Anda di halaman 1dari 19

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS PARU Pada Ny. W


DI RUANG 29 KELAS 3 IRNA 1 RUMAH SAKIT Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG

Oleh :

KELOMPOK 1

1. Ahmad Fauzi (17.30.001)


2. Atik Mayasari (17.30.010)
3. Dina Nampi R (17.30.020)
4. Fiqih Aprivarina (17.30.031)
5. Maula Rendy A (17.30.036)
6. Mufidatul Ainiyah (17.30.038)
7. Siti Lutfiah (17.30.055)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2017/2018
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS PARU


DI RUANG 29 KELAS 3 IRNA 1 RUMAH SAKIT DR.SAIFUL ANWAR
MALANG
Tanggal 23 Maret 2018

Oleh :
Mahasiswa Profesi Ners STIKes Kepanjen

Anggota :

1. Ahmad Fauzi (17.30.001)


2. Atik Mayasari (17.30.010)
3. Dina Nampi R (17.30.020)
4. Fiqih Aprivarina (17.30.031)
5. Maula Rendy A (17.30.036)
6. Mufidatul Ainiyah (17.30.038)
7. Siti Lutfiah (17.30.055)

Malang, 23 Maret 2018

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Koordinator KMB

(……………..…….………) (……….…………………)
PROPOSAL PELAKSANAAN KEGIATAN
SEMINAR

A. Latar Belakang Kegiatan


Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, yang menyerang dari
balita hingga usia lanjut. TB paru merupakan salah satu penyakit infeksi
yang menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di dunia bahkan
diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terkena penyakit ini (Jumaelah,
2011).
TB paru masih menjadi masalah kesehatan global utama, pada tahun
2012, diperkirakan 8,6 juta orang terjangkit TB paru dan 1,3 juta orang
yang meninggal karenanya, termasuk 320.000 kematian diantaranya pada
penderita HIV positif. Angka kematian karena TB paru tidak dapat diterima,
mengingat sebagian besar dapat dicegah. Hampir 20 tahun setelah WHO
mendeklarasikan TB paru sebagai global public health emergency, kemajuan
pesat telah dibuat terhadap penetapan target global 2015, dalam konteks
Millennium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan
millennium (Depkes RI, 2015).
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam
penanggulangan TB paru sejak tahun 1995 dan telah terbukti sebagai
strategi dalam penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost
effective). Penerapan strategi DOTS secara baik, di samping secara cepat
menekan penularan, juga mencegah berkembangnya Multi Resisten Drug
TB (MDR-TB). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan
pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan penularan TB paru dan dengan demikian menurunkaninsiden
TB paru di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan
cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB paru.
Proporsi penderita TB paru di dunia relatif kecil (5-15%) dari sekitar
2-3 juta orang yang terinfeksi M.tb akan menularkan penyakit Tb paru selama
hidup mereka, akan tetapi kemungkinan berkembang penyakit TB paru lebih
tinggi diantara orang dengan HIV. 2 Di dunia diperkirakan rata-rata kejadian
TB paru yang meninggal dunia adalah 1,4 Juta orang di tahun 2015,
sebanyak 0,4 juta orang meninggal adalah dengan HIV positif. Pada kasus TB
paru tahun 2015, rata-rata 10,4 juta adalah kasus baru (termasuk 1,2 juta
dengan HIV positif), dimana 5,9 juta adalah laki- laki, 3,5 juta adalah
perempuan dan 1 juta adalah penderita anak-anak, dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan adalah 1,6:1.2
Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 di Jawa
Timur prevalensi TB sebesar 0,2% dan prevalensi di Kabupaten Malang sebesar
0,4%.
Hasil penemuan penderita TB Paru melalui pemeriksaan dahak tahun
2010 BTA positif meningkat sebesar 986 penderita, dan diobati sebanyak
784 (95,65%), dengan tingkat kesembuhan 76,91% (603 penderita). Tahun
2011 BTA positif kembali meningkat sebesar 1.167 penderita yang terdiri
dari 653 (55,96%) laki-laki dan 514 (44,04%) perempuan, dan diobati sebanyak
799 (47,37%), dengan tingkat kesembuhan 87,36% (698 penderita). Tahun
2012 BTA positif turun sebesar 1.145 penderita yang terdiri dari 613 (CDR :
46,44%) laki-laki dan 532 (CDR : 40,71%) perempuan, dan diobati
sebanyak 1.167, dengan tingkat kesembuhan 85,09% (993 penderita)
Atas dasar beberapa permasalahan ini banyaknya kasus tuberkulosis di
ruang 29 ini kami ingin membahas mengenai asuhan keperawatan tuberkulosis

B. Nama Kegiatan
“Seminar Kasus Tentang Tuberkulosis Di Ruang 29 Kelas 3 IRNA 1
Rumah Sakit Dr.Saiful Anwar Malang”

C. Tema Kegiatan
“Aauhan Keperawatan Tuberkulosis Di Ruang 29 Kelas 3 IRNA 1
Rumah Sakit Dr.Saiful Anwar Malang”
D. Tujuan Pelaksanaan Kegiatan
1. Untuk mengatahui apa itu tuberculosis paru, penyebab tuberculosis paru,
tanda gejala tuberculosis paru , pemeriksaan tuberculosis paru hingga
komplikasi yang timbul akibat tuberculosis paru.
2. Untuk mengetahuan asuhan keperawatan kepada anak yang mengalami
tuberculosis paru

3. Petugas
1. Pemateri : Maula Rendy A
2. Moderator : Ahmad Fauzi
3. Notulen : Mufidatul Ainiyah, Atik Mayasari
4. Dokumentasi : Siti Lutfiah
5. Perlengkapan : Dina Nampi Riski, Fiqih Aprivarina

4. Bentuk Kegiatan
Adapun bentuk kegiatan yang akan dijalankan yaitu seminar dan tanya
jawab

5. Waktu dan Tempat


Hari, tanggal : Jumat, 23 Maret 2018
Waktu : 15.00
Tempat : Ruang jumpa Gembira

6. Peserta Kegiatan
1. Koordinator KMB : Ns. Ika Yuli Astuti M.Kep
2. Pembimbing Institusi : Ns. Hardiyanto M.Kep.

7. Materi dan ASKEP Terlampir


8. Daftar Pustaka
Bijayalaxmi, B., Urmila, A., & Prasad, P.A. 2010. Knowledge of staff nurses
regarding intravenous catheter related infection working in Orissa.The
Journal of India. CI (6)
Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2.
Cetakan Pertama. Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyelamatan Lingkungan. Jakarta.
Gayatri, D., & Handayani, H. 2008. Hubungan jarak pemasangan terapi
intravena dari persendian terhadap waktu terjadinya flebitis. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 11 (1): 1-5.
Nurhasanah. Aini. Wakhid, Abdul. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Terjadinya Plebitis Di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang.
Jurnal Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran.
Reeves. 2001 “Keperawatan Medikal Bedah”. Jakarta : Salemba Medika
Nursing Interventions Classification (NIC) : Fifth Edition. Missouri : Mosby
Elsevier
Nursing Outcomes Classification (NOC) : Fourth Edition. Missouri : Mosby
Elsevier
Smeltzedr.2002 “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddart”.Edisi 8 volume 3.Jakarta : EGC
Lampiran Materi

TUERKULOSIS PARU

A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005). Tuberkulosis Paru
(TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. (
Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan
asam, dapat merupakan organisme patogen atau saprofit (Sylvia Anderson,
1995).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Bruner dan Suddart. 2002). Tuberkulosis adalah contoh lain
infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikrooganisme
Mycobacterium tuberculosis (Elizabeth J. Corwn, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobakterium tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis
paru adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular
disebabkan mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik
bersifat patogen atau saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.

B. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam
alkkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada
udara kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es).
Hal ini terjadi karena kuman
bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan
menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob.
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari
pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah
aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru
lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui
saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer
(ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan
terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis
primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun.
Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah
peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di
dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J
2001)
1). Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2). Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu
dalam terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3). Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4). Individu tanpa perawatan yang adekuat
5). Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan
gizi, by pass gatrektomi.
6). Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara,
Amerika Latin Karibia)
7). Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik,
penjara)
8). Individu yang tinggal di daerah
kumuh
9). Petugas
kesehatan

C. Manifestasi Klinis
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-
macam atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama
sekali dalam pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang pana
badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
hilang timbul demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak pernah
terbeba dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis
masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah minggu-mimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan
menjadi produktif(menghasilkal sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk
darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi
pada ulkus dinding bronkus.
3. sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering
ditemukan berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi
kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak teratur.
(Amin,2007)

D. Klasifikasi
Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya yaitu:

Kelas Tipe Keterangan

0 Tidak ada pejanan TB. Tidak ada riwayat terpajan.


Tidak terinfeksi Reaksi terhadap tes tuberculin
negative.
1 Terpajan TB Riwayat terpajan
Tidak ada bukti infeksi Reaksi tes kulit tuberkulin negative
2 Ada infeksi TB Reaksi tes kulit tuberculin positif
Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri negative (bila
dilakukan)
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik
atau radiografik Tb aktif

3 TB, aktif secara klinis Biakan M. tuberkulosis (bila


dilakukan).
Sekarang terdapat bukti klinis,
bakteriologik, rsdiografik penyakit
4 TB, Riwayat episode TB atau
Tidak aktif secara klinis Ditemukan radiografi yang abnormal
atau tidak berubah;reaksi tes kulit
tuberkulin positif dan tidak ada bukti
klinis atau radiografik penyakit
sekarang
5 Tersangka TB Diagnosa ditunda
(Price, 2005)

E. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel
infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-
paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5
mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T )
adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon
ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan
dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg
1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-
paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit
bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama
leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh
dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan
bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh
waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang
biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan
respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan
parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain
yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini
dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah
atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan
bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan
lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge
menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis
penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan
tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar
keorgan-organ lainnya.
F. PATWAY
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3
bulan.
* Streptomisin injeksi 750 mg.
* Pas 10 mg.
* Ethambutol 1000 mg.
* Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi
obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
* Ethambutol.
* Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2
fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh
WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

 Efek Samping OAT :


Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan.adapun efek samping OAT antara lain yaitu:
1. Isoniazid (INH)
 Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
 Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul
pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau
ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada
keadaan khusus.
2. Rifampisin
 Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah : Sindrom flu berupa demam, menggigil
dan nyeri tulang, Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu
makan, muntah kadang-kadang diare, Sindrom kulit seperti gatal-gatal
kemerahan
 Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan
jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat,
air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses
metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan
kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal
ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam
urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit
yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun
demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai,
jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB
yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran.
Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan
dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada
pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan
kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila
obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika
pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin
parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang
timbul tiba- tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit.
Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan
sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah
suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi
0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak
boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf
pendengaran janin. (http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf)

Anda mungkin juga menyukai