Anda di halaman 1dari 47

24012019

Hal ini karena memilih warna untuk sebuah desain sangatlah subjektif, dan
terkadang, sangat ilmiah. Lalu bagaimanakah dengan desainer yang hanya
menginginkan sepalet warna yang terlihat bagus atau untuk membuat seorang
klien bahagia? Anda menyukainya atau tidak, pemilihan warna yang paling
efektif melampui preferensi pribadi – karena warna memiliki kemampuan luar
biasa yang dapat mempengaruhi suasana hati, emosi, dan persepsi; mengambil
dari arti budaya dan pribadi; dan menarik perhatian, secara sadar atau pun tidak
sadar.
Untuk desainer dan bagian pemasaran, tantangannya adalah menyeimbangkan
peran yang kompleks ini dengan warna yang menciptakan daya tarik, desain
yang efektif. Disanalah pemahaman dasar dari teori warna. Teori warna
tradisional dapat membantu Anda memahami warna yang pas (atau tidak) ketika
disandingkan dan efek seperti apa yang akan muncul dari kombinasi yang
berbeda didalam desain Anda.
Dan semuanya bermula dari roda warna.

Dasar: Memahami Warna


Roda Warna
Anda mungkin melihatnya di kelas seni sekolah, atau setidaknya familiar
dengan bentuknya yang lurus kebawah: warna primer dari merah, kuning dan
biru. Kita akan memulai dengan roda warna tradisional 12 warna, biasanya
sering digunakan oleh pelukis atau artisan yang lain. Ini adalah cara visual yang
paling mudah untuk memahami hubungan warna yang satu dengan yang lain.
Roda warna adalah semua hal tentang mencampurkan warna. Campurkan warna
primer atau warna dasar merah, kuning, dan biru, dan Anda akan mendapatkan
warna sekunder pada roda warna: oranye, hijau, dan ungu. Campurkan warna-
warna itu dengan warna primer, dan Anda akan mendapatkan warna level ketiga
pada roda warna, warna tersier. Termasuk warna merah-oranye, kuning-oranye,
kuning-hijau, biru-hijau, biru-ungu, dan merah-ungu. Warna-warna primer dan
tersier (dengan tambahan warna nila) juga merupakan bagian dari spektrum
warna yang terlihat, atau “warna pelangi.” Anda mungkin mengingat singkatan
dari “mejikuhibiniu” sebagai anak ketika diminta untuk menghafal warna-warna
ini: merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.
Cara pemahaman terhadap warna seperti ini juga dikenal sebagai model
subtraktif, yang didalamnya sudah termasuk pencampuran warna-warna pigmen
seperti paint atau ink – keduanya adalah roda warna tradisional dan sistem
warna CMYK yang kategorinya digunakan oleh mesin pencetak. Lawan dari
model warna yang adiktif, termasuk didalamnya adalah campuran warna-warna
terang (seperti warna yang Anda lihat di layar komputer atau televisi Anda) dan
menggunakan set warna dasar yang berbeda: merah, hijau, dan biru, seringnya
disingkat menjadi RGB (red, green, blue).
Di Canva, kami memiliki roda warna versi Canva sendiri yang bisa Anda pilih
warnanya. Setiap warna yang Anda pilih akan diidentifikasi dengan sebuah
nilah heksadesimal (atau kode hex), enam digit kombinasi warna dan/atau huruf
(seringnya berawalan #) digunakan pada banyak pogram desain untuk
mengidentifikasi warna-warna spesifik ketika mendesain untuk situs.

Terminologi Warna
Sebelum kita berlanjut ke bagaimana cara menggunakan roda warna untuk
menciptakan palet warna untuk desain Anda, mari kita pelajari dulu beberapa
terminologi berkaitan dengan warna yang akan membantu Anda memahami tipe
warna berbeda yang mungkin Anda gunakan sebagai proyek desain Anda:

 Hue: sinonim kata dari “warna” atau nama dari sebuah warna spesifik;
secara tradisional digunakan untuk mengacu kepada 12 warna dasar pada
roda warna
 Shade: warna yang digelapkan dengan warna hitam
 Tone: warna yang diredupkan dengan warna abu-abu
 Tint: warna yang diterangkan dengan warna putih

 Saturasi: mengacu pada intensitas atau kemurnian warna (semakin dekat

warna akan mendekati abu-abu, maka semakin terdesaturasi warnanya)


 Value: mengacu kepada keterangan atau kegelapan dari sebuah warna

Harmoni Warna
Setelah hal-hal teknis mengenai warna, mari beralih ke bagaimana roda warna
dapat menjadi sumber praktis dalam memilih warna untuk sebuah proyek
desain. Kita bisa menggunakan sebuah nomer dari palet klasik pada roda warna
yang telah digunakan selama ratusan tahun oleh pelukis untuk menciptakan
keseimbangan dan komposisi visual yang bagus (atau kontras tinggi dan
menonjol). Pada kebanyakan aplikasi desain, skema warna-warna ini harus
dipisah menjadi satu warna dominan - karena sering muncul pada desain, atau
karena warna tersebut menonjol ketika dibandingkan dengan warna-warna lain
– dan satu atau lebih banyak aksen warna.
1) Monokromatik: berbagai shade, tone, atau tint dari satu warna; contohnya
berbagai jenis warna biru dari yang terang sampai gelap; tipe skema seperti ini
biasanya lebih halus dan konservatif
2) Analog: hue yang berdampingan satu sama lain pada roda warna; tipe skema
seperti ini sangat serba guna dan dapat dengan mudah diaplikasikan pada
proyek desain
3) Komplementer: berlawanan pada roda warna, seperti merah/hijau atau
biru/oranye; warna komplementer memiliki kontras dan intensitas tinggi, namun
juga cukup susah untuk diaplikasikan secara seimbang, dan harmoni (terutama
pada bentuk murni warna tersebut, dapat dengan mudah bentrok pada sebuah
desain)
4) Komplementer-Split: setiap warna pada roda warna ditambahkan dua yang
mengapit pelengkapnya; skema ini memiliki kontras visual yang kuat, namun
juga tidak terlalu menonjol dari sebuah kombinasi warna komplementer
5) Triadic/Komplementer-Ganda: pasangan dua warna komplementer; skema ini
menarik perhatian, tapi mungkin akan sulit diaplikasikan lebih dari satu pasang
warna komplementer, karena terlalu banyak warna sulit diseimbangkan. Jika
Anda menggunakan tipe skema ini, Anda mungkin akan memilih satu dari
empat warna untuk menjadi dominan dan mengatur saturasi/value/lain-lain dari
beberapa atau semua warna sehingga semua warnanya bekerja dengan baik pada
bagian-bagian desain Anda, seperti teks dan latar belakang.
Inspirasi Warna
Sebagai tambahan kombinasi warna yang ditemukan pada roda warna, alam
menyediakan inspirasi tidak terbatas untuk skema warna yang harmonis. Untuk
23 palet menakjubkan yang diambil dari fotografi alam (juga terinspirasi dari
perjalanan, makanan & minuman, dan barang sehari-hari), coba cek artikel
Sekolah Desain kami yang lain, “100 Kombinasi Warna yang Brilian dan
Bagaimana Cara Menggunakanya pada Desain Anda.”
Warna juga dapat dipasangkan dengan suhu (warna hangat atau dingin), saturasi
(warna tajam yang terlihat bermuda, sementara yang redup terlihat
sangat vintage), suasana hati (cerah & menyenangkan, gelap & serius), tema
(lokasi, musim, hari libur), dan kualitas-kualitas lain. Untuk menjelajahi skema
warna yang berbeda, coba lihat salah satu peralatan memilih warna yang
tersedia secara online; beberapa bahkan mengizinkan Anda untuk mengunggah
gambar untuk mengidentifikasi skema warnanya. Beberapa mencoba untuk
melingkupi Paletton, Adobe Colour CC (sebelumnya Kuler),
dan ColorExplorer). Jika Anda menggunakan Chrome sebagai browser, Anda
bisa mengunduh Eye Droppper tambahan, yang membantu Anda
mengidentifikasi dan menarik warna langsung dari situs.

Melihat ke berbagai periode sejarah yang berbeda dan gerakan seni untuk
inspirasi warna bisa menjadi tehnik yang bagus. Palet dibawah ini
mendemostrasikan warna-warna hangat, warna ringan yang sering digunakan
pada lukisan Impresionis; tajam, penggunaan kombinasi yang tidak biasa oleh
Pra-Impresionis; lembut, karakteristik warna membumi dari gerakan Seni
Nauveau; dan terang, menonjol seperti pop art.

Psikologi Warna
Warna ada di sekeliling kita. Entah kita menyadarinya atau tidak, warna
menjadi memiliki peran besar didalam hidup kita sehari-hari. Warna menarik
perhatian Anda untuk sebuah alasan. Bagaimana dengan kotak sereal yang Anda
beli di supermarket meski pun sedikit lebih mahal dari yang lain? Anda
mungkin sudah tertarik dengan warna dari kemasannya. Warna punya caranya
sendiri dalam bahasanya…kenapa kita menyebut orang “terlihat merah” ketika
mereka sedang marah atau “feeling blue” ketika mereka sedih? Karena warna
memiliki koneksi yang unik dengan perasaan dan emosi kita.
Namun orang memikirkan atau mempunyai pengalaman terhadap warna dengan
cara yang sama. Arti dan simbolisme yang mengasosiasikan kita dengan warna
berbeda telah mempengaruhi sebuah pemahaman oleh budaya dan kelompok
sosial yang kita identifikasi. Mari kita lihat kesamaan arti yang diasosiasikan
dengan warna dasar pada budaya Barat:
Simbolisme Warna

 Merah: Warna ini dapat mengkomunikasikan ide yang berbeda tergantung


konteksnya. Karena merah berasosiasi dengan api, sehingga merah dapat
merepresentasikan kehangatan – atau bahaya. Karena merah juga adalah
warna darah, warna ini juga dikonsiderasikan sebagai warna yang
berenergi, warna yang hidup dan juga diasosiasikan dengan sesuatu yang
berhubungan dengan hati, dan terkadang kekerasan.
Arti alternatif: Di beberapa budaya Timur, merah menyimbolkan
keberuntungan dan kesejahteraan dan juga sebagai warna yang dipakai oleh
pengantin wanita di hari pernikahan mereka. Sementara di dunia, merah telah
diasosiasikan dengan berbagai gerakan politis dan simbol revolusi.
Pada branding: Merah sering dikomunikasikan dengan kekuatan, kepercayaan
diri, dan kekuatan dan warna yang sangat menonjol.
 Oranye: Juga sebuah warna yang berapi-api, oranye mengkombinasikan
kehangatan dari merah dengan keceriaan warna kuning untuk
sebuah hueyang mengkomunikasikan aktifitas, energi, dan optimisme.
Warna ini juga diasosiasikan dengan musim panen atau musim gugur.
Arti alternatif: Di India, saffron, shade dari warna oranye yang spesifik,
dikonsiderasikan sebagai kesucian. Di Jepang, warna oranye adalah warna yang
menyimbolkan cinta.
Pada branding: Oranye sering merepresentasikan kemudaan dan kreatifitas.
Emas yang juga salah satu tipe dari oranye atau kuning namun
tergantung huenya sendiri, adalah sebuah simbol dari kemewahan dan kualitas
tinggi.
 Kuning: Sebagai warna dari matahari, kuning sering dikomunikasikan
dengan kebahagiaan, keceriaan, keramahan, dan kesegaran dari musim
semi. Warna ini juga bisa menjadi peringatan sinyal atau perhatian
terhadap bahaya pada beberapa konteks. Beberapa variasi (terutama
kuning yang telah terdesaturasi dan kuning kehijauan) dapat terlihat sakit
atau tidak menyenangkan; berdasarkan sejarah, kuning terkadang
diasosiasikan dengan penyakit dan karantina.
Arti alternatif: Pada beberapa budaya Timur dan Asia, kuning diasosiasikan
dengan kebangsawanan dan peringkat tinggi. Di beberapa bagian Afrika dan
Amerika Latin, kuning adalah warna berduka yang tradisional.
Pada branding: Kuning murni/cerah melakukan tugas menarik perhatian dengan
baik, namun bisa jadi sangat mengganggu atau sulit untuk dilihat (misalnya,
ketika teks berlawanan dengan latar belakang warna kuning terang atau
sebaliknya) jika tidak digunakan dengan hati-hati.

 Hijau: Ini adalah warna alam, tumbuhan hidup, dan pertumbuhan.


Contohnya, hijau sering dikomunikasikan dengan kesehatan, kesegaran,
atau kualitas “alami.” Hijau tua dapat merepresentasikan kekayaan (atau
hal-hal yang memiliki relasi dengan uang) dan kestabilan.
Arti alternatif: Di beberapa budaya yang menganut Islam, hijau adalah warna
yang suci. Hijau juga diasosiasikan dengan Irlandia, dan dengan perpanjangan,
Hari Santo Patrick dan daun keberuntungan semanggi yang memiliki empat
helai.
Pada branding: Merek atau produk yang ingin memberikan kesan “hijau” (rasa
alami, sehat, berkelanjutan, ramah lingkungan, organik, dan lain-lain) sering
digunakan sebagai warna yang diinspirasi alam seperti hijau dan cokelat.

 Biru: Warna dari laut dan langit, warna ini sering mengkomunikasikan
kedamaian, kualitas yang bersih. Sebagai lawan kata dari berenergi,
warna yang lebih dingin, biru dilihat sebagai warna yang menenangkan.
Pada beberapa konteks, biru dapat merepresentasikan kesedihan atau
depresi.
Arti alternatif: Di budaya Timur Tengah, biru secara tradisional memiliki arti
sebagai perlindungan dari iblis. Karena asosiasi warna biru dengan surga, biru
menyimbolkan keabadian dan/atau spiritual di berbagai budaya.
Pada branding: Biru digunakan secara luas dan salah satu warna yang serba
guna. Secara umun digunakan untuk mengkomunikasikan kepercayaan,
keamanan, dan kestabilan. Biru tua adalah pilihan yang populer dengan konteks
perusahaan, karena warna ini memiliki rasa serius, konservatif, dan kualitas
profesional.
 Ungu: Ungu secara tradisional diasosiasikan dengan kesetiaan,
keagungan, atau kehormatan. Warna ini juga memiliki konotasi
spiritual/mistis atau keagamaan.
Arti alternatif: Pada banyak budaya di seluruh dunia, ungu merepresentasikan
kaum bangsawan atau kekayaan; meski pun begitu, di Thailand dan beberapa
bagian Amerika Selatan, warna ini diasosiasikan dengan berduka.
Pada branding: Shade yang lebih gelap biasanya masih menyimbolkan
kemewahan, sementara shade warna yang lebih terang dapat dikaitkan dengan
feminim atau kekanak-kanakan.
 Hitam: Seperti merah, hitam memiliki banyak arti (terkadang
berlawanan). Warna ini dapat merepresentasikan kekuatan, kemewahan,
kecanggihan, dan ekslusif. Di satu sisi, hitam dapat menyimbolkan
kematian, iblis, atau misteri. Pada pakaian, hitam secara umun
mengkomunikasikan formalitas (pesta “dasi hitam”) atau
berduka/kesedihan (sebagai warna tradisional yang digunakan ke
pemakaman).
Arti alternaif: Di beberapa budaya Asia dan Amerika Latin, hitam
dikonsiderasikan sebagai warna yang maskulin. Di Mesir, hitam menandakan
kelahiran kembali. Di banyak budaya yang lain, warna ini diasosiasikan dengan
sihir, takhyul, atau nasib buruk – atau, semacam, tidak dapat dijelaskan atau
tidak diketahui.
Pada branding: Hitam juga secara luas digunakan sebagai kenetralan, meskipun
warna ini masih dapat menyampaikan arti seperti penjelasan diatas tergantung
konteks. Banyak desain yang secara sederhana berwarna hitam dan putih, entah
hal tersebut pilihan yang disengaja atau hanya untuk berhemat pada biaya cetak.
Warna lain dapat terlihat lebih terang dan lebih intens ketika disandingkan
dengan hitam.

 Putih: Sebagai warna cahaya dan salju, putih juga sering


merepresentasikan kemurnian, tidak bersalah, kebaikan, atau
kesempurnaan (dan secara tradisional dikenakan oleh pengantin wanita),
namun juga bisa dikaitkan sebagai telanjang bersih atau steril.
Arti alternatif: Di Cina, warna putih adalah warna berduka. Putih
merepresentasikan kedamainan di berbagai budaya – bendera putih adalah
simbol universal dari gencatan senjata dan penyerahan diri.
Pada branding: Putih sering dikomunikasikan dengan kesederhanaan atau
kebersihan, kualitas modern. Desainer yang mencari esensi minimalis akan
sering menggunakan banyak warna putih.

Warna pada Desain


Menambahkan warna pada desain melibatkan lebih banyak dari sekedar
memilhi dua atau tiga hue dan menggunakan warna-warna ini secara merata
pada bagian latar belakang Anda. Pengaplikasian warna secara efektif kepada
sebuah proyek desain membutuhkan banyak sekali keseimbangan – dan lebih
banyak warna yang Anda pilih, semakin rumit untuk mencapai keseimbangan.
Sebuah cara yang mudah tentang konsep ini adalah dengan membagi warna
pilhan Anda kedalam warna dominan dan aksen. Warna dominan akan menjadi
warna yang terlihat dan paling sering digunakan pada desain Anda, sementara
satu warna aksen yang lain atau lebih akan melengkapi dan menyeimbangakn
warna utama. Memperhatikan bagaimana warna-warna ini berinteraksi dengan
satu sama lain – jumlah (atau kekurangan) dari kontras, kemudahan dalam
membaca jika ada teksnya, perasaan seperti apa yang diciptakan oleh warna-
warna tersebut, dan lain-lain – akan membantu Anda menemukan palet yang
sempurna untuk tujuan desain Anda.
Pedoman utama untuk menggunakan sebuah dasar, palet tige warna pada sebuah
desain dikenal dengan peraturan 60-30-10. Metode ini sering digunakan pada
desain interior, juga dapat diaplikasikan secara efektif pada proyek situs atau
desain cetak. Secara sederhana buat jumlah cue dominan Anda 60% pada warna
desain, sementara itu dua aksen warna pada 30% dan 10%. Sebuah analogi yang
bagus untuk memahami bagaimana pekerjaan ini menggambarkan sebuah stelan
jas pria; warna jas dan celana dihitung 60% secara keseluruhan pakaian; kemeja
dihitung 30%; dan dasi biasanya menggunakan sebuah hitungan dari warna
terang pada 10% - menciptakan keseimbangan, tampilan yang terpoles.
Cara lain untuk membuat palet warna Anda tetap sederhana dan seimbang
adalah menggunakan shade dan tint (atau lebih terang dan gelap dari hue yang
sudah dipilih). Dengan cara seperti ini, Anda dapat memperluas pilihan warna
Anda tanpa membuat desain Anda dengan warna pelangi.
Warna pada Pemasaran & Branding
Pengenalan merek biasanya sangat terikat dengan warna. Misalnya Coca Cola,
Facebook, atau Starbucks, dan Anda akan langsung menamai warna yang
mereknya berasosiasi dengan warna.
Sebuah penelitian dari Universitas Winnipeg, berjudul “Impact of Color
Marketing,” menemukan bahwa penilaian orang terhadap produk biasanya
berawal dari warna (dengan penilaian 60%-90% - yang hanya membutuhan 90
detik – berdasarkan warnanya saja). Ini artinya, pada desain, warna bukan hanya
sekedar pilihan artistik, namun juga keputusan bisnis yang penting –
mempengaruhi semua hal dari persepsi konsumen tentang sebuah merek atau
produk yang dijual.
Meski pun begitu, ketika memilih sebuah skema warna untuk logo atau merek
Anda, Anda tidak harus patuh dengan tradisional, simbolis, atau metode
stereotip. Tidak ada bukti proses atau peraturan yang susah-dan-cepat ketika
sudah berhadapan dengan memilih warna. Hal terpenting adalah apakah warna
dan bagaimana ini digunakan sudah cocok dengan karakter merek dan konteks
pasar. Untuk beberapa inspirasi, kunjungilah BrandColors, sebauh situs yang
mengumpulkan pedoman visual (dengan kode heks) untuk pemilihan warna
oleh merek yang dikenal dari seluruh dunia.

Sistem Warna RGB vs. CMYK


Ketika Anda bekerja pada sebuah proyek desain yang akan butuh untuk dicetak,
layar komputer Anda tidak dapat secara akurat menampilkan warna
sebagaimana terlihat pada kertas. “Apa yang Anda lihat” bukan “apa yang Anda
dapatkan,” karena monitor/layar digital dan mesin cetak menggunakna sistem
warna yang berbeda: RGF dan CMYK. RGB mengacu pada titik-titik kecil
warna merah, hijau, dan biru terang yang dikombinasikan untuk menampilkan
warna yang terlihat pada layar; sementara CMYK singkatan dari tinta myan,
magenta, kuning (yellow) dan hitam (black) yang dicampurkan oleh mesin cetak
untuk membentuk warna-warna cetak. Karena warna RGB menggunakan
banyak spektrum ruang warna yang lebih luas dari CMYK, perlu dicatat bahwa
beberapa desainer awalnya ingin membuat proyek cetak di RGB untuk pilihan
warna yang lebih banyak, tapi kemudian mengubah desain menjadi CMYK
sebelum dicetak.
Karena perbedaan ini, desainer membutuhkan cara untuk mendapatkan hasil
warna yang konsisten ketika bekerja menggunakan kedua sistem tersebut –
contohnya, Anda mendesain sebuah logo untuk digunakan pada situs namun
juga akan dicetak pada kartu nama. Disinilah saat dimana Sistem Pemasangan
Panton (Pantone Matching System, PMS) dapat membantu. Warna dapat
dipasangkan untuk situs dan cetak (dengan berbagai tipe permukaan cetak)
untuk memastikan sebuah tampilan yang seragam. Sistem Pantone membuat hal
ini menjadi mudah untuk desainer, klien, dan mesin cetak untuk berkolaborasi
dan memastikan tampilan akhir produk sesuai dengan yang direncanakan.

Warna: Pahamilah, jelajahi dan cintai!


Ada beberapa orang yang mempelajari sesuatu secara spesial seperti teori warna
dan psikologi atau warna neuro – ini adalah subjek kompleks yeng berakhir
pada pertemuan dari seni dan sains. Namun kedinamisan itu adalah bagian dari
apa yang membuat desain begitu menarik dan peralatan yang efektif untuk
pemasaran. Meski pedoman ini mungkin hanya sebatas serpihan di permukaan,
kami berharap ini dapat membantu Anda membuat menerima cukup informasi,
dan lebih efektif dalam pemilihan warna untuk penggunaan proyek personal
atau profesional. Selamat mendesain!

https://www.canva.com/id_id/belajar/teori-warna/
Mencetak dan membuat digital proofing warna khusus
(artikel diolah dari beberapa sumber dan http://www.color.org/CxF_test.xalter)

Mencetak berkas desain yang mengandung warna khusus sebenarnya bukan hal baru, warna khusus
(spot colors) dipakai untuk memvisualkan warna-warna yang dianggap penting namun tidak dapat
direproduksi oleh warna proses CMYK (out of gamut), seperti warna-warna identitas (brand colors).
Warna-warna metalik seperti emas atau perak, warna-warna yang berpendar (fluorescent) dan
beberapa warna-warna yang kuat (vivid) adalah contoh warna-warna yang biasanya tidak bisa dicetak
dengan menggunakan kombinasi warna proses CMYK oleh karena itu perlu dicetak dengan tinta warna
khusus.

Gambar 1: Warna khusus

Bagi percetakan warna khusus bukan hanya dalam pengertian warna itu sendiri, tetapi dalam
beberapa kasus dengan alasan teknis percetakan dengan sengaja menggunakan tinta warna khusus
dan bukan kombinasi warna proses CMYK.

Kendala TVI dan Tranparency

Gambar 2 Warna turunan

Perlu diketahui bahwa penggunaan tinta warna khusus mempunyai konsekuensi sendiri. Di lapangan
kita jumpai ada 2 cara mempersiapkan/membuat tinta warna khusus, yaitu:

1. Tinta warna khusus dipesan oleh percetakan kepada supplier (pabrik tinta atau perusahaan Color
matching) untuk membuat sesuai dengan warna yang dipesan. Dalam hal ini diharapkan pihak
supplier sudah memperhitungkan faktor metameri dan properti tinta lainnya seperti keenceran dan
kelengketan tinta yang dapat mempengaruhi nilai pengembangan titik raster (TVI = tone value
increase) serta sifat tembus (transparency).

2. Tinta warna khusus diaduk di lokasi percetakan dari beberapa macam tinta dasar (basic inks). Proses
pencampuran bisa dilakukan oleh staf pabrik tinta yang diperbantukan atau oleh karyawan percetakan
yang terlatih, dalam hal ini kita paham bahwa keterbatasan aneka tinta dasar dan kimia pendukung,
peralatan pencampuran, peralatan pengukuran serta kondisi ruang pencampuran.

Gambar 3 Warna tumpukan

Dua deret warna tersebut dicetak dengan komposisi Cyan dan Yellow yang sama, tetapi dicetak dengan tinta Yellow yang
berbeda, pada deret bawah tinta Yellow sedikit lebih pekat dari pada tinta Yellow yang dipakai mencetak deret atas.

Meskipun demikian kedua proses pembuatan tinta warna khusus tersebut diatas yang sama-sama
mencocokan warna hanya pada warna solid (pencocokan warna khusus dengan beberapa variasi
ketebalan tinta) dan kadang-kadang dilengkapi dengan menumpuk tinta diatas warna hitam, belum
mampu memberikan informasi bagaimana hasil cetak apabila diaplikasikan pada warna turunan
(tint/gradient) dan warna tumpukan (overprint) yang tepat.

Ini berkaitan dengan sifat tinta dan kondisi pencetakan yang mempengaruhi nilai TVI, apabila pada
pencetakan warna khusus yang sama terjadi nilai TVI berbeda maka tampilan warna turunannya akan
berbeda juga. Demikian juga dengan sifat tembus tinta dan kondisi pencetakan (ink trapping) yang
berbeda akan menghasilkan cetakan warna tumpukan yang berbeda.

Dengan demikian baik print buyer maupun percetakan hanya dapat memprediksi warna solid dan
metameri (karena metode ink proof), tetapi untuk memprediksi warna turunan dan warna tumpukan
dibutuhkan pencetakan nyata atau dengan metode digital proofing yang dapat mengadopsi format
CxF/X-4.

CxF/X-4 – karakteristika tinta warna khusus

Mengadopsi format pertukaran warna (CxF = Color eXchange Format) dari X-Rite, ISO 17972-4:2015
Graphic technology -- Colour data exchange format (CxF/X) -- Part 4: Spot colour characterisation
data (CxF/X-4) mendefinisikan format CxF/X-4 yang dapat digunakan untuk menyimpan data
karakteristika tinta warna khusus. Karakteristika tinta warna khusus yang dimaksud antara lain data
spektral yang didapat dari pengukuran beberapa potong warna dalam bagan seperti Gambar 4. Bagan
terdiri dari 2 deretan warna khusus dan turunannya yang pertama dicetak diatas materi kertas
tertentu dan yang kedua diletakan pada bagian yang sebelumnya sudah tercetak dengan tinta warna
hitam.

Percetakan mencetak bagan warna khusus tersebut dengan kondisi penyetelan yang standar, seperti
yang disarankan warna hitam dicetak terlebih dahulu baru warna khusus yang akan diukur (mencetak
wet on dry), target density warna (basah) solid dapat diberikan oleh pabrik tinta / color matching
supplier. Cetakan diukur dengan menggunakan aplikasi CxF/X-4 toolbox dan hasil pengukuran
disimpan dalam format CxF/X-4.

CxF/X-4 dapat disimpan dalam format PDF 2.0 sehingga aplikasi digital proofing yang memproses
berkas PDF 2.0 dengan data warna khusus dapat memvisualkan warna-warna khusus sesuai dengan
hasil cetak akhir. Catatan: meskipun ekstensi ini didefinisikan oleh PDF 2.0, spesifikasi ini sudah
ditetapkan untuk memungkinkan mereka digunakan dalam PDF versi 1.x.

Standar ini diharapkan memberikan cara yang lebih dapat diandalkan dan diterapkan dalam aplikasi
digital proofing.

Gambar 4 Bagan untuk pengukuran warna khusus

Digital proofing berkas dengan tinta warna khusus

Mencetak dengan warna khusus harus konsisten, baik materi cetak (kertas dan tinta) maupun kondisi
pencetakannya, oleh karena itu mengadopsi profil yang dibuat secara global akan mengalami
kesulitan tersendiri, karena pencapaian toleransi sulit untuk diprediksi.

Menyadari hal ini ATGMI menginisiasi pembuatan profil tinta warna khusus di percetakan PT. Citra
Sastra Grafika (Jakarta Barat), proyek ini akan mencetak 18 warna khusus produk Cemani Toka yang
disusun dalam bagan seperti Gambar 4 dengan tiga macam materi cetak yang berbeda, yaitu Karton
Ivory produksi Indah Kiat, Karton Dupleks produksi Indah Kiat dan Kanton Dupleks produksi Pakerin.

Setelah pencetakan, hasil cetak diukur dan disimpan dalam format CxF/X-4. Data kemudian disimpan
dalam aplikasi digital proofing sebagai target profil. Dengan demikian digital proofing dengan berkas
yang mengandung warna khusus dapat dibuat digital proofing nya.

Laporan selengkapnya akan dipresentasikan dalam seminar sehari ATGMI dengan thema “THE
STANDARDIZED WORKFLOW IN PACKAGING PRINTING: THE USE OF BRAND COLORS” pada hari Rabu tanggal 20Juli
2016 di Hotel Menara Peninsula, Jakarta 11410. Bagi semua yang berkepentingan dengan
penggunaan warna khusus disarankan dapat berpartisipasi di seminar ini.

Diposting oleh Herman Pratomo di 22.38 3 komentar:

Label: brand color, proofing, Spot Color, warna khusus

Kamis, 26 November 2015

Kondisi pengukuran M0, M1, M2 & M3 sesuai ISO 13655


Pengantar

Hampir semua kertas dan karton yang dipergunakan sebagai bahan cetak dan kemasan menggunakan
bahan pemutih yang disebut OBA (optical brightening agent) atau FBA (fluorescent brightening agent)
atau FWA (fluorescent whitening agent). Bahan OBA tersebut memiliki sifat yang dapat menyerap cahaya
ultraviolet sampai violet dengan panjang gelombang spektral antara 340nm hingga 400nm serta
memendarkan kembali menjadi cahaya biru dengan panjang gelombang antara 420nm hingga 470nm
(https://en.wikipedia.org/wiki/Optical_brightener).

Sementara itu alat ukur sprektrofotometer pada masa lalu masih menggunakan pencahayaan tunggal
yaitu lampu tungsten yang mempunyai spektral pencahayaan mirip dengan standar pencahayaan CIE A
(lihat: http://pengantar-warna.blogspot.co.id/2013/01/memahami-pencahayaan_9229.html). Kondisi
pengukuran tersebut (dengan cahaya tunggal mirip pencayahaan standar A) disebut Kondisi Pengukuran
M0.

Pencahayaan standar CIE A tersebut mengandung sedikit sinar ultraviolet, yang konsekuensinya tidak
mudah dapat mensimulasikan pencahayaan standar CIE D50. Oleh karena itu sejak tahun 2009, hampir
semua pembuat alat ukur spektrofotometer melengkapi sumber pencahayaan dengan cahaya tambahan
yang mampu memberikan porsi spektral kuat cahaya yang lebih besar di bagian cahaya ultraviolet dan
violet.

Artikel ini mencoba memberikan kejelasan tentang latar belakang, definisi kondisi pengukuran dan
penggunaannya.

ISO 13655 Graphic technology — Spectral measurement and colorimetric computation for
graphic arts images mendefinisikan kondisi pengukuran singkatnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Kondisi pengukuran M0

Mereferensikan penggunaan spektrofotometer yang menggunakan cahaya tunggal jenis lampu pijar yang
mempunyai distribusi kuat cahaya relatif mirip dengan pencahayaan standar CIE A (pencahayaan
standar tersebut mempunyai korelasi dengan temperatur warna 2.856 K)

Penekanan kesesuaian terhadap pencahayaan standar CIE A pada nilai spektral dengan panjang
gelombang antara 400nm hingga 700nm membuat porsi kuat cahaya di bagian ultaviolet (UV) terabaikan.
Oleh karena itu apabila dibutuhkan informasi lebih yang dapat menunjukan pengaruh sifat berpendarnya
cahaya yang disebabkan oleh hadirnya cahaya ultraviolet maka direkomendasikan menggunakan alat
ukur spektrofotometer dengan kondisi pengukuran M1.

Kondisi pengukuran M1

Untuk meminimalisasi perbedaan hasil pengukuran dengan berbagai alat ukur yang disebabkan adanya
sifat pemendaran kembali dari OBA di dalam kertas dan/atau pemendaran kembali dari tinta cetak
dibutuhkan pencahayaan dalam alat ukur yang cocok dengan pencahayaan standar CIE D50.

Penggunaan alat ukur dengan kondisi pengukuran M1 dapat memberikan konsistensi pengukuran
dengan analisa visual di bawah kotak cahaya (light box / viewing booth) yang sesuai dengan persyaratan
ISO 3664.

Ada dua metode yang memungkinkan alat ukur spektrofotometer dapat memenuhi kesesuaian dengan
kondisi pengukuran M1.

1. Distribusi kuat spektral dari alat ukur yang sampai pada bahan yang diukur harus sesuai
dengan pencahayaan standar CIE D50. Juga sesuai dengan persyaratan pada kondisi
pemantauan P1 pada ISO 3664. Metode ini harus digunakan ketika pengaruh OBA dan warna-
warna berpendar (fluorescent) menjadi fokus perhatian.
2. Sebuah metode kompensasi yang dapat mengontrol dan mengatur kuat radiasi pada
bagian sinar UV dapat dipergunakan tanpa harus mengubah atau menambah sumber cahaya. Ini
dapat dilakukan dengan mengatur pencahayaan sehingga dicapai kuat cahaya relatif sesuai
dengan pancahayaan standar CIE D50. Kompensasi ini ditujukan untuk mengkoreksi pengaruh
pemendaran oleh OBA pada materi cetak.
Kesesuaian alat ukur terhadap kondisi pengukuran M1 dapat dievaluasi dengan cara mengukur materi
acuan teruji (CRM - certified reference material). Pengukuran dengan dan tanpa energi UV akan
menunjukan perbedaan nilai CIE b* lebih besar dari 3.

Kondisi pengukuran M2

Untuk mengabaikan perbedaan pengukuran akibat terjadinya pemendaran dari OBA perlu membatasi
cahaya ultraviolet agar tidak sampai pada materi yang akan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan
melengkapi mekanisme alat ukur spektrofotometer dengan menambahkan sebuah filter diantara sumber
cahaya dengan materi yang akan diukur

Pada alat spektrofotometer umumnya ditambahkan filter UV-cut tyang mempunyai karateriska
transparensi sebagai berikut:

 Untuk panjang gelombang diatas 420nm, tingkat tranparensi lebih besar daripada 85%;
 Pada panjang gelombang 410 nm, tingkat transparensi lebih kecil daripada 50%;
 Pada panjang gelombang 400 nm, tingkat transparensi lebih kecil daripada 10%;
 Pada panjang gelombang 395 nm, tingkat transparensi lebih kecil daripada 1%.

Dengan data pengukuran M2 dapat ditentukan apakah materi yang diukur tersebut mengandung OBA
atau tidak. Apabila tidak terlihat adanya perbedaan yang berarti pada pengukuran dengan kondisi M0, M1
dan M2 maka dapat dipastikan materi yang diukur tersebut tidak mengandung OBA.

Kondisi pengukuran M3

Meskipun pantulan cahaya langsung adalah yang paling utama dan cepat mencapai mata kita, kadang
kala terjadi pembauran kuat radiasi akibat refleksi cahaya lainnya. Menginstalasi sebuah filter polarisasi
silang akan meniadakan refleksi cahaya yang tidak diinginkan.

Namun filter-filter semacam ini akan mengabsorbsi cahaya ultraviolet pada kadar yang lebih tinggi
daripada sebuah filter UV-cut, oleh karena itu penggunaan filter polarisasi tersebut biasanya digabung
dengan penggunaan filter UV-cut (lihat kondisi pengukuran M2).

Kondisi pengukuran M3 biasanya diaplikasikan untuk mengontrol ketebalan tinta cetak pada cetak offset
litografi lembaran. Data pengukuran M3 yang dikonversikan ke nilai density biasanya tidak menunjukan
perbedaan yang berarti pada saat tinta basah dan kering.

Aplikasi penggunaan kondisi pengukuran M0, M1, M2 dan M3

M0 M11 M12 M2 M3

Mengukur pengaruh OBA   

Mengukur tinta fluorescent 

Mengukur materi cetak tanpa OBA    

Mangabaikan pengaruh OBA  


Mengabaikan pantulan permukaan pertama 

Tabel dikutip dari [2]

Catatan dan kesimpulan

 Definisi tentang kondisi pengukuran M0, M1, M2 dan M3 dari alat spektrofotometer adalah hanya terkait
pada pencahayaan yang dipakai untuk mengukur warna (pencahayaan standar CIE A, CIE D50,
membatasi porsi cahaya UV dan mengarahkan cahaya dari sudut tertentu), dan sama sekali tidak
berhubungan dengan apa yang akan diukur. Tetapi oleh karena sifat pengukuran yang spesifik, maka
kondisi pengukuran tertentu dapat diasumsikan untuk mengaplikasikan pengukuran khusus, seperti M3.

 Pada keterangan tentang penggunaan kondisi pengukuran pada alat ukur X-rite eXact instrument (X-rite
eXact Instrument, User guide halaman 10) terdapat informasi:

 M0: Reflectance measured with A Illuminant, previously called: No-Filter, UV-included


 M1: Reflectance measured with D50 Illuminant, previously called: Daylight or D65-Filter
 M2: Reflectance measured with A Illuminant excluding UV component, previously called: UV
Cutoff Filter, UV excluded
 M3: Reflectance measured with cross-polarized A Illuminant excluding UV component, previously
called: Polarized-Filter

BRAVO GRAFIKA INDONESIA

Referensi:

1. ISO 13655 Graphic technology — Spectral measurement and colorimetric computation


for graphic arts images
2. Raymond Cheydleur, Kevin O’Connor: X-rite incorporate [2011] - The M Factor…What
Does It Mean?
3. X-rite eXact Instrument, User guide
Diposting oleh Herman Pratomo di 21.05 3 komentar:
Label: FBA, FWA, ISO 13655, Kondisi pengukuran, M0, M1, M2, M3, OBA, Spektrophotometer

Kamis, 29 Mei 2014

Metode Pembuatan dan Penggunaan Standard Color Range


Metode Pembuatan dan Penggunaan Standard Color Range

Dalam dunia percetakan kemasan ada istilah Standard Color Range (disingkat SCR) yang berisikan 3 jenis
kualitas hasil cetak, yaitu Minimum, Standar, dan Maksimum yang akan berfungsi sebagai pedoman warna baik
untuk operator dan customer itu sendiri. Pada umumnya sebuah percetakan kemasan akan membuat
beberapaSCR dengan batas waktu kadaluarsa tertentu (1-2 tahun tergantung kebijakan perusahaan masing-
masing). Namun sayangnya metode pembuatan SCR tidak dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran
tertentu, seperti Density, TVI (tone value increase), serta warna dengan nilai CIE L*a*b* (Pembuatan SCR ini
biasanya dilakukan dengan menggunakan insting operator cetak), sehingga range toleransi bisa terlalu lebar.

Selain tidak terukur, batas waktu yang ditentukan untuk sebuah Standard Color Range nyatanya juga tidak
menjamin keabsahannya, karena dalam kurun periode waktu tertentu seiring dengan penggunaannya, warna tinta
yang ada di cetakan akan memudar yang disebabkan karena gesekan, sinar matahari, dsb. Dan ketika hal ini
terjadi, perdebatan pun tidak bisa dihindari dan semua pihak mengalami kesulitan untuk mengambil jalan tengah
dan kompromi karena tidak ada nilai yang bisa diukur untuk membuktikan apakah Standard Color Range tersebut
masih berlaku (valid) atau tidak.

Terlepas dari sisi ekonomis, dalam membuat Color Guide yang benar, metode yang dilakukan pun harus
benar, yaitu dengan mencatat dan mengukur. Pencatatan dan pengukuran diperlukan sebagai dokumentasi untuk
memudahkan proses produksi. Pengukuran yang dilakukan untuk membuat Standard Color Range adalah :

a. Density (Kepekatan)

Angka density digunakan sebagai pedoman oleh operator dalam mencetak. Dalam proses cetak operator tidak
dapat mengubah warna, yang dapat dilakukan hanyalah mengatur ketebalan tinta yang diwakili oleh angka
density.

b. TVI (Tone Value Increament)

Adalah penambahan nilai nada. Penambahan nilai nada ini tidak dapat dihindari karena image yang dipindahkan ke
material cetak mendapatkan tekanan dalam proses pemindahannya yang menyebabkan bentuk raster
mengembang dari semula. Selain itu juga daya serap kertas dan daya alir tinta juga mempengaruhi proses
pembesaran nilai nada ini.

c. CIE L*a*b* (Warna)

Adalah sebuah ruang warna yang di definisikan oleh CIE (sebuah konsorsium) dimana

CIE L* mewakili nilai kecerahan warna, 0 untuk hitam, dan 100 untuk putih

CIE a* mewakili jenis warna merah dan hijau, dimana negatif a* mewakili warna hijau, dan positif a* mewakili
warna merah

CIE b* mewakili jenis warna kuning dan biru, dimana negatif b* mewakili warna biru, dan positif b* mewakili
warna kuning.

(lihat: http://pengantar-warna.blogspot.com/2011/02/colorimetry-part-ii-cie1976-ruang-warna.html)

Berdasarkan nilai CIE L*a*b* perbedaan warna dapat dihitung dan dinyatakan dalam sebuah nilai ΔE. Δ = Delta
adalah huruf Yunani yang sering dipergunakan sebagai simbol jarak atau perbedaan dan E = singkatan dari kata
dalam bahasa Jerman Empfindung yang berarti sensasi. (http://pengantar-
warna.blogspot.com/2011/03/colorimetry-part-iii-color-difference.html).
Sehingga dari hasil perhitungan dE ini dapat dibuat sebuah kesepakatan mengenai toleransi perbedaan warna yang
dapat diterima.

Apabila ketiga hal ini dilakukan maka kualitas sebuah Standard Color Range dapat dinilai dan dapat di
verifikasi keabsahannya. Dengan demikian untuk menerbitkannya kembali tidak mengalami kesulitan, karena
angka-angka pengukurannya tercatat.

(https://www.facebook.com/pages/Milimatter/458062947559246?ref=br_tf)

Diposting oleh Tommy WiLee di 19.29 4 komentar:

Label: CIELAB, density, Standard Color Range, TVI

Rabu, 30 Januari 2013

Memahami pencahayaan

Sumber dokumen: Michel DiCosola: Understanding Illuminants, X-Rite Incorporated, 1995

FileName: Ca00002.pdf

Definisi Pencahayaan (Illuminants)

Distribusi Kuat Spektrum Relatif (Relative Power Distribution - SPDR)

Cahaya dideskripsikan (untuk maksud penjelasan tentang pencahayaan) sebagai apa yang disebut kurva
Spectral Power Distribution (SPD). Setiap jenis cahaya tertentu memancarkan jumlah energi yang berbeda.
Dan grafik yang menggambarkan jumlah daya pancar tersebut disebut kurva Relative Power Distribution
(RPD) untuk sumber cahaya tertentu.

Daylight

Gambar diatas adalah contoh kurva Distribusi Kuat Spektrum Relatif untuk cahaya siang alami (natural
daylight). Sumbu horisontal mempresentasikan spektrum cahaya dengan panjang gelombang antara
380nm (nanometer) dan 750nm. Puncak tertinggi dalam grafik ini terjadi pada sekitar 460nm yang
mempresentasikan bagian dari spektrum biru. Ini mengisyaratkan kita bahwa cahaya siang ini secara
visual terlihat putih bersih dengan komposisi warna biru lebih dominan.

Setiap jenis cahaya memiliki kurva Distribusi Kuat Spektrum Relatif (SPDR) yang mendeskripsikan cahaya
tersebut seperti apa terlihatnya, dan bagaimana barang-barang yang lain terlihat dengan adanya cahaya
ini.

Pencahayaan (Illuminant) vs. Sumber Cahaya

Penting bagi kita untuk mengerti juga tentang perbedaan antara illuminant dengan sebuah sumber
cahaya. Seperti yang dijelaskan oleh Billmeyer and Saltzman, bahwa sumber cahaya adalah sebuah
cahaya yang secara fisik dan aktual dapat memberikan terang cahaya benda lain. Sedangkan sebuah
illuminant adalah sebuah cahaya yang telah didefinisikan denga Distribusi Kuat Spektrum (Spectral Power
Distribution), tetapi mungkin tidak harus ada secara nyata.

Contoh: Cahaya dalam ruang tinggal kita adalah sebuah sumber cahaya. Sumber cahaya tersebut dapat
kita nyalakan atau padamkan, dan dengan percobaan dan pengkuran kita dapat menentukan Distribusi
Kuat Spektrum nya. Sementara itu kita dapat mengambil sebuah kertas grafik Distribusi Kuat Spektrum
kosong dan mencoba menggambar dengan menarik dan meliuk-liukkan garis melintang diatasnya, maka
kita telah mendefinisikan sebuah pencahayaan (illuminant). Cahaya ini telah kita definisikan yang secara
fisik mungkin tidak ada, tetapi kita dapat menggunakan kurva tersebut untuk mencoba dan membandingkan
dengan angka bagaimana sebuah warna tertentu diharapkan dapat ditampilkan dibawah pencahayaan ini.

Index rendering (penterjemah) warna (Color Rendering Index / CRI)

Index rendering warna (CRI) adalah sebuah metode untuk mendeskripsikan sebuah sumber cahaya. CRI
merupakan skala dari 1 sampai 100 yang memberikan tingkatan(rating) sebuah sumber cahaya dengan
cara membandingkan penampilan warna dilihat di bawah sumber cahaya tersebut dengan penampilan
warna dilihat di bawah sebuah pencahayaan standar seperti D65. Sebuah CRI bernilai 100 menjelaskan
bahwa sumber cahaya tersebut identik sama dengan pencahayaan standar. Dengan panduan nilai CRI
seseorang dapat memilih sebuah sumber cahaya berdasarkan kemampuannya dalam menampilkan warna
seperti yang ditampilan dibawah sebuah pencahayaan standar. Contohnya, sebuah sumber cahaya yang
umum dipakai dalam ruang kerja bisa mempunyai nilai CRI sekitar 60, tetapi dalam ruangan dimana
dibutuhan penampilan warna yang sangat ketat dan kritis dibutuhkan sebuah sumber cahaya dengan nilai
CRI sekitar 90.

Jadi pada dasarnya sebuah pencahayaan adalah definisi yang digunakan untuk menentukan bagaimana
penampilan sebuah warna akan berubah dibawah jenis-jenis (sumber) cahaya tertentu. D65 yang tersebut
diatas adalah sebuah pencahayaan yang mewakili cahaya siang (daylight). Kenyataannya tidak ada
sumber cahaya yang benar-benar idektik sama dengan pencahayaan teoritis (meskipun banyak sumber
cahaya bisa mirip dan sangat dekat dengan pencahayaan teoritis tersebut). Pencahayaan ini dipakai untuk
mengukur warna yang mencoba untuk mempresentasikan seperti apa sebuah warna akan ditampilkan
ketika dilihat dibawah sinar matahari atau beberapa sumber cahaya yang mirip.

Bagaimana Pencahayaan mempengaruhi warna

Jadi bagaimana pencahayaan berpengaruh pada saat seseorang mengukur warna? Banyak warna terjadi
fenomena umum yang disebut metamerisme (metamerism) ketika warna-warna tersebut dilihat di bawah
sumber cahaya yang berbeda. Dua warna boleh terlihat sama dan cocok di bawah satu sumber cahaya
tertentu tetapi terlihat benar-benar berbeda di bawah satu sumber cahaya lain. Hal ini dapat menimbulkan
problem yang serius jika warna produk kita berubah ketika ditempatkan di ruang pamer. Marilah kita
mengambil contoh yang extrem: apabila produk kita akan digunakan dalam lingkungan ruangan gelap
dengan pencahayaan merah dan sebuah kotak kemasan yang dicetak dengan warna biru, hijau dan hitam
akan terlihat hitam pekat dalam ruang gelap tersebut. Pigmen yang digunakan dalam tinta biru, tinta hijau
dan tinta hitam semuanya menyerap bagian spektral merah. Apabila sumber cahaya yang digunaakan
hanya memancarkan spektral cahaya merah saja, berarti semua kuat spektral cahaya yang dipancarkan
oleh sumber cahaya yang ada dan keseluruhan kotak kemasan kita akan terlihat hitam.

Contoh berikut ini mengkombinasikan dua contoh warna dengan dua kurva distribusi kuat spektral dari
sebuah pencahayaan cahaya siang (daylight) dan sebuah pencahayaan cahaya pijar (incandescent).
Dimana kedua contoh warna tersebut terjadi metamerisme terhadap dua pencahayaan tersebut diatas.

Daylight vs. Incandescent

Contoh warna 1 vs. Contoh warna 2

Pantulan spektral kedua contoh warna di bawah pencahayaan Daylight


Pantulan spektral kedua contoh warna di bawah pencahayaan Incandescent

Kedua contoh warna terlihat identik sama dimata pemantau ketika dilihat di bawah pencahayaan pijar
(incandescent), tetapi contoh warna 1 terlihat sangat biru dibandingkan dengan contoh warna 2 dilihat di
bawah pencahayaan cahaya siang. Kedua contoh warna tersebut memang memiliki spektral yang identik
sama di panjang gelombang mulai 520 nm hingga 700 nm, jadi keduanya memiliki nilai kuat spektral pada
porsi hijau dan porsi merah. Namun kedua contoh warna tersebut memiliki spektral yang sangat berbeda
di panjang gelombang antara 400 nm hingga 520 nm atau spektral pada porsi biru. Sementara contoh
warna 1 mempunyai kemampuan memantulkan cahaya biru tiga kali lipat dibandingkan dengan contoh
warna 2, dan pencahayaan incandescent memang tidak memiliki spektral pada porsi biru yang besar yang
dapat dipantulkan oleh kedua contoh warna tersebut. Jadi keduanya memantulkan sedikit sekali spektral
biru dan terlihat sama. Sedangkan apabila pencahayaan cahaya siang (daylight) yang menyinari kedua
contoh warna tersebut, maka contoh warna 1 mampu memantulkan lebih banyak spektral biru
dibandingkan dengan contoh warna 2, sehingga contoh warna 1 akan terlihat jauh lebih biru dibandingkan
dengan contoh warna 2. Dengan mudah kita dapat lebih memahami pemilihan pencahayaan yang benar
adalah sesuatu yang penting untuk menghasilkan mutu warna produk kita.

Memilih sebuah pencahayaan (illuminant)


Jadi bagaimana seseorang menggunakan informasi diatas ini untuk memilih sebuah pencahayaan standar
ketika mengukur warna dengan sebuah spektrofotometer? Jawabannya sebenarnya sangat sederhana.
Pilihlah pencahayaan yang paling dekat dengan dimana kita mendapatkan uang. Dengan kata lain, pilihlah
sebuah pencahayaan standar yang terbaik untuk mempresentasikan sumber cahaya yang akan
dipergunakan dimana kita menjual produk kita. Apabila produk kita dipajang diluar ruang (outdoor) pilihlah
beberapa pencahayaan standar cahaya siang untuk mempresentasikan cahaya matahari pada berbagai
waktu yang berbeda. Apabila produk kita akan dipajang di toko serba ada, pilihlah pecahayaan flourescent.
Jalan terbaik untuk menentukan pencahayaan apa yang akan kita digunakan adalah menemukan sumber
cahaya yang tepat sama dengan yang digunakan dimana produk kita dijual. Jika kita dapat mengetahui
merek dan jenis lampu yang dipergunakan ditempat produk kita dijual, maka kita dapat mengetahui kurva
distribusi kuat spektral sumber cahaya tersebut dari produsernya. Sekarang dengan mudah kita memilih
sebuah pencahayaan yang kurva kuat spektralnya paling mirip dengan kurva kuat spektral lampu tersebut
diatas.

Sebagai contoh, apabila penerangan yang dipergunakan toko-toko yang menjual produk kita adalah lampu
flourescent GE® Cool White, langkah pertama kita adalah memperoleh kurva distribusi kuat spektral dari
General Electric. Kemudian melihat distribusi kuat spektral dari pencahayaan standar yang ada.

GE Actual Cool White Source* CIE F2 Standard Illuminant

*)Perkiraan data (GE Lighting)

Pencahayaan standar F2 berbasis pada beberapa macam lampu berpendar (fluorescent atau juga biasa
disebut lampu neon) jenis cool white yang ada di pasar. Membandingkan dua kurva kuat spektral relatif
(lihat: illustrasi diatas), kita melihat bahwa sumber cahaya GE® Cool White memang tidak tepat sama dan
cocok dengan pencahayaan standar F2, tetapi mengukur warna di bawah pencahayaan F2 akan
memberikaan nilai aproksimasi hasil yang paling dekat dan cocok dengan hasil yang ditampilkan di bawah
sumber cahaya lampu GE. Pencahayaan ini adalah yang paling baik untuk mengukur warna produk kita.

Meskipun demikian solusi tersebut diatas tidak selalu dapat diterapkan pada semua kondisi. Tidak semua
produsen lampu membuat data kuat spektral yang konsisten, dan produk-produk tertentu ditampilkan di
bawah sumber cahaya yang tidak menentu. Dalam situasi ini kita harus melihat produknya terlebih dahulu.
Problem metamerisme umum dijumpai ketika sebuah produk dibuat dari materi yang berbeda, seperti
misalnya plastik, pakaian dan logam pada kursi kantor. Jika kita yakin bahwa tidak ada problem
metamerime pada zat-zat pewarna atau pigments, bisa kita katakan telah memenangkan pertempuran.
Karena kita tahu produk kita akan terlihat seperti satu warna tunggal pada semua kondisi penyinaran,
dengan demikian kita dapat memilih pencahayaan standar apa saja untuk pengukuran warna kita. Selama
kita menggunakan pencahayaan standar yang sama untuk pengukuran warna produk kita, kita dapat
meyakinkan konsistensi warna.
Lampiran
Lampiran ini menampilkan distribusi kuat spektral relatif untuk pencahayaan spandar A, C, D50, D65, F2,
F7 dan F11. Semua data sudah dinormalisasikan dengan kuat spektral relatif 100 pada panjang
gelombang 560 nanometer. Data beberapa sumber cahaya tersebut diolah dan ditera dengan referensi
silang dengan data pencahayaan standar yang dibuat oleh CIE. Beberapa data titik-titik merupakan hasil
perhitungan perkiraan dan penambahan (interpolated).

Illuminant A - Incandescent

Pencahayaan standar CIE A direkomendasikan oleh CIE pada tahun 1931 untuk merepresentasikan
sumber cahaya pijar (incandescent) dengan perkiraan temperatur warna sekitar 2856 derajat Kelvin.

Illuminant C - Daylight

Pencahayaan standar CIE C direkomendasikan oleh CIE pada tahun 1931 untuk merepresentasikan rata-
rata terang pada siang hari dengan perkiraan temperatur warna sekitar 6774 derajat Kelvin.
Illuminant D50 – Daylight @5000K

Pencahayaan standar CIE D50 merupakan jenis pencahayaan D dan merupakan hasil kalkulasi dari
pencahayaan standar D65. Pencahayaan standar D50 ini merepresentasikan cahaya siang dengan
perkiraan temperatur warna sekitar 5000 derajat Kelvin adalah pencahayaan standar ANSI yang digunakan
dalam industri grafika.

Illuminant D65 – Daylight @6500K

Pencahayaan standar CIE D65 merepresentasikan cahaya siang dengan perkiraan temperatur warna
sekitar 6500 derajat Kelvin. Standar ini dan metode untuk perhitungan temperatur warna berbeda metode
yang diperkenalkan pada tahun 1964.
Illuminant F2 – Cool White

Pencahayaan standar CIE F2 merepresentasikan lampu fluorescent jenis putih dingin seperti pada
umumnya. Lonjakan spektral diatas grafik terusan pada pencahayaan fluorescent mempresentasikan
pengukuran daya pada prinsip garis emisi merkuri.

Illuminant F7 – Broad Band Daylight

Pencahayaan standar CIE F7 merepresentasikan sebuah lampu pendar (fluorescent) dengan cahaya siang
berkas lebar. Contoh lampu jenis ini adalah lampu GE® dan Philips® Daylight fluorescent.
Illuminant F11 – Narrow Band White

Pencahayaan standar CIE F11 merepresentasikan sebuah sumber cahaya pendar fluorescent berkas
sempit. Perhatikan lonjakan spektral terjadi pada panjang gelombang 430 nm dan 550 nm hingga mencapai
nilai 1200 dan 2500. Lampu yang mirip dengan pencahayaan ini adalah F40X41 dan TL841 dari Philips®
dan juga SPX41 dari GE®

Referensi:

 ANSI CGATS.5-1993, Graphic Technology - Spectral Measurement and Colorimetric Computation


for Graphic Arts Images, NPES the Association for Suppliers of Printing and Publishing Technologies, 1899
Preston White Drive, Reston, Virginia 22091-4367, 1993.
 ASTM E308-90, Standard Test Method for Computing the Colors of Objects by Using the CIE
System, American Society for Testing and Materials, 1916 Race Street, Philadelphia , PA 19103, 1990.
 Billmeyer, F. W. Jr., & Saltzman, M., Principles of Color Technology, 2nd Edition, John Wiley &
Sons, New York, 1981.
 Color Selection Guide for Fluorescent Lamps, Philips Lighting Company, 200 Franklin Square
Drive, P.O. Box 6800, Somerset, NJ 08875-6800, 1994.
 Guide to Fluorescent Lamps, Philips Lighting Company, 200 Franklin Square Drive, P.O. Box 6800,
Somerset, NJ 08875-6800, 1992.
 Judd, D.B., & Wyszecki, Günter, Color in Business, Science, and Industry, 3rd Edition, John Wiley
& Sons, New York, 1975.
 Lighting Application Bulletin: Specifying Light and Color, GE Lighting Resource Center, 1975 Nobel
Road, Cleveland, Ohio 44112, 1994.
 Metamerism: The Influences of Light Sources on Color, Colorcurve Systems, Inc., 123 North Third
Street, Minneapolis, MN 55401, 1989.
 Product Information: Advantage X Fluorescent Lamps, Philips Lighting Company, 200 Franklin
Square Drive, P.O. Box 6800, Somerset, NJ 08875-6800, 1991.
 Product Information: TL80 Series 2'-5' Fluorescent Lamps, Philips Lighting Company, 200 Franklin
Square Drive, P.O. Box 6800, Somerset, NJ 08875-6800, 1993.
 Stiles, W.S., & Wyszecki, Günter, Color Science: Concepts and Methods, Quantitative Data and
Formulae, 2nd Edition., John Wiley & Sons, New York, 1982.
Diposting oleh Herman Pratomo di 15.28 Tidak ada komentar:
Label: A, C, CIE, D50, D65, F11, F2, F7, illumination

Kamis, 24 November 2011

Kurva Spektral Warna Proses


Dibawah ini saya mencoba melampirkan kurva diagram data spektral hasil pengukuran warna proses
Cyan, proses Magenta, proses Yellow dan proses Black dibandingkan dengan standar Color Matching
Function x̄ (λ), ȳ(λ) dan z̄ (λ) pada sudut pemantauan 2° seperti gambar di samping (The CIE standard
observer color matching functions):

Spektral warna proses Cyan terlihat berpotongan dengan Blue dan Green, dan sebagian Red (di sebelah kiri)

Spektral warna proses Magenta terlihat berpotongan dengan Red dan sebagian Blue
Spektral warna proses Yellow terlihat berpotongan dengan Green dan Red (mendekati sempurna)

Spektral warna proses Black terlihat flat mendekati nilai 0

Catatan:
Color Matching Function adalah kurva standar yang didefinisikan oleh CIE untuk mendapatkan nilai
CIEXYZ (lihat: Colorimetry Part I : CIE1931 - Ruang Warna CIEXYZ, CIExyY, Chromaticity xy dan
Standard Observer 2°)

Diposting oleh Herman Pratomo di 14.43 2 komentar:


Label: Color Matching Function, Process CMYK, Spektral Data, Spektrophotometer

Senin, 14 Maret 2011

Colorimetry Part III: Color Difference – Perbedaan Warna


-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------
Tulisan ini merupakan lanjutan dari
Colorimetry Part II : CIE1976 - Ruang Warna CIELUV, CIELAB, Chromaticity u'v' dan
Chromaticity a*b*
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------
DeltaE

Dengan diperkenalkan model warna CIELAB (CIEL*a*b*) dan turunannya CIELCh ab oleh CIE pada tahun
1976, maka perhitungan perbedaan warna yang diberi simbol ΔE*ab (Δ = Delta adalah huruf Yunani yang
sering dipergunakan sebagai simbol jarak atau perbedaan dan E = singkatan dari kata dalam bahasa
Jerman Empfindung yang berarti sensasi) menjadi lebih mudah untuk dimengerti, hal ini disebabkan
karena model Warna CIELAB tersebut dianggap memiliki skala seragam pada ketiga dimensinya
terhadap persepsi mata manusia. Selain ΔE*ab, sering juga perbedaan warna ini dipergunakan simbol2
seperti ΔE*, dE*, dE atau DeltaE.

Rumus menghitung perbedaan warna untuk dua warna dalam ruang warna CIELAB (L1,a1,b1) dan (L2, a2,
b2) didefinisikan dengan sederhana yaitu:

Di dalam teori ΔE* lebih kecil dari 1,0 diperkirakan mata manusia tidak dapat membedakan perbedaan
warna yang ada, namun masih terjadi ketidak-seragaman persepsi di CIELAB yang mengharuskan CIE
terus menyempurnakan definisi dan rumus perbedaan warna dengan memperhatikan komponen chroma
(C) dan jenis warna (h).

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penyempurnaan perumusan ΔE* oleh CIE terakhir dipublikasikan pada tahun 2000
yaitu CIEDE2000 (CIE ΔE* tahun 2000) yang memperhatikan komponen-komponen chroma (C),
jenis warna (h), kecerahan (L) sebagai dasar perhitungan. (Perhitungan CIEDE2000 adalah
perumusan ΔE* yang terakhir oleh CIE yang paling mendekati persepsi mata manusia atas
perbedaan warna, hal ini mengakibatkan perumusan perbedaan warna menjadi rumit, karena
banyak perhitungan-perhitungan bersifat quasi metrik.
Akan tetapi pada standar-standar internasional untuk industri grafika seperti ISO 2846 dan ISO
12647 masih menggunakan rumus ΔE* yang pertama kali didefinisikan yaitu versi tahun 1976).
Usulan mempergunakan perhitungan CIEDE2000 dalam dokumen ISO 12647 sedang dibahas
dalam agenda ISO/TC-130.
(lihat: http://en.wikipedia.org/wiki/Color_difference#CIEDE2000)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pengaruh nilai perbedaan warna tersebut dapat dilihat seperti tabel di bawah ini:

Perbedaan Warna ∆E Pengaruh

< 0,2 tidak terlihat

0,2 - 1,0 sangat kecil

1,0 - 3,0 kecil

3,0 - 6,0 sedang

> 6,0 besar

Dan istilah “JND” atau “just noticeable difference” yang berarti “mulai terlihat adanya
perbedaan”untuk warna dapat dipatok pada angka ΔE* ≈ 2,3.

Istilah populer untuk perbedaan warna:

Perbedaan komponen

ΔL* (+) lebih cerah (-) lebih gelap

Δa* (+) lebih merah (-) lebih hijau

Δb* (+) lebih kuning (-) lebih biru

ΔC* (+) lebih kuat (-) lebih kusam

Δh° Perbedaan Jenis warna (dalam satuan sudut)

ΔH Perbedaan Jenis warna (dalam satuan metrik)

ΔE* Perbedaan Warna


ΔE* sering dipergunakan untuk mengetahui:

 sejauh mana warna hasil cetak coba (proof) berbeda dengan hasil cetak
 sejauh mana sebuah alat cetak menyimpang dari nilai tera

UGRA/FOGRA MediaWedge v3.0 ini adalah standar yang dipergunakan dalam mengontrol proofing

Didalam standar mutu cetak seri ISO 12647, perbedaan warna ΔE* dipakai untuk memberikan nilai
toleransi, yang berarti pembatasan perbedaan warna yang masih diperbolehkan / ditolerir. Dengan
demikian sebuah percetakan dapat mengontrol proses produksi mereka sesuai dengan standar yang
diterapkannya
Apabila kita menggunakan batasan-batasan per komponen warna seperti ΔL*, Δa* dan Δb*, maka kita
akan mendapatkan ruang pembatas berupa balok persegi. Maka pembatasan diberikan dalam nilai
ΔE*yang memiliki ruang pembatas berupa bola.

Apabila nilai toleransi diberikan terhadap komponen ΔL*, ΔC* dan Δh°, maka ΔE*Ch akan membentuk
ruang ellipsoid yang bersudut sesuai dengan sudut yang dibentuk oleh garis kedua warna yang akan
dibedakan.

Toleransi CMC l:c (1984)

Batasan toleransi dalam ΔE* sering kali menjadi perdebatan, karena besaran yang diberikan masih
sering tidak memuaskan beberapa pihak (terutama pelanggan), karena ternyata kepekaan mata
manusia berbeda pada komponen-komponen warna, baik dari kecerahan, kejenuhan maupun jenis
warna. Kepekaan mata manusia pada jenis warna jingga dan biru juga berbeda, karena pada jenis
warna jingga mata manusia lebih peka dibandingkan pada warna biru.
CMC Tolerancing (perhatikan luas toleransi yang berbeda di daerah jingga dan biru)

Colour Measurement Committee (disingkat CMC) dari organisasi Society of Dyers and
Colouristsmendefinisikan perbedaan warna berbasis model warna CIELCh ab dengan mempertimbangkan
kepekaan mata manusia pada kecerahan (Lightness L) dibandingkan dengan kepekaan pada kejenuhan
warna (Chroma C). Rumus dapat kita definisikan dengan memasukan nilai pembanding l:c (Kepekaan
pada Kecerahan Warna dibanding pada Kejenuhan Warna), dan biasanya nilai 2:1 adalah nilai yang
masih dapat ditolerir.

Ruang pembatas toleransi ini berbentuk bola lonjong atau Ellipsoid.

Perumusan tolerasi CMC l:c berbasis CIELCh dan menggunakan standar iluminasi D65.

Catatan:
Oleh karena perhitungan ΔE* tergantung pada jenis iluminasi, maka jangan mencoba-coba untuk
membandingkan berbagai nilai ΔE* yang didapat dari pengukuran dengan kondisi pengukuran yang
berbeda termasuk jenis cahayanya.

http://pengantar-warna.blogspot.com/

Coba kita bayangkan bagaimana bila dunia ini tanpa warna ? pasti semua tampak biasa
saja dan terasa membosankan, tidak ada keindahan yang bisa dinikmati oleh mata.
Warna sangat berperan penting bagi hidup kita, warna membuat semuanya menjadi
indah. Tetapi tidak semua tahu apa itu warna. Warna itu apa sih? Nah, disini kita akan
membahasnya lebih dalam.
Warna adalah sensasi yang diberikan oleh mata yang disebabkan oleh bias.

Teori Newton :
Pemecahan cahaya melalui prisma yang menghasilkan warna – warna pelangi.

Contoh :
Ada sebuah benda berwarna merah terkena cahaya maka yang terlihat warna merah,
warna yang lain tidak terlihat karena diserap.

Warna dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :


1. Warna primer merupakan warna dasar yang tidak dapat dibentuk dari warna lain.
Warna primer yaitu :
· Merah
· Biru
· Kuning
2. Warna sekunder merupakan hasil dari percampuran warna – warna primer. Warna
sekunder yaitu :
· Merah + Biru = Ungu
· Merah + Kuning = Orange
· Biru + Kuning = Hijau
3. Warna tersier merupakan hasil dari percampuran warna – warna sekunder.
· Merah + Orange = Orange tua
· Orange + Kuning = Orange muda
· Merah + Ungu = Ungu tua
· Ungu + Biru = Ungu muda
· Biru + Hijau = Hijau tua
· Hijau + Kuning = Hijau muda

Warna dapat dibagi dalam beberapa bagian yang sering dinamakan dengan sistem
warna Prang yang ditemukan oleh Louis Prang pada 1876. Sistem Prang meliputi :
1. Hue, adalah istilah untuk menunjukkan nama dari suatu warna, seperti
merah, biru, hijau, dll.
2. Value, adalah istilah untuk terang gelapnya warna. Contohnya adalah
warna dari putih hingga hitam.
3. Intensity, istilah berhubungan dengan cerah atau suramnya warna.
Warna yang sering dipergunakan dalam media visual dan percetakan berbeda
dengan warna primer, sekunder dan tersier. Berikut warna yang sering dalam media
visual dan percetakan :
· Media visual menggunakan warna RGB atau Red Green Blue. Biasanya digunakan
pada monitor, televisi, hp, dll.
· Percetakan menggunakan warna CMYK atau Cyan, Magenta, Yellow, Black atau Hijau
tua, Ungu, Kuning dan Hitam.

Saturation
Adalah kadar intensitas suatu warna berkaitan dengan terang gelapnya suatu
warna dan berkaitan juga dengan solid / tidaknya sebuah warna. Saturation berkaitan
dengan brightness dan vividness.
Rumus ; Hue + putih / hitam / abu – abu, dll.

Saturation meliputi value suatu warna yaitu chroma, chromatik dan achromatik.
 Chroma : bagian warna dari Saturation, tetapi chroma berhubungan
dengan intensitas warna kelabu. Chroma adalah tingkat kemuraman / dullness
dari sebuah warna.
Rumus : Hue + Grey
 Value : nilai terang / gelapnya warna
 Chromatik / Tint : kadar brightness dari sebuah warna.
Rumus : Chromatik + Hue + White
 Achromatik : Black.......Grey......White

Warna dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :


 Vivid color : warna terang menyala, cemerlang.
 Dull color : warna pucat, suram, pudar.
Hue + light grey
 Light color : warna muda, lembut / cerah.
Hue + White = Tint
 Dark color : warna gelap / shade
Hue + Black
 Polchromatik : beberapa hue yang masing – masing dicampur warna putih.
Contoh : Red + White , Blue + White, Green + White, dll.

 Monochromatik : satu Hue + White / satu Hue + Grey / satu Hue + Black

Tint = Hue + White Tone = Hue + Grey Shade = Hue + Black

 Analogue Hue / Analogous Color : adalah Hue yang posisinya


berdampingan / bersebelahan pada Color Wheel
 Complementary Color : Hue yang posisinya bersebrangan dalam Color
Wheel.
 Tetrad Color : komposisi dari 4 hues yang merupakan 2 set warna
complements yang menentukan square / segi empat pada Color Wheel.
 Triadic Color : komposisi dari 3 hues yang posisinya membentuk segitiga pada
Color Wheel.
Sekarang kita sudah lebih tahu apa itu warna. Ternyata pengertiannya tidak
sesederhana kelihatannya. Semoga pembahasan ini dapat membantu kita untuk lebih
mengenal tentang warna.

http://teoritentangwarna.blogspot.com/2014/03/

Anda mungkin juga menyukai