Anda di halaman 1dari 6

Kebutuhan Pokok Anggota Sangha

Kemajuan spiritual dan pencapaian batin membutuhkan perlengkapan untuk


perkembangan sepenuhnya. Dalam hal ini, pertama-tama dibutuhkan adalah jasmani yang sehat,
yang mampu beradaptasi terhadap semua keadaan sehingga tidak timbul perasaan-perasaan yang
terganggu oleh emosi-emosi dan dorongan-dorongan yang rendah. Oleh sebab itu kesehatan
jasmaniah memegang peranan penting dalam kehidupan pabbajjita.
Dalam hubungan ini agama Buddha sangat menekankan pada kesucian, kesederhanaan
dan kepatuhan terhadap peraturan yang berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari dari pabbajjita.
Kebutuhan yang diperkenankan untuk para bhikkhu adalah:
a. Civara (jubah)
Sang Buddha melarang para bhikkhu berpakaian secara demikian dan mentahbiskan para
pengikutnya dengan memakai jubah yang dibuat dari potongan-potongan kain yang tidak ada
nilai ekonomisnya lagi (pamsakula).
Kemudian Sang Buddha memberikan kelonggaran dengan mengijinkan para bhikkhu
menerima dana jubah atau kain untuk jubah. Akan tetapi nilai ekonomisnya dari kain itu harus
dihilangkan dengan memotongnya menjadi potongan-potongan kecil dan kemudian disambung
kembali untuk dibuat sehelai jubah. Namun, harus senantiasa disadari bahwa jubah adalah untuk
menutupi badan dari hawa dingin dan panas, untuk melindungi diri dari serangan-serangan dan
angin serta untuk menutupi badan yang harus ditutupi.
b. Pindapata (makanan yang diterima sebagai dana)
Para bhikkhu yang melaksanakan samadhi harus memiliki jasmani yang sehat. Oleh
karena itu, ia harus memakan makanan secukupnya, tidak kurang maupun tidak berkelebihan.
Makanan yang secukupnya akan meningkatkan kekuatan jasmaniah yang harmonis dengan
ketenangan batin.
c. Senasana (tempat tinggal)
Tempat yang tenang dalam hutan, di bawah pohon atau di tempat-tempat lain yang akan
banyak menolong untuk menaklukan diri sendiri dan pencapaian kesempurnaan, menjauhi
duniawi dan melaksanakan samadhi di dalam hutan, di dalam gua-gua dan di bawah pohon-
pohon. Oleh sebab itu, wajarlah anjuran dari Sang Buddha yang terdapat dalam Majjhima
Nikaya (1,46) sebagai berikut:

“Para bhikkhu, di sana ada pohon-pohon, di sana ada ketenangan; pergilah dan samadhi”.
Akan tetapi, walaupun demikian, demi kebaikan orang lain, beliau juga mengizinkan para
bhikkhu berdiam di dalam tempat tinggal yang terlindung (senasana) dan memberikan berbagai
peraturan keviharaan sebagai pegangan Sangha.
Banyak bahaya yang mungkin akan menimpa para bhikkhu yang tinggal di tempat
terbuka, seperti di bawah pohon atau di tempat terbuka lainnya yang tidak ada pintu yang dapat
melindunginya dari berbagai gangguan dan objek-objek yang tidak menyenangkan. Oleh karena
itu, Sang Buddha mengizinkan para bhikkhu untuk berdiam dalam vihara yang sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam Vinaya.
Sewaktu mempergunakan tempat tinggal seorang bhikkhu harus menyadari tujuan yang
sesungguhnya berdiam di sana agar tidak timbul rintangan-rintangan sewaktu melatih samadhi.
Ia harus senantiasa merenungkan bahwa penggunaan tempat tinggal (senasana) adalah untuk
melindungi badan dari hawa dingin dan panas, dari tiupan angin dan hujan, serangga dan
binatang-binatang lainnya.
d. Bhesajja (obat-obatan)
Jika seorang bhikkhu sakit, ia harus memakan obat menurut petunjuk dokternya dan yang
selaras dengan Vinaya. Ia hanya diperbolehkan memiliki obat yang dibuat dari bahan-bahan
yang tidak tercela dan menyadari kegunaan dan tujuan mempergunakan obat itu. Ia harus
merenungkan bahwa pemakaian obat itu adalah untuk menghilangkan rasa sakit dan penyakit
yang diderita dan bukan untuk memperindah badan.
Para bhikkhu harus memahami bahwa menggunakan empat kebutuhan hidup yang layak
bagi pabbajjita adalah demi kesejahteraan yang tidak dikotori oleh keserakahan (lobha) dan
untuk memperoleh kesucian sila dalam empat kebutuhan pokok dalam hidup sehari-hari
(parisuddhi sila).

Ada beberapa pengertian tentang yang disebut berdana Kathina dengan sempurna, yaitu:

1. Di Vihara itu minimal ada 5 orang Bhikkhu yang berVassa.


2. Kelima orang Bhikkhu itu harus memasuki masa Vassa yang sama.
3. Harus menyelesaikan masa Vassa pada waktu yang sama dan sempurna.
4. Kathina itu harus diselenggarakan di Uposathagara.
5. Pada upacara itu, kelima orang Bhikkhu yang berVassa di vihara itu menerima persembahan
Kathina dusam (kain pembuat jubah Kathina) yang dipersembahkan oleh umat.
6. Kelima orang Bhikkhu itu kemudian serentak membuat sangha kamma, memutuskan siapakah
Bhikkhu yang berhak menerima jubah Kathina pada waktu itu.

Pada upacara kathina, selain mempersembahkan jubah kepada Sangha, para umat nampaknya
juga mempersembahkan empat kebutuhan pokok bagi para Bhikkhu. Banyak umat yang tidak
sempat mempersiapkan empat kebutuhan pokok ini, maka umat buddha menggantikan dengan
wujud uang. Kita sebagai umat buddha tentunya perlu sekali mengerti dengan benar, bagaimana
cara berdana yang baik itu. Dana yang diberikan seseorang akan menjadi dana yang bermanfaat,
kalau berdana dengan baik dan benar.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Cetana-sampada

Kalau saudara Ingin berdana, hendaknya saudara mempunyai pikiran yang ikhlas, senang dan
bahagia. Mengenai hal ini adalah:
* Sebelum berdana merasa senang dan bahagia.
* Pada waktu berdana merasa senang dan bahagia.
* Sesudah berdana merasa senang dan bahagia.

Dari ketiga hal ini, yang paling penting adalah yang ketiga, Walaupun yang kesatu dan kedua
juga penting.
Misalnya : sebelum berdana senang, waktu memberikan ikhlas, sesudahnya menyesal. Ini sangat
disayangkan, karena mengurangi nilai kebaikannya. Didalam Kitab Suci dijelaskan, orang yang
mempunyai kebiasaan seperti ini, waktu muda ia akan hidup makmur, kaya raya dan sejahtera.
Tapi itu semua hanya bertahan separuh umur. Jaya hanya kira-kira sampai lima puluhan tahun,
sesudah itu mengalami kemerosotan dan akhirnya menjadi miskin. Yang paling baik dan jasanya
dapat bertahan lama adalah merasa bahagia, ikhlas, gembira dan bahagia, baik sebelum, pada
saat maupun sesudah berdana.

2. Vatthu-sampada

Barang yang didanakan sebaiknya barang-barang yang bersih, yang didapat dari tidak melanggar
Negara dan Agama dan dana ini haruslah baik, yang disebut Sami Dana. Janganlah berdana yang
tak bisa dipergunakan lagi baik oleh diri sendiri maupun orang lain.

Dana untuk para Bhikkhu, orang tua, guru, disebut: Puja Dana (dana sebagai persembahan
perhormatan). Tidak sama dengan berdana untuk orang miskin, gelandangan, pegawai saudara,
ini disebut: Anugaha Dana (berdana sebagai hadiah, sebagai anugerah).

3. Puggala-sampada

Berdana kepada siapa? Sang Buddha pernah dituduh seseorang: "Apakah benar Sang Bhagava
mengajarkan bahwa berdana kepada orang tidak punya moral itu tidak ada gunanya?" Sang
Buddha kemudian menjawab: "Aku tidak pernah mengatakan bahwa berdana tidak ada gunanya,
meskipun orang membuang sisa-sisa dari satu panci atau mangkuk kedalam sebuah tambak atau
telaga dan mengharap agar para makhluk hidup di dalamnya dapat memperoleh makanan,
perbuatan inipun merupakan sumber dari kebaikan, apalagi dana yang diberikan kepada sesama
manusia".Inilah yang Tathagatha ajarkan, (Anguttaranikaya III, 57). Sang Buddha menyatakan:
"Berdana kepada Sangha sangat besar jasanya".
Di dalam Velumakkha-Sutta disebutkan: "Berdana kepada orang yang bermoral lebih besar
jasanya daripada berdana kepada orang yang tidak punya moral. Kepada Sotapanna lebih besar
dari orang yang bermoral. Kepada seorang Sakadagami lebih besar dari 100 Sotapanna. Kepada
seorang Anagami lebih besar dari 100 Sakadagami. Kepada seorang Arahat lebih besar dari 100
Anagami. Kepada seorang Paccekka Buddha lebih besar dari 100 Arahat. Kepada seorang
Sammasam-buddha lebih besar dari 100 Paccekka Buddha. Berdana kepada Sangha lebih besar
jasanya dari berdana kepada seorang Samma-sambuddha. Dana kepada Sangha tak pernah sia-
sia, sekalipun sampai seratus ribu kalpa lamanya".

Berdana kepada sangha itu lebih besar manfaatnya, karena tidak mengenal favoritisme. Berbeda
dengan berdana hanya untuk seorang bhikkhu, yang disebut: Puggala Dana (dana untuk
individu). Sang Buddha juga menguraikan, masih ada yang lebih besar jasanya daripada berdana
untuk Sangha, yaitu melaksanakan sila, sebagai orang awam menjalankan Pancasila lebih besar
manfaatnya daripada Sangha Dana, yaitu meditasi sampai mencapai Jhana (tingkatan
konsentrasi). Dan yang lebih besar lagi adalah meditasi Vipassana, karena meditasi Vipassana ini
akan menumbuhkan Panna (kebijaksanaan). Dengan Panna inilah yang akan dapat membebaskan
seseorang dari dukkha untuk selama-lamanya (mencapai kebebasan sempurna nibbana).

Sang Buddha pernah menyatakan, "Siapa yang suka berdana ia akan dicintai dan disukai". Ini
manfaat yang langsung dapat dipetik pada kehidupan sekarang ini.

Sedangkan manfaat yang dijelaskan dalam Nidhikhanda Sutta, Samyuta Nikaya I, 2: "Wajah
cantik, suara merdu, kemolekkan dan kejelitaan, kekuasaan serta mempunyai banyak pengikut,
semua itu dapat diperoleh dari pahala perbuatan baik, yaitu berdana".

Ada kalanya, orang berdana hanya karena ingin dipuji dan dicintai, supada dapat terlahir dialam
surga, supaya menjadi kaya dan mempunyai kekuasaan, maka orang itu hanya akan mendapatkan
itu saja. Tetapi sesungguhnya ada tujuan yang tertinggi, yaitu untuk mengurangi keserakahan,
kemelekatan, kekikiran, kebencian dan untuk dapat mencapai kebebasan (kesucian batin). Maka
kalau cita-citanya tinggi seperti itu, tujuan yang tengah-tengah dan bawah pasti akan tercapai
juga.

Orang yang tak suka berdana yang walaupun kecil atau sedikit, ia akan besar keserakahannya, ia
akan mengumpulkan dan terus mengumpulkan, nama, kekayaan, pangkat dan pujian. Ia senang
mengumpulkan, bahkan mengumpulkan problem, kesan yang tidak baik, pengalaman pahit,
kemarahan, kejengkelan dan ketidaksenangan. Orang yang tidak suka berdana ia akan menderita,
karena tidak suka melepas miliknya, ia akan semakin melekat, karena tidak bisa melepaskan
segalanya. Padahal apa yang kita cintai, apa yang kita miliki toh akhirnya akan ditinggalkan,
tidak ada sedikitpun yang dibawa ke alam sana, yang dibawa hanyalah kamma baik dan kamma
buruknya. Makan tidak enak, tidur pun tak nyenyak dengan tidak melepas kesan yang buruk,
problem yang berhubungan dengan sesama makhluk akan menumbuhkan kebencian dan
dendam. Janganlah semua itu disimpan, dikumpulkan, tetapi buang lepaskan semuanya, maka
kita akan merasa lega, tentram, damai dan bahagia.

Hidup ini sudah banyak macam persoalan alamiah, Sang Buddha mengatakan: "Hidup yang
bagaimanapun bentuknya adalah dukkha, janganlah menambah persoalan ekstra, lepaskanlah
semua itu". Dan kita bisa mulai berlatih untuk melepas dengan meningkatkan kemurahan hati
dan mengurangi kekikiran juga kemelekatan dengan berdana (memberi kepada mereka yang
patut menerima). Dana bukan berarti hanya berupa materiil semata: uang, makanan dan barang.
Tetapi bisa juga berupa moril: nasehat-nasehat, pertolongan, dorongan, perhatian dan pemberian
maaf. Kalau orang yang tidak pernah berdana, maka suatu saat kalau jasa kebaikannya habis
pasti ia akan menderita, seperti contoh: Orang punya kacang lima butir, tapi kacang itu hanya
dinikmati dan dimakan semuanya. Maka kacang itu habis, akan tetapi kalau misalnya kacang itu
disisihkan satu atau dua butir dan ditanam diladang yang baik dan subur, maka kelak jika kacang
itu berbuah akan dapat ia nikmati. Seperti halnya orang yang berdana, itu bagaikan orang
menanam bibit.

Orang berdana bagaikan menabung, yaitu menabung kamma baik yang akan bisa menolongnya
dan yang akan menyelamatkannya.

Menurut Dhamma, memberi bukan berarti berkurang, namun memberi sesungguhnya adalah
bertambah (bertambah kamma baiknya). Didalam Kitab Itivutaka, 18 Sang Buddha menjelaskan:
"Seandainya semua makhluk mengetahui seperti Aku (Tathagatha) mengetahui tentang manfaat
berdana, mereka tidak akan menikmati semua yang mereka miliki tanpa membaginya dengan
makhluk lain (yang membutuhkan), juga tidak akan membiarkan noda kekikiran mengoda dan
menetap didalam batinnya. Bahkan jika apa yang mereka miliki merupakan sedikit makanan
terakhir yang dipunyai, mereka tidak akan menikmati tanpa membaginya (berdana), seandainya
ada makhluk lain yang sangat membutuhkannya".

Kita sebagai umat Buddha, mestinya harus mengerti manfaat yang paling besar dari berdana,
yaitu: tidak hanya dipuji, terkenal, menjadi kaya dan terlahir di Alam Dewa. "Manfaat yang
paling besar dari berdana adalah bebas dari kekotoran batin". Kalau ada orang berdana (memberi
bantuan) hanya ingin dipuji, maka itu adalah sangatlah rendah, apalagi bila keinginannya untuk
dipuji itu tidak didapatkan, pasti kecewa dan menderita.

Menurut Dhamma, kalau seseorang ingin menjadi kaya, berjuanglah dengan sungguh-sungguh,
kerja keras, rajin, tekun, ulet, hemat (tidak boros), jujur dan banyak berbuat baik. Cita-cita itu
pasti akan tercapai, karena itu adalah hukumnya.
Kekayaan tidak bisa didapat hanya dengan cara memohon, berdoa dan sembahyang, namun
kekayaan bisa didapat kalau orang bekerja atau berkarya menurut hukum kebenaran.

Anda mungkin juga menyukai