Anda di halaman 1dari 61

KAJIAN ARSITEKTUR KOTA

PENGARUH CBD SUDIRMAN SEBAGAI KOTA BERAGAM TERHADAP


SISTEM TRANSPORTASI

DISUSUN OLEH :

Judelia Kusuma Halim – 315150119

Kristel Karina – 315150123

Dosen : Ark. Djauhari Sumintardja

Asisten Dosen : Agnes Setiawan, S. Ars.

UNIVERSITAS TARUMANAGARA
SEMESTER GANJIL
2018/2019 
ABSTRAK

PENGARUH CBD SUDIRMAN SEBAGAI KOTA BERAGAM TERHADAP SISTEM


TRANSPORTASI

Oleh :

Judelia Kusuma Halim (315150119), Kristel Karina (315150123)

Dilihat dari minimnya ruang yang tersedia di daerah perkotaan maka mixed-use
building merupakan suatu rancangan untuk menyediakan ruang yang mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan manusia serta memberi kenyamanan bagi pengguna yang pada
umumnya berada di kawasan CBD dengan kepadatan lebih tinggi dibanding kawasan lainnya.
Adapun yang menjadi latar belakang penulisan ini adalah untuk mengetahui secara
komprehensif bagaimana kawasan CBD Sudirman di Jakarta Pusat memenuhi kriteria sebagai
kota yang beragam menurut Rekomendasi UNDP 1995, Sustainable City terhadap sistem
transportasi.

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah komparatif dan observasi, yaitu
dengan membandingkan data – data yang ada antara teori dan penerapannya, serta melakukan
menganalisanya di dalam kehidupan nyata.

Dari studi kasus, teori dan studi lapangan yang telah dikomparasi dan dianalisa
didapatkan bahwa kawasan CBD Sudirman di Jakarta Pusat telah memenuhi kriteria sebagai
kota beragam. Hal ini dikarenakan di kawasan ini telah memiliki aktivitas yang beragam dan
saling overlapping. Kota CBD yang beragam mempengaruhi sistem transportasi, yaitu sistem
transportasi sebagai pendukung dari aktivitas dan jalannya program di kawasan CBD
Sudirman harus memenuhi standar sistem transportasi dalam suatu kota dengan konsep TOD
(Transit Oriented District) demi memenuhi Sustainable City. Sistem transportasi di kawasan
CBD Sudirman kurang lebih sudah memenuhi standar walau belum maksimal dalam
fasilitasnya sehingga masih perlu ditingkatkan lagi.

Kata kunci : Kota beragam, CBD Sudirman, Sistem Transportasi


 
ABSTRACT

THE EFFECT OF THE SUDIRMAN CBD AS A DIVERSE CITY ON THE


TRANSPORTATION SYSTEM

By:
Judelia Kusuma Halim (315150119), Kristel Karina (315150123)

Discussed from the lack of space available in urban areas, mixed-use buildings have
been designed to provide space that is able to meet human needs and comfort for users in the
CBD area higher than other regions. That was the background that occurred in the Sudirman
CBD in Central Jakarta.

The method used in this study is comparing, observing, and relevancing between
Urban Design Theory and its application and analyzing it in reality.

From the study case, the theory of Landscape Architecture and field studies on the
implementation Experiental Landscape Theory, conclusion can be found that the CBD area of
Sudirman, Central Jakarta has met the criteria as a diverse city. This is because in this region
there are various activities that overlap with each other. CBD Sudirman which greatly affects
the transportation system, which transportation system as a support of activities and its
programs in the Sudirman CBD area must meet the standards of transportation systems in the
city with the concept of Transit Oriented District for the Sustainable City. The transportation
system in the Sudirman CBD area has more or less met the standards even though it has not
been maximized in its facilities so it still needs to be improved.

Keywords: Diverse cities, Sudirman CBD, Transportation System

ii 
 
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih
dan rahmatNya, kami dapat menyelesaikan pembuatan laporan penelitian ini. Laporan
penelitian yang dibuat berjudul “Pengaruh CBD Sudirman sebagai Kota Beragam terhadap
Sistem Transportasi”.

Laporan penelitian ini juga tidak akan berhasil tanpa bantuan dari orang-orang di
sekitar kami. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ark. Djauhari Sumintahardja Dipl. Bldg. Sc sebagai dosen kelas mata kuliah
Kajian Arsitektur Kota;
2. Agnes Setiawan, S.Ars sebagai dosen pembimbing mata kuliah Kajian Arsitektur
Kota.

Kami sadar bahwa laporan artikel ini masih memiliki beberapa kekurangan, baik
dalam pembuatannya maupun isinya. Oleh sebab itu, kami akan sangat menghargai kritik dan
saran untuk menyempurnakan laporan artikel ini.
Akhir kata, kami berharap agar laporan artikel ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan pembaca.

Jakarta , 20 November 2018

Penulis

iii 
 
DAFTAR ISI

Abstrak i

Kata Pengantar iii

Daftar Isi iv

Daftar Gambar vii

Daftar Tabel ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Ruang Lingkup 3

BAB II LANDASAN TEORI 4

2.1 Teori Experiental Landscape 4

2.2 Teori Sustainable Cities 6

2.3 Teori Web of Public Transport - A Pattern Language 7

2.4 Teori Bus Stops - Urban Street Design 7

2.5 Teori Bus Rapid Transit - Institute for Transportation and Development Policy 8

2.5.1 The BRT Basics (Dasar BRT) 9

2.5.2 Infrastructure 14

2.5.2.1 Center Stations 14

2.5.3 Stations 15

2.5.3.1 Distances Between Stations 15

2.5.3.2 Safe and Comfortable Stations 15

iv 
 
2.5.4 Access and Integration 16

2.5.4.1 Universal Access 16

2.5.4.2 Integration with Other Public Transport 16

2.5.4.3 Pedestrian Access and Safety 17

2.6 STUDI KASUS SISTEM TRANSPORTASI SWISS (A PATTERN LANGUAGE) 22

BAB III : METODOLOGI DAN PENELITIAN 20

3.1 Metode Penelitian 20

3.2 Objek Penelitian 20

3.3 Sejarah CBD Sudirman 21

3.4 Data Fisik 22

BAB IV : PEMBAHASAN 30

4.1 Analisa Hasil Survey dengan Teori Experiental Landscape 30

4.2 Experiental Landscape dalam kawasan CBD Sudirman 37

4.3 Analisa Pemenuhan Sistem BRT TransJakarta dengan Standar BRT

(Bus Rapid Transit) 40

4.3.1 Type of Dedicated Right-of-Way 40

4.3.2 Busway Aligment 41

4.3.3 Off Board Fare Collection 42

4.3.4 Intersection Treatments 42

4.3.5 Center Station 43

4.3.6 Distance Between Stations 43

4.3.7 Safe and Comfortable Stations 44

4.3.8 Universal Access 44

4.3.9 Integration with Other Public Transport 45

4.3.10 Pedestrian Access and Safety 45


 
4.4 Analisa Pengaruh CBD Sudirman sebagai Kota Beragam terhadap

Sistem Transportasi 46

4.5 Analisa Pengaruh Sistem Transportasi terhadap Experience Landscape

di CBD Sudirman 46

BAB V : KESIMPULAN 49

DAFTAR PUSTAKA 50

vi 
 
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh Konfigurasi 1 Jalur Bus 2 Arah di Median 10

Gambar 2. Contoh Konfigurasi 1 Koridor Khusus Bus dengan Jalur Eksklusif 11

Gambar 3. Contoh Konfigurasi 1 Jalur Bus 2 Arah di Median dengan Lajur Pindah 11

Gambar 4. Contoh Konfigurasi 1 Jalur Bus 2 Arah di Sebelah Jalan 1 Arah 11

Gambar 5. Contoh Konfigurasi 2 Jalur Bus di Tengah Jalan 1 Arah 12

Gambar 6. Contoh Konfigurasi 2 Jalur Bus di Tepi Jalan Dalam Jalan Layanan

pada Tipe Jalan Boulevard dengan Jalan Tengah dan Jalan Servis Paralel 12

Gambar 7. Contoh Konfigurasi 2 Jalur Bus di Tepi Jalan Luar di Jalan Tengah

pada Tipe Jalan Boulevard dengan Jalan Tengah dan Jalan Servis Paralel 12

Gambar 8. Universal Access di Metrobus Mexico 16

Gambar 9. Peta Radius Pengamatan 20

Gambar 10. CBD Sudirman tahun 1992-1993 21

Gambar 11. CBD Sudirman tahun 2013 - sekarang 22

Gambar 12. Peta Radius Pengamatan 22

Gambar 13. Peta Peruntukkan Lahan 23

Gambar 14. Suasana Beer Garden SCBD 23

Gambar 15. Suasana Anomali Coffee Senopati 24

Gambar 16. Suasana Polda Metro Jaya 24

Gambar 17. Suasana Samsat Jakarta Selatan 24

Gambar 18. Suasana Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan RI 25

Gambar 19. Suasana Residence 8 Senopati 25

Gambar 20. Suasana Apartment Taman Sari Semanggi 25

Gambar 21. Suasana Capital Residence 26

Gambar 22. Suasana Capital Residence 26

Gambar 23. Suasana Plaza Asia 26

vii 
 
Gambar 24. Suasana Menara Mulia 27

Gambar 25. Suasana Grand Lucky SCBD 27

Gambar 26. Suasana FX Sudirman 27

Gambar 27. Suasana Plaza Semanggi 28

Gambar 28. Suasana Pacific Place 28

Gambar 29. Peta Titik Halte dan Stasiun 29

Gambar 30. Peta Experential Landscape 30

Gambar 31. Peta analisa Center 31

Gambar 32. Suasana Gelora Bung Karno 31

Gambar 33. Suasana di dalam FX Sudirman 32

Gambar 34. Suasana di dalam Plaza Semanggi 32

Gambar 35. Suasana di dalam kawasan CBD Sudirman 33

Gambar 36. Peta analisa Direction 33

Gambar 37. Gelora Bung Karno 34

Gambar 38. FX Sudirman 34

Gambar 39. Balai Sarbini 34

Gambar 40. Peta analisa Transition 35

Gambar 41. Area Transisi 1 GBK dan Gedung Perkantoran 35

Gambar 42. Area Transisi 2 Bangunan Rendah dan Bangunan Tinggi 36

Gambar 43. Peta analisa Area 36

Gambar 44. Jalur Pedestrian Dekat Restoran Lucy in The Sky 37

Gambar 45. Jalur Pedestrian Dekat Hotel The Ritz Carlton 38

Gambar 46. Keadaan Jalur Kendaraan dan Jalur Pedestrian Sebelum Penataan 38

Gambar 47. Keadaan Jalur Kendaraan dan Jalur Pedestrian Setelah Penataan 39

Gambar 48. Jalur Pedestrian di Kawasan Gelora Bung Karno 39

Gambar 49. Jalur Pedestrian di Kawasan Gelora Bung Karno 39

Gambar 50. Konfigurasi 1 Jalur Bus 2 Arah di Median 41

viii 
 
Gambar 51. Konfigurasi 1 Jalur Bus 2 Arah di Median di Halte Bus Jl. Jendral Sudirman 41

Gambar 52. Off Board Fare Collection - Barrier Controlled di Halte Bus

Jl. Jendral Sudirman 42

Gambar 53. Jalur dan Infrastruktur di Jalan Sudirman 47

Gambar 54. Landsekap Jalur Pedestrian dan Kendaraan di Jalan Sudirman 47

Gambar 55. Landsekap Jalur Pedestrian dan Kendaraan di Jalan Sudirman 48

ix 
 
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Tipe Dedicated Right-of-Way 10

Tabel 2. Analisa Pemenuhan Type of Dedicated Right-of-Way 40

Tabel 3. Analisa Pemenuhan Off Board Fare Collection 42

Tabel 4. Analisa Pemenuhan Intersection Treatments 42

Tabel 5. Analisa Pemenuhan Center Station 43

Tabel 6. Analisa Pemenuhan Distance Between Stations 43

Tabel 7. Analisa Pemenuhan Safe and Comfortable Stations 44

Tabel 8. Analisa Pemenuhan Universal Access 44

Tabel 9. Analisa Pemenuhan Integration with Other Public Transport 45

Tabel 10. Analisa Pemenuhan Pedestrian Access and Safety 45


 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Manusia memiliki kebutuhan hidup dari kebutuhan primer hingga kebutuhan sekunder
seperti berbelanja dan rekreasi. Seiring dengan perkembangan zaman, ruang untuk mewadahi
kebutuhan hidup manusia semakin berkurang terutama di wilayah perkotaan. Dilihat dari
minimnya ruang yang tersedia di daerah perkotaan maka mixed-use building merupakan suatu
rancangan untuk menyediakan ruang yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia
serta memberi kenyamanan bagi pengguna. Bangunan multifungsi atau mixed-use building
mengacu pada kombinasi beberapa fungsi yang berbeda dalam satu bangunan yang
terintegrasi dengan menyediakan koneksi pejalan kaki, dikarenakan mixed - used berbicara
mengenai intensitas perkembangan, kepadatan bangunan, transit dan parking, walkability dan
ramah lingkungan, tipe perumahan yang variatif, serta RTH.

Berkembangnya mixed - used berawal di Amerika, yang lebih dikenal dengan istilah
superblock, yaitu proyek- proyek berskala besar di tengah kota mulai dibangun setelah
berakhirnya PD II. Kota - kota Amerika Serikat umumnya ditata oleh jaringan jalan berbentuk
grid. Petak-petak lahan itu kemudian disebut blok, dimana terdapat bangunan besar yang
dibangun meliputi beberapa blok untuk mewadahi berbagai fungsi dan aktivitas yang saling
terkait atau saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Setiap pengembangannya
menawarkan sarana yang lebih lengkap agar lebih menarik misalnya gabungan gedung kantor,
pertokoan, dan apartement, atau gabungan hotel, pertokoan , dan kantor.

Penerapan bangunan mixed use yang cenderung mengarah pada bangunan tinggi ini
diutamakan pada area strategis, umumnya di pusat kota atau CBD. Kawasan CBD merupakan
pusat komersial dan bisnis di sebuah kota yang merupakan kawasan finansial karena di
sanalah transaksi keuangan dengan skala besar terjadi. Umumnya, CBD pada sebuah kota
memiliki properti ritel dan perkantoran dalam jumlah yang siginifikan, serta memiliki
kepadatan lebih tinggi dibanding kawasan lain di kota tersebut. Dilihat dari sisi experential
landscape, ruang terbuka hijau di kawasan ini tidak seimbang dengan proporsi kepadatan


 
bangunan pada kawasan ini, mengakibatkan kurangnya interaksi antara manusia dengan ruang
terbuka. Dengan adanya aktivitas yang multifungsi dalam suatu kawasan CBD akan rentan
terhadap kemacetan karena mobilitas yang tinggi sehingga transportasi yang terintegrasi ikut
berperan untuk mendukung berjalannya sebuah mixed used dalam sebuah perkotaan.
Permasalahan mobilitas yang timbul dapat disebabkan karena fasilitas yang tidak dapat
memenuhi aktivitas yang beragam serta budaya dari masyarakat setempat. Hal ini dapat
berdampak terhadap keberlanjutan kota akibat penggunaan sumber energi tak terbarukan dan
emisi yang berlebih karena penggunanan kendaraan pribadi yang berlebih dibandingkan
menggunakan transportasi umum.

Sama halnya seperti di Jakarta tepatnya di kawasan CBD Sudirman, Jakarta Pusat. CBD
Sudirman merupakan sebuah superblock visioner yang strategis terletak di jantung kawasan
segitiga emas Jakarta. Dengan total bangunan seluas kurang lebih 2.500.000 meter persegi
pada kurang lebih 45 Ha lahan, dilengkapi dengan fasilitas seperti kabel optik, koneksi internet
broadband berkecepatan tinggi, sistem PABX yang terintegrasi, dan difasilitasi juga dengan
tunnel bawah tanah yang menghubungkan sebagian besar bangunan dan sistem keamanan
round-the-clock serta integritasi transportasi yang berkembang dengan konsep TOD. Namun,
CBD Sudirman masih memiliki permasalahan dalam sistem transportasi dan ruang terbuka
hijau yang belum mencukupi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana hubungan teori Experiental Landscape, teori Pattern Language, dan teori
Urban Street Design dengan keadaan CBD Sudirman di Jakarta Pusat sebagai kota
yang beragam dari segi fungsi dan program terhadap sistem transportasi?
1.2.2 Bagaimana kesesuaian kriteria kota yang beragam dari teori Sustainable Cities dengan
CBD Sudirman di Jakarta Pusat ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1 Untuk mengetahui keadaan CBD Sudirman di Jakarta Pusat sebagai kota yang beragam
dari segi fungsi dan program terhadap sistem transportasi.
1.3.2 Untuk mengetahui kesesuaian kriteria kota yang beragam dari teori Sustainable Cities


 
dengan CBD Sudirman di Jakarta Pusat.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Manfaat penelitian yang diharapkan dengan mengkaji masalah kepadatan pada daerah
CBD Sudirman di Jakarta Pusat yaitu:
1.4.1 Bagi pemerintah, dapat menjadi cara untuk memperbaiki dan melengkapi sistem tata
kota serta fasilitas pendukung dalam sistem transportasi demi mencapai sustainable
city.
1.4.2 Bagi masyarakat, dapat membantu untuk berpatisipasi dalam mewujudkan
perancangan ruang kota dan keberlanjutan kota.

1.5 RUANG LINGKUP


Ruang lingkup pada penelitian ini mengacu pada beberapa aspek yaitu keberagaman kota
dalam fungsi dan program, perancangan tata ruang kota, dan keberlanjutan kota di CBD
Sudirman dengan radius pengamatan 1km dari titik pusat CBD Sudirman.


 
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 TEORI EXPERIENTAL LANDSCAPE

Experiential landscape adalah sebuah pendekatan analisa terhadap ruang terbuka dan
perancangan yang berkonsentrasi pada hubungan antara satu tempat dengan yang lain serta
keterkaitan seseorang terhadap suatu tempat. Ide experiential landscape diutarakan oleh Kevin
Thwaites dan Ian Simpkins. Mereka percaya bahwa penting untuk melihat hubungan manusia
dengan lingkungannya lebih dalam dan mendeskripsikan beberapa komponen-komponen tersebut.
Mereka menelaah suatu tanggapan yang dikembangkan oleh Christian Norberg-Schulz dengan
menggambarkan elemen – elemen penelitian mengenai psikologi lingkungan, pendekatan sosial
yang tanggap terhadap perancangan dan desain ruang kota, dan konsep ruang.Norberg-Schulz
merumuskan elemen yang mempengaruhi pengalaman ruang seorang pada sebuah lingkungan
terdiri dari centres atau places, directions atau paths, transition atau changes, dan areas atau
domain. Center/pusat merupakan tempat menciptakan keberadaan/eksistensi suatu ruang dalam
suatu batasan tertentu. Center terbagi menjadi beberapa pengelompokan kegiatan berdasarkan
suasananya yang tercipta dari berbagai kompleksitas yang berada di kawasan tersebut, antara lain
:

● Center sebagai imageability biasanya memiliki berbagai fasilitas (toko, kotak surat, pos
jaga), fitur fisik (monumen,pohon), keanekaragaman dan kompleksitas visual, dan
memiliki nilai sosial (perayaan, kerja dan bermain). 
● Center yang mewadahi interaksi sosial memiliki konvergensi rute yang signifikan, adanya
fasilitas untuk orang menunggu, pendudukan di kelompok sosial, memiliki suasana yang
memancing percakapan, keterbukaan dengan penggunaan pagar tanaman yang rendah, dan
merupakan tempat untuk datang dan pergi. 
● Center memiliki restorative benefit sebagai pemisah dari gangguan lingkungan,
memberikan perasaan nyaman dan terlindungi, menyediakan tempat untuk istirahat, serta
memiliki keberadaan elemen alam (pohon, air, material alam). 


 
Direction/arah merupakan tempat yang menyebabkan perasaan untuk menuju ke suatu
tempat dan kemungkinan tujuan yang akan dituju. Eksplorasi yang dilakukan oleh Kevin Thwaites
dan Ian Simkins menunjukan bahwa konsep Direction dapat dikonsepkan melalui tiga kategori
yang menyambungkan satu tempat dengan tempat lainnya, yaitu Linear, Route, Anticipation.
Direction terbentuk dari unsur yang mempengaruhi kinetik / gerak dan sensorik manusia. Unsur
kinetik terkait denga ritme, pagar, deretan fasad, rute utama yang jelas. Sedangkan unsur sensorik
manusia meliputi penjelajahan dan misteri; pemandangan, bau, dan suara; fasad yang mengalihkan
pandangan, dan elemen pembentuk streetscape.

Transition/transisi adalah pergantian suatu kawasan yang menciptakan perasaan, mood,


suasana yang berbeda antara tempat. Norberg-Schulz menjelaskan transition sebagai perekat yang
mengikat ruang-ruang untuk membentuk ruang secara keseluruhan. Transition ini merupakan
elemen yang seringkali terdapat dan menjadi pembentuk dalam Direction. Transition berdasarkan
investigasi Kevin Thwaites dan Ian Simkins, Perubahan – perubahan yang terdapat pada transisi
dikelompokkan menjadi beberapa tipe, antara lain :

● Threshold; merupakan perubahan yang terjadi tiba-tiba, baik dari material, warna,
bentuk, ketinggian, arah dan lain lain. Dapat berbentuk frame atau gerbang. 
● Corridor; Perubahan terjadi perlahan dan bertahap,perubahan dapat dilakukan dari
skala yang digunakan, peletakan entrance dan exit yang jelas, pengurangan karakter
kawasan, material yang linear, ataupun pemandangan yang dibatasi. 
● Segment; merupakan kawasan transisi yang lunak, seperti penggunaan ruang secara
bersamaan, pengurangan karakter kawasan, adanya focal point bersama, pilihan
arah dan keikutsertaan fisik dan psikologi. 
● Ephemeral; perubahan merupakan dampak dari hal yang sementara, seperti
perubahan terik – teduh, basah – kering, terang – gelap, dan dampak musim. 
● Area merupakan lingkup yang menciptakan perasaan saling terhubung dan
terkurung secara subjektif. Area diidentifikasi dengan adanya pengalaman lansekap
sebagian kawasan tertentu yang berbeda dengan kawasan lain secara keseluruhan.
Kriteria yang dimiliki area, antara lain : memiliki thematic continuity dari pola dan
koordinasi dan tekstur, ruang, dan bentuk, detail dan symbol, tipe bangunan,
kegunaan dan aktivitas dan topografi; adanya degree of privacy , terbentuk dari


 
integrasi center, direction, dan transition secara berkelanjutan, serta dibentuk dari
area – area lain. 
 
2.2 TEORI SUSTAINABLE CITIES

Menurut Jahn Gehl dalam buku Cities of People, konsep dari keberlanjutan adalah
menerapkan kota dengan konsumsi energi dan emisi bangunan yang menjadi 1 fokus perhatian.
Faktor lainnya adalah produksi industri, persediaan energi dan air, sistem pembuangan dan sistem
transportasi. Transportasi merupakan hal terpenting dalam merespon konsumsi energi dan karbon
emisi. Memberikan prioritas tertinggi pada pedesterian dan sepeda akan mengubah gambaran akan
sektor transportasi yang mengacu pada keberlanjutan. (Jahn Gehl, 1936: 105).

Sustainable city adalah1:

● A Just City, merupakan kota dimana keadilan, pangan, shelter, edukasi, kesehatan dan
harapan terdistribusi secara rata dan dimana semua orang berpartisipasi dalam
pemerintahan. 
● A Beautiful City, merupakan kota dimana seni, arsitektur dan lansekap sebagai pencetus
imajinasi dan menggerakan semangat. 
● A Creative City, merupakan kota dimana pikiran terbuka dan eksperimen mengerahkan
potensi penuh sumber daya manusia dan memberikan respon cepat terhadap perubahan. 
● An Ecological City, merupakan kota yang meminimalkan dampak ekologi, dimana
lansekap dan bentuk bangunan seimbang, dimana bangunan dan infrastruktur aman serta
sumber daya yang efisien. 
● A City of Easy Contact, merupakan kota dimana wilayah publik mendorong komunitas dan
mobilisasi serta dimana pertukaran informasi terjadi secara langsung dan secara elektronik. 
● A Compact and Polycentric City, merupakan kota yang menjaga area pedesaan,
memfokuskan dan mengintegrasi komunitas di dalam lingkungan sekitar dan
memaksimalkan kedekatan. 
● A Diverse City, merupakan kota dimana terdapat beragam aktivitas yang saling tumpang
tindih, menghasilkan animasi, inspirasi dan menumbuhkan kehidupan publik yang vital.

                                                            
1
 UNDP. 1995. Human Development Report 1995. New York: Oxford University Press 


 
Kawasan urban yang dirancang secara terintegrasi (integrated development), dengan
kepadatan bangunan yang cukup tinggi dan merupakan kombinasi fungsi lahan yang
bersifat campuran (mixed used). Mixed use adalah penggunaan sebuah bangunan, satu
kompleks bangunan, atau lingkungan untuk lebih dari satu kegunaan. Konsep ini telah
diadopsi oleh beberapa negara di dunia sejak 1920. Idenya adalah menggabungkan kantor,
tempat tinggal, dan pusat aktifitas lain di area yang berdekatan atau bahkan di gedung
sama. 

2.3 TEORI WEB OF PUBLIC TRANSPORT - PATTERN LANGUAGE

Sistem transportasi publik - keseluruhan jaringan dari pesawat, helikopter, kapal


berbantalan udara, kereta, kapal, kapal feri, bus, taksi, kereta mini, pedati, dan lain-lain hanya
dapat bekerja apabila seluruh bagian terhubung dengan baik. Namun biasanya mereka tidak
terhubung dengan baik, karena perbedaan instansi yang menangani berbagai macam bentuk
transportasi publik tidak memiliki dorongan untuk menghubungkan satu dan yang lainnya. Ini
merupakan permasalahan umum transportasi publik. Sebuah kota terdiri dari sejumlah besar
tempat, tersebar baik secara merata ataupun tidak di selembar peta dua dimensi. Perjalanan yang
ingin dilakukan orang biasanya antara dua titik secara acak di dalam lembaran ini. Tidak ada sistem
linear (seperti sistem kereta api), yang dapat memberikan hubungan langsung antara kemungkinan
jumlah pasangan titik di kota.

Oleh karena itu hanya mungkin untuk sistem transportasi umum untuk bekerja, jika
terdapat banyak koneksi antara berbagai sistem yang berbeda. Tetapi koneksi ini tidak bisa
diterapkan, kecuali koneksi yang cepat dan pendek. Waktu tunggu untuk koneksi harus singkat.
Dan jarak berjalan antara kedua sistem penghubung harus sangat pendek. Ini sangat jelas; dan
semua orang yang berpikir tentang transportasi umum menyadari pentingnya hal ini. Namun, yang
jelas hal ini sangat sulit untuk diterapkan. (Cristopher Alexander, 1977: 92)

2.4 TEORI BUS STOPS - URBAN STREET DESIGN

Perencanaan dan perancangan halte bus melibatkan pemikiran mengenai halte eksisting
dan halte baru baik dari kerangka makro sistem perancangan dan kerangka mikro dari kondisi


 
sekitar halte transit. Banyak kota dan instasi transit telah mengembangkan pedoman internal untuk
menentukan ruang dan kriteria desain yang tepat untuk rute transit tertentu dan perhentian.

Berikut merupakan 3 kategori pembagian lokasi halte bus :

1. Halte bus sisi jauh adalah yang paling umum dan umumnya disukai oleh para desainer.
Mereka memungkinkan pejalan kaki menyeberang di belakang bus, yang lebih aman
daripada menyeberang di depan bus.
2. Halte-halte bus sisi-dekat idealnya harus digunakan dalam keadaan seperti ini:
● Pada blok panjang di mana penghentian dekat berhenti lebih baik dengan tujuan
pejalan kaki 
● Di mana rute bus berada di jalan 1 arah dengan satu lajur lalu lintas dan tidak
memungkinkan lewat. 
● Di mana fitur penekan lalu lintas khusus atau ketentuan parkir membatasi
penggunaan pemberhentian sisi jauh. 
● Di mana akses ke pusat atau rumah sakit senior terletak di dekat persimpangan. 
● Di mana jalan masuk atau gang membuat lokasi berhenti di sisi jauh menjadi
bermasalah. 
3. Halte bus midblock membutuhkan lebih banyak ruang antara mobil yang diparkir dan
hambatan lain untuk memungkinkan bus untuk masuk dan keluar dari halte, kecuali
terdapat lampu bus. (National Association of City Transportation Officials, 2013: 62)

2.5 TEORI BUS RAPID TRANSIT (INSTITUTE FOR TRANSPORTATION &


DEVELOPMENT POLICY)

Bus Rapid Transit adalah sistem angkutan berbasis bus berkualitas tinggi yang
memberikan layanan cepat, nyaman, dan hemat biaya pada kapasitas tingkat metro. Biasanya,
sistem BRT mencakup jalan raya yang diperuntukkan untuk bus dan dan memberikan prioritas
kepada bus di persimpangan dimana bus dapat berinteraksi dengan lalu lintas lainnya: bersama
fitur desain untuk mengurangi keterlambatan yang disebabkan oleh naik turunnya penumpang dari
bus, atau membeli tiket. BRT bertujuan untuk menggabungkan kapasitas dan kecepatan metro
dengan fleksibilitas, biaya yang lebih rendah dan kesederhanaan sistem bus. BRT merupakan salah


 
satu transportasi massal yang melayani mobilitas penduduk demi memenuhi konsep pembangunan
Transit Oriented Development (TOD).

Dalam pembangunan koridor BRT harus menerapkan BRT Standard. Hal ini dikarenakan
kualitas BRT di kota-kota dengan banyak koridor dapat bervariasi. Menurut BRT Standard,
koridor BRT diartikan sebagai bagian jalan atau jalan bersebelahan yang dilayani oleh rute bus
atau beberapa rute bus dengan panjang minimum 3 kilometer yang memiliki jalur bus khusus.

2.5.1 The BRT Basics (Dasar BRT)


“BRT Basics” adalah seperangkat elemen yang dianggap penting oleh komite teknis
untuk mendefinisikan koridor sebagai BRT. 5 elemen ini merupakan elemen yang paling
berkontribusi secara kritis untuk menghilangkan sumber-sumber keterlambatan dari
kemacetan, konflis dengan kendaraan lain, dan naik turun penumpang, dengan demikian
meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya operasi. Elemen ini sangat penting dalam
membedakan BRT dari layanan bus standar. 5 elemen penting ini yaitu :
1. Dedicated right-of-way
Jalur khusus bus sangat penting untuk memastikan bahwa bus dapat
bergerak dengan cepat dan tanpa hambatan kemacetan. Desain fisik sangat
penting untuk penegakan diri dari jalur khusus. Jalur khusus paling penting di
daerah yang sangat padat di mana lebih sulit untuk mengambil jalur jauh dari lalu
lintas campuran untuk mendedikasikannya sebagai jalur bus.
Jalur khusus dapat dipisahkan dari lalu lintas kendaraan lainnya dengan cara
yang berbeda, tetapi pemisahan fisik biasanya menghasilkan kepatuhan terbaik
dan penegakan termudah. Pemisahan fisik termasuk hambatan fisik untuk
memasuki dan keluar jalur. Beberapa hambatan fisik, seperti pagar, mencegah
kendaraan memasuki dan keluar jalur bus sepenuhnya, sementara hambatan lain,
seperti pembatasan, bias hati-hati dipasang untuk masuk atau keluar dari jalur bus.
Dalam beberapa desain, stasiun bus itu sendiri bias bertindak sebagai penghalang.
Beberapa permeabilitas umumnya disarankan, karena bus kadang-kadang rusak
dan menghalangi jalur bus atau sebaliknya harus meninggalkan koridor.


 
Sementara definisi koridor BRT membutuhkan setidaknya 3 kilometer (1,9
mil) jalur bus khusus, elemen ini mengevaluasi kualitas segregasi di seluruh
koridor, termasuk bagian tanpa jalur khusus.

Tabel 1. Tabel Tipe Dedicated Right-of-Way (Sumber: The BRT Standard)

2. Busway alignment
Jalur bus paling baik terletak di tempat konflik dengan lalu lintas lain dapat
diminimalkan, terutama dari belokan gerakan dari jalur lalu lintas campuran.
Dalam banyak kasus, sebuah busway di ambang tengah jalan menghadapi lebih
sedikit konflik dengan kendaraan yang membelok daripada yang berdekatan
dengan trotoar karena gang, tempat parkir, dan sebagainya. Selain itu, sementara
kendaraan pengiriman dan taksi umumnya membutuhkan akses ke pinggir jalan,
tepi tengah jalan biasanya tetap bebas dari penghalang semacam itu. Semua
konfigurasi desain direkomendasikan di bawah ini terkait dengan meminimalkan
risiko keterlambatan yang disebabkan oleh konflik dan akses pinggir jalan.

Gambar 1. Contoh Konfigurasi 1 Jalur Bus 2 Arah di Median (Sumber: The BRT Standard) 
 

10 
 
  
Gambar 2. Contoh Konfigurasi 1 Koridor Khusus Bus dengan Jalur Eksklusif (Sumber: The BRT
Standard)
 

  
Gambar 3. Contoh Konfigurasi 1 Jalur Bus 2 Arah di Median dengan Lajur Pindah (Sumber: The
BRT Standard)
 

  
Gambar 4. Contoh Konfigurasi 1 Jalur Bus 2 Arah di Sebelah Jalan 1 Arah (Sumber: The BRT
Standard) 
 

11 
 
  
Gambar 5. Contoh Konfigurasi 2 Jalur Bus di Tengah Jalan 1 Arah (Sumber: The BRT Standard)
 

  
Gambar 6. Contoh Konfigurasi 2 Jalur Bus di Tepi Jalan Dalam Jalan Layanan pada Tipe Jalan
Boulevard dengan Jalan Tengah dan Jalan Servis Paralel (Sumber: The BRT Standard) 
 

Gambar 7. Contoh Konfigurasi 2 Jalur Bus di Tepi Jalan Luar di Jalan Tengah pada Tipe Jalan
Boulevard dengan Jalan Tengah dan Jalan Servis Paralel (Sumber: The BRT Standard) 

3. Off-board fare
Pengumpulan biaya off-board adalah salah satu faktor paling penting dalam
mengurangi waktu perjalanan dan meningkatkan pengalaman penumpang.
Saat ini, dua pendekatan paling efektif untuk pengumpulan ongkos off-board
adalah "barrier-controlled," di mana penumpang melewati gerbang, pintu putar,

12 
 
atau pos pemeriksaan saat memasuki stasiun di mana tiket mereka diverifikasi
atau tarif dikurangi, dan “bukti pembayaran,” di mana penumpang membayar di
kios dan mengumpulkan tiket kertas atau lulus dengan pembayaran yang ditandai
yang kadang-kadang diperiksa di papan kendaraan oleh inspektur. Kedua
pendekatan tersebut dapat mengurangi penundaan secara signifikan. Namun,
terkontrol-penghalang sedikit lebih disukai karena:
• Lebih mudah untuk mengakomodasi beberapa rute menggunakan infrastruktur
BRT yang sama, tanpa memodifikasi seluruh sistem pengumpulan ongkos untuk
seluruh jaringan transit perkotaan;
• Ini meminimalkan penghindaran tarif, karena setiap penumpang harus memiliki
tiketnya yang dipindai untuk masuk sistem versus bukti pembayaran, yang
membutuhkan pemeriksaan acak;
• Bukti pembayaran dapat menimbulkan kecemasan bagi penumpang yang
mungkin salah menaruh tiket;
• Data yang dikumpulkan oleh sistem yang dikendalikan dengan penghalang pada
saat naik, dan kadang-kadang setelah turun, bias berguna dalam perencanaan
sistem masa depan.
Di sisi lain, sistem bukti pembayaran di rute bus yang melampaui koridor
BRT memperpanjang manfaat penghematan waktu ke bagian-bagian rute bus
yang berada di luar koridor BRT.
Pendekatan ketiga, validasi tarif onboard, mengarahkan penumpang untuk
membeli tiket / tiket sebelumnya naik dan validasi mereka di kendaraan melalui
pembaca elektronik cepat yang tersedia di semua pintu bus. Meskipun hal ini
memberikan penghematan waktu bagi penumpang, itu tidak seefisien sistem
penghalang atau bukti pembayaran.

4. Intersection treatments
Ada beberapa cara untuk mengurangi keterlambatan bus di persimpangan,
yang semuanya bertujuan untuk meningkatkan waktu lampu hijau untuk jalur bus.
Melarang belok melewati jalur bus dan meminimalkan jumlah lampu lalu lintas
jika mungkin adalah yang paling penting. Prioritas lampu lalu lintas, ketika

13 
 
diaktifkan oleh kendaraan BRT yang mendekat, berguna pada koridor frekuensi
rendah.

5. Platform-level boarding
Memiliki tingkat platform stasiun bus dengan lantai bus (yaitu,
menghilangkan jarak vertikal) adalah salah satu dari cara paling penting untuk
mengurangi waktu naik dan turun per penumpang. Konfigurasi Boarding di mana
penumpang harus mendaki bahkan langkah yang relatif kecil dapat menyebabkan
penundaan yang signifikan, terutama untuk orang tua, cacat, atau orang dengan
koper atau kereta bayi. Pengurangan atau penghapusan jarak dari kendaraan
bermotor-platform (jarak horizontal) juga merupakan kunci keselamatan dan
kenyamanan penumpang.
“Jarak vertikal” mengacu pada perbedaan ketinggian antara lantai bus dan
platform stasiun. Perbedaan jarak vertikal terutama dikurangi dengan merancang
platform stasiun dan membeli bus sehingga tingginya dari lantai bus sesuai dengan
ketinggian platform stasiun di koridor. Platform stasiun seharusnya dirancang dan
bus dipilih sehingga jarak vertikal antara platform dan lantai bus kurang dari 1,5
cm (⅝ inci).
"Jarak horizontal" mengacu pada jarak antara bus dan platform. Ada
berbagai cara untuk melakukannya mencapai jarak horizontal kurang dari 10 cm
(4 inci).

2.5.2 Infrastructure
2.5.2.1 Center Stations
Memiliki satu stasiun yang melayani dua arah koridor BRT membuat
perpindahan antara kedua arah lebih mudah dan lebih nyaman — sesuatu yang
menjadi lebih penting sebagai ekspansi jaringan BRT. Hal ini juga cenderung
mengurangi biaya konstruksi dan meminimalkan jalan keluar yang diperlukan. Di
beberapa kasus, stasiun-stasiun mungkin diselaraskan secara terpusat tetapi dibagi
menjadi dua — disebut stasiun terpisah, dengan masing-masing stasiun
menaungi arah tertentu dari koridor BRT. Jika koneksi fisik antara dua arah

14 
 
tidak disediakan, poin lebih sedikit diberikan. Stasiun-stasiun bilateral (yang,
meskipun berada di tepi pusat, berada di tepi luar busway) tidak ada poin.

2.5.3 Stations
2.5.3.1 Distances Between Stations
Di area yang terbentuk secara konsisten, jarak antar stasiun optimal sekitar 450
meter (1.500 kaki). Melebihi ini, lebih banyak waktu yang dikenakan pada
pelanggan yang berjalan ke stasiun daripada bus dengan kecepatan lebih tinggi.
Di bawah jarak ini, kecepatan bus akan berkurang lebih dari waktu yang dihemat
dengan jarak berjalan lebih pendek. Dengan demikian, dalam menjaga konsistensi
dengan jarak stasiun optimal, jarak rata-rata antar stasiun tidak boleh kurang dari
0,3 kilometer (0,2 mil) atau melebihi 0,8 kilometer (0,5 mil).

2.5.3.2 Safe and Comfortable Stations


Salah satu fitur pembeda utama dari koridor BRT dibandingkan dengan layanan
bus standar adalah lingkungan stasiun yang aman dan nyaman, fitur penting dari
layanan berkualitas tinggi. Empat faktor utama yang berkontribusi untuk itu:
1. Lebar: stasiun harus cukup lebar agar penumpang dapat dengan mudah
melewatinya dan berdiri tanpa merasa seperti terlalu penuh. Stasiun yang penuh
sesak lebih cenderung mendorong pencopetan dan pelecehan. Stasiun harus
memiliki lebar minimum internal minimal 3 meter (10 kaki), dan lebar yang lebih
lebar di stasiun dengan volume penumpang yang lebih tinggi;
2. Pelindung Cuaca: stasiun harus dilindungi dari cuaca, termasuk dari angin,
hujan, salju, panas dan / atau dingin, yang sesuai dengan kondisi di lokasi tertentu;
3. Aman: stasiun yang cukup terang, transparan, dan memiliki keamanan — baik
melalui penjaga keamanan atau kamera-sangat penting untuk mempertahankan
penumpang;
4. Menarik: niat yang jelas untuk membuat stasiun menarik juga penting bagi citra
koridor BRT dan menciptakan rasa permanen dan daya tarik yang akan menarik
tidak hanya pengendara tetapi developer juga. Stasiun harus dianggap sebagai

15 
 
bagian dari infrastruktur kota dan mendorong masyarakat serta kebanggaan
masyarakat.

2.5.4 Access and Integration


2.5.4.1 Universal Access
Sebuah koridor BRT harus dapat diakses oleh semua pelanggan dengan
kebutuhan khusus, termasuk mereka yang gangguan fisik, visual, dan / atau
pendengaran, serta mereka dengan cacat sementara, orang tua, anak-anak, orang
dengan kereta bayi, dan penumpang yang membawa beban lainnya. Akses
universal penting untuk menjaga kualitas layanan yang tinggi untuk semua
pelanggan, terlepas dari kemampuan mereka.

Gambar 8. Universal Access di Metrobus Mexico (Sumber: The BRT Standard)

2.5.4.2 Integration with Other Public Transport


Ketika koridor BRT dibangun di kota, jaringan transportasi umum yang berfungsi
sering sudah ada, apakah itu kereta api, bus, atau minibus. Koridor BRT harus
diintegrasikan ke seluruh jaringan transportasi umum, menghemat waktu
pelanggan dan menciptakan pengalaman berkualitas tinggi yang lebih mulus. Ada
dua komponen pada integrasi BRT:
• Poin transfer fisik: titik transfer fisik harus meminimalkan jarak antara moda,
tidak memerlukan penumpang untuk benar-benar keluar dari satu sistem dan
menempuh jarak untuk masuk yang lain;

16 
 
• Pembayaran tiket: sistem tarif harus diintegrasikan sehingga satu kartu tarif
dapat digunakan untuk semua moda.

2.5.4.3 Pedestrian Access and Safety


Koridor BRT dapat dirancang dan berfungsi dengan sangat baik tetapi jika
pelanggan tidak dapat mengakses dengan aman, itu tidak dapat mencapai
tujuannya. Akses pejalan kaki yang baik sangat penting dalam desain koridor
BRT. Selain itu, koridor BRT baru adalah kesempatan yang baik untuk
meningkatkan lingkungan pejalan kaki di jalan-jalan dan ruang publik di
sepanjang koridor dan di jalan-jalan yang mengarah ke stasiun. Akses yang bagus
ke koridor sangat penting untuk menciptakan tingkat layanan yang tinggi bagi
pengguna.
Akses pejalan kaki yang baik mencakup semua hal berikut:
• Penyeberangan pejalan kaki tingkat di mana pejalan kaki menyeberangi
maksimum dua lajur lalu lintas sebelum mencapai perlindungan pejalan kaki
(trotoar, median). Sementara penyeberangan di kelas lebih disukai, pejalan kaki
jembatan atau underpass dengan eskalator atau elevator yang berfungsi juga dapat
dipertimbangkan;
• Penyeberangan yang aman diberikan rata-rata setiap 200 meter (650 kaki) di
daerah-daerah di mana ada terus menerus kegiatan di kedua sisi koridor;
• Penyeberangan yang disahkan di mana pejalan kaki harus menyeberang lebih
dari dua jalur sekaligus;
• Penyeberangan di atas meja atau gundukan kecepatan untuk memperlambat lalu
lintas ketika mendekati penyeberangan yang belum diungkap;
• Signals timed sehingga waktu tunggu pejalan kaki tidak berlebihan (yaitu,
umumnya di bawah 30–45 detik);
• Lebar (minimal 2 meter), penyeberangan yang cukup terang, berbatas tegas di
mana jalan setapak tetap rata dan kontinyu atau landai ada untuk memastikan
penyeberangan yang dapat diakses;

17 
 
• Trotoar yang berdedikasi dan terlindungi sepanjang koridor dengan lebar
minimal 3 meter (10 kaki) dan tidak terhalang, termasuk dari perambahan dari
kendaraan yang diparkir, puing-puing, tanda-tanda, dan pedagang kaki lima;
• Akses stasiun langsung, tanpa waktu yang memakan waktu dan penundaan
lainnya;
• Batas kecepatan yang diposting ditetapkan untuk memprioritaskan keselamatan
(misalnya, di bawah 30 kilometer per jam di pusat perkotaan padat);
• Desain yang sesuai dengan batas kecepatan yang dipasang untuk mencegah
ngebut dan membantu penegakan hukum.

2.6 STUDI KASUS SISTEM TRANSPORTASI SWISS (A PATTERN LANGUAGE)

Sistem jalur kereta api Swiss merupakan jaringan terapat di dunia. Dengan biaya besar dan
dengan masalah besar, sistem tersebut telah dibuat untuk melayani kebutuhan daerah terkecil dan
lembah yang paling terpencil, bukan sebagai usaha yang menguntungkan namun karena itu adalah
kehendak kuat orang-orang. Ini merupakan hasil dari perjuangan politik yang sengit. Pada abad ke
19, "gerakan kereta api demokratis" membawa komunitas kecil Swiss berkonflik dengan kota-kota
besar, yang memiliki rencana untuk sentralisasi. Dan jika kita membandingkan sistem Swiss
dengan Prancis yang memiliki keteraturan geometris yang mengagumkan, sepenuhnya berpusat di
Paris sehingga kemakmuran atau kemunduran, hidup atau matinya seluruh daerah bergantung pada
kualitas hubungan dengan ibu kota, kita lihat perbedaan antara negara terpusat dan aliansi federal.

Peta kereta api adalah peta yang paling mudah untuk dibaca sekilas, tetapi mari kita
sekarang menempatkan di atas peta yang lain yang menunjukkan aktivitas ekonomi dan
pergerakan penduduk. Distribusi aktivitas industri di seluruh dunia Swiss, bahkan di daerah-daerah
terpencil, menyumbang kekuatan dan stabilitas struktur sosial negara dan mencegah konsentrasi
industri abad ke-19 yang mengerikan, dengan daerah kumuh dan rakyat tak menentu (tidak
memiliki rumah, hubungan keluarga). (Colin Ward, "The Organization of Anarchy," in Patterns
of Anarchy, by Leonard I. Krimerman and Lewis Perry, New York, 1966.)

Oleh karena itu : Perlakukan simpang susun sebagai jalur utama dan transportasi sebagai
jalur sekunder. Ciptakan pendorong agar semua moda transportasi umum berbeda - pesawat
terbang, helikopter, feri, kapal, kereta api, transit cepat, bus, mini-bus, skilift, eskalator, travelator,

18 
 
lift-merencanakan jalur mereka untuk dihubungkan ke simpang susun, dengan harapan banyak
garis bertahap yang berbeda, dari berbagai jenis, akan bertemu di setiap simpang susun. Memberi
komunitas lokal kontrol atas susunan mereka sehingga mereka dapat menerapkan pola dengan
memberi kontrak hanya untuk perusahaan transportasi yang bersedia melayani pertukaran ini.

19 
 
BAB III

METODOLOGI DAN PENELITIAN

3.1 METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

● Kualitatif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk menggambarkan dan


menjelaskan suatu instrumen dan dianalisis dengan memanfaatkan landasan teori
sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. 
● Komparatif, yaitu metode penelitian yang bersifat membandingkan, yang dilakukan
untuk membandingkan persamaan dan perbedaan antara data lapangan dengan teori
yang ada. 
● Observasi, yaitu metode penelitian yang mengumpulkan data dengan pengamatan
langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap objek yang akan diteliti. 
● Relevansi, yaitu metode penelitian dengan menghubungkan dan mencocokan
berdasarkan metode kualitatif. 

3.2 OBJEK PENELITIAN

Objek penelitian yang kami gunakan merupakan kawasan CBD Sudirman di Jakarta Pusat
dengan radius pengamatan 1 km dari titik pusat yaitu CBD Sudirman.

Gambar 9. Peta Radius Pengamatan

20 
 
3.3 SEJARAH CBD SUDIRMAN, JAKARTA PUSAT

CBD Sudirman adalah kawasan bisnis dengan konsep pengembangan penggunaan


campuran terpadu, yang terletak di Jakarta Selatan, Indonesia. Sebelum menjadi kawasan utama
di wilayah DKI Jakarta, puluhan tahun yang lalu kawasan Thamrin dan Sudirman masih berupa
lahan kosong dan lahan perkebunan. Kemungkinan besar, yang pertama kali tinggal tidak jauh dari
sana adalah budak-budak dari Bali sebagaimana nama Kampung Bali sekarang. Sebagai ibukota
negara, memang sejak 1950-an perkembangan Jakarta dirancang menjadi bagian dari politik mecu
suar. Hal ini untuk menunjukan kepada dunia luar adanya kekuatan baru yang sedang tumbuh.
Selain jalan raya, ketika itu di bangun hotel mewah, toko serba ada, kompleks olahraga dan jalan
melingkar.

PT Danayasa Arthatama Tbk didirikan pada 1 April 1987, adalah salah satu pengembang
properti terkemuka di Indonesia ang mengembangkan dan mengelola Sudirman Central Business
District (SCBD), sebuah superblock seluas 45 hektar. Daerah ini sebelumnya adalah daerah kumuh
dengan tingkat kejahatan dan kemiskinan yang cukup tinggi di Jakarta.

Gambar 10. CBD Sudirman tahun 1992-1993 (Sumber www.scbd.com)

21 
 
Gambar 11. CBD Sudirman tahun 2013 - sekarang (Sumber www.scbd.com)

3.4 DATA FISIK

Gambar 12. Peta Radius Pengamatan (Sumber: www.maps.google.com)

Diatas merupakan peta radius pengamatan studi lapangan dengan titik pusat yaitu CBD
Sudirman. CBD Sudirman adalah distrik bisnis dengan konsep pengembangan terintergrasi yang
berlokasi di Jakarta Selatan, Indonesia, terdiri dari kondominium, perkantoran, hotel, pusat
perbelanjaan dan hiburan. Total luas dari CBD Sudirman adalah sekitar 45 Ha yang dibagi menjadi
25 bagian. Sekitar 13 Ha dari distrik digunakan untuk pengembangan jaringan jalan dan lansekap.
CBD Sudirman terletak di Segitiga Emas Jakarta. Terdapat 7 titik masuk dan keluar dari CBD ke

22 
 
berbagai tempat di Jakarta. Hampir seluruh gedung perkantoran dihubungkan dengan jalur
pedestrian bawah tanah.

Kawasan CBD Sudirman merupakan kawasan dengan program dan fungsi kota yang sangat
beragam, hal ini juga terlihat dari peruntukkan lahan yang ada dalam perencanaan kota pemerintah.

Gambar 13. Peta Peruntukkan Lahan (Sumber: RDTR DKI Jakarta 2030)

CBD Sudirman sebagai kota yang beragam dapat dilihat dari:


● Adanya pusat perdagangan dan retail 
- Beer Garden SCBD

Gambar 14. Suasana Beer Garden SCBD (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

23 
 
‐ Anomali Coffee Senopati 

 
Gambar 15. Suasana Anomali Coffee Senopati (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 

 Banyak kantor institusi perkotaan 


‐ Polda Metro Jaya 

 
Gambar 16. Suasana Polda Metro Jaya (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

‐ Samsat Jakarta Selatan 

 
Gambar 17. Suasana Samsat Jakarta Selatan (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 

24 
 
‐ Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan RI 

 
Gambar 18. Suasana Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan RI (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 
 
● Jarang permukiman dan jika ada merupakan permukiman tinggi / kondominium 
‐ Residence 8 Senopati 

 
Gambar 19. Suasana Residence 8 Senopati (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
 
‐ Apartment Taman Sari Semanggi 

 
Gambar 20. Suasana Apartment Taman Sari Semanggi (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

25 
 
‐ The Capital Residence 

 
Gambar 21. Suasana Capital Residence (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
 
● Ditandai dengan adanya zonasi vertikal yang memiliki diferensiasi fungsi 
‐ The Energy Building 

 
Gambar 22. Suasana Capital Residence (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 
‐ Plaza Asia 

 
Gambar 23. Suasana Plaza Asia (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
   

26 
 
‐ Menara Mulia 

 
Gambar 24. Suasana Menara Mulia (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 
 
● Adanya “multi storey” yaitu perdagangan yang bermacam – macam, ditandai dengan
adanya supermarket atau mall 
‐ Grand Lucky SCBD  

Gambar 25. Suasana Grand Lucky SCBD (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 


 
‐ FX Sudirman 

Gambar 26. Suasana FX Sudirman (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 

27 
 
‐ Plaza Semanggi 

 
Gambar 27. Suasana Plaza Semanggi (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
 
‐ Pacific Place 

 
Gambar 28. Suasana Pacific Place (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

28 
 
Daerah CBD Sudirman Jakarta Pusat merupakan salah satu kawasan dengan sistem
transportasi yang paling maju di Jakarta. Kawasan ini memiliki beberapa transportasi umum yang
dapat digunakan yaitu Bus Transjakarta, kereta, dan transportasi yang sedang dalam tahap
pembangunan yaitu MRT Jakarta. Berikut dibawah ini merupakan titik-titik halte bus dan stasiun
kereta api yang ada :

Gambar 29. Peta Titik Halte dan Stasiun (Sumber: www.maps.google.com)

29 
 
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisa Hasil Survey dengan Teori Experiental Landscape

Gambar 30. Peta Experential Landscape

Experiential landscape mengacu pada ruang terbuka dan perancangan yang berkonsentrasi
pada hubungan antara satu tempat dengan yang lain serta keterkaitan seseorang terhadap suatu
tempat. Setelah dilakukan observasi pada kawasan CBD Sudirman menggunakan elemen
experiential landscape yaitu CDTA (center,direction,transition dan area), dapat dipetakan
elemen-elemen sabagai berikut:

Center : Sebuah tempat yang paling sering dikunjungi dalam suatu area yang
dapat dibilang sebagai tempat berkumpul yang paling padat di suatu
daerah.

30 
 
Gambar 31. Peta analisa Center

Gambar 32. Suasana Gelora Bung Karno (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gelora Bung Karno merupakan salah satu tempat untuk berkumpul


penduduk sebagai pusat keramaian kota dimana adanya acara-acara lokal
dan internasional.

31 
 
Gambar 33. Suasana di dalam FX Sudirman (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

FX Sudirman merupakan pusat perbelanjaan dan rekreasi yang


menjadi salah satu pusat keramaian dan hiburan kota kawasan CBD
Sudirman.

Gambar 34. Suasana di dalam Plaza Semanggi (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Plaza Semanggi merupakan pusat perbelanjaan dan pusat


pertunjukkan dimana juga menjadi salah satu pusat kegiatan dan
berkumpul di area CBD Sudirman.

32 
 
Gambar 35. Suasana di dalam kawasan CBD Sudirman (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

CBD Sudirman merupakan salah satu pusat kawasan mixed used


terbesar yang menjadi ikon dari kawasan tersebut. Di dalam kawasan CBD
Sudirman terdapat gedung tinggi yang memiliki beberapa fungsi berbeda
dan saling tumpang tindih seperti perkantoran, pusat perbelanjaan,
restoran, hotel, dan yang lainnya.

Direction : Sebuah titik acuan/landmark baik berupa gedung, patung, dan sebagainya
di suatu kawasan yang dijadikan acuan arah jalan bagi pengguna jalan.

Gambar 36. Peta analisa Direction

33 
 
Berikut merupakan landmark yang menjadi acuan arah jalan menuju
kawasan CBD Sudirman yaitu :

Gambar 37. Gelora Bung Karno (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar 38. FX Sudirman (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar 39. Balai Sarbini (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

34 
 
Transition : Titik dimana orang dapat merasakan suasana yang berbeda dari titik
lainnya di ikuti dengan perubahan suasana yang jelas

Gambar 40. Peta analisa Transition

Pertemuan antara Gelora Bung Karno dengan area perkantoran


gedung tinggi.

Gambar 41. Area Transisi 1 GBK dan Gedung Perkantoran (Sumber : Dokumentasi
Pribadi)

35 
 
Pertemuan antara bangunan rendah dengan bangunan tinggi.

Gambar 42. Area Transisi 2 Bangunan Rendah dan Bangunan Tinggi (Sumber :
Dokumentasi Pribadi)

Area : Bagian-bagian lingkungan dimana orang-orang akan merasakan suasana


yang berbeda dari suasana lainnya. Dimana mereka merasa daerah tersebut
milik mereka ataupun lingkungan dimana orang merasa tempat tersebut
adalah lingkungan yang merupakan milik publik.

Gambar 43. Peta analisa Area

Memisahkan area CBD Sudirman dengan area sekitarnya seperti


area perkantoran lain dan Gelora Bung Karno. Membedakan suasana pusat
perkotaan dengan area pinggir kota.

36 
 
4.2 Experiental Landscape dalam kawasan CBD Sudirman

SCBD Sudirman sebagai Kota Beragam di wilayah Jakarta Pusat yang terus berkembang
memberikan sebuah pengalaman ruang bagi pengunjung yang khususnya berjalan kaki melewati
plaza maupun jalur pedestrian yang disediakan dan dirancang di kawasan ini.

Gambar 44. Jalur Pedestrian Dekat Restoran Lucy in The Sky (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Foto diatas merupakan suasana jalur pedestrian yang berada dekat restoran Lucy in The
Sky. Pengalaman ruang bagi pengunjung dapat terlihat dari jalur pedestrian yang dirancang dengan
memperhatikan kenyamanan pejalan kaki. Pengalaman ruang yang dirasakan bagi pejalan kaki
dirasakan dari beberapa elemen seperti adanya human scale, soid void¸ street furniture dsb.
Adanya soft edge dimana tepi yang transparan dan menyatu dengan lingkungan memberikan kesan
yang menyenangkan untuk berjalan kaki melewati jalur pedestrian.

37 
 
Gambar 45. Jalur Pedestrian Dekat Hotel The Ritz Carlton (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Terlihat pada foto di atas, bahwa SCBD Sudirman sebagai kawasan yang beragam tetap
memperhatikan kenyamanan jalur – jalur transportasi baik public hingga pejalan kaki. Jalur pejalan
kaki dengan kendaraan dipisahkan dengan trotoar yang ditanami dengan vegetasi dan pepohonan
yang rindang. Dalam penataannya, kawasan CBD Sudirman akan meningkatkan dan memperbaiki
keadaan jalur dan jalan seperti jalur khusus sepeda dan sepeda motor, tempat penyeberangan
pejalan kaki, halte, dan fasilitas khusus bagi penyandang difabel dan para lanjut usia.

Gambar 46. Keadaan Jalur Kendaraan dan Jalur Pedestrian Sebelum Penataan (Sumber: merdeka.com) 

38 
 
Gambar 47. Keadaan Jalur Kendaraan dan Jalur Pedestrian Setelah Penataan (Sumber: merdeka.com)

Hal ini dapat meningkatkan potensi positif agar pejalan kaki dapat berjalan dengan nyaman
dan aman di jalur pedestrian kawaasan CBD Sudirman serta penataan kota beragam yang baik.

Gambar 48. Jalur Pedestrian di Kawasan Gelora Bung Karno (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 49. Jalur Pedestrian di Kawasan Gelora Bung Karno (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

39 
 
Untuk jalur pedestrian di Gelora Bung Karno telah ditata dan dirancang dengan indah dan
rapi. Jalur ini juga di pisahkan dari jalur kendaraan, sehingga para pejalan kaki tidak terganggu
dengan sirkulasi kendaraan yang lalu lalang dan pejalan kaki dapat bebas berjalan kaki dengan
aman.

Plaza ini memberikan open space sebagai titik berkumpul penduduk baik local maupun
internasional. Maka landsekap yang baik di perlukan untuk memberikan kenyamanan seperti
penanaman pohon linear tiap jarak kurang lebih 1,8 meter, pemilihan material paving untuk
pejalan kaki dan penghijauan, penyediaan tempat sampah yang membedakan jenis – jenis sampah
hingga titik gutter untuk pelancaran air hujan.

4.3 Analisa Pemenuhan Sistem BRT TransJakarta dengan Standar BRT (Bus Rapid Transit)

Pada kawasan CBD Sudirman sistem transportasi umum merupakan fasilitas penting dalam
mendukung keberagaman kota pada kawasan CBD Sudirman, salah satunya adalah BRT yaitu bus
TransJakarta yang rutenya sudah mencakup seluruh Jakarta. Sebuah BRT memiliki standar
menurut ITDP (Institute for Transportation and Development Policy). Dengan standart tersebut
sistem transportasi khususnya BRT dapat berjalan dan memberikan pelayanan bagi masyarakat
termasuk dalam tatanan ruang kota. Berikut merupakan analisa pemenuhan standar BRT di Jakarta
sesuai dengan The BRT Standard :

4.3.1 Type of Dedicated Right-of-Way


Tabel 2. Analisa Pemenuhan Type of Dedicated Right-of-Way

Di kawasan CBD Sudirman jalur BRT (TransJakarta) sudah dipisahkan dengan pembatas,
perbedaan warna yang diperuntukan untuk jalur bus TransJakarta berwarna merah dan warna putih

40 
 
untuk garis pemisah, sehingga tidak mengganggu jalur kendaraan lainnya. Namun pada
penerapaannya belum terwujud karena pada kenyataannya kendaraan lain seperti mobil atau motor
masih mengambil jalur bus TransJakarta yang berdampak pada kemacetan dan ketidakefesienan
waktu tempuh.

4.3.2 Busway Aligment

Gambar 50. Konfigurasi 1 Jalur Bus 2 Arah di Median (Sumber: The BRT Standard)

Jalur transjakarta menggunakan konfigurasi 1 jalur bus 2 arah di median. Dengan


menggunakan konfigurasi ini menghadapi lebih sedikit konflik dengan kendaraan lain yang
membelok daripada yang berdekatan dengan trotoar karena gang, tempat parkir dan sebagainya.

Gambar 51. Konfigurasi 1 Jalur Bus 2 Arah di Median di Halte Bus Jl. Jendral Sudirman (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)

41 
 
4.3.3 Off Board Fare Collection

Tabel 3. Analisa Pemenuhan Off Board Fare Collection

Di halte transjakarta menggunakan sistem barrier - controlled sehingga lebih memudahkan


dalam pembayaran, efisiensi dalam kontrol dan waktu.

Gambar 52.Off Board Fare Collection - Barrier Controlled di Halte Bus Jl. Jendral Sudirman
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.3.4 Intersection Treatments

Tabel 4. Analisa Pemenuhan Intersection Treatments

42 
 
Terdapat signage larangan putar balik atau belok pada persimpangan yang terdapat jalur
khusus bus TransJakarta sesuai dengan standar yang ada untuk meminimalkan keterlambatan,
namun belum memiliki lampu lalu lintas khusus bus yang dianjurkan pada standar BRT.

4.3.5 Center Station

Tabel 5. Analisa Pemenuhan Center Station

Pada umumnya halte bus TransJakarta memiliki platform tengah yang memiliki layanan 2
arah sehingga lebih efisien sesuai dengan standar BRT.

4.3.6 Distance Between Stations

Tabel 6. Analisa Pemenuhan Distance Between Stations

Jarak antar stasiun atau halte bus TransJakarta Koridor 1 yang beroperasi dengan jurusan
Terminal Blok M sampai Stasiun BRT Stasiun Kota. Jalan-jalan yang dilalui koridor 1 adalah
sepanjang Jalan Sultan Hasanuddin, Jalan Trunojoyo, Jalan Sisingamangaraja, Sudirman, MH
Thamrin, Medan Merdeka Barat, dan Gajah Mada/Hayam Wuruk. Jarak antar halte pada koridor
1 ini adalah 650 meter yang telah memenuhi standar BRT.

43 
 
4.3.7 Safe and Comfortable Stations

Tabel 7. Analisa Pemenuhan Safe and Comfortable Stations

Pada stasiun halte bus Transjakarta di Jl. Jendral Sudirman sudah memiliki 3 elemen dari
4 elemen yang di sebutkan dalam teori standar BRT. 3 elemen yang sudah dimiliki pada stasiun
halte bus Transjakarta di Jl. Jendral Sudirman yaitu lebar kurang lebih 3 meter, dimana lebar ini
membuat penumpang dapat dengan mudah melewatinya dan berdiri tanpa merasa seperti terlalu
penuh. Stasiun halte bus Transjakarta ini terlindung dari cuaca tropis yang ada di Jakarta.
Keamanan yang cukup terang, transparan dan penjaga keamanan ada di dalam stasiun halte
Transjakarta, walau pada pengaplikasiannya kurang maksimal karena masih ada kasus kejahatan
seperti pencopetan dan pelecehan wanita. Kekurangannya adalah kurang menariknya halte
Transjakarta sehingga tidak terciptanya rasa permanen dan daya tarik yang akan menarik
masyarakat untuk menggunakan Transjakarta.

4.3.8 Universal Access

Tabel 8. Analisa Pemenuhan Universal Access

Akses halte bus Transjakarta di Jl. Sudirman yang universal sudah mulai diterapkan
namun belum lengkap, akses bagi difabel hanya berupa audivisual yaitu tactile pavement.

44 
 
4.3.9 Integration with Other Public Transport

Tabel 9. Analisa Pemenuhan Integration with Other Public Transport

Integrasi dengan kendaraan publik di halte bus Transjakarta di Jl. Sudirman masih dalam
perencanaan, dimana nantinya koridor ini akan terintegrasi dengan Stasiun Sudirman di stasiun
BRT Dukuh Atas dan Stasiun Jakarta Kota di stasiun BRT Jakarta Kota yang melayani KA
Commuter Jabodetabek. Jika MRT selesai dibangun, koridor tersebut akan terintegrasi dengan
MRT yang akan memudahkan transit dan mendukung konsep TOD dalam kawasan.

4.3.10 Pedestrian Access and Safety

Tabel 10. Analisa Pemenuhan Pedestrian Access and Safety

45 
 
Akses pedestrian pada halte bus Transjakarta di Jl. Sudirman sudah mulai nyaman dan
aman, namun saat malam hari masih belum terlalu aman.

4.4 Analisa Pengaruh CBD Sudirman sebagai Kota Beragam terhadap Sistem Transportasi

CBD Sudirman sebagai kota beragam dimana kawasan dengan konsep pengembangan
penggunaan campuran terpadu yang terletak di Jakarta Selatan. CBD Sudirman menjadi
pengembangan pusat daerah bisnis sehingga menjadikannya lokasi yang sangat metropolis dengan
berbagai gaya hidup karena sebagian besar bangunan yang berada di CBD Sudirman berupa
bangunan perkantoran dan juga pusat rekreasi yang tampil dalam wujud pusat perbelanjaan dan
juga gelanggang olahraga.

Dengan keberagaman tersebut maka sistem transportasi di kawasan CBD Sudirman


merupakan elemen penting dalam mendukung aktivitas yang saling overlapping. Hal ini
dikarenakan kepadatan aktivitas tinggi yang memerlukan sistem transportasi yang dapat
mendukung mobilitas di dalam perkotaan. Sistem transportasi di kawasan CBD Sudirman terdiri
dari sistem BRT TransJakarta, Kopaja, APTB dan MRT yang masih dalam tahap pembangunan.
Namun, sistem transportasi di kawasan CBD belum mencukupi standar yang dipaparkan di teori
A Pattern Language - Web of Public Transport, hal ini dikarenakan menurut teori sebuat sistem
jaringan transportasi yang baik adalah sistem transportasi yang saling terintegrasi antar moda
transportasi yang berbeda. Namun, hal ini belum terlihat pada kawasan CBD Sudirman karena
baru memiliki 1 moda transportasi umum yaitu bus (BRT), sedangkan moda transportasi MRT
masih dalam tahap pembangunan.

4.5 Analisa Pengaruh Sistem Transportasi terhadap Experience Landscape di CBD


Sudirman
Dengan penataan sistem transportasi yang baik sesuai dengan standart maka pengalaman
ruang dalam landsekap dapat muncul karena sistem transportasi berkaitan dengan kenyamanan
dan kemudahan pencapaian baik bagi pejalan kaki dan difabel. Hal tersebut memperhatikan
landsekap dan street furniture sebagai elemen pendukung dalam CBD Sudirman sebagai kota yang
beragam.

46 
 
Gambar 53. Jalur dan Infrastruktur di Jalan Sudirman (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Pengalaman ruang dalam landsekap terlihat dari pembagian jalan dan jalur yang juga ditata
dalam sistem transportasi seperti halnya pada Transjakarta di kawasan CBD Sudirman. Trotoar
dan mediasi hijau berperan sebagai pembatas sirkulasi kendaraan dan manusia agar aman dan
nyaman.

Gambar 54. Landsekap Jalur Pedestrian dan Kendaraan di Jalan Sudirman (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

47 
 
Gambar 55. Landsekap Jalur Pedestrian dan Kendaraan di Jalan Sudirman (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

RTH sebagai penghijauan memberikan kerindangan dan keindahan bagi pejalan kaki
maupun transportasi yang lewat serta permainan skala dari bangunan tinggi, pohon, jembatan
terhadap manusia dan jalan memberikan pengalaman ruang berbeda.

48 
 
BAB V

KESIMPULAN

Setelah melakukan kajian dan analisa terhadap kawasan CBD Sudirman yang mengacu
pada fungsi dan program serta tata ruang kota yang beragam dalam mencapai keberlanjutan kota
dan pengaruhnya terhadap sistem transportasi, kami mendapati:

Dampak CBD Sudirman sebagai kota yang beragam menciptakan overlapping fungsi dan
program terhadap experiental landscape dan sustainabiliy. Kepadatan bangunan dan RTH sebagai
wadah sosial dan penghijauan di kawasan CBD Sudirman tidak seimbang. Disamping itu, sistem
transportasi yang merupakan elemen terpenting dalam mendukung pergerakan aktivitas dan
kegiatan program di kawasan CBD Sudirman kurang lebih sudah memenuhi standar BRT yang
dibuat oleh ITDP tentang kriteria baik secara sistem maupun kenyamanan dan ketersediaan
fasilitas pendukung di sistem transportasi BRT CBD Sudirman.

Dengan acuan teori - teori, untuk mengatasi persoalan kota yang ada di kawasan CBD
Sudirman Jakarta Pusat maka kekurangan tersebut harus ditingkatkan lagi untuk memaksimalkan
tingkat efisiensi fungsi dan waktu serta himbauan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam
mewujudkan sistem transportasi yang efektif sesuai dengan konsep TOD yang sudah ada di
kawasan CBD Sudirman. Sehingga perlunya menata ruang kota yang lebih baik termasuk jalur
bagi pedestrian yang tidak melupakan jalur bagi difabel.

49 
 
DAFTAR PUSTAKA

Gehl, Jan. 1936. Cities For people. Island Press, Washington.

Alexander, Cristopher, 1977. A Pattern Language:Towns, Buildings, Construction. New York:


Oxford University Press

Moor, Malcolm and Rowland, Jon. 2006. Urban Design Future. Routledge, USA and Canada.

National Association of City Transportation Officials. 2013. Urban Street Design Guide.
Washington : Island Press

Thwaites, Kevin. 2007. Experiental Landscape. London: Taylor & Francis Ltd.

UNDP. 1995. Human Development Report 1995. New York: Oxford University Press

Institute for Transportation and Development Policy (ITDP). 2016. The BRT Standard 2016. New
York: ITDP.

https://properti.kompas.com/read/2012/08/16/12180659/konsep.quotmixed.usequot.untuk.jakarta
diakses pada 19 November 2018 pukul 13.15.

http://scbd.com/menu/page/milestone diakses pada 19 November 2018 pukul 17.05.

50 
 

Anda mungkin juga menyukai