. Tsukesage
Tsukesage adalah kimono semiformal untuk wanita yang sudah atau belum
menikah. Menurut tingkatan formalitas, kedudukan tsukesage hanya setingkat
dibawah homongi. Kimono jenis ini tidak memiliki lambang keluarga. Tsukesage
dikenakan untuk menghadiri upacara minum teh yang tidak begitu resmi, pesta
pernikahan, pesta resmi, atau merayakan tahun baru.

6. Komon
Komon adalah kimono santai untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Ciri
khas kimono jenis ini adalah motif sederhana dan berukuran kecil- kecil yang
berulang. Komon dikenakan untuk menghadiri pesta reuni, makan malam,
bertemu dengan teman-teman, atau menonton pertunjukan di gedung.

7. Tsumugi
Tsumugi adalah kimono santai untuk dikenakan sehari-hari di rumah oleh wanita
yang sudah atau belum menikah. Walaupun demikian, kimono jenis ini boleh
dikenakan untuk keluar rumah seperti ketika berbelanja dan berjalan-jalan.
Bahan yang dipakai adalah kain hasil tenunan sederhana dari benang katun atau
benang sutra kelas rendah yang tebal dan kasar. Kimono jenis ini tahan lama,
dan dulunya dikenakan untuk bekerja di ladang.

8. Yukata
Yukata adalah kimono setelah mandi. Jenis kimono ini dibuat dari bahan kain
katun tipis tanpa pelapis. Dibuat dari kain yang mudah dilewati angin, yukata
dipakai agar badan menjadi sejuk di sore hari atau sesudah mandi malam
berendam dengan air panas. Menurut urutan tingkat formalitas, yukata adalah
kimono nonformal yang dipakai pria dan wanita pada kesempatan santai di
musim panas, misalnya sewaktu melihat pesta kembang api, matsuri ( ennichi ),
atau menari pada perayaan obon. Yukata dapat dipakai siapa saja tanpa
mengenal status, wanita sudah menikah atau belum menikah.
Musim panas berarti musim pesta kembang api dan matsuri di Jepang. Jika
terlihat orang memakai yukata, berarti tidak jauh dari tempat itu ada matsuri
atau pesta kembang api.

9. Uchikake
Uchikake adalah kimono formal berwarna putih atau merah terang yang khusus
dipakai oleh pengantin wanita di Jepang. harga uchikake sangat mahal.

B. Hanbok Korea
Hanbok yang biasa disebut di Korea Selatan atau Chosŏn-ot yang biasa disebut
di Korea Utara adalah pakaian tradisional masyarakat Korea. Hanbok pada
umumnya memiliki warna yang cerah dengan garis yang sederhana serta tidak
memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti "pakaian orang Korea", hanbok
pada saat ini mengacu pada "pakaian gaya Dinasti Joseon" yang biasa dipakai
secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional. Gaya
pakaian tradisional ini sebenarnya mengacu pada zaman dinasti Joseon. Pakaian
ini biasa dipakai oleh masyarakat Korea pada acara-acara formal, semi formal,
pengunaan sehari-hari, upacara atau bahkan festival-festival tradisional. Hanbok
untuk upacara dipakai dalam peristiwa formal seperti ulang tahun anak pertama
(doljanchi), pernikahan, atau upacara kematian. Saat ini, hanbok sudah tidak
digunakan dalam kegiatan sehari-hari namun masih digunakan pada saat-saat
tertentu. Hanbok tidak hanya digunakan oleh wanita atau pria dewasa saja,
tetapi anak-anak pun dapat menggunakannya.

Sejarah dari hanbok itu sendiri mulai dikembangkan pada zaman Tiga Kerajaan
yakni pada masa dinasti Goguryeo, Baekje dan Silla, yang menduduki
semenanjung Korea dan Manchuria, antara abad ke-1 SM dan abad ke 7.
Beberapa kerajaan lebih kecil dan negeri suku ada sebelum dan semasa periode
Tiga Kerajaan, termasuk Gaya, Dongye, Okjeo, Buyeo, Usan, Tamna, dan lain-
lain. Pada masa sebelumnya, masyarakat korea hanya mengenakan 3 elemen
dasar dari hanbok yaitu jeogori atau baju, baji atau celana dan chima atau rok.

Pada akhir masa Tiga Kerajaan, wanita dari kalangan bangsawan mulai memakai
rok berukuran panjang dan baju seukuran pinggang yang diikat di pinggang
dengan celana panjang yang tidak ketat, serta memakai jubah seukuran
pinggang dan diikatkan di pinggang.

Pada masa ini, pakaian berbahan sutra dari Tiongkok (Dinasti Tang) diadopsi
oleh anggota keluarga kerajaan dan pegawai kerajaan. Ada yang disebut
Gwanbok, pakaian tradisional untuk pegawai kerajaan pada masa lalu.

Ketika Dinasti Goryeo menandatangani perjanjian damai dengan Kerajaan


Mongol, raja Goryeo menikahi ratu Mongol dan pakaian pegawai kerajaan lalu
mengikuti gaya Mongol. Sebagai hasil dari pengaruh Mongol ini, rok atau chima
jadi sedikit lebih pendek. Sedangkan Jeogori atau baju diikat ke bagian dada
dengan pita lebar, sedangkan lengan bajunya didesain agak ramping. Pada masa
Dinasti Joseon, jeogori wanita secara perlahan menjadi ketat dan diperpendek.
Pada abad ke-16, jeogori agak menggelembung dan panjangnya mencapai di
bawah pinggang. Namun pada akhir abad ke-19, Daewon-gun memperkenalkan
Magoja, jaket bergaya Manchu yang sering dipakai hingga saat ini. Chima pada
masa akhir Joseon dibuat panjang dan jeogori menjadi pendek dan ketat.
Heoritti atau heorimari yang terbuat dari kain linen difungsikan sebagai korset
karena begitu pendeknya jeogori. Kalangan atas memakai hanbok dari kain rami
yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi, seperti bahan yang berwarna
cerah pada musim panas dan bahan kain sutra pada musim dingin. Mereka
menggunakan warna yang bervariasi dan terang. Rakyat biasa tidak dapat
menggunakan bahan berkualitas bagus karena tidak sanggup membelinya.
Umumnya dahulu kaum laki-laki dewasa mengenakan durumagi (semacam jaket
panjang) saat keluar rumah.

Hanbok pada umumnya memiliki motif warna yang cerah, tidak memiliki saku
dengan garis-garis yang sederhana. Pada jaman dahulu, warna pakaian memiliki
arti. Arti warna pada pakaian tradisional Korea, sebagai berikut :
1. Warna putih merupakan simbol kemurnian jiwa dan warna ini yang paling
umum dan biasa digunakan oleh warga biasa.
2. Warna merah merupakan simbol nasib baik dan kekayaan, warna ini
digunakan oleh wanita yang akan melaksanakan pernikahan.
3. Warna nila merupakan simbol ketetapan dan dahulu digunakan sebagai
warna rok wanita di pengadilan dan jubah resmi pegawai pengadilan.
4. Warna hitam merupakan simbol ketidakterbatasan dan sumber dari
penciptaan, digunakan sebagai warna topi laki-laki dan sebagai warna dasar
hanbok yang digunakan wanita pada saat upacara kematian.
5. Warna kuning merupakan simbol pusat alam semesta, digunakan untuk
pakaian kebesaran keluarga kerajaan. Rakyat biasa dilarang mengggunakan
hanbok dengan warna kuning.

Kelima warna ini dapat disimbolkan sebagai warna empat arah dan pusat alam
semesta. Pemilihan warna antara baju dan rok atau celana yang digunakan oleh
wanita dan pria didasarkan pada warna yin dan yang. Yin untuk chima dan yang
untuk jeogori.

C. Baju Bodo Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia.


Baju Bodo adalah pakaian tradisional perempuan Makassar. Dalam suku Bugis
baju ini disebut Waju Tokko. Baju Bodo berbentuk segi empat, biasanya
berlengan pendek, yaitu setengah atas bagian siku lengan. Dalam bahasa
Makassar, kata “Bodo” berarti pendek. Baju Bodo atau Waju Tokko, sudah
dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan sejak pertengahan abad IX (pen), hal
ini diperkuat dari sejarah kain Muslin, kain yang digunakan sebagai bahan dasar
Baju Bodo itu sendiri.

Kain Muslin adalah lembaran kain hasil tenunan dari pilinan kapas yang dijalin
dengan benang katun. Memiliki rongga dan kerapatan benang yang renggan
menjadikan kain Muslin sangat cocok untuk daerah tropis dan daerah beriklim
kering. Kain Muslin (Eropa) atau Maisolos (Yunani Kuno), Masalia (India Timur)
dan Ruhm (Arab), tercatat pertama kali dibuat dan diperdagangkan di kota
Dhaka, Bangladesh, hal ini merujuk pada catatan seorang pedagang Arab
bernama Sulaiman pada abad IX. Sementara Marco Polo pada tahun 1298
Masehi, dalam bukunya The Travel of Marco Polo, menjelaskan bahwa kain
Muslin itu dibuat di Mosul (Irak) dan dijual oleh pedagang yang disebut
“Musolini”. Uniknya, masyarakat Sulawesi Selatan sudah lebih dulu mengenal
dan mengenakan jenis kain ini dibanding masyarakat Eropa, yang baru
mengenalnya pada abad XVII dan baru populer di Perancis pada abad XVIII.

Warna dan Arti Menurut adat Bugis, setiap warna Waju Tokko yang dipakai oleh
perempuan Bugis menunjukkan usia ataupun martabat pemakainya. Anak
dibawah 10 tahun memakai Waju Tokko yang disebut Waju Pella-Pella (kupu-
kupu), berwarna kuning gading (maridi) sebagai pengambaran terhadap dunia
anak kecil yang penuh keriangan. Warna ini adalah analogi agar sang anak cepat
matang dalam menghadapi tantangan hidup. Umur 10-14 tahun memakai Waju
Tokko berwarna jingga atau merah muda. Warna merah muda dalam bahasa
Bugis disebut Bakko, adalah representasi dari kata Bakkaa, yang berarti
setengah matang. Umur 14-17 tahun, masih memakai Waju Tokko berwarna
jingga atau merah muda, tapi dibuat berlapis/ bersusun dua, hal ini dikarenakan
sang gadis sudah mulai tumbuh payudaranya.
Baju Bodo juga dipakai oleh mereka yang sudah menikah tapi belum memiliki
anak. Umur 17-25 tahun memakai Waju Tokko berwarna merah darah, berlapis/
bersusun. Dipakai oleh perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak,
berasal dari filosofi, bahwa sang perempuan tadi dianggap sudah mengeluarkan
darah dari rahimnya yang berwarna merah. Umur 25-40 tahun memakai Waju
Tokko berwarna hitam. Waju Tokko berwarna putih digunakan oleh para inang/
pengasuh raja atau para dukun atau bissu. Para bissu memiliki titisan darah
berwarna putih, inilah yang mengantarkan mereka mampu menjadi penghubung
dengan Botting Langi (khayangan), peretiwi (dunia nyata), dan ale kawa(dunia
roh). Para putri raja, bangsawan dan keturunannya yang dalam bahasa Bugis
disebut maddara takku (berdarah bangsawan) memakai Waju Tokko berwarna
hijau. Dalam bahasa Bugis, warna hijau disebut kudara, yang berasal dari kata
na-takku dara-na, yang secara harfiah berarti “mereka yang menjunjung tinggi
harkat kebangsawananny a.” Waju Tokko berwarna ungu dipakai oleh para
janda. Dalam bahasa Bugis, warna ungu disebut kemummu yang juga dapat
berarti lebamnya bagian tubuh yang terkena pukulan atau benturan benda keras.
Dalam pranata sosial masyarakat Bugis jaman dahulu, menikah dengan seorang
janda merupakan sebuah aib. Cara Pakai dan Aksesoris Cara memakai Baju
Bodo/Waju Tokko sangat mudah, layaknya seperti memakai t-shirt. Baju
Bodo/Waju Tokko dikenakan dengan menggunakan bawahan Lipa’ Sa’be (sarung
sutera) yang bermotif kotak- kotak cerah.

Namun di era ini, Baju Bodo sudah memiliki modifikasi yang cukup unik. Dahulu
Baju Bodo menggunakan Lipa’ Sa’be namun sekarang banyak yang memadukan
Baju Bodo dengan kain songket ataupun kain batik. Tak jarang remaja-remaja
masa kini memadukan Baju Bodo dengan celana jins ataupun dengan rok yang
cukup manis untuk dipadukan.

Baju Bodo kerap dikenakan pada saat pesta pernikahan dan saat menari
menerima tamu kehormatan. Selain itu, Baju Bodo juga kerap dikenakan oleh
mempelai pengantin wanita, Indo Bo’ting atau ibu mempelai, Pa’sappi atau
pengiring pengantin yang terdiri dari 2 gadis kecil, para penerima tamu dan
pagar ayu.

Kesimpulan
Pakaian adat atau tradisional adalah suatu identitas yang dimiliki setiap Negara.
Pakaian adat ini juga mewakili suatu budaya dari Negara tersebut dan pakaian
ini juga menampakan bagaimana masyarakat Negara tersebut dalam memiliki
pribadi yang unik-unik. Pakaian adat juga mewakili perkembangan Negara
tersebut. Seperti halnya pakaian-pakaian adat diatas. Ketiganya memiliki
perkembangan yang sangat signifikan dari zaman ke zaman. Seperti Kimono
yang dari zaman ke zaman selalu berbeda tektur dan gayanya. Seperti pada saat
zaman edo yang menjadi peralihan dari zaman sengoku, kimono ini berubah
lebih sederhana untuk para samurai dan berkembang lagi dipertengahan zaman
edo, kimono untuk para wanita mengenakan kain sutera sebagai bahannya dan
memiliki motif-motif yang indah sesuai dengan bahan dari kimono tersebut.
Namun, pada akhir dari zaman edo kimono ini tak lagi berkembang namun
berbalik ke awalnya. Awal dari kimono ini adalah kain yang dipakai bukanlah
sutera namun kain katun atau kain rami. Berbeda dengan kimono, Hanbok justru
lebih banyak perkembangan. Memasuki dinasti Tiga Kerajaan, Hanbok kian
berkembang dari masyarakat yang hanya memakai elemen dasar Hanbok pada
saat itu elemen-elemen dasar itu dijadikan satu dan terbentuklah Hanbok yang
sekarang ini. Lain halnya dengan Baju Bodo, yang awalnya hanyal selembar kain
kasa yang berfungsi untuk menutupi bagian atas wanita dan sarung yang
menutupi pinggang hingga kaki, kini berubah menjadi Baju yang menggunakan
kain sutera sebagai bahannya. Perubahan ini terjadi karena masuknya agama
islam kedalam Indonesia dan membuat baju bodo yang awalnya dapat
melihatkan lekuk tubuh wanita menjadi sangat tertutup dan rapih.

REFERENCES
https://www.google.co.id/?gws_rd=cr&ei=Fr_VVcK8OIu6uASImK2oBw
https://id.wikipedia.org/wiki/Baju_Bodo
http://www.bloggersbugis.com/2015/08/baju-bodo-pakaian-adat-suku-bugis-
makassar-yang-mendunia.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Hanbok
https://tazkiana.wordpress.com/2009/08/29/hanbok-mengenal-pakaian-
tradisional-korea/
http://www.duniabombom.com/2015/01/mengenal-baju-tradisional-jepang-
jenis.html
https://www.google.co.id/webhp?tab=ww&ei=4C9UV7WyNsuV0gS9w5joDw&ved
=0EKkuCAEoAQ#q=macam-macam%20kimono%20jepang

Anda mungkin juga menyukai