DEFINISI
Emfisema paru merupakan keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya
kondisi klinik berupa melebarnya saluran udara bagian distal brongkiolus terminal yang
disertai dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang
mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyaatannya ,
ketpenyebab utama klien mengalami gejala emfisema,funngsi paru sudah mengalami
kerusakan permanen ( irreversibel) yang disertai dengan brongkhitis abstruksi kronis. Kondisi
ini merupakan penyebab utama kecatatan.( arif muttaqim,2008)
B. ETIOLOGI
a. Faktor genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diantaranya
adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifia atau peningkatan kadar
imonoglobin (IgE) serum,adanya hiper responsif brongkus,riwayat penyakit obstruksi
paru pada keluarga dan defisiensi protein alkfa -1 antitripsin.
c. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya brongkitis kronik dan emfisema paru. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hiperglasia kelenjar mukos brongkus dan
metaplasia epitel skuamus saluran pernafasan.
d. Infeksi
Infeksi menyebkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalah yang timbul lebih
berat.infeksi pernafasan bagian atas pasien bronchitis kronik selalu menyebabkan
infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan keruskan paru bertambah. Bakteri yang
di esolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pheumoniae.
e. Polusi
Sebagai faktor penyebab penyakit, polisi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila di
tambah merokok resiko akan lebih tinggi. 65
F. sosial ekonomi
Emfisema lebih banyak di dapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin karena
perbedaan pola merokok, selain itu mungkin di sebabkan faktor lingkungan ekonomi
yang lebih jelek.
C. PATOFISIOLOGI
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru,yaitu penyempitan saluran
nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang.penyebab dari elastisitas yang
berkurang yaitu defisiensi A lfa 1 – anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang
menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak
jaringan paru.dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan paru
dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan enzim proteolitik. Di
dalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan
elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang
penting adalah pangkreas. Asap rokok ,polusi,dan infeksi ini menyebabkan elastase
bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu sistem alfa -1
protease inhibitor terutama enzim alfa -1 anti tripsin ( alfa- 1 globulin) akibatnya tidak ada
lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan
elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi
keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan
tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan
paru ke dalamnya itu elastase paru. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal
tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah
paru akan tertutup pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih
banyak yang tertutup,cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang
rusak,akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang .tergantung pada
kerusakan nya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang /tidak ada akan tetapi perfusi
baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan
merata.sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.
D. MANIFESTASI KLINIS
Dispnea adalah gejala utama emfisema dan mempunyai riwayat yang membahayakan.
Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan riwayat batuk kronis yang lama,
mengi,serta peningkatan nafas pendek dan cepat (takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh
infeksi pernafasan.
Pada inspeksi pasien biasanya tampak mempunyai barrel chest akibat udara
terperangkapnya, penipisan Massa otot dan pernafasan dengan bibir dirapatkan pernafasan
dada, pernafasan abnormal tidak efektif dan penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (
sternokleido mastoid) adalah umum terjadi pada tahap lanjut dispnea terjadi saat aktivitas
bahkan pada aktivitas kehidupan sehari –hari seperti makan dan mandi.
Ketika dada di periksa, ditemukan hiperesonans dan penurunan fremitus ditemukan
pada seluruh bidan paru. Auskultasi menunjukkan tidak terdengarnya bunyi nafas dengan
krekles rongki dan perpanjangan ekspirasi kadar oksigen yang rendah ( hipoksemiah) dan
kadar karbon dioksida yang tinggi ( hiperkapnia) terjadi pada tahap lanjut penyakit.
Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekali pun seperti membungkuk untuk
mengikatkan tali sepatu mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersional)paru
yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkioles tidak
dikosongkan secara efektif dari sekresi yang dihasilkan.
Pasien rentang terhadap reaksi implamasi dan infeksi akibat pengumpulan Sekresi ini
setelah infeksi ini terjadi pasien mengalami mengi yang berkepanjangan saat fisik
ekspirasi,anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum terjadi. Vena leher
mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.pemeriksaan fisik menunjukkan tidak
terdengarnya bunyi nafas dengan rongki dan ekspirasi memanjang, hiperesonans saat
perkusi dan penurunan fremitus taktil.