Anda di halaman 1dari 15

GAGAL GINJAL KRONIK

A. Definisi
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangaan gagal ginjal yang
progresif dan lambat, biasanya berlangsung berapa tahun. Ginjal
kehilangan kemampuan asupan diet normal. Gagal ginjal kronik terjadi
setelah berbagai macam penyakit merusak nefron ginjal (Price, Sylvia
Anderson, 2004).
Gagal ginjal kronik (CKD) adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular
kurang dari 50 ml/menit (Suyono, Slamet, 2001).

B. Etiologi
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
ISK dibagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah
(pielonefritis akut). Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal yang
progresif berupa kelainan ginjal disebabkan oleh infeksi yang berulang
dan menetap pada ginjal, yang menyebabkan kelainan anatomi pada
ginjal dan saluran kemih seperti refluks vesikoureter, obstruksi,
kalkuli atau kandung kemih neurogenik. Kerusakan ginjal pada
pielonefritis akut/kronik atau disebut juga nefropati refluks diakibatkan
refluks urin yang terinfeksi ke uretra dan masuk kedalam parinkim
ginjal (refluks internal). Piolonefritis kronik yang disertai refluks
vesikoureter merupakan penyebab utama gagal ginjal pada anak-anak.
2. Nefrosklerosis Hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat.
Hipertensi mungkin merupakan penyakit primer atau penyakit ginjal
kronik merupakan pemicu hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan
air, pengaruh vaso presor dari system renin- angiotensin mungkin juga
melalui defisiensi prostaglandin. Nefrosklerosis menunjukan adanya
perubahan patologis pada pembuluh darah ginjal sebagai akibat
hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama gagal
ginjal kronik, terutama pada populasi yang bukan orang kulit putih.
3. Glomerulonefritis
Glomerulonepritis merupakan penyakit peradangan ginjal
bilateral. Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi
sebagai proteinuria dan atau hemoturia. Meskipun lesi terutama pada
glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, mengakibatkan gagal ginjal kronik.
4. Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal polikistik dintandai dengan kista-kista multiple
bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan
menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat
membesar dan terisi oleh klompok- klompok kista yang menyarupai
anggur. Perjalanan penyakit progresif cepat dan mengakibatkan
kematian sebelum mencapai usia 2 tahun. Tanda dan gejala yang
sering tampak adalah rasa sakit didaerah pinggang, hematuria,
poliuria, proteinuria dan ginjal membesar teraba dari luar. Komplikasi
yang sering terjadi adalah hipertansi dan infeksi saluran kemih.
Penyakit ginjal polikistik merupakan penyebab ketiga tersering gagal
ginjal stadium akhir.
5. Gout
Gout merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai oleh
hiperurisemia (peningkattan kadar asam urat plasma). Lesi utama pada
gout terutama berupa endapan dan kristalisasi urat dan dalam cairan
tubuh.
Pada gout kronik endapan kristal urat dalam interstisium ginjal
dapat menyebabkan nefritis interstisial, nefrosklerosis dan gagal ginjal
yang berjalan progresif lambat.
6. Diabetes Mellitus
Nefropati diabetika merupakan penyebab kematian dan
kecacatan yang umum pada penderita diabetes militus. Lesi ginjal
yang sering dijumpai adalah nefrosklerosis akibat lesi pada arteriola,
pielonefritis dan nekrosis papila ginjal dan glomerulus sklerosis. Lesi
tersebut disebabkan oleh peningkatan endapan matriks mesingeal.
Membrane basalis perifer juga lebih menebal. Mula-mula lumen kapiler
masih utuh tetapi lambat laun mengalami obliterasi bersamaan dengan
berlanjutnya penyakit.
7. Hiperparatirodisme
Hiperparatiroidisme primer akibat hipersekresi hormone
paratiroid merupakan penyakit yang dapat menyebabkan
nefrokalasinosis dan selanjutnya dapat menyebutkan gagal ginjal.
Penyebab yang paling sering adalah adenoma kelenjar paratiroid.
8. Nefropati toksik
Ginjal rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima
25% dari curah jantung dan ginjal merupakan jalur ekskresi
obligatorik untuk kebanyakan obat. Sehingga insufiensi ginjal
mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam
cairan tubulus.

C. Stadium Gagal Ginjal


Penyakit gagal ginjal kronik umumnya dibagi menjadi 5 stadium,
pembagiannya dilakukan berdasarkan nilai GFR (Glomerular filtration
rate), yaitu :
1. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan
pada ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium
pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk
memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit
jantung dan pembuluh darah.
2. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89).
Saat fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan
perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk
mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
3. Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut
pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum.
Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati
masalah ini.
4. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan
untuk komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai
pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan
membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan
membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh
darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara
sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam
perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman
menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
5. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak
bekerja cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan
dialisis atau pencangkokan ginjal.

D. Manifestasi Klinis
1. Sistem gastrointestinal
a. Anoreksia, nausea, vomitus yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein.
b. Foter uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau
amonia.
2. Kulit
a. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksik
uremik dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Ekimosis akibat gangguan hematologis.
c. Urea frost akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat.
3. Sistem hematologi
a. Berkurangnya produksi eritropoitin, sehingga rangsangan
eritropoisis pada sumsum tulang menurun.
b. Hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritroosit dalam suasana
uremia toksik.
c. Difisiensi besi, asam folat akibat nafsu makan yang kurang.
d. Perdarahan pada saluran cerna dan kulit.
e. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.
f. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia akibat agregasi
dan adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya faktor
trombosit III dan adenosis difosfat.
4. Sistem Saraf dan Otot
a. Resties leg syndrome: pasien merasa pegal pada kakinya sehingga
selalu digerakkan.
b. Burning feet syndrome: rasa semutan dan seperti terbakar terutama
ditelapak kaki.
c. Ensefalopati metabolik: lemah tidak bisa tidur, gangguan
konsentrasi tremor, miokionus dan kejang.
d. Miopati: Kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot-otot
ekstremitas proksimal.
5. Sistem Kardiovaskuler
a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktifitas system renin-angiotensin-aldosteron.
b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial,
penyakit jantung koroner akibat arterosklerosis dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
6. Sistem Endokrin
a. Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun akibat
penurunan sekresi testosterone dan spermatogenesis.
b. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan sekresi dan
insulin.
c. Gangguan metabolisme.
d. Gangguan metabolisme vitamin D.
7. Gangguan System Lain
a. Tulang: osteodistrofi renal yaitu osteomalasia, osteofibfosa,
osteoskerosis dan kalsifikasi metastatik.
b. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai
hasil metabolisme
c. Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalsemia, hipokalsemia.

E. Patofisiologi
Fungsi renal menurun. Produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Menjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis.
Gangguan klirens renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomerulus) klirens kreatinin akan menurun dan kadar
kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah
(BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang
paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara
konstran oleh tubuh.
Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat
aktivasi aksis renin-angio-tensin dan kerjasama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam; mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Asidosis. Dengan berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan

asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat


ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3-) dan

mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO3)-).


Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin
yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi,
dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi
normal yang diproduksi oleh ginjal menstimulasi sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan napas
sesak.
Ketidakseimbangan kalsium dan posfat. Abnormalitas utama
yang lain pada gagal ginjal kronik adalah gangguan metabolisme kalsium
dan posfat. Kadar serum kalsium dan posfat tubuh memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat
peningkatan kadar posfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum
kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dan akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
Selain itu, metabolit aktif vitamin D (1,25–dihidrokolekasiferol)
yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan
berkembangnya gagal ginjal.
Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal, terjadi
dari perubahan kompleks kalsium, posfat dan keseimbangan parathormon.
Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronik
berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin,
dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekskresikan secara signifikan
sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung
akan cepat memburuk daripada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.

F. Komplikasi
1. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium, tamponade jantung.
2. Gangguan elekrolit: hiponatremia, asidosis, hiperkalemia (akibat
penuruan ekskresi, asidosis mertabolik, katabolisme dan masukan diet
yang berubah).
3. Neurology: iritabilitas, neuromuscular, flap, tremor, koma, gangguan
kesadaran, kejang
4. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum,
pendarahan gastrointestinal.
5. Hematologi: anemia (akibat penurunan eritropeitin penurunan tentang
usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi diet
toxin, dan kehilangan darah selama hemodialisis), diatesis, hemoragik.
6. Infeksi: pneumonia, septicemia, infeksi nosokomial.
7. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin – angiotensin – aldosteron.
8. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat refensi fosfat, kadar
kalsium peningkatan kadar aluminium.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menetapkan adanya CKD, adanya kegawatan,
menentukan derajat CKD, menentukan gangguan system dan membantu
menentukan etiologi.
Uji laboratorium yang biasa dilakukan adalah uji filtrasi glomerulus.
a. Urine
1) Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau
urine tidak ada (anuria).
2) Warna secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh
pus bakteri; sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, mioglobin porfirin.
3) Berat jenis kurang dari 1,015 (menetap pada 1.010
menunjukkan kesusakan berat); natrium lebih besar dari 40
meq/l; derajat tinggi proteinuria (3 – 4 +).
4) Osmolalitas kurang dari 350 m osm/kg menunjukan kerusakan
tubular dan rasio urine: serum sering 1.
5) Klirens Kreatinin: mungkin agak menurun.
6) Natrium; lebih besar dari 40 meq IL karena ginjal tidak
mampu meriabson natrium.
b. Darah
1) BUN atau Creatinin; meningkat, biasanya meningkat dalam
proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dl, diduga tahap akhir (mungkin
rendah yaitu 5).
2) Darah Lengkap: Hematokrit menurun pada adanya anemia,
Hemoglobin kurang dari 7-8 mg/dl.
3) Sel darah merah (SDM); menurun pada defisiensi eritropoetin
seperti azotemia.
4) Analisa gas darah (AGD); pH asidosis metabolik (pH kurang
dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan hydrogen dan ammonia atau hasil akhir
katabolisme protein, bikarbonat (HCO3) menurun, PC02
menurun.
5) Natrium serum; mungkin rendah (bila ginjal kehabisan natrium
atau normal), memungkinkan status delusi, hipernatremi.
6) Kalium; terjadi peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis SDM), pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin
tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar.
7) Magnesium atau fosfat meningkat.
8) Kalsium menurun.
9) Protein (khususnya albumin); kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urin, terjadinya
perpindahan cairan dan penurunan pemasukan atau penurunan
sintesis karena kurang asam amino esensial.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis (misalnya voltase rendah), aritemia, dan ganggguan
elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
3. Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal kortek ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi saluran kemih dan prostat. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mencari adanya factor yang reversible seperti obstruksi
oleh batu atau masa tumor, juga untuk menilai proses penyakit sudah
lanjut.
4. Foto Polos Abdomen
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau
obstruksi lain, sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan
memperburuk fungsi ginjal.
5. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan apabila dicurigai ada obstruksi reversible.
6. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat bendungan paru akibat kelebihan cairan, efusi
fleura, kardiomegali efusi pericardial.
7. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari ostodistrofi (terutama falang atau jari) dan klasifikasi
metastatik.
8. Pielografi Intra-vena (PIV)
Pada CKD lanjut tidak bermanfaat lagi karena ginjal tidak
dapat mengeluarkan kontras dan pada CKD ringan mempunyai resiko
penurunan faal ginjal lebih berat terutama pada usia lanjut, DM dan
nefropati asam urat.
9. Renogram
Pemeriksan yang digunakan untuk melihat fungsi ginjal kanan
dan kiri.
10. CT Scan
Dapat melihat adanya perdarahan dan atau iskemik pada otak.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan: diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium
hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi
hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC
seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J, 2004. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jilid 2. Jakarta:
Mediaesculapius
Price, Sylvia A..2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi 8.
Jakarta: EGC
Suyono, Salmet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi III. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
http://arwinlim.blogspot.com/2007/10/anfis-sistemperkemihan.html.
HEMODIALISA

A. Definisi
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke
kompartemen lain melewati membran semipermeabel. Pada Hemodialisis, darah
adalah salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian yang lain.
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa
atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan
berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air
juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein
plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran.
Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Sistem ginjal buatan:
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan
tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

B. Indikasi
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat
indikasi:
a. Hiperkalemia
b. Asidosis
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
C. Tujuan
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme
yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang
lain.

D. Peralatan
1. Peralatan Haemodialisa
a. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL)
AVBL terdiri dari :
1) Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing
akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai
dengan warna merah.
2) Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser
dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai
dengan warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming
volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan
kompartemen dialiser. Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen adalah
konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing arterial/venouse
pressure,tubing udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port biru
obat ,port darah/merah herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
3) Dializer /ginjal buatan (artificial kidney)
Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2
ruang/kompartemen,yaitu:
a) Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah
b) Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat. Kedua
kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel.
4) Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk
darah dan dua samping untuk keluar masuk dialisat.
5) Air Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat
peka (diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air
PAM dan air sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water
treatment” sehingga memenuhi standar AAMI (Association for the
Advancement of Medical Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan
untuk satu session hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar 120
Liter.
6) Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi
tertentu. Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat
dan dialisat bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada
beberapa macam yaitu : jenis standart, free potassium, low calsium
dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada yang powder, sehingga
sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air water treatment
sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).
7) Mesin Haemodialisis
Ada bermacam-macam mesin haemodilisis sesuai dengan merek nya.
Tetapi prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan
dilisat, system pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan
dillisat circuit dan bebagai monitor sebagai deteksi adanya kesalahan.
Dan komponen tambahan seperti heparin pump, tombol bicarbonate,
control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi, kateter vena, blood volume
monitor.

Anda mungkin juga menyukai