Hal ini karena memilih warna untuk sebuah desain sangatlah subjektif, dan
terkadang, sangat ilmiah. Lalu bagaimanakah dengan desainer yang hanya
menginginkan sepalet warna yang terlihat bagus atau untuk membuat seorang
klien bahagia? Anda menyukainya atau tidak, pemilihan warna yang paling
efektif melampui preferensi pribadi – karena warna memiliki kemampuan luar
biasa yang dapat mempengaruhi suasana hati, emosi, dan persepsi; mengambil
dari arti budaya dan pribadi; dan menarik perhatian, secara sadar atau pun tidak
sadar.
Untuk desainer dan bagian pemasaran, tantangannya adalah menyeimbangkan
peran yang kompleks ini dengan warna yang menciptakan daya tarik, desain
yang efektif. Disanalah pemahaman dasar dari teori warna. Teori warna
tradisional dapat membantu Anda memahami warna yang pas (atau tidak) ketika
disandingkan dan efek seperti apa yang akan muncul dari kombinasi yang
berbeda didalam desain Anda.
Dan semuanya bermula dari roda warna.
Terminologi Warna
Sebelum kita berlanjut ke bagaimana cara menggunakan roda warna untuk
menciptakan palet warna untuk desain Anda, mari kita pelajari dulu beberapa
terminologi berkaitan dengan warna yang akan membantu Anda memahami tipe
warna berbeda yang mungkin Anda gunakan sebagai proyek desain Anda:
Hue: sinonim kata dari “warna” atau nama dari sebuah warna spesifik;
secara tradisional digunakan untuk mengacu kepada 12 warna dasar pada
roda warna
Shade: warna yang digelapkan dengan warna hitam
Tone: warna yang diredupkan dengan warna abu-abu
Tint: warna yang diterangkan dengan warna putih
Harmoni Warna
Setelah hal-hal teknis mengenai warna, mari beralih ke bagaimana roda warna
dapat menjadi sumber praktis dalam memilih warna untuk sebuah proyek
desain. Kita bisa menggunakan sebuah nomer dari palet klasik pada roda warna
yang telah digunakan selama ratusan tahun oleh pelukis untuk menciptakan
keseimbangan dan komposisi visual yang bagus (atau kontras tinggi dan
menonjol). Pada kebanyakan aplikasi desain, skema warna-warna ini harus
dipisah menjadi satu warna dominan - karena sering muncul pada desain, atau
karena warna tersebut menonjol ketika dibandingkan dengan warna-warna lain
– dan satu atau lebih banyak aksen warna.
1) Monokromatik: berbagai shade, tone, atau tint dari satu warna; contohnya
berbagai jenis warna biru dari yang terang sampai gelap; tipe skema seperti ini
biasanya lebih halus dan konservatif
2) Analog: hue yang berdampingan satu sama lain pada roda warna; tipe skema
seperti ini sangat serba guna dan dapat dengan mudah diaplikasikan pada
proyek desain
3) Komplementer: berlawanan pada roda warna, seperti merah/hijau atau
biru/oranye; warna komplementer memiliki kontras dan intensitas tinggi, namun
juga cukup susah untuk diaplikasikan secara seimbang, dan harmoni (terutama
pada bentuk murni warna tersebut, dapat dengan mudah bentrok pada sebuah
desain)
4) Komplementer-Split: setiap warna pada roda warna ditambahkan dua yang
mengapit pelengkapnya; skema ini memiliki kontras visual yang kuat, namun
juga tidak terlalu menonjol dari sebuah kombinasi warna komplementer
5) Triadic/Komplementer-Ganda: pasangan dua warna komplementer; skema ini
menarik perhatian, tapi mungkin akan sulit diaplikasikan lebih dari satu pasang
warna komplementer, karena terlalu banyak warna sulit diseimbangkan. Jika
Anda menggunakan tipe skema ini, Anda mungkin akan memilih satu dari
empat warna untuk menjadi dominan dan mengatur saturasi/value/lain-lain dari
beberapa atau semua warna sehingga semua warnanya bekerja dengan baik pada
bagian-bagian desain Anda, seperti teks dan latar belakang.
Inspirasi Warna
Sebagai tambahan kombinasi warna yang ditemukan pada roda warna, alam
menyediakan inspirasi tidak terbatas untuk skema warna yang harmonis. Untuk
23 palet menakjubkan yang diambil dari fotografi alam (juga terinspirasi dari
perjalanan, makanan & minuman, dan barang sehari-hari), coba cek artikel
Sekolah Desain kami yang lain, “100 Kombinasi Warna yang Brilian dan
Bagaimana Cara Menggunakanya pada Desain Anda.”
Warna juga dapat dipasangkan dengan suhu (warna hangat atau dingin), saturasi
(warna tajam yang terlihat bermuda, sementara yang redup terlihat
sangat vintage), suasana hati (cerah & menyenangkan, gelap & serius), tema
(lokasi, musim, hari libur), dan kualitas-kualitas lain. Untuk menjelajahi skema
warna yang berbeda, coba lihat salah satu peralatan memilih warna yang
tersedia secara online; beberapa bahkan mengizinkan Anda untuk mengunggah
gambar untuk mengidentifikasi skema warnanya. Beberapa mencoba untuk
melingkupi Paletton, Adobe Colour CC (sebelumnya Kuler),
dan ColorExplorer). Jika Anda menggunakan Chrome sebagai browser, Anda
bisa mengunduh Eye Droppper tambahan, yang membantu Anda
mengidentifikasi dan menarik warna langsung dari situs.
Melihat ke berbagai periode sejarah yang berbeda dan gerakan seni untuk
inspirasi warna bisa menjadi tehnik yang bagus. Palet dibawah ini
mendemostrasikan warna-warna hangat, warna ringan yang sering digunakan
pada lukisan Impresionis; tajam, penggunaan kombinasi yang tidak biasa oleh
Pra-Impresionis; lembut, karakteristik warna membumi dari gerakan Seni
Nauveau; dan terang, menonjol seperti pop art.
Psikologi Warna
Warna ada di sekeliling kita. Entah kita menyadarinya atau tidak, warna
menjadi memiliki peran besar didalam hidup kita sehari-hari. Warna menarik
perhatian Anda untuk sebuah alasan. Bagaimana dengan kotak sereal yang Anda
beli di supermarket meski pun sedikit lebih mahal dari yang lain? Anda
mungkin sudah tertarik dengan warna dari kemasannya. Warna punya caranya
sendiri dalam bahasanya…kenapa kita menyebut orang “terlihat merah” ketika
mereka sedang marah atau “feeling blue” ketika mereka sedih? Karena warna
memiliki koneksi yang unik dengan perasaan dan emosi kita.
Namun orang memikirkan atau mempunyai pengalaman terhadap warna dengan
cara yang sama. Arti dan simbolisme yang mengasosiasikan kita dengan warna
berbeda telah mempengaruhi sebuah pemahaman oleh budaya dan kelompok
sosial yang kita identifikasi. Mari kita lihat kesamaan arti yang diasosiasikan
dengan warna dasar pada budaya Barat:
Simbolisme Warna
Biru: Warna dari laut dan langit, warna ini sering mengkomunikasikan
kedamaian, kualitas yang bersih. Sebagai lawan kata dari berenergi,
warna yang lebih dingin, biru dilihat sebagai warna yang menenangkan.
Pada beberapa konteks, biru dapat merepresentasikan kesedihan atau
depresi.
Arti alternatif: Di budaya Timur Tengah, biru secara tradisional memiliki arti
sebagai perlindungan dari iblis. Karena asosiasi warna biru dengan surga, biru
menyimbolkan keabadian dan/atau spiritual di berbagai budaya.
Pada branding: Biru digunakan secara luas dan salah satu warna yang serba
guna. Secara umun digunakan untuk mengkomunikasikan kepercayaan,
keamanan, dan kestabilan. Biru tua adalah pilihan yang populer dengan konteks
perusahaan, karena warna ini memiliki rasa serius, konservatif, dan kualitas
profesional.
Ungu: Ungu secara tradisional diasosiasikan dengan kesetiaan,
keagungan, atau kehormatan. Warna ini juga memiliki konotasi
spiritual/mistis atau keagamaan.
Arti alternatif: Pada banyak budaya di seluruh dunia, ungu merepresentasikan
kaum bangsawan atau kekayaan; meski pun begitu, di Thailand dan beberapa
bagian Amerika Selatan, warna ini diasosiasikan dengan berduka.
Pada branding: Shade yang lebih gelap biasanya masih menyimbolkan
kemewahan, sementara shade warna yang lebih terang dapat dikaitkan dengan
feminim atau kekanak-kanakan.
Hitam: Seperti merah, hitam memiliki banyak arti (terkadang
berlawanan). Warna ini dapat merepresentasikan kekuatan, kemewahan,
kecanggihan, dan ekslusif. Di satu sisi, hitam dapat menyimbolkan
kematian, iblis, atau misteri. Pada pakaian, hitam secara umun
mengkomunikasikan formalitas (pesta “dasi hitam”) atau
berduka/kesedihan (sebagai warna tradisional yang digunakan ke
pemakaman).
Arti alternaif: Di beberapa budaya Asia dan Amerika Latin, hitam
dikonsiderasikan sebagai warna yang maskulin. Di Mesir, hitam menandakan
kelahiran kembali. Di banyak budaya yang lain, warna ini diasosiasikan dengan
sihir, takhyul, atau nasib buruk – atau, semacam, tidak dapat dijelaskan atau
tidak diketahui.
Pada branding: Hitam juga secara luas digunakan sebagai kenetralan, meskipun
warna ini masih dapat menyampaikan arti seperti penjelasan diatas tergantung
konteks. Banyak desain yang secara sederhana berwarna hitam dan putih, entah
hal tersebut pilihan yang disengaja atau hanya untuk berhemat pada biaya cetak.
Warna lain dapat terlihat lebih terang dan lebih intens ketika disandingkan
dengan hitam.
https://www.canva.com/id_id/belajar/teori-warna/
Mencetak dan membuat digital proofing warna khusus
(artikel diolah dari beberapa sumber dan http://www.color.org/CxF_test.xalter)
Mencetak berkas desain yang mengandung warna khusus sebenarnya bukan hal baru, warna khusus
(spot colors) dipakai untuk memvisualkan warna-warna yang dianggap penting namun tidak dapat
direproduksi oleh warna proses CMYK (out of gamut), seperti warna-warna identitas (brand colors).
Warna-warna metalik seperti emas atau perak, warna-warna yang berpendar (fluorescent) dan
beberapa warna-warna yang kuat (vivid) adalah contoh warna-warna yang biasanya tidak bisa dicetak
dengan menggunakan kombinasi warna proses CMYK oleh karena itu perlu dicetak dengan tinta warna
khusus.
Bagi percetakan warna khusus bukan hanya dalam pengertian warna itu sendiri, tetapi dalam
beberapa kasus dengan alasan teknis percetakan dengan sengaja menggunakan tinta warna khusus
dan bukan kombinasi warna proses CMYK.
Perlu diketahui bahwa penggunaan tinta warna khusus mempunyai konsekuensi sendiri. Di lapangan
kita jumpai ada 2 cara mempersiapkan/membuat tinta warna khusus, yaitu:
1. Tinta warna khusus dipesan oleh percetakan kepada supplier (pabrik tinta atau perusahaan Color
matching) untuk membuat sesuai dengan warna yang dipesan. Dalam hal ini diharapkan pihak
supplier sudah memperhitungkan faktor metameri dan properti tinta lainnya seperti keenceran dan
kelengketan tinta yang dapat mempengaruhi nilai pengembangan titik raster (TVI = tone value
increase) serta sifat tembus (transparency).
2. Tinta warna khusus diaduk di lokasi percetakan dari beberapa macam tinta dasar (basic inks). Proses
pencampuran bisa dilakukan oleh staf pabrik tinta yang diperbantukan atau oleh karyawan percetakan
yang terlatih, dalam hal ini kita paham bahwa keterbatasan aneka tinta dasar dan kimia pendukung,
peralatan pencampuran, peralatan pengukuran serta kondisi ruang pencampuran.
Dua deret warna tersebut dicetak dengan komposisi Cyan dan Yellow yang sama, tetapi dicetak dengan tinta Yellow yang
berbeda, pada deret bawah tinta Yellow sedikit lebih pekat dari pada tinta Yellow yang dipakai mencetak deret atas.
Meskipun demikian kedua proses pembuatan tinta warna khusus tersebut diatas yang sama-sama
mencocokan warna hanya pada warna solid (pencocokan warna khusus dengan beberapa variasi
ketebalan tinta) dan kadang-kadang dilengkapi dengan menumpuk tinta diatas warna hitam, belum
mampu memberikan informasi bagaimana hasil cetak apabila diaplikasikan pada warna turunan
(tint/gradient) dan warna tumpukan (overprint) yang tepat.
Ini berkaitan dengan sifat tinta dan kondisi pencetakan yang mempengaruhi nilai TVI, apabila pada
pencetakan warna khusus yang sama terjadi nilai TVI berbeda maka tampilan warna turunannya akan
berbeda juga. Demikian juga dengan sifat tembus tinta dan kondisi pencetakan (ink trapping) yang
berbeda akan menghasilkan cetakan warna tumpukan yang berbeda.
Dengan demikian baik print buyer maupun percetakan hanya dapat memprediksi warna solid dan
metameri (karena metode ink proof), tetapi untuk memprediksi warna turunan dan warna tumpukan
dibutuhkan pencetakan nyata atau dengan metode digital proofing yang dapat mengadopsi format
CxF/X-4.
Mengadopsi format pertukaran warna (CxF = Color eXchange Format) dari X-Rite, ISO 17972-4:2015
Graphic technology -- Colour data exchange format (CxF/X) -- Part 4: Spot colour characterisation
data (CxF/X-4) mendefinisikan format CxF/X-4 yang dapat digunakan untuk menyimpan data
karakteristika tinta warna khusus. Karakteristika tinta warna khusus yang dimaksud antara lain data
spektral yang didapat dari pengukuran beberapa potong warna dalam bagan seperti Gambar 4. Bagan
terdiri dari 2 deretan warna khusus dan turunannya yang pertama dicetak diatas materi kertas
tertentu dan yang kedua diletakan pada bagian yang sebelumnya sudah tercetak dengan tinta warna
hitam.
Percetakan mencetak bagan warna khusus tersebut dengan kondisi penyetelan yang standar, seperti
yang disarankan warna hitam dicetak terlebih dahulu baru warna khusus yang akan diukur (mencetak
wet on dry), target density warna (basah) solid dapat diberikan oleh pabrik tinta / color matching
supplier. Cetakan diukur dengan menggunakan aplikasi CxF/X-4 toolbox dan hasil pengukuran
disimpan dalam format CxF/X-4.
CxF/X-4 dapat disimpan dalam format PDF 2.0 sehingga aplikasi digital proofing yang memproses
berkas PDF 2.0 dengan data warna khusus dapat memvisualkan warna-warna khusus sesuai dengan
hasil cetak akhir. Catatan: meskipun ekstensi ini didefinisikan oleh PDF 2.0, spesifikasi ini sudah
ditetapkan untuk memungkinkan mereka digunakan dalam PDF versi 1.x.
Standar ini diharapkan memberikan cara yang lebih dapat diandalkan dan diterapkan dalam aplikasi
digital proofing.
Mencetak dengan warna khusus harus konsisten, baik materi cetak (kertas dan tinta) maupun kondisi
pencetakannya, oleh karena itu mengadopsi profil yang dibuat secara global akan mengalami
kesulitan tersendiri, karena pencapaian toleransi sulit untuk diprediksi.
Menyadari hal ini ATGMI menginisiasi pembuatan profil tinta warna khusus di percetakan PT. Citra
Sastra Grafika (Jakarta Barat), proyek ini akan mencetak 18 warna khusus produk Cemani Toka yang
disusun dalam bagan seperti Gambar 4 dengan tiga macam materi cetak yang berbeda, yaitu Karton
Ivory produksi Indah Kiat, Karton Dupleks produksi Indah Kiat dan Kanton Dupleks produksi Pakerin.
Setelah pencetakan, hasil cetak diukur dan disimpan dalam format CxF/X-4. Data kemudian disimpan
dalam aplikasi digital proofing sebagai target profil. Dengan demikian digital proofing dengan berkas
yang mengandung warna khusus dapat dibuat digital proofing nya.
Laporan selengkapnya akan dipresentasikan dalam seminar sehari ATGMI dengan thema “THE
STANDARDIZED WORKFLOW IN PACKAGING PRINTING: THE USE OF BRAND COLORS” pada hari Rabu tanggal 20Juli
2016 di Hotel Menara Peninsula, Jakarta 11410. Bagi semua yang berkepentingan dengan
penggunaan warna khusus disarankan dapat berpartisipasi di seminar ini.
Hampir semua kertas dan karton yang dipergunakan sebagai bahan cetak dan kemasan menggunakan
bahan pemutih yang disebut OBA (optical brightening agent) atau FBA (fluorescent brightening agent)
atau FWA (fluorescent whitening agent). Bahan OBA tersebut memiliki sifat yang dapat menyerap cahaya
ultraviolet sampai violet dengan panjang gelombang spektral antara 340nm hingga 400nm serta
memendarkan kembali menjadi cahaya biru dengan panjang gelombang antara 420nm hingga 470nm
(https://en.wikipedia.org/wiki/Optical_brightener).
Sementara itu alat ukur sprektrofotometer pada masa lalu masih menggunakan pencahayaan tunggal
yaitu lampu tungsten yang mempunyai spektral pencahayaan mirip dengan standar pencahayaan CIE A
(lihat: http://pengantar-warna.blogspot.co.id/2013/01/memahami-pencahayaan_9229.html). Kondisi
pengukuran tersebut (dengan cahaya tunggal mirip pencayahaan standar A) disebut Kondisi Pengukuran
M0.
Pencahayaan standar CIE A tersebut mengandung sedikit sinar ultraviolet, yang konsekuensinya tidak
mudah dapat mensimulasikan pencahayaan standar CIE D50. Oleh karena itu sejak tahun 2009, hampir
semua pembuat alat ukur spektrofotometer melengkapi sumber pencahayaan dengan cahaya tambahan
yang mampu memberikan porsi spektral kuat cahaya yang lebih besar di bagian cahaya ultraviolet dan
violet.
Artikel ini mencoba memberikan kejelasan tentang latar belakang, definisi kondisi pengukuran dan
penggunaannya.
ISO 13655 Graphic technology — Spectral measurement and colorimetric computation for
graphic arts images mendefinisikan kondisi pengukuran singkatnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Kondisi pengukuran M0
Mereferensikan penggunaan spektrofotometer yang menggunakan cahaya tunggal jenis lampu pijar yang
mempunyai distribusi kuat cahaya relatif mirip dengan pencahayaan standar CIE A (pencahayaan
standar tersebut mempunyai korelasi dengan temperatur warna 2.856 K)
Penekanan kesesuaian terhadap pencahayaan standar CIE A pada nilai spektral dengan panjang
gelombang antara 400nm hingga 700nm membuat porsi kuat cahaya di bagian ultaviolet (UV) terabaikan.
Oleh karena itu apabila dibutuhkan informasi lebih yang dapat menunjukan pengaruh sifat berpendarnya
cahaya yang disebabkan oleh hadirnya cahaya ultraviolet maka direkomendasikan menggunakan alat
ukur spektrofotometer dengan kondisi pengukuran M1.
Kondisi pengukuran M1
Untuk meminimalisasi perbedaan hasil pengukuran dengan berbagai alat ukur yang disebabkan adanya
sifat pemendaran kembali dari OBA di dalam kertas dan/atau pemendaran kembali dari tinta cetak
dibutuhkan pencahayaan dalam alat ukur yang cocok dengan pencahayaan standar CIE D50.
Penggunaan alat ukur dengan kondisi pengukuran M1 dapat memberikan konsistensi pengukuran
dengan analisa visual di bawah kotak cahaya (light box / viewing booth) yang sesuai dengan persyaratan
ISO 3664.
Ada dua metode yang memungkinkan alat ukur spektrofotometer dapat memenuhi kesesuaian dengan
kondisi pengukuran M1.
1. Distribusi kuat spektral dari alat ukur yang sampai pada bahan yang diukur harus sesuai
dengan pencahayaan standar CIE D50. Juga sesuai dengan persyaratan pada kondisi
pemantauan P1 pada ISO 3664. Metode ini harus digunakan ketika pengaruh OBA dan warna-
warna berpendar (fluorescent) menjadi fokus perhatian.
2. Sebuah metode kompensasi yang dapat mengontrol dan mengatur kuat radiasi pada
bagian sinar UV dapat dipergunakan tanpa harus mengubah atau menambah sumber cahaya. Ini
dapat dilakukan dengan mengatur pencahayaan sehingga dicapai kuat cahaya relatif sesuai
dengan pancahayaan standar CIE D50. Kompensasi ini ditujukan untuk mengkoreksi pengaruh
pemendaran oleh OBA pada materi cetak.
Kesesuaian alat ukur terhadap kondisi pengukuran M1 dapat dievaluasi dengan cara mengukur materi
acuan teruji (CRM - certified reference material). Pengukuran dengan dan tanpa energi UV akan
menunjukan perbedaan nilai CIE b* lebih besar dari 3.
Kondisi pengukuran M2
Untuk mengabaikan perbedaan pengukuran akibat terjadinya pemendaran dari OBA perlu membatasi
cahaya ultraviolet agar tidak sampai pada materi yang akan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan
melengkapi mekanisme alat ukur spektrofotometer dengan menambahkan sebuah filter diantara sumber
cahaya dengan materi yang akan diukur
Pada alat spektrofotometer umumnya ditambahkan filter UV-cut tyang mempunyai karateriska
transparensi sebagai berikut:
Untuk panjang gelombang diatas 420nm, tingkat tranparensi lebih besar daripada 85%;
Pada panjang gelombang 410 nm, tingkat transparensi lebih kecil daripada 50%;
Pada panjang gelombang 400 nm, tingkat transparensi lebih kecil daripada 10%;
Pada panjang gelombang 395 nm, tingkat transparensi lebih kecil daripada 1%.
Dengan data pengukuran M2 dapat ditentukan apakah materi yang diukur tersebut mengandung OBA
atau tidak. Apabila tidak terlihat adanya perbedaan yang berarti pada pengukuran dengan kondisi M0, M1
dan M2 maka dapat dipastikan materi yang diukur tersebut tidak mengandung OBA.
Kondisi pengukuran M3
Meskipun pantulan cahaya langsung adalah yang paling utama dan cepat mencapai mata kita, kadang
kala terjadi pembauran kuat radiasi akibat refleksi cahaya lainnya. Menginstalasi sebuah filter polarisasi
silang akan meniadakan refleksi cahaya yang tidak diinginkan.
Namun filter-filter semacam ini akan mengabsorbsi cahaya ultraviolet pada kadar yang lebih tinggi
daripada sebuah filter UV-cut, oleh karena itu penggunaan filter polarisasi tersebut biasanya digabung
dengan penggunaan filter UV-cut (lihat kondisi pengukuran M2).
Kondisi pengukuran M3 biasanya diaplikasikan untuk mengontrol ketebalan tinta cetak pada cetak offset
litografi lembaran. Data pengukuran M3 yang dikonversikan ke nilai density biasanya tidak menunjukan
perbedaan yang berarti pada saat tinta basah dan kering.
M0 M11 M12 M2 M3
Definisi tentang kondisi pengukuran M0, M1, M2 dan M3 dari alat spektrofotometer adalah hanya terkait
pada pencahayaan yang dipakai untuk mengukur warna (pencahayaan standar CIE A, CIE D50,
membatasi porsi cahaya UV dan mengarahkan cahaya dari sudut tertentu), dan sama sekali tidak
berhubungan dengan apa yang akan diukur. Tetapi oleh karena sifat pengukuran yang spesifik, maka
kondisi pengukuran tertentu dapat diasumsikan untuk mengaplikasikan pengukuran khusus, seperti M3.
Pada keterangan tentang penggunaan kondisi pengukuran pada alat ukur X-rite eXact instrument (X-rite
eXact Instrument, User guide halaman 10) terdapat informasi:
Referensi:
Dalam dunia percetakan kemasan ada istilah Standard Color Range (disingkat SCR) yang berisikan 3 jenis
kualitas hasil cetak, yaitu Minimum, Standar, dan Maksimum yang akan berfungsi sebagai pedoman warna baik
untuk operator dan customer itu sendiri. Pada umumnya sebuah percetakan kemasan akan membuat
beberapaSCR dengan batas waktu kadaluarsa tertentu (1-2 tahun tergantung kebijakan perusahaan masing-
masing). Namun sayangnya metode pembuatan SCR tidak dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran
tertentu, seperti Density, TVI (tone value increase), serta warna dengan nilai CIE L*a*b* (Pembuatan SCR ini
biasanya dilakukan dengan menggunakan insting operator cetak), sehingga range toleransi bisa terlalu lebar.
Selain tidak terukur, batas waktu yang ditentukan untuk sebuah Standard Color Range nyatanya juga tidak
menjamin keabsahannya, karena dalam kurun periode waktu tertentu seiring dengan penggunaannya, warna tinta
yang ada di cetakan akan memudar yang disebabkan karena gesekan, sinar matahari, dsb. Dan ketika hal ini
terjadi, perdebatan pun tidak bisa dihindari dan semua pihak mengalami kesulitan untuk mengambil jalan tengah
dan kompromi karena tidak ada nilai yang bisa diukur untuk membuktikan apakah Standard Color Range tersebut
masih berlaku (valid) atau tidak.
Terlepas dari sisi ekonomis, dalam membuat Color Guide yang benar, metode yang dilakukan pun harus
benar, yaitu dengan mencatat dan mengukur. Pencatatan dan pengukuran diperlukan sebagai dokumentasi untuk
memudahkan proses produksi. Pengukuran yang dilakukan untuk membuat Standard Color Range adalah :
a. Density (Kepekatan)
Angka density digunakan sebagai pedoman oleh operator dalam mencetak. Dalam proses cetak operator tidak
dapat mengubah warna, yang dapat dilakukan hanyalah mengatur ketebalan tinta yang diwakili oleh angka
density.
Adalah penambahan nilai nada. Penambahan nilai nada ini tidak dapat dihindari karena image yang dipindahkan ke
material cetak mendapatkan tekanan dalam proses pemindahannya yang menyebabkan bentuk raster
mengembang dari semula. Selain itu juga daya serap kertas dan daya alir tinta juga mempengaruhi proses
pembesaran nilai nada ini.
Adalah sebuah ruang warna yang di definisikan oleh CIE (sebuah konsorsium) dimana
CIE L* mewakili nilai kecerahan warna, 0 untuk hitam, dan 100 untuk putih
CIE a* mewakili jenis warna merah dan hijau, dimana negatif a* mewakili warna hijau, dan positif a* mewakili
warna merah
CIE b* mewakili jenis warna kuning dan biru, dimana negatif b* mewakili warna biru, dan positif b* mewakili
warna kuning.
(lihat: http://pengantar-warna.blogspot.com/2011/02/colorimetry-part-ii-cie1976-ruang-warna.html)
Berdasarkan nilai CIE L*a*b* perbedaan warna dapat dihitung dan dinyatakan dalam sebuah nilai ΔE. Δ = Delta
adalah huruf Yunani yang sering dipergunakan sebagai simbol jarak atau perbedaan dan E = singkatan dari kata
dalam bahasa Jerman Empfindung yang berarti sensasi. (http://pengantar-
warna.blogspot.com/2011/03/colorimetry-part-iii-color-difference.html).
Sehingga dari hasil perhitungan dE ini dapat dibuat sebuah kesepakatan mengenai toleransi perbedaan warna yang
dapat diterima.
Apabila ketiga hal ini dilakukan maka kualitas sebuah Standard Color Range dapat dinilai dan dapat di
verifikasi keabsahannya. Dengan demikian untuk menerbitkannya kembali tidak mengalami kesulitan, karena
angka-angka pengukurannya tercatat.
(https://www.facebook.com/pages/Milimatter/458062947559246?ref=br_tf)
Memahami pencahayaan
FileName: Ca00002.pdf
Cahaya dideskripsikan (untuk maksud penjelasan tentang pencahayaan) sebagai apa yang disebut kurva
Spectral Power Distribution (SPD). Setiap jenis cahaya tertentu memancarkan jumlah energi yang berbeda.
Dan grafik yang menggambarkan jumlah daya pancar tersebut disebut kurva Relative Power Distribution
(RPD) untuk sumber cahaya tertentu.
Daylight
Gambar diatas adalah contoh kurva Distribusi Kuat Spektrum Relatif untuk cahaya siang alami (natural
daylight). Sumbu horisontal mempresentasikan spektrum cahaya dengan panjang gelombang antara
380nm (nanometer) dan 750nm. Puncak tertinggi dalam grafik ini terjadi pada sekitar 460nm yang
mempresentasikan bagian dari spektrum biru. Ini mengisyaratkan kita bahwa cahaya siang ini secara
visual terlihat putih bersih dengan komposisi warna biru lebih dominan.
Setiap jenis cahaya memiliki kurva Distribusi Kuat Spektrum Relatif (SPDR) yang mendeskripsikan cahaya
tersebut seperti apa terlihatnya, dan bagaimana barang-barang yang lain terlihat dengan adanya cahaya
ini.
Penting bagi kita untuk mengerti juga tentang perbedaan antara illuminant dengan sebuah sumber
cahaya. Seperti yang dijelaskan oleh Billmeyer and Saltzman, bahwa sumber cahaya adalah sebuah
cahaya yang secara fisik dan aktual dapat memberikan terang cahaya benda lain. Sedangkan sebuah
illuminant adalah sebuah cahaya yang telah didefinisikan denga Distribusi Kuat Spektrum (Spectral Power
Distribution), tetapi mungkin tidak harus ada secara nyata.
Contoh: Cahaya dalam ruang tinggal kita adalah sebuah sumber cahaya. Sumber cahaya tersebut dapat
kita nyalakan atau padamkan, dan dengan percobaan dan pengkuran kita dapat menentukan Distribusi
Kuat Spektrum nya. Sementara itu kita dapat mengambil sebuah kertas grafik Distribusi Kuat Spektrum
kosong dan mencoba menggambar dengan menarik dan meliuk-liukkan garis melintang diatasnya, maka
kita telah mendefinisikan sebuah pencahayaan (illuminant). Cahaya ini telah kita definisikan yang secara
fisik mungkin tidak ada, tetapi kita dapat menggunakan kurva tersebut untuk mencoba dan membandingkan
dengan angka bagaimana sebuah warna tertentu diharapkan dapat ditampilkan dibawah pencahayaan ini.
Index rendering warna (CRI) adalah sebuah metode untuk mendeskripsikan sebuah sumber cahaya. CRI
merupakan skala dari 1 sampai 100 yang memberikan tingkatan(rating) sebuah sumber cahaya dengan
cara membandingkan penampilan warna dilihat di bawah sumber cahaya tersebut dengan penampilan
warna dilihat di bawah sebuah pencahayaan standar seperti D65. Sebuah CRI bernilai 100 menjelaskan
bahwa sumber cahaya tersebut identik sama dengan pencahayaan standar. Dengan panduan nilai CRI
seseorang dapat memilih sebuah sumber cahaya berdasarkan kemampuannya dalam menampilkan warna
seperti yang ditampilan dibawah sebuah pencahayaan standar. Contohnya, sebuah sumber cahaya yang
umum dipakai dalam ruang kerja bisa mempunyai nilai CRI sekitar 60, tetapi dalam ruangan dimana
dibutuhan penampilan warna yang sangat ketat dan kritis dibutuhkan sebuah sumber cahaya dengan nilai
CRI sekitar 90.
Jadi pada dasarnya sebuah pencahayaan adalah definisi yang digunakan untuk menentukan bagaimana
penampilan sebuah warna akan berubah dibawah jenis-jenis (sumber) cahaya tertentu. D65 yang tersebut
diatas adalah sebuah pencahayaan yang mewakili cahaya siang (daylight). Kenyataannya tidak ada
sumber cahaya yang benar-benar idektik sama dengan pencahayaan teoritis (meskipun banyak sumber
cahaya bisa mirip dan sangat dekat dengan pencahayaan teoritis tersebut). Pencahayaan ini dipakai untuk
mengukur warna yang mencoba untuk mempresentasikan seperti apa sebuah warna akan ditampilkan
ketika dilihat dibawah sinar matahari atau beberapa sumber cahaya yang mirip.
Jadi bagaimana pencahayaan berpengaruh pada saat seseorang mengukur warna? Banyak warna terjadi
fenomena umum yang disebut metamerisme (metamerism) ketika warna-warna tersebut dilihat di bawah
sumber cahaya yang berbeda. Dua warna boleh terlihat sama dan cocok di bawah satu sumber cahaya
tertentu tetapi terlihat benar-benar berbeda di bawah satu sumber cahaya lain. Hal ini dapat menimbulkan
problem yang serius jika warna produk kita berubah ketika ditempatkan di ruang pamer. Marilah kita
mengambil contoh yang extrem: apabila produk kita akan digunakan dalam lingkungan ruangan gelap
dengan pencahayaan merah dan sebuah kotak kemasan yang dicetak dengan warna biru, hijau dan hitam
akan terlihat hitam pekat dalam ruang gelap tersebut. Pigmen yang digunakan dalam tinta biru, tinta hijau
dan tinta hitam semuanya menyerap bagian spektral merah. Apabila sumber cahaya yang digunaakan
hanya memancarkan spektral cahaya merah saja, berarti semua kuat spektral cahaya yang dipancarkan
oleh sumber cahaya yang ada dan keseluruhan kotak kemasan kita akan terlihat hitam.
Contoh berikut ini mengkombinasikan dua contoh warna dengan dua kurva distribusi kuat spektral dari
sebuah pencahayaan cahaya siang (daylight) dan sebuah pencahayaan cahaya pijar (incandescent).
Dimana kedua contoh warna tersebut terjadi metamerisme terhadap dua pencahayaan tersebut diatas.
Kedua contoh warna terlihat identik sama dimata pemantau ketika dilihat di bawah pencahayaan pijar
(incandescent), tetapi contoh warna 1 terlihat sangat biru dibandingkan dengan contoh warna 2 dilihat di
bawah pencahayaan cahaya siang. Kedua contoh warna tersebut memang memiliki spektral yang identik
sama di panjang gelombang mulai 520 nm hingga 700 nm, jadi keduanya memiliki nilai kuat spektral pada
porsi hijau dan porsi merah. Namun kedua contoh warna tersebut memiliki spektral yang sangat berbeda
di panjang gelombang antara 400 nm hingga 520 nm atau spektral pada porsi biru. Sementara contoh
warna 1 mempunyai kemampuan memantulkan cahaya biru tiga kali lipat dibandingkan dengan contoh
warna 2, dan pencahayaan incandescent memang tidak memiliki spektral pada porsi biru yang besar yang
dapat dipantulkan oleh kedua contoh warna tersebut. Jadi keduanya memantulkan sedikit sekali spektral
biru dan terlihat sama. Sedangkan apabila pencahayaan cahaya siang (daylight) yang menyinari kedua
contoh warna tersebut, maka contoh warna 1 mampu memantulkan lebih banyak spektral biru
dibandingkan dengan contoh warna 2, sehingga contoh warna 1 akan terlihat jauh lebih biru dibandingkan
dengan contoh warna 2. Dengan mudah kita dapat lebih memahami pemilihan pencahayaan yang benar
adalah sesuatu yang penting untuk menghasilkan mutu warna produk kita.
Sebagai contoh, apabila penerangan yang dipergunakan toko-toko yang menjual produk kita adalah lampu
flourescent GE® Cool White, langkah pertama kita adalah memperoleh kurva distribusi kuat spektral dari
General Electric. Kemudian melihat distribusi kuat spektral dari pencahayaan standar yang ada.
Pencahayaan standar F2 berbasis pada beberapa macam lampu berpendar (fluorescent atau juga biasa
disebut lampu neon) jenis cool white yang ada di pasar. Membandingkan dua kurva kuat spektral relatif
(lihat: illustrasi diatas), kita melihat bahwa sumber cahaya GE® Cool White memang tidak tepat sama dan
cocok dengan pencahayaan standar F2, tetapi mengukur warna di bawah pencahayaan F2 akan
memberikaan nilai aproksimasi hasil yang paling dekat dan cocok dengan hasil yang ditampilkan di bawah
sumber cahaya lampu GE. Pencahayaan ini adalah yang paling baik untuk mengukur warna produk kita.
Meskipun demikian solusi tersebut diatas tidak selalu dapat diterapkan pada semua kondisi. Tidak semua
produsen lampu membuat data kuat spektral yang konsisten, dan produk-produk tertentu ditampilkan di
bawah sumber cahaya yang tidak menentu. Dalam situasi ini kita harus melihat produknya terlebih dahulu.
Problem metamerisme umum dijumpai ketika sebuah produk dibuat dari materi yang berbeda, seperti
misalnya plastik, pakaian dan logam pada kursi kantor. Jika kita yakin bahwa tidak ada problem
metamerime pada zat-zat pewarna atau pigments, bisa kita katakan telah memenangkan pertempuran.
Karena kita tahu produk kita akan terlihat seperti satu warna tunggal pada semua kondisi penyinaran,
dengan demikian kita dapat memilih pencahayaan standar apa saja untuk pengukuran warna kita. Selama
kita menggunakan pencahayaan standar yang sama untuk pengukuran warna produk kita, kita dapat
meyakinkan konsistensi warna.
Lampiran
Lampiran ini menampilkan distribusi kuat spektral relatif untuk pencahayaan spandar A, C, D50, D65, F2,
F7 dan F11. Semua data sudah dinormalisasikan dengan kuat spektral relatif 100 pada panjang
gelombang 560 nanometer. Data beberapa sumber cahaya tersebut diolah dan ditera dengan referensi
silang dengan data pencahayaan standar yang dibuat oleh CIE. Beberapa data titik-titik merupakan hasil
perhitungan perkiraan dan penambahan (interpolated).
Illuminant A - Incandescent
Pencahayaan standar CIE A direkomendasikan oleh CIE pada tahun 1931 untuk merepresentasikan
sumber cahaya pijar (incandescent) dengan perkiraan temperatur warna sekitar 2856 derajat Kelvin.
Illuminant C - Daylight
Pencahayaan standar CIE C direkomendasikan oleh CIE pada tahun 1931 untuk merepresentasikan rata-
rata terang pada siang hari dengan perkiraan temperatur warna sekitar 6774 derajat Kelvin.
Illuminant D50 – Daylight @5000K
Pencahayaan standar CIE D50 merupakan jenis pencahayaan D dan merupakan hasil kalkulasi dari
pencahayaan standar D65. Pencahayaan standar D50 ini merepresentasikan cahaya siang dengan
perkiraan temperatur warna sekitar 5000 derajat Kelvin adalah pencahayaan standar ANSI yang digunakan
dalam industri grafika.
Pencahayaan standar CIE D65 merepresentasikan cahaya siang dengan perkiraan temperatur warna
sekitar 6500 derajat Kelvin. Standar ini dan metode untuk perhitungan temperatur warna berbeda metode
yang diperkenalkan pada tahun 1964.
Illuminant F2 – Cool White
Pencahayaan standar CIE F2 merepresentasikan lampu fluorescent jenis putih dingin seperti pada
umumnya. Lonjakan spektral diatas grafik terusan pada pencahayaan fluorescent mempresentasikan
pengukuran daya pada prinsip garis emisi merkuri.
Pencahayaan standar CIE F7 merepresentasikan sebuah lampu pendar (fluorescent) dengan cahaya siang
berkas lebar. Contoh lampu jenis ini adalah lampu GE® dan Philips® Daylight fluorescent.
Illuminant F11 – Narrow Band White
Pencahayaan standar CIE F11 merepresentasikan sebuah sumber cahaya pendar fluorescent berkas
sempit. Perhatikan lonjakan spektral terjadi pada panjang gelombang 430 nm dan 550 nm hingga mencapai
nilai 1200 dan 2500. Lampu yang mirip dengan pencahayaan ini adalah F40X41 dan TL841 dari Philips®
dan juga SPX41 dari GE®
Referensi:
Spektral warna proses Cyan terlihat berpotongan dengan Blue dan Green, dan sebagian Red (di sebelah kiri)
Spektral warna proses Magenta terlihat berpotongan dengan Red dan sebagian Blue
Spektral warna proses Yellow terlihat berpotongan dengan Green dan Red (mendekati sempurna)
Catatan:
Color Matching Function adalah kurva standar yang didefinisikan oleh CIE untuk mendapatkan nilai
CIEXYZ (lihat: Colorimetry Part I : CIE1931 - Ruang Warna CIEXYZ, CIExyY, Chromaticity xy dan
Standard Observer 2°)
Dengan diperkenalkan model warna CIELAB (CIEL*a*b*) dan turunannya CIELCh ab oleh CIE pada tahun
1976, maka perhitungan perbedaan warna yang diberi simbol ΔE*ab (Δ = Delta adalah huruf Yunani yang
sering dipergunakan sebagai simbol jarak atau perbedaan dan E = singkatan dari kata dalam bahasa
Jerman Empfindung yang berarti sensasi) menjadi lebih mudah untuk dimengerti, hal ini disebabkan
karena model Warna CIELAB tersebut dianggap memiliki skala seragam pada ketiga dimensinya
terhadap persepsi mata manusia. Selain ΔE*ab, sering juga perbedaan warna ini dipergunakan simbol2
seperti ΔE*, dE*, dE atau DeltaE.
Rumus menghitung perbedaan warna untuk dua warna dalam ruang warna CIELAB (L1,a1,b1) dan (L2, a2,
b2) didefinisikan dengan sederhana yaitu:
Di dalam teori ΔE* lebih kecil dari 1,0 diperkirakan mata manusia tidak dapat membedakan perbedaan
warna yang ada, namun masih terjadi ketidak-seragaman persepsi di CIELAB yang mengharuskan CIE
terus menyempurnakan definisi dan rumus perbedaan warna dengan memperhatikan komponen chroma
(C) dan jenis warna (h).
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penyempurnaan perumusan ΔE* oleh CIE terakhir dipublikasikan pada tahun 2000
yaitu CIEDE2000 (CIE ΔE* tahun 2000) yang memperhatikan komponen-komponen chroma (C),
jenis warna (h), kecerahan (L) sebagai dasar perhitungan. (Perhitungan CIEDE2000 adalah
perumusan ΔE* yang terakhir oleh CIE yang paling mendekati persepsi mata manusia atas
perbedaan warna, hal ini mengakibatkan perumusan perbedaan warna menjadi rumit, karena
banyak perhitungan-perhitungan bersifat quasi metrik.
Akan tetapi pada standar-standar internasional untuk industri grafika seperti ISO 2846 dan ISO
12647 masih menggunakan rumus ΔE* yang pertama kali didefinisikan yaitu versi tahun 1976).
Usulan mempergunakan perhitungan CIEDE2000 dalam dokumen ISO 12647 sedang dibahas
dalam agenda ISO/TC-130.
(lihat: http://en.wikipedia.org/wiki/Color_difference#CIEDE2000)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pengaruh nilai perbedaan warna tersebut dapat dilihat seperti tabel di bawah ini:
Dan istilah “JND” atau “just noticeable difference” yang berarti “mulai terlihat adanya
perbedaan”untuk warna dapat dipatok pada angka ΔE* ≈ 2,3.
Perbedaan komponen
sejauh mana warna hasil cetak coba (proof) berbeda dengan hasil cetak
sejauh mana sebuah alat cetak menyimpang dari nilai tera
UGRA/FOGRA MediaWedge v3.0 ini adalah standar yang dipergunakan dalam mengontrol proofing
Didalam standar mutu cetak seri ISO 12647, perbedaan warna ΔE* dipakai untuk memberikan nilai
toleransi, yang berarti pembatasan perbedaan warna yang masih diperbolehkan / ditolerir. Dengan
demikian sebuah percetakan dapat mengontrol proses produksi mereka sesuai dengan standar yang
diterapkannya
Apabila kita menggunakan batasan-batasan per komponen warna seperti ΔL*, Δa* dan Δb*, maka kita
akan mendapatkan ruang pembatas berupa balok persegi. Maka pembatasan diberikan dalam nilai
ΔE*yang memiliki ruang pembatas berupa bola.
Apabila nilai toleransi diberikan terhadap komponen ΔL*, ΔC* dan Δh°, maka ΔE*Ch akan membentuk
ruang ellipsoid yang bersudut sesuai dengan sudut yang dibentuk oleh garis kedua warna yang akan
dibedakan.
Batasan toleransi dalam ΔE* sering kali menjadi perdebatan, karena besaran yang diberikan masih
sering tidak memuaskan beberapa pihak (terutama pelanggan), karena ternyata kepekaan mata
manusia berbeda pada komponen-komponen warna, baik dari kecerahan, kejenuhan maupun jenis
warna. Kepekaan mata manusia pada jenis warna jingga dan biru juga berbeda, karena pada jenis
warna jingga mata manusia lebih peka dibandingkan pada warna biru.
CMC Tolerancing (perhatikan luas toleransi yang berbeda di daerah jingga dan biru)
Colour Measurement Committee (disingkat CMC) dari organisasi Society of Dyers and
Colouristsmendefinisikan perbedaan warna berbasis model warna CIELCh ab dengan mempertimbangkan
kepekaan mata manusia pada kecerahan (Lightness L) dibandingkan dengan kepekaan pada kejenuhan
warna (Chroma C). Rumus dapat kita definisikan dengan memasukan nilai pembanding l:c (Kepekaan
pada Kecerahan Warna dibanding pada Kejenuhan Warna), dan biasanya nilai 2:1 adalah nilai yang
masih dapat ditolerir.
Perumusan tolerasi CMC l:c berbasis CIELCh dan menggunakan standar iluminasi D65.
Catatan:
Oleh karena perhitungan ΔE* tergantung pada jenis iluminasi, maka jangan mencoba-coba untuk
membandingkan berbagai nilai ΔE* yang didapat dari pengukuran dengan kondisi pengukuran yang
berbeda termasuk jenis cahayanya.
http://pengantar-warna.blogspot.com/
Coba kita bayangkan bagaimana bila dunia ini tanpa warna ? pasti semua tampak biasa
saja dan terasa membosankan, tidak ada keindahan yang bisa dinikmati oleh mata.
Warna sangat berperan penting bagi hidup kita, warna membuat semuanya menjadi
indah. Tetapi tidak semua tahu apa itu warna. Warna itu apa sih? Nah, disini kita akan
membahasnya lebih dalam.
Warna adalah sensasi yang diberikan oleh mata yang disebabkan oleh bias.
Teori Newton :
Pemecahan cahaya melalui prisma yang menghasilkan warna – warna pelangi.
Contoh :
Ada sebuah benda berwarna merah terkena cahaya maka yang terlihat warna merah,
warna yang lain tidak terlihat karena diserap.
Warna dapat dibagi dalam beberapa bagian yang sering dinamakan dengan sistem
warna Prang yang ditemukan oleh Louis Prang pada 1876. Sistem Prang meliputi :
1. Hue, adalah istilah untuk menunjukkan nama dari suatu warna, seperti
merah, biru, hijau, dll.
2. Value, adalah istilah untuk terang gelapnya warna. Contohnya adalah
warna dari putih hingga hitam.
3. Intensity, istilah berhubungan dengan cerah atau suramnya warna.
Warna yang sering dipergunakan dalam media visual dan percetakan berbeda
dengan warna primer, sekunder dan tersier. Berikut warna yang sering dalam media
visual dan percetakan :
· Media visual menggunakan warna RGB atau Red Green Blue. Biasanya digunakan
pada monitor, televisi, hp, dll.
· Percetakan menggunakan warna CMYK atau Cyan, Magenta, Yellow, Black atau Hijau
tua, Ungu, Kuning dan Hitam.
Saturation
Adalah kadar intensitas suatu warna berkaitan dengan terang gelapnya suatu
warna dan berkaitan juga dengan solid / tidaknya sebuah warna. Saturation berkaitan
dengan brightness dan vividness.
Rumus ; Hue + putih / hitam / abu – abu, dll.
Saturation meliputi value suatu warna yaitu chroma, chromatik dan achromatik.
Chroma : bagian warna dari Saturation, tetapi chroma berhubungan
dengan intensitas warna kelabu. Chroma adalah tingkat kemuraman / dullness
dari sebuah warna.
Rumus : Hue + Grey
Value : nilai terang / gelapnya warna
Chromatik / Tint : kadar brightness dari sebuah warna.
Rumus : Chromatik + Hue + White
Achromatik : Black.......Grey......White
Monochromatik : satu Hue + White / satu Hue + Grey / satu Hue + Black
http://teoritentangwarna.blogspot.com/2014/03/