Anda di halaman 1dari 30

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK WIJAYAKUSUMA

NOMOR :006 / PER.DIR / RSKIA.WK / XII / 2016


2016
Tentang

PEDOMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK WIJAYAKUSUMA

Menimbang : a. bahwa dalam kegiatan rumah sakit berpotensi


menimbulkan bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomik dan
psikososial yang dapat membahayakan keselamatan dan
kesehatan terhadap staf, pasien, pengunjung maupun
masyarakat di lingkungan rumah sakit;
b. bahwa untuk mencegah dan mengurangi bahaya
keselamatan dan kesehatan khususnya terhadap staf,
perlu dilakukan upaya  – 
 –  upaya keselamatan dan
kesehatan kerja dengan menetapkan Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit
Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma.

Mengingat : 1. Undang-undang RI Nomor 1 tahun 1970 tentang


Keselamatan Kerja
2. Undang-undang RI Nomor24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana
3. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan
4. Undang-undang RI Nomor44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 472 / Menkes / Per / V
/ 1996 tentang Pengamanan Barang Berbahaya Bagi
Kesehatan
6. Peraturan Menteri Tanaga Kerja dan Transmigrasi
Transmigr asi
Nomor Per:01/Men/1979 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang
 Analisis Mengenai
Mengenai Dampak
Dampak Lingkungan
Lingkungan
8. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1333 /
Menkes / SK / XII / 1999 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit
9. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 432 /
Menkes / SK / IV / 2007 tentang Pedoman Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit
10. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129 /
Menkes / SK / II / 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS IBU
DANA ANAK WIJAYAKUSUMA TENTANG PEDOMAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA.

Kedua : Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja dimaksud


Diktum Kesatu sebagaimana terlampir dalam Lampiran
Peraturan ini.

Ketiga : Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja dimaksud


Diktum Kedua digunakan sebagai acuan dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di
lingkungan Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak
Wijayakusuma.

Keempat : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Kebumen
Pada tanggal : 08 Desember 2016

Direktur

. Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma

dr. Primadiati Nickyta Sari


 Analisis Mengenai
Mengenai Dampak
Dampak Lingkungan
Lingkungan
8. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1333 /
Menkes / SK / XII / 1999 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit
9. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 432 /
Menkes / SK / IV / 2007 tentang Pedoman Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit
10. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129 /
Menkes / SK / II / 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS IBU
DANA ANAK WIJAYAKUSUMA TENTANG PEDOMAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA.

Kedua : Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja dimaksud


Diktum Kesatu sebagaimana terlampir dalam Lampiran
Peraturan ini.

Ketiga : Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja dimaksud


Diktum Kedua digunakan sebagai acuan dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di
lingkungan Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak
Wijayakusuma.

Keempat : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Kebumen
Pada tanggal : 08 Desember 2016

Direktur

. Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma

dr. Primadiati Nickyta Sari


LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS
IBU DAN ANAK WIJAYAKUSUMA
NOMOR : 006/PER.DIR/RSKIA.WK/XII/2016
TENTANG
PEDOMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses
produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan di Indonesia belum terekam dengan
baik.Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa
negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi.Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai.Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan
antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja,
agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang
sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau
kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan
dalam kerja adalah tenaga kesehatan.Tenaga kesehatan mempunyai
kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal
23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal
di atas maka jelaslah bahwa rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat
kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak
kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di Rumah
Sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung Rumah Sakit.Sehingga
sudah seharusnya pihak pengelola Rumah Sakit menerapkan upaya-upaya K3
di Rumah Sakit.
Selain itu seperti yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang
No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa Rumah Sakit harus memenuhi
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian,
dan peralatan”, yang mana persyaratan -persyaratan tersebut salah satunya
harus memenuhi unsur K3 di dalamnya. Dan bagi Rumah Sakit yang tidak
memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut tidak diberikan izin mendirikan,
dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit (Pasal 17).
Bahaya  –  bahaya potensial di Rumah Sakit yang disebabkan oleh faktor
biologi (virus, bakteri, jamur, parasit); faktor kimia (antiseptik, reagen, gas
anastesi); faktor ergonomi (lingkungan kerja, cara kerja, dan posisi kerja yang
salah); faktor fisik (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi); faktor
psikososial (kerja bergilir, beban kerja, hubungan sesama pekerja / atasan)
dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
PAK di Rumah Sakit, umumnya berkaitan dengan faktor biologi (kuman
patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam
dosis kecil yang terus menerus seperti antiseptik pada kulit, gas anestesi pada
hati); faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor
fisik (panas pada kulit, tegangan tinggi pada sistem reproduksi, radiasi pada
sistem sel darah); faktor psikologis (ketegangan di kamar bedah, penerimaan
pasien gawat darurat, bangsal penyakit jiwa, dan lain-lain). Sumber bahaya
yang ada di Rumah Sakit harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan
tingkat risiko, yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan PAK.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Rumah Sakit Khusus Ibu dan
 Anak Wijayakusuma Kebumen perlu dibuat standar pelayanan K3RS yang
merupakan pedoman bagi Rumah Sakit dalam upaya-upaya melaksanakan
program kesehatan dan keselamatan kerja secara komprehenship sehingga
tercipta kondisi lingkungan yang sehat dilingkungan rumah sakit yang pada
akhirnya terciptanya kualitas pelayanan kesehatan yang aman diberikan di
lingkungan rumah sakit.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman oleh pihak manajemen untuk terciptanya cara kerja,
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan karyawan Rumah Sakit Khusus Ibu dan
 Anak Wijayakusuma.
2. Tujuan Khusus
a. Menjadi pedoman dalam memberikan pelayanan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak
Wijayakusuma.
b. Mengendalikan dan meminimalisasi potensi bahaya-bahaya yang
mempengaruhi situasi dan kondisi di Rumah Sakit Khusus Ibu dan
 Anak Wijayakusuma.
c. Meningkatkan mutu pelayanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma.
d. Meningkatkan pengetahuan bagi pihak manajemen Rumah Sakit
Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma dalam pengambilan keputusan
dan kebijakan tentang penyelenggaraan K3.
e. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan kepada karyawan atau para
medis Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma tentang
penyelenggaraan K3.

C. Ruang Lingkup
RuangLingkupkegiatan K3RS RumahKhusus Ibu dan Anak
Wijayakusumamencakupseluruh area rumahsakitdanberlakuterhadap:
1. Staf;
2. pengunjungrumahsakit;
3. pasien, dan
4. masyarakat di lingkungansekitarRumahKhusus Ibu dan Anak
Wijayakusuma.

D. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
3. Keputusan Menkes Nomor1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
4. Keputusan Menkes Nomor876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang pedoman
Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan lingkungan
Rumah Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
10. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul
Karena Hubungan Kerja.
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 351/Menkes/SK/III/2003 tentang
Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor Kesehatan.
BAB II
PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR

1. Kesehatan kerja menurut WHO / ILO (1995)


Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat
kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua
 jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan
penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya, secara ringkas
merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia
kepada pekerjaan atau jabatannya.
2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat
kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya ditempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan dan rehabilitasi.
3. Manajemen K3RS adalah upaya terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien,
pengunjung / pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat
kerja untuk rumah sakit yang sehat, aman, nyaman baik bagi masyarakat dan
lingkungan sekitar rumah sakit.
4. Prinsip Kesehatan Kerja
Prinsip kesehatan kerja dilakukan dengan melakukan penyerasian antara :
a. Kapasitas kerja
Status kesehatan, sex, umur, gizi, pendidikan (keterampilan)
b. Beban kerja
Beban fisik (mengangkat, mendorong dll), beban mental
c. Lingkungan kerja
Bising, debu, panas dan lain  – lain
5. Upaya K3RS
Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses
kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan,
pengobatan dan pemulihan kinerja setiap petugas kesehatan dan non
kesehatan merupakan resulfante dari tiga komponen K3 yaitu kapsitas kerja,
beban kerja dan lingkungan kerja.
Yang dimaksud dengan :
a. Kapasitas kerja adalah kemampuan seorang pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik pada suatu tempat kerja dalam waktu tertentu.
b. Beban kerja adalah suatu kondisi yang membebani pekerja baik secara fisik
maupun non fisik dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi tersebut
dapat diperberat oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung secara fisik
atau non fisik.
c. Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi
faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi
pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya.
6. Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit dapat dikelompokkan seperti dalam
tabel berikut :
a. Bahaya fisik Radiasi pengion, radiasi non-pengion, suhu panas, suhu
dingin, bising, getaran, pencahayaan.
b. Bahaya kimia   Ethylene Oxide, Formaldehyde, Glutaraldehyde, Ether,
Halothane, Etrane, Mercury.
c. Bahaya biologi   Virus ( misal : Hepatitis B, Hepatitis C, Influenza, HIV),
Bakteri (misal: S. Saphrophyticus, Bacillus sp, Porionibacterium sp, H.
Influenzae, S. Pneumoniae, N. Meningitidis, B. Streptococcus,
Pseudomonas), Jamur (misal: Candida), Parasit (misal: S. Scabies).
d. Bahaya ergonomi  Cara kerja yang salah, diantaranya posisi kerja statis,
angkat angkut pasien, membungkuk, menarik, mendorong.
e. Bahaya psikososial  Kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja, post
traumatik.
f. Bahaya mekanik   Terjepit, terpotong, terpukul, tergulung, tersayat,
tertusuk benda tajam.
g. Bahaya listrik  Sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran, petir,
listrik statis.
h. Kecelakaan  Kecelakaan benda tajam.
i. Limbah RS  Limbah medis (jarum suntik, vial,obat, nanah, darah) limbah
non medis, limbah cairan tubuh manusia (misal: droplet, liur, sputum).
7. Pembudayaan perilaku K3RS adalah upaya advokasi sosialisasi K3 pada
seluruh jajaran rumah sakit, baik bagi SDM rumah sakit, pasien maupun
pengantar / pengunjung rumah sakit termasuk penyebaran brosur, poster,
pamflet, dan lainnya termasuk promosi kesehatan.
8. Pengembangan SDM K3RS adalah upaya peningkatan kapasitas petugas di
bidang K3RS melalui upaya pendidikan dan latihan baik dalam maupun luar
daerah melalui kegiatan, pelatihan lanjutan, workshop, dll.
9. Penembangan pedoman, petunjuk terknis dan Standar Prosedur Operasional
(SPO) K3RS adalah menyusun standar pedoman pelaksanaan pelayanan yang
berhubungan dengan K3RS.
10. Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja adalah upaya
pemetaan daerah yang dianggap berisiko atau berbahaya yang belum
melaksanakan K3RS maupun yang sudah melakukan termasuk evaluasi
lingkungan melalui observasi, wawancara sumber daya manusia rumah sakit.
11. Pelayanan kesehatan kerja adalah pembinaan dan pengawasan keselamatan /
keamanan sarana, prasarana,dan peralatan rumah sakit, termasuk pembinaan
pengawasan perlengkapan keselamatan, maupun dalam hal pengadaan
pengelolaan limbah padat, cair dan gas.
12. Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair dan gas
adalah upaya penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah
padat, cair, dan gas.
13. Pengelolaan jasa, bahan beracun, berbahaya dan barang berbahaya adalah
upaya inventarisasi bahan racun berbahaya, barang berbahaya. Membuat
kebijakan dan prosedur pengadaan, penyimpanan dan penanggulangan bila
terjadi kontaminasi dengan acuan Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS :
Material Safety Data Sheet) atau Lembar Data Pengaman (LDP): lembar
informasi dari pabrik tentang sifat khusus (fisik / kimia) dari bahan, cara
penyimpanan, risiko pajanan dan cara penanggulangan bila terjadi kontaminasi
14. Pengembangan manajemen tanggap darurat adalah menyusun rencana
tanggap darurat (survey bahaya, membentuk tim tanggap darurat, menetapkan
prosedur pengendalian, pelatihan dll).
15. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3
adalah menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta penanggulangan
kecelakaan kerja, PAK, kebakaran dan bencana dan pembuatan pelaporan
kejadian dan tindak lanjutnya.
BAB III
METODE KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun
kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses
produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas.Oleh karena itu, sangat diperlukan untuk
mengetahui jenis pekerjaan apa yang dilakukan dan bahan apa yang digunakan. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan identifikasi bahaya.Identifikasi bahaya harus
dilakukan secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak ada potensi bahaya yang
terlewatkan atau tidak teridentifikasi.
A. Tahapan Identifikasi Bahaya
1. Pengenalan kegiatan untuk menemukan, mengenali, dan mendeskripsikan
tahapan kegiatan tertentu dari serangkaian pekerjaan yang dilakukan oleh
organisasi yang menghasilkan atau mendukung satu atau lebih produk jasa;
2. Pengenalan bahaya untuk menemukan, mengenali, dan mendeskripsikan
potensi bahaya yang terdapat dalam setiap tahapan kegiatan atau
pekerjaan (persiapan, pelaksanaan, penyelesaian) dan akibatnya
(kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja);
3. Pengukuran potensi bahaya;
4. Validasi daftar bahaya yang merupakan tahapan memasukkan setiap
sumber bahaya ke dalam suatu daftar bahaya.

B. Metode Identifikasi Bahaya


1. Metode Perbandingan, yaitu metode yang membandingkan rancangan
terhadap suatu standar atau desain, dan berbentuk seperti daftar periksa
(checklist ). Daftar periksa menyediakan acuan untuk menentukan potensi
bahaya dalam suatu sistem. Daftar ini dikembangkan dari pengalaman atau
standard atau hasil analisis tertentu dengan mengumpulkan pengalaman
masa lalu dalam suatu daftar tentang apa yang boleh dan apa yang tidak.
Daftar periksa berguna saat proses perancangan untuk membantu ingatan
dalam mengungkapkan bahaya yang terlupakan.
2. Metode fundamental, yaitu metode yang tersusun untuk memotivasi orang
yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman mereka dengan tujuan
mengidentifikasi bahaya. Yang termasuk dalam metode kelompok ini
adalah :
a. Preliminary Hazard Analysis (PHA) atau Analisis Bahaya Awal,
merupakan suatu sistem atau metode yang biasanya digunakan untuk
menjelaskan dengan teknik kualitatif untuk identifikasi bahaya pada
tahap awal dalam proses desain. PHA ditujukan hanya pada tahap
awal pengembangan pabrik/ industri/ instalasi. Informasi yang
dibutuhkan untuk dilakukan penelitian adalah kriteria desain, spesifikasi
bahan dan peralatan, dan lain  –  lain. Prinsip dari PHA  adalah untuk
mengidentifikasi bahaya yang mungkin akan berkembang menjadi
kecelakaan. Ini dilakukan dengan menimbulkan situasi atau proses
yang tidak direncanakan atau dimaksud terjadi. Ini penting untuk
melakukan identifikasi bahaya dari awal pada proses desain bertujuan
untuk mengimplementasikan corrective measure  pada desain, yang
dikenal dengan manajemen resiko atau reduksi pro aktif. Beberapa
deviasi yang dapat terjadi ditandai dengan isyarat : more of ...; less of
...; nothing of ...; part of ...; both ... and ...; another than ...; opposite
direction ...; later than ... .
b. Hazard Operability Study (HAZOPS), merupakan metode yang banyak
digunakan oleh industri proses untuk mengidentifikasi bahaya pada
tahap desain rekayasa. Tujuannya untuk menganalisis sistem bagian
per bagian dan menjelaskan bagaimana kondisi ideal suatu sistem
bekerja. Langkah awal dilakukan dengan mendapatkan tinjauan dari
sistem berupa gambar teknis atau informasi lain dari sistem tersebut.
Sistem harus dibagi menjadi bagian-bagian yang dijelaskan pula
kondisi ideal dari bagian-bagian tersebut. Pada sebuah sistem, semua
bagian atau subsistem merupakan dependen satu sama lain, dan
ketergantungan ini harus diidentifikasi. Langkah berikutnya adalah
melakukan identifikasi deviasi untuk tiap bagian dari sistem. Untuk
membantu mengidentifikasi deviasi, digunakan guideword . Ketika
deviasi teridentifikasi, maka penyebabnya pun dapat teridentifikasi.
c. Risk Based Inspection (RBI), adalah penilaian risiko dan manajemen
proses yang terfokus pada kegagalan peralatan karena kerusakan
material. Fokus RBI   adalah penilaian risiko yang berkaitan dengan
pengoperasian peralatan. RBI dapat memberikan masukan kepada
manajemen untuk merencanakan jadwal inspeksi dan pemeliharaan
pada perlatan termasuk penganggaran biayanya. Pendekatan RBI 
secara kualitatif menyediakan dasar analisis untuk memprioritaskan
program inspeksi berdasarkan risiko.
d. What-If merupakan metode identifikasi bahaya awal untuk meninjau
desain dengan menanyakan serangkaian pertanyaan awal yaitu
bagaimana-jika (what-if). Analisis what-if   merupakan bagian dari cara
checklist , yang kemungkinan merupakan metode identifikasi bahaya
tertua.
e. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) atau Analisis Pola
Kegagalan dan Akibat, yaitu metode untuk mengidentifikasi bahaya
yang melibatkan analisis modus kegagalan dari suatu entitas,
penyebabnya, dampaknya, dan hubungan kritikalitas dari kegagalan.
Tujuan dari FMEA adalah untuk mengidentifikasi kegagalan yang
mempunyai dampak yang tidak diinginkan pada sistem operasi.
f. Fault Tree Analysis (FTA) dan Event Tree Analysis (ETA)  merupakan
diagram logika yang digunakan untuk mewakili masing-masing dampak
dari suatu peristiwa dan penyebab dari suatu peristiwa. Diagram ini
 juga menyatakan ilustrasi bebas dari rangkaian potensi kegagalan
peralatan atau kesalahan manusia yang dapat menimbulkan kerugian.
FTA bersifat deduktif dengan memunculkan akibat untuk mencari
sebab, sedangkan ETA bersifat induktif dengan menampilkan sebab
(kejadian awal) untuk mencari akibat (kejadian akhir).
g. Qualitative Risk Assessment merupakan pendekatan nilai risiko
terhadap suatu sistem dengan pemberian skor secara kualitatif (iya/
tidak; baik/ buruk; tinggi/ rendah) terhadap faktor kemungkinan dan
akibat kegagalan dari suatu kejadian.
h. Semi-quantitave Risk Assessment merupakan pengembangan penilain
risiko dengan menggunakan suatu pemodelan untuk kejadian tertentu
untuk mendapatkan rate event . Pemodelan tersebut bertujuan untuk
mendapatkan akurasi data berdasarkan informasi awal yang diolah
dengan mempertimbangkan parameter-parameter yang ada.
i. Quantitative Risk Assessment   merupakan penilaian penuh dengan
melakukan pemodelan semua kejadian sehingga kemungkinan dan
akibat dari suatu kegagalan dapat diketahui secara numerik sehingga
mendapatkan tingkat risiko yang cukup akurat.

C. Metode Sosialisasi Penerapan Budaya K3 Rumah Sakit


1. Pengenalan ( Awareness)
a. Sosialisasi kebijakan K3 pada setiap pertemuan atau rapat
b. Spanduk dengan pesan K3
c. Poster – poster pesan keselamatan
d. Buku saku yang berisi kebijakan K3
e. Safety briefing sebelum melaksanakan kegiatan
2. Pemahaman
a. Kursus / pelatihan
b. Seminar
c. Studi banding
d. Pelibatan dalam organisasi K3
3. Pengembangan
a. Keterlibatan dalam Tim K3
b. Sebagai fasilitator K3
BAB IV
KEBIJAKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

1. Meningkatkan sistem informasi K3 di rumah sakit.


2. Menyediakan wadah fungsional terstruktur K3 dalam organisasi rumah sakit.
3. Meningkatkan sosialisasi K3 rumah sakit di seluruh kegiatan rumah sakit.
4. Meningkatkan pengendalian sistem kerja dan perilaku selamat di rumah sakit.
5. Meningkatkan sumber daya manusia yang professional di setiap unit kerja
mengenai K3 rumah sakit.
6. Menjamin Keselamatan dan Kesehatan Kerja tenaga kerja dan orang lain
(pengunjung dan tamu) di rumah sakit.
7. Memenuhi semua peraturan perundang-undangan pemerintah yang berlaku dan
persyaratan lainnya yang berkaitan dengan penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) di rumah sakit.
8. Melakukan perbaikan berkelanjutan terhadap Sistem Manajemen dan Kinerja
K3 guna meningkatkan Budaya K3 yang baik di rumah sakit.
9. Membangun dan memelihara Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja berkelanjutan serta sumber daya yang relevan.
10. Membangun tempat kerja dan pekerjaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan persyaratan lainnya terkait K3.
11. Menyediakan sarana dan prasarana K3 yang memadai.
12. Memberikan pendidikan ataupun pelatihan terkait Keselamatan dan Kesehatan
Kerja kepada tenaga kerja untuk meningkatkan kinerja K3 Perusahaan.
BAB V
STRUKTUR ORGANISASI

A. Struktur

Ketua K3

Sekretris K3

 Anggota Anggota Anggota

B. Tugas Pokok dan Fungsi


1. Ketua
a. Persyaratan
1) Dokter / dokter gigi Spesialis dan dokter umum / dokter gigi
2) Memiliki sertifikat dalam bidang K3 dan mendapatkan pelatihan
khusus yang terakreditasi mengenai K3RS
3) Berbadan sehat baik secara jasmani maupun rohani
4) Memiliki dedikasi dan loyalitas
5) Jujur dan bertanggungjawab
b. Tugas
1) Merencanakan, meninjau dan merevisi program K3
2) Melakukanperencanaansosialisasidanpelatihanpadaseluruhkaryaw
an di rumahsakitsesuaidenganbidangK3
3) Memegangtongkatkomandopadakeadaandarurat
 PadakeadaandaruratTim K3 diharapkanmenjadiwakil
Management dalammenentukankeputusan  – keputusan.
 PadakeadaandaruratKetua K3
dapatmengaturTimTanggapDaruratuntukmembantupenyelama
tanstaf, pasiendanpengunjung yangadadalamrumahsakit.
 PadakeadaandaruratKetua K3 diharuskan standby di
RumahSakitsampaikeadaandaruratselesai.
4) Membuat program laporantentangkeadaandarurat.
5) Mengawasidanmenganalisapelaksanaan Program K3
danmembuatlaporanefektifitas program
tahunankepadaDirekturdan Corporate.
 MembinaTim K3 yang
adadengancarapelatihandanpenyuluhansecararutin.
 MendorongTim K3
untukmengadakanpenyuluhandanpelatihankepentingan intern
Rumahsakit.
6) MengontrolKomite K3 dalamhalevaluasidan audit
tentangkeseriusandanperhatian staff
terhadapkesehatandankeselamatankerja
7) MemastikanorganisasiTim K3 konsistendanberkesinambungan
c. Fungsi
1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3.
2) Membantu Direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya
promosi K3, dan pelatihan K3 di RS.
3) Pengawasan terhadap program pelaksanaan K3 di RS.
4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan
korektif.
5) Koordinasi dengan unit –unit lain yang menjadi anggota K3RS.
6) Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol
bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, serta merekomendasikan
sesuai kegiatannya.
8) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru dan
pembangunan gedung.
d. Wewenang
1) Mengambilkeputusan yang
bersifaturgent apabilaDirekturtidakadasetelahdikonfirmasimelaluitel
epon.
2) Memberiteguranbaiklisanmaupuntulisankepadakaryawanrumahsaki
t yang melakukankelalaiansehinggamembahayakankesehatan,
keselamatankerjadirisendirimaupunrekankerjalainnya.
3) Mengumumkankondisidaruratdanmenyatakankeadaandaruratseles
ai.
e. Tanggung jawab
1) KetuaKomite K3 bertanggungjawabkepadaDirektur.
2) Mempertanggungjawabkanpelaksanaan program K3 di
rumahsakitkepadaKementerianKesehatanmelaluipimpinanperusah
aan (Direktur).

2. Sekretaris K3
a. Persyaratan
1) Pendidikan minimal D III
2) Memiliki sertifikat dalam bidang K3 dan mendapatkan pelatihan
khusus yang terakreditasi mengenai K3RS
3) Berbadan sehat baik secara jasmani maupun rohani
4) Memiliki dedikasi dan loyalitas
5) Jujur dan bertanggungjawab
b. Tugas
1) Memimpindanmengkoordinasikantugas  –
tugaskesekretariatandanmelaksanakankeputusanTim K3RS.
2) Membuatundanganrapatdansebagainotulenrapat.
3) Membuatadministrasisurat-suratTim K3.
4) Mencatatdanmengumpulkan data-data yangberhubungandengan
K3.
5) MembantuKetua K3 merencanakandanmenetapkanprogram
tahunandalammelakukanidentifikasibahayadi lingkungankerja.
6) Mengusulkandanmenetapkantindakansertalangkahyang

akandilaksanakanterhadappermasalahan K3.
c. Wewenang
1) Mengambilkeputusan yang bersifat urgent apabilaKetua K3
tidakadasetelahdikonfirmasimelaluitelepon.
2) Memberiteguranbaiklisanmaupuntulisankepadakaryawanrumahsaki
t yang melakukankelalaiansehinggamembahayakankesehatan,
keselamatankerjadirisendirimaupunrekankerjalainnya.
d. Tanggung jawab
Mempertanggungjawabkanpelaksanaankegiatan K3 di
rumahsakitkepadaKetua K3.
3. Staf
a. Persyaratan
1) Memiliki sertifikat dalam bidang K3 dan mendapatkan pelatihan
khusus yang terakreditasi mengenai K3RS
2) Berbadan sehat baik secara jasmani maupun rohani
3) Memiliki dedikasi dan loyalitas
4) Jujur dan bertanggungjawab
b. Tugas
1) Melaksanakan tugas langsung dari Ketua Tim K3RS
2) Melaksanakan kegiatan Tim K3RS
3) Melakukan pengumpulan data berhubungan dengan K3
4) MembantuKetua K3 merencanakandanmenetapkanprogram
tahunandalammelakukanidentifikasibahayadi lingkungankerja.
5) Mengusulkandanmenetapkantindakansertalangkahyang
akandilaksanakanterhadappermasalahan K3.
c. Fungsi
1) Melaksanakan kegiatan – kegiatan program K3RS.
2) Membantu Ketua K3RS mengadakan dan meningkatkan upaya
promosi K3, dan pelatihan K3 di RS.
3) Melakukan koordinasi dengan semua anggota K3RS.
d. Wewenang
Memberiteguranbaiklisanmaupuntulisankepadakaryawanrumahsakit
yang melakukankelalaiansehinggamembahayakankesehatan,
keselamatankerjadirisendirimaupunrekankerjalainnya.
e. Tanggung jawab
Mempertanggungjawabkanpelaksanaankegiatan K3 di
rumahsakitkepadaKetua K3.

C. Tata Hubungan Kerja

Instalasi Rawat
Inap
Instalasi Rawat Instalasi Gawat
Jalan Darurat

K3RS
Instalasi Farmasi
Unit Laundry/CS

SATPAM Instalasi Gizi

Keterangan :
1. Instalasi Rawat Jalan
a. Petugas yang ada di Instalasi Rawat Jalan saat bekerja wajib
mematuhi ketentuan dalam K3.
b. Semua peralatan yang ada di Instalasi Rawat Jalan harus selalu
dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan jadwal yang
sudah ditetapkan.
c. Setiap kejadian yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja wajib lapor ke tim K3RS (misal kecelakaan kerja
atau tertusuk jarum).
2. Instalasi Gawat Darurat
a. Petugas yang ada di Instalasi Gawat Darurat saat bekerja wajib
mematuhi ketentuan dalam K3 misal saat melakukan tindakan medis
harus selalu menggunakan alat pelindung diri.
b. Semua peralatan baik medis maupun non medis yang ada di Instalasi
Gawat Darurat harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi
sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.
c. Setiap kejadian yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja wajib lapor ke tim K3RS (misal kecelakaan kerja
atau tertusuk jarum).
3. Instalasi Gizi
a. Petugas yang ada di Instalasi Gizi saat bekerja wajib mematuhi
ketentuan dalam K3 misal saat melakukan tindakan medis harus selalu
menggunakan alat pelindung diri.
b. Semua peralatan elektronik yang ada di Instalasi Gizi harus selalu
dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan jadwal yang sudah
ditetapkan.
c. Setiap kejadian yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja wajib lapor ke tim K3RS (misal kecelakaan kerja
saat bekerja didapur,terkena pisau,jatuh saat mengantar makanan ke
pasien dll)
d. Petugas Giziharus memahami penatalaksanaan B3 (Barang Berbahaya
dan Beracun) yang ada di Instalasi Gizi, misal penyimpanan,pemakaian
tabung gas.
4. Instalasi Farmasi
a. Petugas yang ada di Instalasi Farmasi saat bekerja wajib mematuhi
ketentuan dalam K3 misal saat melakukan kegiatan peracikan obat
harus selalu menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan).
b. Semua peralatan baik yang elektonik maupun yang yang bukan
elektronik yang ada di Instalasi Farmasi harus selalu dilakukan
pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan jadwal yang sudah
ditetapkan.
c. Setiap kejadian yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja wajib lapor ke Tim K3RS (misal kecelakaan kerja
atau tertusuk jarum)
d. Petugas Instalasi Farmasi harus memahami penatalaksanaan B3
(Barang Berbahaya dan Beracun) yang ada di instalasi farmasi.
5. SATPAM
a. Semua petugas SATPAM harus bisa dan mampu mengoprasikan
 APAR.
b. Semua peralatan baik yang elektonik maupun yang yang bukan
elektronik yang ada di area SATPAM harus selalu dilakukan
pemeliharaan.
c. Setiap kejadian yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja wajib lapor ke Tim K3RS).
6. Unit Laundry/CS
a. Petugas yang ada di bagian loundry/CS wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 misal saat melakukan pencucian linen selalu menggunakan
alat pelindung diri (sarung tangan,sepatu boot,masker,celemek)dan
 juga pemilahan linen harus diperhatikan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b. Semua peralatan elektonik yang ada di bagian laundry harus selalu
dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan jadwal yang sudah
ditetapkanmisal mesin cuci.
c. Setiap kejadian yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja wajib lapor ke Tim K3RS (misal kecelakaan kerja
terpeleset saat mengangkat cucian basah).
7. InstalasiRawat Inap
a. Petugas yang ada di Instalasi Rawat Inapsaat bekerja wajib mematuhi
ketentuan dalam K3 misal saat melakukan tindakan medis harus selalu
menggunakan alat pelindung diri.
b. Semua peralatan baik medis maupun non medis yang ada di Instalasi
Rawat Inap harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai
dengan jadwal yang sudah ditetapkan.
c. Setiap kejadian yang berhubungandengan kesehatan dan keselamatan
kerja wajib lapor ke Tim K3RS (misal kecelakaan kerja atau tertusuk
 jarum).
BAB VI
TATA LAKSANA

Rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang wajib melaksanakan
program K3RS yang bermanfaat baik bagi SDM rumah sakit, pasien, pengunjung /
pengantar pasien, maupun bagi masyarakat di lingkungan sekitar rumah sakit.
Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai
komponen yang ada di rumah sakit. Hal tersebut dapat berjalan dengan baik jika
seluruh komponen rumah sakit, mulai dari pimpinan sampai dengan staf pelaksana
mempunyai komitmen, pemahaman, pelatihan dan kesadaran yang menjadi budaya
dalam melaksanakan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit. Pelayanan
K3RS sampai saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak
rumah sakit yang belum menerpkan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3). Adapun standar pelayanan K3RS yang perlu diberikan
adalah sebagai berikut:

A. Program Pelayanan Kesehatan


1. Pemeriksaan kesehatan karyawan
Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM rumah sakit
a. Pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran
 jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin,
serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu
b. Pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM rumah sakit sekurang-
kurangnya 1 tahun yang berusia diatasa 40 tahun.
2. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan
fisik SDM Rumah Sakit
a. Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk SDM
Rumah Sakit yang dinas malam, petugas radiologi, petugas
laboratorium, dll.
b. Pemberian imunisasi bagi SDM Rumah Sakit
c. Olah raga, senam kesehatan dan rekreasi
d. Pemberian mental rohani
3. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan / pelatihan tentang kesehatan
kerja dan memberikan bantuan kepada SDM Rumah Sakit dalam
penyesuaian diri baik fisik maupun mental. Yang diperlukan antara lain :
a. Informasi umum Rumah Sakit dan fasilitas atau sarana yang terkait
dengan K3
b. Informasi tentang resiko dan bahaya khusus di tempat kerjanya
c. SOP kerja, SOP peralatan, SOP penggunaan alat pelindung diri dan
kewajibannya
d. Orientasi K3 di tempat kerja
e. Melaksanakan pendidikan, pelatihan ataupun promosi/ penyuluhan
Kesehatan kerja secara berkala dan berkesinambungan sesuai
kebutuhan dalam rangka menciptakan budaya K3.
4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM Rumah
Sakit yang menderita sakit
a. Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh SDM
Rumah Sakit
b. Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobatan untuk
SDM Rumah Sakit yang terkena Penyakit Akibat Kerja (PAK)
c. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan
kesehatan khusus
5. Melakukan koordinasi dengan tim panitia Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap SDM rumah sakit dan pasien.
a. Pertemuan koordinasi
b. Pembahasan kasus
c. Penanggulangan kejadian infeksi nosokomial
6. Melaksanakan kegiatan kesehatan kerja
a. Melakukan pemetaan (mapping ) tempat kerja untuk mengidentifikasi
 jenis bahaya dan besarnya risiko
b. Melakukan identifikasi SDM rumah sakit berdasarkan jenis
pekerjaannya, lama pajanan dan dosis pajanan
c. Melakukan analisa hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus
d. Melakukan tindak lanjut analisa pemeriksaan kesehatan berkala dan
khusus, (dirujuk ke spesialis terkait, rotasi kerja, merekomendasikan
pemberian istirahat kerja)
e. Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan SDM rumah sakit
7. Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan
dengan kesehatan kerja. Pemantauan / pengukuran terhadap faktor fisik,
kimia, psikososial dan ergonomi).
8. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan K3RS yang
disampaikan kepada Direktur rumah sakit.

B. Program Pelayanan Keselamatan Kerja


Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang diberikan sangat erat
hubungannya dengan sarana, prasarana termasuk peralatan kerja hal ini terlihat
dari kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain:
1. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana
dan peralatan kesehatan.
a. Lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian
kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan rumah sakit.
b. Teknis bangunan rumah sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta pelindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak,
dan orang usia lanjut.
c. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta
keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggara rumah sakit.
d. Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan
rumah sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi
di bidangnya (sertifikasi personil petugas / operator sarana dan
prasarana serta peralatan kesehatan rumah sakit).
e. Membuat program pengoperasian, perbaikan, dan pemeliharaan rutin
dan berkala sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan dan
selanjutnya didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan
f. Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis, dan nonmedis dan harus
memenuhi standar persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik
pakai.
g. Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan,
peralatan kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai
Pengujian Fasilitas Kesehatan dan atau institusi pengujian fasilitas
kesehatan yang berwenang.
h. Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi
ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang.
i. Melengkapi perizinan dan sertifikasi saranan dan prasarana serta
peralatan kesehatan.
2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap
SDM rumah sakit
a. Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap peralatan
kerja dan SDM rumah sakit
b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan
mengendalikan risiko ergonomi.
3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
a. Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang
memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial.
b. Pemantauan / pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi
dan psikososial secara rutin dan berkala.
c. Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan
lingkungan kerja.
4. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi
Manajemen harus menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan
prasarana sanitasi, yang memenuhi syarat, meliputi:
a. Penyehatan makanan dan minuman
b. Penyehatan air
c. Penyehatan tempat pencucian
d. Penanganan sampah dan limbah
e. Pengendalian serangga dan tikus
f. Sterilisasi / desinfeksi
g. Perlindungan radiasi
h. Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan
5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja:
a. Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda keselamatan
b. Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan alat pelindung diri (APD)
c. Membuat SPO peralatan keselamatan kerja dan APD
d. Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan
penggunaan peralatan keselamatan dan APD
6. Pelatihan dan promosi / penyuluhan keselamatan kerja untuk semua SDM
rumah sakit.

C. Pelatihan Serta Pengembangan SDM K3


Program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) K3RS
merupakan hal pokok yang bisa dikesampingkan. Direktur dan manajemen serta
tim K3RS memegang peranan penting dalam membangun kepedulian dan
memotivasi pekerja dengan menjelaskan nilai-nilai organisasi dan
mengkomunikasikan komitmennya pada kebijakan yang telah dibuat.
Selanjutnya transformasi siistem manajemen K3 dari prosedur tertulis menjadi
proses yang efektif merupakan komitmen bersama.
Dalam hal ini Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma
Kebumen dalam upaya pengembangan SDM melalui pendidikan dan latihan
hendaknya memuat unsur-unsur antaranya:
1. Pengembangan rencana pelatihan untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
2. Ditetapkannya program dan jadwal pelatihan di bidang K3.
3. Ditetapkannya program simulasi atau pelatihan praktek untuk semua SDM
rumah sakit di bidang K3.
4. Harus ada kegiatan keterampilan melalui seminar, workshop, pertemuan
ilmiah, pendidikan lanjutan yang dibuktikan dengan sertifikat.
5. Verifikasi kesesuaian program pelatihan dengan persyaratan organisasi
atau perundang-undangan.
6. Pelatihan untuk sekelompok SDM rumah sakit yang menjadi sasaran.
7. Pendokumentasian pelatihan yang telah diterima.
8. Evaluasi pelatihan yang telah diterima
BAB VII
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pencatatan dan pelaporan adalah kegiatan K3 secara tertulis dari masing -


masing unit kerja Rumah Sakit dan kegiatan K3RS secara keseluruhan yang
dilakukan oleh organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit.
Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan K3 adalah menghimpun
dan menyediakan data dan informasi kegiatan K3, mendokumentasikan hasil- hasil
pelaksanaan kegiatan K3; mencatat dan melaporkan setiap kejadian /kasus K3 dan
menyusun, melaksanakan pelaporan kegiatan K3.
Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan K3 adalah mencatat
dan melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di dalam:
1. Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
2. Kejadian/ kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan
tindak selanjutnya.
Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan untuk masing-masing aspek K3.
Pencatatan dan pendokumentasian pelaksanaan kegiatan K3 dilakukan setiap
waktu, sesuai dengan jadwal pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan, dan atau
pada saat terjadi kejadian/ kasus (tidak terjadwal).
Pelaporan terdiri dari : pelaporan berkala (bulanan, semester, dan tahunan)
dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan pelaporan sesaat/ insidentil, yaitu
pelaporan yang dilakukan sewaktu - waktu pada saat kejadian atau terjadi kasus
yang berkaitan dengan K3.
Setiap kegiatan dan atau kejadian/ kasus sekecil apapun, yang berkaitan
dengan K3, wajib dicatat dan dilaporkan secara tepat waktu kepada wadah
organisasi K3 di rumah Sakit. Rumah Sakit perlu menetapkan dengan jelas alur
pelaporan baik pelaporan rutin/ berkala, laporan kasus/ kejadian tidak terduga.
BAB VIII
MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring K3 di lingkungan adalah serangkaian kegiatan pengawasan


darisemua tindakan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan atas
pemenuhanpelaksanaan peraturan perundang-undangan atas objek pengawasan
lingkungan kerja. Objek pengawasan lingkungan kerja meliputi faktor-faktor bahaya
lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan kerjadan penyakit akibat
kerja.
Tujuan monitoring K3 :
1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja
2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja
3. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerjamerasa
aman dalam bekerja
4. Meningkatkan image market  terhadap perusahaan
5. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan
6. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga
membuatumur alat semakin lama
Evaluasi dilakukan pada setiap akhir tahun untuk menilai hasil kegiatan yang telah
dilaksanakan sebelumnya dan dilaporkan terhadap Direktur Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai