DAFTAR ISI
ā
ā
fl
iii
Tingkatan-Tingkatan Kebijaksanaan 23
Menjadi Bijak karena Aspirasi Masa Lampau 25
Mengapa Makhluk Brahma Bijaksana? 26
Jangan Menunggu Sudah Tua Baru Meditasi! 29
Orang yang Sedikit Kilesa Adalah Orang yang Bijaksana 31
Apakah Anda Makhluk Berakar Tiga? 33
Aspek-Aspek Lain Munculnya Kebijaksanaan 33
Cara-Cara Mempraktekkan Yoniso Manasikāra 36
Perumpamaan Kadal yang Masuk ke Gundukan Sarang Rayap 37
iv
fi
v
vi
Bhikkhu Ñāṇukkaṁsa
vii
DAFTAR SINGKATAN
A Aṅguttara Nikāya
Abhi Abhidhamma
AbhiA Abhidhamma Aṭṭhakathā
Ads Abhidhammattha Saṅgaha
D Dīgha Nikāya
DA Dīgha Nikāya Aṭṭhakathā
DhpA Dhammapada Aṭṭhakathā
Kh Khuddakapāṭha
M Majjhima Nikāya
MA Majjhima Nikāya Aṭṭhakathā
MiP Milindapañha
Paṭi Paṭisambhidāmagga
PaṭiA Paṭisambhidāmagga Aṭṭhakathā
Peṭa Peṭakopadesa
S Saṁyutta Nikāya
SA Saṁyutta Nikāya Aṭṭhakathā
Thera Theragāthā
TheraA Theragāthā Aṭṭhakathā
TherīA Therīgāthā Aṭṭhakathā
V Vinaya
VA Vinaya Aṭṭhakathā
Vsm Visuddhimagga
VsmṬ Visuddhimagga Mahāṭīkā
viii
PENDAHULUAN
Hari ini hari Sabtu, tanggal 1 Mei 2021. Dalam rangka retret
tiga hari yang diadakan di Vih ra Dhammad y da, Medan, salah satu
cabang Vih ra Pa Auk. Di sela-sela retret ini, Bhante1 ingin
menyampaikan ceramah Dhamma yang mengangkat topik tentang
Yoniso Manasik ra.
1 Bhante di sini digunakan sebagai pengganti kata saya. Tetapi ‘Bhante’ terkadang
juga digunakan sebagai panggilan seorang umat buddhis kepada seorang bhikkhu
Theravāda atau seorang bhikkhu junior kepada bhikkhu yang lebih senior.
2 D.III hlm. 192.
3 Kesadaran Paṭisandhi muncul tepat setelah lenyapnya kesadaran kematian (cuti citta).
Kesadaran kematian merupakan kesadaran terakhir dari sebuah kehidupan, dalam
hal ini kehidupan lampau. Sedangkan paṭisandhi merupakan kesadaran yang
mengawali sebuah kehidupan, dalam hal ini kehidupan sekarang. Demikian
seterusnya.
4 M.III hlm. 182.
5 D.III hlm. 192 dan DA.III hlm. 206.
fi
ā
ā
ā
ṭ
ā
ā
ā
ṭ
ṭ
ā
2
ā
ā
ā
ā
9 Kitab terakhir dari seluruh Kitab Abhidhamma. Lihat catatan kaki no. 25.
ā
ā
ā
ā
ā
ā
ā
ā
ṭ
ā
ā
6
atau karena satu dan lain hal yang menyebabkan indranya cacat. Jadi
kecacatan ini terjadi karena memang dari awalnya sudah cacat, dari
pa isandhi-nya sudah cacat (tidak sempurna). Contoh lainnya seperti
manusia terlahir tidak memiliki kelamin atau berkelamin ganda atau
buta sedari lahir. Ini adalah ciri-ciri manusia yang tidak memiliki akar.
Bagaimana dengan hewan? Semua hewan tidak memiliki akar
semenjak lahir, begitu juga dengan hantu. Apakah hantu juga
dilahirkan? Hantu tidak lahir melalui rahim tetapi ia lahir atau
muncul secara spontan, ada yang wujudnya langsung dewasa. Begitu
juga dengan makhluk neraka, saat makhluk muncul di neraka mereka
disebut sebagai makhluk neraka. Para makhluk neraka juga tidak
memiliki akar.
ṭ
8
tiga akar kebajikan? Lalu bagaimana dia malah menjadi makhluk dua
akar? Sebetulnya akarnya tiga tetapi karena dikelilingi oleh kotoran
batin (kilesa), sebelum, pada saat, dan setelah berdana, oleh sebab itu
pada saat hasilnya berbuah tidaklah murni hasilnya menjadi tiga akar,
turun menjadi dua akar. Inilah kasusnya bagaimana sebuah kebajikan
tiga akar dapat menghasilkan kehidupan sebagai makhluk dua akar.
ṭ
13 Di sini yang dimaksudkan penulis dengan merenungkan anicca, dukkha, anatta adalah
hanya sebatas perenungan di permukaan secara umum tanpa melihat kemunculan
dan kelenyapan aktual dari fenomena materi dan fenomena batin (nāmarūpa)
sedangkan melatih vipassanā mengacu pada Perenungan vipassanā menurut Tipiṭaka
yang direnungkan setelah meditator mengembangkan konsentrasi benar
(sammāsamādhi) atau pemurnian batin (cittavisuddhi), dll. seperti di M.I hlm. 199
‘Rathavinītasuttaṁ’ (Sutta tentang Kereta Kuda yang Terlatih).
14 Pencapaian meditatif ini disebut uttarimanussadhamma dalam Pāḷi yang artinya adalah
jenis-jenis kebajikan superior yang melampaui kebajikan dari 10 dasar perbuatan bajik
(dasapuññakiriyavatthu) yang kebanyakan manusia pada umumnya dapat lakukan seperti
kedermawanan, menjaga moralitas, dll.
ā
ā
ā
ā
10
15Pāramī adalah jenis kebajikan yang dilakukan makhluk dengan aspirasi untuk
menghentikan siklus kelahiran dan kematian.
16VA.I hlm. 135 ‘Dibbacakkhuñāṇakathā’ (Diskusi tentang Pengetahuan Mata Dewa). Aya
juga bisa artinya kebahagiaan (AbhiA.I hlm. 417).
ā
ī
ā
ā
ā
11
17 Ayoniso manasikāra adalah kebalikan dari yoniso manasikāra. Jika yoniso manasikāra dapat
membuat batin yang bajik berasosiasi dengan kebijaksanaan, maka ayoniso manasikāra
justru membuat batin berasosiasi kotoran batin.
ā
ṭ
ā
ā
12
ā
ṁ
ṁ
ā
ā
ā
ā
13
ā
ā
14
ṭ
ā
ā
fi
ā
ṭ
15
ā
ā
ā
ā
ā
ṭ
ā
ā
ā
ā
16
buah dari kamma buruk. Kalau kita merenungkan, “Oh, ini adalah
kamma saya, kamma buruk saya sedang berbuah. Itu sebabnya saya
dicela orang, di tnah orang”. Jika ia merenung demikian, apa yang
muncul dalam pikirannya? Pikiran bajik. Karena pikiran bajik ini ia
menjadi bijaksana. Karena pikiran bajik itu sendiri diikuti oleh
kebijaksanaan. Kalau ia berpikir bahwa, “Dia tahu apa? Dia tidak
tahu saya siapa.” Waktu itu kesombongan muncul atau pandangan
salah muncul. “Saya! Saya ini siapa, dia tidak tahu!”Dengan demikian
pikiran akusala muncul, kotoran batin muncul.
ā
ā
ā
17
Jika kita merujuk pada Mah vagga Pāḷi (Sa yutta), Sang Buddha
ada menjelaskan sutta-sutta 25 seperti Sot pattiphala Sutta,
Sakad g miphala Sutta, An g miphala Sutta, Arahattaphala Sutta26; di sutta-
sutta tersebut Buddha menjelaskan bagaimana kita bisa mencapai
Sot panna, Sakad g mi, An g mi, dan Arahat27. Untuk mencapai tingkat-
tingkat kesucian, di sutta-sutta tersebut dijelaskan ada empat hal yang
kita kembangkan:
25Sutta sering diterjemahkan sebagai diskursus. Istilah sutta khususnya mengacu pada
semua ajaran Sang Buddha kecuali perihal Vinaya (disiplin monastik) atau
Abhidhamma (ajaran yang menjelaskan dan mengelompokan fenomena materi dan
fenomena batin beserta sebab dan akibatnya).
26 S.V hlm. 359.
27 Maknanya secara berurutan adalah Pemasuk Arus, Yang Sekali Kembali, Yang
Tidak Kembali, dan Arahat. Empat ini adalah jenis makhluk-makhluk suci yang
masing-masing telah mencapai tingkat-tingkat kesucian, dengan tingkat kesucian
Arahat sebagai yang tertinggi. Di dalam keberlangsungan batin seorang Arahat sudah
tidak mungkin lagi muncul kotoran batin.
ā
ā
ā
ā
ā
ā
ā
ā
ā
ā
ṃ
ā
18
28 Paṭi hlm. 211. Sembilan lokuttaradhamma (fenomena adiduniawi) ini adalah empat
magga, empat phala, dan Nibbāna. Fenomena ini direalisasi saat seseorang merealisasi
tingkat-tingkat kesucian.
ā
ā
ā
ā
19
ā
ā
ā
20
21
29Tidak membunuh, tidak mencuri, tidak melakukan hubungan seks yang salah, tidak
berbohong, dan tidak mengkonsumsi minuman atau obat-obatan terlarang yang dapat
melemahkan kesadaran.
fl
fl
fl
fl
fl
fl
fl
fl
fl
fl
fl
22
kon ik di alam manusia, tetapi juga kon ik di alam dewa, dll. Jadi
usaha untuk mengembangkan yoniso manasikāra atau kebijaksanaan
menjadi penting guna mendapatkan kehidupan yang damai dan
harmonis.
fi
fl
23
Tingkatan-Tingkatan Kebijaksanaan
24
25
Dari sini kita juga telah paham bahwa level kebijaksanaan saat
ber-yoniso manasikāra bisa berbeda-beda. Tentunya semakin kuat
kebijaksanaannya, maka semakin kuat pula yoniso manasikāra meredam
kotoran batin atau bahkan dapat memicu munculnya yoniso manasikāra
atau kebijaksanaan yang baru.
ā
26
36 AbhiA.I hlm. 118. Rūpabrahma adalah sejenis makhluk yang lebih superior
dibandingkan makhluk dewa. Makhluk brahma terlahir di alam brahma dikarenakan
kekuatan kebajikan konsentrasi rūpajhāna (salah satu pencapaian meditatif yang
terserap ke objek meditasi).
ā
ā
ā
ū
ā
ā
ā
ā
ā
27
ā
ū
ṭ
ā
ṭ
ṭ
ā
ā
ā
28
29
Saat kita lahir sebagai manusia, saat kita masih kecil, apakah
kita langsung bijaksana? Tidak. Kita terkadang nakal, lari sana, lari
sini, meski diberitahu pun kita tidak bisa paham, “Ngapain sih orang-
orang tua ini bermeditasi?” “Ngapain mereka ke Vih ra? Mendingan
kita main game!” Mereka berpikir demikian. Jika dijelaskan pun,
pemahaman mereka belum sampai. Bukan karena pikirannya tidak
pintar tetapi kebijaksanaannya masih belum matang, masih hijau.
Oleh sebab itu, mereka belum bisa memahami hal-hal yang
mendalam.
ā
ā
fi
fi
ṭ
ṭ
ā
30
ā
31
kurang lebih tujuh puluh lima tahun, jadi rentangnya tentu saja
berubah. Bukan empat puluh sampai lima puluh lagi ya, bisa lebih
cepat. Tetapi tentu saja ada juga kasus di mana sedari kecil sudah
bijaksana. Itu sebabnya kita harus memahami ini sebagai kasus pada
umumnya.
ṁ
ā
ū
ī
ā
ū
32
kamu itu harus …” Tetapi dia tidak berpikir demikian. Tidak ada
yang mengajarkannya. Tetapi ia bisa punya perenungan seperti itu. Ini
dikarenakan latihannya di kehidupan lampaunya. Jadi karena
kekuatan kebijaksanaannya di masa lampau, di kehidupan ini dia
cenderung menjadi lebih bijaksana dari orang-orang seumurnya.
Karena lebih cenderung bijaksana, dia jauh dari kilesa.
Atau bisa juga karena dari kecil orang tuanya juga suka
meditasi, anaknya juga selalu diarahkan untuk meditasi, berdana,
mengumpulkan p ram . Jadi kecenderungan dari kecilnya dia terbiasa
mengumpulkan kebajikan. Atau misal dari kecil pun jarang berasosiasi
dengan kotoran batin, oleh sebab itu jauh dari kotoran batin. Atau
juga misalnya orang terpelajar. Kalau di zaman dulu, di Tipiṭaka
menjelaskan ekspektasi (pengharapan) terhadap orang yang bijaksana,
terhadap orang yang banyak tahu, terhadap orang yang
berpendidikan adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang
bertutur kata halus, tindak tanduknya terampil, ramah, santun,
berbudaya. Jadi kalau orang yang dikenal terpelajar lalu ketahuan
melakukan pelanggaran sīla, maka akan banyak dicela orang, “Kamu
orang yang terpelajar tidak sepantasnya seperti itu!”
ā
ī
33
ā
ṭ
ṅ
ā
34
ā
ā
ū
ṅ
35
baik. Ia akan bertemu dengan guru yang baik, guru spiritual yang
baik, guru duniawi yang baik, yang berakhlak baik. Kemudian ia akan
bertemu dengan teman-teman yang baik yang banyak melakukan
kebajikan.
ā
ṇ
36
ā
ā
ā
37
ā
38
menunggu dan menjaga satu lubang saja. Cepat atau lambat kadal
akan keluar dari satu-satunya lubang tersebut, dan kita akan berhasil
menangkap si kadal.
ā
39
43 Mettā adalah fenomena batin bajik yang secara tulus mengharapkan kebahagiaan
makhluk hidup. ‘Semoga orang ini sehat dan bahagia’, ‘Semoga mereka bebas dari
segala jenis mara bahaya’, dll. Objek dari mettā adalah makhluk hidup.
44 Karuṇā adalah fenomena batin bajik yang mengharapkan agar makhluk dapat
terbebas dari penderitaan mereka. ‘Semoga mereka terbebas dari semua penderitaan’,
‘Semoga ia terbebas dari penyakitnya’. Objek dari karuṇā adalah makhluk yang sedang
merasakan penderitaan.
45 Dosa adalah salah satu jenis kotoran batin yang menolak objek, tidak puas dengan
objek, tidak menyukai objek. Maka dari itu dosa sering diterjemahkan sebagai
kebencian. Kesedihan juga terjadi karena penolakan terhadap kondisi yang sedang
terjadi pada objek yang biasanya muncul karena kemelekatan terhadap objek. Oleh
sebab itu, kesedihan juga merupakan manifestasi dari dosa.
ṇ
ā
ā
ṇ
ṇ
ā
ṇ
ā
ā
40
46 Muditā adalah fenomena batin bajik yang mengharapkan agar kebahagiaan atau
kesuksesan yang telah diperoleh suatu makhluk, tidak hilang. ‘Semoga ia tidak
kehilanngan kesejahteraan yang telah diperoleh’. Objek dari muditā adalah makhluk
yang sedang berbahagia.
47 Upekkhā adalah fenomena batin bajik yang seimbang atau netral, yang merenungkan
bahwa segala sesuatu yang terjadi pada suatu makhluk dikarenakan oleh kamma
mereka sendiri. Upekkhā muncul setelah merenungkan bahwa meskipun seseorang
mengharapkan kebahagiaan makhluk lain atau mengharapkan agar mereka dapat
terbebas dari penderitaan atau berharap bahwa kebahagiaan makhluk tersebut tidak
hilang, tetapi segala sesuatu tidak selalu terjadi sesuai dengan yang dikehendaki.
Dengan merenungkan bahwa segala sesuatu akan terjadi sesuai dengan kamma
makhluk itu sendiri. ‘Makhluk adalah pemilik dari kamma mereka sendiri’. Batinnya
menjadi netral dan seimbang.
48 Ikut berbahagia atas kebajikan yang telah dilakukan oleh orang lain.
49 Ini adalah kalimat yang sering diucapkan oleh umat Buddha khususnya saat
mendengar atau menyaksikan seseorang melakukan kebajikan. Artinya adalah
‘Bagus…bagus…saya ikut berbahagia!’.
ā
ṇ
ā
ā
ā
ā
ā
ā
41
42
ā
ā
43
ṁ
44
ā
fi
ā
ā
ā
45
Pertanyaan:
Jawaban:
fi
46
51 https://www.yalemedicine.org/news/how-an-addicted-brain-works.
fi
47
ā
ā
48
52 D.I hlm. 33 ‘Brahmajālasutta’ (Sutta tentang Jala Brahma) dan DA.I hlm. 112.
ā
ā
49
untuk waktu yang cukup lama, misal satu atau dua jam. Makin lama
tentu makin baik.
50
53 V.III hlm. 457, M.III hlm. 236, atau DhpA.I hlm. 36.
fi
fi
ā
51
fi
fi
52
Oleh sebab itu, dengan kekuatan samādhi ini jika seseorang dapat
melihat dan merenungkan kebenaran hakiki, maka batin dapat lebih
mudah menerima kebenaran tersebut dan kotoran batin akan dapat
lebih mudah disingkirkan.
53
Pertanyaan:
Jawaban:
Perhatian penuh, memiliki aspek yaitu pengamatan yang tidak melepas objek dan
54
ā
54
Oleh sebab itu, kilesa tidak dapat menguasai kita jika kita
memiliki sati. Misalnya pada saat anda meditasi dan fokus ke napas, itu
berarti anda menyadari napas. Karena anda berusaha terus
menyadari objek ini, “Sati... sati... sati...” (perhatian penuh terhadap
objek terkembangkan). Jadi, pada saat pikiran anda mengembara, jika
anda memiliki sati, anda akan menyadari bahwa pikiran sedang
mengembara. Pikiran mengembara ini kira-kira kusala atau akusala?
Akusala ya. Ini merupakan bentuk-bentuk kegelisahan. Tergantung apa
jenis pikirannya. Jika diikuti nafsu-keserakahan artinya lobha muncul.
Jika diikuti oleh kebencian berarti dosa muncul. Singkatnya, setiap kali
ā
55
kita berusaha sati kita akan sadar “Oh, sekarang pikiran sudah
mengembara, tidak di jalurnya, tidak mengambil objek yang
seharusnya.” Oleh sebab itu, sati ini seperti satpam. Sati dan satpam,
sifatnya seperti penjaga pintu, ia akan terus menjaga agar objek tidak
lepas dari perhatiannya. Jadi ia mengetahui apa yang masuk dan
keluar dari pintu. Jika ada orang melewati pintu, ia mengetahuinya.
Maka, jika tidak ada sati kita tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Biasanya yang sering muncul adalah akusala. Kusala selalu berasosiasi
dengan sati. Yoniso manasik ra sering diasosiasikan dengan paññā, jadi sati
dan paññā merupakan pasangan yang sempurna (satisampajañña).
Terkadang kita punya sati tetapi tidak muncul paññā. Tetapi kalau bisa
sati saja itu sudah bagus.
Pertanyaan:
A p a h u bu n g a n a n t a r a yo n i s o m a n a s i k r a d e n g a n
yathābhūtañāṇadassana; atau misalnya virāga vimuccati?
Jawaban:
ā
ā
fi
ā
ā
ā
ā
ā
56
57
ā
58
Pertanyaan:
Jawaban:
ā
59
ā
60