PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Menurut WHO (2008), Efusi Pleura
merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya.
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi merupakan suatu tanda
adanya penyakit. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5 –
20 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa
adanya gesekan antara kedua pleura saat bernafas. Penyakit-penyakit yang dapat
menimbulkan efusi pleura adalah tubercolusis, infeksi paru nontubercolusis, sirosis
hati, gagal jantung kongesif.
Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema
utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara
industri, diperkirakan terdapat 320 kasus Efusi Pleura per 100.000 orang. Amerika
serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita Efusi Pleura terutama
disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Sementara di Negara
berkembang seperti Indonesia, diakibatkan oleh infeksi tubercolusis.
Menurut catatan medik rumah sakit dokter kariadi Semarang jumlah pravalensi
penderita efusi pleura bertambah setiap tahunnya yaitu terdapat 133 penderita pada
tahun 2001(medical record rsdk dr.kariadi 2002).[1] Sedangkan menurut Berdasarkan
data Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati selama 3 bulan terakhir (Mei –
Juli 2011) di Lantai IV Selatan Ruang IRNA B Gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta didapatkan pasien yang dirawat dengan Efusi Pleura sebanyak 20
kasus ( 3,61 % ) dari 544 kasus penyakit yang ditemukan. Dan berdasarkan Depkes RI
( 2006 ), kasus Efusi Pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas
lainnya[2].
Tingginya angka kejadian Efusi Pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk
memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka kematian akibat Efusi Pleura masih
sering ditemukan faktor resiko terjadinya Efusi Pleura karena lingkungan yang tidak
bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial
ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan
kurangnya masyarakat tentang pengetahuan kesehatan.
B. Tujuan Penulisan
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Anatomi Pleura
Pleura adalah membrane serosa yang licin, mengkilat, tipis, dan transparan yang
membungkus paru (pulmo). Membran ini terdiri dari 2 lapis:
a. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi permukaan
paru.
b. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan dinding
dada.
Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas :
1) Cupula Pleura (Pleura Cervicalis)
Merupakan pleura parietalis yg terletak di atas costa I namun tdk melebihi dr
collum costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial
os. Clavicula
2) Pleura Parietalis pars Costalis
Pleura yg menghadap ke permukaan dalam costae, cartilage costae, SIC/ ICS, pinggir
corpus vertebrae, dan permukaan belakang os. Sternum.
3) Pleura Parietalis pars Diaphragmatica
Pleura yg menghadap ke diaphragm permukaan thoracal yg dipisakan oleh fascia
endothoracica.
4) Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis)
Pleura yg menghadap ke mediastinum / terletak di bagian medial dan membentuk bagian
lateral dr mediastinum.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi
cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe.
Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes
keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh
pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah.
Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat sebuah rongga yg disebut dg cavum
pleura. Dimana di dalam cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yg
berfungsi agar tdk terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernapasan. Rongga
pleura mempunyai ukuran tebal 10-20 mm, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang
tidak bewarna, mengandung protein < 1,5 gr/dl dan ± 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura
didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel
polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil
didalam cairan pleura. Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan
seimbang agar nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan.[4]
3. Fisiologi Pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks kedalam paru-paru,
sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu
istirahat (resting pressure) dalam posisi tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm H2O;
sedikit bertambah negatif di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan
negatif meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O.
Selain fungsi mekanis, rongga pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan
fagositosis benda asing dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.
Cairan rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik dengan
konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut
mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan rongga pleura. Resorbsi terjadi
terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15
ml/kg/jam. Bila terjadi gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan
terjadinya pleural effusion.[5]
B. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat dan
eksudat.
a. Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Transudat ini
disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma
nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor,
sindroma meig, hipoalbumenia, dialysis peritoneal, Hidrothoraks hepatik .
b. Eksudat
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru,
radiasi, penyakit kolagen.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang menurut ( Tierney, 2002 dan Tucker 1998 ) adalah
1. Sesak nafas
2. Nyeri dada
3. Kesulitan bernafas
4. Peningkatan suhu tubuh jika terjadi infeksi
5. Keletihan
6. Batuk
Manifestasi klinis menurut Suzanne & Brenda, 2002 yang dapat ditemukan pada Efusi
Pleura adalah
a. Demam
b. Menggigil
c. Nyeri dada pleuritis
d. Dispnea
e. Batuk Suara nafas ronchi
Manifestasi klinis menurut Irman Somantri, 2008 adalah
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimpomatik, timbul gejala sesuai dengan penyakit
yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritik. Ketika efusi sudah membesae dan menyebar kemungkinan timbul dispenea dan
batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan nafas sesak. Tanda fisik meliputi
deviasi trakea menjauhi sisi yang terkena, dullness pada perkusi dan penurunan
bunyi pernafasan pada sisi yang terkena.
D. Patofisiologi
Pada umumnya, efusi pleura terjadi karena pleura hamper mirip plasma (eksudat)
sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat).
Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
pleura parientalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau keterlibatan
neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung
kongesif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura
ketika terjadi payah/gagal jantung kongesif. Ketika jantung tidak dapat memompakan
darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan
hidrostastik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik.
Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi
bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura
parientalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan
pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan
cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi, hal tersebut berdasarkan adanya
penurunan pada tekanan onkontik intravaskuler (tekanan osmotic yang dilakukan oleh
protein)
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung atas
kekakuan relative paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernafasan normal,
dinding dada cenderung untuk recoil ke dalam (paru-paru tidak dapat berkembang
secara maksimal melainkan cenderung untuk mengempis).
A. Penatalaksanaan
1. Medis
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan
kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan
spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia,
sirosis).
a. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen
guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
b. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa
hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan
elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-
seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
c. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan
kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi
cairan lebih lanjut.
d. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding
dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.[10]
2. Keperawatan
a. Memberikan posisi nyaman pada pasien dengan bagian kepala agak
ditinggikan.
b. Memberikan manajemen nyeri seperti mengajarkan teknik relaksasi.
c. Mengajarkan batuk efektif
d. Mengatur posisi semi fowler agar pasien nyaman
3. Diet
Tujuan diet pada pasien effusi pleura adalah memberikan makanan secukupnya,
mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air. Syarat-syarat diet pada
pasien effusi pleura antara lain:
a. energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang
normal.
b. protein yang cukup yaitu 0,8 gram/KgBB
c. lemak sedang yaitu 25-30 % dari kebutuhan energi total (10 % dari lemak
jenuh dan 15 % dari lemak tidak jenuh).
d. vitamin dan mineral yang cukup.
e. diet rendah garam (2-3 gram/hari).
f. makanan mudah dicerna dan tidak menimbulkan gas.
g. serat yang cukup untuk menghindari konstipasi.
h. cairan cukup 2 liter/hari
bila kebutuhan gizi dapat dipenuhi melalui makanan maka dapat diberikan berupa
makanan enteral, parenteral atau suplemen gizi.